• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

A. Thalasemia

1. Definisi Thalasemia

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin. Secara molekuler Thalasemia dibedakan atas Thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas Thalasemia mayor dan minor. Menurut Nelson (2000) Thalasemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik penyakit herediter dengan berbagai derajat keparahan. Thalasemia merupakan penyakit kongenetal herediter yang diturunkan secara autosomal berdasarkan kelainan hemoglobin , dimana satu atau dua rantai Hb kurang atau tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (Ganie, 2005; Mandleco & Pott, 2007).

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sistem hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013). Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni

(2)

perubahan struktur rangkaian asam amino acid sequence rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati struktural, Perubahan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu disebut Thalasemia.

Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan kepada anaknya. Anak yang mewarisi gen Thalasemia dari satu orangtua dan gen normal dari orangtua yang lain adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi gen Thalasemia dari kedua orangtuanya akan menderita Thalasemia sedang sampai berat (Munce & Campbell, 2009).

2. Klasifikasi

Thalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis hemoglobin yang mengalami gangguan menjadi Thalasemia alfa dan beta. Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson (2009) mengklasifikasikan Thalasemia menjadi :

a. Thalasemia minor (Trait)

Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah dalam hidupnya.

(3)

b. Thalasemia Intermedia

Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan minor. Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala, dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai dewasa. c. Thalasemia Mayor

Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua orangtua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila penderita tidak dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup sampai 5-6 tahun (Potts & Mandleco, 2007). (Bakta, 2003; Permono, dkk, 2006; Hockenberry & Wilson, 2009). Thalasemia mayor biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia (Nelson, 2000).

(4)

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada Thalasemia yaitu anemia. Anemia yang menahun pada Thalasemia disebabkan eritropoisis yang tidak efektif, proses hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin (Aisyi, 2005; Hockenberry & Wilson, 2009).

Kondisi anemia kronis menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan dan merangsang peningkatan produksi eritropoitin yang berdampak pada ekspansi susunan tulang sehingga pasien Thalasemia mengalami deformitas tulang, risiko menderita gout dan defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin juga mengakibatkan hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis ektra medular serta hemolisis menyebabkan terjadinya hipersplenisme dan splenomegali. Hipoksia yang kronis sebagai dampak dari anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit kepala, iritable, aneroxia, nyeri dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut pasien juga beresiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien dengan Thalasemia juga mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan penampilan wajah khas berupa tulang maxilaris menonjol, dahi yang lebar dan tulang hidung datar (Indanah, 2010).

Pada semua Thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan .pada bentuk yang lebih berat misalnya beta-Thalasemia mayor bisa

(5)

terjadi sakit kuning/ jaundice, luka terbuka dikulit/ulkus batu empedu dan pembesaran hati. Gejala lain pada penyakit Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar, karena oksigen yang dibawa ke jantung akan lebih sedikit karena hemoglobin yang bertugas membawa oksigen ke dalam darah berkurang dan jantung akan berusaha lebih keras sehingga menyebabkan kelemahan pada otot jantung (Irawan, 2009 ).

4. Pencegahan

Penyakit Thalasemia belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi hal yang penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Thalasemia menurut Mansjoer (2000). Terdiri dari beberapa strategi, yakni :

a. penapisan (skining) pembawa sifat Thalasemia. b. konsultasi genetik (genetic counseling)

c. Diagnosis prenatal.

Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat Thalasemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita Thalasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk Thalasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut.

(6)

Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di Negara berkembang dan Negara maju (Mansjoer, 2000).

Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di Negara berkembang dari pada program prospektif. Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak. Diagnosis prenatal meliputi pendekatan retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif, berarti melakukan diagnosa prenatal pada pasangan yang telah mempunyai anak Thalasemia, dan sekarang sementara hamil. Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan yang berisiko tinggi yaitu mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru hamil. Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis DNA (Lanni, 2002).

(7)

Dalam rangka pencegahan penyakit Thalasemia Menurut Lanni (2002) ada beberapa masalah pokok yang harus disampaikan kepada masyarakat, ialah :

a. Bahwa pembawa sifat Thalasemia itu tidak merupakan masalah baginya.

b. Bentuk Thalasemia mayor mempunyai dampak mediko-sosial yang besar, penanganannya sangat mahal dan sering diakhiri kematian.

c. Kelahiran bayi Thalasemia dapat dihindarkan

Menurut Tamam (2006) karena penyakit ini menurun, maka kemungkinan penderitanya akan terus bertambah dari tahun ketahunnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting dilakukan untuk mencegah bertambahnya penderita Thalasemia ini. Sebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat Thalasemia. Pemeriksaan akan sangat dianjurkan bila terdapat riwayat:

a. Ada saudara sedarah yang menderita Thalasemia.

b. Kadar hemoglobin relative rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi. c. Ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun

(8)

5. Penanganan

Pengobatan Thalasemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta Thalasemia cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat tiga standar perawatan umum untuk Thalasemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta menggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah tali pusat, dan HLA (Children's Hospital & Research Center Oakland, 2005).

a. Transfusi darah

Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita Thalasemia sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta Thalasemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta Thalasemia mayor (Cooleys

(9)

Anemia) harus dilakukan secara teratur (Children's Hospital & Research Center Oakland, 2005).

b. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)

Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein. Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi khelasi besi menurut National Hearth Lung and Blood Institute (2008) yaitu:

(1) Deferoxamine

Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan pendengaran.

(10)

(2) Deferasirox

Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan.

c. Suplemen Asam Folat

Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.

(1) Transplantasi sum-sum tulang belakang

Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah dan sumsum transplantasi sel induk normal akan menggantikan sel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel-sel di dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel-sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk adalah satu-satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan Thalasemia. Namun, memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang baik antara donor dan resipiennya (Okam, 2001). (2) Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood)

Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta.

(11)

Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk, bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif, tidak nyeri, lebih murah dan relatif sederhana (Okam, 2001).

6. HLA (Human Leukocyte Antigens)

Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang terdapat pada sel dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel kita sendiri sebagai 'diri' dan sel „asing' sebagai lawan

didasarkan pada protein HLA ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada transplantasi sumsum tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya penolakan dari tubuh serta Graft versus Host Disease (GVHD). HLA yang terbaik untuk mencegah penolakan adalah melakukan donor secara genetik berhubungan dengan penerima (Okam, 2001).

B. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

(12)

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

2. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long

(13)

lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

3. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan.

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (comperehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan.

(14)

1) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

2) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

3) Sintesis (synthesis)

Sintesis ini menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

(15)

4) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

a. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Adapun hasil pengukuran tingkat pengetahuan menurut Arikunto (2006) dapat berbentuk empat tingkatan:

(1) Baik : bila nilai mencapai 76-100 % (2) Cukup : bila nilai mencapai 56-75 % (3) Kurang : bila nilai mencapai 41-55 % (4) Buruk : bila nilai mencapai < 40 % b. Hal-hal yang mempengaruhi pengetahuan.

5) Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola

(16)

pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

6) Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, khususnya dalam pembentukan prilaku semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi kesadaran seseorang tentang sesuatu hal dan semakin matang pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan (Notoatmojo, 2003). Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan landasan seseorang dalam berbuat sesuatu. Pendidikan responden yang mayoritas tinggi dapat mempengaruhi pengetahuan dalam pembentukan sikap mereka tentang tindakan pengobatan.

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pula kesadarannya tentang hak yang dimilikinya, kondisi ini akan meningkatkan tuntutan tehadap hak untuk memperoleh informasi, hak untuk menolak/menerima pengobatan yang ditawarkan (Notoatmodjo, 2003).

(17)

Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, mengklasifikasikan pendidikan menjadi pendidikan formal dan pendidikan nonformal, jenjang pendidikan formal terdiri dari :

a. Tinggi : Akademi dan Perguruan Tinggi (S1)

b. Menengah : SMA c. Dasar : SD dan SMP 7) Pekerjaan

Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan oleh seorang ibu dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. Setiap pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan tersebut memerlukan kekuatan otot atau pemikiran, hal ini adalah beban bagi yang melakukan. Beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku. Kemampuan kerja pada umumnya diukur dari keterampilan dalam melaksanakan

(18)

pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien (badan anggota), tenaga dan pemikiran dalam melaksanakan pekerjaan (Notoatmodjo, 2003).

8) Lingkungan

Faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu (Notoatmodjo, 2003).

9) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi dimasa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar

(19)

secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

10)Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokonya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Notoatmodjo, 2003). Menurut Budiarto (2005) informasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori antara lain sebagai berikut :

(20)

a) Pernah, jika x ≥ 50% b) Tidak pernah, jika < 50%

11) Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menetukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

C. Persepsi

1. Pengertian

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisasi atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu (Walgito, 2001).

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga disebut proses sensori. Persepsi

(21)

merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap stimulasi yang diterimanya. Persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun dalam diri individu (Sunaryo, 2004).

2. Macam-macam persepsi

Ada dua macam persepsi, yaitu:

a. External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar diri individu.

b. Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.

3. Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi

Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang Menurut Siagian (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu :

a. Diri orang yang bersangkutan, dalam hal ini orang yang berpengaruh adalah karakteristik individual meliputi dimana sikap, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

b. Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang

(22)

ikut mempengaruhipersepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan lain-lain dari sasaran persepsi.

c. Faktor situasi, dalam hal ini tinjauan terhadap persepsi harus secara kontekstual artinya perlu dalam situasi yang mana persepsi itu timbul.

Berkaitan dengan faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu:

a. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulasi yang mengenai alat indra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu.

b. Alat Indra, Syaraf, dan Pusat Susunan Syaraf

Alat indra atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor kepusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.

(23)

c. Adanya perhatian

Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam suatu persepsi. Tanpa adanya perhatian tidak akan terbentuk persepsi.

D. Strategi koping

1. Pengertian

Strategi koping merupakan suatu usaha atau upaya tingkah laku seseorang untuk menguasai, mengurangi, dan menoleransi tuntutan atau masalah yang sedang dihadapi. Menurut Smet (1994), setiap individu tidak pernah lepas dari masalah dan sering kali masalah-masalah tersebut menyebabkan individu menjadi stres. Seseorang akan memberikan reaksi yang berbeda-beda dalam mengatasi setiap permasalahannya. Cara atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk menghindari atau mengalihkan perasaan hati yang menekan atau stres disebut dengan koping .

Koping termasuk konsep sentral dalam memahami kesehatan mental. Koping berasal dari kata coping yang bermakna harfiah pengatasan/penanggulangan. Koping sering dimaknai sebagai cara memecahkan masalah (problem solving). Koping itu sendiri dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan/luka/kehilangan/ancaman. Jadi koping lebih mengarah pada yang orang lakukan untuk mengatasi

(24)

tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi. Atau dengan kata lain, koping adalah bagaimana reaksi orang ketika menghadapi stres/tekanan.

2. Mekanisme koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua macam, (Stuart & Sundeen, 1998) yaitu :

MEKANISME KOPING

Stressor Stressor

Keseimbangan terganggu

Usaha individu mengatasi Stressor (koping)

Mekanisme Reaksi Pertahanan Ego

Adaptif / Maladaptif INDIVIDU

(25)

a. Mekanisme koping adaptif

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Katagorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif.

b. Mekanisme koping maladaptif

Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integral, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.

Kaitan antara koping dengan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism), ada ahli yang melihat defense mechanism sebagai salah satu jenis koping (Lazarus, 1976). Ahli lain melihat antara koping dan mekanisme pertahanan diri sebagai dua hal yang berbeda (Harber & Ruyon, 1984). Lazarus membagi koping menjadi dua jenis , yaitu :

1. Tindakan Langsung (Direct Action)

Koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan oleh individu untuk mengatasi kesakitan atau luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah hubungan yang bermasalah dengan lingkungan Individu menjalankan koping jenis direct action atau tindakan langsung bila dia melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang dialami. Ada empat macam koping jenis tindakan langsung :

(26)

a. Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka

Individu melakukan langkah aktif dan antisipatif (beraksi) untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya dengan cara menempatkan diri secara langsung pada keadaan yang mengancam dan melakukan aksi yang sesuai dengan bahaya tersebut.

b. Agresi

agresi adalah tindakan yang dilakukan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu merasa/menilai dirinya lebih kuat/berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut.

c. Penghindaran ( Avoidance )

Tindakan ini terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan berbahaya sehingga individu memilih cara menghindari atau melarikan diri dari situasi yang mengancam tersebut.

d. Apati

Jenis koping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati dilakukan dengan cara individu yang bersangkutan tidak bergerak dan menerima begitu saja agen yang melukai dan tidak ada usaha apa-apa untuk melawan ataupun pelarikan diri dari situasi yang mengancam tersebut.

(27)

1) Peredaan atau Peringanan (Palliation)

Jenis koping ini mengacu pada mengurangi/ menghilangkan/ menoleransi tekanan-tekanan kebutuhan/ fisik, motorik atau gambaran afeksi dari tekanan emosi yang dibangkitkan oleh lingkungan yang bermasalah atau bisa diartikan bahwa bila individu menggunakan koping jenis ini, posisinya dengan masalah relatif tidak berubah, yang berubah adalah diri individu, yaitu dengan cara merubah persepsi atau reaksi emosinya. Ada dua macam koping jenis peredaan/palliation:

2) Diarahkan pada Gejala (Syimptom Directed Modes ) Macam koping ini digunakan bila gejala-gejala gangguan muncul dari diri individu, kemudian individu melakukan tindakan dengan cara mengurangi gangguan yang berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan atau ancaman tersebut. Penggunaan obat-obat terlarang, narkotika, alkohol merupakan bentuk koping dengan cara diarahkan pada gejala. Namun tidak selamanya cara ini bersifat ketegangan juga tergolong kedalam Syimptom directed modes tetapi bersifat positif.

(28)

3) Cara Intrapsikis ( Intrapsychic Modes )

Koping jenis peredaan dengan cara intrapsikis adalah cara-cara yang menggunakan perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal dengan istilah defence Mechanism (Mekanisme pertahanan Diri). Macam-macam Defence mechanism :

4) Identifikasi

Yaitu menginternalisasi ciri-ciri yang dimiliki oleh orang lain yang berkuasa dan dianggap mengancam. Identifikasi biasanya dilakukan oleh anak terhadap orang tua mereka.

5) Pengalihan (Displacement)

Yaitu memindahkan reaksi dari objek yang mengancam ke objek yang asli tidak ada atau berbahaya bila diagresi secara langsung.

(29)

e. Respirasi

Yaitu menghilangi implus-implus yang ada atau tidak bisa diterima sehingga impuls-impuls tersebut tidak dapat diekspresikan secara sadar/langsung dalam tingkah laku.

f. Denail

Yaitu melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada karena kenyataan yang ada dirasa mengancam integritas individu yang bersangkutan .

g. Reaksi Formasi

Yaitu dorongan yang mengancam diekspresikan dalam bentuk tingkah laku secara terbalik.

h. Proyeksi

Yaitu menerapkan dorongan-dorongan yang dimiliki pada orang lain karena dorongan-dorongan tersebut mengancam integrasi. i. Rasionalisasi/ Intelektualisasi

Yaitu dua gagasan yang berbeda dijaga supaya tetap terpisahan karena bila bersama-sama akan mengancam.

j. Sublimasi

Yaitu dorongan atau implus yang ditransformasikan menjadi bentuk-bentuk yang diterima secara sosial sehingga dorongan

(30)

atau implus tersebut menjadi sesuatu yang benar-benar berbeda dari golongan atau implus lainnya.

3. Faktor yang mempengaruhi strategi koping

Mutadin (2002) cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :

a. Kesehatan fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang cukup besar.

b. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control ) yang mengarahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi koping.

c. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungannya dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

(31)

d. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.`

e. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu oleh orangtua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

(32)

4. Kerangka Teori

Bedasarkan teori-teori yang telah dibahas dalam tinjauan kepustakaan maka kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian

Sumber : Notoatmodjo (2005 ); Siagian (1995); Mutadin (2002); Stuart & Sundeen (1998) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan :  Usia  Pendidikan  Pekerjaan  Lingkungan  Pengalaman  Informasi  Sosial budaya &

ekonomi Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping :  Kesehatan fisik  Keyakinan  Keterampilan memecahkan masalah  Keterampilan sosial  Dukungan sosial  Materi Mekanisme koping :  adaptif  maladaptif Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi :  Diri yang bersangkutan  Sasaran persepsi  Faktor situasi Strategi koping Pengetahuan dan persepsi ibu

(33)

5. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. kerangka konsep penelitian

6. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2006). Berdasarkan teori di atas maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan dan persepsi ibu terhadap strategi koping ibu pada anak Thalasemia yang menjalani tranfusi.

Pengetahuan

Persepsi Ibu

Strategi koping ibu pada anak Thalasemia yang menjalani Transfusi.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian
Gambar 2.2. kerangka konsep penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Rapat massa (mass density) suatu zat adalah massa per satuan volume .Untuk mencari nilai densitas material spesimen ampas tebu, dilakukan pengujian berdasarkan

Mendeskripsikan proses perencanaan yang dilakukan Tutor PAUD Noor Rakhmah dalam mengoptimalkan pengelolaan lingkungan belajar anak usia dini1. Mendeskripsikan proses

Selanjutnya untuk memberikan arah dan sasaran yang jelas serta sebagai pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu diselaraskan dengan

Kata-kata kunci: Contextual Teaching and Learning (CTL), Hasil Belajar, IPA Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) mendeskripsikan penerapan pendekatan CTL dalam

Tujuan penelitian adalah mengkhaji distribusi dan area sel mukus di lapisan sel epitel usus tikus jantan Wistar (Rattus norvegicus). Sampel dibuat preparat

Selain babi (wam) memiliki fungsi paling penting sebagai alat tukar- menukar atau fungsi perdagangan, maka wam juga memiliki banyak fungsi lainnya bagi orang

Nilai ini menunjukkan bahwa kombinasi genotipe C111 dengan C120 untuk menghasilkan F1 yang memiliki jumlah buah terbanyak dibanding dengan genotipe hasil kombinasi tetua yang

Adalah bagian yang bertanggung jawab mencatat persediaan barang dagang sesuai faktur seperti nama barang, kode barang, harga barang, dan jumlah barang1. Dokumen yang digunakan