BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kedelai
Kedelai sangat diminati oleh masyarakat karena memiliki banyak gizi penting. Gizi penting yang terkandung didalam kedelai paling utama yaitu protein. Protein kedelai tersebut mengandung asam amino-asam amino yang cukup lengkap. Dari satu gram kedelai, terkandung asam amino antara lain : 340 mg Isoleusin, 480 mg Leusin, 400 mg Lisin, 310 mg Fenilalanin, 200 mg Treonin, 90 mg Triptofan, dan 330 mg Valin (Rukmana dkk, 1996). Selain sebagai sumber protein, kacang kedelai merupakan sumber karbohidrat dan lemak (Haliza, 2010).
Karbohidrat yang terkandung dalam kedelai terdiri atas glukosa, arabinosa, sukrosa, rafinosa, dan stachiosa. Rafinosa dan stachiosa dapat menyebabkan rasa sebah (flatulensi) pada lambung setelah mengonsumsi kedelai. Kedelai juga mempunyai kadar lemak paling tinggi diantara kacang-kacangan lain. Lemak yang terkandung dalam kedelai didominasi oleh asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh tersebut antara lain asam linoleat, asam linolenat, dan asam oleat (Winarsi, 2010).
2.2 Tempe Kedelai
Proses pembuatan tempe pada umumnya menggunakan 2 tahapan, yaitu tahap pendahuluan dan tahap fermentasi. Tahap pendahuluan biasanya dengan menyiapkan biji kedelai yang mentah sampai biji kedelai tersebut matang tanpa kulit ari. Langkah-langkah yang diperlukan yaitu perendaman, pengelupasan kulit ari, dan pemasakan.Tahap fermentasi melibatkan jamur sebagai inokulum. Inokulum yang biasa digunakan yaitu jamur dari genus Rhizopus (Padmaningtyas, 2006).
Pertumbuhan jamur Rhizopus pada biji kedelai akan terlihat benang-benang halus yang disebut miselium. Miselium tersebut mengelilingi keping biji kedelai menjadi suatu padatan yang disebut dengan tempe (Gandjar, 2006).
Jamur-jamur sangat memerlukan kondisi optimal untuk proses pertumbuhan. Kondisi optimal tersebut antara lain, suhu (270-320 C), pH (4,5-7), kelembapan udara, kadar air pada substrat/medium, jumlah jamur yang diinokulasikan, dan kadar amoniak yang terbentuk selama proses fermentasi (Rotib, 1990).
Selama proses fermentasi biji kedelai akan mengalami perubahan fisika dan kimia. Tekstur biji akan lebih lunak dan bau langu akan hilang. Protein dan karbohidrat pada biji kedelai akan terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana (Padmaningtyas, 2006).
2.3 Inokulum atau Ragi Tempe
peragian/fermentasi, dan penggabungan dari cara-cara tersebut. Khusus pada cara peragian/fermentasi, misalnya dalam pembuatan tempe. Proses pembuatan tempe selalu menggunakan bahan untuk memfermentasi yang disebut dengan ragi (Suprapti, 2003).
Ragi merupakan kumpulan dari mikroba atau mikroorganisme yang ukurannya sangat kecil. Mikroorganisme yang terkandung dalam ragi tempe biasanya jamur dari genus Rhizopus. Jamur Rhizopus tumbuh menyerupai benang-benang halus yang disebut dengan miselium (Suprapti, 2003). Olivia dkk, (1998) telah mengisolasi jamur dari beberapa jenis ragi tempe ditemukan jamur Rhizopus
sp., Aspergillus niger, Mucor javanicus, Trichosporon pululans, dan Fusarium sp. Pada ragi merk Raprima produksi LIPI Bandung ditemukan jamur Rhizopus oligosporus.
Para pengrajin tempe biasanya menggunakan ragi tempe yang dijual dipasaran. Ragi tersebut dalam bentuk bubuk. Para pengrajin tempe menggunakan ragi yang dijual dipasaran karena lebih praktis dari pada membuat ragi sendiri. Ragi yang dibuat sendiri sering disebut dengan laru atau usar. Laru dapat dibuat dari tempe atau bungkus tempe yang terbuat dari daun yang diiris-iris lalu dijemur dan digiling (Dewi, 2011). Usar dapat dibuat dengan cara bungkus tempe yang masih terdapat jamur kemudian diusar-usarkan ke kedelai yang akan difermentasikan (Sarwono, 2010).
Fungsi ragi tempe pada proses fermentasi adalah untuk menghidrolisis senyawa komplek menjadi senyawa sederhana menggunakan enzim. Jamur
dalam ragi tempe mampu menghasilkan enzim (Sutikno, 2009).
Enzim yang dapat dihasilkan oleh jamur pada ragi tempe adalah amilase dan pektinase. Amilase merupakan enzim yang menghidrolisis amilum menjadi gula. Jamur yang mampu menghasilkan enzim amilase adalah R. oligosporus dan R. oryzae. Pektinase merupakan enzim yang menghidrolisis pektin. Jamur yang menghasilkan pektinase adalah R. stolonifer dan R. arrhizus (Yee dkk, 1999 dalam Syafril, 2006). R. oligosporus dapat menghasilkan enzim protease lebih banyak dari pada R. oryzae. R. oryzae cenderung lebih banyak menghasilkan enzim amilase (Koswara, 1997).
2.4 Karakteristik Rhizopus
Gambar 2.1. Morfologi Jamur Rhizopus
Kunci determinasi Rhizopus
1a. Sporangiosporanya tidak tergores, berbentuk agak bulat atau tidak teratur. Panjang sporangiosporanya tidak melebihi 1 mm. Banyak terdapat
klamidiospora………..R. oligosporus
1b. Sporangiosporanya tergores. Panjang sporangiosporanya berfariabel, dengan tinggi antara 3-4 mm. Terkadang klamidiosporanya terlihat jelas atau tidak
terlihat……… 2
2a. Tidak dapat tumbuh pada suhu 370 C, stolonnya tanpa klamidiospora. Kebanyakan panjang sporangiosporanya antara 1,5-3 mm…..R. stolonifer
2b. Tumbuh pada suhu 370 C, stolon mempunyai klamidiospora. Kebanyakan sporangiospora panjangnya antara 1-1,5 mm……… R. oryzae
kolumela
Spora pada kolumela
sporangium
sporangiofo r
stolon
tabung kecambah
spora hifa
2.4.1 Rhizopus oligosporus
Koloni jamur jenis ini berwarna coklat pucat sampai abu-abu, tingginya sekitar 1 mm atau lebih. Sporangiofor terlihat sendiri atau berkelompok antara 4- 6 kelompok, timbul dan terlihat berwarna kecoklatan, hifa sangat pendek, berdinding halus atau kasar. Sporangium berbentuk bulat, ketika matang berwarna hitam kecoklatan, dengan panjang diameter 100-180 µm. Kolumela berbentuk bulat (Samson dkk, 1995).
2.4.2 Rhizopus oryzae
Tinggi sporangiospora jamur ini antara 1,5-2,5 mm. Sporangiosfor tegak, terlihat sederhana atau bercabang, dengan warna kekuningan sampai coklat tua. Spora berbentuk agak bulat, berwarna cokelat pucat dengan garis-garis kebiruan. Sporangium berbentuk bulat, berwarna coklat tua sampai hitam, terlihat agak bulat ketika sudah masak (Watanabe, 2002).
2.4.3 Rhizopus stolonifer
2.4.4 Rhizopus arrhizus
Rhizopus arrhizus memiliki koloni berwarna keputihan dan setelah matang menjadi kecoklatan sampai berwarna abu-abu. Tinggi sporangiosfor sekitar 10 mm. Permukaan stolon halus atau sedikit kasar. Rhizoid berwarna kecokelatan, bercabang berlawanan dengan sporaatau spora muncul dari stolon tanpa rhizoid. Sporangiosfor terlihat sendiri atau berkelompok sampai 5 kelompok, bercabang, dengan dinding yang halus, panjang antara 150-200µm. Sporangium berbentuk bulat atau agak bulat. Kolumela berbentuk bulat telur atau bulat (Samson dkk,
1995).
2.5Karakteristik Aspergillus
Menurut Samson dkk, (1995) koloni jamur Aspergillus biasanya berkembang sangat cepat. Warna koloni yang terlihat pada jamur Aspergillus
antara lain: putih, kuning, kuning-cokelat, cokelat sampai hitam, dan kehijauan. Konidiofor dan stipe biasanya tidak bersekat (aseptate), tidak bercabang, dan ujung mempunyai vesikula.Vesikula yang hanya mempunyai fialid disebut
uniseriate, sedangkan vesikula yang mempunyai fialid dan metula disebut
biseriate. Kepala konidia akan terbentuk dari vesikula, metula (jika ada), fialid, dan konidia. Terdapat dua bentuk kepala konidia, yaitu membentuk kolom kompak (columnar) dan memancar (divergen).
organik dan enzim (Samson dkk, 1995).
Jamur Aspergillus fumigatus Fres mempunyai konidiofor berwarna hijau tua. Kepala konidia berbentuk kolumnar. Konidiofor berdinding halus dan berukuran pendek. Fialid langsung menempel pada vesikula dan berwarna hijau. Konidia berbentuk bulat atau agak bulat, berwarna hijau, dengan permukaan kasar (Samson dkk, 1995).
Koloni jamur Aspergillus niger Van Tieghem biasanya berwarna putih, kuning, cokelat tua, sampai hitam. Konidia berwarna hitam ketika sudah masak. Konidiofor berdinding halus. Vesikula berbentuk bulat. Hifa berseptat (bersekat). Pertumbuhan baik pada medium MEA, dengan hifa tipis tetapi bersporulasi padat (Samson dkk, 1995).
Aspergillus oryzae (Ahlburg) Chon mempunyai konidia berwarna kuning pucat kehijauan. Konidia berbentuk bulat atau agak bulat ketika sudah matang. Konidiofor berdinding kasar. Vesikula berbentuk agak bulat. Pertumbuhan koloni pada medium MEA berlangsung cepat tetapi hifa yang terbentuk agak tipis (Samson dkk, 1995).
2.6Isolasi dan Identifikasi Jamur 2.6.1 Isolasi Jamur
Isolasi jamur dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu metode direct plating dan dilution method. Direct plating merupakan suatu teknik isolasi dengan meletakkan sampel yang akan diuji pada medium , sedangkan dilution method
merupakan teknik isolasi dengan membuat suspensi dalam air steril. Dilution method sering disebut dengan teknik pengenceran bertingkat (Malloc, 1997 dalam
Purwantisari, 2009).
2.6.2 Identifikasi Jamur (Gandjar, 1999)
2.7 Kualitas Tempe yang Baik
Kualitas tempe yang baik menurut Warisno (2010) adalah sebagai berikut:
1. seluruh bagian permukaan tempe berwarna putih bersih. Warna putih ini diakibatkan karena pertumbuhan benang-benang jamur;
2. pada permukaan tempe tidak dijumpai adanya bercak hitam;
3. tekstur tempe yang kompak dan homogen, sehingga tidak rusak ketika diiris tipis;
4. mempunyai aroma yang khas ketika dicium, tidak berbau busuk yang menyengat.