• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun Oleh :

Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi NIM: 091134087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI

Disusun oleh:

Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi

NIM: 091134087

Disetujui oleh:

Pembimbing 1

Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. Tanggal, 14 Juni 2013

Pembimbing 2

Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd. Tanggal, 14 Juni 2013

(3)
(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Mottoku antara lain:

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu, carilah, maka kamu akan mendapatkan, ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Matius, 7:7)

Kemampuan dan kemauan adalah kunci sukses keberhasilan.

Tanpa keduanya perjuangan akan sia-sia.

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus yang selalu membimbingku.

Orangtuaku tercinta sebagai rasa hormat dan baktiku.

Almamaterku…

(5)
(6)
(7)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

KATA PENGANTAR ... vii A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan Masalah ... 5

C.Perumusan Masalah ... 5

D.Pembatasan Istilah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN LITERATUR A.Kajian Teori ... 7

1. Kerjasama dalam belajar ... 7

2. Prestasi Belajar ... 8

3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ... 11

4. Matematika ... 16

B.Penelitian yang Relevan ... 21

C.Kerangka Berpikir ... 23

D.Hipotesis Tindakan ... 25

(9)

BAB III METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian ... 26

B.Setting Penelitian ... 28

C.Rencana Tindakan ... 29

D.Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Instrumen Penelitian ... 34

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 40

G.Teknik Analisis Data ... 57

H.Indikator Keberhasilan ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian... 60

1. Siklus I ... 60

2. Siklus II ... 77

B. Hasil Penelitian ... 92

1. Kerjasama dalam belajar ... 92

2. Prestasi belajar ... 94

C. Pembahasan ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pembagian pengajaran aspek pelajaran matematika ... 18

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 28

Tabel 3.2 Kisi-kisi soal UH siklus I ... 36

Tabel 3.3 Kisi-kisi kuesioner ... 38

Tabel 3.4 Lembar checklist ... 39

Tabel 3.5 Kriteria kualitas perangkat pembelajaran ... 43

Tabel 3.6 Hasil validasi kuesioner ... 43

Tabel 3.7 Hasil validasi silabus ... 44

Tabel 3.8 Hasil validasi RPP ... 45

Tabel 3.9 Hasil validasi LKS ... 46

Tabel 3.10 Hasil validasi bahan ajar ... 47

Tabel 3.11 Hasil validasi soal evaluasi ... 48

Tabel 3.12 Kisi-kisi soal instrumen satu untuk uji validitas konstruk ... 50

Tabel 3.13 Kisi-kisi soal instrumen dua untuk uji validitas konstruk ... 51

Tabel 3.14 Hasil perhitungan validasi soal uraian instrumen satu ... 51

Tabel 3.15 Hasil perhitungan validasi soal isian singkat instrumen satu ... 52

Tabel 3.16 Hasil perhitungan validasi soal uraian instrumen dua ... 53

Tabel 3.17 Hasil perhitungan validasi soal isian singkat instrumen dua ... 54

Tabel 3.18 Rentang skor dan kriteria kerjasama ... 58

Tabel 3.19 Kriteria keberhasilan penelitian ... 59

Tabel 4.1 Hasil kuesioner kerjasama siklus I ... 93

Tabel 4.2 Hasil kuesioner kerjasama siklus II ... 94

Tabel 4.3 Hasil ulangan harian siklus I ... 95

Tabel 4.4 Hasil ulangan harian siklus II ... 96

Tabel 4.5 Kondisi awal, target keberhasilan, dan capaian ... 98

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Spiral Kemmis dan Taggart ... 26

Gambar 2. Kartu domino Pecahan ... 70

Gambar 3. Siswa bekerjasama mengerjakan LKS ... 99

Gambar 4. Kegiatan permainan kelompok biru ... 100

Gambar 5. Kegiatan permainan kelompok hijau ... 100

Gambar 6. Kegiatan permainan kelompok kuning ... 100

Gambar 7. Kegiatan permainan kelompok ungu ... 100

Gambar 8. Kegiatan permainan kelompok merah ... 100

Gambar 9. Kegiatan permainan kelompok BMW ... 102

Gambar 10. Kegiatan permainan kelompok Ferrari ... 102

Gambar 11. Kegiatan permainan kelompok Mercedes ... 102

Gambar 12. Kegiatan permainan kelompok Toyota ... 102

Gambar 13. Guru menggambar botol air mineral ... 105

Gambar 14. Hasil permainan domino kelompok kuning ... 106

Gambar 15. Guru menulis soal cerita ... 108

Gambar 16. Guru menggunakan pita warna ... 108

Gambar 17a. Papan rafly pecahan kelompok Ferrari ... 109

Gambar 17b. Hasil permainan rafly kelompok Ferrari ... 109

Gambar 18. Hasil ulangan Harian Agl ... 112

Gambar 19. Hasil ulangan harian Mr ... 112

Gambar 20. Hasil perhitungan Bgs ... 113

Gambar 21. Hasil perhitungan Ttn ... 113

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil kuesioner kerjasama kondisi awal ... 122

Lampiran 2. Hasil ulangan harian kondisi awal ... 123

Lampiran 3. Silabus siklus I ... 124

Lampiran 4. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) siklus I ... 128

Lampiran 5. Bahan ajar siklus I ... 139

Lampiran 6. Lembar kerja siswa siklus I ... 143

Lampiran 7. Soal ulangan harian siklus I ... 150

Lampiran 8. Kunci jawaban dan kriteria penskoran soal UH siklus I ... 151

Lampiran 9. Silabus siklus II ... 154

Lampiran 10. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II ... 159

Lampiran 11. Bahan ajar siklus II ... 169

Lampiran 12. Lembar kerja siswa siklus II ... 173

Lampiran 13. Kisi-kisi soal UH siklus II ... 179

Lampiran 14. Soal ulangan harian siklus II ... 180

Lampiran 15. Kunci jawaban dan kriteria penskoran soal UH siklus II ... 181

Lampiran 16. Hasil validasi dosen ahli pada perangkat pembelajaran ... 183

Lampiran 17. Hasil validasi dosen ahli pada kuesioner ... 187

Lampiran 18. Hasil pengisian kuesioner ... 188

Lampiran 19. Hasil ulangan harian ... 190

Lampiran 20. Hasil pengamatan ... 192

Lampiran 21. Surat izin penelitian ... 193

Lampiran 22. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian ... 194

(13)

ABSTRAK

MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI

Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi Universitas Sanata Dharma

2013

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk mengetahui penerapan pendekatan PMRI dalam upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Kanisius Totogan yang terdiri dari 22 siswa dan objek penelitian adalah meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika menggunakan pendekatan PMRI. Penelitian dilakukan melalui dua siklus. Setiap siklus penelitian meliputi empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Hasil kuesioner kerjasama pada siklus II menunjukkan persentase siswa yang memiliki tingkat kemampuan kerjasama tergolong baik sebesar 77% sehingga telah mengalami peningkatan sebesar 32% dari kondisi awal sebesar 45% dan telah melampaui kriteria keberhasilan sebesar 75%. Hasil ulangan harian pada siklus II menunjukkan persentase siswa yang memperoleh nilai ulangan harian mencapai KKM sebesar 86% sehingga mengalami peningkatan sebesar 41% dari kondisi awal (45%) dan telah melampaui kriteria keberhasilan sebesar 70%. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa penerapan karakteristik pendekatan PMRI merupakan upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas V SD Kanisius Totogan.

Kata kunci: kerjasama dalam belajar, prestasi belajar, matematika, dan pendekatan PMRI

(14)

ABSTRACT

INCREASE COOPERATION AND ACHIEVEMENT OF LEARNING MATHEMATICS GRADE V SD KANISIUS TOTOGAN USING PMRI

APPROACH

Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi

Sanata Dharma University 2013

This research was a Classroom Action Research that aims to know the applicability of PMRI approach in an effort to increase cooperation and achievement of learning mathematics grade V SD Kanisius Totogan. The subject of research was the grade V SD Kanisius Totogan which consisted of 22 students and the object of research increased cooperation and achievement of learning mathematics that use PMRI approach. Research was conducted through two cycles. Each cycle consisted of four stages: planning, implementation, observation, and reflection.

Results of cooperation questionnaire on cycle II showed the percentage of students who had the ability level of cooperation was good for 77% so that had undergone an increase to 32% from the initial conditions of 45% and had exceeded 75% success criteria. The results of the daily test on cycle II showed the percentage of students who got daily test score reached of KKM amounted to 86% so that experienced an increase of 41% from the initial conditions (45%) and had exceeded the success criteria of 70%. Therefore, the researchers concluded that implementation of the characteristics of PMRI approach was an effort to increase cooperation and achievement of learning mathematics for students grade V SD Kanisius Totogan.

Key words: cooperation of learning, learning achievement, mathematic, and PMRI approach.

(15)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah mengembangkan potensi siswa

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Republik

Indonesia dalam Tim penyusun, 2011). Gora & Sunarto (2010: 17) menjelaskan

bahwa pendidikan hendaknya dapat mengembangkan kemampuan, membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa. Dengan berkembangnya aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor, manusia seperti yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional

akan terbentuk.

Akn tetapi, harapan tersebut belum dapat dicapai secara maksimal jika

pembelajaran relatif mengajak siswa untuk mendengarkan ceramah guru,

mengerjakan latihan soal, menghafal informasi, dan tanpa berperan aktif dalam

proses pembelajaran. Gora dan Sunarto, (2010: 2) menjelaskan pembelajaran

yang didominasi guru dengan ceramah menyebabkan tingkat partisipasi siswa

menjadi rendah dan siswa sering berada dalam situasi “tertekan’. Jika siswa

cenderung merasa tertekan saat mengikuti pembelajaran, maka siswa tidak dapat

memusatkan perhatian pada materi yang dipelajarinya. Hal tersebut ditegaskan

oleh Hartono, dkk (2012: 30) yakni materi pelajaran yang tidak terlampau sulit

untuk dipelajari, namun jika suasana belajar membosankan, tidak menarik, dan

siswa belajar di bawah tekanan, maka pelajaran akan sulit dipahami.

(16)

Siswa yang relatif dituntun untuk mencatat dan menghafal pelajaran, tidak

mendapat kesempatan untuk melakukan eksplorasi lingkungan. Hal ini

menyebabkan siswa tidak memiliki kemampuan untuk mencari dan menemukan

pengetahuan yang diperlukannya. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada proses

pembelajaran dan prestasi belajar siswa. Hal ini tampak pada kondisi di lapangan

yang diperoleh peneliti.

Hasil observasi mengenai aktivitas guru dan siswa kelas V SD Kanisius

Totogan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 16 Januari 2013,

menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika, guru relatif memberi tugas

saat pembelajaran dan melakukan penilaian. Hal ini tampak saat melakukan

pengamatan peneliti melihat guru dua kali memberikan tugas dan melakukan

penilaian dalam waktu dua jam pelajaran. Soal yang diberikan selama

pembelajaran merupakan soal abstrak. Selain itu, guru memberikan soal latihan

untuk dikerjakan secara kelompok yang terdiri dari dua siswa. Pada saat

berkelompok, 100% dari 22 siswa terlihat membagi tugas sama rata dan 22% dari

22 siswa berpendapat dalam kerja kelompok. Selain itu tampak 22% dari 22

siswa mempertahankan pendapat; 48% dari 22 siswa saling bertanya; 32% dari

22 siswa menjawab pertanyaan teman sekelompok; dan 36% dari 22 siswa

menanggapi pendapat teman sekelompok.

Hasil kuesioner kerjasama yang diberikan kepada siswa kelas V SD Kanisius

Totogan pada tanggal 17 Januari 2013 membuktikan bahwa siswa yang memiliki

tingkat kerjasama baik sebesar 45% dari 22 siswa. Sedangkan 55% dari 22 siswa

memiliki tingkat kerjasama kurang baik. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan

(17)

kuesioner kondisi awal terdapat pada lampiran 1 halaman 122.

Dari hasil dokumentasi selama satu tahun terakhir, terbukti bahwa 45% dari

22 siswa mendapat nilai ulangan harian matematika yang mencapai KKM

sedangkan 55% dari 22 siswa belum mencapai KKM. Nilai KKM yang

ditentukan sekolah adalah 60. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas V

SD Kanisius Totogan prestasi belajarnya rendah dalam mata pelajaran

matematika. Nilai kondisi awal dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 123.

Penjelasan dari hasil observasi, kuesioner, dan dokumentasi, membuktikan

bahwa siswa kelas V SD Kanisius Totogan perlu mendapat perlakuan yang dapat

meningkatkan kerjasama dalam belajar dan prestasi belajar matematika. Proses

pembelajaran matematika pada penjelasan tersebut cenderung menggunakan soal

abstrak dan tidak memulai dengan konteks. Hal ini bertentangan dengan

kurikulum pembelajaran matematika yang hendaknya dimulai dengan pengenalan

masalah sesuai dengan situasi nyata (Tim penyusun, 2007).

Oleh sebab itu, diperlukan bentuk pembelajaran lain yang dapat mengkaitkan

situasi nyata dengan materi pembelajaran dan membantu siswa untuk lebih aktif

terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Menurut Davies (Riyanto, 2009:

161), setiap hal yang dipelajari siswa, siswa harus mempelajari sendiri karena

tidak ada seorang pun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. Oleh

karena itu, pelaksanaan proses pembelajaran hendaknya mengutamakan

keterlibatan siswa secara aktif untuk berinisiatif dalam menemukan pengetahuan

yang dibutuhkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan membantu siswa

dalam memahami materi pelajaran dan terlibat aktif sehingga pembelajaran

(18)

learning is most effective when it’s fun, yang berarti belajar sangat efektif jika

menyenangkan.

Bentuk pembelajaran yang dapat digunakan yaitu pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

Pendekatan PMRI merupakan pendekatan pembelajaran khusus matematika yang

tidak langsung memulai proses pembelajaran matematika pada tingkat formal

melainkan menggunakan konteks untuk membangun konsep matematika (Wijaya,

2012: 41). Oleh sebab itu, peneliti memutuskan untuk menggunakan pendekatan

PMRI untuk meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar siswa. Melalui

penerapan pendekatan PMRI dalam mata pelajaran matematika, siswa akan

membangun pengetahuannya sendiri bukan hanya diberi tahu oleh guru melalui

rumus-rumus matematika. Sama halnya dengan ungkapan Freudenthal (Wijaya,

2012: 20) bahwa matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai

suatu produk jadi yang siap pakai tetapi sebagai bentuk kegiatan dalam

mengkonstruksi konsep matematika.

Siswa diharapkan mampu menemukan keterkaitan antara konsep-konsep

matematika dari setiap masalah kontekstual yang ditemuinya melalui penerapan

pendekatan PMRI. Dengan demikian, siswa tidak cepat melupakan pengetahuan

yang diperolehnya. Riyanto (2009: 161) dan Hartono, dkk (2012, 18)

menegaskan bahwa belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri

hal-hal yang dipelajari, bukan mengetahuinya. Dengan menggunakan masalah

kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menemukan dan menguasai

konsep matematika. Uraian tersebut menegaskan bahwa pendekatan PMRI dapat

(19)

matematika. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul “Meningkatkan Kerjasama dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Kanisius Totogan

Menggunakan Pendekatan PMRI”.

B.Pembatasan Masalah

Masalah yang diteliti mengenai peningkatan kerjasama dan prestasi belajar

matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan menggunakan pendekatan PMRI.

C.Perumusan Masalah

1. Bagaimana upaya meningkatkan kerjasama dalam belajar matematika pada

siswa kelas V SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI?

2. Bagaimana upaya meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa kelas

V SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI?

D.Pembatasan Istilah

Peneliti membatasi istilah yang digunakan dalam penelitian supaya tidak

menimbulkan kesalahpahaman. Istilah-istilah yang dibatasi pengertiannya

sebagai berikut:

1. Kerjasama dalam belajar

Kerjasama dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan

bersama-sama untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu dalam pembelajaran.

2. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu tugas

yang diberikan oleh guru, yang diukur dengan tes.

3. Matematika

Matematika adalah ilmu yang dipelajari dengan cara menarik kesimpulan

(20)

4. Pendekatan PMRI

Pendekatan PMRI adalah konsep pemikiran pembelajaran khusus

matematika yang diawali dengan konteks sehingga siswa dapat menemukan

alternatif pemecahan masalah.

E.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui peningkatan kerjasama dalam belajar matematika siswa kelas V

SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI.

2. Mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD

Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat bagi peneliti, guru, siswa, dan sekolah

antara lain:

1. Bagi Peneliti

Memenuhi tugas skripsi yang menjadi salah satu syarat mendapat gelar

sarjana pendidikan dan sebagai bekal untuk menjadi seorang guru SD.

2. Bagi Guru

Menambah wawasan untuk menggunakan pendekatan PMRI dalam

pembelajaran matematika.

3. Bagi siswa

Memperluas pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan operasi

hitung perkalian dan pembangian pecahan.

4. Bagi sekolah

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teori

1. Kerjasama dalam Belajar

a. Pengertian Kerjasama dalam Belajar

Kerjasama menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 682),

diartikan sebagai melakukan suatu kegiatan yang ditangani oleh dua orang

atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Isjoni (Kartomo,

2012) menjelaskan bahwa kerjasama berarti mengerjakan sesuatu secara

bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu

kelompok atau satu tim. Oleh karena itu, kerjasama diartikan sebagai

kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.

Menurut Nurhidayati (2010: 25), kerjasama merupakan keinginan untuk

bekerjasama dengan orang lain secara kooperatif dan menjadi bagian dari

kelompok. Sedangkan menurut Fitria dan Sukma (2006: 22) kerjasama

adalah mengerjakan sesuatu secara bersama untuk mencapai sebuah tujuan

bersama. Dari paparan pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

kerjasama dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh dua orang

atau lebih untuk memperoleh pengetahuan dan kecakapan baru dari

pengalaman dan hasil interaksi saat menyelesaikan suatu tugas.

b. Indikator Kerjasama dalam Belajar

Indikator kerjasama menurut Nurhidayati (2010: 26) antara lain, setiap

anggota kelompok mampu mengungkapkan harapan positif; setiap anggota

kelompok mampu berkomunikasi secara positif; dan setiap anggota

(22)

kelompok membangun semangat dalam kelompok. Menurut Riyanto dan

Martinus (2008: 21) syarat kelompok kerja yang efektif antara lain; adanya

sikap saling percaya; adanya sikap saling mendukung; adanya komunikasi

yang terbuka; menerima suatu konflik sebagai hal wajar; dan saling

menghormati keunikan masing-masing. Oleh sebab itu, peneliti

menyimpulkan indikator kerjasama meliputi menungkapkan harapan positif

dan berkomunikasi positif.

Indikator harapan positif meliputi: melaksanakan keputusan kelompok;

mengetahui tujuan kegiatan; sesama anggota kelompok merupakan teman

belajar; kelompok akan berhasil menyelesaikan tugas; anggota kelompok

saling memberikan pujian; anggota kelompok saling memberi semangat; dan

setiap anggota kelompok mendapatkan tugas sesuai kemampuan. Sedangkan

indikator berkomunikasi positif meliputi: percaya diri saat berpendapat;

berpendapat dengan sukarela; mendengarkan pendapat teman; menanggapi

pendapat teman; menanyakan hal yang belum jelas dalam kegiatan;

menjawab pertanyaan teman; mempertahankan pendapat dengan bukti yang

kuat; dan memberikan kesempatan kepada anggota kelompok yang akan

berpendapat.

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Arifin (2011: 12) menuliskan bahwa prestasi berarti hasil usaha yang

berkaitan dengan aspek pengetahuan. Selain itu, prestasi belajar adalah

penguasaan pengetahuan dari pelajaran-pelajaran yang diterima atau

(23)

dikaitkan dengan tes hasil belajar/tes prestasi (Mulyono dalam Wahyuni,

2012: 7). Suryabrata (2001: 250), juga menuliskan bahwa prestasi

merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur dan belajar merupakan

proses perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil pengalamannya

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Tim Redaksi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1101) mengartikan prestasi belajar

sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan

melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukan nilai tes atau nilai yang

diberikan oleh guru. Dengan demikian, prestasi belajar adalah ukuran

kecakapan nyata yang diperoleh dari hasil interaksi dengan lingkungan.

Winkel (2004: 58) menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan

salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan/keberhasilan seseorang

yang melakukan proses belajar sesuai dengan bobot nilai yang diraihnya.

Sedangkan prestasi belajar menurut Olivia (2011: 73) adalah puncak hasil

belajar yang mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan

belajar yang ditetapkan. Peneliti menyimpulkan bahwa prestasi belajar

adalah hasil yang telah dicapai dari proses belajar siswa sehubungan

dengan kemampuan siswa yang harus dimiliki selama waktu tertentu yang

diukur dengan tes.

b. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern

(Muhbbin, 2002: 122). Faktor intern mencakup keadaan fisik, kecerdasan

otak, sikap, dan keadaan emosi siswa (Hakim, 2012: 11). Keadaan fisik

(24)

hasil belajar yang baik. Sedangkan kecerdasan otak yang dimaksud adalah

tingkat kecerdasan (intelligent quotien/ IQ). Kecerdasan adalah salah satu aspek penting yang menentukan berhasil atau tidaknya belajar seseorang

(Hanafiah & Cucu, 2012 dan Hakim, 2012). Siswa yang memilki IQ normal dan/atau tinggi dapat menyerap banyak pengetahuan sehingga prestasi

belajarnya pun relatif lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang

ber-IQ rendah.

Sikap juga mempengaruhi prestasi belajar. Jika siswa memiliki sikap

positif pada guru dan pelajaran maka siswa akan dapat mudah memahami

pelajaran. Hartono, dkk (2012) juga menjelaskan bahwa materi pelajaran

yang tidak terlampau sulit untuk dipelajari, namun jika suasana belajar

membosankan, tidak menarik, dan siswa belajar di bawah tekanan, maka

pelajaran akan sulit dipahami. Keadaan emosi maksudnya keadaan yang

cenderung labil mengenai pandangan terhadap sesuatu yaitu minat dan

motivasi. Jika siswa tidak memiliki minat dan motivasi yang stabil terhadap

pelajaran maka prestasinya pun tidak stabil. Oleh karena itu, dengan adanya

minat dan motivasi, siswa dapat belajar dengan ihklas dan senang hati

sehingga akan berhasil dengan baik.

Faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar adalah lingkungan,

baik lingkungan sosial dan non sosial. Lingkungan sosial meliputi keadaan

keluarga, keadaan sekolah, dan keadaan masyarakat. Sedangkan lingkungan

non sosial yang meliputi keadaan fisik tempat tinggal misalnya rumah

berada di gunung atau di seberang sungai; cuaca yang tidak menentu;

(25)

kurikulum, keprofesionalan guru, kondisi pembelajaran, dan lainnya.

Keprofesionalan pengajar meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

sosial, kompetensi personal, dan kompetensi profesional. Keberhasilan

belajar juga dipengaruhi oleh pembelajaran yang dapat mengajak siswa

untuk bersikap partisipatif dan interaktif. Melalui pembelajaran partisipatif

dan interaktif akan memunculkan komunikasi multi arah secara aktif,

kreatif, inovatif, dan menyenangkan antara siswa dengan siswa, guru

dengan siswa, serta guru, siswa, dan lingkungan sekitar.

3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) a. Pengertian Pendekatan PMRI

RME (Realistic Mathematics Education) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Pendidikan Matematika Realistik (PMR) awal mulanya

dikembangkan di Institude Freudenthal di Belanda yang didirikan pada tahun 1971 oleh Hans Freudenthal, (Ramadhan, 2009). Pendidikan Matematika Realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans

Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani

(human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas (Gravemeijer dalam Marpaung, 2008: 6). Dengan demikian, PMR merupakan pendekatan

pembelajaran matematika yang bertujuan untuk membantu siswa lebih

mudah mempelajari konsep matematika berdasarkan realita.

Muhsetyo (2008: 1) juga berpendapat bahwa Pendidikan Matematika

Realistik (PMR) merupakan pembelajaran matematika secara kontekstual

yang mengaitkannya dengan situasi dunia nyata di sekitar siswa. Oleh sebab

(26)

menemukan pemecahan masalah dengan cara mereka sendiri berdasarkan

pengalaman yang diperoleh. Siswono (2006: 2) juga mengemukakan bahwa

Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) berdasar pada teori

pendidikan matematika yang dikembangkan dengan situasi dan kondisi serta

konteks di Indonesia, sehingga diberi akhiran ”Indonesia” agar memberi ciri

yang berbeda.

Hadi (2005) mengungkapkan paradigma baru dalam pembelajaran

sekarang ini khususnya PMRI menekankan pada proses pembelajaran yakni

aktivitas siswa dalam mencari, menemukan dan membangun sendiri

pengetahuan yang dia perlukan. Aktivitas siswa ini yang diharapkan menjadi

pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu. Sedangkan Wijaya (2012:

21) menjelaskan bahwa dalam PMRI, permasalahan realistik digunakan

sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau sumber untuk

pembelajaran (a source for learning). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Pendekatan PMRI merupakan suatu sudut pandang

pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika yang diawali

dari masalah kontekstual yang ada di Indonesia sehingga memudahkan siswa

dalam membangun konsep matematika.

PMRI dikembangkan oleh para ahli dengan mengadaptasi teori belajar

konstruktivisme (Marpaung, 2008: 7). Konstruktivisme adalah salah satu

filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah

konstruksi (bentukan) kita sendiri (Glasersfeld & Matthews dalam Suparno,

2012: 18 dan Suyono & Hariyanto, 2011: 107). Dalam pembelajaran

(27)

mengingat kembali pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, untuk

dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga

memperoleh pengetahuan baru.

Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PMRI akan

membantu siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui pengalaman

dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena pembelajaran

diawali dengan konteks lalu dikonstruksikan dengan pengetahuan yang telah

dimiliki siswa. Dengan konteks dan konstruksi ini, siswa akan dapat

membentuk pengetahuan pada konsep-konsep baru. Uno (2007: 132)

menuliskan bahwa hakikat belajar matematika didasarkan pada teori

kontruktivisme yakni anak dihadapkan pada masalah kontekstual yang

diperoleh ketika belajar dan anak berusaha memecahkannya.

b. Karakteristik Pendekatan PMRI

Pendekatan PMRI seperti yang dijelaskan oleh Treffers (dalam Marpaung,

2008: 7 dan Wijaya, 2012: 21) mengakomodasi lima karakteristik antara lain:

phenomenological exploration (eksplorasi fenomenologis/ penggunaan konteks), using models and symbols for progressive mathematization

(penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif), using students’

own construction (penggunaan hasil konstruksi siswa), interactivity

(interaktivitas), dan intertwinement (keterkaitan). Kelima karakteristik pendekatan PMRI diuraikan sebagai berikut:

1) Penggunaan konteks

Wijaya (2012: 21) menjelaskan maksud dari karakteristik penggunaan

(28)

atau konteks yang realistik melalui pembelajaran matematika realistik.

Konteks atau permasalahan nyata merupakan hal pokok dalam

pembelajaran matematika. Lebih lanjut Wijaya (2012: 21) dan Pratini

(2008: 118) mengungkapkan permasalahan realistik digunakan sebagai

titik awal pembelajaran matematika yang dapat dalam bentuk permainan,

penggunaan alat peraga, maupun situasi lain yang dapat dibayangkan oleh

siswa. Melalui penggunaan masalah kontekstual itu diharapkan siswa

dapat menemukan alternatif pemecahan masalah hingga menemukan

jawaban akhir dari masalah.

Freudenthal (Wijaya, 2012: 31) mengungkapkan bahwa pembelajaran

matematika secara dekontekstual dengan menempatkan matematika

sebagai suatu objek terpisah dari realita menyebabkan konsep matematika

cepat dilupakan. Kondisi siswa yang cepat melupakan pelajaran ini yang

membuat matematika dianggap sulit. Kaiser (Wijaya, 2012: 31)

menjelaskan penggunaan konteks diawal pelajaran bermanfaat untuk

meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika.

Jika siswa tertarik dalam belajar maka proses pembelajarannya pun

menjadi bermakna dan materi yang dipelajari tidak cepat dilupakan.

2) Pengunaan model dan simbol untuk matematika progresif

Penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif maksudnya

pembelajaran matematika realistik menggunakan model-model dan

simbol-simbol untuk memudahkan siswa dalam mengubah cara berpikir

konkrit menjadi berpikir formal (Wijaya: 41). Melalui model ataupun

(29)

memahami masalah realistik yang ditemui dan mudah menemukan

pemecahan masalahnya.

3) Penggunaan hasil konstruksi siswa

Suparno (2012: 16) menuliskan bahwa dalam belajar, seseorang

mengkonstruksi pengetahuannya. Siswa diberi kebebasan untuk

menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah sehingga siswa akan

dapat memperoleh strategi pemecahan masalah yang bervariasi.

Karakteristik tersebut dicapai jika siswa dibimbing untuk dapat berpikir

matematis sehingga siswa tidak hanya menguasai prosedur/rumus

matematika tetapi juga memahami konsep yang melandasi rumus tersebut

(Pratini, 2008: 119). Wijaya (2012: 22) juga mengungkapkan bahwa

karakteristik ketiga ini bermanfaat dalam membantu siswa memahami

konsep matematika dan mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa.

4) Interaktivitas

Wijaya (2012: 72) menjelaskan dalam karakteristik ini bahwa proses

belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan

merupakan proses sosial. Wijaya (2012: 70) juga mengungkapkan dalam

paham sosial konstruktivis, perkembangan kognitif individu merupakan

suatu hasil dari komunikasi dalam kelompok sosial yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, pembelajaran juga

harus dapat melatih kemampuan komunikasi siswa dengan teman maupun

guru serta masyarakat.

Pratini (2008: 119) memaparkan bahwa proses pendidikan matematika

(30)

pembelajaran baik interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan

guru. Oleh karena itu, hendaknya pembelajaran matematika tidak hanya

memunculkan interaksi antar siswa tetapi siswa dengan guru dan siswa

dengan lingkungan sekitar dan guru berkewajiban untuk memunculkan

interaksi itu di dalam pembelajaran.

5) Keterkaitan

Karakteristik keterkaitan memiliki arti bahwa pembelajaran

matematika hendaknya dapat menunjukkan hubungan dari berbagai

konsep matematika yang meliputi bilangan, geometri dan pengukuran,

aljabar, dan statistika (Pratini, 2008: 116). Wijaya (2012: 23) menjelaskan

bahwa satu pembelajaran matematika diharapkan dapat mengenalkan dan

membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan. Dengan

pembelajaran matematika yang mengkaitkan lebih dari satu konsep, siswa

akan dapat mempelajari konsep matematika dengan lebih bermakna dan

mengetahui bahwa setiap konsep matematika itu tidak bersifat parsial.

4. Matematika

a. Pengertian dan Tujuan Matematika

Matematika merupakan suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir,

berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang

unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalisasi dan

individualitas (Uno, 2007: 129). Matematika menurut Ruseffendi (Heruman,

2007: 8) adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima

pembukktian secara induktif. Menurut Dikmenum (Taniredja, Irma, & Nyata,

(31)

yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Berdasarkan pengertian tersebut,

peneliti menyimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang dipelajari

secara deduktif lalu menarik kesimpulan dari materi yang dipelajari sehingga

mampu memecahkan berbagai persoalan praktis.

Tujuan mata pelajaran matematika seperti yang tertulis dalam kurikulum

SD (Tim Penyusun, 2007) yaitu agar siswa memiliki kemampuan dalam

memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,

mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah, serta memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Soedjadi (2000: 28)

menuliskan tujuan pengajaran matematika di sekolah dasar adalah untuk

menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung sebagai alat

dalam kehidupan sehari-hari dan membentuk sikap logis, kritis, cermat,

kreatif, dan disiplin. Oleh karena itu, tujuan khusus pendidikan matematika

ialah mengembangkan pengetahuan dasar matematika siswa sebagai bekal

dalam kehidupan sehari-hari.

b. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika

Menurut Dikmenum (Taniredja, Irma, & Nyata, 2010: 47) standar

kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang

dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa pada hasil belajarnya dalam mata

pelajaran matematika. Standar kompetensi dirinci dalam komponen

kompetensi dasar yang dituliskan dalam kurikulum sekolah. Mata pelajaran

Matematika pada satuan pendidikan SD/MI seperti yang tertulis dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD (Tim penyusun, 2007 dan

(32)

Tabel 2.1. Pembagian Pengajaran Aspek Pelajaran Matematika

No. Kelas Aspek yang Diajarkan

1. Satu Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 2. Dua Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 3. Tiga Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 4. Empat Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 5. Lima Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 6. Enam Aspek bilangan, aspek geometri dan pengukuran, dan

pengolahan data

Berdasarkan tabel 2.1 diketahui bahwa aspek yang diajarkan pada siswa

kelas satu hingga kelas lima adalah aspek bilangan serta aspek geometri dan

pengukuran. Sedangkan siswa kelas enam diajarkan ketiga aspek yaitu aspek

bilangan, aspek geometri dan pengukuran, dan pengolahan data. Aspek

bilangan sejak kelas satu hingga kelas enam selalu diajarkan. Akan tetapi, dari

data yang di peroleh saat melakukan analisis masalah di SD Kanisius Totogan,

peneliti menyatakan bahwa aspek bilangan cenderung menimbulkan masalah

dari segi prestasi belajar siswa.

Hasil dokumentasi menunjukkan bahwa selama satu tahun terakhir 45%

dari 22 siswa mendapat nilai ulangan harian mencapai KKM, sedangkan 55%

dari 22 siswa belum mencapai KKM. Oleh sebab itu, peneliti memilih

permasalahan prestasi belajar pada aspek bilangan yaitu kompetensi dasar 5.3

mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan, sebagai bahan penelitian.

c. Pecahan

1) Pengertian pecahan

Heruman (2007: 43) mengartikan pecahan sebagai bagian dari sesuatu

yang utuh. Sedangkan menurut Sukajati (2008: 6), pecahan berasal dari

bahasa Latin, fractio, yang berarti memecah menjadi bagian yang kecil.

(33)

pecahan sebagai parts of a set: a fraction can represent parts of a set of objects as well as parts of a single unit, yang berarti bagian dari sekumpulan: sebuah pecahan dapat menunjukkan bagian dari sekumpulan

benda seperti bagian dari suatu kesatuan. Dengan demikian, pecahan

merupakan bagian dari keutuhan.

Sukayati (2003:1) menjelaskan bahwa pecahan ditulis dalam bentuk

dengan a dan b merupakan bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol.

Menurut Husein (2008: 2) menyatakan bahwa bilangan rasional adalah

bilangan yang dapat dinyatakan dalam , a adalah bilangan bulat dan b

adalah bilangan asli. Bilangan rasional dibagi menjadi dua, yaitu (1)

bilangan bulat apabila a habis dibagi b dan (2) bilangan pecahan apabila a

tidak habis dibagi b. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa

pecahan adalah bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk dengan

a dan b merupakan bilangan bulat, b tidak sama dengan nol, dan bilangan a

bukan kelipatan bilangan b.

2) Bentuk pecahan

Bentuk pecahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pecahan

biasa, pecahan campuran, pecahan desimal, dan persen. Pecahan biasa

merupakan pecahan yang penyebutnya lebih besar daripada pembilang

(KBBI, 2008: 983). Menurut Sukayati (2003: 1), pecahan biasa adalah

lambang bilangan yang dipergunakan untuk melambangkan bilangan pecah

(34)

called a proper fraction, yang memiliki arti jika pembilang dari pecahan kurang dari penyebutnya maka pecahan disebut pecahan murni. Contoh

pecahan biasa antara lain: , , dan seterusnya.

Pecahan campuran merupakan pecahan yang lambang bilangannya

terdiri dari bilangan asli dan pecahan asli. Triveri (1989: 55) menjelaskan a mixed number is the sum of a whole number and a proper fraction, yang berarti pecahan campuran adalah jumlah dari bilangan bulat dan pecahan

murni. Dalam pecahan campuran bilangan bulat dan pecahan biasa ditulis

bersebelahan tanpa simbol penjumlahan. Contohnya antara lain: 2 dan .

Triveri (1989: 55) menyatakan bahwa pecahan desimal adalah pecahan

yang ditulis degan menggunakan tanda koma (,) untuk menunjukkan bahwa

bilangan yang di belakang koma (,) itu kurang dari 1. Bilangan tersebut

dapat diperoleh dengan mengubah penyebut pecahan menjadi kelipatan 10.

Contoh pecahan desimal yaitu,

yang biasa ditulis 0,2.

Triveri (1989: 55) menjelaskan bahwa persen berarti perseratus. Pecahan

biasa yang penyebutnya 100 disebut persen. Persen dilambangkan dengan

% yang artinya per seratus. Contoh persen yaitu,

yang biasa ditulis

15%.

3) Operasi hitung pada pecahan

Operasi hitung pada pecahan di SD dibedakan menjadi empat, yaitu

penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Dalam penelitian,

operasi pecahan yang diteliti mengenai perkalian dan pembagian. Perkalian

(35)

Perkalian pecahan juga dapat diperoleh dari mengalikan pembilang dengan

pembilang dan penyebut dengan penyebut. Perkalian pecahan dibagi

menjadi dua yaitu perkalian pecahan dengan bilangan asli dan perkalian

pecahan dengan pecahan. Contoh perkalian pecahan dengan bilangan asli

yaitu x 2 = . Sedangkan perkalian pecahan dengan pecahan

contohnya x =

.

Pembagian pecahan dapat dilakukan dengan mengurangkan pecahan

secara berulang. Pembagian pecahan juga dapat dilakukan dengan cara

mengalikan bilangan dengan kebalikan dari bilangan pembagi. Pembagian

pecahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pembagian pecahan dengan

bilangan asli dan pembagian pecahan dengan pecahan.

Pembagian pecahan dengan bilangan asli, contohnya : 6 = n. Langkah

pertama mengubah bilangan asli menjadi pecahan biasa yaitu .

Selanjutnya diperoleh : 6 = :

= x . Sedangkan pembagian

pecahan dengan pecahan, contohnya 0,56 : 0,8 = n. Langkah pertama

adalah mengubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa, sehingga

menjadi

diperoleh hasil dari 0,56 : 0,8 =7.

B.Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan pertama adalah penelitian tindakan kelas yang

(36)

Kelas V SD Kanisius Kalasan Tahun Pelajaran 2010/2011. Kondisi awal prestasi belajar siswa adalah 40% dari 35 siswa mencapai KKM. Setelah dilakukan

penelitian pada siklus II diperoleh hasil 79,41% dari 34 siswa memenuhi KKM.

Hasil tersebut telah mencapai kriteria penelitian sebesar 65% sehingga penelitian

dihentikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peneliti menyimpulkan

penggunaan pendekatan PMRI dapat meningkatkan prestasi belajar dalam

menyelesaikan soal cerita pada peserta didik kelas V SD Kanisius Kalasan tahun

pelajaran 2010/2011.

Penelitian yang relevan kedua dilakukan oleh Danoebroto, Sri W. (2008)

dengan judul Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pendekatan PMRI dan Pelatihan Metakognitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dan pelatihan

metakognitif lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

siswa dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Siswa juga menyatakan

senang terhadap proses pembelajaran dan kegiatan pemecahan masalah, memiliki

keyakinan yang positif tentang belajar matematika, menunjukkan antusiasme,

keceriaan, dan kreativitas yang tinggi dalam proses pembelajaran dengan

pendekatan PMRI dan pelatian metakognitif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dan pelatihan metakognitif

meningkatkan kemampuan siswa dalam proses memecahkan masalah hingga

memecahkan masalah dan siswa senang mengikuti pembelajaran matematika.

Penelitian yang relevan ketiga adalah penelitian tindakan kelas oleh

(37)

SDN Sumberagung I Ngantang Malang. Kondisi awal persentase kerjasama siswa sebesar 39,28%. Selain itu, kondisi awal hasil belajar siswa yang berasal dari

rata-rata skor pos-tes adalah sebesar 46,32% dan ketuntasan belajar klasikal siswa

sebesar 42,6%. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada peningkatan

kerjasama dan hasil belajar siswa kelas V SDN Sumberagung I yang ditunjukkan

dengan peningkatan rata-rata persentase kerjasama siswa meningkat menjadi

72,25 % pada siklus II. Selain itu, peningkatan hasil belajar siswa dapat diketahui

dari rata-rata skor pos-tes menjadi 81,1% pada siklus II, dan ketuntasan belajar

klasikal siswa pada siklus II sebesar 88,8 %. Kesimpulan penelitian ini adalah

penerapan model STAD dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar

perkalian dan pembagian pecahan.

Penelitian yang akan dilakukan peneliti berjudul Meningkatkan Kerjasama dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Kanisius Totogan Menggunakan Pendekatan PMRI. Ketiga penelitian yang telah diuraikan tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dalam

hal penggunanaan pendekatan PMRI, kerjasama dan prestasi belajar matematika.

Oleh karena itu, ketiganya digunakan sebagai penelitian yang relevan sehingga

memperkuat bukti bahwa pendekatan PMRI dapat digunakan dalam upaya

meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika.

C.Kerangka Berpikir

Tujuan pendidikan matematika ialah mengembangkan pengetahuan dasar

matematika siswa sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu,

pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang

(38)

yang digunakan dalam pembelajaran matematika dapat dibanyangkan siswa maka

siswa akan dapat aktif dan kreatif dalam menemukan alternatif pemecahan

masalah. Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut belum tampak pada

kegiatan pembelajaran.

Dari hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa guru relatif memberi tugas

saat pembelajaran dan tugas yang diberikan berupa soal abstrak. Selain itu, siswa

cenderung mengerjakan tugas secara individu sehingga kemampuan kerjasama

siswa menjadi kurang baik. Hal itu diperkuat dengan hasil kuesioner yang

membuktikan bahwa 45% dari 22 siswa memiliki tingkat kerjasama yang baik

dan 55% dari 22 siswa memiliki tingkat kerjasama kurang baik. Selain itu, dari

hasil dokumentasi selama satu tahun terakhir, terbukti bahwa 55% dari 22 siswa

mendapat nilai ulangan harian belum mencapai KKM dan 45% dari 22 siswa

mencapai KKM. Nilai KKM yang ditentukan sekolah adalah 60. Oleh karena itu,

siswa kelas V SD Kanisius Totogan prestasi belajarnya rendah.

Uraian kondisi tersebut, mendukung bahwa siswa kelas V SD Kanisius

Totogan perlu mendapat perlakuan yang dapat meningkatkan kerjasama dan

prestasi belajar. Peneliti memilih pendekatan PMRI untuk meningkatkan

kerjasama dan prestasi belajar matematika. Melalui penerapan pendekatan PMRI,

siswa dibantu untuk meningkatkan pemahamannya pada konsep matematika

sehingga siswa tidak hanya menghafalkan rumus tetapi juga dapat menemukan

alternatif pemecahan masalah. Selain itu, siswa diharapkan mampu mengkaitkan

antara konsep matematika dengan konsep matematika yang lain, misalnya konsep

bilangan dengan konsep pengukuran dan geometri yang terdapat dalam soal

(39)

Penerapan pendekatan PMRI, bukan hanya bermanfaat untuk mengembangkan

kemampuan penalaran matematika, tetapi juga akan dapat mengembangkan

kreativitas serta kemampuan komunikasi siswa. Siswa diharapkan dapat bertukar

masalah maupun informasi dengan teman-temannya dalam kerja kelompok.

Siswa akan aktif bertanya mengenai hal yang belum dipahami kepada guru dan

teman sehingga memunculkan pengetahuan baru yang sebelumnya belum

terpikirkan oleh guru maupun siswa. Melalui kegiatan-kegiatan itu, siswa

diharapkan akan mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga

kerjasama dan prestasi belajar matematikanya akan meningkat.

D.Hipotesis Tindakan

1. Upaya meningkatkan kerjasama dalam belajar matematika siswa kelas V SD

Kanisius Totogan dilakukan dengan penerapan karakteristik interaktivitas

pendekatan PMRI pada kegiatan pembelajaran.

2. Upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius

Totogan dilakukan dengan penerapan lims karakteristik pendekatan PMRI

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian

Penelitian ini berjenis penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilakukan

secara kolaboratif antara guru kelas dan peneliti. Model penelitian yang

digunakan adalah model penelitian dari Kemmis dan Taggart. Uno (2011: 87)

menggambarkan model penelitian dari Kemmis dan Taggart yang disajikan

dalam gambar 1.

Gambar 1. Model Spiral Kemmis dan Taggart

Sumber: Uno, (2011: 87)

Model tersebut menggambarkan bahwa penelitian diawali dari perencanaan,

melakukan tindakan, melakukan pengamatan, dan refleksi pada setiap siklusnya

Arikunto, (2008). Namun, dalam pelaksanaannya jumlah siklus tergantung

kepada permasalahan yang perlu diselesaikan. Tahap perencanaan merupakan

kegiatan yang dilakukan peneliti sebelum melaksanakan tindakan pada kegiatan

belajar mengajar di dalam kelas. Perencanaan berisi rencana tindakan yang akan

dilakukan peneliti untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil belajar

(41)

di kelas yang dilakukan dengan menyiapkan materi yang akan diajarkan,

membuat rancangan pembelajaran beserta alat peraga yang diperlukan (Aqib,

2007 dan Kunandar, 2001: 71).

Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan tindakan. Tahap ini merupakan

tindakan yang dilakukan oleh guru yang direncanakan oleh peneliti sebagai upaya

perbaikan atau perubahan yang diinginkan (Aqib, 2007). Guru melaksanakan

proses belajar mengajar sesuai dengan materi, alat peraga, maupun pendekatan

dan penilaian yang telah direncanakan. Tahap ketiga adalah pengamatan. Tahap

ini merupakan kegiatan mengamati proses pembelajaran untuk mengetahui hasil

atau dampak dari tindakan yang dilakukan (Aqib, 2007). Kunandar (2001: 73)

mengatakan observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan

terkait. Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Peneliti

(dapat berkolaborasi dengan teman atau guru) mengamati setiap tingkah laku

siswa yang disesuaikan dengan indikator yang akan diukur. Pengamatan juga

dapat dilakukan menggunakan camcorder.

Tahap keempat adalah refleksi. Refleksi dilakukan untuk merenungkan

kembali proses pembelajaran yang telah terjadi. Renungan dapat mengenai

kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami penjelasan guru, indikator

keberhasilan yang tidak tampak, kendala yang dirasakan guru, dan lain

sebagainya. Hasil renungan itu lalu dianalisis dan disimpulkan. Melalui

kesimpulan, peneliti dapat mengetahui peningkatan kerjasama dan prestasi

belajar, sehingga dapat memutuskan siklus dihentikan atau dilakukan siklus

selanjutnya dengan beberapa perbaikan dalam tindakannya. Refleksi dapat

(42)

B.Setting Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Kanisius Totogan, yang beralamat di Totogan

Madurejo Prambanan Sleman Yogyakarta. Sekolah Dasar ini merupakan SD

swasta di bawah naungan Yayasan Kanisius yang berada di wilayah Kecamatan

Parambanan Sleman. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD

Kanisius Totogan tahun ajaran 2012/2013. Subjek penelitian berjumlah 22 siswa,

terdiri dari 13 siswa laki-laki dan sembilan siswa perempuan. Sedangkan objek

yang diteliti adalah peningkatan kerjasama dan prestasi belajar matematika

menggunakan pendekatan PMRI.

Waktu penelitian dilakukan selama delapan bulan, yang dimulai dari bulan

Januari 2013 hingga Agustus 2013. Pelaksanaan tindakan dilakukan pada bulan

Februari dan Maret 2013 yaitu tepat pada waktu KD 5.3 mengalikan dan

membagi berbagai bentuk pecahan, diajarkan pada siswa kelas V. Jadwal

penelitian tercantum dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agust 1. Pengumpulan data kondisi awal

dan observasi

2. Penyusunan Proposal dan

pembuatan instrumen √ √

3. Pengumpulan Data √ √

4. Analisis Data √ √

5. Penyusunan Skripsi √ √ √

6. Ujian Skripsi √

7. Perbaikan Skripsi √

(43)

C.Rencana Tindakan

Rencana tindakan penelitian yang dilakukan didasarkan pada keempat tahap

pelaksanaan PTK yang meliputi perencanaan, pengamatan, pelaksanaan tindakan,

dan refleksi. Rincian kegiatan pada setiap siklusnya diuraikan sebagai berikut:

1. Perencanaan

Peneliti membuat perencanaan berdasarkan masalah yang ditemui di

lapangan. Penetapan masalah itu berdasarkan hasil pengamatan, hasil

kuesioner, dan hasil dokumentasi yang berasal dari nilai ulangan harian.

Berdasarkan kegiatan tersebut, peneliti mengambil permasalahan mengenai

pelajaran matematika dalam materi pecahan. Peneliti merencanakan ada dua

komponen yang akan ditingkatkan yaitu kerjasama dan prestasi belajar dengan

menggunakan pendekatan PMRI.

Peneliti menyusun rencana tindakan dengan menyiapkan perangkat

pembelajaran berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

media, kisi-kisi, lembar kerja siswa, dan soal ulangan harian. Perangkat

pembelajaran disesuaikan dengan pendekatan PMRI. Instrumen dan perangkat

pembelajaran yang akan digunakan diuji validitas dan reliabilitasnya oleh tim

validator, sebelum digunakan.

Peneliti merencanakan terdapat tiga kali pertemuan pada satu siklus

penelitian. Setiap pertemuan beralokasi waktu 3x40 menit (3JP). Pertemuan

pertama diisi dengan penanaman konsep perkalian pecahan menggunakan soal

kontekstual dan media pembelajaran serta kegiatan berkelompok. Pertemuan

kedua digunakan untuk pemantapan konsep perkalian yang tetap

(44)

berkelompok. Sedangkan pertemuan ketiga digunakan untuk pemantapan

konsep perkalian dan ulangan harian.

2. Pelaksanaan tindakan

Kegiatan pembelajaran disusun sesuai lima karakteristik pendekatan PMRI.

Penerapannya dalam materi perkalian pecahan sebagai berikut:

a. Konteks

Karakteristik konteks akan tampak pada penggunaan cerita kontekstual

pada apersepsi, lembar kerja siswa, dan soal evaluasi. Cerita kontekstual

(soal cerita) yang digunakan merupakan soal cerita yang dapat dibayangkan

oleh siswa dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, misalnya kegiatan jual

beli.

b. Pemanfaatan hasil konstruksi pengetahuan siswa

Karakteristik pemanfaatan hasil konstruksi pengetahuan siswa akan tampak

ketika siswa menyelesaikan soal pada lembar kerja maupun soal evaluasi.

Hasil perhitungan siswa saat mengerjakan soal tersebut dikatakan sebagai

hasil konstruksi karena siswa menggunakan cara yang mereka ketahui.

c. Penggunaan model untuk matematika progresif

Karakteristik ini akan terwujud pada penggunaan media dan

gambar-gambar pada soal cerita dan apersepsi selama pembelajaran. Media yang

digunakan contohnya berupa botol air mineral, gambar kendaraan, gambar

kegiatan jual-beli, gambar bunga, gambar pensil, dan gambar baju.

d. Interaktivitas

Interaktivitas akan diwujudkan dalam aktivitas selama pembelajaran baik

(45)

kelompok. Kerja kelompok dilakukan saat mengerjakan lembar kerja siswa

dan melakukan permainan domino pecahan.

e. Keterkaitan

Keterkaitan akan diterapkan pada soal kontekstual, contohnya keterkaitan

antara konsep bilangan dengan konsep geometri dan pengukuran tampak

pada soal seperti berikut: “Bu Rina membeli 6 botol air mineral. Setiap botol

berukuran 250 mililiter, tetapi Bu Rina merasa kesusahan saat membawanya,

maka Bu Rina bermaksud untuk menuang seluruh air ke dalam botol yang

lebih besar ukurannya. Berapa botol yang dibutuhkan Bu Rina jika ukuran

botol adalah liter?”

3. Pengamatan

Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengetahui

kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan perencanaan, situasi proses tindakan,

dan dampak pelaksanaan tindakan terhadap kemampuan bekerjasama serta

prestasi belajar yang dimiliki siswa. Peneliti akan mengamati dan mencatat

setiap hal yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran. Pengamatan

yang dilakukan peneliti menggunakan metode anecdotal record sehingga hasilnya berupa catatan anekdot. Catatan anekdot ini mengenai kegiatan yang

dilakukan guru dan siswa selam proses pembelajaran dan kesesuainnya dengan

perencanaan. Peneliti meminta bantuan kepada guru dan teman untuk

mengamati dan mencatat setiap kejadian yang dilakukan siswa selama

kegiatan berkelompok. Observer menggunakan lembar checklist ketika melakukan pengamatan. Peneliti melakukan pendokumentasian kegiatan

(46)

4. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk merenungkan kembali proses pembelajaran yang

telah terjadi, untuk menganalisis, memaknai, dan menyimpulkan hasil

pengamatan terhadap kerjasama dan prestasi belajar. Refleksi dilakukan pada

setiap akhir pertemuan dan akhir siklus. Refleksi di akhir pertemuan

digunakan untuk mengetahui kekurangan dalam pembelajaran dan

pemecahannya sehingga dapat dilakukan perbaikan dalam pertemuan

berikutnya. Sedangkan refleksi di akhir siklus digunakan untuk mengetahui

hasil yang diperoleh selama melakukan tindakan sudah mencapai indikator

keberhasilan tindakan atau belum.

Jika ternyata kerjasama dalam belajar dan prestasi belajar siswa belum

mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan maka peneliti melakukan

diskusi dengan guru kelas untuk melakukan perencanaan siklus selanjutnya

dengan berbagai perbaikan misalnya langkah kegiatan dan/atau instrumen

pembelajaran berdasarkan hasil refleksi. Akan tetapi, apabila kerjasama dan

prestasi belajar siswa sudah mencapai indikator keberhasilan yang diinginkan

maka siklus dapat dihentikan.

Hasil refleksi di akhir siklus I digunakan untuk perbaikan pada siklus II.

Sedangkan hasil refleksi pada akhir siklus II digunakan sebagai pertimbangan

siklus selanjutnya. Jika hasil siklus II telah mencapai target keberhasilan maka

penelitian akan dihentikan. Namun, jika hasil siklus II belum mencapai target

(47)

D.Teknik Pengumpulan Data

Menurut Margono (2010: 158), Sugiyono (2011: 203), dan Sukmadinata

(2008: 216) teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian

yaitu teknik observasi, teknik kuesioner, teknik wawancara, dan teknik

dokumentasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi,

teknik kuesioner, dan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data. Tiga teknik

tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Teknik observasi

Observasi diartikan sebagai teknik atau cara pengumpulan data dengan

jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung

(Sukmadinata, 2008: 220). Metode observasi yang digunakan peneliti antara

lain anecdotal record dan behavioral checklist. Anecdotal record merupakan metode observasi yang hanya membawa kertas kosong untuk mencatat

perilaku yang unik dan penting yang dilakukan subjek penelitian

(Herdiansyah, 2012: 133). Peneliti mencatat suasana kelas, aktivitas siswa, dan

kinerja guru ketika pembelajaran berlangsung serta kesesuaiannya dengan

perencanaan. Lebih lanjut, Herdiansyah (2012: 136) juga menjelaskan metode

behavioral checklist adalah metode dalam observasi yang mampu memberikan keterangan mengenai muncul atau tidaknya perilaku yang diobservasi dengan

memberikan tanda cek (√) jika perilaku yang diobservasi muncul.

Teknik observasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersifat

kualitatif yaitu kerjasama dalam belajar yang dilakukan siswa. Peneliti

melakukan observasi secara langsung dan menggunakan instrumen observasi

(48)

dan menggunakan camcorder untuk mendokumentasikan aktivitas yang dilakukan siswa dan guru selama pembelajaran.

2. Teknik kuesioner

Kuesioner merupakan suatu alat pengumpul informasi dengan cara

menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis

oleh responden (Margono, 2010: 167). Peneliti menggunakan kuesioner

bertruktur (tertutup) karena peneliti meyiapkan pernyataan yang disertai

alternatif pilihan jawaban sehingga responden hanya perlu memilih

kemungkinan jawaban yang sudah disediakan. Kuesioner diberikan sebelum

penelitian dan sesudah tindakan setiap siklusnya. Peneliti menggunakan

kuesioner untuk mengumpulkan data mengenai kerjasama siswa.

3. Teknik dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan

tertulis, seperti arsip dan buku-buku tentang teori, pendapat, dalil dan lain-lain

yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2010: 181). Peneliti

menggunakan teknik dokumentasi untuk memperoleh data mengenai prestasi

belajar siswa. Data yang diperoleh dari teknik dokumentasi merupakan data

dari hasil nilai ulangan harian. Alat pengukuran yang digunakan berupa tes.

Tes tersebut berjenis tes tertulis dan berbentuk tes uraian objektif dan tes

objektif.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes dan non tes. Instrumen

tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, sedangkan instrumen non

(49)

1. Instrumen tes

Tes adalah suatu alat ukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus

dijawab secara sengaja dalam situasi yang distandardisasikan, dan yang

dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar individu atau

kelompok (Masidjo, 2010: 38). Ditinjau dari tujuannya, tes yang digunakan

oleh peneliti berupa tes formatif. Tes formatif diberikan pada akhir pelajaran

berupa ulangan harian. Hal ini diperkuat dengan tulisan Masidjo (2010: 55)

yang menjelaskan bahwa tes formatif diberikan pada akhir setiap program

kegiatan instruksional. Jenis tes yang digunakan adalah objektif berupa isian

singkat dan uraian berupa soal cerita.

Ulangan harian digunakan untuk mengukur ranah kognitif peserta didik

setelah seluruh materi selesai diajarkan. Soal ulangan harian instrumen satu ini

berjumlah 15 soal, yang terdiri dari 5 soal berbentuk uraian (soal cerita) dan

10 soal berbentuk isian singkat. Peneliti memutuskan untuk menggunakan

lima belas soal pada penelitian karena disesuaikan dengan alokasi waktu pada

pertemuan. Soal yang dipilih merupakan soal yang telah dinyatakan valid dan

reliabel. Perhitungan validitas dan reliabilitas soal diuraikan oleh peneliti pada

bagian validitas dan reliabilitas instrumen. Lima belas soal UH tersusun dari

50% soal dengan kriteria sedang, 30% soal dengan kriteria mudah, dan 20%

soal dengan kriteria sukar. Nilai KKM yang ditentukan sekolah adalah 60.

Perangkat pembelajaran yang disiapkan oleh peneliti meliputi silabus, RPP,

bahan ajar, LKS, soal ulangan harian serta kunci jawaban dan kriteria

penskoran. Silabus terdapat pada lampiran 3 halaman 124, RPP dapat dilihat

(50)

141, dan LKS pada lampiran 6 halaman 145. Soal ulangan harian terdapat

pada lampiran 7 halaman 152 serta kunci jawaban dan kriteria penskoran dapat

dilihat pada lampiran 8 halaman 153. Kisi-kisi soal ulangan harian siklus I

dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Soal Ulangan Harian Siklu Satu

Standar Kompetensi: 5.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar: 5.3Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan.

Materi Pokok: Pecahan

1. Melakukan perkalian persen dengan bilangan asli.

Uraian

1, 2 √ √

2. Melakukan perkalian pecahan desimal dengan pecahan desimal

Uraian, isian

singkat 3, 8 √ √

3. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan bilangan asli.

Uraian

4 √

4. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan pecahan campuran

Isian singkat

1, 6 √

5. Melakukan perkalian persen dengan pecahan desimal.

8. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan pecahan desimal.

Isian singkat

5 √

9. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan persen.

11.Melakukan perkalian pecahan biasa dengan pecahan biasa.

Berdasarkan tabel 3.2, diketahui bahwa soal dengan kriteria mudah

terdapat pada nomor soal 5 pada soal uraian dan nomor 1, 5, 6, dan 10 pada

soal isian singkat. Sedangkan soal dengan kriteria sedang terdapat pada nomor

Gambar

Gambar 1. Model Spiral Kemmis dan Taggart
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
gambar pada soal cerita dan apersepsi selama pembelajaran. Media yang
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Soal Ulangan Harian Siklu Satu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apersepsi dilakukan dengan cara demonstrasi dari guru tentang cara melakukan latihan koordinasi teknik dasar(mengumpan dan mengontrol bola) dengan menggunakan kaki bagian

Hal ini menunjukkan bahwa variabel earnings , asset growth dan operating cash flow secara simultan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap stock return

PACULTY OF

Pada PT.PLN (Persero) Area Padang, perhitungan Pajak PPh pasal 21 atas.. pegawai tetap telah dihitung oleh PT.PLN (Persero) Wilayah

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat MITRA ILMU sebagai penyelenggara program pendidikan kewirausahaan masyarakat melalui pelatihan keterampilan perikanan darat memiliki tujuan

Metode yang dilakukan ialah analisa, studi eksisiting dan wawancara, dari hasil semua itulah kemudian dapat dirangkum tahapan pembuatan film pendek tentang bahaya zat

Penelitian Basuki dan Sianipar (2012) juga menyatakan bahwa secara bersama-sama intellectual capital , human capital efficiency , structural capital efficiency dan

This is a soft data book The Evolution Of The Automobile In Scale By Harry Pristovnik, so you could download and install The Evolution Of The Automobile In Scale By Harry Pristovnik