• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswi-siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 dan implikasinya terhadap topik-topik bimbingan klasikal - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Deskripsi masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswi-siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 dan implikasinya terhadap topik-topik bimbingan klasikal - USD Repository"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN AJARAN 2008/2009 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TOPIK -TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (SI)

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Eka Dara Wiguna 021114016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TAHUN AJARAN 2008/2009 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TOPIK -TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (SI)

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Eka Dara Wiguna 021114016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

Jalani hari-harimu semaksimal mungkin.

Dapat kan yang t erbaik dari t iap jam, t iap hari, dan t iap umur hidupmu. D engan begit u kamu bisa menat ap kedepan dengan penuh percaya diri,

dan menoleh kebelakang tanpa rasa sesal.

Jadilah dirimu sendiri, namun dirimu yang terbaik. Beranilah tampil beda dan ikutilah bintangmu sendiri, jangan t akut merasa bahagia, nikmati segala keindahan, cintailah dengan seluruh jiwa dan ragamu,

dan yakinlah bahwa orang-orang yang kamu cintai juga mencintaimu.

L upakan kebaikan yang pernah kamu lakukan pada teman-tamanmu, dan ingat selalu kebaikan-kebaikan mereka.

Abaikan ut angmu pada dirimu

dan berkonsentrasilah pada utangmu pada dunia. Bila kamu dihadapkan pada suatu keputusan, buatlah keputusan sebijaksana mungkin lalu lupakan. K ebenaran absolut t idak pernah benar-benar ada,

diatas segalanya ingatlah bahwa Tuhan menurunkan pertolongan kepada mereka yang mau membantu diri sendiri.

(6)

v

Dengan cint a skr ipsi ini ku per sembahkan unt uk:

v Bapa dan sahabat t er baikku Tuhan Yesus Kr ist us yang selalu mencukupkan segala sesuat u dalam hidupku.

v Kedua or ang t uaku t er cint a bapak Yesaya Bin Labik dan I bu lusia Kar t iani yang t elah beker j a begit u giat unt uk member ikan kehidupan yang baik bagi kami semua, yang selalu ber doa unt ukku dan t elah dengan sabar mendampingiku dan mengaj ar iku banyak hal yang bij ak dalam menj alani hidup.

v Kedua adikku t er sayang Neno dan Rommy yang set iap saat member iku dukungan dan semangat unt uk mengej ar mimpi- mimpiku. Aku begit u mengasihi kalian.

v Kekasihku t er cint a St epanus Rudi yang t elah member iku begit u banyak kasih sayang dan cint a. Engkau adalah hadiah t er indah yang t elah Tuhan ber ikan unt ukku.

v Sahabat dan saudar aku t er kasih Fr ansisca Enny Mar isa yang selalu menberiku semangat dan dukungan dalam menghadapi apapun kenyat aan hidup. Di dalam hat iku dan hidupku, aku akan selalu membawa sesuat u dar i dir imu.

v Selur uh keluar ga besar ku di manapun ber ada, t er ima kasih at as dukungannya.

(7)
(8)

vii

DESKRIPSI MASALAH-MASALAH BELAJAR YANG DIALAMI OLEH SISWI-SISWI KELAS XI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2008/2009 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TOPIK-TOPK BIMBINGAN KLASIKAL

Eka Dara Wiguna Universitas Sanata Dharma

2008

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk: (1) mengetahui masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswi-siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009, dan (2) mengetahui topi-topik bimbingan klasikal yang sesuai dengan masalah belajar yang dialami para siswi tersebut..

Subjek penelitian adalah seluruh siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang berjumlah 99 orang. Siswi-siswi tersebut terbagi dalam empat kelas , yaitu kelas XI Bahasa (9 orang), kelas XI IPA (21 orang), kelas XI IPS1 (33 orang), dan kelas XI IPS2 (36 orang).

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari 62 item. Kuesioner disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan uraian dari aspek-aspek yang mempengaruhi proses belajar siswa, yaitu aspek internal, dan aspek eksternal.

Teknik analisis data dalam penelitian dilakukan dengan menghitung mean, standar deviasi, dan mengkategorisasikan skor tiap item yang dibedakan mnjadi tiga kategori, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi.

(9)

viii

DESCRIPTION OF LEARNING PROBLEMS FACED

BY THE XI GRADE STUDENTS OF STELLA DUCE 2 SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA IN ACADEMIC PERIOD 2008/2009 AND ITS

IMPLICATION TO CLASSICAL GUIDANCE TOPICS

Eka Dara Wiguna Sanata Dharma University

2008

This research was a descriptive research intended: (1) to know the learning problems faced by the XI grade students of Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta in Academic Period of 2008/2009, and (2) to know the classical guidance topics which are appropriate to the learning problems faced by those students.

The subjects of this research were all XI grade students of Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta in academic period 2008/2009 of 99 persons. Those students were divided into four classes, i.e. Language XI class (9 students), Science XI class (21 students), 1 Social Studies XI class (33 students), and Social Studies XI class (36 students).

The instruments used were questioners comprising of 62 items. These questioners were compiled by the author individually based on the explanation of aspects influencing the students’ learning process, i.e. internal and external aspects.

The technique of data analysis in this research was conducted by calculating mean, deviation standard, and categorization of the scores of each item that were differentiated into three categories: low, moderate, and high.

(10)
(11)

x

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah

menberikan karunia, berkat dan kekuatan yang terbaik, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis juga bersyukur atas cinta dan

perhatian dari berba gai pihak dalam bentuk dukungan, masukan, kritikan dan doa

sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini dengan baik. Penulis

menyadari tanpa itu semua skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan

baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapa dan sahabat terbaikku Tu h a n Ye su s Krist u s. Terima kasih selalu

ada bagiku. Engkau kekuatan dan sumber suka citaku. Terima kasih atas

kepercayaanMu dan penyertaanMu dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah menyetujui topik skripsi

ini.

3. A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., Psi., M.A dosen pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis

4. Para Dosen Prodi Bimbingan dan Konseling USD yang telah banyak

membekali penulis dengan berbagai pengetahuan.

5. Dra. Chr. Rini Suharsih kepala sekolah SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang

telah memberikan ijin dan kemudahan bagi penulis untuk melakukan

(12)

xi penulis melakukan penelitian.

7. Yang terkasih seluruh siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang

bersedia membantu penulis untuk mengisi kuesioner.

8. Papa dan mama tercinta yang selalu mendukungku, menyemangati dan

mendoakanku. Terima kasih untuk cinta, kasih sayangnya dan kerja kerasnya

dalam membiayai studiku sampai selesai.

9. Kedua adikku yang tercinta Neno dan Rommy, terima kasih atas cinta, kasih

sayang, dan dukungan yang tidak pernah henti.

10. Kakakku tercinta Rudy, Makasih atas semua dukungan dan pengertiannya.

11. Sahabatku Fransisca Enny Marisa, terima kasih atas dukungan, pengertian,

dan kesabarannya selama ini dan terima kasih atas bantuannya selama aku

penuh dengan kehampaan dan tangisan menghadapi kenyataan hidup, itu

semua sangat berarti bagiku.

12. Flora dan Ina yang udah banyak membantu dan menyemangatiku..salut liat

ketekunan kalian..

13. Teman-teman kost parkit 7, Tuti yang selalu buat aku tertawa, Yuli yang rajin,

Artha yang baik, Memes yang pintar dandan, Maria dan Vina yang suka

teriak-teriak, Inge yang sering main game sampai larut malam, Ely yang

(13)

xii kalian.

15. Semua pihak yang telah membantu dan berperan dalam penyelesaian skripsi

ini. Terima kasih atas dukungannya.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena

keterbatasan penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

siapa saja yang membacanya dan berminat dalam pelayanan BK.

Penulis

(14)

xiii

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii

HALAMA N PENGESAHAN………. iii

HALAMAN MOTTO……….. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……… v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. vi

ABSTRAK……… vii

ABSTRACT………..……….. viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI……… ix

KATA PENGANTAR……….. x

DAFTAR ISI………. xiii

DAFTAR TABEL……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN……… xvii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Bela kang Masalah………. 1

B. Rumusan Masalah……….. 5

C. Tujuan Penelitian……… 5

D. Manfaat Penelitian………. 6

E. Definisi Operasional……….. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 9

(15)

xiv

B. Masalah Belajar………. 12

1. Pengertian Masalah Belajar……… 12

2. Gejala Siswa Yang Mengalami Masalah Belajar………... 13

C. Asp[ek-aspek Penyebab Masalah Belajar……….. 14

1. Aspek Internal………..……….. 15

2. Aspek Eksternal………..…….. 30

D. Bimbingan Belajar……… 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 43

A. Jenis Penelitian………. 43

B. Populasi Penelitian……… ……….. 44

C. Instrumen Penelitian……….. 44

1. Alat Pengumpul Data………... 44

2. Penentuan Skor……… 46

3. Kisi-kisi Kuesioner……….. 46

4. Uji C oba Alat………... 47

D. Validitas dan Reliabilitas………... 47

1. Validitas……….. 47

2. Reliadilitas………. 49

E. Prosedur Penelitian……… 53

1. tahap Persiapan………. 53

(16)

xv

A. Masalah Belajar yang Dialami oleh Siswi Kelas XI

SMA Stella Duce 2 Yogyakar ta Tahun Ajaran 2008/2009……… 57

B. P embahasan……….. 61

BAB V USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL………. 68

BAB VI PENUTUP………. 74

A. Ringkasan………. 74

B. Kesim pulan……….. 76

C. Saran………. 76

DAFTA R PUSTAKA………. 78

LAMPIRAN……… 81

(17)

xvi

Tabel 1 : Rincian Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2008/2009 yang Mengikuti Penelitian………… 44

Tabel 2 : Kisi-kisi Kuesioner Masala h belajar Sebelum Uji Coba……… 46

Tabel 3 : Koefisien Korelasi Reliabilitas……….. 51

Tabel 4 : Kisi-kisi Kuesioner Masala h Belajar Setelah Uji Coba………. 52

Tabel 5 : Jadwal Pengumpula n Data penelitian……… 53

Tabel 6 : Kategorisasi Skor Item Kuesioner Masalah Belajar yang Dialami Sisw Kelas XI SMA Stella DUCE 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009……… 56

Tabel 7 : Kategorisasi Skor Masalah Belajar yang Dialami Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009……… 58

Tabel 8 : Masalah-masalah Belajar yang Dialami oleh Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009……… 59

Tabel 9 : Usulan Topik-topik Bimbingan Klasikal bagi Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009……… 69

(18)

xvii

Lampiran 1 : Tabulasi Skor Uji coba ……… 81

Lampiran 2 : Hasil Uji Analisis Validitas dan Reliabilitas SPSS Versi 12 for Windows……… 84

Lampiran 3 : Rekapitulasi Item Valid dan Gugur………. 86

Lampira n 4 : Data Metode Belah Dua Kuesioner Masalah Belajar………. ...………. 88

Lampiran 5 : Kuesioner Masalah Belajar………. 89

Lampiran 6 : Tabulasi Penelitian……….. 93

Lampiran 7 : Pengolahan Data Item Penelitian……… 99

Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian………..… 101

(19)

1

PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan suatu hal yang dihadapi dan dialami oleh setiap

orang. Kegiatan belajar siswa tidak selalu berjalan lancar, kadang-kadang

siswa mengalami masalah dalam belajar. Jika siswa tidak dapat mengatasi

masalah belajarnya, maka siswa tidak dapat belajar dengan baik dan akan

berpengaruh pada proses belajar berikutnya. Oleh karena itu dalam kegiatan

belajar mengajar di sekolah, guru pembimbing bersama guru mata pelajaran

bertugas membantu siswa dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh

siswanya. Dengan demikian guru pembimbing perlu terlebih dahulu memiliki

gambaran tentang masalah be lajar yang dialami siswa, agar bantuan yang

diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan siswa.

Menurut Hilgard (Tanlain, 2002: 6) belajar adalah proses yang

didalamnya terjadi tingkah laku atau perubahan tingkah laku melalui praktek

atau latihan. Belaja r merupakan sesuatu hal yang dihadapi oleh setiap orang.

Kingsley dan Garry (Tanlain, 2002: 6) mengatakan bahwa belajar itu

dilakukan oleh setiap orang dimana saja, tidak terbatas dalam sekolah. Ini

berarti belajar dapat terjadi di mana saja, baik di lingkungan sekolah maupun

(20)

perubahan tingkah laku. Perubahan ini terjadi melalui pengalaman belajar dan

pelatihan yang didapatkan dalam proses belajar.

Kegiatan belajar merupakan unsur yang sangat mendasar

(fundamental) dalam proses pendidikan di sekolah, karena dalam keseluruhan

proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang inti

dan utama (Djumhur dan Surya, 1975: 23). Di sekolah siswa melakukan

kegiatan mengolah bahan pelajaran, baik yang bersifat akademik, yang

bersifat penyesuaian diri, maupun yang bersifat ketrampilan, sehingga ia

memperoleh pengetahuan, pemahaman, sikap, ketrampilan baru atau

menyempurnakan yang sudah ia miliki (Tanlain, 2002: 7-8).

Siswa SMA sebagai remaja sedang berada dalam masa transisi dari

masa anak ke masa dewasa (Semiawan, dkk, 1984: 17). Pada masa ini siswa

mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik, mental, sosial,

maupun emosional yang sangat mempengaruhi tingkah laku siswa dalam

kehidupan sehari-hari dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat luas (Deradjat,

1994: 101). Menurut Semiawan, dkk (1984: 17) pada masa transisi ini status

remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Ia bukan

anak lagi tetapi juga belum dewasa. Statusnya yang tidak jelas inilah yang

dapat menyebabkan remaja mengalami krisis identitas dan menjadi ragu-ragu

tentang peran yang diharapkan darinya. Keadaan ini membuat remaja tidak

memiliki dorongan kuat terhadap pendidikan, sehingga remaja akan banyak

(21)

belajar dan menyepelekan tugas-tugas yang diberikan oleh guru di sekolah

(Hurlock, 1980: 220)

Sementara itu Tanlain (2002: 31) mengatakan bahwa masalah-masalah

kehidupan siswa dan masalah belajar siswa terkait dengan perkembangan

siswa. Pendapat tersebut diperkuat oleh Partowisastro (1985: 47) yang

mengatakan bahwa perkembangan fisik yang relatif cepat menyebabkan emosi

siswa menjadi tidak stabil. Senada dengan itu Semiawan, dkk (1984: 18)

menyatakan bahwa masa remaja sering diliputi perasaan ragu-ragu, murung,

gelisah, atau cemas, tanpa sebab yang jelas. Dalam kegiatan belajar sangat

diperlukan kestabilan emosi, keadaan emosi yang tidak stabil tentu akan

menghambat kegiatan belajar yang dilakukan siswa (Ketut,1983: 55). Oleh

karena itu sesuai dengan perkembangan para siswa tersebut, sekolah sebagai

jalur pendidikan formal berusaha menyelenggarakan kegiatan bimbingan agar

siswa memperoleh perhatian sebagai pribadi-pribadi yang sedang berkembang

dan mendapatkan bantuan dalam menghadapi tantangan dan masalah belajar

yang berkaitan dengan proses perkembangannya.

Winkel (1991: 70) menyatakan bahwa tujuan pelayanan bimbingan

adalah agar orang yang dibimbing (binimbing) dapat mengatur dan

bertanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya dan sebagai manusia

dewasa, bebas mewujudkan potensinya sesuai dengan yang cita-citanya.

Bimbingan di sekolah bertujuan agar tujuan pendidikan terealisasi semaksimal

mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa (Slameto, 1991: 29), dan

(22)

Artinya siswa perlu disadarkan tentang harapan yang mereka pikul, tantangan

yang harus mereka hadapi dan kemampuan yang perlu mereka kuasai.

Djumhur dan Surya (1975: 24) menyatakan bahwa, sekolah

mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu siswa agar berhasil

dalam belajar. Berdasarkan itu, bantuan yang diberikan oleh sekolah

berbentuk kegiatan pengajaran, kegiatan bimbingan, dan kegiatan pelatihan

harus relevan dengan masalah yang dialami siswa (Tanlain, 2002: 30). Oleh

sebab itu, sangat penting bagi guru pembimbing dan guru mata pelajaran

untuk memahami masalah-masalah belajar yang dialami siswa, sehingga dapat

memberikan bantuan pada siswa dalam mengatasi dan memecahkan masalah

belajarnya (Djumhur dan Surya, 1975: 24)

Setiap orang membutuhkan informasi dan penyelesaian atas masalah

yang mereka hadapi. Hal itu juga dialami oleh siswi-siswi Kelas XI

SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 yang menjadi subyek

penelitian ini. Guru pembimbing dapat membantu siswa mengatasi masalah

belajar dengan mengadakan kegiatan bimbingan. Isi dan materi yang

disampaikan dalam bimbingan kelompok harus menopang tujuan pelayanan

bimbingan, yaitu perkembangan masing-masing siswa (Winkel, 1997: 533)

dan materi itu dipersiapkan untuk membantu memecahkan masalah yang

sedang dialami siswa (Djumhur dan Surya, 1975: 111). Oleh karena itu

topik-topik bimbingan kelompok akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan

(23)

Berdasarkan uraian di atas penelitian tentang masalah-masalah belajar

yang dialami oleh siswi-siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun

ajaran 2008/2009 akan berguna untuk memberi gambaran tentang masala

h-masalah belajar yang dialami oleh siswa. Berdasarkan hasil penelitian, akan

diusulkan topik-topik bimbingan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang

masalah-masalah bela jar yang dialami oleh siswi-siswi Kelas XI SMA Stella

Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009. Hasil penelitian ini digunakan

sebagai dasar penyusunan usulan topik-topik bimbingan belajar. Secara

spesifik masalah yang diteliti adalah:

1. Masalah-masalah belajar apa sajakah yang dialami oleh siswi-siswi Kelas

XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009?

2. Topik-topik bimbingan klasikal apa sajakah yang sesuai bagi siswi-siswi

Kelas XI SMA Stella Duce 2 YogyakartaTahun Ajaran 2008/2009?.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswi-siswi

Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009.

2. Untuk mengetahui topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai bagi

(24)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswi-siswi

Diharapkan siswi-siswi dapat menyadari masalah-masalah belajar yang

dialaminya dan dapat terbantu dalam mengatasi masalah-masalah belajar

yang dialaminya.

2. Bagi Guru Pembimbing

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi guru

pembimbing dalam meningkatkan layanan bimbingan di sekolah, terutama

bimbingan akademik untuk mengatasi masalah-masalah belajar yang

dialami siswa.

3. Bagi Guru Mata Pelajaran

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan dalam

melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas dan menemukan cara

yang tepat dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

4. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini dapat memberi informasi bagi kepala sekolah

mengenai masalah-masalah belajar yang dialami siswa dan dapat

bermanfaat bagi kepala sekolah dalam menjalankan salah satu tanggung

jawabnya dalam program bimbingan, yaitu sebagai pemberi informasi

kepada guru-guru tentang keadaan yang dialami siswa (Djumhur dan

(25)

5. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

Hasil pe nelitian ini dapat menjadi referensi data tentang keadaan nyata

yang terjadi di sekolah, karena program studi bimbingan dan konseling

Universitas Sanata Dharma akan mempersiapkan calon-calon guru

pembimbing yang kelak akan bekerja kesekolah.

E. Definisi Operasional

Berikut ini dijelaskan beberapa istilah yang perlu dipahami agar

maksud penelitian ini lebih mudah ditangkap.

1. Masalah Belajar

Dalam penelitian ini masalah belajar diartikan sebagai suatu keadaan

dimana anak didik atau siswa tidak dapat bela jar sebagaimana mestinya

(Ahmadi dan Widodo, 199: 74). Masalah belajar dapat berasal dari faktor

internal dan faktor eksternal sebagaimana dimaksudkan dalam butir-butir

kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Bimbingan Belajar Klasikal

Bimbingan belajar klasikal adalah pelayanan bimbingan yang diberikan

oleh guru pembimbing kepada kelompok siswa yang tergabung dalam

satuan kelas tertentu, di tingkatan kelas tertentu pada waktu tertentu, yang

(26)

3. Topik -topik Bimbingan Klasikal

Topik -topik bimbingan belajar adalah suatu rangkaian materi atau bahan

bimbingan yang direncanakan untuk menjadi isi pelayanan bimbingan

selama periode waktu tertentu (Palit, 2002: 7). Dalam penelitian ini akan

diusulkan topik-topik bimbingan belajar untuk satu semester.

4. Siswi-siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009

Siswi-siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran

2008/2009 adalah siswi-siswi yang tercatat sebagai siswi kelas XI di SMA

(27)

9

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini dibahas pengertian belajar dan ciri-cirinya, masalah belajar,

faktor -faktor penyebab masalah belajar, dan bimbingan belajar

A. Pengertian Belajar dan Ciri-cirinya 1. Pengertian Belajar

Menurut Winkel (1996: 53-55) belajar adalah suatu aktivitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,

yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

keterampilan, nilai dan sikap. Perubahan-perubahan itu dapat berupa suatu

hasil yang baru atau penyempurnaan terhadap hasil yang diperoleh.

Vembriarto, dkk (1994: 9) mendefinisikan belajar sebagai “perubahan

tingkah laku sebagai hasil latihan dan pengalaman”. Dimyati dan Mujiono

(1999) mengemukakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan

individu untuk memperoleh penge tahuan, perilaku dan keterampilan

dengan cara mengolah bahan belajar dengan menggunakan ranah kognitif,

afektif dan psikomotorik sehingga kemampuan kognitif, afektif dan

psikomotorik semakin bertambah baik. Thursan (2000: 1) mengatakan

bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi pada manusia,

(28)

kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, dan

sebagainya. Morgan (Purwanto, 1984: 80) mengemukakan belajar adalah

setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi

sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Dari beberapa definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dari pola lama

menjadi pola baru yang lebih bermakna, sebagai hasil pelatihan dan

pengalaman siswa/individu melalui interaksi dengan lingkungannya yang

bersifat relatif menetap dan membekas.

2. Ciri-ciri Belajar

Menurut Ahmadi dan Widodo (1991) ada enam ciri belaja r, yaitu:

adanya perubahan yang disadari dan atau tidak disadari, perubahan dalam

belajar bersifat kontinyu dan fungsional, perubahan dalam belajar

bersifat positif dan aktif, perubahan dalam belajar tidak bersifat

sementara, perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah, perubahan

mencakup seluruh tingkah laku.

a. Adanya perubahan yang disadari dan atau tidak disadari

Ini berarti individu dapat menyadari perubahan yang terjadi di

dalam dirinya, misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya

bertambah, kecakapannya bertambah. Tetapi mungkin juga individu

tidak menyadari adanya perubahan yang dialaminya adalah akibat

(29)

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri

individ u berlangsung terus -menerus sepanjang hayat dan tidak statis.

Perubahan yang terjadi akan membawa dampak terhadap perubahan

berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar

berikutnya.

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah

dan bertujuan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari

sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak usaha belajar

dilakukan, semakin banyak pula perubahan yang diperoleh. Perubahan

yang diperoleh melalui belajar bersifat aktif, maksudnya adalah

perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha

individu sendiri.

d. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara

Perubahan tingkah laku yang terjadi karena proses belajar

bersifat relatif menetap atau konstan. Perubahan tingkah laku tidak

akan hilang begitu saja melainkan akan semakin berkembang apabila

terus dilatih dan dipergunakan.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada

(30)

tingkah laku benar-benar disadari dan senantiasa mengarah pada tujuan

yang telah ditetapkan.

f. Perubahan mencakup seluruh tingkah laku

Perubahan yang dialami individu akibat belajar meliputi

seluruh aspek tingkah laku, keterampilan, nilai dan sikap.

B. Masalah Belajar

1 . Pengertian Masalah Belajar

Dimyati dan Mujiono (1999: 296) menyatakan bahwa masalah

belajar adalah “kesukaran atau hambatan yang menghalangi terjadinya

belajar”. Hal ini menyebabkan peserta didik atau siswa tidak dapat belajar

sebagaimana mastinya (Ahmadi dan Widodo, 1991: 74). Siswa diduga

mengalami masalah belajar apabila menunjukkan kegagalan dalam

mencapai tujua n-tujuan belajarnya dan tidak berhasil mencapai taraf

kualifikasi hasil belajar tertentu berdasarkan ukuran kriteria keberhasilan

seperti yang dinyatakan dalam TIK (Tujuan Instruksional Khusus) dan

ukuran tingkat perkembangannya (Syamsuddin, 2002: 308).

Sementara itu menurut Muhibbin Syah (1995: 173) masalah

belajar siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya prestasi belajar

siswa. Namun masalah belajar siswa juga dapat dibuktikan dengan

munculnya kelainan perilaku siswa seperti: suka berteriak-teriak di dalam

kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering

(31)

membagi waktu belajar, memilih materi yang sesuai, menggunakan buku,

mempersiapkan ujian, belajar sendiri, belajar berkelompok, menerima

pelajaran di sekolah, menyusun catatan, dan dalam mengerjakan

tugas-tugas dan pekerjaan rumah (Djumhur dan Surya, 1975: 32).

2 . Gejala Siswa Mengalami Masalah Belajar

Menurut Ahmadi dan Widodo (1991: 88) siswa yang mengalami

masalah belajar akan menunjukkan gejala -gejala sebagai berikut :

a. Siswa menunjukkan hasil belajar yang rendah, sebagaimana tampak dari

prestasi belajar di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok

siswa di kelas.

b. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.

Siswa telah melakukan kegiatan belajar dengan sebaik-baiknya, tetapi

hasilnya kurang memuaskan.

c. Siswa selalu atau sering tertinggal dalam melakukan tugas belajarnya.

Siswa memerlukan waktu yang lebih panjang dalam melakukan

tugas-tugasnya.

d. Siswa menunjukkan tingkah laku yang bersumber pada sikap yang

kurang wajar bagi siswa, seperti : acuh tak acuh, berdusta, berpura-pura,

iri hati dan sebagainya.

e. Siswa menunjukan perilaku yang bersumber pada reaksi emosional

yang kurang wajar, seperti : murung, mudah tersinggung, mudah marah,

(32)

f. Siswa menunjukan tingkah laku yang bersunber pada sikap menentang,

seperti : membolos, mengganggu, datang terlambat, tidak teratur dalam

belajar, tidak mebuat catatan, tidak mau bekerja sama, mengasingkan

diri dan sebagainya.

C. Aspek-aspek Penyebab Masalah Belajar

Proses belajar merupakan hal yang kompleks, karena dipengaruhi oleh

berbagai aspek yang berkaitan satu dengan yang lain. Menurut Purwanto

(1984 : 102) aspek penyebab masalah belajar digolongkan menjadi dua , yaitu:

aspek yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut aspek individul

dan aspek yang ada diluar individu yang disebut aspek sosial. Ahmadi dan

Widodo (1991) menyatakan bahwa aspek penyebab masalah belajar

digolongkan menjadi dua, yaitu: aspek internal (yang ada di dalam pribadi

siswa) dan aspek eksternal (yang ada di luar pribadi siswa).

Menurut Winkel (1996: 135) ada beberapa faktor pokok yang

berpengaruh terhadap proses belajar, yaitu: pribadi siswa, pribadi guru,

struktur jaringan hubungan sosial, dan sekolah sebagai institusi. Jika diamati

beberapa faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yaitu: aspek

internal dan aspek eksternal.Yang termasuk faktor internal (faktor yang ada

dalam pribadi siswa) adalah kemampuan belajar dan daya krativitas, bakat

khusus, organisasi kognitif, kemampuan berbahasa dan daya fantasi, hasrat

dan kehe ndak, motivasi belajar, konsentrasi dan perhatian, tempramen,

(33)

kondisi mental, dan vitalitas psikis. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal

adalah pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial, dan sekolah sebagai

institusi. Masing-masing faktor akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Aspek Internal

Yang termasuk di dalam aspek internal adalah: fungsi

sensorik-motorik, fungsi kognisi, fungsi afektif, fungsi konatif-dinamik, dan

beberapa hal lain yang menyangkut kepribadian siswa.

a. Fungsi Sensorik-Motorik

Kemampuan sensorik-motorik dapat berpengaruh dalam proses

belajar siswa. Kemampuan-kemampuan yang dimaksud antara lain :

kecepatan menulis, kecepatan berbicara da n artikulasi kata-kata,

kemampuan menggunakan alat-alat menggunting, membuat garis dan

lingkaran serta menggambar. Di antara kemampuan-kemampuan

tersebut, ada yang dibutuhkan dalam proses belajar mata pelajaran

tertentu, seperti: kecepatan menulis dan art ikulasi dengan jelas.

Adapula kemampuan yang hanya dibutuhkan dalam proses belajar

tertentu, seperti : koordinasi gerak-gerik dalam pelajaran keterampilan

dan pendidikan jasmani Winkel (1996: 189).

Jadi jika siswa kurang dalam keampuan sensor ik-motorik,

maka hal itu dapat menghambat proses belajar dan dapat membuat

siswa merasa kurang percaya diri, merasa takut dan gelisah, serta

(34)

b. Fungsi Kognitif

Yang termasuk dalam fungsi ini adalah :

b. 1. Taraf inteligensi/kemampuan belajar dan daya kreativitas

Winkel (1996: 183) mengartikan inteligensi dengan dua

cara, yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit.Dalam arti luas

inteligensi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencapai

prestasi yang di dalamnya berpikir memegang peranan. Dalam

arti sempit, inteligensi adalah kemampuan untuk mencapai

prestasi belajar di sekolah, yang di dalamnya berpikir memegang

peranan pokok. Dalam arti sempit inteligensi kerap disebut

“kemampuan intelektual” atau “kemampuan akademik”.

Sementara itu Purwanto (1996: 52) menyatakan inteligensi adalah

kesanggupan siswa untuk menyesuaikan diri pada kebutuhan baru

dengan menggunakan kemampuan berpikir untuk mencapai

tujuannya. Inteligensi sangat menentukan tingkat keberhasilan

belajar siswa, karena semakin tinggi kemampuan inteligensi siswa

maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, Sebaliknya

semakin rendah kemampuan inteligensi siswa maka semakin kecil

peluangnya untuk memperoleh sukses (Muhibbin Syah, 1995:

134).

Menurut Winkel (1996: 143) daya kreativitas menunjuk

pada kemampuan untuk berpikir secara orisinal. Sementara itu

(35)

menunjuk pada kemampuan untuk berpikir lebih irasional.

Ciri-ciri siswa yang memiliki daya kreativitas tinggi adalah: memiliki

dorongan ingin tahu sangat besar, sering mengajukan pertanyaan

pada tinggkat kualitas ilmiah, sering memberikan suatu usul atau

gagasan terhadap suatu masalah, bebas dalam menyatakan

pendapat, tidak mudah dipengaruhi orang lain, mempunyai

pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya (Nicolous, 1992:

55).

Jadi dengan demikian tinggi rendahnya taraf inteligensi

dan daya kreativitas siswa turut memegang peranan penting

dalam menentukan/mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.

Siswa yang memiliki taraf inteligensi dan daya kreativitas tinggi

akan dapat mengatasi masalah belajar yang dialaminya.

Sebaliknya siswa yang memiliki taraf inteligensi dan daya

kreativitas rendah cenderung akan mengalami masalah dalam

belajar.

b. 2. Bakat khusus

Menurut Winkel (1996: 145) bakat khusus merupakan

kemampuan yang menonjol di suatu bidang tertentu. Bakat

khusus dibentuk dalam kurun waktu tertentu dan merupakan

perpaduan dari taraf inteligensi pada umumnya, komponen

inteligensi tertentu, pengaruh pendidikan dalam keluarga dan

(36)

Chaplin dan Reber (Muhibbin Syah, 1995: 135) bakat khusus

adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk

mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Senada

dengan pendapat tersebut Sukardi (1983: 54) mengatakan setiap

manusia dilahirkan kedunia ini dilengkapi dengan bakat dan

kemampuan yang melekat pada dirinya, dalam arti setiap orang

berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu

sesuai dengan bakat masing-masing.

Jadi dengan demikian bakat juga dapat mempengaruhi

tinggi rendahnya prestasi belajar siswa. Tidak semua siswa

berbakat dalam semua mata pelajaran, ada juga siswa yang hanya

berbakat dalam pelajaran tertentu saja. Jika siswa berbakat dalam

mata pelajaran tertentu, maka siswa akan lebih mudah

mempelajari bahan pelajaran tersebut. Sebaliknya jika siswa tidak

berbakat dalam mata pelajaran tertentu, maka siswa akan

mengalami kesulitan dalam mempelajari bahan pelajarannya.

b. 3. Organisasi kognitif

Winkel (1996: 145) mengatakan bahwa organisasi kognitif

menunjuk pada cara materi yang sudah dipelajari disimpan dalam

ingatan, apakah tersimpan secara sistematis atau tidak. Apa bila

semua materi pelajaran tersimpan dalam ingatan secara

terorganisasi, maka siswa akan memiliki kemampuan belajar yang

(37)

tetapi tidak memiliki bentuk organisasi yang serasi dalam ingatan.

Senada dengan Winkel, Dimyati dan Mudjiono (1999: 242)

menyatakan bahwa proses belajar terdiri dari beberapa proses,

salah satunya adalah proses penyimpanan dan pengaktifan yang

berupa penguatan serta pembangkitan kembali untuk

dipergunakan.

Jadi jika siswa mengalami masalah/kesukaran dalam

proses penyimpanan materi pelajaran dalam ingatan, maka

akibatnya proses penggunaan hasil belajar akan terganggu.

b. 4. Kemampuan berbahasa

Kemampuan berbahasa mencakup kemampuan untuk

menangkap inti suatu bacaan dan merumuskan pengetahuan dan

pemahaman yang diperoleh itu dalam bahasa yang baik,

sekurang-kurangnya dalam bahasa tertulis (Winkel, 2004: 163).

Bahasa adalah kebudayaan yang harus dipelajari, karena dengan

memiliki kemampuan berbahasa maka manusia dapat berpikir

(Purwanto, 1996: 43).

Kemampuan berbahasa sangat penting untuk dimiliki oleh

siswa, karena bahasa adalah alat yang penting bagi berpikir.

Dengan bahasa juga siswa dapat berinteraksi/berkomunikasi

dengan orang lain. Jika siswa tidak memiliki kemampuan

(38)

b. 5. Daya fantasi

Daya fantasi berupa aktivitas kognitif yang mengandung

banyak pikiran dan sejumlah tanggapan, yang bersama-sama

menciptakan sesuatu dalam alam kesadaran. Daya pantasi dapat

berguna dalam menciptakan sesuatu yang baru (kreatif), dalam

menbayangkan kejadian mendatang dan mempersiapkan diri

menghadapi kejadian itu (antisipasi), dalam melepaskan diri dari

ketegangan hidup sehari-hari (rekreasi), dan dalam menempatkan

diri dalam hidup orang lain (sosial).

Dengan demikian dalam pendidikan sekolah, daya pantasi

dapat membantu siswa dalam kegiatan ekspresi (kreasi) dalam

bidang studi ilmu sosial. Jika siswa tidak memiliki daya fantasi,

maka siswa akan kesulitan dalam belajar bidang studi ilmu sosial,

dan akan kesulitan dalam menciptakan sesuatu yang unik dan

menarik.

b. 6. Gaya belajar

Menurut Winkel (1996: 147) gaya belajar merupakan cara

belajar yang khas bagi siswa. Gaya belajar mengandung dua

komponen, yaitu: gaya kognitif dan tipe belajar. Gaya kognitif

adalah cara khas yang digunakan seseorang dalam mengamati dan

berkreativitas di bidang kognitif. Cara khas ini bersifat sangat

individual yang kerapkali tidak disadari dan sekali terbentuk

(39)

kecenderungan seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan cara

yang lebih visual atau lebih auditif. Siswa yang bertipe visual

akan lebih mudah belajar bila materi pelajaran dilihat atau

dituangkan dalam bentuk gambar, bagan, dan diagram.

Sedangkan siswa yang bertipe auditif akan lebih mudah blajar

bila dapat mendengar penjelasan dan merumuskan hasil

pengolahan materi pelajaran dalam bentuk kata-kata dan kalimat

yang kemudian disimpan dalam ingatan.

Sementara itu menurut Nasution (2003: 94) gaya belajar

adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh setiap siswa

dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat,

berpikir, dan memecahkan masalah. Tidak semua siswa

menggunakan gaya belajar yang sama, karena gaya belajar

berkaitan erat dengan pribadi seseorang.

Jadi jika ada siswa yang tidak memiliki gaya belajar

apapun, maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam

mengolah materi pelajaran secara visual maupun secara auditif.

b. 7. Cara Belajar

Cara belajar yang efektif dan efisien dapat membantu

siswa dalam belajar, lebih-lebih bila belajar dirumah. Siswa yang

menggunakan cara belajar yang efektif akan mampu melakukan

(40)

menerapkan dalam berbagai aspek kehidupannya (Surya, 2004:

50).

Jadi cara belajar yang digunakan siswa sangat

berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Jika siswa tidak

menggunakan cara belajar yang baik (efektif dan efisien), maka

siswa tidak akan mendapatkan hasil yang baik.

c. Fungsi Konatif -Dinamik

Yang termasuk dalam fungsi ini adalah :

c.1. Karakter-hasrat-kehendak

Ketiganya berkaitan dengan arah dan tujuan dari belajar.

Karakter menunjuk pada suatu aspek dalam kepribadian.

Kepribadian diartikan sebagai keseluruhan sifat yang dimiliki

individu. Sifat adalah ciri kepribadian yang menunjukkan

kekhasan individu, misalnya: terbuka, periang, dan tekun.

Karakter adalah keseluruhan hasrat manusia yang terarah pada

suatu tujuan yang mengandung nilai moralitas. Dalam berhasrat,

individu cenderung mencari apa yang memberikan kepuasan

baginya dan cenderung menghindar dari sesuatu yang tidak

membuat dirinya puas. Sementara itu menurut Ahmadi dan

Widodo (1991: 38) kehendak adalah fungsi jiwa untuk dapat

mencapai sesuatu dan merupakan kekuatan dari dalam.

Oleh sebab itu jika siswa tidak memiliki hasrat dan

(41)

belajar. Akibatnya prestasi belajar siswa akan menurun dan siswa

akan mengalami masalah pada proses belajar berikutnya.

c.2. Motivasi belajar

Menurut Winkel (1996:15) motivasi belajar adalah

keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang

menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan

belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi

mencapai suatu tujuan. Menurut Ahmadi dan Widodo (1991)

motivasi belajar sebagai faktor batiniah berfungsi menimbulkan,

mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Sementara itu

menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 239) motivasi belajar

merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses

belajar.

Jadi motivasi belajar memegang peranan penting dalam

memberikan gairah atau semangat dalam belajar sehingga siswa

yang bermotivasi kuat memiliki energi banyak unt uk melakukan

kegiatan belajar. Jika siswa tidak menpunyai motivasi belajar,

maka siswa akan malas untuk melakukan kegiatan belajar,

akibatnya prestasi belajar siswa akan menurun.

c.3. Konsentrasi-perhatian

Menurut Winkel (1996: 183) konsentrasi adalah

pemusatan tenaga dan energi psikis dalam menghadapi suatu

(42)

dan apa yang berkaitan dengan itu. Perhatian dapat berarti sama

dengan konsentrasi, dapat pula menunjuk pada minat momentan,

yaitu perasaan tertarik pada suatu masalah yang sedang dipelajari.

Sementara itu menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 239)

konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan

perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju

pada isi bahan pelajaran maupun proses pengolahannya.

Untuk dapat belajar dengan baik, siswa harus memiliki

perhatian terhadap materi pelajaran yang dipelajarinya. Jika siswa

tidak bisa berkonsentrasi dan tidak memiliki perhatian terhadap

materi pelajaran, maka siswa tidak dapat memahami dengan baik

materi yang sedang dipelajarinya.

d. Fungsi Afektif

Yang termasuk dalam fungsi ini adalah :

d.1. Temperamen

Menurut Purwanto (1996: 143) temperamen mer upakan

pembawaan atau sifat-sifat jiwa yang sangat dipengaruhi dan erat

hubungannya dengan keadaan jasmani seseorang yang terlihat

dalam hal-hal yang khas baginya, seperti perasaan, keadaan darah,

pekerjaan kelenjar, pencernaan, pusat syaraf dll.

Sifat-sifat kepribadian yang ada pada seseorang turut pula

(43)

yang tidak baik dapat membuat siswa tidak bisa belajar dengan

efektif.

d.2. Perasaan

Perasaan yang dimaksud di sini adalah perasaan

intelektual, yaitu perasaan yang berhubungan dengan

kesanggupan intelektual dalam mengatasi sesuatu masalah dalam

belajar, misalnya senang atau puas ketika berhasil ( perasaan

intelektual positif), kecewa atau jengkel ketika gagal (perasaan

intelektual negatif). Agar belajar siswa dapat berlangsung secara

efektif, guru hendaknya menciptakan situasi sedemikian rupa,

sehingga menimbulkan perasaan-perasaan yang menunjang

aktivitas belajar siswa (Soemanto, 1984: 35-36).

Suasana jiwa/perasaan siswa dapat berpengaruh pada

gairah belajarnya. Perasaan tidak senang pada guru tertentu,

terhadap bidang studi tertentu akan sangat menghambat proses

belajar-mengajar, karena perasaan tidak senang itu akan membuat

siswa malas dan tidak berminat menperhatikan pelajaran.

d.3. Sikap

Menurut Winkel (1996: 104) sikap merupakan

kecenderungan seseorang dalam menerima atau menolak suatu

obyek berdasarkan penilaian apakah obyek tarsebut berguna dan

berharga baginya atau tidak. Senada dengan Winkel, Purwanto

(44)

untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu perangsang

atau situasi yang dihadapi, dalam arti suatu perbuatan atau

tingkah laku sebagai reaksi terhadap suatu stimulus yang disertai

dengan pendirian dan perasaan orang tersebut. Pendapat tersebut

diperkuat oleh Kartono (1987: 35) yang mengatakan bahwa sikap

adalah kecenderungan seseorang untuk memberi respon baik

positif maupun negatif terhadap benda-benda atau situasi tertentu.

Jadi dalam proses belajar, sikap juga memegang peranan

dalam mempengaruhi penghayatan siswa terhadap belajar. Jika

siswa memandang belajar sebagai sesuatu yang sangat bermanfaat

baginya, maka siswa akan bersikap positif terhadap belajar.

Sebaliknya jika siswa memandang belajar tidak penting baginya,

maka siswa akan bersikap negatif terhadap belajar.

d.4. Minat

Winkel (1996: 188) mengartikan minat sebagai

kecenderungan subyek yang relatif menetap, untuk merasa

tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa

senang untuk mempelajarinya. Siswa SMA yang sedang berada

pada masa remaja biasanya lebih menaruh minat pada

pelajaran-pelajaran yang nantinya akan be rguna dalam bidang pekerjaan

yang dipilihnya. Ini berarti besarnya minat siswa terhadap

pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan

(45)

Jika siswa tidak berminat terhadap materi pelajaran, maka

siswa akan merasa tidak senang mengikuti pelajaran dan akan

mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya pada

pelajaran.

e. Beberapa hal lain yang menyangkut kepribadian siswa

Beberapa hal lain yang menyangkut kepribadian siswa, yaitu :

e.1. Individualitas biologis

Winkel (1996: 190) mengatakan bahwa setiap siswa

memiliki individualitas biologis sendiri. Individualitas mencakup

susunan kimiawi badan, susunan alat-alat perlengkapan badan,

daya tahan terhadap penyakit dan daya hidup. Yang paling

berpengaruh dalam belajar adalah daya tahan terhadap penyakit,

daya hidup dan alat-alat perlengkapan badan.

Siswa yang lemah daya tahannya terhadap penyakit, akan

mudah terganggu dalam belajar, dan akan sulit berkonsentrasi

dalam belajar. Demikian pula siswa yang alat-alat perlengkapan

tubuhnya kurang sempurna akan mengalami kesulitan dalam

belajar. Keadaan fisik yang kurang baik, cenderung menyebabkan

kondisi fisik siswa yang kurang menguntungkan bagi belajar.

Sejalan dengan Winkel, Soemanto (1984: 115) mengatakan

bahwa siswa yang belajar membutuhkan kondisi badan yang

sehat. Siswa yang lemah daya tahannya terhadap penyakit akan

(46)

penyakit-penyakit tertentu serta mengalami kelelahan dan tidak

dapat belajar dengan efektif.

e.2. Kondisi mental

Winkel (1996: 191) mengatakan bahwa kondisi mental

merupakan akibat dari keadaan psikis siswa, seperti: ketenangan

batin atau kege lisahan batin, stabilitas mental atau labilitas

mental. Siswa yang menikmati ketenangan batin karena

keluarganya harmonis dan pergaulan sosialnya dengan teman

sebaya lancar, akan lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar.

Sejalan dengan Winkel, Soemanto (1984: 95) mengatakan bahwa

siswa yang berasal dari lingkungan rumah yang sehat dengan

suasana keluarga penuh rasa kasih sayang dan penuh dorongan

bagi mereka, maka kemungkinan besar siswa itu akan memiliki

kesehatan mental dan emosi yang baik.

Kondisi mental yang kurang baik (misalnya : sedang

gelisah atau sedih) akan membuat siswa sulit berkonsentrasi

dalam belajar, karena daya psikisnya kurang terpusat pada

tugas-tugas belajar.

e.3. Vitalitas psikis

Vitalitas psikis menunjuk pada jumlah dan kekuatan

energi yang dimiliki siswa berkaitan erat dengan daya hidup

(47)

dan kerap merasa lemah tidak akan memiliki energi yang banyak

untuk belajar (Winkel, 1996: 191).

Jadi agar dapat belajar dengan baik, siswa membutuhkan

kondisi badan yang sehat, karena siswa yang vitalitas psikisnya

kurang kerap kali mengalami kesulitan dalam belajar, khususnya

dalam berkonsentrasi.

e.4. Lingkungan hidup

Lingkungan hidup adalah keseluruhan keadaan yang

melingkupi atau keadaan yang memberi pengaruh pada

perkembangan siswa. Lingkungan hidup di sini dibatasi pada

lingkungan hidup keluarga siswa, ditinjau dari keadaan

sosial-ekonomis dan sosial-kultural. Ada siswa yang berasal dari

keluarga miskin, ada pula yang berasal dari keluarga kaya. Ada

siswa yang berasal dari keluarga yang tentram dan damai, ada

pula yang sebaliknya. Ada siswa yang ayah-ibunya terpelajar, ada

pula yang orang tuanya kurang penge tahuan.

Jadi keadaan keluarga yang bermacam-macam itu turut

menentukan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Tersedia

tidaknya fasilitas belajar juga memegang peranan penting dalam

(48)

2. Aspek Eksternal

Yang termasuk dalam aspek eksternal adalah: ke pribadi guru, guru

sebagai pendidik, guru sebagai didaktikus, struktur jaringan hubungan

sosial, dan sekolah sebagai institusi.

a. Kepribadian guru

Menurut Surya (2004: 97) kepribadian merupakan keseluruhan

perilaku dalam berbagai aspek yang secara kualitatif akan membentuk

keunikan atau kekhasan seseorang dalam interaksi dengan lingkungan

diberbagai situasi dan kondisi. Sementara itu Winkel (1996: 194)

mengatakan bahwa ciri khas kepribadian seseorang sebagian nampak

dalam cara dia melakukan pekerjaannya. Hal ini juga berlaku dalam

pekerjaan guru yang mendidik generasi muda disekolah. Berikut ini

akan dijelaskan kepribadian guru dilihat dari motivasi kerja, sifat dan

sikapnya.

a.1. Motivasi kerja

Motivasi kerja guru berbeda satu dengan yang lain. Motivasi

guru akan tampak pada perilakunya, baik yang disadarinya maupun

yang tidak disadarinya. Ada guru yang sungguh ingin memberikan

waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan yang terbaik bagi

siswa. Ada juga guru yang semata-mata mengajar untuk mendapat gaji

sebanyak mungkin (Winkel, 1996: 196).

Sementara itu menurut Surya (2004: 92) guru senantiasa harus

(49)

perilaku keguruannya. Dengan motivasi yang kuat, maka guru akan

berperilaku lebih baik, sehingga dapat membantu proses perkembangan

siswa. Senada dengan pendapat tersebut Suparno (2004: 9) mengatakan

bahwa guru yang memiliki motivasi kerja dan dapat menghayati

tugasnya sebagai suatu panggilan hidup, maka guru tersebut akan lebih

gembira, tekun, dan berdedikasi dalam menjalankan tugasnya

membantu siswa berkembang.

a.2. Sifat dan sikap

Winkel (1996: 196) menyatakan bahwa berdasarkan beberapa

penelitian, ciri-ciri guru yang ideal adalah : luwes dalam bergaul, suka

humor, mampu menyelami alam pikiran dan perasaan anak, peka

terhadap tuntutan keahlian, mampu mengadakan organisasi, kreatif dan

rela membantu. Sementara itu menurut Purwanto (1995: 143) ada

beberapa sikap dan sifat yang sangat penting dimiliki oleh seorang guru,

yaitu adil, percaya dan suka kepada murid -muridnya, sabar dan rela

berkorban, memiliki wibawa dihadapan murid-muridnya, penggembira,

bersikap baik terhadap guru-guru lain, bersikap baik terhadap

masyarakat, benar-benar menguasai materi pelajarannya, suka pada

mata pelajaran yang diajarkannya, dan berpengetahuan luas.

Dalam lingkup pendidikan, seorang guru harus memiliki

motivasi kerja yang baik dan mempunyai sifat dan sikap yang baik.

Kepribadian yang baik merupakan hal yang amat penting untuk

(50)

motivasi kerja dan tidak mempunyai sikap yang baik, maka guru tidak

dapat memba ntu siswa berkembang dan mendapatkan prestasi belajar

yang baik.

b. Guru sebagai pendidik

Sebagai pendidik, guru juga berperan sebagai inspirator dan

korektor serta penjaga disiplin.

b.1. Inspirator dan korektor

Winkel (1996: 197) mengatakan bahwa sebagai inspirator

guru berperan memberikan semangat kepada siswa, tanpa terpaku

pada taraf kemampuan intelektual atau tingkat motivasi belajar

siswa. Sebagai korektor, guru diharapkan berusaha membetulkan

sikap dan tindakan siswa yang tidak sesuai dengan tuntutan

kehidupan manusia yang sungguh-sungguh dewasa, dengan cara

memberikan hukuman atau penguatan secara tepat.

Senada dengan Winkel, Nasution (2003: 123-124)

mengatakan bahwa fungsi guru yang paling utama adalah

memimpin siswa dan membawa mereka kearah tujuan yang benar.

Disamping sebagai pendidik guru juga merupakan orang tua dan

sumber inspirasi bagi siswa, oleh karena itu ada kalanya guru harus

menunjukkan jalan, menyuruh siswa, mengatakan kepada mereka

apa yang harus dilakukan dan bila perlu melarang mereka

(51)

b.2. Penjaga disiplin

Disiplin juga menjadi unsur penting bagi seorang guru,

karena bila guru hidup dalam kedisiplinan, maka siswa dapat

meneladaninya. Begitu juga sebaliknya jika guru tidak disiplin,

seenaknya membolos, dan tidak disiplin dalam mengoreksi

pekerjaan siswa, maka siswa akan ikut-ikutan suka membolos, dan

tidak tepat waktu mengumpulkan tugas -tugas yang diberikan guru

(Suparno, 2004: 50). Guru juga harus bisa menjaga disiplin di

dalam kelas, agar dapat menciptakan suasana yang memungkinkan

guru dapat mengajar dengan penuh konsentrasi dan siswa dapat

belajar dengan baik dan tekun (Winkel, 1996: 198).

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, peran guru

yang utama adalah memimpin dan menuntun siswa untuk

mencapai tingkat kehidupan manusiawi yang lebih sempurna. Di

sini guru bisa berperan sebagai inspirator yang memberikan

semangat kepada siswa untuk berkembang lebih baik, dan juga bisa

berperan sebagai korektor yang tidak menuruti setiap keinginan

siswa, melainkan mengarahkan siswa pada tujuan yang benar.

c. Guru Sebagai Didaktikus

Guru sebagai didaktikus hendaknya memiliki keahlian dalam

menggunakan prosedur didaktis, menguasai materi, memiliki gaya

memimpin kelas, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan siswa,

(52)

c.1. Keahlian dalam menggunakan prosedur didaktis

Keahlia n dalam menggunakan prosedur didaktis mencakup

beberapa hal, seperti : mengetahui/menyadari keuntungan dan

kerugian dari masing-masing prosedur, memperhitungkan sifat

materi pelajaran dan tujuan pengajaran, memperhatikan kebutuhan

siswa, memperhatikan keadaan kelas pada waktu tertentu, dan

pengalaman guru itu sendiri (Winkel, 1996: 202). Prosedur

mengajar yang digunakan oleh guru merupakan unsur yang penting

bagi perwujudan perilaku siswa, oleh karena itu hendaknya guru

mampu memilih dan menggunakan prosedur mengajar secara tepat

dengan variasi yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan siswa

(Surya, 2004: 56).

c.2. Penguasaan materi

Penguasaan materi pelajaran menjadi syarat bagi guru

sebagai pengguna prosedur didaktis. Guru yang menguasai materi

dengan lebih mendalam dapat menggunakan prosedur didaktis

yang lebih bervariasi (Winkel, 1996: 203). Hal itu diperkuat oleh

Surya (2004: 79) yang mengatakan bahwa seorang guru yang

menguasai materi pelajaran dapat mengolah materi pelajaran

menjadi sajian yang dapat dicerna oleh siswa secara tepat dan

(53)

c.3. Gaya memimpin kelas

Gaya memimpin kelas menunjuk pada cara guru

memberikan pengarahan pada proses belajar mengajar. Menurut

Kurt Lewin (Winkel, 1996: 203) ada tiga gaya guru dalam

memimpin kelas, yaitu : gaya otoriter, gaya demokratis, gaya

laissez-faire. Gaya otoriter artinya guru dominan mengatur

segala-galanya dan tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk

berinisiatif. Gaya demokratis artinya guru bertindak sebagai

anggota kelompok kelas dan bersama murid menentukan

bagaimana proses belajar diatur. Gaya laissez-faire artinya guru

membiarkan siswa untuk mengatur belajarnya sendiri sesuai

seleranya, dan guru bertindak memberikan pengarahan apabila

diminta.

c.4. Kemampuan berkomunikasi

Selama proses belajar-mengajar berlangsung, baik guru

maupun siswa diharapkan mampu mengembangkan interaksi serta

komunikasi yang dapat membantu pencapaian tujuan yang optimal.

Bill Miliken (Lee, 2002: 320) mengatakan bahwa

“program-program tidak akan mengubah manusia, hubungan-hubunganlah

yang mengubah manusia”. Komunikasi yang terbuka menimbulkan

kepercayaan dan persahabatan antara guru dan murid dan

(54)

Hal tersebut diperkuat oleh Nasution (2003: 194) yang

mengatakan bahwa dalam proses belajar-mengajar komunikasi

memegang peranan penting, karena komunikasi meripakan suatu

bagian dari pengajaran dan komunikasi diperlukan untuk:

membangkitkan dan memelihara perhatian siswa, memberitahukan

dan memperlihatkan hasil belajar yang diharapkan, merangsang

siswa untuk mengingat kembali hal-hal yang berhubungan dengan

topik tertentu, memberi bimbingan kepada siswa dalam belajar,

dan untuk menilai hasil belajar siswa.

c.5. Kemampuan manajemen kelas

Menurut Wuryani (2002: 263) kemampuan manajemen

kelas adalah suatu keterampilan yang memungkinkan guru

mengajar dan siswa belajar. Tanpa manajemen dan pengaturan

yang efektif, maka proses belajar akan terganggu. Manajemen

kelas ini bertujuan agar siswa terlibat aktif dalam proses

belajar-mengajar, menciptakan lingkungan yang teratur untuk belajar dan

agar waktu belajar digunakan secara efisien.

c.6. Kemampuan berbahasa

Winkel (1996: 208) mengatakan bahwa kemampuan guru

berbahasa Indonesia dengan baik dapat menunjang keterampilan

didaktis yang dimilikinya, bahkan menjadi salah satu komponen

dalam profesionalitasnya sebagai tenaga pengajar. Menurut

(55)

berbahasa Indonesia yang baik dan benar, karena salah satu alat

yang utama untuk menanamkan rasa ke nasiona lan ialah bahasa

Indonesia. Dengan memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang

baik dan benar guru turut mengembangkan penggunaan bahasa

Indonesia secara tepat pada setiap proses belajar-mengajar

(Winkel, 1996: 208). Dalam undang-undang pendidikan tertulis:

Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan digunakan sebagai

bahasa pengantar di sekolah-sekolah diseluruh Indonesia Purwanto

(1995: 142).

d. Struktur Hubungan Jaringan Sosial

Struktur jaringan hubungan sosial meliputi sistem sosial, status

sosial siswa, dan interaksi guru dengan siswa.

d.1. Sistem Sosial

Menurut Winkel (1996: 213) sistem sosial adalah struktur

jar ingan hubungan sosial antara se jumlah orang yang menempati

kedudukan atau posisi tertentu. Adanya sistem sosial

mengakibatkan adanya struktur organisasi sosial di sekolah, baik

menurut pola organisasi formal maupun informal. Pola organisasi

formal terbentuk secara resmi dan biasanya digambarkan dalam

suatu bagan organisasi (organogram) dengan menunjuk garis

perintah dan garis konsultasi. Sedangkan pola organisasi informal

(56)

d.2. Status Sosial Siswa

Status sosial seorang siswa bergantung pada komposisi

kedudukan yang ditempati siswa itu, baik menurut pola organisasi

formal maupun informal. Kalau terjadi kombinasi dari beberapa

kedudukan yang masing-masing membawa prestise (kehormatan)

tinggi, siswa itu memiliki status sosial tinggi. Status sosial yang

dimiliki seorang siswa dapat mempengaruhi belajar siswa itu,

karena status sosial berkaitan erat dengan penghargaan terhadap

dir i sendiri dan penerimaan lingkungan terhadapnya (Winkel,

1996: 214).

d.3. Interaksi Guru dengan Siswa

Menurut Winkel (1996: 214) interaksi antara guru dengan

siswa terjadi selama proses belajar -mengajar. Untuk meningkatkan

kualitas antar pribadi sangat membantu terjadinya interaksi yang

baik antara guru dengan siswa. Sementara itu menurut Surya

(2004: 56) perwujudan perilaku guru sebagai pengajar dan siswa

sebagai pelajar akan nampak dalam interaksi keduanya. Dalam

interaksi ini terjadi pr oses saling mempengaruhi, sehingga terjadi

perubahan perilaku pada diri siswa dalam bentuk tercapainya hasil

(57)

e. Sekolah Sebagai Institusi

Sekolah sebagai institusi meliputi beberapa hal, yaitu :

e.1. Prasarana dan Sarana

Prasarana dan sarana meliputi hal-hal seperti gedung

sekolah, media pengajaran, laboratorium, fasilitas perpustakaan,

tempat olah raga, fasilitas UKS, ruang bimbingan dan konseling,

ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang administrasi, kamar kecil

dan lain-lain. Pada umumnya dapat dikatakan semakin lengkap dan

memadai prasarana dan sarana, akan semakin lancar proses

belajar-mengajar di sekolah (Winkel, 1996: 218).

Senada dengan Winkel, Dimyati dan Mudjiono (1999: 249)

mengatakan bahwa lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran

merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Namun demikian

lengkapnya prasarana dan sarana tidak menjamin terselenggaranya

proses belajar-mengajar yang baik, karena semua tergantung dari

bagaimana guru dan siswa menggunakan dan memelihara prasarana

dan sarana tersebut, sehingga terselenggara proses belajar yang

berhasil baik.

e.2. Suasana di Sekolah

Suasana di sekolah menunjuk pada iklim psikologis yang

terdapat di suatu sekolah, yaitu bagaimana cara warga sekolah

bergaul satu sama lain, tata cara kesopanan yang berlaku di sekolah,

(58)

pelaksanaannya (Winkel 1996: 219). Menurut Surya (2004: 79)

pendidikan di sekolah, tidak boleh dilepas dari lingkungannya,

karena keberhasilan suatu pendidikan banyak ditentukan oleh

keadaan lingkungannya. Lingkungan yang kondusif dapat

menunjang proses belajar-mengajar secara efektif.

e.3. Pelayanan kepada Siswa di Luar Bidang Pengajaran

Pelayanan kepada siswa di luar bidang pengajaran mencakup

kegiatan ekstrakurikuler, bimbingan dan konseling, Usaha

Kesehatan Sekolah. Mutu yang baik dalam pelayanan-pelayanan

tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap kegiatan

belajar-mengajar di sekolah (Winkel, 1996: 228).

D. Bimbingan Belajar

Menurut Winkel (1997: 140) Bimbingan belajar adalah bimbingan

dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi

yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan denga n

tuntutan belajar di suatu institusi pendidikan. Tanlain (2002: 25) menyatakan

bimbingan belajar adalah pemberian informasi dan latihan mengenai cara

berlatih, cara berpraktek, cara memecahkan masalah yang berkaitan dengan

program pendidikan sekolah oleh guru pembimbing kepada siswa, baik secara

perorangan maupun secara berkelompok dengan tujuan siswa mahir

(59)

menjelaskan bahwa program bimbingan di bidang akademik memuat

unsur-unsur sebagai berikut :

a. Orientasi pada siswa baru tentang tujuan institusional, isi kurikulum pengajaran, struktur organisasi sekolah, prosedur belajar yang tepat, dan penyesuaian diri dengan corak pendidikan di sekolah yang bersangkutan. b. Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat selama

mengikuti pelajaran di sekolah maupun di rumah baik secara individual ataupun kelompok.

c. Bantuan dalam hal memilih program studi yang sesuai, kegiatan non akademik yang menunjang usaha belajar, dan program studi lanjutan di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

d. Pengumpulan data mengenai diri siswa dan data tentang program studi yang tersedia di berbagai perguruan tinggi.

e. Bantuan dalam hal mengatasi kesulitan belajar seperti kurang mampu menyusun jadwal belajar di rumah. Oleh karena itu, tenaga bimbingan harus mempunyai pengetahuan tentang kegiatan belajar termasuk pemahaman psikologis.

f. Bantuan agar kelompok belajar berjalan efektif dan efisien

Sejalan dengan Winkel, Djumhur dan Surya (1975: 35) menjela skan

bahwa bimbingan belajar merupakan pemberian bantuan kepada siswa dalam

memecahkan kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah belajar,

baik di sekolah maupun di luar sekolah, misalnya dalam hal:

a. Mendapatkan cara belajar yang efisien, baik sendiri maupun berkelompok.

b. Menentukan cara mempelajari atau menggunakan buku-buku pelajaran.

c. Membuat tugas-tugas sekolah, mempersiapkan diri untuk ulangan/ujian.

d. Memilih mata pelajaran yang cocok dngan minat, bakat, kecakapan,

cita-cita dan kondisi fisik.

e. Menghadapi ksulitan-kesulitan dalam mata pelajaran tertentu.

g. Menentukan pembagian waktu dan perencanaan belejar.

(60)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan belajar

ialah membantu siswa agar dapat belajar dengan sebaik mungkin, sesuai

dengan bakat, minat, dan kemampuan yang ada pada dirinya (Djumhur dan

(61)

43

Dalam bab ini dibahas Jenis Penelitian, Subjek Penelitian, Instrumen

Penelitian, Prosedur Penelitian, dan Teknik Analisis Data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

metode survei. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha

mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat

sekarang. Dengan kata la in, penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada

masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian

dilaksanakan (Sudjana dan Ibrahim, 1989: 64). Senada dengan itu, Furchan

(1982: 415) mengatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk

memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan.

Sementara itu, Sukardi (2003: 193) mengatakan bahwa penelitian deskriptif

dengan metode survei merupakan metode paling baik guna memperoleh dan

mengumpulkan data asli (original data) untuk mendeskripsikan keadaan

populasi. Dalam penelitian dengan metode survei, informasi dikumpulkan dari

responden dengan menggunakan kuesioner (Singarimbun dan Effendi, 1987:

8) Dalam penelitian ini yang dideskripsikan adalah masalah-masalah belajar

yang dialami oleh siswi-siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun

(62)

B. Populasi Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas XI SMA Stella Duce 2

Yogyakarta Tahun Ajaran 2008/2009 yang dikelompokkan dalam 4 (empat)

kelas. siswi yang menjadi subjek uji coba adalah 2 (dua ) kelas.

Siswi-siswi kelas XI dipilih sebagai subjek penelit ian ini karena Siswi-siswi kelas XI sudah

cukup lama berada di sekolah dan mengalami proses belajar mengajar di

sekolah, sehingga dianggap telah cukup menyadari masalah-masalah belajar

ya ng dialaminya. Sedangkan siswi-siswi kelas X baru mengadakan

pengenalan dan penyesuaian diri dengan lingkungan belajar yang baru, dan

Kelas XII sedang sibuk dengan persiapan ujian akhir sehingga tidak

disediakan waktu untuk mengadakan penelitian. Rincian siswi-siswi kelas XI

SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 yang mengikuti

penelitian disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1

Rincian Siswi-siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini adalah menganalisis pengaruh rasio keuangan yang berupa Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan dana pihak ketiga (DPK)

Barbora (2009) menyimpulkan bahwa meta analisis menurut Sutrisno, Hery dan Kartono (2007) merupakan teknik yang digunakan untuk merangkum berbagai hasil penelitian

Setiap mahasiswa yang menjadi mekanik di Bengkel Prototype Honda dipastikan akan mendapatkan pengalaman sedang proses melakukan perbaikan/perawatan sepeda motor dan pada

Penelitian tentang degree diameter problem menghasilkan dua kegiatan penelitian yang utama, yaitu mengkonstruksi graf berarah dengan ordo lebih besar dari ordo graf berarah yang

Nilai odds ratio (OR) pekerjaan menunjukkan bahwa pekerjaan nelayan/ bertani/berkebun memiliki peluang 3,800 kali lebih besar menderita filariasis dibandingkan

1) Mendukung konsep materi dalam kegiatan belajar mengajar. 2) Mudah dan aman digunakan baik oleh siswa maupun guru. 3) Sesuai dengan tingkat perkembangan anak. 4) Mendukung

Pelaksanaan pengajaran membaca memiliki beberapa prinsip yang terdiri atas: 1) belajar membaca merupakan suatu proses yang sangat rumit dan peka terhadap

Dalam pembingkaian berita demonstrasi mahasiswa Semarang terkait rencana kenaikan harga BBM di TV Borobudur, dalam siaran berita “Jendela Jateng Sore”, pembingkaian