ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN ATAU PERLINDUNGAN: TERMOREGULASI PADA NY. K DI RUANG
DAHLIA RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh : Nur Khoiriyah Solikhin
A01301796
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
iv
Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
KTI, 06 Agustus 2016
Nur Khoiriyah Solikhin1, Sawiji2, S.Kep, Ns., M.Sc
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN ATAU PERLINDUNGAN: TERMOREGULASI PADA NY. K DI RUANG
DAHLIA RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Latar Belakang: Karya tulis ilmiah ini berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan yang menyatakan pemenuhan kebutuhan keamanan atau perlindungan: termoregulasi
Tujuan umum: Penulisan karya tulis ilmiah yaitu untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan masalah pemenuhan kebutuhan keamanan atau perlindungan pada klien dengan ketidakefektifan termoregulasi.
Asuhan Keperawatan: Masalah keperawatan yang muncul yaitu ketidakefektifan
termoregulasi dengan suhu 36,2o C dan badan panas 2 hari sebelum masuk rumah
sakit dan 2 hari pada awal dirawat di RS. Intervensi dan di implementasikan
mengatasi ketidakefektifan termoregulasi yaitu management termoregulation,
mengukur vital sign, mengambil semple darah, memberikan antipiretik, mengganti cairan infus, memonitor trombosit dan hemoglobin, melakukan tepid
sponge. Pada evaluasi klien mengatakan masih lemas. Data obyektif yang didapat
yaitu tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 68 x/menit, respiratory rate 20 x/menit,
suhu 36,6oC, hasil trombosit 112.000/uL dan hemoglobin 14.6 g/dL. Kondisi klien
sudah stabil. Masalah ketidakefektifan termoregulasi teratasi.
Kata kunci: termoregulasi, tepid sponge, asuhan keperawatan
_________________________________________________________________ 1.
Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong 2.
v
Diploma III of Nursing Program
Muhammadiyah Health Science Institute Of Gombong
Nursing Care Report, 06 August, 2016
Nur Khoiriyah Solikhin1, Sawiji2, S.Kep, Ns., M.Sc
ABSTRACT
NURSING CARE OF MEETING THE SECURITY OR PROTECTION: TERMOREGULATION FOR NY.K IN THE REGIONAL GENERAL
HOSPITAL DAHLIA Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Background: This scientific paper is based on data obtained from various sources of literature that states meet the needs of security or protection: thermoregulation. A common goal: The writing of a scientific paper is to provide an overview of nursing care with fulfillment issues of security or protection on the client with the ineffectiveness of thermoregulation.
Nursing Care: Nursing problems that arise are ineffective thermoregulation with
36,2o C temperature and body heat 2 days before entering the hospital and 2 days
at the start treated in hospital. Intervention and implemented to overcome the ineffectiveness of thermoregulation which termoregulation management, measuring vital signs, taking blood Semple, giving antipyretics, replacing intravenous fluids, monitoring of platelet and hemoglobin, perform tepid sponge. On the evaluation of the client says is still weak. Objective data were obtained are blood pressure 140/70 mmHg, pulse 68 x/minute, respiratory rate 20 x/min, the temperature 36,6o C, the result of 112.000 platelets/uL and hemoglobin 14.6 g/dL. The client's condition is stable. Thermoregulation ineffectiveness problem is resolved.
Keywords: Thermoregulation, Tepid Sponge, Nursing Care
_________________________________________________________________ 1.
Student Diploma III Of Nursing Program Muhammadiyah Health Science Institute Of Gombong
2.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, dan karunia sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Keamanan atau Perlindungan: Termoregulasi pada Ny. K
di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen”.
Karya tulis ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapat gelar pendidikan ahli madya Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Gombong. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya
karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, untuk ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Rasulullah Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia dari
zaman kebodohan menuju zaman berilmu
2. Bapak M. Madkhan Anis, M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Gombong
3. Direktur RSUD Dr. Soedirman Kebumen selaku Pihak Rumah Sakit
4. Sawiji, S.Kep, Ns., M.Sc selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
Muhammadiyah Gombong dan sekaligus pembimbing yang memberikan
saran, arahan dan motivasi dalam penyusunan karya tulis ini
5. Podo Yuwono M.Kep., CWCS selaku Penguji Sidang dan sekaligus dosen
terkeren STIKES Muhammadiyah Gombong
6. Ike Mardiati A, M.Kep.Sp.Kep.J selaku Pembimbing Akademik Program
Studi DIII Keperawatan Muhammadiyah Gombong
7. Rasa Eny S.Kep., Ns selaku Penguji Klinik RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Ruang Dahlia
8. Bapak Ahmad Solikhin dan Ibu Sumarni selaku kedua orang tua yang selalu
menyemangati dan mengajariku tentang sebuah arti tanggung jawab dan
vii
9. Klien Ny.K dan keluarga yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk merawatnya
10.Seniorku Windra Bangun Sucipto dan Nur Falasifah yang telah memberikan
dukungan, semangat, motivasi dan do’a untuk kesuksesanku
11.Teman-teman khususnya kelas 3B Mahasiswa STIKES Muhammadiyah
Gombong yang saya sayangi, yang telah berjuang bersama-sama, memberikan
dukungan, semangat dan membantu dalam penusunan karya tulis ilmiah ini
12.Teman-teman seperjuangan D III Keperawatan Mahasiswa STIKES
Muhammadiyah Gombong yang telah berjuang bersama-sama.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga karya
tulis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Gombong, 06 Agustus 2015
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Termoregulasi ... 6
B. Penanganan Pasien Demam ... 8
C. Tindakan Inovasi Keperawatan ... 10
BAB III RESUME KEPERAWATAN A. Pengkajian ... 11
B. Analisa Data ... 14
C. Intervensi, Implementasi, Evaluasi ... 15
BAB IV PEMBAHASAN A. Asuhan Keperawatan ... 21
B. Analisa Inovasi Tindakan Keperawatan ... 33
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 35
B. Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis
dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara
itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 World Health
organization (WHO) mencatat Negara Indonesia sebagai Negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Brazil, dari seluruh kunjungan
ke fasilitas kesehatan, terdapat sekitar 19-30% menderita Demam.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kejadian demam yang
dihubungkan dengan infeksi mencapai 29-52%, demam dengan keganasan
11-20%, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12% dengan penyakit lain
(WHO, 2009).
Fanani (2009) mengatakan demam berdarah dengue atau dengue
hemorrhagic fever (DHF) yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengan spektrum manifestasi klinis aneka ragam. Demam
berdarah dengue merupakan penyakit yang sering ditemukan di daerah
tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Demam
berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti. Demam
umumnya berlangsung sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam
yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam.
Salawati, Astuti, dan Nurdiana (2010) menyatakan bahwa penyakit
DBD ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Kasus penyakit
2
Rerung (2015) menyatakan di Indonesia DBD telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 41 terakhir sejak 1968 sampai tahun 2009.
Sementara untuk tahun 2006 kasus DBD terdapat 2.426 kasus (22,6%),
angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) 0,7% dengan kelompok
penduduk yang terbanyak terserang adalah pada kelompok usia anak
sekolah (5-14 tahun) sebesar 55%, kemudian pada kelompok usia
produktif (15-44 tahun) sebesar 25%, kelompok usia balita (1-4tahun)
sebesar 16% dan usia diatas 45 tahun serta kelompok dibawah 1 tahun
masing-masing sebesar 2%.
Rohmani dan Tyas (2012) menemukan total kasus DBD di Semarang
pada tahun 2009 jumlah penderita DBD sebanyak 3883 kasus, pada 2010
ini naik menjadi 4642 kasus. Jumlah penderita penyakit demam berdarah
dengue (DBD) di Semarang tahun 2010 mengalami peningkatan cukup
signifikan dibanding periode tahun 2009. Dalam hal ini semarang
menduduki peringkat pertama di jawa tengah. Pasien yang terinfeksi virus
dengue akan terjadi respon berupa demam tinggi diatas 37,5o C dan sekresi
mediator vasoaktif yang berakibat peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dan perembesan cairan ke ekstravaskuler (plasma leakege), sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Gejala klinis pada pasien DBD yang paling mendominasi adalah
demam dimana gejala ini dialami oleh 44 pasien dari total 46 pasien
(95,65%) yang dirawat di RS Universitas Hasanudin tahun 2014, diikuti
dengan keluhan mual (92,8%), dan menggigil (46,7%). Gejala tersebut
sesuai dengan gejala umum pada penyakit infeksi virus seperti demam,
sakit kepala, mual-muntah dan nyeri sendi. Berdasarkan keadaan pasien
saat keluar dari rumah sakit diperoleh sebanyak 89,13% atau 41 pasien
dari 46 pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan membaik, sedangkan
8,69% atau 4 pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan sembuh serta
terdapat 1 pasien yang keluar dari rumah sakit secara paksa dan tidak
3
bahwa penanganan yang tepat dan cepat akan memperkecil terjadinya
resiko yang tidak diinginkan seperti kematian (Rerung, 2015).
Dampak yang ditimbulkan oleh demam atau hipertermia dapat berupa
penguapan cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan
cairan dan kejang. Perawat sangat berperan untuk mengatasi demam
melalui peran mandiri maupun kolaborasi. Untuk peran mandiri perawat
dalam mengatasi demam bisa dengan melakukan kompres. Kompres
adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh bila
mengalami demam. Kompres menggunakan es sudah tidak dianjurkan
karena pada kenyataanya demam tidak turun bahkan naik dan dapat
menyebabkan menggigil dan kebiruan. Metode kompres yang lebih baik
adalah kompres tepid sponge (Maling, 2012).
Kusumawati (2015) mengatakan penanganan demam terbagi menjadi
dua tindakan yaitu tindakan farmakologis dan non farmakologis. Tindakan
farmakologis yaitu pemberian obat sebagai penurunan demam atau yang
sering disebut dengan antipiretik. Tindakan non farmakologis adalah
tindakan penurunan demam dengan menggunakan terapi fisik seperti
menempatkan pasien diruang bersuhu dan bersikulasi baik, mengganti
pakaian dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, memberikan
hidrasi yang adekuat dan memberikan kompres. Tepid Sponge merupakan
tindakan untuk menurunkan suhu tubuh saat demam yaitu dengan
mengelap sekujur tubuh dengan air hangat menggunakan waslap, dan
dengan mengkompres pada bagian tubuh tertentu yang memiliki pembuluh
darah besar.
Kompres tepid sponge merupakan teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial
dengan seka. Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya di suatu
tempat saja, melainkan langsung dibeberapa tempat yang memiliki
pembuluh darah besar. Selain itu masih ada perlakuan tambahan yaitu
dengan memberikan seka dibeberapa area tubuh sehingga perlakuan yang
4
dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan tepid sponge yang
langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke
hipotalamus dengan lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan
mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer akan memfasilitasi
perpindahan panas dari tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin
mempercepat penurunan suhu tubuh. Rata-rata penurunan suhu tubuh saat
demam yang mendapatkan terapi antipiretik ditambah tepid sponge
sebesar 0,53o C dalam waktu 30 menit. Sedangkan yang mendapatkan
terapi tepid sponge saja rata-rata penurunan suhu tubuh sebesar 0,97o C
dalam waktu 60 menit. Pada hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat
disimpulkan pada tingkat signifikan 5% terbukti ada pengaruh kompres
tepid sponge terhadap penurunan suhu pada pasien demam. Hal ini
membuktikan bahwa tepid sponge efektif dalam membantu menurunkan
suhu tubuh saat mengalami demam. Hasil penelitian yang dilakukan
didapatkan bahwa suhu tubuh pada pasien setelah pemberian kompres
tepid sponge rata-rata mengalami penurunan sebesar 1,4o C dengan waktu
yang diperlukan untuk kompres selama 20 menit (Maling, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya ilmiah ini adalah untuk
mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Keamanan atau Perlindungan: Termoregulasi pada Ny.K di Ruang
Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian klien dengan pemenuhan kebutuhan
keamanan atau perlindungan: termoregulasi pada Ny.K di ruang
dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan klien dengan pemenuhan
kebutuhan keamanan atau perlindungan: termoregulasi pada Ny.K
5
c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan dengan pemenuhan
kebutuhan keamanan atau perlindungan: termoregulasi pada Ny.K
di ruang dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan dengan pemenuhan
kebutuhan keamanan atau perlindungan: termoregulasi pada Ny.K
di ruang dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
e. Mendiskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pemenuhan
kebutuhan keamanan atau perlindungan: termoregulasi pada Ny.K
di ruang dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
f. Mendeskripsikan analisa tindakan tepid sponge pada klien dengan
pemenuhan kebutuhan keamanan atau perlindungan: termoregulasi
pada Ny.K di ruang dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
C. Manfaat
1. Manfaat Keilmuan
a. Menjadi wacana dan bahan masukan dalam proses belajar
mengajar tentang pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan pemenuhan termoregulasi.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi klien dan keluarga sebagai media informasi tentang demam
dan cara penanganan pada klien dengan demam.
b. Sebagai bahan masukan bagi perawat dalam menentukan tindakan
preventif dengan memberikan penyuluhan terkait dengan demam
berdarah.
c. Tepid Sponge dapat digunakan sebagai tindakan pilihan pertama
37
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Chris. (2008). Churchill Livinguone’s mini encyclopaedia of nursing, Hartono, Andry. (2009) (alih bahasa). Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Handbook of Pathophysiology (3th ed.). Budhi, Nike. (2009) (Alih Bahasa). Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E., and Mary, Frances M. (2010). Nursing diagnosis manual:
planning, individualizing, and documenting client care (3 th ed.), Angelina,
B., et al. (2014) (alih bahasa), Jakarta: EGC.
Fanani, Ahmad. (2009). Kamus Kesehatan. Yogyakarta: Citra Pustaka.
Fraser, M Diane., and Margaret, A.C. (2009). Myles textbook for midwives (14 th
ed.), Rahayu, Sri. (2009) (alih bahasa), Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather., and Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc.
Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017(10th
ed.),Anna, B Keliat. (2015)(alih bahasa), Jakarta: EGC.
Keliobas, Ali A. (2015). Perbandingan Keefektifan Kompres Tepid Sponge dan Kompres Air Hangat terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak Demam
Tifoid dengan Hipertermi di RSUD Sukoharjo. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kozier., Berman., Snyder., and Erb. (2008). Fundamentals of Nursing Conceot
Process and Practice (8th ed.), New Jersey: Pearson Education.
Kusumawati, Tri. (2015). KTI Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Termoregulasi Pada An. N Di Ruang Melati RSUD dr. Soedirman
Kebumen. STIKES Muhammadiyah Gombong.
Kusyati, E., Yunani., Wahyuningsih, RD., Hartana, A., dan Fauziyah, Nur.
(2012). Ketrampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar
(2th ed.). Jakarta: EGC.
Lestari, Keri. (2007). Epidemiologi dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Indonesia. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Jatinangor.
38
Price, Sylvia.A, and Wilson, L.M. (2006). Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processes (6th ed.), Hartono, H et al. (2006) (Alih Bahasa),
Jakarta: EGC.
Rerung, Kurniasary A. (2015). Skripsi Karakteristik Penderita Demam Berdarah
Dengue pada Dewasa Di Rumah Sakit. Universitas Hasanuddin.
Riandita, Amarilla. (2012). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Demam Dengan Pengelolaan Demam Pada Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
Rohmani, A, dan Tiyas, Merry A. (2012). Pemakaian Antibiotik Pada Kasus
Demam Berdarah Dengue Anak Dirumah Sakit Roemani Semarang
Tahun 2010. LPPM UNIMUS.
Salawati, T., Astuti, R., dan Nurdiana, H. (2010). Kejadian Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Faktor Lingkungan Dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk Vol 6 No 2 Tahun 2010.
Sreekanth, K ., dan Sharif, S S. (2015). Adjuvant Non Phamacotherapy With Tepid Sponging With Bath Warm Water To Reduce Duration and Severity
of Viral Fever Vol 5.
Suriadi dan Yuliani, R. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Wilkinson, Judith M., and Ahern, Nancy R. (2011). Prentice Hall Nursing
Diagnosis Handbook (9th ed.), Wahyuningsih, E. (2011) (Alih Bahasa).
Jakarta: EGC.
World Health Organization. (2009). Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
LAPORAN PENDAHULUAN
DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)
DI RUANG DAHLIA RSUD. DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
Disusun Oleh:
NUR KHOIRIYAH SOLIKHIN A01301796
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
A. Definisi
Demam berdarah dengue atau Dengue haemorrhagic fever (DHF)
ialah penyakit yang terdapat pada anak atau dewasa dengan gejala utama
demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari
pertama. Uji tourniquet akan positif dengan atau ruam disertai beberapa
atau semua gejala perdarahan seperti petekie spontan yang timbul
serentak, purpua, ekimosis, epitaksis, hematemesis, melena,
trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang,
hematrokit meningkat, dan gangguan malnutrisi megakariosit (Guyton,
2006).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer, 2007)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I–IV dengan infestasi
klinis dengan5–7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan
angka kematiannya cukup tinggi (Corwin, 2009).
B. Etiologi
1. Virus dengue
Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel–sel
mamalia, maupun sel– sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2. Vektor : nyamuk aedes aegypti yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk
aedes albopictus, aedes polynesiensis, infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindunganterhadap serotipe jenis yang
lainnya (Arief Mansjoer 2007).
3. Host : pembawa yaitu jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk
tetapi tidak sempurna, sehinggaia masih mungkin untuk terinfeksi
virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
C. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF)
dibagimenjadi 4 tingkat yaitu :
1. Derajat I :
Panas 2– 7 hari, gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2. Derajat II :
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala–gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III :
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20
mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan
sistolik dibawah 80mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > -
140mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak
biru.
D. Manifestasi Klinik
1. Demam tinggi mendadak (suhu > 39⁰C) berlangsung terus menerus
dan menetap selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena.
3. Anoreksia, mual, muntah.
4. Nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala
5. Malaise
6. Nyeri epigastrik
8. Trombositopenia
9. Syok: nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, akral dingin, kulit
lembab dan dingin, gelisah.
10.Hepatomegali
E. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan
mengalami keluhan dan gejala karena viremia,seperti demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya
ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial
seperti pembesaran – pembesaran kelenjar – kelenjar getah bening, hati
dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di
bawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat
penyakit dan membedakan DF dan DHF adalah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena penglepasan zat anafilaktosin,
histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat
ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini berakibat berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat
permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada
pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih
dari 30%.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan
dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga
peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopsi ternyata melebihi
jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera diatasi dapat berakibat anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis
setelah pemberian plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan
pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang
destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan
farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah
pedarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama
dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem
koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit.
Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi
trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti
dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
sistem koagulasi disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktivitas sistem koagulasi.
Masakah tidaknya DIC pada DHF / DSS, terutama pada pasien dengan
perdarahan hebat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan. Telah
terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF
tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol
dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk
dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka renjatan akan memperberat
F. Phatway Arbovirus (nyamuk
aedes aegypty )
Beredar dalam
aliran darah Infeksi virus dengue
Perubahan hipotalamus
Mengaktivasi system komplemen
Membentuk& Melemaskan sel C3a C5a
Hipertermi
Peningkatan reabsorbsi Na dan H2O
Permeabilitas membrane Resiko Syok
Hipovolemik
Efusi Pleura Hematomegali Ascites
Resiko Ketidak
Efektifan Pola Nafas Mual dan Muntah
G. Komplikasi
1. Perdarahan
Disebabkan infeksi virus dengue sehingga terjadi depresi sumsum
tulang selanjutnya terjadi trombositopenia.
2. Efusi pleura
Akibat terjadinya kebocoran plasma, pada paru terjadi pengumpulan
cairan dalam rongga pleura, asites masuknya cairan dalam rongga
peritoneum.
3. Renjatan syok
Terjadi karena rusaknya kapiler akibat infeksi virus, dinding kapiler
permeabilitasnya meningkat, cairan intravaskuler berpindah ke
ekstravaskuler sehingga volume plasma darah menurun, terjadi
hemokonsentrasi, sirkulasi darah terganggu, jaringan kekurangan
nutrisi dan terjadilah syok.
4. DSS/Dengue Shock Syndrome
Renjatan atau syok terjadi apabila terjadi hipovolemia akibat
menghilangnya plasma. Akibat renjatan akan timbul anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan terjadi kematian dari penderita DHF.
H. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot,
pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas,
mual, dan nafsu makan menurun.
b. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain
sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang
bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih
seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang
jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar
ronchi, krakles.
b. Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta
pada grade IV dapat trjadi DSS
c. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositopeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi,
nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur.
d. Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada
epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang,
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat
hematemesis, melena.
e. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
f. Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat
positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan darah akan dijumpai:
a. Trombosit menurun (trombositopenia)
b. Leukosit menurun (leukopenia)
c. Hemoglobin meningkat: lebih dari 20%
d. Hematokrit meningkat: lebih dari 20%
e. IgG Dengue: positif
f. IgM Dengue: positif
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Hasil pemeriksaan darah: hipoproteinemia, hiponatremia,
hipokalemia.
i. Pada pemeriksaan AGD: terdapat asidosis metabolik CaCO2<
30-40 mmHg; HCO3).
j. Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap
jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ),
Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
2. Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria ringan.
3. Foto thorax: terdapat pleura effusion
4. USG: Hepatomegali, dan splenomegali
J. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi virus dengue.
2. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan
factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ).
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan berpindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4. Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
5. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang akibat anoreksia, mual,
K. Rencana Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi virus dengue.
NOC:
1. Suhu tubuh dalam batas normal (36 – 37 oC).
2. Klien mengatakan tidak demam lagi.
3. Nyeri otot hilang
NIC:
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien dan adanya
peningkatan suhu tubuh.
2. Beri kompres dingin.
Rasional: Membantu menurunkan panas dengan konduksi.
3. Anjurkan klien banyak minum 2-3 liter/hari jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
meningkat maka harus diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.
4. Anjurkan untuk memakai baju tipis.
Rasional: Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
5. Anjurkan untuk bedrest.
Rasional: Karena aktivitas yang banyak dapat menyebabkan
peningkatan suhu tubuh.
6. Beri penjelasan mengenai penyebab demam/peningkatan suhu.
Rasional: Membantu pasien dan keluarga untuk mengurangi
kecemasan.
7. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antipiretik.
Rasional: Membantu menurunkan suhu tubuh.
2. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan
factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni )
1. Jumlah trombosit meningkat 150.000/uL – 450.000/uL, dan Ht
42 – 53%.
2. Tidak ada perdarahan seperti ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena, hematuri.
NIC:
1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda
klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya
kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
2. Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami pasien.
3. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan.
4. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan
jika ada tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk
penaganan dini bila terjadi perdarahan.
5. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap
selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan berpindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
NOC:
1. TTV dalam batas normal (TD: 100/70 mmHg-120/80 mmHg, Nadi
: 60-100 x/m.
2. Input dan output seimbang
3. Trombosit 150.000 - 450.000/mm3, Ht 42 - 53%.
4. Tidak ada tanda presyok
5. Capilarry refill < 3 detik
NIC:
1. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional :Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan
intravaskuler
2. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
3. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ
diduga dehidrasi.
4. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
5. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk
mencegah terjadinya hipovolemic syok.
4. Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
NOC:
1. Tidak terjadi syok hipovolemik
2. Tanda Vital dalam batas normal
NIC:
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan
terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui
2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok / syok
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka
tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat
dan tepat dapat segera diberikan.
4. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara hebat.
5. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
5. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang akibat anoreksia, mual,
muntah.
NOC:
1. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
2. Klien mampu menghabiskan makan sesuai porsi yang diberikan.
3. Klien tidak mengeluh mual dan muntah, nafsu makan meningkat
NIC:
1. Kaji kebiasaan makan klien di rumah.
Rasional: Untuk mengetahui pola makan klien.
2. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional: Mengurangi resiko terjadinya muntah.
3. Berikan makanan dalam keadaan hangat.
4. Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan tehnik relaksasi
(nafas dalam) bila ada mual.
Rasional: Tehnik napas dalam dapat merelaksasi otot-otot
diafragma sehingga dapat mengurangi mual.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiemetic
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. Handbook of pathophysiology. Ahli bahasa: N.B. Jakarta: EGC.
Guyton, A. C dan Hall, J. E. 2006. Textbook Of Medical Physiology. Philadelphia:
W. B Saunders
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1 dan 2.
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
TENTANG DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER)
Disusun Oleh : NUR KHOIRIYAH S
(A01301796)
DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
TENTANG (DHF) DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER
Dengan mengucapkan Bismillahirrohmannirrohim
Satuan Acara Pembelajaran ini telah di terima dan di sahkan pada:
Hari :
Tanggal :
Waktu :
Pembimbing
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
TENTANG (DHF) DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER
Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan managemen kesehatan
Bidang Studi : Pendidikan Kesehatan
Topik : Mengenal DHF
Sub topik : Mempelajari tentang DHF dan cara perawatannya
Sasaran : Keluarga Ny. K
Hari/Tanggal : Sabtu, 11 Juni 2016
Jam : 10.00 WIB
Tempat : Ruang Dahlia
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakuan pendididkan kesehatan selama 1x 25 menit diharapkan
klien dapat menjelaskan tentang perawatan penyakit DHF dengan benar.
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mengikuti penyuluhan selama 25 menit, diharapkan keluarga dan
klien mampu:
a. Menyebutkan pengertian penyakit DHF dengan benar
b. Menjelaskan penyebab penyakit DHF dengan benar
c. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit DHF dengan benar
d. Menjelaskan komplikasi penyakit DHF dengan benar
e. Menjelaskan perawatan penyakit DHF dengan benar
f. Menjelaskan pencegahan DHF
g. Menjelaskan pencegahan DHF
h. Mendemonstrasikan cara perawatan penyakit DHF : Kompres tepid
3. Materi Terlampir
4. Metode
1. Diskusi
2. Tanya Jawab
5. Media Dan Sumber
1. Media : Lembar balik, lefleat dan Peralatan Tepid Sponge sesuai SPO
2. Sumber :
Corwin, E. J. Handbook of pathophysiology. Ahli bahasa: N.B. Jakarta:
EGC.
Guyton, A. C dan Hall, J. E. 2006. Textbook Of Medical Physiology.
Philadelphia: W. B Saunders
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1 dan
2. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
6. Kegiatan Pembelajaran
NO WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAN
KELUARGA
1 3 menit Pembentukan :
Memberikan salam
Menjelaskan tujuan penyuluhan
Menjelaskan materi dan pokok
bahasa yang akan di sampaikan
Memjawab salam
penyakit DHF dengan benar
penyakit DHF dengan benar
c. Menjelaskan tanda dan gejala
penyakit DHF dengan benar
d. Menjelaskan komplikasi
penyakit DHF dengan benar
e. Menjelaskan perawatan
penyakit DHF dengan benar
f. Menjelaskan pencegahan
DHF
g. Mendemonstrasikan cara
perawatan penyakit DHF:
Kompres tepid sponge dengan
benar
3 4 menit Evaluasi :
Mengulang kembali dengan memberi
pertanyaan pada masing-masing
anggota keluarga tentang DHF atau
demam berdarah dengue
Menguncapakan terima kasih dan
kontrak waktu lagi untuk melakukan
implememtasi dan evaluasi
a. Materi sudah dipersiapkan sebelum penyuluhan
b. Media sudah siap sebelum penyuluhan
2. Evaluasi Proses
a. Klien dan Keluarga memperhatikan penjelasan penyaji 80%
b. Klien atau Keluarga aktif bertanya dan memberikan pendapat 75%
c. Media sudah dapat digunakan secara efektif 85%
3. Evaluasi Hasil
a. Klien dan keluarga mampu menyebutkan pengertian penyakit
DHF dengan benar 90%
b. Klien dan keluarga mampu menyebutkan penyebab penyakit DHF
dengan benar 86%
c. Klien atau keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala
penyakit DHF dengan benar 85%
d. Klien mampu mengulang kembali tentang komplikasi penyakit
DHF dengan benar 80%
e. Klien mampu mengulang kembali cara perawatan penyakit DHF
dengan benar 80%
f. Klien dan keluarga mampu lebih memahami cara perawatan
Lampiran
DHF (Dengue Hemorragic Fiver)
A. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue melalui gigitan nyamuk aedes aegepty
B. Penyebab
Virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegepty
C. Tanda dan Gejala
7. Bintik merah pada kulit
8. Lemah
9. Keringat dingin
D. Komplikasi
1. Mimisan
2. Perdarahan pada gusi
3. Berak Darah
E. Perawatan
1. Istirahat total
2. Minum obat secara teratur sesuai resp dokter
3. Minum air putih 3-4 liter/hari
4. Konsumsi makanan lunak, contoh: bubur
5. Kompres air biasa
F. Cara Pencegahannya
1. Kuras tempat penyimpanan air (bak mandi/WC, drum, dan
2. Tutup rapat penampung air
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas
4. Melipat pakaian yang tergantung agar nyamuk tidak hinggap di
situ
5. Tempat air yang sulit dikuras taburkan bubuk abate ke genangan
air. Ulangi 2-3 bulan sekali
6. Gunakan obat nyamuk oles atau bakar untuk mencegah gigitan
Standar Operasional Prosedur Tepid Sponge menurut Kusyati, 2012
1. Tujuan
a. Menurunkan suhu tubuh
b. Memberi kenyamanan
c. Mencegah terjadinya kejang demam.
2. Persiapan alat
a. Thermometer
b. Sarung tangan
c. Perlak
d. Satu set pakaian bersih
e. Wadah pakaian kotor
f. Selimut mandi
g. Waslap, handuk
h. Baskom berisi air
i. Tremos berisi air panas
j. thermometer air
3. Prosedur pelaksanaan
a. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
b. Dekatkan peralatan ke tempat tidur klien
c. Tutup jendela atau gorden untuk menjaga privasi
d. Cuci tangan
e. Kenakan sarung tangan
f. Ukur suhu tubuh klien
g. Tuang air panas ke dalam baskom berisi air hingga suhu air mencapai
40-46 oC (diukur menggunakan thermometer air)
h. Pasang perlak dibawah tubuh klien
i. Pasang selimut mandi
j. Lepaskan pakaian klien
k. Celupkan waslap ke baskom dan usapkan ke seluruh tubuh klien. Ulangi
l. Kaji perubahan suhu tubuh setiap 15-20 menit
m. Hentikan prosedur jika suhu tubuh mendekati normal
n. Keringkan tubuh klien dengan handuk
o. Rapikan peralatan
p. Lepaskan sarung tangan
q. Bantu klien merapikan pakaian dan tempat tidurnya
r. Kaji kenyamanan klien
s. Cuci tangan