TAHUN AJARAN 2008/2009 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TOPIK -TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (SI)
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh:
Eka Dara Wiguna 021114016
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
TAHUN AJARAN 2008/2009 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TOPIK -TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (SI)
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh:
Eka Dara Wiguna 021114016
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Jalani hari-harimu semaksimal mungkin.
Dapat kan yang t erbaik dari t iap jam, t iap hari, dan t iap umur hidupmu. D engan begit u kamu bisa menat ap kedepan dengan penuh percaya diri,
dan menoleh kebelakang tanpa rasa sesal.
Jadilah dirimu sendiri, namun dirimu yang terbaik. Beranilah tampil beda dan ikutilah bintangmu sendiri, jangan t akut merasa bahagia, nikmati segala keindahan, cintailah dengan seluruh jiwa dan ragamu,
dan yakinlah bahwa orang-orang yang kamu cintai juga mencintaimu.
L upakan kebaikan yang pernah kamu lakukan pada teman-tamanmu, dan ingat selalu kebaikan-kebaikan mereka.
Abaikan ut angmu pada dirimu
dan berkonsentrasilah pada utangmu pada dunia. Bila kamu dihadapkan pada suatu keputusan, buatlah keputusan sebijaksana mungkin lalu lupakan. K ebenaran absolut t idak pernah benar-benar ada,
diatas segalanya ingatlah bahwa Tuhan menurunkan pertolongan kepada mereka yang mau membantu diri sendiri.
v
Dengan cint a skr ipsi ini ku per sembahkan unt uk:
v Bapa dan sahabat t er baikku Tuhan Yesus Kr ist us yang selalu mencukupkan segala sesuat u dalam hidupku.
v Kedua or ang t uaku t er cint a bapak Yesaya Bin Labik dan I bu lusia Kar t iani yang t elah beker j a begit u giat unt uk member ikan kehidupan yang baik bagi kami semua, yang selalu ber doa unt ukku dan t elah dengan sabar mendampingiku dan mengaj ar iku banyak hal yang bij ak dalam menj alani hidup.
v Kedua adikku t er sayang Neno dan Rommy yang set iap saat member iku dukungan dan semangat unt uk mengej ar mimpi- mimpiku. Aku begit u mengasihi kalian.
v Kekasihku t er cint a St epanus Rudi yang t elah member iku begit u banyak kasih sayang dan cint a. Engkau adalah hadiah t er indah yang t elah Tuhan ber ikan unt ukku.
v Sahabat dan saudar aku t er kasih Fr ansisca Enny Mar isa yang selalu menberiku semangat dan dukungan dalam menghadapi apapun kenyat aan hidup. Di dalam hat iku dan hidupku, aku akan selalu membawa sesuat u dar i dir imu.
v Selur uh keluar ga besar ku di manapun ber ada, t er ima kasih at as dukungannya.
vii
DESKRIPSI MASALAH-MASALAH BELAJAR YANG DIALAMI OLEH SISWI-SISWI KELAS XI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2008/2009 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TOPIK-TOPK BIMBINGAN KLASIKAL
Eka Dara Wiguna Universitas Sanata Dharma
2008
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk: (1) mengetahui masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswi-siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009, dan (2) mengetahui topi-topik bimbingan klasikal yang sesuai dengan masalah belajar yang dialami para siswi tersebut..
Subjek penelitian adalah seluruh siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang berjumlah 99 orang. Siswi-siswi tersebut terbagi dalam empat kelas , yaitu kelas XI Bahasa (9 orang), kelas XI IPA (21 orang), kelas XI IPS1 (33 orang), dan kelas XI IPS2 (36 orang).
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari 62 item. Kuesioner disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan uraian dari aspek-aspek yang mempengaruhi proses belajar siswa, yaitu aspek internal, dan aspek eksternal.
Teknik analisis data dalam penelitian dilakukan dengan menghitung mean, standar deviasi, dan mengkategorisasikan skor tiap item yang dibedakan mnjadi tiga kategori, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi.
viii
DESCRIPTION OF LEARNING PROBLEMS FACED
BY THE XI GRADE STUDENTS OF STELLA DUCE 2 SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA IN ACADEMIC PERIOD 2008/2009 AND ITS
IMPLICATION TO CLASSICAL GUIDANCE TOPICS
Eka Dara Wiguna Sanata Dharma University
2008
This research was a descriptive research intended: (1) to know the learning problems faced by the XI grade students of Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta in Academic Period of 2008/2009, and (2) to know the classical guidance topics which are appropriate to the learning problems faced by those students.
The subjects of this research were all XI grade students of Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta in academic period 2008/2009 of 99 persons. Those students were divided into four classes, i.e. Language XI class (9 students), Science XI class (21 students), 1 Social Studies XI class (33 students), and Social Studies XI class (36 students).
The instruments used were questioners comprising of 62 items. These questioners were compiled by the author individually based on the explanation of aspects influencing the students’ learning process, i.e. internal and external aspects.
The technique of data analysis in this research was conducted by calculating mean, deviation standard, and categorization of the scores of each item that were differentiated into three categories: low, moderate, and high.
x
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah
menberikan karunia, berkat dan kekuatan yang terbaik, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis juga bersyukur atas cinta dan
perhatian dari berba gai pihak dalam bentuk dukungan, masukan, kritikan dan doa
sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini dengan baik. Penulis
menyadari tanpa itu semua skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan
baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapa dan sahabat terbaikku Tu h a n Ye su s Krist u s. Terima kasih selalu
ada bagiku. Engkau kekuatan dan sumber suka citaku. Terima kasih atas
kepercayaanMu dan penyertaanMu dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah menyetujui topik skripsi
ini.
3. A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., Psi., M.A dosen pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis
4. Para Dosen Prodi Bimbingan dan Konseling USD yang telah banyak
membekali penulis dengan berbagai pengetahuan.
5. Dra. Chr. Rini Suharsih kepala sekolah SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang
telah memberikan ijin dan kemudahan bagi penulis untuk melakukan
xi penulis melakukan penelitian.
7. Yang terkasih seluruh siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang
bersedia membantu penulis untuk mengisi kuesioner.
8. Papa dan mama tercinta yang selalu mendukungku, menyemangati dan
mendoakanku. Terima kasih untuk cinta, kasih sayangnya dan kerja kerasnya
dalam membiayai studiku sampai selesai.
9. Kedua adikku yang tercinta Neno dan Rommy, terima kasih atas cinta, kasih
sayang, dan dukungan yang tidak pernah henti.
10. Kakakku tercinta Rudy, Makasih atas semua dukungan dan pengertiannya.
11. Sahabatku Fransisca Enny Marisa, terima kasih atas dukungan, pengertian,
dan kesabarannya selama ini dan terima kasih atas bantuannya selama aku
penuh dengan kehampaan dan tangisan menghadapi kenyataan hidup, itu
semua sangat berarti bagiku.
12. Flora dan Ina yang udah banyak membantu dan menyemangatiku..salut liat
ketekunan kalian..
13. Teman-teman kost parkit 7, Tuti yang selalu buat aku tertawa, Yuli yang rajin,
Artha yang baik, Memes yang pintar dandan, Maria dan Vina yang suka
teriak-teriak, Inge yang sering main game sampai larut malam, Ely yang
xii kalian.
15. Semua pihak yang telah membantu dan berperan dalam penyelesaian skripsi
ini. Terima kasih atas dukungannya.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya dan berminat dalam pelayanan BK.
Penulis
xiii
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii
HALAMA N PENGESAHAN………. iii
HALAMAN MOTTO……….. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……… v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. vi
ABSTRAK……… vii
ABSTRACT………..……….. viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI……… ix
KATA PENGANTAR……….. x
DAFTAR ISI………. xiii
DAFTAR TABEL……… xvi
DAFTAR LAMPIRAN……… xvii
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Bela kang Masalah………. 1
B. Rumusan Masalah……….. 5
C. Tujuan Penelitian……… 5
D. Manfaat Penelitian………. 6
E. Definisi Operasional……….. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 9
xiv
B. Masalah Belajar………. 12
1. Pengertian Masalah Belajar……… 12
2. Gejala Siswa Yang Mengalami Masalah Belajar………... 13
C. Asp[ek-aspek Penyebab Masalah Belajar……….. 14
1. Aspek Internal………..……….. 15
2. Aspek Eksternal………..…….. 30
D. Bimbingan Belajar……… 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 43
A. Jenis Penelitian………. 43
B. Populasi Penelitian……… ……….. 44
C. Instrumen Penelitian……….. 44
1. Alat Pengumpul Data………... 44
2. Penentuan Skor……… 46
3. Kisi-kisi Kuesioner……….. 46
4. Uji C oba Alat………... 47
D. Validitas dan Reliabilitas………... 47
1. Validitas……….. 47
2. Reliadilitas………. 49
E. Prosedur Penelitian……… 53
1. tahap Persiapan………. 53
xv
A. Masalah Belajar yang Dialami oleh Siswi Kelas XI
SMA Stella Duce 2 Yogyakar ta Tahun Ajaran 2008/2009……… 57
B. P embahasan……….. 61
BAB V USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL………. 68
BAB VI PENUTUP………. 74
A. Ringkasan………. 74
B. Kesim pulan……….. 76
C. Saran………. 76
DAFTA R PUSTAKA………. 78
LAMPIRAN……… 81
xvi
Tabel 1 : Rincian Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta
Tahun Ajaran 2008/2009 yang Mengikuti Penelitian………… 44
Tabel 2 : Kisi-kisi Kuesioner Masala h belajar Sebelum Uji Coba……… 46
Tabel 3 : Koefisien Korelasi Reliabilitas……….. 51
Tabel 4 : Kisi-kisi Kuesioner Masala h Belajar Setelah Uji Coba………. 52
Tabel 5 : Jadwal Pengumpula n Data penelitian……… 53
Tabel 6 : Kategorisasi Skor Item Kuesioner Masalah Belajar yang Dialami Sisw Kelas XI SMA Stella DUCE 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009……… 56
Tabel 7 : Kategorisasi Skor Masalah Belajar yang Dialami Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009……… 58
Tabel 8 : Masalah-masalah Belajar yang Dialami oleh Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009……… 59
Tabel 9 : Usulan Topik-topik Bimbingan Klasikal bagi Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009……… 69
xvii
Lampiran 1 : Tabulasi Skor Uji coba ……… 81
Lampiran 2 : Hasil Uji Analisis Validitas dan Reliabilitas SPSS Versi 12 for Windows……… 84
Lampiran 3 : Rekapitulasi Item Valid dan Gugur………. 86
Lampira n 4 : Data Metode Belah Dua Kuesioner Masalah Belajar………. ...………. 88
Lampiran 5 : Kuesioner Masalah Belajar………. 89
Lampiran 6 : Tabulasi Penelitian……….. 93
Lampiran 7 : Pengolahan Data Item Penelitian……… 99
Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian………..… 101
1
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan suatu hal yang dihadapi dan dialami oleh setiap
orang. Kegiatan belajar siswa tidak selalu berjalan lancar, kadang-kadang
siswa mengalami masalah dalam belajar. Jika siswa tidak dapat mengatasi
masalah belajarnya, maka siswa tidak dapat belajar dengan baik dan akan
berpengaruh pada proses belajar berikutnya. Oleh karena itu dalam kegiatan
belajar mengajar di sekolah, guru pembimbing bersama guru mata pelajaran
bertugas membantu siswa dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh
siswanya. Dengan demikian guru pembimbing perlu terlebih dahulu memiliki
gambaran tentang masalah be lajar yang dialami siswa, agar bantuan yang
diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan siswa.
Menurut Hilgard (Tanlain, 2002: 6) belajar adalah proses yang
didalamnya terjadi tingkah laku atau perubahan tingkah laku melalui praktek
atau latihan. Belaja r merupakan sesuatu hal yang dihadapi oleh setiap orang.
Kingsley dan Garry (Tanlain, 2002: 6) mengatakan bahwa belajar itu
dilakukan oleh setiap orang dimana saja, tidak terbatas dalam sekolah. Ini
berarti belajar dapat terjadi di mana saja, baik di lingkungan sekolah maupun
perubahan tingkah laku. Perubahan ini terjadi melalui pengalaman belajar dan
pelatihan yang didapatkan dalam proses belajar.
Kegiatan belajar merupakan unsur yang sangat mendasar
(fundamental) dalam proses pendidikan di sekolah, karena dalam keseluruhan
proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang inti
dan utama (Djumhur dan Surya, 1975: 23). Di sekolah siswa melakukan
kegiatan mengolah bahan pelajaran, baik yang bersifat akademik, yang
bersifat penyesuaian diri, maupun yang bersifat ketrampilan, sehingga ia
memperoleh pengetahuan, pemahaman, sikap, ketrampilan baru atau
menyempurnakan yang sudah ia miliki (Tanlain, 2002: 7-8).
Siswa SMA sebagai remaja sedang berada dalam masa transisi dari
masa anak ke masa dewasa (Semiawan, dkk, 1984: 17). Pada masa ini siswa
mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik, mental, sosial,
maupun emosional yang sangat mempengaruhi tingkah laku siswa dalam
kehidupan sehari-hari dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat luas (Deradjat,
1994: 101). Menurut Semiawan, dkk (1984: 17) pada masa transisi ini status
remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Ia bukan
anak lagi tetapi juga belum dewasa. Statusnya yang tidak jelas inilah yang
dapat menyebabkan remaja mengalami krisis identitas dan menjadi ragu-ragu
tentang peran yang diharapkan darinya. Keadaan ini membuat remaja tidak
memiliki dorongan kuat terhadap pendidikan, sehingga remaja akan banyak
belajar dan menyepelekan tugas-tugas yang diberikan oleh guru di sekolah
(Hurlock, 1980: 220)
Sementara itu Tanlain (2002: 31) mengatakan bahwa masalah-masalah
kehidupan siswa dan masalah belajar siswa terkait dengan perkembangan
siswa. Pendapat tersebut diperkuat oleh Partowisastro (1985: 47) yang
mengatakan bahwa perkembangan fisik yang relatif cepat menyebabkan emosi
siswa menjadi tidak stabil. Senada dengan itu Semiawan, dkk (1984: 18)
menyatakan bahwa masa remaja sering diliputi perasaan ragu-ragu, murung,
gelisah, atau cemas, tanpa sebab yang jelas. Dalam kegiatan belajar sangat
diperlukan kestabilan emosi, keadaan emosi yang tidak stabil tentu akan
menghambat kegiatan belajar yang dilakukan siswa (Ketut,1983: 55). Oleh
karena itu sesuai dengan perkembangan para siswa tersebut, sekolah sebagai
jalur pendidikan formal berusaha menyelenggarakan kegiatan bimbingan agar
siswa memperoleh perhatian sebagai pribadi-pribadi yang sedang berkembang
dan mendapatkan bantuan dalam menghadapi tantangan dan masalah belajar
yang berkaitan dengan proses perkembangannya.
Winkel (1991: 70) menyatakan bahwa tujuan pelayanan bimbingan
adalah agar orang yang dibimbing (binimbing) dapat mengatur dan
bertanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya dan sebagai manusia
dewasa, bebas mewujudkan potensinya sesuai dengan yang cita-citanya.
Bimbingan di sekolah bertujuan agar tujuan pendidikan terealisasi semaksimal
mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa (Slameto, 1991: 29), dan
Artinya siswa perlu disadarkan tentang harapan yang mereka pikul, tantangan
yang harus mereka hadapi dan kemampuan yang perlu mereka kuasai.
Djumhur dan Surya (1975: 24) menyatakan bahwa, sekolah
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu siswa agar berhasil
dalam belajar. Berdasarkan itu, bantuan yang diberikan oleh sekolah
berbentuk kegiatan pengajaran, kegiatan bimbingan, dan kegiatan pelatihan
harus relevan dengan masalah yang dialami siswa (Tanlain, 2002: 30). Oleh
sebab itu, sangat penting bagi guru pembimbing dan guru mata pelajaran
untuk memahami masalah-masalah belajar yang dialami siswa, sehingga dapat
memberikan bantuan pada siswa dalam mengatasi dan memecahkan masalah
belajarnya (Djumhur dan Surya, 1975: 24)
Setiap orang membutuhkan informasi dan penyelesaian atas masalah
yang mereka hadapi. Hal itu juga dialami oleh siswi-siswi Kelas XI
SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 yang menjadi subyek
penelitian ini. Guru pembimbing dapat membantu siswa mengatasi masalah
belajar dengan mengadakan kegiatan bimbingan. Isi dan materi yang
disampaikan dalam bimbingan kelompok harus menopang tujuan pelayanan
bimbingan, yaitu perkembangan masing-masing siswa (Winkel, 1997: 533)
dan materi itu dipersiapkan untuk membantu memecahkan masalah yang
sedang dialami siswa (Djumhur dan Surya, 1975: 111). Oleh karena itu
topik-topik bimbingan kelompok akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan
Berdasarkan uraian di atas penelitian tentang masalah-masalah belajar
yang dialami oleh siswi-siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun
ajaran 2008/2009 akan berguna untuk memberi gambaran tentang masala
h-masalah belajar yang dialami oleh siswa. Berdasarkan hasil penelitian, akan
diusulkan topik-topik bimbingan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang
masalah-masalah bela jar yang dialami oleh siswi-siswi Kelas XI SMA Stella
Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009. Hasil penelitian ini digunakan
sebagai dasar penyusunan usulan topik-topik bimbingan belajar. Secara
spesifik masalah yang diteliti adalah:
1. Masalah-masalah belajar apa sajakah yang dialami oleh siswi-siswi Kelas
XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009?
2. Topik-topik bimbingan klasikal apa sajakah yang sesuai bagi siswi-siswi
Kelas XI SMA Stella Duce 2 YogyakartaTahun Ajaran 2008/2009?.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswi-siswi
Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009.
2. Untuk mengetahui topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai bagi
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswi-siswi
Diharapkan siswi-siswi dapat menyadari masalah-masalah belajar yang
dialaminya dan dapat terbantu dalam mengatasi masalah-masalah belajar
yang dialaminya.
2. Bagi Guru Pembimbing
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi guru
pembimbing dalam meningkatkan layanan bimbingan di sekolah, terutama
bimbingan akademik untuk mengatasi masalah-masalah belajar yang
dialami siswa.
3. Bagi Guru Mata Pelajaran
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan dalam
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas dan menemukan cara
yang tepat dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini dapat memberi informasi bagi kepala sekolah
mengenai masalah-masalah belajar yang dialami siswa dan dapat
bermanfaat bagi kepala sekolah dalam menjalankan salah satu tanggung
jawabnya dalam program bimbingan, yaitu sebagai pemberi informasi
kepada guru-guru tentang keadaan yang dialami siswa (Djumhur dan
5. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Hasil pe nelitian ini dapat menjadi referensi data tentang keadaan nyata
yang terjadi di sekolah, karena program studi bimbingan dan konseling
Universitas Sanata Dharma akan mempersiapkan calon-calon guru
pembimbing yang kelak akan bekerja kesekolah.
E. Definisi Operasional
Berikut ini dijelaskan beberapa istilah yang perlu dipahami agar
maksud penelitian ini lebih mudah ditangkap.
1. Masalah Belajar
Dalam penelitian ini masalah belajar diartikan sebagai suatu keadaan
dimana anak didik atau siswa tidak dapat bela jar sebagaimana mestinya
(Ahmadi dan Widodo, 199: 74). Masalah belajar dapat berasal dari faktor
internal dan faktor eksternal sebagaimana dimaksudkan dalam butir-butir
kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Bimbingan Belajar Klasikal
Bimbingan belajar klasikal adalah pelayanan bimbingan yang diberikan
oleh guru pembimbing kepada kelompok siswa yang tergabung dalam
satuan kelas tertentu, di tingkatan kelas tertentu pada waktu tertentu, yang
3. Topik -topik Bimbingan Klasikal
Topik -topik bimbingan belajar adalah suatu rangkaian materi atau bahan
bimbingan yang direncanakan untuk menjadi isi pelayanan bimbingan
selama periode waktu tertentu (Palit, 2002: 7). Dalam penelitian ini akan
diusulkan topik-topik bimbingan belajar untuk satu semester.
4. Siswi-siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009
Siswi-siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran
2008/2009 adalah siswi-siswi yang tercatat sebagai siswi kelas XI di SMA
9
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini dibahas pengertian belajar dan ciri-cirinya, masalah belajar,
faktor -faktor penyebab masalah belajar, dan bimbingan belajar
A. Pengertian Belajar dan Ciri-cirinya 1. Pengertian Belajar
Menurut Winkel (1996: 53-55) belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap. Perubahan-perubahan itu dapat berupa suatu
hasil yang baru atau penyempurnaan terhadap hasil yang diperoleh.
Vembriarto, dkk (1994: 9) mendefinisikan belajar sebagai “perubahan
tingkah laku sebagai hasil latihan dan pengalaman”. Dimyati dan Mujiono
(1999) mengemukakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan
individu untuk memperoleh penge tahuan, perilaku dan keterampilan
dengan cara mengolah bahan belajar dengan menggunakan ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik sehingga kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik semakin bertambah baik. Thursan (2000: 1) mengatakan
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi pada manusia,
kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, dan
sebagainya. Morgan (Purwanto, 1984: 80) mengemukakan belajar adalah
setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Dari beberapa definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dari pola lama
menjadi pola baru yang lebih bermakna, sebagai hasil pelatihan dan
pengalaman siswa/individu melalui interaksi dengan lingkungannya yang
bersifat relatif menetap dan membekas.
2. Ciri-ciri Belajar
Menurut Ahmadi dan Widodo (1991) ada enam ciri belaja r, yaitu:
adanya perubahan yang disadari dan atau tidak disadari, perubahan dalam
belajar bersifat kontinyu dan fungsional, perubahan dalam belajar
bersifat positif dan aktif, perubahan dalam belajar tidak bersifat
sementara, perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah, perubahan
mencakup seluruh tingkah laku.
a. Adanya perubahan yang disadari dan atau tidak disadari
Ini berarti individu dapat menyadari perubahan yang terjadi di
dalam dirinya, misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya
bertambah, kecakapannya bertambah. Tetapi mungkin juga individu
tidak menyadari adanya perubahan yang dialaminya adalah akibat
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri
individ u berlangsung terus -menerus sepanjang hayat dan tidak statis.
Perubahan yang terjadi akan membawa dampak terhadap perubahan
berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar
berikutnya.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah
dan bertujuan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak usaha belajar
dilakukan, semakin banyak pula perubahan yang diperoleh. Perubahan
yang diperoleh melalui belajar bersifat aktif, maksudnya adalah
perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha
individu sendiri.
d. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara
Perubahan tingkah laku yang terjadi karena proses belajar
bersifat relatif menetap atau konstan. Perubahan tingkah laku tidak
akan hilang begitu saja melainkan akan semakin berkembang apabila
terus dilatih dan dipergunakan.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada
tingkah laku benar-benar disadari dan senantiasa mengarah pada tujuan
yang telah ditetapkan.
f. Perubahan mencakup seluruh tingkah laku
Perubahan yang dialami individu akibat belajar meliputi
seluruh aspek tingkah laku, keterampilan, nilai dan sikap.
B. Masalah Belajar
1 . Pengertian Masalah Belajar
Dimyati dan Mujiono (1999: 296) menyatakan bahwa masalah
belajar adalah “kesukaran atau hambatan yang menghalangi terjadinya
belajar”. Hal ini menyebabkan peserta didik atau siswa tidak dapat belajar
sebagaimana mastinya (Ahmadi dan Widodo, 1991: 74). Siswa diduga
mengalami masalah belajar apabila menunjukkan kegagalan dalam
mencapai tujua n-tujuan belajarnya dan tidak berhasil mencapai taraf
kualifikasi hasil belajar tertentu berdasarkan ukuran kriteria keberhasilan
seperti yang dinyatakan dalam TIK (Tujuan Instruksional Khusus) dan
ukuran tingkat perkembangannya (Syamsuddin, 2002: 308).
Sementara itu menurut Muhibbin Syah (1995: 173) masalah
belajar siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya prestasi belajar
siswa. Namun masalah belajar siswa juga dapat dibuktikan dengan
munculnya kelainan perilaku siswa seperti: suka berteriak-teriak di dalam
kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering
membagi waktu belajar, memilih materi yang sesuai, menggunakan buku,
mempersiapkan ujian, belajar sendiri, belajar berkelompok, menerima
pelajaran di sekolah, menyusun catatan, dan dalam mengerjakan
tugas-tugas dan pekerjaan rumah (Djumhur dan Surya, 1975: 32).
2 . Gejala Siswa Mengalami Masalah Belajar
Menurut Ahmadi dan Widodo (1991: 88) siswa yang mengalami
masalah belajar akan menunjukkan gejala -gejala sebagai berikut :
a. Siswa menunjukkan hasil belajar yang rendah, sebagaimana tampak dari
prestasi belajar di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok
siswa di kelas.
b. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
Siswa telah melakukan kegiatan belajar dengan sebaik-baiknya, tetapi
hasilnya kurang memuaskan.
c. Siswa selalu atau sering tertinggal dalam melakukan tugas belajarnya.
Siswa memerlukan waktu yang lebih panjang dalam melakukan
tugas-tugasnya.
d. Siswa menunjukkan tingkah laku yang bersumber pada sikap yang
kurang wajar bagi siswa, seperti : acuh tak acuh, berdusta, berpura-pura,
iri hati dan sebagainya.
e. Siswa menunjukan perilaku yang bersumber pada reaksi emosional
yang kurang wajar, seperti : murung, mudah tersinggung, mudah marah,
f. Siswa menunjukan tingkah laku yang bersunber pada sikap menentang,
seperti : membolos, mengganggu, datang terlambat, tidak teratur dalam
belajar, tidak mebuat catatan, tidak mau bekerja sama, mengasingkan
diri dan sebagainya.
C. Aspek-aspek Penyebab Masalah Belajar
Proses belajar merupakan hal yang kompleks, karena dipengaruhi oleh
berbagai aspek yang berkaitan satu dengan yang lain. Menurut Purwanto
(1984 : 102) aspek penyebab masalah belajar digolongkan menjadi dua , yaitu:
aspek yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut aspek individul
dan aspek yang ada diluar individu yang disebut aspek sosial. Ahmadi dan
Widodo (1991) menyatakan bahwa aspek penyebab masalah belajar
digolongkan menjadi dua, yaitu: aspek internal (yang ada di dalam pribadi
siswa) dan aspek eksternal (yang ada di luar pribadi siswa).
Menurut Winkel (1996: 135) ada beberapa faktor pokok yang
berpengaruh terhadap proses belajar, yaitu: pribadi siswa, pribadi guru,
struktur jaringan hubungan sosial, dan sekolah sebagai institusi. Jika diamati
beberapa faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yaitu: aspek
internal dan aspek eksternal.Yang termasuk faktor internal (faktor yang ada
dalam pribadi siswa) adalah kemampuan belajar dan daya krativitas, bakat
khusus, organisasi kognitif, kemampuan berbahasa dan daya fantasi, hasrat
dan kehe ndak, motivasi belajar, konsentrasi dan perhatian, tempramen,
kondisi mental, dan vitalitas psikis. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal
adalah pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial, dan sekolah sebagai
institusi. Masing-masing faktor akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspek Internal
Yang termasuk di dalam aspek internal adalah: fungsi
sensorik-motorik, fungsi kognisi, fungsi afektif, fungsi konatif-dinamik, dan
beberapa hal lain yang menyangkut kepribadian siswa.
a. Fungsi Sensorik-Motorik
Kemampuan sensorik-motorik dapat berpengaruh dalam proses
belajar siswa. Kemampuan-kemampuan yang dimaksud antara lain :
kecepatan menulis, kecepatan berbicara da n artikulasi kata-kata,
kemampuan menggunakan alat-alat menggunting, membuat garis dan
lingkaran serta menggambar. Di antara kemampuan-kemampuan
tersebut, ada yang dibutuhkan dalam proses belajar mata pelajaran
tertentu, seperti: kecepatan menulis dan art ikulasi dengan jelas.
Adapula kemampuan yang hanya dibutuhkan dalam proses belajar
tertentu, seperti : koordinasi gerak-gerik dalam pelajaran keterampilan
dan pendidikan jasmani Winkel (1996: 189).
Jadi jika siswa kurang dalam keampuan sensor ik-motorik,
maka hal itu dapat menghambat proses belajar dan dapat membuat
siswa merasa kurang percaya diri, merasa takut dan gelisah, serta
b. Fungsi Kognitif
Yang termasuk dalam fungsi ini adalah :
b. 1. Taraf inteligensi/kemampuan belajar dan daya kreativitas
Winkel (1996: 183) mengartikan inteligensi dengan dua
cara, yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit.Dalam arti luas
inteligensi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencapai
prestasi yang di dalamnya berpikir memegang peranan. Dalam
arti sempit, inteligensi adalah kemampuan untuk mencapai
prestasi belajar di sekolah, yang di dalamnya berpikir memegang
peranan pokok. Dalam arti sempit inteligensi kerap disebut
“kemampuan intelektual” atau “kemampuan akademik”.
Sementara itu Purwanto (1996: 52) menyatakan inteligensi adalah
kesanggupan siswa untuk menyesuaikan diri pada kebutuhan baru
dengan menggunakan kemampuan berpikir untuk mencapai
tujuannya. Inteligensi sangat menentukan tingkat keberhasilan
belajar siswa, karena semakin tinggi kemampuan inteligensi siswa
maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, Sebaliknya
semakin rendah kemampuan inteligensi siswa maka semakin kecil
peluangnya untuk memperoleh sukses (Muhibbin Syah, 1995:
134).
Menurut Winkel (1996: 143) daya kreativitas menunjuk
pada kemampuan untuk berpikir secara orisinal. Sementara itu
menunjuk pada kemampuan untuk berpikir lebih irasional.
Ciri-ciri siswa yang memiliki daya kreativitas tinggi adalah: memiliki
dorongan ingin tahu sangat besar, sering mengajukan pertanyaan
pada tinggkat kualitas ilmiah, sering memberikan suatu usul atau
gagasan terhadap suatu masalah, bebas dalam menyatakan
pendapat, tidak mudah dipengaruhi orang lain, mempunyai
pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya (Nicolous, 1992:
55).
Jadi dengan demikian tinggi rendahnya taraf inteligensi
dan daya kreativitas siswa turut memegang peranan penting
dalam menentukan/mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.
Siswa yang memiliki taraf inteligensi dan daya kreativitas tinggi
akan dapat mengatasi masalah belajar yang dialaminya.
Sebaliknya siswa yang memiliki taraf inteligensi dan daya
kreativitas rendah cenderung akan mengalami masalah dalam
belajar.
b. 2. Bakat khusus
Menurut Winkel (1996: 145) bakat khusus merupakan
kemampuan yang menonjol di suatu bidang tertentu. Bakat
khusus dibentuk dalam kurun waktu tertentu dan merupakan
perpaduan dari taraf inteligensi pada umumnya, komponen
inteligensi tertentu, pengaruh pendidikan dalam keluarga dan
Chaplin dan Reber (Muhibbin Syah, 1995: 135) bakat khusus
adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Senada
dengan pendapat tersebut Sukardi (1983: 54) mengatakan setiap
manusia dilahirkan kedunia ini dilengkapi dengan bakat dan
kemampuan yang melekat pada dirinya, dalam arti setiap orang
berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu
sesuai dengan bakat masing-masing.
Jadi dengan demikian bakat juga dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya prestasi belajar siswa. Tidak semua siswa
berbakat dalam semua mata pelajaran, ada juga siswa yang hanya
berbakat dalam pelajaran tertentu saja. Jika siswa berbakat dalam
mata pelajaran tertentu, maka siswa akan lebih mudah
mempelajari bahan pelajaran tersebut. Sebaliknya jika siswa tidak
berbakat dalam mata pelajaran tertentu, maka siswa akan
mengalami kesulitan dalam mempelajari bahan pelajarannya.
b. 3. Organisasi kognitif
Winkel (1996: 145) mengatakan bahwa organisasi kognitif
menunjuk pada cara materi yang sudah dipelajari disimpan dalam
ingatan, apakah tersimpan secara sistematis atau tidak. Apa bila
semua materi pelajaran tersimpan dalam ingatan secara
terorganisasi, maka siswa akan memiliki kemampuan belajar yang
tetapi tidak memiliki bentuk organisasi yang serasi dalam ingatan.
Senada dengan Winkel, Dimyati dan Mudjiono (1999: 242)
menyatakan bahwa proses belajar terdiri dari beberapa proses,
salah satunya adalah proses penyimpanan dan pengaktifan yang
berupa penguatan serta pembangkitan kembali untuk
dipergunakan.
Jadi jika siswa mengalami masalah/kesukaran dalam
proses penyimpanan materi pelajaran dalam ingatan, maka
akibatnya proses penggunaan hasil belajar akan terganggu.
b. 4. Kemampuan berbahasa
Kemampuan berbahasa mencakup kemampuan untuk
menangkap inti suatu bacaan dan merumuskan pengetahuan dan
pemahaman yang diperoleh itu dalam bahasa yang baik,
sekurang-kurangnya dalam bahasa tertulis (Winkel, 2004: 163).
Bahasa adalah kebudayaan yang harus dipelajari, karena dengan
memiliki kemampuan berbahasa maka manusia dapat berpikir
(Purwanto, 1996: 43).
Kemampuan berbahasa sangat penting untuk dimiliki oleh
siswa, karena bahasa adalah alat yang penting bagi berpikir.
Dengan bahasa juga siswa dapat berinteraksi/berkomunikasi
dengan orang lain. Jika siswa tidak memiliki kemampuan
b. 5. Daya fantasi
Daya fantasi berupa aktivitas kognitif yang mengandung
banyak pikiran dan sejumlah tanggapan, yang bersama-sama
menciptakan sesuatu dalam alam kesadaran. Daya pantasi dapat
berguna dalam menciptakan sesuatu yang baru (kreatif), dalam
menbayangkan kejadian mendatang dan mempersiapkan diri
menghadapi kejadian itu (antisipasi), dalam melepaskan diri dari
ketegangan hidup sehari-hari (rekreasi), dan dalam menempatkan
diri dalam hidup orang lain (sosial).
Dengan demikian dalam pendidikan sekolah, daya pantasi
dapat membantu siswa dalam kegiatan ekspresi (kreasi) dalam
bidang studi ilmu sosial. Jika siswa tidak memiliki daya fantasi,
maka siswa akan kesulitan dalam belajar bidang studi ilmu sosial,
dan akan kesulitan dalam menciptakan sesuatu yang unik dan
menarik.
b. 6. Gaya belajar
Menurut Winkel (1996: 147) gaya belajar merupakan cara
belajar yang khas bagi siswa. Gaya belajar mengandung dua
komponen, yaitu: gaya kognitif dan tipe belajar. Gaya kognitif
adalah cara khas yang digunakan seseorang dalam mengamati dan
berkreativitas di bidang kognitif. Cara khas ini bersifat sangat
individual yang kerapkali tidak disadari dan sekali terbentuk
kecenderungan seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan cara
yang lebih visual atau lebih auditif. Siswa yang bertipe visual
akan lebih mudah belajar bila materi pelajaran dilihat atau
dituangkan dalam bentuk gambar, bagan, dan diagram.
Sedangkan siswa yang bertipe auditif akan lebih mudah blajar
bila dapat mendengar penjelasan dan merumuskan hasil
pengolahan materi pelajaran dalam bentuk kata-kata dan kalimat
yang kemudian disimpan dalam ingatan.
Sementara itu menurut Nasution (2003: 94) gaya belajar
adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh setiap siswa
dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat,
berpikir, dan memecahkan masalah. Tidak semua siswa
menggunakan gaya belajar yang sama, karena gaya belajar
berkaitan erat dengan pribadi seseorang.
Jadi jika ada siswa yang tidak memiliki gaya belajar
apapun, maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam
mengolah materi pelajaran secara visual maupun secara auditif.
b. 7. Cara Belajar
Cara belajar yang efektif dan efisien dapat membantu
siswa dalam belajar, lebih-lebih bila belajar dirumah. Siswa yang
menggunakan cara belajar yang efektif akan mampu melakukan
menerapkan dalam berbagai aspek kehidupannya (Surya, 2004:
50).
Jadi cara belajar yang digunakan siswa sangat
berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Jika siswa tidak
menggunakan cara belajar yang baik (efektif dan efisien), maka
siswa tidak akan mendapatkan hasil yang baik.
c. Fungsi Konatif -Dinamik
Yang termasuk dalam fungsi ini adalah :
c.1. Karakter-hasrat-kehendak
Ketiganya berkaitan dengan arah dan tujuan dari belajar.
Karakter menunjuk pada suatu aspek dalam kepribadian.
Kepribadian diartikan sebagai keseluruhan sifat yang dimiliki
individu. Sifat adalah ciri kepribadian yang menunjukkan
kekhasan individu, misalnya: terbuka, periang, dan tekun.
Karakter adalah keseluruhan hasrat manusia yang terarah pada
suatu tujuan yang mengandung nilai moralitas. Dalam berhasrat,
individu cenderung mencari apa yang memberikan kepuasan
baginya dan cenderung menghindar dari sesuatu yang tidak
membuat dirinya puas. Sementara itu menurut Ahmadi dan
Widodo (1991: 38) kehendak adalah fungsi jiwa untuk dapat
mencapai sesuatu dan merupakan kekuatan dari dalam.
Oleh sebab itu jika siswa tidak memiliki hasrat dan
belajar. Akibatnya prestasi belajar siswa akan menurun dan siswa
akan mengalami masalah pada proses belajar berikutnya.
c.2. Motivasi belajar
Menurut Winkel (1996:15) motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan
belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi
mencapai suatu tujuan. Menurut Ahmadi dan Widodo (1991)
motivasi belajar sebagai faktor batiniah berfungsi menimbulkan,
mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Sementara itu
menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 239) motivasi belajar
merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses
belajar.
Jadi motivasi belajar memegang peranan penting dalam
memberikan gairah atau semangat dalam belajar sehingga siswa
yang bermotivasi kuat memiliki energi banyak unt uk melakukan
kegiatan belajar. Jika siswa tidak menpunyai motivasi belajar,
maka siswa akan malas untuk melakukan kegiatan belajar,
akibatnya prestasi belajar siswa akan menurun.
c.3. Konsentrasi-perhatian
Menurut Winkel (1996: 183) konsentrasi adalah
pemusatan tenaga dan energi psikis dalam menghadapi suatu
dan apa yang berkaitan dengan itu. Perhatian dapat berarti sama
dengan konsentrasi, dapat pula menunjuk pada minat momentan,
yaitu perasaan tertarik pada suatu masalah yang sedang dipelajari.
Sementara itu menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 239)
konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan
perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju
pada isi bahan pelajaran maupun proses pengolahannya.
Untuk dapat belajar dengan baik, siswa harus memiliki
perhatian terhadap materi pelajaran yang dipelajarinya. Jika siswa
tidak bisa berkonsentrasi dan tidak memiliki perhatian terhadap
materi pelajaran, maka siswa tidak dapat memahami dengan baik
materi yang sedang dipelajarinya.
d. Fungsi Afektif
Yang termasuk dalam fungsi ini adalah :
d.1. Temperamen
Menurut Purwanto (1996: 143) temperamen mer upakan
pembawaan atau sifat-sifat jiwa yang sangat dipengaruhi dan erat
hubungannya dengan keadaan jasmani seseorang yang terlihat
dalam hal-hal yang khas baginya, seperti perasaan, keadaan darah,
pekerjaan kelenjar, pencernaan, pusat syaraf dll.
Sifat-sifat kepribadian yang ada pada seseorang turut pula
yang tidak baik dapat membuat siswa tidak bisa belajar dengan
efektif.
d.2. Perasaan
Perasaan yang dimaksud di sini adalah perasaan
intelektual, yaitu perasaan yang berhubungan dengan
kesanggupan intelektual dalam mengatasi sesuatu masalah dalam
belajar, misalnya senang atau puas ketika berhasil ( perasaan
intelektual positif), kecewa atau jengkel ketika gagal (perasaan
intelektual negatif). Agar belajar siswa dapat berlangsung secara
efektif, guru hendaknya menciptakan situasi sedemikian rupa,
sehingga menimbulkan perasaan-perasaan yang menunjang
aktivitas belajar siswa (Soemanto, 1984: 35-36).
Suasana jiwa/perasaan siswa dapat berpengaruh pada
gairah belajarnya. Perasaan tidak senang pada guru tertentu,
terhadap bidang studi tertentu akan sangat menghambat proses
belajar-mengajar, karena perasaan tidak senang itu akan membuat
siswa malas dan tidak berminat menperhatikan pelajaran.
d.3. Sikap
Menurut Winkel (1996: 104) sikap merupakan
kecenderungan seseorang dalam menerima atau menolak suatu
obyek berdasarkan penilaian apakah obyek tarsebut berguna dan
berharga baginya atau tidak. Senada dengan Winkel, Purwanto
untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu perangsang
atau situasi yang dihadapi, dalam arti suatu perbuatan atau
tingkah laku sebagai reaksi terhadap suatu stimulus yang disertai
dengan pendirian dan perasaan orang tersebut. Pendapat tersebut
diperkuat oleh Kartono (1987: 35) yang mengatakan bahwa sikap
adalah kecenderungan seseorang untuk memberi respon baik
positif maupun negatif terhadap benda-benda atau situasi tertentu.
Jadi dalam proses belajar, sikap juga memegang peranan
dalam mempengaruhi penghayatan siswa terhadap belajar. Jika
siswa memandang belajar sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat
baginya, maka siswa akan bersikap positif terhadap belajar.
Sebaliknya jika siswa memandang belajar tidak penting baginya,
maka siswa akan bersikap negatif terhadap belajar.
d.4. Minat
Winkel (1996: 188) mengartikan minat sebagai
kecenderungan subyek yang relatif menetap, untuk merasa
tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa
senang untuk mempelajarinya. Siswa SMA yang sedang berada
pada masa remaja biasanya lebih menaruh minat pada
pelajaran-pelajaran yang nantinya akan be rguna dalam bidang pekerjaan
yang dipilihnya. Ini berarti besarnya minat siswa terhadap
pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan
Jika siswa tidak berminat terhadap materi pelajaran, maka
siswa akan merasa tidak senang mengikuti pelajaran dan akan
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya pada
pelajaran.
e. Beberapa hal lain yang menyangkut kepribadian siswa
Beberapa hal lain yang menyangkut kepribadian siswa, yaitu :
e.1. Individualitas biologis
Winkel (1996: 190) mengatakan bahwa setiap siswa
memiliki individualitas biologis sendiri. Individualitas mencakup
susunan kimiawi badan, susunan alat-alat perlengkapan badan,
daya tahan terhadap penyakit dan daya hidup. Yang paling
berpengaruh dalam belajar adalah daya tahan terhadap penyakit,
daya hidup dan alat-alat perlengkapan badan.
Siswa yang lemah daya tahannya terhadap penyakit, akan
mudah terganggu dalam belajar, dan akan sulit berkonsentrasi
dalam belajar. Demikian pula siswa yang alat-alat perlengkapan
tubuhnya kurang sempurna akan mengalami kesulitan dalam
belajar. Keadaan fisik yang kurang baik, cenderung menyebabkan
kondisi fisik siswa yang kurang menguntungkan bagi belajar.
Sejalan dengan Winkel, Soemanto (1984: 115) mengatakan
bahwa siswa yang belajar membutuhkan kondisi badan yang
sehat. Siswa yang lemah daya tahannya terhadap penyakit akan
penyakit-penyakit tertentu serta mengalami kelelahan dan tidak
dapat belajar dengan efektif.
e.2. Kondisi mental
Winkel (1996: 191) mengatakan bahwa kondisi mental
merupakan akibat dari keadaan psikis siswa, seperti: ketenangan
batin atau kege lisahan batin, stabilitas mental atau labilitas
mental. Siswa yang menikmati ketenangan batin karena
keluarganya harmonis dan pergaulan sosialnya dengan teman
sebaya lancar, akan lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar.
Sejalan dengan Winkel, Soemanto (1984: 95) mengatakan bahwa
siswa yang berasal dari lingkungan rumah yang sehat dengan
suasana keluarga penuh rasa kasih sayang dan penuh dorongan
bagi mereka, maka kemungkinan besar siswa itu akan memiliki
kesehatan mental dan emosi yang baik.
Kondisi mental yang kurang baik (misalnya : sedang
gelisah atau sedih) akan membuat siswa sulit berkonsentrasi
dalam belajar, karena daya psikisnya kurang terpusat pada
tugas-tugas belajar.
e.3. Vitalitas psikis
Vitalitas psikis menunjuk pada jumlah dan kekuatan
energi yang dimiliki siswa berkaitan erat dengan daya hidup
dan kerap merasa lemah tidak akan memiliki energi yang banyak
untuk belajar (Winkel, 1996: 191).
Jadi agar dapat belajar dengan baik, siswa membutuhkan
kondisi badan yang sehat, karena siswa yang vitalitas psikisnya
kurang kerap kali mengalami kesulitan dalam belajar, khususnya
dalam berkonsentrasi.
e.4. Lingkungan hidup
Lingkungan hidup adalah keseluruhan keadaan yang
melingkupi atau keadaan yang memberi pengaruh pada
perkembangan siswa. Lingkungan hidup di sini dibatasi pada
lingkungan hidup keluarga siswa, ditinjau dari keadaan
sosial-ekonomis dan sosial-kultural. Ada siswa yang berasal dari
keluarga miskin, ada pula yang berasal dari keluarga kaya. Ada
siswa yang berasal dari keluarga yang tentram dan damai, ada
pula yang sebaliknya. Ada siswa yang ayah-ibunya terpelajar, ada
pula yang orang tuanya kurang penge tahuan.
Jadi keadaan keluarga yang bermacam-macam itu turut
menentukan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Tersedia
tidaknya fasilitas belajar juga memegang peranan penting dalam
2. Aspek Eksternal
Yang termasuk dalam aspek eksternal adalah: ke pribadi guru, guru
sebagai pendidik, guru sebagai didaktikus, struktur jaringan hubungan
sosial, dan sekolah sebagai institusi.
a. Kepribadian guru
Menurut Surya (2004: 97) kepribadian merupakan keseluruhan
perilaku dalam berbagai aspek yang secara kualitatif akan membentuk
keunikan atau kekhasan seseorang dalam interaksi dengan lingkungan
diberbagai situasi dan kondisi. Sementara itu Winkel (1996: 194)
mengatakan bahwa ciri khas kepribadian seseorang sebagian nampak
dalam cara dia melakukan pekerjaannya. Hal ini juga berlaku dalam
pekerjaan guru yang mendidik generasi muda disekolah. Berikut ini
akan dijelaskan kepribadian guru dilihat dari motivasi kerja, sifat dan
sikapnya.
a.1. Motivasi kerja
Motivasi kerja guru berbeda satu dengan yang lain. Motivasi
guru akan tampak pada perilakunya, baik yang disadarinya maupun
yang tidak disadarinya. Ada guru yang sungguh ingin memberikan
waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan yang terbaik bagi
siswa. Ada juga guru yang semata-mata mengajar untuk mendapat gaji
sebanyak mungkin (Winkel, 1996: 196).
Sementara itu menurut Surya (2004: 92) guru senantiasa harus
perilaku keguruannya. Dengan motivasi yang kuat, maka guru akan
berperilaku lebih baik, sehingga dapat membantu proses perkembangan
siswa. Senada dengan pendapat tersebut Suparno (2004: 9) mengatakan
bahwa guru yang memiliki motivasi kerja dan dapat menghayati
tugasnya sebagai suatu panggilan hidup, maka guru tersebut akan lebih
gembira, tekun, dan berdedikasi dalam menjalankan tugasnya
membantu siswa berkembang.
a.2. Sifat dan sikap
Winkel (1996: 196) menyatakan bahwa berdasarkan beberapa
penelitian, ciri-ciri guru yang ideal adalah : luwes dalam bergaul, suka
humor, mampu menyelami alam pikiran dan perasaan anak, peka
terhadap tuntutan keahlian, mampu mengadakan organisasi, kreatif dan
rela membantu. Sementara itu menurut Purwanto (1995: 143) ada
beberapa sikap dan sifat yang sangat penting dimiliki oleh seorang guru,
yaitu adil, percaya dan suka kepada murid -muridnya, sabar dan rela
berkorban, memiliki wibawa dihadapan murid-muridnya, penggembira,
bersikap baik terhadap guru-guru lain, bersikap baik terhadap
masyarakat, benar-benar menguasai materi pelajarannya, suka pada
mata pelajaran yang diajarkannya, dan berpengetahuan luas.
Dalam lingkup pendidikan, seorang guru harus memiliki
motivasi kerja yang baik dan mempunyai sifat dan sikap yang baik.
Kepribadian yang baik merupakan hal yang amat penting untuk
motivasi kerja dan tidak mempunyai sikap yang baik, maka guru tidak
dapat memba ntu siswa berkembang dan mendapatkan prestasi belajar
yang baik.
b. Guru sebagai pendidik
Sebagai pendidik, guru juga berperan sebagai inspirator dan
korektor serta penjaga disiplin.
b.1. Inspirator dan korektor
Winkel (1996: 197) mengatakan bahwa sebagai inspirator
guru berperan memberikan semangat kepada siswa, tanpa terpaku
pada taraf kemampuan intelektual atau tingkat motivasi belajar
siswa. Sebagai korektor, guru diharapkan berusaha membetulkan
sikap dan tindakan siswa yang tidak sesuai dengan tuntutan
kehidupan manusia yang sungguh-sungguh dewasa, dengan cara
memberikan hukuman atau penguatan secara tepat.
Senada dengan Winkel, Nasution (2003: 123-124)
mengatakan bahwa fungsi guru yang paling utama adalah
memimpin siswa dan membawa mereka kearah tujuan yang benar.
Disamping sebagai pendidik guru juga merupakan orang tua dan
sumber inspirasi bagi siswa, oleh karena itu ada kalanya guru harus
menunjukkan jalan, menyuruh siswa, mengatakan kepada mereka
apa yang harus dilakukan dan bila perlu melarang mereka
b.2. Penjaga disiplin
Disiplin juga menjadi unsur penting bagi seorang guru,
karena bila guru hidup dalam kedisiplinan, maka siswa dapat
meneladaninya. Begitu juga sebaliknya jika guru tidak disiplin,
seenaknya membolos, dan tidak disiplin dalam mengoreksi
pekerjaan siswa, maka siswa akan ikut-ikutan suka membolos, dan
tidak tepat waktu mengumpulkan tugas -tugas yang diberikan guru
(Suparno, 2004: 50). Guru juga harus bisa menjaga disiplin di
dalam kelas, agar dapat menciptakan suasana yang memungkinkan
guru dapat mengajar dengan penuh konsentrasi dan siswa dapat
belajar dengan baik dan tekun (Winkel, 1996: 198).
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, peran guru
yang utama adalah memimpin dan menuntun siswa untuk
mencapai tingkat kehidupan manusiawi yang lebih sempurna. Di
sini guru bisa berperan sebagai inspirator yang memberikan
semangat kepada siswa untuk berkembang lebih baik, dan juga bisa
berperan sebagai korektor yang tidak menuruti setiap keinginan
siswa, melainkan mengarahkan siswa pada tujuan yang benar.
c. Guru Sebagai Didaktikus
Guru sebagai didaktikus hendaknya memiliki keahlian dalam
menggunakan prosedur didaktis, menguasai materi, memiliki gaya
memimpin kelas, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan siswa,
c.1. Keahlian dalam menggunakan prosedur didaktis
Keahlia n dalam menggunakan prosedur didaktis mencakup
beberapa hal, seperti : mengetahui/menyadari keuntungan dan
kerugian dari masing-masing prosedur, memperhitungkan sifat
materi pelajaran dan tujuan pengajaran, memperhatikan kebutuhan
siswa, memperhatikan keadaan kelas pada waktu tertentu, dan
pengalaman guru itu sendiri (Winkel, 1996: 202). Prosedur
mengajar yang digunakan oleh guru merupakan unsur yang penting
bagi perwujudan perilaku siswa, oleh karena itu hendaknya guru
mampu memilih dan menggunakan prosedur mengajar secara tepat
dengan variasi yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan siswa
(Surya, 2004: 56).
c.2. Penguasaan materi
Penguasaan materi pelajaran menjadi syarat bagi guru
sebagai pengguna prosedur didaktis. Guru yang menguasai materi
dengan lebih mendalam dapat menggunakan prosedur didaktis
yang lebih bervariasi (Winkel, 1996: 203). Hal itu diperkuat oleh
Surya (2004: 79) yang mengatakan bahwa seorang guru yang
menguasai materi pelajaran dapat mengolah materi pelajaran
menjadi sajian yang dapat dicerna oleh siswa secara tepat dan
c.3. Gaya memimpin kelas
Gaya memimpin kelas menunjuk pada cara guru
memberikan pengarahan pada proses belajar mengajar. Menurut
Kurt Lewin (Winkel, 1996: 203) ada tiga gaya guru dalam
memimpin kelas, yaitu : gaya otoriter, gaya demokratis, gaya
laissez-faire. Gaya otoriter artinya guru dominan mengatur
segala-galanya dan tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk
berinisiatif. Gaya demokratis artinya guru bertindak sebagai
anggota kelompok kelas dan bersama murid menentukan
bagaimana proses belajar diatur. Gaya laissez-faire artinya guru
membiarkan siswa untuk mengatur belajarnya sendiri sesuai
seleranya, dan guru bertindak memberikan pengarahan apabila
diminta.
c.4. Kemampuan berkomunikasi
Selama proses belajar-mengajar berlangsung, baik guru
maupun siswa diharapkan mampu mengembangkan interaksi serta
komunikasi yang dapat membantu pencapaian tujuan yang optimal.
Bill Miliken (Lee, 2002: 320) mengatakan bahwa
“program-program tidak akan mengubah manusia, hubungan-hubunganlah
yang mengubah manusia”. Komunikasi yang terbuka menimbulkan
kepercayaan dan persahabatan antara guru dan murid dan
Hal tersebut diperkuat oleh Nasution (2003: 194) yang
mengatakan bahwa dalam proses belajar-mengajar komunikasi
memegang peranan penting, karena komunikasi meripakan suatu
bagian dari pengajaran dan komunikasi diperlukan untuk:
membangkitkan dan memelihara perhatian siswa, memberitahukan
dan memperlihatkan hasil belajar yang diharapkan, merangsang
siswa untuk mengingat kembali hal-hal yang berhubungan dengan
topik tertentu, memberi bimbingan kepada siswa dalam belajar,
dan untuk menilai hasil belajar siswa.
c.5. Kemampuan manajemen kelas
Menurut Wuryani (2002: 263) kemampuan manajemen
kelas adalah suatu keterampilan yang memungkinkan guru
mengajar dan siswa belajar. Tanpa manajemen dan pengaturan
yang efektif, maka proses belajar akan terganggu. Manajemen
kelas ini bertujuan agar siswa terlibat aktif dalam proses
belajar-mengajar, menciptakan lingkungan yang teratur untuk belajar dan
agar waktu belajar digunakan secara efisien.
c.6. Kemampuan berbahasa
Winkel (1996: 208) mengatakan bahwa kemampuan guru
berbahasa Indonesia dengan baik dapat menunjang keterampilan
didaktis yang dimilikinya, bahkan menjadi salah satu komponen
dalam profesionalitasnya sebagai tenaga pengajar. Menurut
berbahasa Indonesia yang baik dan benar, karena salah satu alat
yang utama untuk menanamkan rasa ke nasiona lan ialah bahasa
Indonesia. Dengan memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang
baik dan benar guru turut mengembangkan penggunaan bahasa
Indonesia secara tepat pada setiap proses belajar-mengajar
(Winkel, 1996: 208). Dalam undang-undang pendidikan tertulis:
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan digunakan sebagai
bahasa pengantar di sekolah-sekolah diseluruh Indonesia Purwanto
(1995: 142).
d. Struktur Hubungan Jaringan Sosial
Struktur jaringan hubungan sosial meliputi sistem sosial, status
sosial siswa, dan interaksi guru dengan siswa.
d.1. Sistem Sosial
Menurut Winkel (1996: 213) sistem sosial adalah struktur
jar ingan hubungan sosial antara se jumlah orang yang menempati
kedudukan atau posisi tertentu. Adanya sistem sosial
mengakibatkan adanya struktur organisasi sosial di sekolah, baik
menurut pola organisasi formal maupun informal. Pola organisasi
formal terbentuk secara resmi dan biasanya digambarkan dalam
suatu bagan organisasi (organogram) dengan menunjuk garis
perintah dan garis konsultasi. Sedangkan pola organisasi informal
d.2. Status Sosial Siswa
Status sosial seorang siswa bergantung pada komposisi
kedudukan yang ditempati siswa itu, baik menurut pola organisasi
formal maupun informal. Kalau terjadi kombinasi dari beberapa
kedudukan yang masing-masing membawa prestise (kehormatan)
tinggi, siswa itu memiliki status sosial tinggi. Status sosial yang
dimiliki seorang siswa dapat mempengaruhi belajar siswa itu,
karena status sosial berkaitan erat dengan penghargaan terhadap
dir i sendiri dan penerimaan lingkungan terhadapnya (Winkel,
1996: 214).
d.3. Interaksi Guru dengan Siswa
Menurut Winkel (1996: 214) interaksi antara guru dengan
siswa terjadi selama proses belajar -mengajar. Untuk meningkatkan
kualitas antar pribadi sangat membantu terjadinya interaksi yang
baik antara guru dengan siswa. Sementara itu menurut Surya
(2004: 56) perwujudan perilaku guru sebagai pengajar dan siswa
sebagai pelajar akan nampak dalam interaksi keduanya. Dalam
interaksi ini terjadi pr oses saling mempengaruhi, sehingga terjadi
perubahan perilaku pada diri siswa dalam bentuk tercapainya hasil
e. Sekolah Sebagai Institusi
Sekolah sebagai institusi meliputi beberapa hal, yaitu :
e.1. Prasarana dan Sarana
Prasarana dan sarana meliputi hal-hal seperti gedung
sekolah, media pengajaran, laboratorium, fasilitas perpustakaan,
tempat olah raga, fasilitas UKS, ruang bimbingan dan konseling,
ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang administrasi, kamar kecil
dan lain-lain. Pada umumnya dapat dikatakan semakin lengkap dan
memadai prasarana dan sarana, akan semakin lancar proses
belajar-mengajar di sekolah (Winkel, 1996: 218).
Senada dengan Winkel, Dimyati dan Mudjiono (1999: 249)
mengatakan bahwa lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran
merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Namun demikian
lengkapnya prasarana dan sarana tidak menjamin terselenggaranya
proses belajar-mengajar yang baik, karena semua tergantung dari
bagaimana guru dan siswa menggunakan dan memelihara prasarana
dan sarana tersebut, sehingga terselenggara proses belajar yang
berhasil baik.
e.2. Suasana di Sekolah
Suasana di sekolah menunjuk pada iklim psikologis yang
terdapat di suatu sekolah, yaitu bagaimana cara warga sekolah
bergaul satu sama lain, tata cara kesopanan yang berlaku di sekolah,
pelaksanaannya (Winkel 1996: 219). Menurut Surya (2004: 79)
pendidikan di sekolah, tidak boleh dilepas dari lingkungannya,
karena keberhasilan suatu pendidikan banyak ditentukan oleh
keadaan lingkungannya. Lingkungan yang kondusif dapat
menunjang proses belajar-mengajar secara efektif.
e.3. Pelayanan kepada Siswa di Luar Bidang Pengajaran
Pelayanan kepada siswa di luar bidang pengajaran mencakup
kegiatan ekstrakurikuler, bimbingan dan konseling, Usaha
Kesehatan Sekolah. Mutu yang baik dalam pelayanan-pelayanan
tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap kegiatan
belajar-mengajar di sekolah (Winkel, 1996: 228).
D. Bimbingan Belajar
Menurut Winkel (1997: 140) Bimbingan belajar adalah bimbingan
dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi
yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan denga n
tuntutan belajar di suatu institusi pendidikan. Tanlain (2002: 25) menyatakan
bimbingan belajar adalah pemberian informasi dan latihan mengenai cara
berlatih, cara berpraktek, cara memecahkan masalah yang berkaitan dengan
program pendidikan sekolah oleh guru pembimbing kepada siswa, baik secara
perorangan maupun secara berkelompok dengan tujuan siswa mahir
menjelaskan bahwa program bimbingan di bidang akademik memuat
unsur-unsur sebagai berikut :
a. Orientasi pada siswa baru tentang tujuan institusional, isi kurikulum pengajaran, struktur organisasi sekolah, prosedur belajar yang tepat, dan penyesuaian diri dengan corak pendidikan di sekolah yang bersangkutan. b. Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat selama
mengikuti pelajaran di sekolah maupun di rumah baik secara individual ataupun kelompok.
c. Bantuan dalam hal memilih program studi yang sesuai, kegiatan non akademik yang menunjang usaha belajar, dan program studi lanjutan di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
d. Pengumpulan data mengenai diri siswa dan data tentang program studi yang tersedia di berbagai perguruan tinggi.
e. Bantuan dalam hal mengatasi kesulitan belajar seperti kurang mampu menyusun jadwal belajar di rumah. Oleh karena itu, tenaga bimbingan harus mempunyai pengetahuan tentang kegiatan belajar termasuk pemahaman psikologis.
f. Bantuan agar kelompok belajar berjalan efektif dan efisien
Sejalan dengan Winkel, Djumhur dan Surya (1975: 35) menjela skan
bahwa bimbingan belajar merupakan pemberian bantuan kepada siswa dalam
memecahkan kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah belajar,
baik di sekolah maupun di luar sekolah, misalnya dalam hal:
a. Mendapatkan cara belajar yang efisien, baik sendiri maupun berkelompok.
b. Menentukan cara mempelajari atau menggunakan buku-buku pelajaran.
c. Membuat tugas-tugas sekolah, mempersiapkan diri untuk ulangan/ujian.
d. Memilih mata pelajaran yang cocok dngan minat, bakat, kecakapan,
cita-cita dan kondisi fisik.
e. Menghadapi ksulitan-kesulitan dalam mata pelajaran tertentu.
g. Menentukan pembagian waktu dan perencanaan belejar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan belajar
ialah membantu siswa agar dapat belajar dengan sebaik mungkin, sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuan yang ada pada dirinya (Djumhur dan
43
Dalam bab ini dibahas Jenis Penelitian, Subjek Penelitian, Instrumen
Penelitian, Prosedur Penelitian, dan Teknik Analisis Data.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
metode survei. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat
sekarang. Dengan kata la in, penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada
masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian
dilaksanakan (Sudjana dan Ibrahim, 1989: 64). Senada dengan itu, Furchan
(1982: 415) mengatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan.
Sementara itu, Sukardi (2003: 193) mengatakan bahwa penelitian deskriptif
dengan metode survei merupakan metode paling baik guna memperoleh dan
mengumpulkan data asli (original data) untuk mendeskripsikan keadaan
populasi. Dalam penelitian dengan metode survei, informasi dikumpulkan dari
responden dengan menggunakan kuesioner (Singarimbun dan Effendi, 1987:
8) Dalam penelitian ini yang dideskripsikan adalah masalah-masalah belajar
yang dialami oleh siswi-siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun
B. Populasi Penelitian
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas XI SMA Stella Duce 2
Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009 yang dikelompokkan dalam 4 (empat)
kelas. siswi yang menjadi subjek uji coba adalah 2 (dua ) kelas.
Siswi-siswi kelas XI dipilih sebagai subjek penelit ian ini karena Siswi-siswi kelas XI sudah
cukup lama berada di sekolah dan mengalami proses belajar mengajar di
sekolah, sehingga dianggap telah cukup menyadari masalah-masalah belajar
ya ng dialaminya. Sedangkan siswi-siswi kelas X baru mengadakan
pengenalan dan penyesuaian diri dengan lingkungan belajar yang baru, dan
Kelas XII sedang sibuk dengan persiapan ujian akhir sehingga tidak
disediakan waktu untuk mengadakan penelitian. Rincian siswi-siswi kelas XI
SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 yang mengikuti
penelitian disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1
Rincian Siswi-siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun