241
SINTESIS ETILENDIAMIDA DARI METIL ESTER MINYAK
BIJI KELOR
(Moringa oleifera)
MELALUI REAKSI AMIDASI DENGAN ETILENDIAMIN
YANG BERFUNGSI SEBAGAI SURFAKTAN
Arif Wardoyo*, Daniel
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Mulawarman Jl. Barong Tongkok No. 4 Gn. Kelua Samarinda.Telp. 0541-749152
Email :maybudiono794@gmail.com
ABSTRACT
The ethylenediamide synthesis from methyl ester of Moringa oleifera seed oil has been performed by the amidation reaction. The results showed that GC analysis denoted the most dominant composition of oleic fatty acid in 70.72%. The ethylenediamide which has been resulted an acid,was containedof 12.04 mg KOH/gram of Moringa oleifera seed oil, 5.58 mg KOH/gram of saponification number, and 10.72 of HLB practical value. The FTIR spectrum has provided a peak of specific absorption for the C=O amide group, -C-N- which represents the specific group of ethylenediamide. OH and CO ester group showed the process of ethylenediamde synthesis has not proceeded perfectly as seen in the differences of practical and theoretical HLB values.
Keywords : Moringa oleifera seed oil, esterification, ethylendiamide, HLB. PENDAHULUAN
Surfaktan merupakan bahan atau zat yang dapat meningkatkan sifat rambatan suatu cairan pada suatu obyek. Sifat zat seperti ini dimanfaatkan untuk menurunkan tegangan permukaan suatu cairan yang digunakan untuk mencuci (Mulyono, 2012). Surfaktan cenderung berada pada antar muka antara fasa yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogennya, seperti minyak dan air. Hal ini disebabkan oleh adanya gugus hidrofobik dan hidrofilik dalam satu molekul. Molekul surfaktan dapat dimisalkan seperti rekat mini atau anak katak (tadpole), dimana bagian pangkal (head) bersifat hidrofilik dan merupakan sisi polar, sedangkan bagian ujung (tail) bersifat hidrofobik dan merupakan sisi non polar. Bagian pangkal dapat menjadi anion, kation maupun nonion. Bagian ekor merupakan rantai hidrokarbon linier maupun bercabang (Swern, 1995).
Setiap tahun terjadi jumlah peningkatan permintaan akan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti halnya produk-produk farmasi, makanan, kosmetik, polimer, cat, tekstil, agrokimia dan detergen. Dengan demikian, permintaan terhadap bahan baku pembuatan produk farmasi, makanan, kosmetik, polimer, cat, tekstil, agrokimia dan detergen, seperti surfaktan juga bertambah. Surfaktan umumnya disintesis/diperoleh dari produk-produk turunan minyak bumi (pertokimia). Surfaktan berbahan baku dari produk minyak bumi memiliki kekurangan
dimana surfaktan bersifat tidak dapat diperbaharui, sukar didegradasi dan tidak terbaharukan sehingga akan menimbulkan masalah berupa pencemaran lingkungan seperti Alkyl Benzene Sulfonate (ABS). Sementara itu, kebutuhan surfaktan semakin meningkat, hal ini yang menyebabkan penggadaan surfaktan sebagai bahan baku minyak nabati terus-menerus dikembangkan. Berbeda dari surfaktan berbahan baku petrokimia, surfaktan yang terbuat dari bahan baku minyak nabati bersifat lebih mudah terurai secara hayati sehingga lebih ramah lingkungan seperti dietanolamida (Yuniasri, 2007).
Seiring pula dengan meningkatnya kesadaran terhadap kesehatan dan keadaan lingkungan yang baik, maka permintaan surfaktan yang mudah terdegradasi dan berbasis tumbuhan/minyak nabati juga semakin meningkat (Holmberg, 2003). Maka diperlukan kajian untuk memproleh surfaktan yang mempunyai dua kriteria tersebut yaitu diperoleh dari bahan baku yang dapat diperbaharui dan bersifat degradatif di alam sehingga dapat diterima secara ekologis. Salah satu surfaktan yang memenuhi kedua kriteria tersebut adalah surfaktan alkanolamida (Sinaga, 2012).
Berdasarkan latar belakang di atas maka akan dilakukan sintesis senyawa etilendiamin campuran dari metil ester minyak biji kelor (Moringa oleifera) melalui proses amidasi pada suhu reaksi konstan dan menggunakan katalis
242
natrium metoksida sehingga diperoleh rendemen surfaktan yang optimum dan memiliki sifat-sifat kimia dan fisik yang baik.
METODOLOGI PENELITIAN Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipet volume, gelas ukur, gelas beaker, serangkaian alat refluks, rotary evaporator, labu takar, Erlenmeyer, buret, neraca analitik, corong kaca, pipet tetes, oven, hot plate, corong pisah, spektroskopi FT-IR dan kromatografi gas (KG). Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji kelor (Moringa oleifera), n-Heksana teknis, H2SO4(p), Na2SO4
anhidrat, indikator fenolftalein, indikator metil orange, KOH 0,097 N, HCl 0,43 N, aquades, amilum dan etanol 95%.
Prosedur Penelitian Ekstraksi Biji Kelor
Pada tahap persiapan bahan baku pertama-tama biji kelor dikupas kulitnya, dikeringkan dan dihaluskan. Kemudian proses selanjutnya dimaserasi, dimana sampel yang telah halus dimasukkan ke dalam botol gelap dan ditambahkan pelarut n-heksan sampai sampel terendam. Setelah itu, botol ditutup dan didiamkan selama 2x24 jam sambil diaduk. Hasil ekstraksi disaring dengan kertas saring dan filtrat di rotari evaporasi untuk memperoleh minyak biji kelor dan kemudian dilakukan analisis kandungan asam lemaknya dengan gas kromatografi.
Sintesis Metil Ester Asam Lemak Minyak Biji Kelor
Sebanyak 50 gram minyak biji kelor dimasukkan ke dalam labu alas datar leher tiga, yang dihubungkan dengan alat refluks yang dilengkapi dengan pengaduk magnet dan es pendingin untuk labu. Kemudian sambil diaduk dengan magnetik stirer ditambahkan pelarut benzen sebanyak 156 mL, metanol sebanyak 14,5 mL sambil diaduk selama 15 menit dan katalis H2SO4 pekat sebanyak 4 % b/b, sambil diaduk dengan kecepatan 300 rpm dan dipanaskan pada suhu 600C. Setelah proses esterifikasi selesai, hasil refluks dimasukkan ke dalam corong pisah lalu didiamkan hingga terbentuk 2 fase. Diperoleh 2 lapisan, lapisan atas metil ester dan lapisan bawah gliserol. Tahap selanjutnya lapisan bawah dibuang dan lapisan atas dicuci dengan aquades sebanyak 3 x 100 mL untuk menghilangkan
sisa-sisa katalis, pelarut, pengotor dan gliserol yang tertinggal. Metil ester asam lemak yang diperoleh kemudian disaring dengan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan kandungan airnya, kemudian dirotari evaporator dan dianalisis dengan spektroskopi FT-IR.
Sintesis Etilendiamida dari Metil Ester Asam Lemak Minyak Biji Bintaro
Sebanyak 40 gram MEAL minyak biji kelor dimasukkan ke dalam alas datar leher tiga 500 mL, kemudian ditambahkan pelarut benzen sebanyak 124 mL sambil diaduk dengan kecepatan 500 rpm selama 5 menit dan ditambahkan etilendiamin sebanyak 4,82 mL. Setelah 10 menit, kedalam campuran ditambahkan katalis NaOCH3 sebanyak 1 % b/b dan kemudian dipanaskan dengan suhu 70oC selama 7 jam dengan kecepatan 500 rpm. Setelah itu, hasil sintesis dimasukkan ke dalam corong pisah dan didiamkan hingga terbentuk dua fase. Di mana fase bawah dibuang, sedangkan fase atas dicuci dengan aquades sebanyak 5 x 100 mL dan kemudian disaring. Residu hasil filtrasi kemudian dioven pada suhu 105oC yang bertujuan untuk menguapkan kandungan air dan pelarut. Setelah itu, residu hasil oven dilakukan uji spektroskopi FT-IR dan penentuan HLB (Hydrophile-Lipophile Balance).
HASIL dan PEMBAHASAN PENELITIAN Ekstraksi Minyak Biji Kelor
Sebanyak 4.804 gram biji kelor yang telah halus dimasukkan ke dalam botol gelap untuk di maserasi, kemudian direndam dengan pelarut n-Heksan selama 2x24 jam. Kemudian di saring dengan kertas saring secara metode filtrasi. Filtrasi yaitu proses pemisahan berdasarkan besarnya partikel-partikel yang terdapat didalam sampel dan dengan bantuan gaya gravitasi bumi. Filtrat yang diperoleh merupakan campuran minyak biji kelor dan pelarut n-Heksan, kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator, sehingga didapatkan minyak biji kelor tanpa pelarut n-Heksan. Proses rotary evaporator merupakan proses pemisahan pelarut dari campuran dibawah titik didik pelarutnya dengan bantuan vakum dan pemutaran. Dari hasil maserasi, filtrasi dan pemekatan dihasilkan 1.389 gram minyak biji kelor. Sehingga rendemen minyak biji kelor yang diperoleh sebesar 28,913%. Minyak biji kelor yang diperoleh kemudian dianalisa kandungan asam lemaknya dengan gas kromatografi, sehingga diperoleh data komatogram sebagai berikut:
243 Tabel 1. Kandungan Asam Lemak dari Minyak
Biji Kelor (Moringa oleifera)
Nama Kadar (%) Asam Miristat 0,4444 Asam Palmitat 7,2041 Asam Palmitoleinat 1,0274 Asam Stearat 5,2429 Asam Oleat 70,7167 Asam Linoleat 1,0065 Asam Linolenat 0,1825 Asam Arakhidat 3,4183 (Data Primer, 2015). Kemudian minyak biji kelor yang telah diektraksi dianalisa komposisi kandungan asam lemak peyusunnya dengan kromatografi gas dalam bentuk metil ester asam lemak biji kelor dan analisa spektroskopi FT-IR.
Sintesis Metil Ester Asam Lemak Minyak Biji Kelor
Sintesis metil ester asam lemak dalam penelitian dilakukan dengan menimbang minyak biji kelor sebanyak 50 gram, kemudian
ditambahkan metanol sebanyak 14,5 mL. Melalui corong penetes, dimasukkan asam sulfat pekat sebanyak 1,087 mL per tetes ke dalam labu alas datar leher tiga. Setelah semua asam sulfat dimasukkan, kemudian labu alas datar leher tiga dipanaskan hingga suhu 55 oC dengan pemutaran sebesar 500 rpm dan ditunggu selama 2 jam. Pada proses penambahan asam sulfat diusahakan pada suhu ruangan dengan per tetes agar proses reaksi tidak eksoterm dan suhu yang digunakan harus tetap konstan pada suhu 55-60 0C, karena jika melebihi suhu tersebut proses reaksi tidak sempurna. Proses esterifikasi yang berhasil akan menghasilkan dua lapisan pada corong pisah, yaitu lapisan atas metil ester dan lapisan bawah hasil samping dari proses reaksi yaitu sisa metanol yang berlebih, katalis, gliserol dan zat-zat anorganik lainnya. Dari proses esterifikasi yang telah dilakukan menghasilkan rendemen metil ester sebesar 88%, berwarna kuning pucat dan berbau. Hasil esterifikasi kemudian dianalisa dengan spektroskopi FT-IR untuk mengontrol proses sintesis yang telah dilakukan, sehingga didapatkan spektrum FT-IR sebagai berikut:
Gambar 1. Spektrum FT-IR Metil Ester Asam Lemak dari Minyak Biji Kelor Spektrum FT-IR di atas menunjukkan
bahwa metil ester asam lemak dari minyak biji kelor telah terbentuk yang memiliki spektrum bilangan gelombang 1033,85 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi stretching –O-C- ester, bilangan gelombang 1165,00 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi stretching –C-O–C ester, bilangan gelombang 1743,65 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi stretching –CO ester.
Selain itu, metil ester yang diperoleh dianalisa dengan kromatografi gas untuk menentukan kandungan dan kadar metil ester asam lemak yang ada di dalam minyak biji kelor. Sehingga didapatkan spektrum GC sebagai berikut:
Gambar 2. Kromatogram dari Hasil Analisa Kromatografi Gas Pada Metil Ester Asam Lemak Minyak Biji Kelor Dari kromatogram di atas, kita dapat melihat bahwa minyak biji kelor memiliki
244
kandungan dua jenis asam lemak berdasarkan ikatan rangkapnya yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh.
1. Asam lemak jenuh, yaitu asam miristat 0,4444%, asam palmitat 7,2041%, asam stearat 5,2429%, asam arakhidat 3,4183%. 2. Asam lemak tidak jenuh, yaitu asam
palmitoleinat 1,0274%, asam oleat 70,7167%, asam linoleat 1,0065%, asam linolenat 0,1825%.
Hasil tersebut membuktikan bahwa minyak biji kelor memiliki kandungan asam oleat yang lebih tinggi dari 70%, seperti yang telah dilaporkan oleh Nasir et al (2010), Lalas dan Tsaknis (2002) dan Anwar dan Bhanger (2003) .
Sintesis Etilendiamida dari Metil Ester Asam Lemak (MEAL) Minyak Biji Kelor (Moringa oleifera)
Sebanyak 40 gram MEAL minyak biji kelor, kemudian ditambahkan pelarut benzen
sebanyak 124 mL sambil diaduk dengan kecepatan 500 rpm selama 5 menit dan ditambahkan etilendiamin sebanyak 4,82 mL dan ditambahkan katalis NaOCH3 sebanyak 1 % b/b. Kemudian dipanaskan dengan suhu 70oC selama 7 jam dengan kecepatan 500 rpm. Setelah itu, hasil sintesis dimasukkan ke dalam corong pisah dan didiamkan hingga terbentuk dua fase. Di mana fase bawah dibuang, sedangkan fase atas dicuci dengan aquades sebanyak 5 x 100 mL dan kemudian disaring. Residu hasil filtrasi kemudian dioven pada suhu 105oC yang bertujuan untuk menguapkan kandungan air dan pelarut. Setelah itu, residu hasil oven dilakukan uji spektroskopi FT-IR. Sehingga didapatkan spektrum FT-IR sebagai berikut:
Gambar 3. Spektrum FT-IR Etilendiamida dari MEAL Minyak Biji Kelor Data Spektrum FT-IR menunjukkan bahwa
minyak biji kelor memiliki spektrum serapan pada bilangan gelombang 1049,28cm-1 untuk vibrasi stretching gugus −C−N−, bilangan gelombang 1643,35 cm-1 yang merupakan puncak serapan untuk vibrasi stretching gugus −C=O (karbonil) amida tersier. Pada bilangan gelombang 3302,13cm-1 untuk vibrasi stretching gugus −N−H−. Dari data peak yang ada pada spektrum FT-IR ditemukan puncak serapan gugus gugus −C=O (karbonil) ester pada kisaran bilangan gelombang 1743,65 cm-1 dan terdapat serapan gugus gugus −OH (hidroksil) pada kisaran bilangan gelombang 3356,14 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa metil ester belum semua
terkonversi menjadi etilendiamida. Selain itu, etilendiamida yang diperoleh dianalisa HLB untuk menentukan kualitas penggolongan nilai HLB sebagai produk
245 surfaktan. Sehingga didapatkan nilai HLB teroritis
sebagai berikut:
Tabel 2. Data Penentuan HLB Sampel Bilanga n Asam Bilangan Penyabunan Nilai HLB Surfaktan Etilendiamida 12,04 5,58 10,72 Dari nilai bilangan asam dan bilangan penyabunan dapat ditentukan harga HLB praktik dari surfaktan etilendiamida dengan rumus sebagai berikut:
HLB = 20 (1-P/A)
Berdasarkan data di atas, hasil bilangan asam diperoleh 12,04 .mg KOH/gram dan bilangan penyabunan diperoleh 5,58 mg KOH/gram. Sehingga harga HLB diperoleh sebesar 10,72 dan termasuk ke dalam surfaktan oil in water sebagai zat pengemulsi.
Kemudian nilai HLB praktik ini dibandingkan dengan nilai HLB teoritis, dikarenakan senyawa etilendiamida yang diperoleh ini merupakan campuran amida asam lemak penyusunnya. Dimana perhitungan HLB teroritis ini dilakukan dengan memperhatikan komposisi asam lemak penyusun yang terlihat pada hasil analisa kromatografi gas, sehingga diperoleh nilai HLB teoritis sebesar 11,32 yang diperoleh dari jumlah amida asam lemak penyusunnya. Rumus HLB teroritis sebagai berikut:
∑( ) ∑( )
Perbedaan nilai HLB ini dimungkinkan karena reaksi pembentukan etilendiamida belum berjalan secara maksimal sehingga proses konversi metil ester ke amida tidak sempurna. Selain itu faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil analisa produk, diantaranya ketelitian dan ketepatan dalam analisa penentuan bilangan asam maupun bilangan penyabunan yang tidak sempurna. Walaupun demikian nilai HLB teoritis dan praktik masih dalam rentang skala nilai HLB yang sama, yaitu pada rentang skala nilai HLB 9– 14. Nilai HLB ini menunjukkan arah penggunaan produk etilendiamida sebagai zat pengemulsioi in water (o/w emulsifier). Surfaktan jenis pengemulsi minyak dalam air memiliki molekul nonpolar
sebagai fase terdispersi dan molekul polar sebagai fase pendispersi.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa metil ester minyak biji kelor dapat disintesis menjadi senyawa surfaktan etilendiamida melalui reaksi amidasi yang dibuktikan dengan hasil karakterisasi dengan spektroskopi FT-IR yang menunjukkan adanya vibrasi CO amida pada bilangan gelombang 1643,35 cm-1 di mana surfaktan hasil amidasi dari MEAL berfungsi sebagai surfaktan oil in water melalui hasil uji penentuan harga HLB sebesar 10,72.
DAFTAR PUSTAKA
Bresnick, S. 2004. Intisari Kimia Organik. Jakarta : Hipokrates.
Darnoko, D., D. Siahaan, E. Nuryanto, J. Elisabeth, L. Erningpraja, P. L. Tobing, P. M. Naibaho dan T. Haryati. 2001. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan
Produk Turunannya. Medan: Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).
Gautam, K. K. dan Tyagi, V. K. 2005. Microbial Surfactant. Journal of Oleo Science (JOS) Vol 55 No. 4, 155-166.
Hart, H. 1983. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga. Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna
Agroindustri Kecil. Dewan Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatra Barat.
Hendayana, S. 2010. Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforeasis Modern. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Hoffman, R. V. 2004. Organic Chemistry: An
Intermediate Text Second Edition. New
Mexico State: John Wiley and Sons Inc. Ibrahim, S. dan Marham S. 2013. Teknik
Laboratorium Kimia Organik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Iskandar, Y. 2007. Karakterisasi zat metabolit Sekunder dalam Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Negeri Semarang.
Keraten, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta : Dian Rakyat.
246
Probowati, A., Paradigma C. G. dan Diyono I. 2012. Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kelapa Murni (VCO) Melalui Proses
Amidasi Dengan Katalis NaOH. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, Vol 1, No. 1, Halaman 424-432.
Rahmi, D. dan Retno Y. 2011. Pembuatan
Coco-Dietanolamida dengan Reaktor High
mixing homogenizer. Hasil Penelitian
Industri. Volume 24, No. 1. Hal (36-43). Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta :
Erlangga.
Rohmat, A. dan I. G. Gandjar. 2007. Metode Kromatografi untuk Analisis Makanan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sastrohamidjojo, H. 2007. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.
Silverstein. 2002. Identification of Organic
Coumpond, 3rd Edition. New York : John
Wiley & Sons Ltd.
Siregar, S. A. 2003. Kajian Pengaruh Jenis dan
Konsentrasi Katalis pada Proses
Pembuatan Dietanolamida dari Metil Ester
C-12 Minyak Inti Sawi. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Sitorus, M. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sucahyo. 2012. Sintesis Surfaktan N,N-Etilen 1,2
Bis-Alkilamida Dari Reaksi Amidasi
Minyak Kelapa Dengan Etilendiamin. Skripsi Program Studi Kimia FMIPA UNMUL, Samarinda.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Yuniasri, K. 2007. Sintesis Coco-Diethaolamide dari Minyak Kelapa dengan Metode Amidasi. Jurnal Riset Industri Vol. 1, No. 2, Agustus 2007 : 68-74.