BAB V ANALISA WACANA
PENGIBARAN BENDERA BINTANG KEJORA
5.1 Analisis Wacana Kritis Teun A Van Dijk
Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis Teun A.Van Dijk. Yang melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Analisis yang dilakukan berdasarkan wacana dari koran Kompas dan harian Cenderawasih Pos tentang pemberitaan terkait bendera Bintang Kejora sebagai simbol perlawanan orang Papua. Ada tiga tingkatan dalam analisis wacana kritis Van Dijk. Pertama, struktur makro yang merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema dalam suatu berita. Kedua, superstruktur, merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro, adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil suatu teks yaitu kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase dan gambar.
pernyataannyalah yang benar. Bagaimana dengan pers (media massa) sebagai pilar ke-4 demokrasi dalam mewacanakan informasi tersebut.
Tabel 5.1 List Tema/Topik Berita Di Harian Kompas dan Cenderawasih Pos Terkait Bendera Bintang Kejora.
Tema/Topik Berita Keterangan
13 Orang Ditangkap
OMPB Kibarkan Bintang Kejora di Lapangan Theys Eluay
Harian Kompas Tanggal 02 Mei 2012
50-an Bintang Kejora Berkibar di Serui Harian Cenderawasih Pos Tanggal 21 April 2012
Dari ke-2 berita tersebut mengandung makna global dari topic yang diangkat oleh wartawan. Ke-2 topik ini menjelaskan bahwa dalam melakukan perlawanan dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora bagi para tersangka bukan masalah bagi mereka, asalkan bendera itu kembali berkibar. Dalam konteks peristiwa yang terjadi pada topik berita tertanggal 02 Mei 2012, menunjukkan bahwa wartawan ingin menjelaskan tentang peristiwa pengibaran bendera Bintang Kejora, yakni oleh Organisasi Masyarakat Papua Barat (OMPB), yang mengibarkan bendera Bintang Kejora di Lapangan Theys Eluay Sentani. Tersangka 13 orang ditangkap dalam peristiwa ini. Theys merupakan seorang tokoh adat Papua yang pada tahun tanggal 10 November 2001 diculik dan dibunuh oleh oknum Kopassus terkait aspirasi rakyat Papua untuk membentuk Papua Barat Merdeka (Giay, Benny, 2000), sehingga untuk mengibarkan bendera pada area ini bukanlah masalah bagi orang Papua, karena lapangan ini pun merupakan lapangan dimana makam Theys berada. Juga merupakan ruang publik, letak lapangan ini yang sangat strategis karena berada di tengah kota, pusat lalu lintas bandara. Maka banyak mata dapat menyaksikan peristiwa pengibaran bendera.
5.2 Piramida Analisis
Dalam Bab sebelumnya peneliti sudah menjelaskan mengenai wacana Van Dijk yang digambarkan dalam tiga (3) dimensi/ bangunan, yaitu: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Dimensi teks berkaitan dengan struktur mikro, dimensi konteks berkaitan dengan superstruktur dan dimensi kognisi sosial yang berkaitan dengan struktur makro pada elemen wacana Van Dijk ini. Yang mana ketiganya digabungkan kedalam satu kesatuan strategi wacana yang digunakan untuk menegaskan suatu tema tertentu. Sehingga itu memperjelas alurnya, peneliti menempatkan ketiga dimensi ini dalam sebuah segitiga pyramid yang menggambarkan hubungan antara satu dimensi dengan dimensi lainnya dalam menjelaskan wacana inti dari sebuah berita yang diinformasikan.
5.3 Analisa Wacana Bendera Bintang Kejora Pada Harian Kompas dan Cenderawasih Pos
5.3.1Analisis Struktur Makro
Dalam pemberitaan Kompas tanggal 02 Mei 2012 memberi tema atau topic “13 Orang Ditangkap”, “OMPB Kibarkan Bintang Kejora di Lapangan Theys Eluay dan pada Harian Cenderawasih Pos diberikan Tema “50-an Bintang Kejora Berkibar di Serui”. Kompas menjelaskan bahwa pengibaran bendera Bintang Kejora terjadi pada saat peringatan integrasi Papua dalam NKRI pada 1 Mei, sedangkan dalam harian Cenderawasih Pos menjelaskan bahwa pengibaran bendera Bintang Kejora terjadi saat adanya aksi demo damai mendukung dibukanya Kantor Parlemen West Papua di Amerika (20/4).
Dua peristiwa dengan aksi yang sama, yaitu pengibaran bendera Bintang Kejora dalam rangka integrasi Papua dalam NKRI dan mendukung peluncuran
International Parlementarian for West Papua (ILWP) di Amerika. Pada dasarnya
kedua peristiwa ini adalah peristiwa penting, yang mana berkaitan dengan kepentingan rakyat Papua. Peringatan integrasi, dimana orang Papua menyadari bahwa peristiwa integrasi 1 Mei 1963 adalah sebuah sejarah buruk bagi orang Papua di masa lampau sampai sekarang ini dan pembukaan kantor parlemen sebagai wadah bagi orang untuk memperoleh dukungan agar hak asasi mereka kembali ditegakkan. Secara umum, pengibaran bendera Bintang Kejora ini sebagai bentuk perlawanan, bahwa orang Papua adalah bangsa yang telah merdeka. Memiliki simbol identitas yang layak ditampilkan, tapi selalu dibatasi dengan tindakan aparat yang brutal sampai harus merenggut nyawa banyak orang yang tidak bersalah.
bahkan hal lainnya yang berkaitan/berlabel “West Papua” selalu diwaspadai oleh aparat.
Sebagai media massa lokal, Cenderawasih Pos menampilkan peristiwa pengibaran bendera Bintang Kejora di Serui pada halaman utama, sebagai informasi kepada publik bahwa ada lagi satu peristiwa yang terjadi bagi orang Papua, yaitu pengibaran 50-an bendera Bintang Kejora. Tema besar yang terpampang menghiasi halaman utama surat kabar lokal di wilayah itu tentunya menjadi perhatian utama dari kebanyakan orang untuk mengetahui detail peristiwa yang terjadi. Namun dilain sisi, melihat tema utama yang dimuat dalam harian Kompas, lebih menonjolkan jumlah tersangka yang ditangkap terkait peristiwa pengibaran bendera dan kemudian diberi tema kecil “OMPB Kibarkan Bintang Kejora di Lapangan Theys Eluay”. Pada penempatan berita, Kompas menempatkan peristiwa ini pada halaman Nusantara. Sebagai media nasional, meskipun masalah Papua adalah masalah politik, tetapi hal ini berkaitan pula dengan keutuhan NKRI sehingga berita pada halaman Nusantara menjelaskan bahwa, setiap berita di halaman Nusantara merupakan peristiwa nasional yang berkaitan dengan bangsa Indonesia, sehingga peristiwa yang dimuat dalam halaman ini menjadi perhatian khusus bagi khalayak untuk mencermati masalah utama di Indonesia.
5.3.2Analisis Superstruktur
a. Pemberitaan Kompas 02 Mei 2012
Alur dari wcana ini tentang pengibaran Bendera Bintang Kejora di Lapangan They Eluay. Dimana wartawan menggiring khalyak untuk menikmati wacana yang dijelaskan terkait dengan pengibaran bendera Bintang Kejora yang terjadi.
“Pengibaran bendera bintang kejora terkait peringatan 1 Mei 1963, yang diyakini sebagai proses aneksasi Papua dalam NKRI.”
“Kepala Polres Jayapura Ajun Komisaris Besar Wantri Yulianto menjelaskan, sekitar 300 personel Polri dilibatkan, termasuk 30 anggota Brimob Polda Papua,
mengamankan kota Jayapura dan sekitarnya.”
Sebagai ibukota provinsi Papua, Jayapura sebagai salah satu kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Sehingga jumlah personil aparat keamanan yang begitu besar jumlahnya bagi wartawan adalah infomasi penting bagi warga Jayapura dan sekitarnya, agar tidak masalah beraktivitas diluar rumah. Karena seringkali, tanggal 1 Mei adalah tanggal yang menegangkan bagi orang Papua untuk tidak beraktivitasd di luar rumah terlalu lama, wilayah yang tidak kondusif. Adanya penonjolan jumlah personel oleh wartawan, membentuk pencitraan terhadap aparat bahwa mereka telah menjalankan fungsi mereka dengan baik.
“Mereka tersebar di Lapangan Theys Hiyo Eluay, Bandara Sentani, SPBU, Kompleks Pertokoan, dan warung makan”
Ini merupakan area dimana wartawan menyampaikan bahwa: “aparat ada di wilayah ini, jika ada peristiwa brutal terjadi, jauhi areal tersebut karena berbahaya (terjadi kontak senjata, peluru nyasar, dsb). Tetapi di lain sisi, wartawan memperoleh citra positif dari khalayak (oknum pengibar), bahwa aparat telah siaga, sehingga mereka waspada dalam melakukan tindakkan brutal lainnya.
“Pengamanan tak hanya 1 Mei oleh OMPB, tetapi juga apel bersama peringatan hari integrasi dalam NKRI, pengamanan Komite Nasional Papua Barat yang bergerak ke kota Jayapura, 42 km dari Sentani dan menjaga keamanan dan
ketertiban warga, kata Yulianto.”
Wartawan melalui narasumber menyampaikan alasan digelarnya pengamanan wilayah Jayapura dan sekitarnya terkait 1 Mei. Dalam paragraf ini juga menjelaskan tentang aktivitas yang berlangsung dalam proses pengamanan yang dilakukan. Hal ini pun menggambarkan bahwa organisasi Papua seperti OMPB adalah salah satu yang menjadi objek perhatian aparat dalam melakukan tindakan yang melanggar hukum, sehingga butuh pengamanan ektra jika kegiatan dilakukan oleh organisasi tersebut.
“Doa bersama kelompok OPMB itu berlangsung pukul 11.00 WIT, dilanjutkan dengan pengibaran bendera Bintang Kejora sekitar pukul 13.15 WIT”
Sebagaimana kibaran bendera Bintang Kejora sebagai simbol panggilan suci bagi para leluhur untuk dibebaskan dari kehidupan yang fana di dunia yang penuh derita.1
“Peserta adalah masyarakat biasa dan sebagaian besar dari Pegunungan Tengah Papua”
Secara tidak langsung wartawan menyampaikan bahwa orang-orang yang tergabung dalam OMPB adalah masyarakat Pegunungan Tengah. Kelompok ini adalah nama kelompok pro-kemerdekaan Papua di wilayah Pegunungan Tengah. Juga menjelaskan bahwa peristiwa pengibaran dilakukan oleh orang-orang dari Pegunungan Tengah.
“Polisi menangkap 13 pelaku pengibaran bendera bintang kejora, termasuk koordinator lapangan Darius Kogoya (23). Bintang Kejora berkibar beberapa detik sebelum polisi membubarkan paksa. Barang bukti ikut ditahan adalah busur, panah,
bendera, dan tiang bendera. Mereka ditangkap dengan tuduhan pelaku tindakan makar.”
13 orang ditangkap sebagai tema dari wacana berita yang menjadi dasar awal bagi wartawan untuk mencitrakan aparat sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat berhasil melakukan tugas mereka. Dengan menangkap koordinator pun menjadikan citra aparat bertambah, bahwa pengamanan yang dilakukan tidak sia-sia disertakan barang bukti yang ada menguatkan aparat untuk menjadikan para pengibar sebagai tersangka yang melanggar hukum dan layak dihukum. Apalagi aparat menjadikan tersangka sebagai pelaku tindakan makar. Sehingga secara tidak langsung wartawan sebagai komunikator menyampaikan informasi bahwa pihak aparat telah bertanggung jawab dengan baik.
“Belum ada status tersangka atau lainnya. Kami hanya mau minta keterangan secara intensif. Atas dasar apa mereka menaikan bintang kejora. Padahal
kami sudah larang jauh hari sebelumnya, bahkan sejak pagi kami sudah larang, kata Yulianto.”
Kembali wartawan mengorek informasi dari Kapolres sebagaimana peristiwa ini sebelum dan sesudah berlangsung. Hal ini menjelaskan pula bahwa aparat sudah memberikan perhatian terhadap ini dan melalui pernyataan ini wartawan menjelaskan bahwa sesungguhnya aparat telah bekerja sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam departemen kepolisian. Sehingga hal ini pun menjelaskan bahwa sebenarnya yang namanya aparat itu tidak brutal dan sebagainya.
1
“Aleks Kosay mengatakan, aksi demo itu berlangsung di dua tempat, yakni kota Jayapura oleh Komite Nasional Papua Barat dan OMPB di Sentani. Mereka
menyampaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM. “Kami tidak menyampaikan aspirasi dengan kekerasan lagi, tetapi lebih menekankan aspek demokrasi dan keterbukaan.” Caranya seperti itu. “Kami tidak mau rakyat Papua jadi korban lagi,
katanya.”
Wartawan tidak hanya memilih narasumber dari pihak pemerintah, tetapi dari rakyat pun dipilih, agar pernyataan dalam menguatkan wacana yang dibentuk oleh wartawan sebagai komunikator tidak melibatkan pendapat wartawan semata dalam memberikan kesimpulan terhadap peristiwa yang terjadi. Sehingga alur berita dibuat oleh komunikator dengan penjelasan bahwa peristiwa yang terjadi tidak harus terus-terusan berlangsung dengan kekerasan aparat maupun warga. Sebagaimana demokrasi di Indonesia, orang Papua juga mau diperlakukan adil dalam menyampaikan pendapat agar tidak ada korban lagi.
b. Pemberitaan Cenderawasih Pos Tanggal 21 April 2012
Dalam wacana ini, wartawan menginformasikan tentang bendera Bintang Kejora yang dikibarkan di Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, provinsi Papua sebagai bentuk dukungan warga Papua atas pembukaan Kantor Parlemen West Papua di Amerika (20/4). Wartawan menjelaskan alur pemberitaan dalam wacana ini mulai dengan pembukaan kantor ILWP yang disusul antusiasme warga yang mendukung dibukanya kantor tersebut dengan melakukan aksi demo sambil mengibar-ngibarkan bendera Bintang Kejora yang jumlahnya sekitar 50-an.
“Informasi yang diterima Cenderawasih Pos, demo yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIT di panggung pelataran pantai Wombai, Serui dipimpin oleh Edison
Kendi, yang mengaku sebagai wakil gubernur transisi wilayah Saireri”
Pada wacana ini, wartawan menyatakan perhatian terhadap pimpinan aksi, yang melakukan demo di sebuah panggung dekat pantai. Dimana Serui merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Papua yang sebagian besar pulaunya dikelilingi oleh air laut, juga masih berada dalam geopolitik Indonesia. Hal lainnya yaitu, demo dipimpin oleh diakui seorang yang notabene adalah wakil gubernur transisi wilayah Saireri. Dengan demikian, menjelaskan atribut sosial dari “wakil gubernur transisi” menjelaskan bahwa di Serui telah terjadi pergerakkan oleh aktor pro-kemerdekaan Papua, dan sedang dalam masa peralihan.
Marora Serui, Kampung Mantembu dan Distrik Pantura kumpul di Mantembu, kemudian Distrik Ambai dan Yapbhar berkumpul di Kelurahan Tarau”
Tidak hanya dipimpin oleh seorang “wakil gubernur” tapi antusiasme warga pun tidak sedikit, tetapi dari beberapa distrik sehingga mencapai seribu lebih. Ini menunjukkan bahwa adanya dukungan yang begitu besar untuk memperjuangkan hak orang Papua. tidak hanya dari sati kampung, tetapi dari banyak kampung, ini menunjukkan kepedulian yang besar pula dari individu bahkan kelompok demi memperjuangkan hak hidup dan kesejahteraannya.
“Dalam orasinya, massa menuntut pembebasan tapol/napol Forkorus Yaboisembut dan Edison Worumi. Meminta pemerintah Indonesia untuk mengakui
adanya pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua dan kepada masyarakat yang berada di wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen agar tidak mengikuti pemilu”
Selain menyuarakan keadilan yang sampai saat ini belum terselesaikan, sikap ketidakpedulian serta memberontak adalah hal-hal yang kelak dilakukan ketika pemerintah tidak mempedulikan setiap aspirasi dan juga apa yang menjadi suara rakyat dalam memperjuangkan hak asasi orang Papua. Adanya penekanan oleh wartawan dalam penyampaiannya, dimana menggambarkan wartawan sebagai komunikator tetapi juga sebagai individu yang merasakan apa yang dirasakan masyarakat saat itu. Selain itu, kata “pemerintah Indonesia”, mengungkapkan tentang segala ketidakadilan yang terjadi atas orang Papua adalah tanggung jawab pemerintah Indonesia.
“Koordinator Foker LSM Papua wilayah Teluk Cenderawasih Aston Situmorang ketika dikonfirmasi wartawan mengatakan, mereka melakukan unjuk
rasa ini seperti merayakan pembentukan International Parlementarian of West Papua (ILWP). Warga lalu membawa bendera bintang kejora sekitar 50‐an lembar
dan membentangkannya.”
perhatian pemerintah atas apa yang sudah terjadi, dan berharap adanya feedback yang baik terkait pula dengan tuntutan yang dilontarkan dalam orasi yang berlansgung.
“Bendera bintang kejora yang diusung warga seperti bendera biasa yang kerap dikibarkan dengan rata‐rata ukuran bendera sekitar 2x3 dan 3x4 meter.
“Bendera yang mereka bawa seperti ukuran bendera biasanya,” tuturnya.
Wartawan mengkonstruksikan pernyataan dari narasumber sebagai gambaran ukuran bendera yang dikibarkan. Sebagaimana kita ketahui bahwa bendera adalah sebauh tanda atau panji bagi suatu bangsa/wilayah. Dalam wacana ini, bendera yang digunakan adalah bendera dengan ukuran rata-rata, yakni tidak ada yang lebih besar ukurannya, atau kecil. Hal ini menunjukkan meskipun banyak, tetapi satu tujuan yang ingin dicapai.
“Aston Situmorang mengungkapkan, polisi sama sekali tidak melarang, justru
polisi menfasilitasi. “Kondisi disini sempat sepi, lengang, tidak ada aktivitas, ,
mungkin warga khawatir, tapi aman,” jelasnya.
Berdasarkan pernyataan narasumber berikutnya yang diinformasikan oleh wartawan menjadi bagian dari wacana yang dibangun untuk menggambarkan sisi lain dari peristiwa yang terjadi berdasarkan konteks peristiwa yang terjadi saat itu. Karena seringkali, peristiwa serupa sulit ditebak situasi dan kondisinya.
“Kabid Humas Polda Papua AKBP Drs. Johannes Nugroho Wicaksono dalam pesan singkat membenarkan adanya aksi unjuk rasa ribuan warga sambil membawa bendera Bintang Kejora. “Aksi demo mereka berjalan damai dan aman.
Demo berlangsung pukul 09.00 – 13.00 WIT.”
5.3.3Analisis Struktur Mikro
Tabel 5.2 Analisis Struktur Mikro Dalam Pemberitaan Hal Yang
Diamati
Elemen Pemberitaan Harian Kompas Tanggal 02 Mei 2012
Pemberitaan Harian Cenderawasih Pos Tanggal 21 April 2012
Latar - Ada dua gambar yang menjadi fokus
wartawan sebagai media dari wacana ini. Gambar pertama tampak warga sedang berkumpul sambil mengibar-ngibarkan bendera bintang kejora. Sedangkan gambar dua adalah sisi lain dari tempat warga ini berkumpul yang juga nampak sebuah panggung yang dikerumuni banyak orang yang mengibarkan bendera bintang kejora. Detail Tema berita pada Harian
Kompas mengandung makna implisit yang dalam wacana ini, dimana wartawan menunjukkan citra aparat sebagai penanggung jawab keamanan telah melakukan tanggung jawab dengan professional, ditambah dengan jumlah pengibar serta barang bukti yang telah diamankan dengan tanpa melakukan kekerasan, seperti halnya kita ketahui dalam menangani massa biasanya aparat lebih cenderung melakukan kekerasan sampai pada penembakkan yang berujung pada kematian.
Semantik (Makna yang ingin
ditekankan dalam teks berita)
wartawan menjelaskan bahwa peringatan 1 Mei yang diyakini masyarakat Papua sebagai proses aneksasi Papua dalam NKRI diawali dengan ibadah bersama yang diikuti 50 orang yang tergabung dalam OMPB (Organisasi Masyarakat Papua Barat) dilapangan Theys Hiyo Eluay, Sentani. Selain itu, aparat tak hanya melakukan pengamanan tetapi juga apel bersama peringatan hari integrasi dalam NKRI. Selanjutnya, polisi menangkap 13 orang yang mengibarkan bendera bintang kejora. Mereka ditangkap dengan tuduhan pelaku tindakkan makar, mengibarkan bendera bintang kejora.
menyampaikan pesan mengenai bendera bintang kejora yang berkibar di kota Serui. Bukan hanya satu tetapi sekitar 50-an jumlahnya. Hal ini dilakukan berkaitan dengan peluncuran atau dibukanya kantor International Parlementarian of West Papua (ILWP) di Amerika pada 20 April lalu. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena adanya peringatan dari Kapolres setempat. Lalu warga kembali menyimpan atribut-atribut tersebut. Meskipun ada aksi demikian, namun kondisi di kota Serui tetap aman dan terkendali. Aktivitas warga pun berjalan normal.
Pra-anggapan
“Pengibaran bendera bintang kejora terkait peringatan 1 Mei 1963, yang diyakini sebagai proses aneksasi Papua dalam NKRI,”
“Mereka menyampaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM,”
makar, mengibarkan bendera bintang kejora,”
Nominalisasi - -
Bentuk Kalimat
Intensif, Aspirasi, Transisi,
Koherensi Kapolres Jayapura Ajun Komisaris Besar Wantri Yulianto yang mengatakan,
“Pengamanan tak hanya peringatan 1 Mei oleh
OMPB… “
Aleks Kosay, tokoh pemuda dari Wamena, Papua yang hadir di lapangan Theys mengatakan,
“Kami tidak menyampaikan aspirasi dengan kekerasan lagi,
tetapi lebih menekankan aspek demokrasi dan keterbukaan. Caranya seperti itu, kami tidak
mau rakyat Papua jadi korban lagi,” katanya.
“Mereka menyampaikan kasus pelanggaran HAM,”
“…kami tidak mau rakyat Papua dijadikan korban lagi,”. Sintaksis
(Bagaimana pendapat disampaikan)
Kata Ganti Apel Pendemo, Longmarch, Lengang, Stilistik
(Pilihan Kata apa yang dipakai)
Leksikon Aneksasi, Integrasi, Makar Pengibaran Bendera
Retoris (Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)
Grafis -
Gambar 1
Suasana demo di Serui, tampak sebuah panggunh dengan beberapa orang diatasnya dan massa yang begitu banyak, berdiri sambil mengibar-ngibarkan bendera Bintang Kejora.
Gambar 2
Tampak massa yang bergerak/berjalan dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora, adapula yang sedang bercengkrama, dan juga demo ini tidak hanya diikuti oleh kaum pria, tetapi juga wanita seperti yang ada pada gambar.
wacana yang diberitakan, secara eksplisit gambar ini menjadikan khlayak tertarik terhadap isi berita, yakni suasana demo di Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen dalam rangka mendukung peluncuran ILWP yang diwarnai dengan pengibaran sekitar 50-an bendera Bintang Kejora, Jumat (20/4).
Metafora - -
Ekspresi - -
5.3.4 Skema/Ringkasan Analisis Wacana Pengibaran Bendera Bintang Kejora Berdasarkan Struktur Wacana Van Dijk.
Tabel 5.3 Ringkasan Analisis Wacana Pengibaran Bendera Bintang Kejora Struktur Wacana Van Dijk
Struktur Makro Superstruktur Struktur Mikro
Semantik:
Secara eskplisit wacana ini adalah sebuah peristiwa nyata terjadi sehingga diinformasikan kegiatannya.
Namun secara implisit berdasarkan alasan terkait pengibaran bendera Bintang Kejora, ini adalah sebuah upaya perlawanan yang terjadi.
Sintaksis: - Stilistik:
Aneksasi. Aneksasi adalah pengambilan paksa tanah atau wilayah milik negara lain, (As’Ari, 2006:21). Kata ini digunakan untuk menunjukkan makna bahwa pada tahun 1963 NKRI telah mengambil alih wilayah Papua dengan paksaan. Harian Kompas:
13 Orang Ditangkap (OPMB Kibarkan Bintang Kejora Di Lapangan Theys)
“Pengibaran bendera bintang kejora terkait peringatan 1 Mei 1963, yang diyakini sebagai proses aneksasi Papua dalam NKRI.”
Peringatan, kata ini merupakan penjelasan dari sesuatu hal/peristiwa yang diperingati, yang dianggap sebagai hal penting untuk diingat.
Semantik:
Pada pernyataan ini, wartawan lebih menonjolkan tentang jumlah aparat, dengan menyebutkan jumlah personel yang dilibatkan dalam pengamanan 1 Mei “… 300 personel Polri dilibatkan,termasuk 30 anggota Brimob…”
Namun secara tidak langsung, pernyataan ini memberi arti bahwa untuk mengatasi orang Papua, dibutuhkan tenaga militer/dalam hal ini aparat dengan jumlah banyak. Persoalan lain, ada ketakutan dari pihak pemerintah gerakan ini akan berkembang dan mendapat dukungan internasional.
Secara yang dimaksudkan dalam konteks ini ialah pengamanan jalannya peringatan 1 Mei.
Sintaksis:
Penjelasan terkait jumlah personel oleh Kapolres kepada wartawan, menunjukkan pencitraan diri aparat yang cukup banyak dibanding lawan.
Stilistik: - “Kepala Polres Jayapura
Ajun Komisaris Besar Wantri Yulianto
menjelaskan, sekitar 300 personel Polri dilibatkan, termasuk 30 anggota Brimob Polda Papua, mengamankan kota Jayapura dan
sekitarnya.”
Retoris: -
“Mereka tersebar di
Lapangan Theys Hiyo Eluay, Bandara Sentani, SPBU, Kompleks Pertokoan, dan warung makan”
Semantik:
tempat-tempat ini. Dengan maksud agar, setiap orang yang masuk/keluar di tempat ini perlu diwaspadai dan diawasi setiap laku mereka. Selain itu, bagi masyarakat perlu waspada untuk melalui titik-titik pengamanan yang sudah ditetapkan.
Sintaksis:
Secara gambalang wartawan menginformasikan mengenai area titik pengamanan yang merupakan wilayah rawan konflik, karena bisa menjadi sasaran perusakan.
Stilistik: - Retoris:
Lapangan Theys Hiyo Eluay. Kata ini tidak hanya pada sub-tema tetapi dalam isi pemberitaan juga disebutkan beberapa kali untuk menjelaskan tempat. Sehingga terjadi pengulangan dalam menyebutkan nama Lapangan Theys Hiyo Eluay. Secara tidak langsung wartawan memberi pencitraan sendiri terhadap sosok Theys Eluay, yang merupakan tokoh pejuang kemerdekaan Papua. Pengibaran bendera yang terjadi di Lapangan Theys selain sebagai bentuk perlawanan juga sebagai bentuk penghormatan terhadap Theys Eluay, dimana di lapangan ini pula makam Theys berada.
Semantik: “Pengamanan tak hanya 1
Mei oleh OMPB, tetapi juga apel bersama peringatan hari integrasi dalam NKRI, pengamanan Komite
Sintaksis:
kegiatan, yakni upacara. Sedangkan Integrasi sendiri merupakan penyatuan atau penggabungan, (As’Ari, 2006:81).
Stilistik: - Nasional Papua Barat yang
bergerak ke kota Jayapura, 42 km dari Sentani dan menjaga keamanan dan ketertiban warga, kata
Yulianto.” Retoris: -
Semantik:
Doa adalah sebuah permohonan kepada Tuhan. Orang beriman atau orang beragama pasti memanjatkan Doa sebelum dan sesudah melakukan aktivitas sehingga apa yang boleh terjadi seturut dengan maksud Tuhan. “…dilanjutkan dengan pengibaran bendera…”, mengutip NN yang mengatakan”
“Makan tidak makan kami siap, mau panas atau hujan kami siap, mereka tidak tahu apa yang kami
rasa, ditangkap atau dibunuh kami siap.” Pengibaran bendera yang terjadi siang hari, tepat jam 13.15 WIT, merupakan waktu yang sudah direncanakan oleh pengibar, yang mana doa yang telah dipanjatkan dengan motto yang dipegang, pengibar dengan berani melakukan pergerakannya untuk menyampaikan perlawanan terhadap rezim berkuasa.
Sintaksis: - Stilistik: - “Doa bersama kelompok
OPMB itu berlangsung pukul 11.00 WIT, dilanjutkan dengan pengibaran bendera Bintang Kejora sekitar pukul 13.15 WIT”
Retoris: -
“Peserta adalah masyarakat biasa dan sebagaian besar dari Pegunungan Tengah
Semantik:
Pegunungan Tengah, Papua. Geografis Papua tidak hanya Lautan/Pesisir tetapi dibagi menjadi beberapa wilayah, yakni wilayah Pegunungan, Wilayah Pesisir dan Lembah. Dimana dalam sejarah orang Papua, pelanggaran HAM dan diskriminasi pemusnahan etnis Papua terbanyak di wilayah pegunungan. Kehadiran orang Pegunungan untuk melakukan pergerakkan perlawanan adalah suatu hal yang pantas untuk menuntut keadilan. Dalam konteks 1 Mei sebagai integrasi dalam NKRI digunakan sebagai waktu yang tepat untuk beraksi.
Sintaksis: - Stilistik: - Papua”
Retoris: -
Semantik:
Sintaksis:
Dalam pernyataan ini disebutkan kata ‘pelaku’, kata ini merujuk kepada individu/kelompok yang melakukan pengibaran. Selanjutnya ada kata ‘koordinator’, ini menjelaskan tentang individu/orang yang mengatur berlangsungnya pengibaran bendera.
“Polisi menangkap 13 pelaku pengibaran bendera bintang kejora, termasuk koordinator lapangan Darius Kogoya (23). Bintang Kejora berkibar beberapa detik sebelum polisi membubarkan paksa. Barang bukti ikut ditahan adalah busur, panah, bendera, dan tiang bendera. Mereka ditangkap dengan tuduhan pelaku tindakan makar.”
Stilistik:
Retoris:
Adanya penonjolan berita terkait barang bukti, yang merupakan alat tradisional Papua, yaitu busur dan Panah. Busur dan panah digunakan saat perang dan berburu. Bendera sendiri adalah bendera Bintanhg Kejora, yang dikibarkan. Kibaran bendera sebagai pesan perlawanan dan alat tradisional sebagai alat yang digunakan untuk melawan musuh/mangsa atau menjaga diri ketika berburu. Sedangkan dalam konteks Papua, berburu yang peneliti maksudkan adalah berburu hak sebagai sebuah bangsa.
Semantik:
Dalam pernyataan ini yang ingin ditonjolkan oleh wartawan terhadap khalayak adalah mengenai alasan para pelaku pengibarkan bendera. Dengan mengutip pernyataan dari Kapolres, secara langsung telah menjelaskan tentang himbauan aparat keamanan yang tidak diindahkan. Namun secara tidak langsung, wartawan juga ingin menampilkan apa makna dari pengibaran bendera sesuai dengan kognisi para tersangka.
“Belum ada status tersangka atau lainnya. Kami hanya mau minta keterangan secara intensif. Atas dasar apa mereka menaikan bintang kejora. Padahal kami sudah larang jauh hari sebelumnya, bahkan sejak pagi kami sudah larang, kata Yulianto.
Sintaksis:
“…keterangan secara intensif,” yang dimaksudkan dengan kata intensif adalah (secara) sungguh-sungguh; tekun; secara giat, (Burhani MS, 2006:221).
Stilistik:
Tersangka, kata ini untuk menerangkan pelaku (lihat analisis penjelasan sebelumnya).
Retoris: -
Semantik:
Dengan mengatakan aksi demo berada di dua tempat, yakni kota Jayapura oleh KNPB dan di Sentani oleh OMPB. Melalui pernyataan ini wartawan mengajak khalayak untuk memahami maksud kegiatan yang dilakukan oleh organisasi ini. Dalam sebuah organisasi, yang diperjuangkan adalah visi/misi organisasi tersebut. Sehingga dalam konteks pengibaran bendera bintang Kejora saat itu pun OMPB dan KNPB melakukannya atas nama organisasi mereka sebagai sebuah kelompok
yang memperjuangkan jati diri orang Papua. Sintaksis: -
“Aleks Kosay mengatakan, aksi demo itu berlangsung di dua tempat, yakni kota Jayapura oleh Komite Nasional Papua Barat dan OMPB di Sentani. Mereka menyampaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM. “Kami tidak menyampaikan aspirasi dengan kekerasan lagi, tetapi lebih menekankan aspek demokrasi dan
keterbukaan.” Caranya seperti itu. “Kami tidak mau rakyat Papua jadi korban lagi, katanya.”
Stilistik:
Retoris: -
Semantik:
Wartawan memberi informasi bahwa ada demo di Serui sejak pukul 09.00 WIT yang dipimpin oleh seorang yang mengaku sebagai gubernur transisi wilayah Saireri. Dengan wacana ini, wartawan menuntun khlayak untuk melihat adanya sebuah pemerintahan yang telah berlangsung dan sedang dalam masa peralihan. Juga secara tidak langsung wartawan menyampaikan bahwa ada suatu pemerintahan yang berlangsung di wilayah ini dan untuk mendukung dibukanya kantor ILWP di Amerika yang bagi masyarakat adalah hal baik dan bagi sebuah pemerintahan itu termasuk perpanjangan tangan atas pemerintahan (pro-kemerdekaan) maka Edison Kendi dengan bangga mengakui dirinya sebagai bagian dari pemerintahan tersebut, sebagai seorang pemimpin dan memiliki power. Hal ini pun, dengan melakukan pencitraan diri yang dilakukan, ini sebagai perlawan terhadap pemerintahan yang ada, seolah dengan menantang, dengan menunjukkan identitas diri sebagai seorang wakil gubernur dan pemerintahanya.
Sintaksis:
Dalam wacana ini, wartawan menggunakan kata “demo”, sebagai kata lain untuk menggantikan kata unjuk rasa.
Harian Cenderawasih Pos:
“50-an Bintang Kejora Berkibar di Serui”
“Informasi yang diterima Cenderawasih Pos, demo yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIT di panggung pelataran pantai Wombai, Serui dipimpin oleh Edison Kendi, yang mengaku sebagai wakil gubernur transisi wilayah Saireri”
Stilistik:
wacana ini menjelaskan tentang status dari pimpinan demo, yang sebagai wakil gubernur transisi wilayah Saireri. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan tentang suatu masa yang disebut peralihan. Peralihan yang dimaksud adalah, peralihan sebuah pemerintahan dalam mempersiapkan pemimpin yang baru di wilayah ini.
Retoris: -
Semantik:
Wacana ini menjelaskan bahwa antusiasme warga sangat besar dalam mengikuti demo yang berlangsung dalam rangka pembukaan kantor ILWP di Amerika. Dengan menunjukkan jumlah kampung, secara tidak langsung telah menggambarkan jumlah orang yang mengikuti aksi demo ini. Juga dengan menyebutkannya, wartawan memberikan citra positif terhadap mereka yang tergabung dalam aksi ini, dengan meninggalakan tempat tinggal mereka, bergabung untuk mendukung sebuah wadah baru bagi orang Papua dalam memperjuangkan keadilan dan perlawanan terhadap hak asasi orang Papua yang selama ini mengalami banyak ketidakadilan.
Sintaksis: -
Stilistik: - “Massa berkumpul pada
empat titik, yaitu Distrik Angkaisera berkumpul di Kampung Warari, Distrik Kosiwo dan Kampung Mariadei berkumpul di Stadion Marora Serui, Kampung Mantembu dan Distrik Pantura kumpul di Mantembu, kemudian Distrik Ambai dan Yapbhar
berkumpul di Kelurahan Tarau”
“Dalam orasinya, massa menuntut pembebasan tapol/napol Forkorus Yaboisembut dan Edison Worumi. Meminta
pemerintah Indonesia untuk mengakui adanya
pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua dan kepada masyarakat yang berada di wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen agar tidak mengikuti pemilu”
Semantik:
Forkorus Yaboisembut dan Edison Worumi merupakan tokoh kemerdekaan Papua yang mana dalam wacana ini wartawan menjelaskan status mereka sebagai Tahanan Politik. Dalam orasi yang dilakukan, tuntutan pembebasan dilakukan karena mereka adalah tokoh penting bagi orang Papua, dan memiliki pengaruh besar untuk menciptakan keamanan di Papua. Keduanya ditangkap terkait dengan peristiwa pada Kongres Papua Ke-III, tahun 2011.
apa yang mereka dapatkan.
Sintaksis: -
Stilistik:
“…Dalam orasinya…,”
Orasi = pidato (umum); pidato resmi di depan missal, (Burhani, MS, 2006:475).
Orasi Poliltik adalah pidato tentang masalah politik, ( As’Ari, 2006:140).
Tapol/Napol adalah Tahanan Politik/Narapidana Politik. Ini untuk menyebutkan aktor yang berperan sebagai tokoh utama dalam upaya kemerdekaan Papua (Free West Papua), yang saat ini adalah tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (LP). Dalam artian sebenarnya, Tapol (Tahanan Politik) adalah orang yang dipenjara atau ditahan karena melakukan aktivitas politik yang dinilai pemerintah mekanggar, (As’Ari, 2006:203)..
Retoris:-
“Bendera bintang kejora yang diusung warga seperti bendera biasa yang kerap dikibarkan dengan rata-rata ukuran bendera sekitar 2x3 dan 3x4 meter. “Bendera yang mereka bawa seperti ukuran bendera biasanya,” tuturnya.
Semantik:
sehingga tidak ada penonjolan tersendiri dan menunjukkan bahwa massa dengan latar belakang yang berbeda, walaupun sesama suku Papua, tetapi semuanya memiliki satu tujuan yang sama.
Sintaksis:
Usung. “… bintang kejora yang diusung warga ...”, Kata usung merupakan kata ganti dari membawa (mengangkat). Kenapa dalam kalimat ini tidak digunakan kata dikibarkan, tetapi diusung? Karena massa melakukan perjalanan jauh sambil mengangkat bendera dengan dikibar-kibarkan di udara sebagaimana sebuah panji diangkat oleh mereka yang hendak berperang/menangkan sebuah perlawanan.
Stilistik: -
Retoris: -
“Aston Situmorang
mengungkapkan, polisi sama sekali tidak melarang, justru polisi menfasilitasi. “Kondisi disini sempat sepi, lengang, tidak ada aktivitas, , mungkin warga khawatir, tapi aman,” jelasnya.
Semantik:
Sintaksis:
Lengang. Kata lengang merupakan kata ganti untuk menjelaskan suasana yaitu, sunyi sepi, tidak ramai; tidak banyak orang.
Stilistik: -
Retoris: -
Semantik:
Pernyataan Kapoda sebagai latar pembenaran dari peristiwa yang terjadi bahwa berlangsung dengan damai dan aman. Sebagai narasumber yaitu Kapolda yang juga sebagai aktor pemerintah yang berperan penting dalam mengkoordinir keamanan di daerah Papua. secara tidak langsung wartawan sebagai komunikator memberikan pencitraan terhadap institusi ini sebagai aktor pemerintah yang berhasil mengendalikan demo massa dengan jumlah banyak, sehingga berlangsung dengan aman.
Dengan durasi waktu yang cukup lama sekitar empat jam lebih, sebuah simbol yang dipakai sebagai bentuk perlawanan yakni bendera Bintang Kejora berkibar di langit Papua dengan aman. Dimana kebenaran ini disampaikan berdasarkan informasi yang diwacanakan oleh wartawan dan secara tidak langsung, hal ini mencitrakan sebuah perlawanan yang tidak harus selalu berkahir dengan duka.
Sintaksis: - “Kabid Humas Polda Papua
AKBP Drs. Johannes Nugroho Wicaksono dalam pesan singkat membenarkan adanya aksi unjuk rasa ribuan warga sambil membawa bendera Bintang Kejora. “Aksi demo mereka berjalan damai dan aman. Demo berlangsung pukul 09.00 – 13.00 WIT.”
Retoris: -
5.4 Refleksi Dari Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan dengan menganalisa dua buah berita dari dua media massa yang berbeda, yakni Harian Kompas dan Harian Cenderawasih Pos ini menghasilkan sebuah refleksi singkat dari peneliti terkait dengan wacana yang dibangun dari kedua media tersebut. Harian Kompas yang merupakan media nasional dan tersebar hampir di seluruh pelosok NKRI tentunya dalam mewacanakan sebuah berita, lebih mengedepankan ideloginya sebagai media massa nasional. Demikian pula dengan Harian Cenderawasih Pos yang merupakan sebuah media lokal di provinsi Papua, tentunya memiliki ideologi yang berbeda pula dengan media massa lainnya, yang dalam hal ini adalah Harian Kompas.
Ada beberapa hal yang menjadi perbedaan penting dari analisis yang dilakukan oleh peneliti terkait konstruksi media tentang wacana pengibaran bendera Bintang Kejora. Dalam NKRI bendera Bintang Kejora sebagai symbol identitas/budaya orang. Hal ini terkuak dalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.2 sedangkan dalam konteks Papua sekarang ini, bendera Bintang Kejora digunakan sebagai media protes/gerakan perlawanan yang dilakukan melalui aksi unjuk rasa disertai pengibaran bendera yang dilakukan dalam konteks HUT Papua, integrasi dalam NKRI dan bahkan setiap pendirian organisasi yang menjadi perpanjangan tangan orang Papua menuju kemerdekaan.
Dalam pemberitaanya, kedua media massa ini tentunya melihat persoalan yang terjadi, dan dalam konteks apa barulah mulai mendekati pihak yang berkaitan dengan peristiwa tersebut untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Demikian beberapa hal yang menjadi bangunan wacana dari kedua media massa ini, yaitu: Pertama, terkait dengan perlakuan atas peristiwa yang berkaitan dengan tema, Kompas memberi tema “13 Orang Ditangkap (OMPB Kibarkan Bintang Kejora di Lapangan Theys Eluay), dan Cenderawasih Pos memberi tema “50-an Bintang Kejora Berkibar di Serui.” Hal ini merupakan kedua peristiwa yang sama, yakni pengibaran bendera Bintang Kejora hanya saja beda konteks, yaitu peringatan integrasi Papua dalam NKRI dan dukungan warga atas dibukanya kantor ILWP di Amerika. Karenanya dapat dikatakan bahwa sekalipun kedua berita ini adalah penting, tapi untuk menarik khalayak (pembaca) ada fokus
tersendiri yang diutamakan wartawan sebagai pembuat berita, yang mana statusnya wartawan terikat dengan ideologi media tempat ia bernaung. Misal, Harian Kompas yang menempatkan prinsip kemanusiaan, yang ditanamkan oleh pendirinya. Hal ini dapat dilihat pada kalimat “Amanat Hati Nurani Rakyat,” dimana Kompas ingin setiap pemberitaanya benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, yakni memanusiakan manusia dengan basis Ilahi (humanisme transedental).3Kedua, terkait dengan atribut sosial dari narasumber (aktor) dari wacana yang dibangun, yang mana dominasi aktor berperan penting bagi wartawan dalam wacana yang dibangun oleh wartawan, sehingga wacana yang disampaikan secara eksplisit adalah peristiwa yang terjadi di lapangan dan secara implisit dari pernyataan narasumber. Dengan demikian wartawan tidak memihak atau pro pada salah satu pihak. Baik wartawan Harian Kompas maupun Harian Cenderawasih Pos, seperti yang dikutip dalam wawancara sebelumnya, yang menyatakan:
“Kalau jadi wartawan Kompas tuh begini, jadi ada aturan main yang harus kita lakukan, diantaranya yaitu tidak memihak. Kalau ada satu persoalan, kalau bisa jangan
menanyakan satu pihak saja, tapi kalau bisa semua pihak yang tersangkut dengan masalah itu, kita dekati sehingga fungsi kita adalah menjelaskan duduk soal, “ – James
Luhulima
Hanya saja, Kompas lebih banyak menjadikan aparat (Kapolres) sebagai aktor pemerintah untuk menjadi narasumber dalam memberikan pernyataan, lain hal dalam wacana Cepos terkait bendera Bintang Kejora yang berkibar di Serui, pernyataan lebih didominasi oleh pihak LSM, dari awal kegiatan hingga berakhirnya proses demo massa tersebut.
Ketiga, terkait dengan identifikasi masalah dan cara penyajian berita, dimana kedua media massa ini, walaupun ada perbedaan antara status lokal dan nasional, tapi alur yang disampaikan cukup asyik untuk diikuti bak sebuah cerita yang disampaikan secara rinci oleh seorang komunikator. Walaupun pada sisi tertentu disampaikan secara implisit agar pendapat wartawan tidak dimunculkan secara gamblang dalam menjelaskan latar belakang persoalan yang terjadi. Kedua berita ini lebih kepada masalah politik dan hukum. Namun secara tidak langsung, dari wacana yang dibangun, persoalannya lebih menjurus kepada berbagai aspek dalam masyarakat, seperti aspek ekonomi yakni mengenai kesejahteraan.4 Terkait pengibaran bendera Bintang Kejora oleh orang Papua
3 Vinsensius.info/index.php/2011/12/beberapa-segi-sejarah-kecil-kelompok-kompas-gramedia/-Diunduh tanggal
11/9/2014-Pukul 11.30 WIB. 4
sebagai simbol perlawanan terhadap rezim yang berkuasa, Kompas memandang ini sebagai sebuah hal yang rumit.5
“Nah, kalo ngomong Papua itu rumit. Jadi kalo kita dengar Papua, kita agak hati‐
hati, artinya gak cepat masuk karena persoalannya bukan persoalan sederhana” – James
Luhulima.
Keempat, tentang bagaimana perspektif wartawan terhadap berita terkait dengan pihak/aktor yang bersalah dalam wacana. Dalam wacana Kompas, pihak bersalah adalah para pengibar bendera Bintang Kejora dimana wartawan tidak menjelaskan secara detail nama pengibar tapi menyebutkan nama koordinator dari para pelaku dan mencantumkan berbagai pernyataan dari narasumber (Kapolres) untuk menampilkan latar belakang pelaku. Kapolres lebih dominan sebagai aktor dalam wacana yang dimuat oleh Kompas, sedangkan dalam wacana Cenderawasih Pos, tidak ada pihak yang dijadikan tersangka atau yang bersalah dalam peristiwa yang terjadi. Tetapi muncul aktor yang mengaku sebagai gubernur transisi dan letak penonjolan berita ini, walaupun dikatakan aman dan terkendali tetapi ada ancaman bagi pemerintah tentang sosok “gubernur transisi”, yang secara tidak langsung menjelaskan adanya peralihan sebuah pemerintahan didalam pemerintahan yang sah. Dengan demikian, bentuk perlawanan tidak hanya dengan pengibaran bendera tetapi adanya aktor yang hadir didalam peristiwa tersebut sebagai ancaman dalam perlawanan.
5