MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh :
Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi NIM: 091134087
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
SKRIPSI
MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI
Disusun oleh:
Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi
NIM: 091134087
Disetujui oleh:
Pembimbing 1
Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. Tanggal, 14 Juni 2013
Pembimbing 2
Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd. Tanggal, 14 Juni 2013
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Mottoku antara lain:
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu, carilah, maka kamu akan mendapatkan, ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Matius, 7:7)
Kemampuan dan kemauan adalah kunci sukses keberhasilan.
Tanpa keduanya perjuangan akan sia-sia.
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus yang selalu membimbingku.
Orangtuaku tercinta sebagai rasa hormat dan baktiku.
Almamaterku…
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
KATA PENGANTAR ... vii A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Pembatasan Masalah ... 5
C.Perumusan Masalah ... 5
D.Pembatasan Istilah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN LITERATUR A.Kajian Teori ... 7
1. Kerjasama dalam belajar ... 7
2. Prestasi Belajar ... 8
3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ... 11
4. Matematika ... 16
B.Penelitian yang Relevan ... 21
C.Kerangka Berpikir ... 23
D.Hipotesis Tindakan ... 25
BAB III METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian ... 26
B.Setting Penelitian ... 28
C.Rencana Tindakan ... 29
D.Teknik Pengumpulan Data ... 33
E. Instrumen Penelitian ... 34
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 40
G.Teknik Analisis Data ... 57
H.Indikator Keberhasilan ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian... 60
1. Siklus I ... 60
2. Siklus II ... 77
B. Hasil Penelitian ... 92
1. Kerjasama dalam belajar ... 92
2. Prestasi belajar ... 94
C. Pembahasan ... 97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 115
B. Saran ... 116
DAFTAR PUSTAKA ... 118
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pembagian pengajaran aspek pelajaran matematika ... 18
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 28
Tabel 3.2 Kisi-kisi soal UH siklus I ... 36
Tabel 3.3 Kisi-kisi kuesioner ... 38
Tabel 3.4 Lembar checklist ... 39
Tabel 3.5 Kriteria kualitas perangkat pembelajaran ... 43
Tabel 3.6 Hasil validasi kuesioner ... 43
Tabel 3.7 Hasil validasi silabus ... 44
Tabel 3.8 Hasil validasi RPP ... 45
Tabel 3.9 Hasil validasi LKS ... 46
Tabel 3.10 Hasil validasi bahan ajar ... 47
Tabel 3.11 Hasil validasi soal evaluasi ... 48
Tabel 3.12 Kisi-kisi soal instrumen satu untuk uji validitas konstruk ... 50
Tabel 3.13 Kisi-kisi soal instrumen dua untuk uji validitas konstruk ... 51
Tabel 3.14 Hasil perhitungan validasi soal uraian instrumen satu ... 51
Tabel 3.15 Hasil perhitungan validasi soal isian singkat instrumen satu ... 52
Tabel 3.16 Hasil perhitungan validasi soal uraian instrumen dua ... 53
Tabel 3.17 Hasil perhitungan validasi soal isian singkat instrumen dua ... 54
Tabel 3.18 Rentang skor dan kriteria kerjasama ... 58
Tabel 3.19 Kriteria keberhasilan penelitian ... 59
Tabel 4.1 Hasil kuesioner kerjasama siklus I ... 93
Tabel 4.2 Hasil kuesioner kerjasama siklus II ... 94
Tabel 4.3 Hasil ulangan harian siklus I ... 95
Tabel 4.4 Hasil ulangan harian siklus II ... 96
Tabel 4.5 Kondisi awal, target keberhasilan, dan capaian ... 98
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Spiral Kemmis dan Taggart ... 26
Gambar 2. Kartu domino Pecahan ... 70
Gambar 3. Siswa bekerjasama mengerjakan LKS ... 99
Gambar 4. Kegiatan permainan kelompok biru ... 100
Gambar 5. Kegiatan permainan kelompok hijau ... 100
Gambar 6. Kegiatan permainan kelompok kuning ... 100
Gambar 7. Kegiatan permainan kelompok ungu ... 100
Gambar 8. Kegiatan permainan kelompok merah ... 100
Gambar 9. Kegiatan permainan kelompok BMW ... 102
Gambar 10. Kegiatan permainan kelompok Ferrari ... 102
Gambar 11. Kegiatan permainan kelompok Mercedes ... 102
Gambar 12. Kegiatan permainan kelompok Toyota ... 102
Gambar 13. Guru menggambar botol air mineral ... 105
Gambar 14. Hasil permainan domino kelompok kuning ... 106
Gambar 15. Guru menulis soal cerita ... 108
Gambar 16. Guru menggunakan pita warna ... 108
Gambar 17a. Papan rafly pecahan kelompok Ferrari ... 109
Gambar 17b. Hasil permainan rafly kelompok Ferrari ... 109
Gambar 18. Hasil ulangan Harian Agl ... 112
Gambar 19. Hasil ulangan harian Mr ... 112
Gambar 20. Hasil perhitungan Bgs ... 113
Gambar 21. Hasil perhitungan Ttn ... 113
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil kuesioner kerjasama kondisi awal ... 122
Lampiran 2. Hasil ulangan harian kondisi awal ... 123
Lampiran 3. Silabus siklus I ... 124
Lampiran 4. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) siklus I ... 128
Lampiran 5. Bahan ajar siklus I ... 139
Lampiran 6. Lembar kerja siswa siklus I ... 143
Lampiran 7. Soal ulangan harian siklus I ... 150
Lampiran 8. Kunci jawaban dan kriteria penskoran soal UH siklus I ... 151
Lampiran 9. Silabus siklus II ... 154
Lampiran 10. Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II ... 159
Lampiran 11. Bahan ajar siklus II ... 169
Lampiran 12. Lembar kerja siswa siklus II ... 173
Lampiran 13. Kisi-kisi soal UH siklus II ... 179
Lampiran 14. Soal ulangan harian siklus II ... 180
Lampiran 15. Kunci jawaban dan kriteria penskoran soal UH siklus II ... 181
Lampiran 16. Hasil validasi dosen ahli pada perangkat pembelajaran ... 183
Lampiran 17. Hasil validasi dosen ahli pada kuesioner ... 187
Lampiran 18. Hasil pengisian kuesioner ... 188
Lampiran 19. Hasil ulangan harian ... 190
Lampiran 20. Hasil pengamatan ... 192
Lampiran 21. Surat izin penelitian ... 193
Lampiran 22. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian ... 194
ABSTRAK
MENINGKATKAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD KANISIUS TOTOGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI
Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi Universitas Sanata Dharma
2013
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk mengetahui penerapan pendekatan PMRI dalam upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Kanisius Totogan yang terdiri dari 22 siswa dan objek penelitian adalah meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika menggunakan pendekatan PMRI. Penelitian dilakukan melalui dua siklus. Setiap siklus penelitian meliputi empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Hasil kuesioner kerjasama pada siklus II menunjukkan persentase siswa yang memiliki tingkat kemampuan kerjasama tergolong baik sebesar 77% sehingga telah mengalami peningkatan sebesar 32% dari kondisi awal sebesar 45% dan telah melampaui kriteria keberhasilan sebesar 75%. Hasil ulangan harian pada siklus II menunjukkan persentase siswa yang memperoleh nilai ulangan harian mencapai KKM sebesar 86% sehingga mengalami peningkatan sebesar 41% dari kondisi awal (45%) dan telah melampaui kriteria keberhasilan sebesar 70%. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa penerapan karakteristik pendekatan PMRI merupakan upaya meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas V SD Kanisius Totogan.
Kata kunci: kerjasama dalam belajar, prestasi belajar, matematika, dan pendekatan PMRI
ABSTRACT
INCREASE COOPERATION AND ACHIEVEMENT OF LEARNING MATHEMATICS GRADE V SD KANISIUS TOTOGAN USING PMRI
APPROACH
Marcelina Wahyu Dewi Prahastiwi
Sanata Dharma University 2013
This research was a Classroom Action Research that aims to know the applicability of PMRI approach in an effort to increase cooperation and achievement of learning mathematics grade V SD Kanisius Totogan. The subject of research was the grade V SD Kanisius Totogan which consisted of 22 students and the object of research increased cooperation and achievement of learning mathematics that use PMRI approach. Research was conducted through two cycles. Each cycle consisted of four stages: planning, implementation, observation, and reflection.
Results of cooperation questionnaire on cycle II showed the percentage of students who had the ability level of cooperation was good for 77% so that had undergone an increase to 32% from the initial conditions of 45% and had exceeded 75% success criteria. The results of the daily test on cycle II showed the percentage of students who got daily test score reached of KKM amounted to 86% so that experienced an increase of 41% from the initial conditions (45%) and had exceeded the success criteria of 70%. Therefore, the researchers concluded that implementation of the characteristics of PMRI approach was an effort to increase cooperation and achievement of learning mathematics for students grade V SD Kanisius Totogan.
Key words: cooperation of learning, learning achievement, mathematic, and PMRI approach.
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah mengembangkan potensi siswa
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Republik
Indonesia dalam Tim penyusun, 2011). Gora & Sunarto (2010: 17) menjelaskan
bahwa pendidikan hendaknya dapat mengembangkan kemampuan, membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dengan berkembangnya aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor, manusia seperti yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional
akan terbentuk.
Akn tetapi, harapan tersebut belum dapat dicapai secara maksimal jika
pembelajaran relatif mengajak siswa untuk mendengarkan ceramah guru,
mengerjakan latihan soal, menghafal informasi, dan tanpa berperan aktif dalam
proses pembelajaran. Gora dan Sunarto, (2010: 2) menjelaskan pembelajaran
yang didominasi guru dengan ceramah menyebabkan tingkat partisipasi siswa
menjadi rendah dan siswa sering berada dalam situasi “tertekan’. Jika siswa
cenderung merasa tertekan saat mengikuti pembelajaran, maka siswa tidak dapat
memusatkan perhatian pada materi yang dipelajarinya. Hal tersebut ditegaskan
oleh Hartono, dkk (2012: 30) yakni materi pelajaran yang tidak terlampau sulit
untuk dipelajari, namun jika suasana belajar membosankan, tidak menarik, dan
siswa belajar di bawah tekanan, maka pelajaran akan sulit dipahami.
Siswa yang relatif dituntun untuk mencatat dan menghafal pelajaran, tidak
mendapat kesempatan untuk melakukan eksplorasi lingkungan. Hal ini
menyebabkan siswa tidak memiliki kemampuan untuk mencari dan menemukan
pengetahuan yang diperlukannya. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada proses
pembelajaran dan prestasi belajar siswa. Hal ini tampak pada kondisi di lapangan
yang diperoleh peneliti.
Hasil observasi mengenai aktivitas guru dan siswa kelas V SD Kanisius
Totogan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 16 Januari 2013,
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika, guru relatif memberi tugas
saat pembelajaran dan melakukan penilaian. Hal ini tampak saat melakukan
pengamatan peneliti melihat guru dua kali memberikan tugas dan melakukan
penilaian dalam waktu dua jam pelajaran. Soal yang diberikan selama
pembelajaran merupakan soal abstrak. Selain itu, guru memberikan soal latihan
untuk dikerjakan secara kelompok yang terdiri dari dua siswa. Pada saat
berkelompok, 100% dari 22 siswa terlihat membagi tugas sama rata dan 22% dari
22 siswa berpendapat dalam kerja kelompok. Selain itu tampak 22% dari 22
siswa mempertahankan pendapat; 48% dari 22 siswa saling bertanya; 32% dari
22 siswa menjawab pertanyaan teman sekelompok; dan 36% dari 22 siswa
menanggapi pendapat teman sekelompok.
Hasil kuesioner kerjasama yang diberikan kepada siswa kelas V SD Kanisius
Totogan pada tanggal 17 Januari 2013 membuktikan bahwa siswa yang memiliki
tingkat kerjasama baik sebesar 45% dari 22 siswa. Sedangkan 55% dari 22 siswa
memiliki tingkat kerjasama kurang baik. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan
kuesioner kondisi awal terdapat pada lampiran 1 halaman 122.
Dari hasil dokumentasi selama satu tahun terakhir, terbukti bahwa 45% dari
22 siswa mendapat nilai ulangan harian matematika yang mencapai KKM
sedangkan 55% dari 22 siswa belum mencapai KKM. Nilai KKM yang
ditentukan sekolah adalah 60. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas V
SD Kanisius Totogan prestasi belajarnya rendah dalam mata pelajaran
matematika. Nilai kondisi awal dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 123.
Penjelasan dari hasil observasi, kuesioner, dan dokumentasi, membuktikan
bahwa siswa kelas V SD Kanisius Totogan perlu mendapat perlakuan yang dapat
meningkatkan kerjasama dalam belajar dan prestasi belajar matematika. Proses
pembelajaran matematika pada penjelasan tersebut cenderung menggunakan soal
abstrak dan tidak memulai dengan konteks. Hal ini bertentangan dengan
kurikulum pembelajaran matematika yang hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah sesuai dengan situasi nyata (Tim penyusun, 2007).
Oleh sebab itu, diperlukan bentuk pembelajaran lain yang dapat mengkaitkan
situasi nyata dengan materi pembelajaran dan membantu siswa untuk lebih aktif
terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Menurut Davies (Riyanto, 2009:
161), setiap hal yang dipelajari siswa, siswa harus mempelajari sendiri karena
tidak ada seorang pun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. Oleh
karena itu, pelaksanaan proses pembelajaran hendaknya mengutamakan
keterlibatan siswa secara aktif untuk berinisiatif dalam menemukan pengetahuan
yang dibutuhkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan membantu siswa
dalam memahami materi pelajaran dan terlibat aktif sehingga pembelajaran
learning is most effective when it’s fun, yang berarti belajar sangat efektif jika
menyenangkan.
Bentuk pembelajaran yang dapat digunakan yaitu pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
Pendekatan PMRI merupakan pendekatan pembelajaran khusus matematika yang
tidak langsung memulai proses pembelajaran matematika pada tingkat formal
melainkan menggunakan konteks untuk membangun konsep matematika (Wijaya,
2012: 41). Oleh sebab itu, peneliti memutuskan untuk menggunakan pendekatan
PMRI untuk meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar siswa. Melalui
penerapan pendekatan PMRI dalam mata pelajaran matematika, siswa akan
membangun pengetahuannya sendiri bukan hanya diberi tahu oleh guru melalui
rumus-rumus matematika. Sama halnya dengan ungkapan Freudenthal (Wijaya,
2012: 20) bahwa matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai
suatu produk jadi yang siap pakai tetapi sebagai bentuk kegiatan dalam
mengkonstruksi konsep matematika.
Siswa diharapkan mampu menemukan keterkaitan antara konsep-konsep
matematika dari setiap masalah kontekstual yang ditemuinya melalui penerapan
pendekatan PMRI. Dengan demikian, siswa tidak cepat melupakan pengetahuan
yang diperolehnya. Riyanto (2009: 161) dan Hartono, dkk (2012, 18)
menegaskan bahwa belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri
hal-hal yang dipelajari, bukan mengetahuinya. Dengan menggunakan masalah
kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menemukan dan menguasai
konsep matematika. Uraian tersebut menegaskan bahwa pendekatan PMRI dapat
matematika. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul “Meningkatkan Kerjasama dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Kanisius Totogan
Menggunakan Pendekatan PMRI”.
B.Pembatasan Masalah
Masalah yang diteliti mengenai peningkatan kerjasama dan prestasi belajar
matematika siswa kelas V SD Kanisius Totogan menggunakan pendekatan PMRI.
C.Perumusan Masalah
1. Bagaimana upaya meningkatkan kerjasama dalam belajar matematika pada
siswa kelas V SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI?
2. Bagaimana upaya meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa kelas
V SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI?
D.Pembatasan Istilah
Peneliti membatasi istilah yang digunakan dalam penelitian supaya tidak
menimbulkan kesalahpahaman. Istilah-istilah yang dibatasi pengertiannya
sebagai berikut:
1. Kerjasama dalam belajar
Kerjasama dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan
bersama-sama untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu dalam pembelajaran.
2. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu tugas
yang diberikan oleh guru, yang diukur dengan tes.
3. Matematika
Matematika adalah ilmu yang dipelajari dengan cara menarik kesimpulan
4. Pendekatan PMRI
Pendekatan PMRI adalah konsep pemikiran pembelajaran khusus
matematika yang diawali dengan konteks sehingga siswa dapat menemukan
alternatif pemecahan masalah.
E.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui peningkatan kerjasama dalam belajar matematika siswa kelas V
SD Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI.
2. Mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD
Kanisius Totogan dengan penerapan pendekatan PMRI.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat bagi peneliti, guru, siswa, dan sekolah
antara lain:
1. Bagi Peneliti
Memenuhi tugas skripsi yang menjadi salah satu syarat mendapat gelar
sarjana pendidikan dan sebagai bekal untuk menjadi seorang guru SD.
2. Bagi Guru
Menambah wawasan untuk menggunakan pendekatan PMRI dalam
pembelajaran matematika.
3. Bagi siswa
Memperluas pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan operasi
hitung perkalian dan pembangian pecahan.
4. Bagi sekolah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teori
1. Kerjasama dalam Belajar
a. Pengertian Kerjasama dalam Belajar
Kerjasama menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 682),
diartikan sebagai melakukan suatu kegiatan yang ditangani oleh dua orang
atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Isjoni (Kartomo,
2012) menjelaskan bahwa kerjasama berarti mengerjakan sesuatu secara
bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu
kelompok atau satu tim. Oleh karena itu, kerjasama diartikan sebagai
kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.
Menurut Nurhidayati (2010: 25), kerjasama merupakan keinginan untuk
bekerjasama dengan orang lain secara kooperatif dan menjadi bagian dari
kelompok. Sedangkan menurut Fitria dan Sukma (2006: 22) kerjasama
adalah mengerjakan sesuatu secara bersama untuk mencapai sebuah tujuan
bersama. Dari paparan pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
kerjasama dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih untuk memperoleh pengetahuan dan kecakapan baru dari
pengalaman dan hasil interaksi saat menyelesaikan suatu tugas.
b. Indikator Kerjasama dalam Belajar
Indikator kerjasama menurut Nurhidayati (2010: 26) antara lain, setiap
anggota kelompok mampu mengungkapkan harapan positif; setiap anggota
kelompok mampu berkomunikasi secara positif; dan setiap anggota
kelompok membangun semangat dalam kelompok. Menurut Riyanto dan
Martinus (2008: 21) syarat kelompok kerja yang efektif antara lain; adanya
sikap saling percaya; adanya sikap saling mendukung; adanya komunikasi
yang terbuka; menerima suatu konflik sebagai hal wajar; dan saling
menghormati keunikan masing-masing. Oleh sebab itu, peneliti
menyimpulkan indikator kerjasama meliputi menungkapkan harapan positif
dan berkomunikasi positif.
Indikator harapan positif meliputi: melaksanakan keputusan kelompok;
mengetahui tujuan kegiatan; sesama anggota kelompok merupakan teman
belajar; kelompok akan berhasil menyelesaikan tugas; anggota kelompok
saling memberikan pujian; anggota kelompok saling memberi semangat; dan
setiap anggota kelompok mendapatkan tugas sesuai kemampuan. Sedangkan
indikator berkomunikasi positif meliputi: percaya diri saat berpendapat;
berpendapat dengan sukarela; mendengarkan pendapat teman; menanggapi
pendapat teman; menanyakan hal yang belum jelas dalam kegiatan;
menjawab pertanyaan teman; mempertahankan pendapat dengan bukti yang
kuat; dan memberikan kesempatan kepada anggota kelompok yang akan
berpendapat.
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Arifin (2011: 12) menuliskan bahwa prestasi berarti hasil usaha yang
berkaitan dengan aspek pengetahuan. Selain itu, prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan dari pelajaran-pelajaran yang diterima atau
dikaitkan dengan tes hasil belajar/tes prestasi (Mulyono dalam Wahyuni,
2012: 7). Suryabrata (2001: 250), juga menuliskan bahwa prestasi
merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur dan belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Tim Redaksi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1101) mengartikan prestasi belajar
sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukan nilai tes atau nilai yang
diberikan oleh guru. Dengan demikian, prestasi belajar adalah ukuran
kecakapan nyata yang diperoleh dari hasil interaksi dengan lingkungan.
Winkel (2004: 58) menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan
salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan/keberhasilan seseorang
yang melakukan proses belajar sesuai dengan bobot nilai yang diraihnya.
Sedangkan prestasi belajar menurut Olivia (2011: 73) adalah puncak hasil
belajar yang mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan
belajar yang ditetapkan. Peneliti menyimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang telah dicapai dari proses belajar siswa sehubungan
dengan kemampuan siswa yang harus dimiliki selama waktu tertentu yang
diukur dengan tes.
b. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern
(Muhbbin, 2002: 122). Faktor intern mencakup keadaan fisik, kecerdasan
otak, sikap, dan keadaan emosi siswa (Hakim, 2012: 11). Keadaan fisik
hasil belajar yang baik. Sedangkan kecerdasan otak yang dimaksud adalah
tingkat kecerdasan (intelligent quotien/ IQ). Kecerdasan adalah salah satu aspek penting yang menentukan berhasil atau tidaknya belajar seseorang
(Hanafiah & Cucu, 2012 dan Hakim, 2012). Siswa yang memilki IQ normal dan/atau tinggi dapat menyerap banyak pengetahuan sehingga prestasi
belajarnya pun relatif lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang
ber-IQ rendah.
Sikap juga mempengaruhi prestasi belajar. Jika siswa memiliki sikap
positif pada guru dan pelajaran maka siswa akan dapat mudah memahami
pelajaran. Hartono, dkk (2012) juga menjelaskan bahwa materi pelajaran
yang tidak terlampau sulit untuk dipelajari, namun jika suasana belajar
membosankan, tidak menarik, dan siswa belajar di bawah tekanan, maka
pelajaran akan sulit dipahami. Keadaan emosi maksudnya keadaan yang
cenderung labil mengenai pandangan terhadap sesuatu yaitu minat dan
motivasi. Jika siswa tidak memiliki minat dan motivasi yang stabil terhadap
pelajaran maka prestasinya pun tidak stabil. Oleh karena itu, dengan adanya
minat dan motivasi, siswa dapat belajar dengan ihklas dan senang hati
sehingga akan berhasil dengan baik.
Faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar adalah lingkungan,
baik lingkungan sosial dan non sosial. Lingkungan sosial meliputi keadaan
keluarga, keadaan sekolah, dan keadaan masyarakat. Sedangkan lingkungan
non sosial yang meliputi keadaan fisik tempat tinggal misalnya rumah
berada di gunung atau di seberang sungai; cuaca yang tidak menentu;
kurikulum, keprofesionalan guru, kondisi pembelajaran, dan lainnya.
Keprofesionalan pengajar meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
sosial, kompetensi personal, dan kompetensi profesional. Keberhasilan
belajar juga dipengaruhi oleh pembelajaran yang dapat mengajak siswa
untuk bersikap partisipatif dan interaktif. Melalui pembelajaran partisipatif
dan interaktif akan memunculkan komunikasi multi arah secara aktif,
kreatif, inovatif, dan menyenangkan antara siswa dengan siswa, guru
dengan siswa, serta guru, siswa, dan lingkungan sekitar.
3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) a. Pengertian Pendekatan PMRI
RME (Realistic Mathematics Education) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Pendidikan Matematika Realistik (PMR) awal mulanya
dikembangkan di Institude Freudenthal di Belanda yang didirikan pada tahun 1971 oleh Hans Freudenthal, (Ramadhan, 2009). Pendidikan Matematika Realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans
Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani
(human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas (Gravemeijer dalam Marpaung, 2008: 6). Dengan demikian, PMR merupakan pendekatan
pembelajaran matematika yang bertujuan untuk membantu siswa lebih
mudah mempelajari konsep matematika berdasarkan realita.
Muhsetyo (2008: 1) juga berpendapat bahwa Pendidikan Matematika
Realistik (PMR) merupakan pembelajaran matematika secara kontekstual
yang mengaitkannya dengan situasi dunia nyata di sekitar siswa. Oleh sebab
menemukan pemecahan masalah dengan cara mereka sendiri berdasarkan
pengalaman yang diperoleh. Siswono (2006: 2) juga mengemukakan bahwa
Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) berdasar pada teori
pendidikan matematika yang dikembangkan dengan situasi dan kondisi serta
konteks di Indonesia, sehingga diberi akhiran ”Indonesia” agar memberi ciri
yang berbeda.
Hadi (2005) mengungkapkan paradigma baru dalam pembelajaran
sekarang ini khususnya PMRI menekankan pada proses pembelajaran yakni
aktivitas siswa dalam mencari, menemukan dan membangun sendiri
pengetahuan yang dia perlukan. Aktivitas siswa ini yang diharapkan menjadi
pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu. Sedangkan Wijaya (2012:
21) menjelaskan bahwa dalam PMRI, permasalahan realistik digunakan
sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau sumber untuk
pembelajaran (a source for learning). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Pendekatan PMRI merupakan suatu sudut pandang
pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika yang diawali
dari masalah kontekstual yang ada di Indonesia sehingga memudahkan siswa
dalam membangun konsep matematika.
PMRI dikembangkan oleh para ahli dengan mengadaptasi teori belajar
konstruktivisme (Marpaung, 2008: 7). Konstruktivisme adalah salah satu
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri (Glasersfeld & Matthews dalam Suparno,
2012: 18 dan Suyono & Hariyanto, 2011: 107). Dalam pembelajaran
mengingat kembali pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, untuk
dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga
memperoleh pengetahuan baru.
Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PMRI akan
membantu siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena pembelajaran
diawali dengan konteks lalu dikonstruksikan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa. Dengan konteks dan konstruksi ini, siswa akan dapat
membentuk pengetahuan pada konsep-konsep baru. Uno (2007: 132)
menuliskan bahwa hakikat belajar matematika didasarkan pada teori
kontruktivisme yakni anak dihadapkan pada masalah kontekstual yang
diperoleh ketika belajar dan anak berusaha memecahkannya.
b. Karakteristik Pendekatan PMRI
Pendekatan PMRI seperti yang dijelaskan oleh Treffers (dalam Marpaung,
2008: 7 dan Wijaya, 2012: 21) mengakomodasi lima karakteristik antara lain:
phenomenological exploration (eksplorasi fenomenologis/ penggunaan konteks), using models and symbols for progressive mathematization
(penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif), using students’
own construction (penggunaan hasil konstruksi siswa), interactivity
(interaktivitas), dan intertwinement (keterkaitan). Kelima karakteristik pendekatan PMRI diuraikan sebagai berikut:
1) Penggunaan konteks
Wijaya (2012: 21) menjelaskan maksud dari karakteristik penggunaan
atau konteks yang realistik melalui pembelajaran matematika realistik.
Konteks atau permasalahan nyata merupakan hal pokok dalam
pembelajaran matematika. Lebih lanjut Wijaya (2012: 21) dan Pratini
(2008: 118) mengungkapkan permasalahan realistik digunakan sebagai
titik awal pembelajaran matematika yang dapat dalam bentuk permainan,
penggunaan alat peraga, maupun situasi lain yang dapat dibayangkan oleh
siswa. Melalui penggunaan masalah kontekstual itu diharapkan siswa
dapat menemukan alternatif pemecahan masalah hingga menemukan
jawaban akhir dari masalah.
Freudenthal (Wijaya, 2012: 31) mengungkapkan bahwa pembelajaran
matematika secara dekontekstual dengan menempatkan matematika
sebagai suatu objek terpisah dari realita menyebabkan konsep matematika
cepat dilupakan. Kondisi siswa yang cepat melupakan pelajaran ini yang
membuat matematika dianggap sulit. Kaiser (Wijaya, 2012: 31)
menjelaskan penggunaan konteks diawal pelajaran bermanfaat untuk
meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika.
Jika siswa tertarik dalam belajar maka proses pembelajarannya pun
menjadi bermakna dan materi yang dipelajari tidak cepat dilupakan.
2) Pengunaan model dan simbol untuk matematika progresif
Penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif maksudnya
pembelajaran matematika realistik menggunakan model-model dan
simbol-simbol untuk memudahkan siswa dalam mengubah cara berpikir
konkrit menjadi berpikir formal (Wijaya: 41). Melalui model ataupun
memahami masalah realistik yang ditemui dan mudah menemukan
pemecahan masalahnya.
3) Penggunaan hasil konstruksi siswa
Suparno (2012: 16) menuliskan bahwa dalam belajar, seseorang
mengkonstruksi pengetahuannya. Siswa diberi kebebasan untuk
menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah sehingga siswa akan
dapat memperoleh strategi pemecahan masalah yang bervariasi.
Karakteristik tersebut dicapai jika siswa dibimbing untuk dapat berpikir
matematis sehingga siswa tidak hanya menguasai prosedur/rumus
matematika tetapi juga memahami konsep yang melandasi rumus tersebut
(Pratini, 2008: 119). Wijaya (2012: 22) juga mengungkapkan bahwa
karakteristik ketiga ini bermanfaat dalam membantu siswa memahami
konsep matematika dan mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa.
4) Interaktivitas
Wijaya (2012: 72) menjelaskan dalam karakteristik ini bahwa proses
belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan
merupakan proses sosial. Wijaya (2012: 70) juga mengungkapkan dalam
paham sosial konstruktivis, perkembangan kognitif individu merupakan
suatu hasil dari komunikasi dalam kelompok sosial yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, pembelajaran juga
harus dapat melatih kemampuan komunikasi siswa dengan teman maupun
guru serta masyarakat.
Pratini (2008: 119) memaparkan bahwa proses pendidikan matematika
pembelajaran baik interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan
guru. Oleh karena itu, hendaknya pembelajaran matematika tidak hanya
memunculkan interaksi antar siswa tetapi siswa dengan guru dan siswa
dengan lingkungan sekitar dan guru berkewajiban untuk memunculkan
interaksi itu di dalam pembelajaran.
5) Keterkaitan
Karakteristik keterkaitan memiliki arti bahwa pembelajaran
matematika hendaknya dapat menunjukkan hubungan dari berbagai
konsep matematika yang meliputi bilangan, geometri dan pengukuran,
aljabar, dan statistika (Pratini, 2008: 116). Wijaya (2012: 23) menjelaskan
bahwa satu pembelajaran matematika diharapkan dapat mengenalkan dan
membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan. Dengan
pembelajaran matematika yang mengkaitkan lebih dari satu konsep, siswa
akan dapat mempelajari konsep matematika dengan lebih bermakna dan
mengetahui bahwa setiap konsep matematika itu tidak bersifat parsial.
4. Matematika
a. Pengertian dan Tujuan Matematika
Matematika merupakan suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir,
berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang
unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalisasi dan
individualitas (Uno, 2007: 129). Matematika menurut Ruseffendi (Heruman,
2007: 8) adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima
pembukktian secara induktif. Menurut Dikmenum (Taniredja, Irma, & Nyata,
yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Berdasarkan pengertian tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang dipelajari
secara deduktif lalu menarik kesimpulan dari materi yang dipelajari sehingga
mampu memecahkan berbagai persoalan praktis.
Tujuan mata pelajaran matematika seperti yang tertulis dalam kurikulum
SD (Tim Penyusun, 2007) yaitu agar siswa memiliki kemampuan dalam
memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,
mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah, serta memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Soedjadi (2000: 28)
menuliskan tujuan pengajaran matematika di sekolah dasar adalah untuk
menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung sebagai alat
dalam kehidupan sehari-hari dan membentuk sikap logis, kritis, cermat,
kreatif, dan disiplin. Oleh karena itu, tujuan khusus pendidikan matematika
ialah mengembangkan pengetahuan dasar matematika siswa sebagai bekal
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika
Menurut Dikmenum (Taniredja, Irma, & Nyata, 2010: 47) standar
kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang
dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa pada hasil belajarnya dalam mata
pelajaran matematika. Standar kompetensi dirinci dalam komponen
kompetensi dasar yang dituliskan dalam kurikulum sekolah. Mata pelajaran
Matematika pada satuan pendidikan SD/MI seperti yang tertulis dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD (Tim penyusun, 2007 dan
Tabel 2.1. Pembagian Pengajaran Aspek Pelajaran Matematika
No. Kelas Aspek yang Diajarkan
1. Satu Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 2. Dua Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 3. Tiga Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 4. Empat Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 5. Lima Aspek bilangan serta aspek geometri dan pengukuran 6. Enam Aspek bilangan, aspek geometri dan pengukuran, dan
pengolahan data
Berdasarkan tabel 2.1 diketahui bahwa aspek yang diajarkan pada siswa
kelas satu hingga kelas lima adalah aspek bilangan serta aspek geometri dan
pengukuran. Sedangkan siswa kelas enam diajarkan ketiga aspek yaitu aspek
bilangan, aspek geometri dan pengukuran, dan pengolahan data. Aspek
bilangan sejak kelas satu hingga kelas enam selalu diajarkan. Akan tetapi, dari
data yang di peroleh saat melakukan analisis masalah di SD Kanisius Totogan,
peneliti menyatakan bahwa aspek bilangan cenderung menimbulkan masalah
dari segi prestasi belajar siswa.
Hasil dokumentasi menunjukkan bahwa selama satu tahun terakhir 45%
dari 22 siswa mendapat nilai ulangan harian mencapai KKM, sedangkan 55%
dari 22 siswa belum mencapai KKM. Oleh sebab itu, peneliti memilih
permasalahan prestasi belajar pada aspek bilangan yaitu kompetensi dasar 5.3
mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan, sebagai bahan penelitian.
c. Pecahan
1) Pengertian pecahan
Heruman (2007: 43) mengartikan pecahan sebagai bagian dari sesuatu
yang utuh. Sedangkan menurut Sukajati (2008: 6), pecahan berasal dari
bahasa Latin, fractio, yang berarti memecah menjadi bagian yang kecil.
pecahan sebagai parts of a set: a fraction can represent parts of a set of objects as well as parts of a single unit, yang berarti bagian dari sekumpulan: sebuah pecahan dapat menunjukkan bagian dari sekumpulan
benda seperti bagian dari suatu kesatuan. Dengan demikian, pecahan
merupakan bagian dari keutuhan.
Sukayati (2003:1) menjelaskan bahwa pecahan ditulis dalam bentuk
dengan a dan b merupakan bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol.
Menurut Husein (2008: 2) menyatakan bahwa bilangan rasional adalah
bilangan yang dapat dinyatakan dalam , a adalah bilangan bulat dan b
adalah bilangan asli. Bilangan rasional dibagi menjadi dua, yaitu (1)
bilangan bulat apabila a habis dibagi b dan (2) bilangan pecahan apabila a
tidak habis dibagi b. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa
pecahan adalah bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk dengan
a dan b merupakan bilangan bulat, b tidak sama dengan nol, dan bilangan a
bukan kelipatan bilangan b.
2) Bentuk pecahan
Bentuk pecahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pecahan
biasa, pecahan campuran, pecahan desimal, dan persen. Pecahan biasa
merupakan pecahan yang penyebutnya lebih besar daripada pembilang
(KBBI, 2008: 983). Menurut Sukayati (2003: 1), pecahan biasa adalah
lambang bilangan yang dipergunakan untuk melambangkan bilangan pecah
called a proper fraction, yang memiliki arti jika pembilang dari pecahan kurang dari penyebutnya maka pecahan disebut pecahan murni. Contoh
pecahan biasa antara lain: , , dan seterusnya.
Pecahan campuran merupakan pecahan yang lambang bilangannya
terdiri dari bilangan asli dan pecahan asli. Triveri (1989: 55) menjelaskan a mixed number is the sum of a whole number and a proper fraction, yang berarti pecahan campuran adalah jumlah dari bilangan bulat dan pecahan
murni. Dalam pecahan campuran bilangan bulat dan pecahan biasa ditulis
bersebelahan tanpa simbol penjumlahan. Contohnya antara lain: 2 dan .
Triveri (1989: 55) menyatakan bahwa pecahan desimal adalah pecahan
yang ditulis degan menggunakan tanda koma (,) untuk menunjukkan bahwa
bilangan yang di belakang koma (,) itu kurang dari 1. Bilangan tersebut
dapat diperoleh dengan mengubah penyebut pecahan menjadi kelipatan 10.
Contoh pecahan desimal yaitu,
yang biasa ditulis 0,2.
Triveri (1989: 55) menjelaskan bahwa persen berarti perseratus. Pecahan
biasa yang penyebutnya 100 disebut persen. Persen dilambangkan dengan
% yang artinya per seratus. Contoh persen yaitu,
yang biasa ditulis
15%.
3) Operasi hitung pada pecahan
Operasi hitung pada pecahan di SD dibedakan menjadi empat, yaitu
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Dalam penelitian,
operasi pecahan yang diteliti mengenai perkalian dan pembagian. Perkalian
Perkalian pecahan juga dapat diperoleh dari mengalikan pembilang dengan
pembilang dan penyebut dengan penyebut. Perkalian pecahan dibagi
menjadi dua yaitu perkalian pecahan dengan bilangan asli dan perkalian
pecahan dengan pecahan. Contoh perkalian pecahan dengan bilangan asli
yaitu x 2 = . Sedangkan perkalian pecahan dengan pecahan
contohnya x =
.
Pembagian pecahan dapat dilakukan dengan mengurangkan pecahan
secara berulang. Pembagian pecahan juga dapat dilakukan dengan cara
mengalikan bilangan dengan kebalikan dari bilangan pembagi. Pembagian
pecahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pembagian pecahan dengan
bilangan asli dan pembagian pecahan dengan pecahan.
Pembagian pecahan dengan bilangan asli, contohnya : 6 = n. Langkah
pertama mengubah bilangan asli menjadi pecahan biasa yaitu .
Selanjutnya diperoleh : 6 = :
= x . Sedangkan pembagian
pecahan dengan pecahan, contohnya 0,56 : 0,8 = n. Langkah pertama
adalah mengubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa, sehingga
menjadi
diperoleh hasil dari 0,56 : 0,8 =7.
B.Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan pertama adalah penelitian tindakan kelas yang
Kelas V SD Kanisius Kalasan Tahun Pelajaran 2010/2011. Kondisi awal prestasi belajar siswa adalah 40% dari 35 siswa mencapai KKM. Setelah dilakukan
penelitian pada siklus II diperoleh hasil 79,41% dari 34 siswa memenuhi KKM.
Hasil tersebut telah mencapai kriteria penelitian sebesar 65% sehingga penelitian
dihentikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peneliti menyimpulkan
penggunaan pendekatan PMRI dapat meningkatkan prestasi belajar dalam
menyelesaikan soal cerita pada peserta didik kelas V SD Kanisius Kalasan tahun
pelajaran 2010/2011.
Penelitian yang relevan kedua dilakukan oleh Danoebroto, Sri W. (2008)
dengan judul Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pendekatan PMRI dan Pelatihan Metakognitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dan pelatihan
metakognitif lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
siswa dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Siswa juga menyatakan
senang terhadap proses pembelajaran dan kegiatan pemecahan masalah, memiliki
keyakinan yang positif tentang belajar matematika, menunjukkan antusiasme,
keceriaan, dan kreativitas yang tinggi dalam proses pembelajaran dengan
pendekatan PMRI dan pelatian metakognitif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dan pelatihan metakognitif
meningkatkan kemampuan siswa dalam proses memecahkan masalah hingga
memecahkan masalah dan siswa senang mengikuti pembelajaran matematika.
Penelitian yang relevan ketiga adalah penelitian tindakan kelas oleh
SDN Sumberagung I Ngantang Malang. Kondisi awal persentase kerjasama siswa sebesar 39,28%. Selain itu, kondisi awal hasil belajar siswa yang berasal dari
rata-rata skor pos-tes adalah sebesar 46,32% dan ketuntasan belajar klasikal siswa
sebesar 42,6%. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada peningkatan
kerjasama dan hasil belajar siswa kelas V SDN Sumberagung I yang ditunjukkan
dengan peningkatan rata-rata persentase kerjasama siswa meningkat menjadi
72,25 % pada siklus II. Selain itu, peningkatan hasil belajar siswa dapat diketahui
dari rata-rata skor pos-tes menjadi 81,1% pada siklus II, dan ketuntasan belajar
klasikal siswa pada siklus II sebesar 88,8 %. Kesimpulan penelitian ini adalah
penerapan model STAD dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar
perkalian dan pembagian pecahan.
Penelitian yang akan dilakukan peneliti berjudul Meningkatkan Kerjasama dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Kanisius Totogan Menggunakan Pendekatan PMRI. Ketiga penelitian yang telah diuraikan tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dalam
hal penggunanaan pendekatan PMRI, kerjasama dan prestasi belajar matematika.
Oleh karena itu, ketiganya digunakan sebagai penelitian yang relevan sehingga
memperkuat bukti bahwa pendekatan PMRI dapat digunakan dalam upaya
meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar matematika.
C.Kerangka Berpikir
Tujuan pendidikan matematika ialah mengembangkan pengetahuan dasar
matematika siswa sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu,
pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang
yang digunakan dalam pembelajaran matematika dapat dibanyangkan siswa maka
siswa akan dapat aktif dan kreatif dalam menemukan alternatif pemecahan
masalah. Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut belum tampak pada
kegiatan pembelajaran.
Dari hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa guru relatif memberi tugas
saat pembelajaran dan tugas yang diberikan berupa soal abstrak. Selain itu, siswa
cenderung mengerjakan tugas secara individu sehingga kemampuan kerjasama
siswa menjadi kurang baik. Hal itu diperkuat dengan hasil kuesioner yang
membuktikan bahwa 45% dari 22 siswa memiliki tingkat kerjasama yang baik
dan 55% dari 22 siswa memiliki tingkat kerjasama kurang baik. Selain itu, dari
hasil dokumentasi selama satu tahun terakhir, terbukti bahwa 55% dari 22 siswa
mendapat nilai ulangan harian belum mencapai KKM dan 45% dari 22 siswa
mencapai KKM. Nilai KKM yang ditentukan sekolah adalah 60. Oleh karena itu,
siswa kelas V SD Kanisius Totogan prestasi belajarnya rendah.
Uraian kondisi tersebut, mendukung bahwa siswa kelas V SD Kanisius
Totogan perlu mendapat perlakuan yang dapat meningkatkan kerjasama dan
prestasi belajar. Peneliti memilih pendekatan PMRI untuk meningkatkan
kerjasama dan prestasi belajar matematika. Melalui penerapan pendekatan PMRI,
siswa dibantu untuk meningkatkan pemahamannya pada konsep matematika
sehingga siswa tidak hanya menghafalkan rumus tetapi juga dapat menemukan
alternatif pemecahan masalah. Selain itu, siswa diharapkan mampu mengkaitkan
antara konsep matematika dengan konsep matematika yang lain, misalnya konsep
bilangan dengan konsep pengukuran dan geometri yang terdapat dalam soal
Penerapan pendekatan PMRI, bukan hanya bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan penalaran matematika, tetapi juga akan dapat mengembangkan
kreativitas serta kemampuan komunikasi siswa. Siswa diharapkan dapat bertukar
masalah maupun informasi dengan teman-temannya dalam kerja kelompok.
Siswa akan aktif bertanya mengenai hal yang belum dipahami kepada guru dan
teman sehingga memunculkan pengetahuan baru yang sebelumnya belum
terpikirkan oleh guru maupun siswa. Melalui kegiatan-kegiatan itu, siswa
diharapkan akan mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga
kerjasama dan prestasi belajar matematikanya akan meningkat.
D.Hipotesis Tindakan
1. Upaya meningkatkan kerjasama dalam belajar matematika siswa kelas V SD
Kanisius Totogan dilakukan dengan penerapan karakteristik interaktivitas
pendekatan PMRI pada kegiatan pembelajaran.
2. Upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Kanisius
Totogan dilakukan dengan penerapan lims karakteristik pendekatan PMRI
BAB III
METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilakukan
secara kolaboratif antara guru kelas dan peneliti. Model penelitian yang
digunakan adalah model penelitian dari Kemmis dan Taggart. Uno (2011: 87)
menggambarkan model penelitian dari Kemmis dan Taggart yang disajikan
dalam gambar 1.
Gambar 1. Model Spiral Kemmis dan Taggart
Sumber: Uno, (2011: 87)
Model tersebut menggambarkan bahwa penelitian diawali dari perencanaan,
melakukan tindakan, melakukan pengamatan, dan refleksi pada setiap siklusnya
Arikunto, (2008). Namun, dalam pelaksanaannya jumlah siklus tergantung
kepada permasalahan yang perlu diselesaikan. Tahap perencanaan merupakan
kegiatan yang dilakukan peneliti sebelum melaksanakan tindakan pada kegiatan
belajar mengajar di dalam kelas. Perencanaan berisi rencana tindakan yang akan
dilakukan peneliti untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil belajar
di kelas yang dilakukan dengan menyiapkan materi yang akan diajarkan,
membuat rancangan pembelajaran beserta alat peraga yang diperlukan (Aqib,
2007 dan Kunandar, 2001: 71).
Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan tindakan. Tahap ini merupakan
tindakan yang dilakukan oleh guru yang direncanakan oleh peneliti sebagai upaya
perbaikan atau perubahan yang diinginkan (Aqib, 2007). Guru melaksanakan
proses belajar mengajar sesuai dengan materi, alat peraga, maupun pendekatan
dan penilaian yang telah direncanakan. Tahap ketiga adalah pengamatan. Tahap
ini merupakan kegiatan mengamati proses pembelajaran untuk mengetahui hasil
atau dampak dari tindakan yang dilakukan (Aqib, 2007). Kunandar (2001: 73)
mengatakan observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan
terkait. Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Peneliti
(dapat berkolaborasi dengan teman atau guru) mengamati setiap tingkah laku
siswa yang disesuaikan dengan indikator yang akan diukur. Pengamatan juga
dapat dilakukan menggunakan camcorder.
Tahap keempat adalah refleksi. Refleksi dilakukan untuk merenungkan
kembali proses pembelajaran yang telah terjadi. Renungan dapat mengenai
kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami penjelasan guru, indikator
keberhasilan yang tidak tampak, kendala yang dirasakan guru, dan lain
sebagainya. Hasil renungan itu lalu dianalisis dan disimpulkan. Melalui
kesimpulan, peneliti dapat mengetahui peningkatan kerjasama dan prestasi
belajar, sehingga dapat memutuskan siklus dihentikan atau dilakukan siklus
selanjutnya dengan beberapa perbaikan dalam tindakannya. Refleksi dapat
B.Setting Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Kanisius Totogan, yang beralamat di Totogan
Madurejo Prambanan Sleman Yogyakarta. Sekolah Dasar ini merupakan SD
swasta di bawah naungan Yayasan Kanisius yang berada di wilayah Kecamatan
Parambanan Sleman. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD
Kanisius Totogan tahun ajaran 2012/2013. Subjek penelitian berjumlah 22 siswa,
terdiri dari 13 siswa laki-laki dan sembilan siswa perempuan. Sedangkan objek
yang diteliti adalah peningkatan kerjasama dan prestasi belajar matematika
menggunakan pendekatan PMRI.
Waktu penelitian dilakukan selama delapan bulan, yang dimulai dari bulan
Januari 2013 hingga Agustus 2013. Pelaksanaan tindakan dilakukan pada bulan
Februari dan Maret 2013 yaitu tepat pada waktu KD 5.3 mengalikan dan
membagi berbagai bentuk pecahan, diajarkan pada siswa kelas V. Jadwal
penelitian tercantum dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agust 1. Pengumpulan data kondisi awal
dan observasi
√
2. Penyusunan Proposal dan
pembuatan instrumen √ √
3. Pengumpulan Data √ √
4. Analisis Data √ √
5. Penyusunan Skripsi √ √ √
6. Ujian Skripsi √
7. Perbaikan Skripsi √
C.Rencana Tindakan
Rencana tindakan penelitian yang dilakukan didasarkan pada keempat tahap
pelaksanaan PTK yang meliputi perencanaan, pengamatan, pelaksanaan tindakan,
dan refleksi. Rincian kegiatan pada setiap siklusnya diuraikan sebagai berikut:
1. Perencanaan
Peneliti membuat perencanaan berdasarkan masalah yang ditemui di
lapangan. Penetapan masalah itu berdasarkan hasil pengamatan, hasil
kuesioner, dan hasil dokumentasi yang berasal dari nilai ulangan harian.
Berdasarkan kegiatan tersebut, peneliti mengambil permasalahan mengenai
pelajaran matematika dalam materi pecahan. Peneliti merencanakan ada dua
komponen yang akan ditingkatkan yaitu kerjasama dan prestasi belajar dengan
menggunakan pendekatan PMRI.
Peneliti menyusun rencana tindakan dengan menyiapkan perangkat
pembelajaran berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
media, kisi-kisi, lembar kerja siswa, dan soal ulangan harian. Perangkat
pembelajaran disesuaikan dengan pendekatan PMRI. Instrumen dan perangkat
pembelajaran yang akan digunakan diuji validitas dan reliabilitasnya oleh tim
validator, sebelum digunakan.
Peneliti merencanakan terdapat tiga kali pertemuan pada satu siklus
penelitian. Setiap pertemuan beralokasi waktu 3x40 menit (3JP). Pertemuan
pertama diisi dengan penanaman konsep perkalian pecahan menggunakan soal
kontekstual dan media pembelajaran serta kegiatan berkelompok. Pertemuan
kedua digunakan untuk pemantapan konsep perkalian yang tetap
berkelompok. Sedangkan pertemuan ketiga digunakan untuk pemantapan
konsep perkalian dan ulangan harian.
2. Pelaksanaan tindakan
Kegiatan pembelajaran disusun sesuai lima karakteristik pendekatan PMRI.
Penerapannya dalam materi perkalian pecahan sebagai berikut:
a. Konteks
Karakteristik konteks akan tampak pada penggunaan cerita kontekstual
pada apersepsi, lembar kerja siswa, dan soal evaluasi. Cerita kontekstual
(soal cerita) yang digunakan merupakan soal cerita yang dapat dibayangkan
oleh siswa dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, misalnya kegiatan jual
beli.
b. Pemanfaatan hasil konstruksi pengetahuan siswa
Karakteristik pemanfaatan hasil konstruksi pengetahuan siswa akan tampak
ketika siswa menyelesaikan soal pada lembar kerja maupun soal evaluasi.
Hasil perhitungan siswa saat mengerjakan soal tersebut dikatakan sebagai
hasil konstruksi karena siswa menggunakan cara yang mereka ketahui.
c. Penggunaan model untuk matematika progresif
Karakteristik ini akan terwujud pada penggunaan media dan
gambar-gambar pada soal cerita dan apersepsi selama pembelajaran. Media yang
digunakan contohnya berupa botol air mineral, gambar kendaraan, gambar
kegiatan jual-beli, gambar bunga, gambar pensil, dan gambar baju.
d. Interaktivitas
Interaktivitas akan diwujudkan dalam aktivitas selama pembelajaran baik
kelompok. Kerja kelompok dilakukan saat mengerjakan lembar kerja siswa
dan melakukan permainan domino pecahan.
e. Keterkaitan
Keterkaitan akan diterapkan pada soal kontekstual, contohnya keterkaitan
antara konsep bilangan dengan konsep geometri dan pengukuran tampak
pada soal seperti berikut: “Bu Rina membeli 6 botol air mineral. Setiap botol
berukuran 250 mililiter, tetapi Bu Rina merasa kesusahan saat membawanya,
maka Bu Rina bermaksud untuk menuang seluruh air ke dalam botol yang
lebih besar ukurannya. Berapa botol yang dibutuhkan Bu Rina jika ukuran
botol adalah liter?”
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengetahui
kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan perencanaan, situasi proses tindakan,
dan dampak pelaksanaan tindakan terhadap kemampuan bekerjasama serta
prestasi belajar yang dimiliki siswa. Peneliti akan mengamati dan mencatat
setiap hal yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran. Pengamatan
yang dilakukan peneliti menggunakan metode anecdotal record sehingga hasilnya berupa catatan anekdot. Catatan anekdot ini mengenai kegiatan yang
dilakukan guru dan siswa selam proses pembelajaran dan kesesuainnya dengan
perencanaan. Peneliti meminta bantuan kepada guru dan teman untuk
mengamati dan mencatat setiap kejadian yang dilakukan siswa selama
kegiatan berkelompok. Observer menggunakan lembar checklist ketika melakukan pengamatan. Peneliti melakukan pendokumentasian kegiatan
4. Refleksi
Refleksi dilakukan untuk merenungkan kembali proses pembelajaran yang
telah terjadi, untuk menganalisis, memaknai, dan menyimpulkan hasil
pengamatan terhadap kerjasama dan prestasi belajar. Refleksi dilakukan pada
setiap akhir pertemuan dan akhir siklus. Refleksi di akhir pertemuan
digunakan untuk mengetahui kekurangan dalam pembelajaran dan
pemecahannya sehingga dapat dilakukan perbaikan dalam pertemuan
berikutnya. Sedangkan refleksi di akhir siklus digunakan untuk mengetahui
hasil yang diperoleh selama melakukan tindakan sudah mencapai indikator
keberhasilan tindakan atau belum.
Jika ternyata kerjasama dalam belajar dan prestasi belajar siswa belum
mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan maka peneliti melakukan
diskusi dengan guru kelas untuk melakukan perencanaan siklus selanjutnya
dengan berbagai perbaikan misalnya langkah kegiatan dan/atau instrumen
pembelajaran berdasarkan hasil refleksi. Akan tetapi, apabila kerjasama dan
prestasi belajar siswa sudah mencapai indikator keberhasilan yang diinginkan
maka siklus dapat dihentikan.
Hasil refleksi di akhir siklus I digunakan untuk perbaikan pada siklus II.
Sedangkan hasil refleksi pada akhir siklus II digunakan sebagai pertimbangan
siklus selanjutnya. Jika hasil siklus II telah mencapai target keberhasilan maka
penelitian akan dihentikan. Namun, jika hasil siklus II belum mencapai target
D.Teknik Pengumpulan Data
Menurut Margono (2010: 158), Sugiyono (2011: 203), dan Sukmadinata
(2008: 216) teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian
yaitu teknik observasi, teknik kuesioner, teknik wawancara, dan teknik
dokumentasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi,
teknik kuesioner, dan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data. Tiga teknik
tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Teknik observasi
Observasi diartikan sebagai teknik atau cara pengumpulan data dengan
jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung
(Sukmadinata, 2008: 220). Metode observasi yang digunakan peneliti antara
lain anecdotal record dan behavioral checklist. Anecdotal record merupakan metode observasi yang hanya membawa kertas kosong untuk mencatat
perilaku yang unik dan penting yang dilakukan subjek penelitian
(Herdiansyah, 2012: 133). Peneliti mencatat suasana kelas, aktivitas siswa, dan
kinerja guru ketika pembelajaran berlangsung serta kesesuaiannya dengan
perencanaan. Lebih lanjut, Herdiansyah (2012: 136) juga menjelaskan metode
behavioral checklist adalah metode dalam observasi yang mampu memberikan keterangan mengenai muncul atau tidaknya perilaku yang diobservasi dengan
memberikan tanda cek (√) jika perilaku yang diobservasi muncul.
Teknik observasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersifat
kualitatif yaitu kerjasama dalam belajar yang dilakukan siswa. Peneliti
melakukan observasi secara langsung dan menggunakan instrumen observasi
dan menggunakan camcorder untuk mendokumentasikan aktivitas yang dilakukan siswa dan guru selama pembelajaran.
2. Teknik kuesioner
Kuesioner merupakan suatu alat pengumpul informasi dengan cara
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis
oleh responden (Margono, 2010: 167). Peneliti menggunakan kuesioner
bertruktur (tertutup) karena peneliti meyiapkan pernyataan yang disertai
alternatif pilihan jawaban sehingga responden hanya perlu memilih
kemungkinan jawaban yang sudah disediakan. Kuesioner diberikan sebelum
penelitian dan sesudah tindakan setiap siklusnya. Peneliti menggunakan
kuesioner untuk mengumpulkan data mengenai kerjasama siswa.
3. Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan
tertulis, seperti arsip dan buku-buku tentang teori, pendapat, dalil dan lain-lain
yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2010: 181). Peneliti
menggunakan teknik dokumentasi untuk memperoleh data mengenai prestasi
belajar siswa. Data yang diperoleh dari teknik dokumentasi merupakan data
dari hasil nilai ulangan harian. Alat pengukuran yang digunakan berupa tes.
Tes tersebut berjenis tes tertulis dan berbentuk tes uraian objektif dan tes
objektif.
E.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes dan non tes. Instrumen
tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, sedangkan instrumen non
1. Instrumen tes
Tes adalah suatu alat ukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus
dijawab secara sengaja dalam situasi yang distandardisasikan, dan yang
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar individu atau
kelompok (Masidjo, 2010: 38). Ditinjau dari tujuannya, tes yang digunakan
oleh peneliti berupa tes formatif. Tes formatif diberikan pada akhir pelajaran
berupa ulangan harian. Hal ini diperkuat dengan tulisan Masidjo (2010: 55)
yang menjelaskan bahwa tes formatif diberikan pada akhir setiap program
kegiatan instruksional. Jenis tes yang digunakan adalah objektif berupa isian
singkat dan uraian berupa soal cerita.
Ulangan harian digunakan untuk mengukur ranah kognitif peserta didik
setelah seluruh materi selesai diajarkan. Soal ulangan harian instrumen satu ini
berjumlah 15 soal, yang terdiri dari 5 soal berbentuk uraian (soal cerita) dan
10 soal berbentuk isian singkat. Peneliti memutuskan untuk menggunakan
lima belas soal pada penelitian karena disesuaikan dengan alokasi waktu pada
pertemuan. Soal yang dipilih merupakan soal yang telah dinyatakan valid dan
reliabel. Perhitungan validitas dan reliabilitas soal diuraikan oleh peneliti pada
bagian validitas dan reliabilitas instrumen. Lima belas soal UH tersusun dari
50% soal dengan kriteria sedang, 30% soal dengan kriteria mudah, dan 20%
soal dengan kriteria sukar. Nilai KKM yang ditentukan sekolah adalah 60.
Perangkat pembelajaran yang disiapkan oleh peneliti meliputi silabus, RPP,
bahan ajar, LKS, soal ulangan harian serta kunci jawaban dan kriteria
penskoran. Silabus terdapat pada lampiran 3 halaman 124, RPP dapat dilihat
141, dan LKS pada lampiran 6 halaman 145. Soal ulangan harian terdapat
pada lampiran 7 halaman 152 serta kunci jawaban dan kriteria penskoran dapat
dilihat pada lampiran 8 halaman 153. Kisi-kisi soal ulangan harian siklus I
dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Soal Ulangan Harian Siklu Satu
Standar Kompetensi: 5.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar: 5.3Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan.
Materi Pokok: Pecahan
1. Melakukan perkalian persen dengan bilangan asli.
Uraian
1, 2 √ √
2. Melakukan perkalian pecahan desimal dengan pecahan desimal
Uraian, isian
singkat 3, 8 √ √
3. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan bilangan asli.
Uraian
4 √
4. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan pecahan campuran
Isian singkat
1, 6 √
5. Melakukan perkalian persen dengan pecahan desimal.
8. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan pecahan desimal.
Isian singkat
5 √
9. Melakukan perkalian pecahan biasa dengan persen.
11.Melakukan perkalian pecahan biasa dengan pecahan biasa.
Berdasarkan tabel 3.2, diketahui bahwa soal dengan kriteria mudah
terdapat pada nomor soal 5 pada soal uraian dan nomor 1, 5, 6, dan 10 pada
soal isian singkat. Sedangkan soal dengan kriteria sedang terdapat pada nomor