• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Pendidikan Al-Akhlaq Al-Karimah Pada Kisah Dzulqarnain Dalam Surat Al-Kahfi Ayat 83-98 Menurut Hamka - Electronic theses of IAIN Ponorogo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Nilai-Nilai Pendidikan Al-Akhlaq Al-Karimah Pada Kisah Dzulqarnain Dalam Surat Al-Kahfi Ayat 83-98 Menurut Hamka - Electronic theses of IAIN Ponorogo"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH:

MUHAMMAD NUR HUDA NIM: 210314082

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

(2)

v

Huda, Muhammad Nur. 2018. Nilai—Nilai Pendidikan al—Akhla>q al— Kari>mah pada Kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi Ayat 83 — 98 Menurut Hamka. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing Dr. Nur Kolis, M.Ag.

Kata Kunci: nilai, pendidikan al — akhla>q al — kari>mah, kisah Dzulqarnain, Hamka.

Nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah merupakan segala sesuatu yang dianggap penting dan berguna yang dijadikan patokan untuk membina, mengajarkan, dan membimbing peserta didik agar memiliki budi pekerti yang mulia dalam dirinya. Selanjutnya untuk mengajarkan peserta didik terkait hal tersebut, banyak sekali metode yang bisa ditempuh oleh para pendidik, salah satunya dengan menggunakan metode Kisah Qura>ni, sebagaimana dengan memanfaatkan kisah Dzulqarnain yang ada dalam Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 yang dikaji menggunakan penafsiran Hamka terhadap ayat — ayat tersebut. Untuk itu, peneliti tertarik menelaah lebih jauh tentang nilai—nilai pendidikan al—akhla>q al—kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83— 98 menurut Hamka.

(3)

vi

kualitatif dengan jenis kepustakaan (library research) yang bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode pustaka dan dianalisis secara kritis menggunakan teknik analisis isi (content analysis).

(4)
(5)
(6)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dengan segala cara dan bentuknya merupakan kebutuhan setiap makhluk yang bernama manusia, dan manusia akan selalu mencari model — model (bentuk) serta sistem pendidikan yang dapat mempersiapkan peserta didik untuk menyongsong masa depannya, karena peserta didik adalah generasi yang akan menggantikan posisi orang dewasa.1

Dewasa ini, banyak komentar terhadap pelaksanaan pendidikan nilai yang dianggap belum mampu menyiapkan generasi muda bangsa menjadi warga negara yang lebih baik. Memaknai hal tersebut reevaluasi pendidikan nilai bagi generasi muda bangsa sangatlah diperlukan. Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi saja, melainkan juga oleh krisis akhlak. Oleh karena itu,

1 Juwariyah, Dasar — dasar Pendidikan Anak dalam al — Quran (Yogyakarta:

(7)

perekonomian bangsa menjadi ambruk, korupsi, kolusi, nepotisme, dan perbuatan—perbuatan yang merugikan bangsa merajalela.2

Memperhatikan hal—hal tersebut, terjadi gugatan dan hujatan terhadap dunia pendidikan. Oleh karena itu, reevaluasi terhadap rumpun pendidikan nilai khususnya, dipandang perlu agar tujuan pendidikan yang bermaksud menyiapkan generasi bangsa yang berwatak luhur dapat tercapai.3 Sebab itulah, pemerintah harus

menekankan pendidikan moral supaya out — put pendidikan memiliki akhlak mulia yang sadar bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah SWT. Sehingga pendidikan moral harus diusahakan dan dibiasakan sejak anak bisa mengetahui keadaan baik dan buruk.4

Tujuan utama dari pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas, jelas untuk mengembangkan potensi dasar peserta didik yaitu keimanan yang melahirkan ketakwaan yang terjabar dalam akhlak mulia, kesehatan, keilmuan, kecakapan, dan kreatifitas. Walaupun itu semua merupakan bagian dari tujuan pendidikan nasional, tetapi semua sistematika dan menurut skala prioritas, akhlak mulia — lah yang merupakan penjabaran dari keimanan kepada ke—Esaan Tuhan, dan tentunya

2 Mansur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis

Multidimensional (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014), 17.

3Ibid., 18.

4Musthofa Rahman,Pemikiran Islam Kontemporer (Yogyakarta: Jendela, 2003),

(8)

harus mendapatkan prioritas utama dari semua tujuan yang akan dicapai dari usaha pendidikan tersebut.5

Akhlak yang baik ataual—akhla>k al—kari>mah yaitu sistem nilai yang menjadi asas perilaku yang bersumber dari al—Quran, al—Sunnah, dan nilai—nilai alamiah (sunnatullah).6Akhlak mulia

merupakan manifestasi keimanan dan keislaman paripurna seorang muslim.7 Akhlak juga merupakan roh Islam yang mana

agama tanpa al—akhla>q al—sala>mah seperti halnya jasad yang tidak bernyawa, dan yang paling penting lagi, akhlak adalah nilai yang menjamin keselamatan kita dari siksa api neraka.8

Titik tekan pendidikan akhlak adalah untuk mengembangkan potensi — potensi kreatif yang positif dari peserta didik agar menjadi manusia yang baik. Baik menurut pandangan manusia dan terlebih menurut pandangan Allah. Persoalan manusia “baik” merupakan persoalan nilai, karena ia menyangkut penghayatan dan pemaknaan yang lebih bersifat afektif daripada kognitif, karena nilai inilah yang akan membentuk tingkah laku dan pada akhirnya karakter manusia.9 Apabila akhlak mulia telah tertanam

dalam jiwa, maka nilai — nilai dan budaya asing yang masuk ke

5Juwariyah,Dasar—dasar Pendidikan, 7—8.

6Zainuddin Ali,Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), 31. 7M. Imam Pamungkas,Akhlak Muslim Modern Membangun Karakter Generasi

Muda (Bandung: Marja, 2012), 120.

(9)

dalam masyarakat kita melalui berbagai media dan teknologi dapat disaring dan diseleksi. Dengan demikian, kita dapat mengambil unsur positifnya serta meninggalkan unsur negatifnya.10

Melihat kenyataan di lapangan, usaha — usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi — pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul — Nya, hormat kepada kedua orangtua, sayang kepada sesama makhluk — Nya, dan lain sebagainya.11 Pembinaan akhlak mulia dapat dilakukan melalui

pengambilan nilai—nilai keteladanan dari suatu kisah, dan kisah— kisah keteladanan banyak sekali tertera didalam al—Quran, salah satunya keteladanan dari kisah Dzulqarnain dalam surat al—Kahfi ayat 83—98.

Dzulqarnain merupakan sesosok raja pada zaman dahulu yang mempunyai perangai yang luhur. Allah telah memberikan kepada orang yang bergelar Dzulqarnain itu kekuasaan yang teguh di muka bumi yang tidak dapat digoyangkan lagi oleh musuh — musuhnya (pemerintahannya telah stabil). “ Dan telah Kami

(10)

berikan kepadanya dari tiap—tiap sesuatu akan jalannya.” (ujung ayat 84). Maksudnya: Allah telah membukakan selalu baginya pintu — pintu kejayaan, ke mana saja ia melangkahkan kaki atau mengatur siasat penaklukan, semua jalannya terbuka. Ini menandakan bahwa ia — pun adalah seorang raja atau penguasa yang cerdik dan mempunyai sifat—sifat kepahlawanan yang lain.12

Ketika ia melakukan perjalanan ke arah barat hingga ia tidak menemukan lagi daratan, dia — pun menjumpai suatu kaum dan berhasil ditaklukkannya. Kemudian Allah berfirman, “ Wahai Dzulqarnain, Engkau boleh menghukum atau berbuat kebaikan (mengajak beriman) kepada mereka.” Dia (Dzulqarnain) berkata, “Barang siapa berbuat dzalim, kami akan menghukumnya, lalu dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, kemudian Tuhan mengadzabnya dengan adzab yang sangat keras. Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah.” (QS. al—Kahfi: 86—88).

Berdasarkan jawabannya dapat diketahui bahwa ia adalah seorang raja yang berlaku adil kepada rakyat yang telah ditaklukannya dan ia pun juga seorang yang mengetahui agama yang lurus, dibuktikan dengan keimanannya bahwa di samping

(11)

ada hukum dunia ada lagi hukum yang akan diterima manusia di akhirat nanti. Kemudian, dia juga seorang raja yang bijaksana dan pandai bertutur kata dalam mengajak kepada kebaikan maupun memerintahkan sesuatu, dia selalu menggunakan kata—kata yang mudah dimengerti oleh rakyatnya dan hanya memerintahkan sesuatu yang rakyatnya mampu untuk melakukannya.13

Maka Allah berfirman tentang kebijaksanaan pemerintahan Dzulqarnain itu pada ayat selanjutnya, “ Demikianlah! ” Yaitu demikianlah yang telah dilakukan oleh Dzulqarnain didalam ia menaklukkan negeri, baik kejurusan barat atau kejurusan timur. “ Demikianlah, sesungguhnya pengetahuan Kami telah meliputi segala yang ada padanya itu. ” (ayat 91). Ayat ini memberikan isyarat bahwasanya kebijaksanaan Dzulqarnain dalam menaklukkan suatu negeri itu adalah dalam pengetahuan Allah atau mendapat restu dari Allah.14

Begitulah secuplik kisah terkait Dzulqarnain dalam Tafsir al— Azhar karya Hamka. Peneliti tertarik untuk meneliti penjelasan Hamka dalam Tafsir al — Azhar terkait kisah Dzulqarnain dikarenakan menurut hemat peneliti, penjelasan kisah Dzulqarnain dalam tafsir tersebut cukup jelas dan mudah

(12)

dipahami, serta dalam menjelaskan siapakah Dzulqarnain itu sebenarnya, Hamka tidaklah condong kepada salah satu kelompok yang berargumentasi tentang siapa sejatinya Dzulqarnain dan darimana ia berasal, karena banyak sekali kontroversi terkait latar belakang siapakah Dzulqarnain itu.

Justru didalam tafsirnya, Hamka menjelaskan berbagai argumen dari berbagai macam tokoh dan kelompok terkait siapa dan darimana asal Dzulqarnain tersebut. Adapun pendapat beliau terkait siapa Dzulqarnain yang sebenarnya ialah beliau meyakini adanya Dzulqarnain karena al — Quran menceritakan kisahnya, namun siapakah orangnya yang sebenarnya, al—Quran dan Hadis yang s}ahih pun tidak menerangkan. Adapun semua yang tersebut dalam kisah — kisah tafsir yang ada, semuanya semata — mata hanyalah tafsir yang bersifat kemungkinan (z}an/rayi) dan bukanlah merupakan sesuatu yang telah pasti.15

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ NILAI — NILAI PENDIDIKAN AL — AKHLA<Q AL — KARI<MAH PADA KISAH DZULQARNAIN DALAM SURAT AL—KAHFI AYAT 83—98 MENURUT HAMKA”.

(13)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya, maka rumusan masalah16 yang dapat diangkat dan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa saja nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah terhadap Allah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka?

2. Apa saja nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah terhadap makhluk yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka?

C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti di atas, maka tujuan penelitian17 yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis dan mengetahui berbagai macam nilai — nilai pendidikan al—akhla>q al—kari>mah terhadap Allah yang

16Rumusan masalah merupakan pernyataan singkat suatu masalah yang akan

diteliti, serta merupakan tahap akhir penemuan setelah peneliti memilih bidang dan pokok permasalahan yang diteliti. Lihat Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam Penelitian (Yogyakarta: Andi, 2010), 73.

17Tujuan penelitian merupakan rumusan kalimat ynag menunjukkan adanya

(14)

terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83 —98 menurut Hamka.

2. Untuk menganalisis dan mengetahui berbagai macam nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah terhadap makhluk yang terdapat pada kisah Dzul—qarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat kajian ini ditinjau dari dua sisi, yakni secara teoritis dan praktis, kajian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap khazanah pendidikan Islam terkait penanaman dan pengembangan al—akhla>k al—kari>mah bagi kaum muslim umumnya, dan khususnya bagi para peserta didik. Serta penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan bagi siapapun pembacanya terkait nilai — nilai pendidikan al — akhla>k al —kari>mah yang ada pada kisah Dzulqarnain dalam al—Quran Surat al—Kahfi ayat 83—98.

(15)

a. Bagi Pendidik

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan dan memahamkan kepada peserta didik akan pentingnya mempelajari dan meneladani kisah—kisah dalam al—Quran khususnya tentang kisah Dzulqarnain sebagaimana telah tertulis dalam al — Quran Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 guna membentukal—akhla>k al—kari>mah pada diri peserta didik.

b. Bagi Peserta Didik

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu acuan belajar menanamkan al — akhla>k al — kari>mah pada diri sendiri dan dapat memberi motivasi kepada peserta didik agar tertarik, mau, dan rajin mendalami ibrah — ibrah dari segala kisah yang ada dalam al — Quran, khususnya dari kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98.

c. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi setiap orang

yang membacanya agar mau dan mampu

(16)

nilai pendidikan al—akhla>k al—kari>mah yang terkandung dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 yang mengisahkan tentang Dzulqarnain.

E. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

Terkait dengan penelitian ini, peneliti menelaah hasil dari beberapa penelitian terdahulu yang secara tidak langsung mempunyai keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang. Hal ini dilakukan dengan maksud menghindari kesamaan dan pengulangan penelitian, sekaligus me — nunjukkan sisi perbedaan diantara penelitian — penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan peneliti sekarang. Adapun hasil penelitian yang secara tidak langsung berkaitan dengan penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

(17)

dan bagaimana pula dampak pengajian umum Ahad pagi di Pondok Modern Arrisalah terhadap akhlak masyarakat desa itu.

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa proses pembinaan akhlak terpuji masyarakat yaitu melalui pengajian umum secara rutin setiap Ahad pagi. Dampak adanya kegiatan tersebut yaitu membantu masyarakat untuk memahami ilmu agama lebih dalam dan meningkatkan ibadah serta keimanan mereka kepada Allah SWT.

Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada kajiannya yang membahas mengenai akhlak terpuji. Namun, perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah subjek penelitiannya, dimana penelitian terdahulu subjek penelitiannya adalah masyarakat, sedangkan penelitian ini yang diteliti adalah terkait tafsir dari Surat al—Kahfi ayat 83—98 dalam Tafsir al — Azhar karya Hamka. Kemudian perbedaan yang mendasar lainnya adalah penelitian terdahulu menggunakan model penelitian kualitatif studi kasus, adapun penelitian ini menggunakan model kualitatif studi kepustakaan.

(18)

bagaimana biografi KH. Hasyim Asyari dan bagaimana nilai—nilai pendidikan akhlak dalam biografi KH. Hasyim Asyari.

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa KH. Hasyim Asyari merupakan tokoh teladan yang baik dan termasuk ulama serta pemimpin yang disegani. Adapun nilai — nilai pendidikan akhlak dalam biografi beliau diantaranya: akhlak terhadap Allah (tauhid, khusnuz}an, z\ikrullah, dan tawakal), akhlak terhadap Rasulullah (mengikuti sunah beliau), akhlak terhadap diri sendiri (sabar, amanah, jujur/benar, menepati janji, dan memelihara kesucian diri), akhlak terhadap keluarga (berbakti kepada orangtua dan bersikap baik kepada saudara), dan akhlak terhadap masyarakat (suka menolong).

(19)

pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 menurut Tafsir al—Azhar karya Hamka.

Anis Rohmatunnisa dalam skripsinya pada tahun 2017 di IAIN Ponorogo yang berjudul “ PEMBINAAN AKHLAK MULIA SISWA MELALUI KEGIATAN KEPRAMUKAAN (Studi Kasus di MTs MMA Gonggang Poncol Magetan)” dengan rumusan masalah: bagaimana pelaksanaan pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan kepramukaan di MTs MMA Gonggang Poncol Magetan dan bagaimana hasil dari pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan kepramukaan di sekolah tersebut setelah dilaksanakan.

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil dari pelaksanaan ekstrakurikuler pramuka terhadap pembinaan akhlak mulia siswa di MTs MMA Gonggang diantaranya adalah: para siswa lebih terbantu dalam penerapan kedisiplinan, berbahasa dengan baik dengan orang yang lebih dewasa, dan mampu menunjukkan akhlak mulia yang sesuai dengan madzhab yang dianut.

(20)

penelitian ini yang diteliti ialah terkait nilai—nilai pendidikan al— akhla>q al—kari>mah yang ada pada kisah Dzulqarnain menurut Hamka. Kemudian perbedaan yang mendasar lainnya adalah penelitian terdahulu menggunakan model penelitian kualitatif studi kasus, adapun penelitian ini menggunakan model kualitatif studi kepustakaan.

Triana Zulfa dalam skripsinya pada tahun 2017 di IAIN Ponorogo yang berjudul “ NILAI — NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PERANG KHANDAQ ” dengan rumusan masalah: bagaimana peristiwa Perang Khandaq itu terjadi dan apa saja nilai —nilai pendidikan akhlak yang terdapat didalamnya.

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa nilai — nilai pendidikan akhlak dalam Perang Khandaq diantaranya: akhlak terhadap Allah (tauhid, taubat, dan tawakal), akhlak terhadap Rasulullah (percaya akan mukjizatnya dan mengikuti perintahnya), akhlak terhadap diri sendiri (setia, tenang, dan kerja keras), akhlak terhadap masyarakat (suka menolong dan adil), dan akhlak terhadap lingkungan (tidak menebang tanaman kecuali dalam kondisi darurat).

(21)

penelitiannya, yakni studi kepustakaan. Namun perbedaannya terletak pada objek penelitiannya, dimana penelitian terdahulu membahas nilai—nilai pendidikan akhlak dalam peristiwa perang Khandaq, sedangkan penelitian ini membahas nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah pada kisah Dzulqarnain menurut Hamka.

Qurrotulayuun dalam skripsinya pada tahun 2017 di IAIN Ponorogo yang berjudul “ NILAI — NILAI PENDIDIKAN AKHLAK NABI SHALIH DALAM PENDIDIKAN ISLAM" dengan rumusan masalah: bagaimanakah nilai—nilai pendidikan akhlak Nabi Shalih dalam Tafsir al—Misbah Surat Hud ayat 61—68 dan apa nilai—nilai pendidikan akhlak Nabi Shalih perspektif pendidikan Islam.

(22)

Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada kajiannya yang membahas mengenai nilai—nilai pendidikan akhlak serta model penelitiannya, yakni studi kepustakaan. Namun perbedaannya terletak pada objek penelitiannya, di mana penelitian terdahulu objek penelitiannya ialah nilai — nilai pendidikan akhlak Nabi Shalih dalam pendidikan Islam, sedangkan penelitian ini yang diteliti terkait nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian memiliki kaitan erat dengan model analisis.18 Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan deskriptif analitik kualitatif.

Tujuan penelitian deskriptif analitik kualitatif ialah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta — fakta, sifat — sifat, serta

18Secara teoritis, pendekatan dibicarakan dalam kaitannya dengan paradigma

(23)

hubungan antarfenomena yang diselidiki.19 Kemudian peneliti

segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka).20

Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai data maupun situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk naratif.

2. Jenis Penelitian

Terkait dengan jenis penelitian, maka penelitian ini tergolong sebagai penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu.21 Adapun dalam

penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mengkaji dan menelaah tentang nilai—nilai pendidikan al—akhla>q al—kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83 —98 menurut Hamka.

3. Data dan Sumber Data

Sebagaimana telah diketahui bahwa penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, dimana peneliti berusaha

19Moh. Nazir,Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), 54.

20Imam Gunawan,Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Jakarta: PT.

Bumi Aksara, 2015), 87.

(24)

mencari data terkait nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 menurut Hamka. Oleh karena itu, data penelitian ini ialah berbagai buku dan referensi yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan objek pembahasan peneliti.

Apabila dilihat dari sumber datanya, maka sumber data dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.22 Mengenai keterangan lebih lanjutnya ialah sebagai berikut:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer23 dari penelitian ini ialah Tafsir al— Azhar Juz XV karya Hamka. Jadi, sumber data inilah yang selanjutnya digunakan oleh peneliti sebagai bahan atau rujukan utama dalam kegiatan penelitian ini.

b. Sumber Data Sekunder

Adapun sumber data sekunder24 yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

22 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2015), 225.

23Sumber data primer ialah sumber data (bahan pustaka) yang secara langsung

memberikan data kepada peneliti.Ibid.

24Sumber data sekunder ialah sumber data (bahan pustaka) yang secara tidak

(25)

1) Tafsir al—Wasith Jilid 2 karya Wahbah Az—Zuhaili yang diterbitkan pada tahun 2013 oleh Gema Insani di Jakarta. 2) Pemikiran Pendidikan Islam karya A. Susanto yang

diterbitkan pada tahun 2010 oleh Amzah di Jakarta.

3) Tafsir al—Qura>n al—Adzi>m al—Juzu al—Tsa>niy karya Jalal al — Di>n al — Mah}alliy dan Jalal al — Di>n al — Suyu>t}iy yang diterbitkan pada tahun 2012 oleh Da>r al— Abidi>n di Surabaya.

4) Senarai Tokoh Muhammadiyah Pemikiran dan Kiprahnya karya Hery Sucipto yang diterbitkan pada tahun 2005 oleh Grafindo Khazanah Ilmu di Jakarta.

5) Hamka dan Bahagia Reaktualisasi Tasauf Modern di Zaman Kita karya M, Alfan Alfian yang diterbitkan pada tahun 2014 oleh PT. Penjuru Ilmu Sejati di Bekasi.

6) Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam karya Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus yang diterbitkan pada tahun 2013 oleh Ar—Ruzz Media di Yogyakarta.

7) Serta referensi — referensi lain yang berkaitan dengan objek pembahasan dalam penelitian ini.

(26)

Teknik pengumpulan data25 dalam penelitian ini adalah

metode pustaka, yakni teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tempat — tempat penyimpanan hasil penelitian, yaitu perpustakaan.26 Maksudnya ialah peneliti berusaha mencari dan

mengumpulkan data melalui berbagai referensi/buku yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan objek pembahasan peneliti maupun teori yang akan digunakan peneliti selanjutnya guna menganalisis objek penelitiannya.

Tahap—tahap untuk memperolah data dalam penilitian ini sebagai berikut:

a. Membaca dan memahami buku—buku atau referensi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini guna memperoleh sumber data primer dan sekunder serta landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun penjelasan lebih lanjutnya sebagai berikut:

1) Peneliti membaca dan memahami kisah Dzulqarnain yang ada dalam Surat Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 sekaligus tafsiran Hamka mengenai ayat — ayat tersebut. Hasil dari

25 Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.Ibid., 224.

(27)

kegiatan inilah yang selanjutnya akan digunakan peneliti sebagai sumber data primer.

2) Peneliti membaca dan memahami buku—buku (selain buku yang dijadikan sebagai sumber data primer) yang secara tidak langsung memiliki keterkaitan dengan objek pembahasan penelitian. Hasil dari kegiatan inilah yang selanjutnya akan digunakan peneliti sebagai sumber data sekunder.

3) Peneliti membaca dan memahami buku — buku terkait dengan teori nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah. Hasil dari kegiatan inilah yang selanjutnya akan digunakan peneliti sebagai landasan teori dalam penelitian ini yang sekaligus berfungsi sebagai pisau analisis terhadap data primer dan sekunder, sehingga nantinya akan diperoleh data yang diinginkan dalam penelitian ini.

b. Menerapkan teknik analisis data27 yang digunakan dalam

penelitian ini guna memperoleh data dari sumber primer dan sekunder yang dikupas menggunakan teori nilai — nilai pendidikanal—akhla>q al—kari>mah.

27 Perihal terkait analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dibahas

(28)

c. Menyajikan data yang telah diperoleh dari proses menganalisis tersebut, sehingga data dari hasil penelitian ini dapat dipahami dengan mudah oleh para pembacanya.

d. Mengambil kesimpulan dari hasil kajian (penelitian) yang telah dilakukan.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Secara umum, analisis isi berupaya mengungkap berbagai informasi dibalik data yang disajikan di media atau teks. Analisis isi dapat didefinisikan sebagai teknik mengumpulkan dan menganalisis isi dari suatu teks. Isi dalam hal ini dapat berupa kata, arti (makna), gambar, simbol, ide, tema, atau beberapa pesan yang dapat dikomunikasikan.28

Analisis isi dapat digunakan dalam penelitian yang bertujuan eksploratif, deskriptif, maupun eksplanatif. Tema analisis isi pun sangat beragam, bahkan hampir semua penelitian dapat menggunakan analisis isi asalkan sumber datanya tersedia dengan lengkap. Analisis isi tidak dipengaruhi

28Nanang Martono,Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data

(29)

oleh faktor keyakinan peneliti (subjektif), namun analisis isi lebih bersifat objektif.29

Kepadatan isi maupun kekayaan isi dalam model analisis isi ini mengarahkan pada peneliti untuk memahami hakikat objek sedemikian rupa sehingga kompleksitas dan keberagamannya dapat ditangkap, diuraikan, dan dengan sendirinya disimpulkan kembali menjadi totalitas pesan sesuai dengan hakikat objek masing—masing.30Adapun tahapan—tahapan dari analisis isi ini adalah sebagai berikut:

a. Menentukan permasalahan

Analisis isi dimulai dengan menentukan permasalahan, karena permasalahan merupakan titik tolak dari keseluruhan penelitian. Usaha memperoleh jawaban atas permasalahan tersebut dengan sendirinya merupakan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Ketika menentukan permasalahan, hendaknya diungkap terlebih dahulu latar belakang mengapa permasalahan itu muncul. Kemudian mengidentifikasi permasalahan itu tadi, yang selanjutnya dirumuskan dalam rumusan masalah.31

29Ibid., 88.

30Ratna,Metodologi Penelitian Kajian Budaya, 360.

31 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke

(30)

b. Menyusun kerangka pemikiran

Sebelum mengumpulkan data, peneliti diharapkan telah mampu merumuskan gejala atau permasalahan yang akan diteliti. Dengan kata lain peneliti telah mengemukakan kerangka pemikiran (conceptual definitions) terlebih dahulu terhadap gejala yang akan diteliti.32

c. Menyusun perangkat metodologi

Setelah penyusunan kerangka pemikiran selesai, selanjutnya peneliti harus mampu menyusun perangkat metodologi yang akan digunakan.33 Perangkat metodologi

pada dasarnya merupakan rangkaian metode yang sekurang —kurangnya mencakup hal—hal berikut:

1) Menentukan metode pengukuran atau prosedur operasionalisasi konsep.34

2) Menentukan populasi yang akan diteliti serta bagaimana pengambilan sampelnya (jika penelitiannya kuantitatif).35

belakang dan rumusan masalah dalam penelitian ini telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Lihat sub bab Latar Belakang Masalah dan Rumusan Masalah, 1—7.

32 Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis, 194;

Conceptual devinitions dari penelitian ini dapat dilihat pada Kajian Teori yang ada pada Bab II, 25—51.

(31)

3) Menentukan metode pengumpulan data.36

4) Menentukan metode analisis.37

d. Analisis data

Merupakan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti melalui perangkat metodologi tertentu.38

e. Interpretasi data

Interpretasi data merupakan penafsiran terhadap hasil analisis data. Pada bagian ini, peneliti mendiskusikan hasil analisis data melalui interpretasi terhadap hasil analisis data dengan menggunakan kerangka pemikiran atau kerangka teori yang semula telah ditetapkan.39

36Ibid., 196; Pembahasan mengenai metode pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Lihat sub bab Teknik Pengumpulan Data, 17—19.

37 Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis, 196;

Penelitian ini menggunakan analisis isi (content analysis) sebagaimana yang sedang dibahas pada sub bab ini. Metode analisis inilah yang selanjutnya akan digunakan peneliti untuk menggali dan menemukan data terkait nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al—kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka dalam Tafsir al—Azhar.

38 Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis, 196;

Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan metode pustaka untuk memperoleh data, baik data primer maupun sekunder. Selanjutnya menggunakan analisis isi (content analysis) sebagai teknik analisis datanya. Lihat sub bab Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data, 17—22; Selanjutnya analisis terhadap data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan dibahas pada Bab IV, 91—115.

39 Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis, 196 — 197;

(32)

G. Sistematika Pembahasan

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai penelitian ini, maka secara global penulis merincinya dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah hasil penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II : NILAI — NILAI PENDIDIKAN AL — AKHLA<Q AL — KARI<MAH

(33)

BAB III : KISAH DZULQARNAIN DALAM SURAT AL—KAHFI AYAT 83—98 MENURUT HAMKA

Bab ini berisi data utama yang akan dianalisis pada bab selanjutnya dari penelitian ini. Adapun cakupan bahasannya terkait: profil Hamka, Tafsir al — Azhar, sosok Dzulqarnain menurut Hamka, dan kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka.

BAB IV : NILAI — NILAI PENDIDIKAN AL — AKHLA<Q AL — KARI<MAH PADA KISAH DZULQARNAIN DALAM SURAT AL—KAHFI AYAT 83—98 MENURUT HAMKA

(34)

Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 menurut Hamka dalam karyanya Tafsir al—Azhar.

BAB IV : PENUTUP

(35)

25

A. Nilai—Nilai Pendidikanal—Akhla>q al—Kari>mah

Untuk mengetahui dan memahami maksud dari nilai — nilai pendidikan al—akhla>q al—kari>mah, maka hendaknya diketahui terlebih dahulu pengertian nilai, pendidikan, dan al—akhla>q al— kari>mah sebagaimana pembahasan berikut:

1. Pengertian Nilai

Nilai berasal dari bahasa Latinvalere yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, dan berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna, dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat.40

Menurut Gordon Allport sebagaimana dikutip oleh Abd. Haris, “ Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang

40 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT

(36)

bertindak atas dasar pilihannya. ”41 Baginya nilai berada dalam

wilayah psikologis yang disebut keyakinan. Keyakinan berada di tempat yang paling tinggi dibanding dengan wilayah lainnya, seperti hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar—salah, baik—buruk, indah—tidak indah, dan lain sebagainya, pada wilayah ini merupakan hasil dari rangkaian proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.42

Menurut Fraenkel sebagaimana dikutip oleh Rahman, “Nilai adalah ide atau konsep yang menyebabkan sesorang memandang sesuatu itu penting dalam hidupnya ” .43 Nilai

menjadi standar perbuatan dan sikap yang menentukan status seseorang dan cara hidupnya, sehingga nilai yang baik itu akan menjadikan orang baik. Maka dari itu, penentuan baik — tidaknya seseorang tidak hanya persoalan fakta dan kebenaran ilmiah rasional, tetapi berkaitan dengan penghayatan dan pemaknaan yang lebih bersifat afektif daripada kognitif. Di sinilah fungsi utama pendidikan berperan, yakni menumbuhkan

41 Abd. Haris, Etika Hamka Konstuksi Etik Berbasis Rasional Religius

(Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang, 2010), 30.

42Ibid.

(37)

kreativitas peserta didik dan menanamkan nilai—nilai yang baik kepada mereka.44

2. Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata “ didik ” , artinya “ bina ” , mendapat awalan pen—, dan akhiran —an, yang maknanya sifat dari perbuatan membina, atau melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan merupakan pembinaan, pelatihan, pengajaran, dan semua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilannya.45

Pendidikan secara terminologis dapat diartikan sebagai pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, dan pelatihan yang ditujukan kepada semua anak didik secara formal maupun nonformal dengan tujuan membentuk anak didik yang cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan atau keahlian tertentu sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat.46 Adapun definisi pendidikan menurut para pakar

pendidikan adalah sebagai berikut:

a. Ahmad D. Marimba sebagaimana dikutip oleh Hamid dan Saebani, ia mengartikan pendidikan sebagai bimbingan

44Ibid.

(38)

jasmani dan rohani untuk membentuk kepribadian utama, membimbing keterampilan jasmaniyyah dan ru>h}aniyyah sebagai perilaku konkret yang memberi manfaat pada kehidupan siswa di masyarakat.47

b. Jhon Dewey sebagaimana dikutip oleh Muslich, ia mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.48

c. Hamid dan Saebani juga mengutip pendapat Azyumardi Azra yang mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.49

d. Menurut Undang — Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

47 Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Pendidikan Karakter Perspektif

Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), 3.

48Muslich,Pendidikan Karakter, 67.

(39)

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.50

Makna pendidikan yang lebih hakiki lagi adalah pembinaan akhlak manusia guna memiliki kecerdasan membangun kebudayaan bermasyarakat yang lebih baik dan mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya.51 Ibn Maskawaih, al —

Ghazali, dan Ibn Qudamah sebagaimana dikutip oleh Nasrul, mereka berpendapat bahwa pendidikan akhlak (mulia) harus sudah dimulai semenjak anak — anak baru dilahirkan. Sedangkan subjek pendidikan itu sendiri harus dimulai dari perkara — perkara dzahir dan berbentuk adab fisik dan pergaulan, kemudian dilanjutkan dengan perkara — perkara batin dan berbentuk rohani.52 Hal tersebut dikarenakan kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat (bangsa) tergantung kepada bagaimana akhlaknya.53

3. Pengertianal—Akhla>q al—Kari>mah

50 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, Mengumpulkan yang

Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai (Bandung: Alfabeta, 2013), 2; Lihat Undang—Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1—2.

(40)

Kata “akhlak” pada dasarnya merupakan kata serapan dari

bahasa Arab,

ْﻠَﺎ

ﺍَ

yang merupakan bentuk jamak dari kata

ُﻠُ

.54 Kata ini mempunyai arti budi pekerti, perangai, tingkah

laku, atau tabiat.55 Akhlak secara kebahasaan bisa berarti baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis kata akhlak di Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik, sehingga orang yang berakhlak berarti orang yang berakhlak baik.56

Secara konseptual pengertian akhlak telah banyak dikemukakan oleh ulama, semisal Ibnu Maskawaih sebagaimana dikutip oleh Mustaqim, beliau mendefinisikan akhlak sebagai “ the state of the soul which couses it to perform its action without thought and delibration. ”57 Artinya, suatu kondisi jiwa

yang menyebabkan ia bertindak tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam. Hal ini disebabkan karena seseorang telah membiasakan prilaku tersebut. Itulah sebabnya, salah satu cara membentuk akhlak anak sejak kecil, orangtua

54 Mahmud Yunus, Kamus Arab — Indonesia (Jakarta: Mahmud Yunus

Wadzurriyyah, 2009), 120.

55Nasrul,Akhlak Tasawuf, 1. 56Ali,Pendidikan Agama Islam, 29.

57 Abdul Mustaqim, Akhlak Tasawuf Lelaku Suci Menuju Revolusi Hati

(41)

perlu membiasakan anaknya untuk melakukan perilaku tertentu.58

Imam Ghazali sebagaimana dikutip oleh Mustofa, beliau mendefinisikan akhlak sebagai berikut: “ Akhlak sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan — perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran lebih dahulu.”59

Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Zahrudin dan Sinaga, beliau mendefinisikan akhlak sebagai berikut: “Sementara orang yang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu apabila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itulah yang dinamakan akhlak.”60

Abd al — H}amid Yunus sebagaimana dikutip oleh Damanhuri, ia mengartikan akhlak secara sederhana dengan sifat — sifat manusia yang terididik. Kemudian, ilmu akhlak didefinisikannya sebagai ilmu tentang keutamaan — keutamaan dan bagaimana cara mengikutinya sehingga jiwa seseorang terisi

58Ibid.

59A. Mustofa,Akhlak—Tasawuf (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), 12.

60Zahrudin AR. dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT.

(42)

dengannya, dan tentang keburukan serta bagaimana pula cara menghidarinya sehingga jiwa kosong daripadanya.61

Beberapa devinisi akhlak menurut para ahli di atas adalah pengertian akhlak secara umum. Adapun akhlak Islam sudah tentu berbeda. Dilihat dari namanya, akhlak Islam berarti akhlak yang berlandaskan pada kaidah—kaidah dan nilai—nilai Islam. A. Mustofa sebagaimana dikutip oleh Pamungkas, ia mendefinisikan akhlak dalam Islam (akhlak Islam) merupakan sistem moral berdasarkan ajaran agama Islam, yakni bertitik tolak dari akidah berdasarkan wahyu Allah kepada Nabi atau Rasul—Nya yang kemudian disampaikan kepada umatnya.62

Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa, pertama, akhlak adalah perbuatan yang biasa dilakukan sehingga menjadi karakter yang melekat dalam diri manusia dan akan muncul dalam tindakan secara spontan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Kedua, akhlak harus dilandasi keimanan dan berdasarkan petunjuk wahyu untuk mencapai ridha Allah SWT. Maka akhlak Islam adalah karakter terpuji yang dilandasi akidah Islam dan

61 Damanhuri, Akhlak Perspektif Tasawuf Syeikh Abdurrauf As — Singkili

(Jakarta: Lectura Press, 2014), 29—30.

(43)

dijiwai dengan nilai—nilai keislaman, dan ini kemudian disebut dengan akhlak mulia ataual—akhla>q al—kari>mah.63

Jadi apabila disimpulkan, pendidikan al — akhla>q al — kari>mah merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk membina, mengajarkan, dan membimbing peserta didik tentang karakter — karakter terpuji yang dilandasi akidah Islam dan dijiwai dengan nilai — nilai keislaman guna mencetak generasi penerus bangsa yang mampu membawa bangsa tersebut menuju kearah kemajuan yang positif.

Berdasarkan penjelasan terkait pengertian nilai, pendidikan, danal—akhla>q al—kari>mah yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan berguna yang dijadikan patokan untuk membina, mengajarkan, dan membimbing peserta didik agar memiliki budi pekerti yang mulia dalam dirinya.

B. Sumberal—Akhla>q al—Kari>mah

Jelaslah bahwa dalam hal perilaku di masyarakat, kita mengenal istilah akhlak, moral, dan etika. Ketiga kata itu pada hakikatnya memiliki makna yang sama, yaitu berbicara tentang

(44)

benar dan salah serta baik dan buruk. Namun tolok ukur benar dan salah serta baik dan buruk seringkali bersifat relatif. Oleh karena itu diperlukan tolok ukur universal yang bisa diterima oleh semua masyarakat dan pada zaman kapanpun.

Kita sebagai orang — orang yang beriman tentu yakin bahwa tidak ada yang lebih universal daripada aturan Allah SWT. Maka dalam berakhlak pun kita harus bersandar pada aturan Allah. Karena hanya Allah yang mengetahui hakikat dari kebaikan dan keburukan, sedangkan kita hanya menduga—duga saja. Sementara itu, sesuatu yang diduga—duga hanya memiliki dua kemungkinan, yaitu benar atau salah.64Akhlak Islam (al—akhla>q al—kari>mah),

karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai dengan dasar agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar/sumber pokok daripada akhlak Islam adalah al—Quran dan Hadits.65

Berikut ini ayat—ayat al—Quran yang menjadi dasar/sumber pokok darial—akhla>q al—kari>mah:

ô s)©9 tb%x. öNä3s9

Îû ÉAqß u

«!$# îouqó é&

×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ö t

©!$# tPöqu ø9$#ur

t ÅzFy$# t x.s ur ©!$# #Z ÏVx. ÇËÊÈ

64Ibid., 30.

(45)

Artinya: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. al—Ah}za>b: 21).66

y7¯RÎ)ur 4 n?yès9 @,è=äz 5O Ïàt

67

ÇÍÈ

Artinya: “ Dan sesungguhnya kamu benar—benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. al—Qalam: 4).68

öNs9r& t s y#ø . z>u Ñ ª!$# WxstB ZpJÎ=x. Zpt6Íh sÛ

;ot yf±x. Bpt7Íh sÛ $ygè=ôr& ×MÎ/$rO ygããö sùur Îû

Ïä!$y¡¡9$# ÇËÍÈ

ÎA÷sè? $ygn=àé& ¨@ä. ¤ûüm ÈbøÎ*Î/

ygÎn/u

3 ÛUÎ ôØo ur ª!$# tA$sWøF{$# ¨$¨Y=Ï9

óOßg¯=yès9 crã 2x tt ÇËÈ

ã@stBur pyJÎ=x. 7psW Îyz

>o yft±x. >psV Îyz ôM¨VçGô_$# `ÏB É-öqsù ÇÚö F{$# $t

$ygs `ÏB 9 #t s ÇËÏÈ

àMÎm6sVã

ª!$# úïÏ%©!$#

(#qãZtB#uä ÉAöqs)ø9$$Î/ ÏMÎ/$¨9$#

Îû Ío4qu ptø:$#

$u R 9$# Îûur Íot ÅFy$# @ÅÒ ur ª!$# úüÏJÎ=»©à9$# 4

ã@yèøÿtur ª!$# $tB âä!$tt ÇËÈ

Artinya: “ Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap

66 Nasrul, Akhlak Tasawuf, 3; Lihat al — Quran dan Terjemah New Cordova

(Bandung: PT. Sygma Exa Grafika, 2012), 420.

67 Abu Zakariya Yahya Ibn Syarafi al — Nawawi, Riya>dh al — S{a>lih}i>n

(Surabaya: Da>r al—Abidi>n, tt), 222.

(46)

musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan—perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar—akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang — orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang—orang yang dzalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibra>hi>m: 24—27).69

Adapun hadits — hadits Rasulullah SAW. yang menjadi dasar/sumber pokok darial—akhla>q al—kari>mah adalah sebagai berikut:

ﻟ َ

ــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ْ

ﺄ َ

ﺍﻟ ْ

ﻡَ

ﺍﺭ ِ

ــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

َ

ﻣ َ

ﻢَ

ﻤ ّ ِ

ﺗ َ

ﺄ ُ

ﻟ ِ

ُ

ﺜ ْ

ﻌ ِ

ﺑ ُ

ﺍَ

ــ

ــــــ

ﻧ ّ َ

ﺇ ِ

.

(

ْ

ﻗ ِ

ﻬ َ

ﻴ ْ

ﺑ َ

ﻭَ

ﺪُ

ﻤ َ

ﺣ ْ

ﺃ َ

ﻩ ُ

ﻭ َ

ﺭ َ

)

Artinya:“Aku hanya diutus untuk menyempurnakan perangai yang mulia.” (HR. Ahmad dan Baihaqi).70

ﻝَ ﻗَ ﻋ َ

ﻪُ

ﻨ ْ

ﻪُ ﻱ

ﻠ ّ َ

ﺍﻟ

َ

ـــــ

ــــــ

ِ

ﺭ َ

ٍ

ﻧ َ

ﺃ َ

ﻦْ ﻭ َ

ﻋ َ

:

ﻥَ

ـــ ﻙ َ

ــــــ

ــــــ

ﺳ َ

ﻠ ّ َ

ﻢَ ﻭَ

ﻪِ

ﻴ ْ

ﻠ َ

ﻋ َ

ﻪُ

ﻠ ّ َ

ﺍﻟ

ﻟ ّ َ

ــــ ﺹ

ــــــ

ــــــ

َ

ﻪِ

ﻠ ّ َ

ﺍﻟ

ﻝُ

ﻭ ْ

ـ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ﺱُ

ﺭ َ

69Zahruddin dan Sinaga,Pengantar Studi Akhlak, 65—66; Lihat Al—Quran dan

Terjemah, 258—259.

(47)

ﻗ ً

ـ

ــــــ

ــــــ

ﻞُ

ﺧ ُ

ِ ﺍ

ــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

َّ ﻥـ ﺍ

ﻦ َ

ﺴ َ

ﺣ ْ

ﺃ َ

.

(

ﻩِـﻱ

ْ

ــــ ﻋ َ

ــــــ

ﻞَ

ٌ

ﻓ َ

ـ

ــــــ

ﺖّ َ

ﻣ ُ

)

Artinya: Dari sahabat Anas ra., ia berkata: “ Rasulullah SAW. itu ialah manusia yang paling baik akhlaknya. ” (Muttafaq Alaih).71

ﻫ ُ

ﺮ َ

ﻳ ْ

ﺮ َ

ﺓَ

ﺑ ِ

ﺃ َ

ﻦْ

ﻋ َ

ﻝَ ﻗَ

ﻪُ

ﻨ ْ

ﻋ َ

ﻪُ ﻱ

ﻠ ّ َ

ﺍﻟ

َ

ـــــ

ــــــ

ﺽِ

ﺭ َ

:

ﻞ َ

ﺌ ِ

ﺳ ُ

ﻟ ّ َ

ﻢَ ــــــﺱ

َ

ﻭَ ﻩِ ــــــ

ـ

ْ

ﻠ َ

ﻋ َ

ﻪُ

ﻠ ّ َ

ﺍﻟ

ﻟ ّ َ

ــــ ﺹ

ــــــ

ــــــ

َ

ﻲ ّ ُ

ﺒ ِ

ﻨ ّ َ

ﺍﻟ

:

ﻣ َ

ﻝَ

ــــــ ﻕ

ــــــ

َ ؟ﺓَ

ـ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

َ

ﻦ ّ

ﺠ َ

ﺍﻟ ْ

ﻞُ

ﺧ ِ

ﺪ ْ

ﻳ ُ

ﻣ َ

ﺮُ ــــــ

ﺛ َ

ــ ﺃ َ

ﻙ ْ

:

ﻟ ُ

ِ

ـــــ ﺍﻟ ْ

ُ

ﻦُ ــــــ ﻭ َ

ﺳ ْ

ُ

ﻮ َ

ﻗ ْ

ـ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ﺖّ

َ

ﺍﻟ

، ﻣ َ

ﻞ َ

ﺌ ِ

ﺳ ُ

ﻭ َ

؟ ﺍﺭَ

ـــــ

ــــــ

ــــــ

ﻦ ّ

َ

ﺍﻟ

ﻝُ

ــ

ــــــ

ــــــ

ِ

ﺪ ْ

ﻳ ُ

ﻣ َ

ﺮُ

ﺛ َ

ــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ﻙْ

ﺃ َ

ﻝَ ﻗ َ

ﺭ ْ

ُ

ــــــ ﺍﻟ ْ

َ

ﻭَ ﻡُ ـــ ﺍﻟ ْ

َ

ﻥِ

ــــــ

ــــــ

َ

ﻭ َ

ـــــ

ــــــ

ﺝ ْ

ﺄ َ

ﺍﻟ ْ

.

Artinya: Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: "Rasulullah SAW ditanya tentang perkara apa yang banyak menyebabkan masuk surga?" Beliau menjawab: "Bertakwa kepada Allah dan akhlak mulia." Kemudian ditanya, "Perkara apa yang banyak menyebabkan masuk neraka?" Beliau menjawab, "Dua rongga yang terbuka; (yaitu) mulut dan kemaluan.” (HR. At—Tirmidzi).72

ﻝَ ﻗَ ﻋ َ

ﻪُ

ﻨ ْ

ﻪُ ﻱ

ﻠ ّ َ

ﺍﻟ

َ

ـــــ

ــــــ

ِ

ﺭ َ

ﻥَ

ﻌ َ

ﻤ ْ

ﺳ َ

ﻦِ

ﺑ ْ

ِ

ﻮ ّ َ

ﻨ ّ َ

ﺍﻟ

ﻦِ ﻭ َ

ﻋ َ

:

ﻋ َ

ﻠ َ

ﻴ ْ

ﻪِ

ﻪُ

ﻠ ّ َ

ﺍﻟ

ﻟ ّ َ

ــــ ﺹ

ــــــ

ــــــ

َ

ﻪِ

ﻠ ّ َ

ﺍﻟ

ﻝَ

ﻭ ْ

ـ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ُ

ﺭ َ

ﺖُ

ﻟ ْ

ﺄ َ

ﺳ َ

ﻝَ ﻓ َ

ﻘَ

ﻢِ

ﺛ ْ

ﺈ ِ

ﺍﻟ ْ

ﻭَ

ﺮ ّ

ِ

ﺒ ِ

ﺍﻟ ْ

ﻦِ

ﻋ َ

ﻢَ

ﻠ ّ َ

ﺳ َ

ﻭ َ

:

ﻥُ ــــﺱ

ْ ـــﺡ

ُ

ﺮ ّ ُ

ﺒ ِ

ﺍﻟ ْ

ِ ــــﻝُ ــــــ

ـ

ُ ،

ﺍﻟ ْ

َ

ﺴ ِ

ﻔ ْ

ﻧ َ

ْ

ﻓ ِ

ﻙَ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

ــــــ

َ ﻣ َ

ﻢُ

ﺛ ْ

ﺈ ِ

ﺍﻟ ْ

ﻭَ ، ﻭ َ

71Abu Zakariya Yahya Ibn Syarafi al —Nawawi, Riya>dh al —S{a>lih}i>n, terj.

Erwandi Tarmizi (Riyadh: Darussalam, 2008), 403.

72Mustofa,Akhlak—Tasawuf, 36—37.

(48)

ُ

ـــ

ــــــ

ــــــ

ﻦ ّ

َ

ﺍﻟ

ﻪِ

ﻴ ْ

ﻠ َ

ﻋ َ

ﻉَ ـــ ﻃ ّ َ

ﻞِ ــﻱ

َ

ﻥْ

ﺃ َ

َ

ﻫ ْ

ﺭ ِ

ـــ ﻙ َ

ــــــ

. (

ﻩ ُ

ﻭ َ

ﺭ َ

ﻣ ُ

ﺴ ْ

ﻠ ِ

ﻢ ٌ

)

Artinya: Dari sahabat Nawwas bin Saman ra., ia berkata: “ Aku bertanya kepada Rasulullah SAW. perihal kebaikan dan dosa. ” Maka beliau bersabda: “ Kebaikan ialah berakhlak yang baik, sedangkan dosa ialah sesuatu yang mengganjal di jiwamu dan engkau benci apabila manusia mengetahui hal tersebut.” (HR. Muslim).73

C. Urgensi Pendidikanal—Akhla>q al—Kari>mah

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya.74 Karena urgensi akhlak inilah, salah satu definisi agama yang diberikan Nabi adalah kebaikan akhlak. Kebaikan akhlak menjadi indikator kesempurnaan iman seseorang, sedang kesempurnaan iman dengan akhlak itu ditandai dengan kebaikan perilaku sosial.75

Karena agama adalah akhlak, maka tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa apa yang baik menurut akhlak adalah yang baik pula menurut agama. Karena begitu besar peran pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian anak manusia, maka

73al—Nawawi,Riya>dhu al—S{a>lih}i>n, terj. Erwandi Tarmizi, 403. 74Nasrul,Akhlak Tasawuf, 6.

(49)

semua filosof muslim sepakat bahwa pendidikan akhlak merupakan jiwa pendidikan Islam, karena tujuan tertinggi dari pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.

Berkaitan dengan pendidikan akhlak tersebut, para pakar pendidikan Islam mengatakan bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran bukanlah sekadar mentransfer berbagai macam ilmu pengetahuan kedalam otak anak didik terhadap apa — apa yang belum mereka ketahui, akan tetapi lebih dari itu ada tujuan yang lebih utama yaitu mendidik akhlak mereka.76

D. Pendidikan al — Akhla>q al — Kari>mah melalui Metode Kisah Qura>ni

Pendidikan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan bahwa: “ Innama> buis\tu li utammima maka>rima al — akhla>q. ” (Sesungguhnya aku ditutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia). (HR. Ahmad dan Baihaqi).

Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan

(50)

jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan — perbuatan baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.77

Selanjutnya untuk mengajarkan peserta didik terkait nilai — nilai pendidikan al—akhla>q al—kari>mah, banyak sekali metode yang bisa ditempuh oleh para pendidik, salah satunya dengan menggunakan metode Kisah Qura>ni. Kisah berasal dari bahasa

Arab

َّﺔٌ

ﻗِ

yang jamaknya

ٌ

َ

ﻗِ

dan mempunya arti cerita,

kisah, atau hikayat.78 Menurut al—Razzi sebagaimana dikutip oleh

Gunawan, ia mendefinisikan kisah sebagai penelusuran terhadap kejadian masa lalu.79 Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di

sekolah, kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, karena dalam kisah—kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini karena terdapat beberapa alasan yang mendukungnya, yaitu:

1. Kisah senantiasa memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan

77Abuddin Nata, Ahklak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers,

2017), 136.

78Yunus,Kamus Arab, 343.

79 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung:

(51)

maknanya. Selanjutnya makna — makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.

2. Kisah dapat menyentuh hati manusia, karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh, sehingga pembaca atau pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut, seolah — olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.

3. Kisah Qura>ni mendidik keimanan dengan cara: membangkitkan berbagai perasaan, seperti khauf, ridha, dan cinta (hubb); mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah; dan kisah dapat melibatkan pembaca atau pendengar kedalam kisah tersebut sehingga ia terlibat secara emosional.80

Kisah dalam al — Quran merupakan peristiwa yang benar — benar terjadi pada manusia — manusia terdahulu dan merupakan peristiwa sejarah yang dapat dibuktikan kebenarannya secara filosofis dan secara ilmiah melalui saksi — saksi bisu berupa peninggalan—peninggalan orang—orang terdahulu, seperti Kabah di Makkah, Masjid al — Aqs}a di Palestina, Piramida dan Spink di Mesir, dan lain sebagainya, sebagaimana telah dinyatakan dalam firman Allah:

(52)

ô s)s9

c%x.

Îû

öNÎhÅÁ|Ás%

×ou ö9Ïã

Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# 3 $tB tb%x. $ZV Ï tn 2 u tIøÿã

`Å6»s9ur t, Ï óÁs? Ï%©!$# tû÷üt/ Ïm÷ y t @ ÅÁøÿs?ur

Èe@à2

&äóÓx«

Y èdur

ZpuH÷qu ur

5Qöqs)Ïj9

tbqãZÏB÷sã ÇÊÊÊÈ

Artinya: “ Sesungguhnya pada kisah — kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang — orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat — buat, akan tetapi membenarkan (kitab — kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf: 111).81

Kisah Qurani merupakan suatu cara dalam mendidik anak agar beriman kepada Allah, dan bukan semata — mata karya seni yang indah. Menurut Gunawan dengan mengutip pendapat Sayyid Qutb dalam al—Taswi>r al—Fanni fi al—Quran, padanya terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu:

1. Mengungkapkan kemantapan wahyu dan risalah. Mewujudkan rasa mantap dalam menerima al—Quran dan Rasulullah. Kisah —kisah tersebut menjadi salah satu bukti kebenaran wahyu dan kebenaran rasul—Nya.

2. Menjelaskan bahwa secara keseluruhan al—Di>n itu datangnya dari Allah.

3. Menjelaskan bahwa Allah menolong dan mencintai Rasul—Nya. Menjelaskan bahwa kaum mumini>n adalah umat yang satu (ummatan wa>h}idatan) dan Allah adalah Rabb—nya.

81 Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al — Quran (Bandung:

(53)

4. Kisah—kisah itu bertujuan menguatkan keimanan kepada kaum muslimi>n dan menghibur mereka dari kesedihan atas musibah yang menimpa mereka.

5. Mengingatkan bahwa musuh seorang mukmin adalah setan, dan menunjukkan pemusuhan abadi itu lewat kisah akan tampak lebih hidup dan jelas.82

Adapun langkah— langkah operasional yang dapat ditempuh oleh guru dalam menyajikan bahan pelajaran yang berkenaan dengan materi akidah dan akhlak dengan menggunakan metode KisahQura>ni sebagai berikut:

1. Langkah Persiapan

a. Guru mempersiapkan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dari suatu mata pelajaran tertentu secara utuh.

b. Mengumpukan penggalan — penggalan kisah Qura>ni yang berhubungan dengan tema sub pokok bahasan.

c. Menyusun tokoh — tokoh dalam kisah tersebut untuk diingat dan dihafalkan murid.

d. Menyusun pertanyaan—pertanyaan. 2. Langkah Pelaksanaan

(54)

a. Guru menyebutkan tema pokok pelajaran dan kisah Qura>ni yang akan disajikannya guna menarik perhatian dan konsentrasi murid.

b. Kisah — kisah Qura>ni yang disajikan dianalogikan dengan pengalaman — pengalaman praktis murid dalam kehidupan sehari—harinya.

c. Dalam penyampaian materinya, gerakan badan dan mimik muka harus sesuai (tepat), terutama pada penegasan inti pelajaran.

d. Materi pokok pelajaran disampaikan disaat klimaks dari kisah tersebut.

3. Langkah Evaluasi

a. Guru mengajukan pertanyaan — pertanyaan yang telah disusun di rumah.

b. Guru menanyakan tokoh — tokoh dalam kisah yang telah disajikan.

c. Guru menegaskan kembali inti dari pokok pelajaran.

d. Guru menugaskan untuk membuka dan membaca kembali kelengkapan kisah yang telah disajikan.83

(55)

Selanjutnya, dampak positif dari kisah Qura>ni yang secara langsung berpengaruh terhadap kejiwaan murid diantaranya sebagai berikut:

1. Dampak terhadap Emosi Murid

a. Tertanamnya rasa benci terhadap kedzaliman dan cinta terhadap kebajikan.

b. Tertanamnya rasa takut akan siksa Allah dan tumbuhnya harapan terhadap rahmat Allah.

2. Dampak terhadap Motivasi Murid

a. Memperkuat rasa percaya diri dan kebanggaan terhadap ajaran agamanya.

b. Menumbuhkan keberanian, mempertahankan kebenaran, dan meningkatkan rasa keingintahuan.

3. Dampak terhadap Penghayatan Murid

a. Timbulnya kesadaran melaksanakan perintah agama. b. Timbulnya rasa keikhlasan, kesabaran, dan tawakkal. 4. Dampak terhadap Pola Pikir Murid

a. Melatih berfikir kritis dan analitis. b. Melatih berfikir realistis dan analogis.84

E. Macam—Macamal—Akhla>q al—Kari>mah

(56)

Akhlak terpuji atau akhlak yang mulia disebut dengan al — akhla>q al — mah}mu>dah atau al — akhla>q al — kari>mah, yaitu akhlak yang dikehendaki oleh Allah SWT. dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW.85 Menurut al —Ghazali sebagaimana dikutip oleh Zahruddin, berakhlak mulia atau terpuji artinya menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya, dan mencintainya.86 Adapun al — akhla>q al — mah}mu>dah atau sifat—sifat yang terpuji sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli akhlak, antara lain sebagai berikut:

1. al—Ama>nah (setia, jujur, dapat dipercaya) 2. al—Sidqu (benar, jujur)

3. al—Adl (adil) 4. al—Afwu (pemaaf) 5. al—Ali>fah (disenangi) 6. al—Wafa (menepati janji) 7. al—Ifa>fah (memelihara diri) 8. al—H}aya> (malu)

9. al—Syaja>ah (berani)

(57)

10. al—Quwwah (kuat) 11. al—S{abru (sabar)

12. al—Rahmah (kasih sayang) 13. al—Sakha>u (murah hati)

14. At—Taa>wun (tolong—menolong) 15. al—Is{lah} (damai)

16. al—Ikha> (persaudaraan) 17. al—Iqtis{ad (hemat)

18. Sila>tu al—Rahmi (menyambung tali persaudaraan) 19. al—Diya>fah (menghormati tamu)

20. al—Tawaddu (merendahkan diri) 21. al—Ihsa>n (berbuat baik)

22. al—Khusyu> (menundukkan diri) 23. al—Muru>ah (berbudi tinggi)

24. al—Nadza>fah (menjaga kebersihan)

25. al—S{ali>h}ah (cenderung kepada kebaikan)

26. al—Qana>ah (merasa cukup dengan apa yang ada) 27. al—Saki>nah (tenang, tenteram)

(58)

31. al—H}ilmu (menahan diri dari berlaku maksiat) 32. al—Tadarru (merendahkan diri kepada Allah) 33. Izzatu al—Nafsi (berjiwa kuat).87

F. Ruang Lingkup Pendidikanal—Akhla>q al—Kari>mah

Akhlak mempunyai ruang lingkup yang menjadi objek kajiannya.88Ibn Qayyim al—Jauziyah sebagaimana dikutip oleh Ali,

beliau membagi ruang lingkup akhlak mulia kedalam dua bagian, yaitu akhlak mulia kepada Allah SWT. dan akhlak mulia kepada makhluk—Nya.89Berikut perinciannya:

1. Al—Akhla>q al—Kari>mah kepada Allah

Al — akhla>k al — kari>mah terhadap Allah merupakan pondasi dalam berakhlak kepada siapapun di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak yang baik kepada Allah, apalagi kepada yang lain. Diantara al — akhla>q al — kari>mah terhadap Allah adalah sebagai berikut:

a. Taat kepada aturan — Nya dan ridha terhadap ketentuan — Nya

b. Selalu bertobat dan berusaha mencari ridha—Nya c. Selalu berdzikir dan berdoa kepada—Nya

87Mustofa,Akhlak—Tasawuf, 198—199. 88Ali,Pendidikan Agama Islam, 30.

(59)

d. Bertawakal kepada—Nya90

e. Beriman dan beramals}alih (bertakwa kepada—Nya)91

f. Bersyukur kepada—Nya g. Bertasbih kepada—Nya h. Mentauhidkan Allah92

2. Al—Akhla>q al—Kari>mah kepada Makhluk—Nya a. Al—Akhla>q al—Kari>mah terhadap Diri Sendiri

1) Sabar 2) Syukur 3) Tawaddu 4) Benar

5) Iffah (menahan diri untuk tidak maksiyat) 6) Menahan diri untuk tidak marah

7) Amanah dan jujur 8) Berani berkata benar

9) Qanaah (merasa cukup dengan apa yang sudah ada)93

b. Al—Akhla>q al—Kari>mah terhadap Orangtua

1) Kita harus bersyukur kepada orangtua sebagaimana kita harus bersyukur kepada Allah

90Ibid., 51—53.

(60)

2) Kita harus merawat mereka ketika mereka sudah berusia lanjut dan tubuh mereka sudah lemah

3) Janganlah membantah apalagi sampai membentak ketika mereka melakukan tindakan atau mengucapkan kata — kata yang menyusahkan kita

4) Janganlah sekali — kali merendahkan mereka karena mereka miskin dan tak berdaya, sementara kita mungkin menjadi orang yang kaya atau pejabat.

5) Selalu mendoakan mereka agar Allah membalas kasih sayang mereka kepada kita dengan mem—berikan kasih sayang—Nya kepada mereka.94

6) Mematuhi kedua orangtua, kecuali dalam hal kemaksiatan.95

7) Berbuat baik dan berkata halus (mulia) kepada orangtua 8) Mendoakan orangtua yang sudah meninggal

9) Menepati janji kedua ibu—bapak

10) Memuliakan teman—teman kedua orangtua

11) Bersilaturahim kepada orang yang masih mempunyai hubungan dengan kita karena adanya orangtua96

c. Al—Akhla>q al—Kari>mah terhadap Tetangga

(61)

1) Senantiasa berbuat baik kepada tetangga 2) Selalu memberikan perhatian kepada mereka

3) Memperkenalkan diri ketika kita pindah ke tempat baru atau ketika tetangga baru pindah ke tempat kita

4) Saling berbagi dengan tetangga dalam hal apapun

5) Saling melakukan kunjungan keluarga sehingga dapat berinteraksi dengan cara yang lebih baik

6) Senantiasa menunjukkan kebaikan kepada mereka.97 d. Al—Akhla>q al—Kari>mah terhadap Sesama

1) Saling mengingatkan kepada Allah SWT.

2) Memberikan salam ketika bertemu dan saling berjabat tangan

3) Saling mendoakan ketika berpisah 4) Saling menguatkan keimanan

5) Saling bertukar ide dan pemikiran yang berguna

6) Saling mengingatkan agar takut kepada Allah atau menyesali niat untuk berbuat dosa

7) Saling mendengarkan pembicaraan

8) Mengingatkan kesalahan dengan cara yang baik

9) Menyampaikan amanah kepada orang yang pantas menerimanya

(62)

10) Saling melontarkan senyuman yang sewajarnya 11) Tidak mengalihkan perhatian saat diajak berbicara

12) Selalu mengecilkan hati yang lain jika mereka berniat melakukan dosa dan membesarkan hati yang lain jika mereka berniat melakukan kebaikan

13) Saling meminta dan memberi nasihat kebaikan 14) Tidak membuat waktunya sia—sia

15) Tidak mengundangnya untuk mendatangi tempat — tempat maksiat

16) Saling menjaga rahasia

17) Saling menyapa dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang.98

e. Al—Akhla>q al—Kari>mah dalam Pergaulan Antarjenis 1) Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis 2) Tidak berdua—duaan

3) Tidak bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mah}ram

4) Menjaga aurat terhadap lawan jenis.99

f. Al—Akhla>q al—Kari>mah terhadap Masyarakat

1) Saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa

(63)

2) Berbahasa menggunakan bahasa yang sopan, jelas, baik, dan mudah dimengerti masyarakat

3) Jangan sekali — kali menggeser tempat duduk orang lain jika dalam majlis

4) Memberikan ucapan selamat kepada mereka yang menerima kenikmatan atau mendapat kebahagiaan

5) Meminta izin dahulu sebelum masuk ke rumah siapapun 6) Tidak bercanda yang berlebihan, apalagi sampai

mengucapkan kata—kata kotor

7) Menjenguk mereka yang sedang sakit dan mendoakannya agar cepat diberi kesembuhan

8) Taziyah dan turut berbela sungkawa ketika ada yang meninggal, serta memberikan nasihat yang baik kepada keluarganya agar sabar dan tetap kuat iman.100

9) Menghargai emansipasi wanita 10) Menegakkan keadilan

11) Tidak membeda—bedakan (persamaan derajat manusia) 12) Saling melindungi

13) Menyuburkan sikap saling menyayangi101

14) Menjunjung rasaukhuwwah (persaudaraan)

(64)

15) Memiliki rasa pemurah 16) Saling menyantuni 17) Saling memaafkan

18) Senantiasa menepati janji 19) Bermusyawarah

20) Saling berwasiat didalam kebenaran102

g. Al—Akhla>q al—Kari>mah terhadap Alam

1) Hendaklah melakukan hewan dengan cara — cara yang baik.103

2) Tidak melakukan perusakan terhadap lingkungan.

G. Implikasial—Akhla>q al—Kari>mah

1. Implikasial—Akhla>q al—Kari>mah bagi Individu

Akhlak terpuji memiliki beberapa akibat bagi bagi individu tersebut, seperti meningkatkan wibawa, mendapat kehormatan di masyarakat, banyak disenangi sesamanya, mudah mendapatkan perlindungan, serta mendapat ketenteraman dan kebahagiaan hati, karena akhlak yang terpuji sesuai dengan fitrah manusia yang menyukai kebaikan. Melalui akhlak terpuji pula derajat manusia di sisi Allah akan semakin meningkat,

102Ali,Pendidikan Agama Islam, 35—36.

(65)

karena hanya dengan kebaikan (ihsan), seseorang akan semakin mendekatkan diri dengan Allah, serta terhindar dari hukuman yang bersifat manusiawi.104

2. Implikasi al — Akhla>q al — Kari>mah bagi Lingkungan Sosial (Masyarakat)

Akhlak terpuji mampu membina dan menjaga kerukunan antartetangga yang terwujud dalam sikap saling menghormati, saling melindungi, saling menj

Referensi

Dokumen terkait

Setelah model kapal selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah meng- export file .msd ( default software Maxsurf) ke dalam bentuk file .igs agar dapat dibaca oleh ICEM CFD

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh insentif, motivasi kerja, dan remunerasi terhadap kinerja pegawai organisasi sektor publik.. Jenis penelitian ini

Hasil akhir dari pengolahan data akan menemukan jawaban atas permasalahan yang dihadapi, yaitu menentukan kriteria mana yang paling berpengaruh dalam pemilihan

a) Resourceful  Poin-poin penting yang diterapkan : 1. Tidak berhenti mengembangkan potensi diri. Mendorong terjadinya pemikiran yang kreatif dan inovatif. Bekerja dengan cermat

Kedudukan wanita muslimah dalam kehidupan sosial merupakan hal yang sangat berarti untuk bisa berintraksi dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya, dan bisa bekerja sama dalam

Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa peningkatan kadar ovalbumin dalam butiran hasil enkapsulasi pada formula dengan konsentrasi

Analisa ini bisa juga digunakan untuk meramal akan tetapi data harus ada kecendrungan tren, tidak boleh ada pola musiman dan model yang digunakan memiliki

Rata-rata biaya makan yang terbuang akibat sisa makanan lunak dibandingkan biaya makan yang disajikan adalah Rp 4.988,2/hari (19,5%). Disarankan agar dilakukan evaluasi dan