• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Penyebab Siswa Menyontek dan Solusinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Faktor Penyebab Siswa Menyontek dan Solusinya"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Faktor Penyebab Siswa Menyontek dan Solusinya

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan Dosen Pengampu : Sugiyatno, M.Pd

Disusun Oleh :

Shandy Eksani Putra (09403241002)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI REGULER FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010

▸ Baca selengkapnya: contoh buku catatan kasus siswa dan solusinya

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur marilah kita haturkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi Pendidikan dengan judul Faktor Penyebab Siswa Menyontek dan Solusinya. Makalah Psikologi Pendidikan ini berisi tentang faktor-faktor penyebab peserta didik menyontek, teori-teori yang berhubungan dengan faktor tersebut dan solusi-solusi agar peserta didik tidak menyontek

Makalah ini dapat kami selesaikan berkat bantuan beberapa pihak, di antaranya Sugiyatno, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan serta teman-teman yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan pembuatan makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Amin.

Yogyakarta, November 2010

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu hal yang diperlukan oleh suatu negara agar negara tersebut dapat berkembang.Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan dapat diperoleh melalui keluarga, sekolah, masyarakat.

Pendidikan merupakan salah satu pilar yang tidak bisa digantikan untuk memajukan kehidupan manusia. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus dilakukan secara merata agar setiap penduduk Indonesia bisa menerima pendidikan secara layak dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Dengan mendapatkan pendidikan yang layak maka setiap penduduk negara Indonesia dapat bertahan di era globalisasi seperti sekarang ini.

Dalam era globalisasi, ilmu pengetahuan dan ketrampilan sangat dibutuhkan agar setiap warga dapat berinovasi. Kesadaran akan globalisasi ini memacu setiap warga negara untuk berlomba-lomba untuk lebih giat belajar agar dapat bersaing dengan warga negara lainnya.

Saat ini, kesadaran setiap siswa didik untuk bersaing dengan cara yang sehat sangatlah sedikit. Hal itu dapat dibuktikan dengan tindakan menyontek yang selalu dilakukan oleh setiap siswa dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Para siswa lebih mementingkan hasil daripada proses. Lebih mementingkan nilai daripada ilmu yang diperoleh. Masyarakat lebih memandang keberhasilan seorang siswa melalui nilai raport atau nilai ijazah yang didapat oleh siswa tersebut. Masyarakat lebih menghargai nilai yang didapat tanpa melihat proses bagaimana seorang siswa mendapat nilai tersebut.

Kegiatan menyontek tidak hanya dilakukan saat ujian saja. Kegiatan menyontek juga sering dilakukan dalam mengerjakan tugas yang diberikan

(4)

oleh para pendidik. Padahal, ujian merupakan tolak ukur untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap materi yang diberikan oleh guru dan tugas hanya latihan agar siswa dapat lebih memahami materi yang diberikan (practice makes perfect).

Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk menganalisis apa saja faktor yang mempengaruhi kebiasaan siswa untuk menyontek dan solusi yang bisa diberikan agar siswa tidak menyontek menurut teori-teori yang ada.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia saat ini? 2. Apa yang dimaksud dengan menyontek?

3. Faktor apa saja yang menyebabkan seorang siswa menyontek?

4. Apa saja teori yang berhubungan dengan kebiasaan menyontek siswa? 5. Apa solusi yang tepat agar siswa tidak menyontek?

C. Tujuan

1. Mengetahui masalah pendidikan di Indonesia saat ini 2. Mengetahui pengertian menyontek

3. Mengetahui faktor yang menyebabkan siswa menyontek

4. Mengetahui teori yang berhubungan dengan kebiasaan menyontek 5. Mengetahui solusi agar siswa tidak menyontek

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pendidikan di Indonesia

Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara dan membentuk latihan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1991) pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.

Dalam UU 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pada kenyataannya, fungsi pendidikan yang tercantum dalam undang-undang tersebut belum sepenuhnya tercapai. Saat ini banyak sekali masalah-masalah dalam pendidikan di Indonesia. Banyak anak-anak di Indonesia yang kurang mendapatkan pendidikan karena keterbatasan biaya. Adanya subsidi pendidikan dari pemerintah terasa tidak ada pengaruhnya. Biaya sekolah mungkin sudah gratis untuk sekolah dasar, tetapi bukan berarti siswa sekolah dasar tidak mengeluarkan uang untuk sekolah. Buku pokok yang berbeda dengan buku angkatan sebelumnya menjadikan siswa harus membeli buku agar dapat membantu kegiatan belajar. Buku tersebut juga tidak begitu lengkap sehingga harus ada buku pendamping yang sebenarnya isinya hanya itu-itu saja dan harganya juga biasanya lumayan mahal.

(6)

Bagi masyarakat yang kurang mampu, untuk mencapai wajib belajar sembilan tahun rasanya lumayan sulit. Untuk meneruskan pendidikan dari sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama (SMP) mereka harus mengelurkan berbagai biaya, mulai dari biaya administrasi, biaya uang gedung yang tiap tahun naik, dan masih ada biaya-biaya lainnya.

Saat ini seleksi untuk masuk perguruan tinggi juga dirasa semakin sulit karena biaya masuk yang mahal, belum lagi biaya untuk hidup bagi orang yang kuliah di luar daerah. Ada beasiswa yang bisa didapatkan oleh para mahasiswa yang berprestasi. Tetapi, beasiswa tersebut jumlahnya terbatas dan mengurusnya lumayan rumit.

Belum lagi masalah metode pengajaran yang dilakukan pendidik. Terkadang pendidik memberikan metode belajar yang membosankan sehingga materi yang disampaikan oleh pendidik kurang bisa diserap oleh para siswa. Ada juga pendidik yang hanya memberikan tugas saja tanpa memberikan materi. Pendidikan di Indonesia akan sulit untuk berkembang apabila para pendidik tersebut kurang mengerti apa tujuan dari pendidikan nasional

Salah satu masalah yang susah untuk dihilangkan dari pendidikan di Indonesia adalah budaya menyontek yang dilakukan oleh peserta didik di Indonesia. Menyontek sudah biasa dilakukan oleh para siswa sekolah dasar hingga para mahasiswa di perguruan tinggi. Padahal menyontek tidak dapat digunakan untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Menyontek justru akan menurunkan moral bangsa dan akan menciptakan generasi-generasi yang akan merusak bangsa sendiri.

B. Pengertian Menyontek

Menyontek adalah suatu usaha yang kebanyakan dilakukan oleh para pelajar SD, SMP, SMA, maupun mahasiswa untuk melihat buku catatan, buku panduan, ataupun menyalin pekerjaan teman secara sembunyi-sembunyi guna mendapatkan jawaban dari mata pelajaran yang diujikan.

Menyontek juga selalu dipakai oleh berbagai kalangan, misalnya seorang pencipta lagu meniru musik yang dilakukan oleh penyanyi lain.

Menyontek sama saja dengan mencuri hasil pekerjaan orang lain dan menyontek membuat seseorang tidak berusaha untuk mengoptimalkan

(7)

usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mendapatkan sesuatu. Menyontek merupakan budaya yang harus ditinggalkan karena dapat menurunkan moral para generasi penerus bangsa.

C. Faktor – Faktor yang Menyebabkan Siswa Menyontek

Menyontek tidak akan dilakukan oleh siswa apabila siswa tersebut tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi siswa untuk menyontek antara lain

1. Dari diri sendiri

Kebiasaan menyontek dapat muncul dari diri sendiri disebabkan karena seorang siswa kurang percaya diri dalam mengerjakan sesuatu. Menyontek juga sudah menjadi kebiasaan dari siswa tersebut. Siswa juga takut terhadap tekanan dari berbagai pihak untuk mendapatkan nilai yang bagus sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai yang baik, termasuk dengan cara menyontek.

2. Dari Guru

Alasan untuk menyontek juga bisa berasal dari para pendidik. Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga kurang adanya variasi dalam mengajar sehingga siswa malas untuk belajar. Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book sehingga siswa beranggapan bahwa apabila jawaban mereka tidak sama dengan buku maka nilai mereka akan berkurang.

3. Dari orang tua atau keluarga

Kebiasaan orang tua dalam memaksakan agar anaknya mendapat nilai yang baik menyebabkan seorang anak dalam tekanan dan berpotensi untuk menyontek. Para orang tua lebih mementingkan hasil yang diperoleh seorang anak daripada proses bagaimana anak tersebut memperoleh hasil tersebut.

4. Dari sistem pendidikan

Pemerintah selalu memperbaharui kurikulum yang ada, akan tetapi sistem pengajarannya tidak berubah, misalnya tetap terjadi sistem pengajaran dari guru untuk murid. Muatan materi dalam kurikulum yang ada sering terjadi tumpang tindih antara satu jenjang ke jenjang lainnya yang akhirnya menyebabkan para peserta didik mengangap mudah

(8)

setiap materi yang diberikan. Hal itu bukan menjadikan para peserta didik menjadi dapat menguasai materi melainkan menjadikan peserta didik menjadi bodoh karena kebosanan.

D. Teori – teori yang Berhubungan dengan Kebiasaan Menyontek

Ada beberapa alasan yang sesuai dengan teori yang disampaikan oleh beberapa ahli antara lain

1. Emosi

Emosi para pendidik sangat berpengaruh dalam prestasi peserta didik dan bagaimana proses para peserta didik dalam mendapatka hasil. Menurut Goleman dkk, tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak kurang mampu “merekatkan” pelajaran dalam ingatan. Ketika menerima ancaman atau tekanan, kapasitas saraf untuk berpikir rasional mengecil, otak “dibajak secara emosional” dan dituntut untuk bertempur atau kabur menghadapi ancaman atau tekanan. Fenomena ini dikenal dengan downshifting. Fenomena tersebut muncul saat kondisi emosi sedih, marah, takut, dan suasana emosi lain yang membuat kita terancam dan tertekan.

Hal ini dirasakan oleh anak yang dipaksa belajar oleh orang tuanya agar mendapat nilai yang baik. Maka yang terjadi adalah kerja otak anak tersebut hanyalah untuk bertahan agar tidak mendapat marah dari orang tua, namun bukan untuk mempelajari materi secara maksimal. Meskipun anak tersebut sudah berusaha belajar, akan tetapi pelajaran yang dipelajari menjadi sulit, baik untuk menambah pengetahuan diri maupun untuk mengubah sikap atau perilakunya. Oleh karena itu anak menjadi berani mencoba untuk menyontek agar mendapat nilai yang baik dan tidak dimarahi oleh orang tua.

2. Perbedaan pola asuh

Peserta didik di berbagai jenjang pendidikan memiliki banyak sekali perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut membuat sangat berpengaruh terhadap prestasi yang diperoleh oleh peserta didik. Perbedaan antar individual dalam pembelajaran salah satunya disebabkan oleh pola asuh yang dilakukan oleh para orang tua peserta didik.

(9)

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang digunakan untuk berhubungan dengan anak-anak. Pola asuh yang diterapkan dalam tiap keluarga berbeda dengan keluarga lain. Ada tiga macam pola asuh orang tua, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh autoritatif.

Pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada pengawasan orang tua kepada anak untuk mendapatkan kepatuhan dan ketaatan. Orang tua bersikap tegas, suka menghukum dan cenderung mengekang keinginan anak. Hal ini dapat menyebabkan anak kurang inisiatif, cenderung ragu, dan mudah gugup karena sering mendapat hukuman.

Pola asuh permisif adalah bentuk pengasuhan dimana orang tua memberi kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dab tidak dikontrol oleh orang tua.

Pola asuh autoritatif adalah bentuk pengasuhan yang bercirikan adanya hak dan kewajiban orang tua dan anak adalah sama dalam arti saling melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab dan menentukan perilakunya sendiri agar dapat berdisiplin.

Anak cenderung menyontek apabila diasuh menggunankan pola asuh otoriter. Anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter seringkali dipaksa orang tua untuk mencapai target-target nilai yang diinginkan orang tua. Apabila anak tidak bisa mencapai target tersebut, maka anak tersebut akan cenderung menyontek.

3. Perbedaan gaya belajar

Gaya belajar adalah pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan ketrampilan baru (Sarasin, 1999). Menurut Dunn & Dunn, gaya belajar merupakan kumpulan karakterisrik pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang lain.

Keffe berpendapat bahwa gaya belajar berhubungan dengan cara anak belajar, serta cara belajar yang disukainya. Oleh karena itu, jika gaya belajar guru tidak memperhatikan kebutuhan khusus mereka maka belajar tidak akan terjadi. Ketika guru mengajar sesuai dengan

(10)

gaya belajar siswa, guru sama saja dengan memberitahu pada siswa bahwa dia mengetahui mereka adalah individu yang mungkin belajar dengan cara berbeda dengan siswa lainnya.

Gaya belajar bukanlah sesuatu yang statis. Gaya belajar dapat berubah tergantung pada aktivitas belajar atau perubahan pengalaman. Namun ketika gaya belajar berubah, hal itu akan cenderung menetap untuk sementara waktu hingga menjadi kebiasaan. Sebagian orang mungkin memiliki gaya belajar tertentu yang dominan digunakan dalam berbagai situasi, sehingga kurang menggunakan gaya belajar yang lain. Namun sebagian orang yang lain mungkin menggunakan gaya berbeda untuk situasi yang berbeda. Meskipun terdapat bermacam-macam gaya belajar, namun perlu diingat bahwa tidak ada gaya belajar yang lebih baik dibandingkan yang lain. Satu gaya belajar mungkin lebih efektif atau kurang efektif dalam situasi tertentu.

Para pendidik wajib memahami bagaimana gaya belajar peserta didik sehingga materi yang diberikan oleh pendidik bisa diterima dengan baik oleh para peserta didik. Peserta didik cenderung bosan terhadap gaya belajar dari guru untuk murid. Banyak sekali gaya belajar yang bisa digunakan, seperti

a. Modalitas belajar

b. Belajar dengan otak kiri-otak kanan c. Belajar sosial

d. Lingkungan belajar e. Emosi belajar

f. Belajar kongkrit dan abstrak g. Belajar global dan analitik h. Multiple intelligent.

Apabila gaya belajar yang diterapkan sesuai dengan peserta didik dan peserta didik merasa nyaman dengan gaya tersebut, maka keinginan untuk menyontek menjadi berkurang.

(11)

4. Metode belajar

Metode pembelajaran berarti cara yang dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Guru dapat memilih metode yang dipandang tepat dalam kegiatan pembelajarannya. Ada beberapa metode dalam pembelajaran, antara lain

a. Metode Ceramah

Metode penyampaian materi dari guru kepada siswa dengan cara penyampaian materi melalui bahasa lisan baik verbal maupun nonverbal.

b. Metode Latihan

Metode penyampaian materi melalui upaya penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu.

c. Metode Tanya Jawab

Cara penyajian materi pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh anak didik.

d. Metode Karya Wisata

Metode penyampaian materi dengan cara membawa langsung anak didik ke objek di luar kelas atau di lingkungan kehidupan nyata agar siswa dapat mengamati atau mengalami secara langsung.

e. Metode Demonstrasi

Metode pembelajaran dengan cara memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkaitan dengan bahan pelajaran.

f. Metode Sosiodrama

Metode pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial.

g. Metode Bermain Peran

Metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara anak didik memerankan suatu tokoh, baik tokoh hidup atau benda mati.

(12)

h. Metode Diskusi

Metode pembelajaran melalui pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta memecahkan masalah secara kelompok. i. Metode Pemberian Tugas dan Resitasi

Metode pembelajaran melalui pemberian tugas kepada siswa. Tugas biasanya diikuti dengan resitasi. Resitasi merupakan metode pembelajaran berupa tugas pada siswa untuk melaporkan pelaksanaan tugas yang telah diberikan guru.

j. Metode Eksperimen

Metode pembelajaran dalam bentuk pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan suatu proses atau percobaan. k. Metode Proyek

Metode pembelajaran berupa penyajian kepada siswa materi pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah yang selanjutnya dibahas dari berbagai sisi yang relevan sehingga diperoleh pemecahan secara menyeluruh dan bermakna.

Penggunaan berbagai metode diatas bersifat luwes sehingga tergantung pada beberapa faktor. Para pendidik wajib memberikan metode pembelajaran yang dianggap dapat menciptakan kondisi yang kondusif di dalam kelas.

E. Solusi Agar Siswa Tidak Menyontek

Banyak solusi yang digunakan untuk mengurangi kebiasaan menyontek pada peserta didik. Salah satunya adalah dengan melakukan diagnosis kesulitan belajar yang menyebabkan siswa menyontek.

Diagnosis kesulitan belajar adalah kegiatan untuk menentukan masalah atau kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan dalam belajar menyebabkan peserta didik kesulitan untuk mencerna materi yang diberikan sehingga berpeluang untuk menyontek. Adapun prosedur atau langkah-langkah melaksanakan diagnosis kesulitan belajar yaitu

(13)

1. Mengidentifikasi peserta didik yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar

Kegiatan ini menetapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dengan cara mengenali latar belakang baik psikologis maupun nonpsikologis.

2. Melokalisasi letak kesulitan belajar

Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan dimana letak kesulitan belajar yang dialami peserta didik dengan cara mengetahui dalam mata pelajaran atau dalam bidang studi apa kesulitan itu terjadi, kemudian aspek atau bagian mana kesulitan belajar itu dirasakan oleh peserta didik.

3. Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar

Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan faktor yang menyebabkan peserta didik kesulitan belajar dengan cara meneliti faktor-faktor yang ada pada diri peserta didik (internal) dan faktor-faktor yang berada diluar peserta didik (eksternal) yang menghambat proses belajar.

Faktor internal penyebab kesulitan belajar antara lain aspek fisik (kondisi dan kesehatan tubuh) dan faktor psikologis (kecerdasan, bakat, dorongan, mental). Sedangkan faktor eksternal antara lain faktor lingkungan yang meliputi lingkungan sosial (manusia) dan lingkungan non-sosial (alam), dan faktor instrument.

4. Memperkirakan alternative bantuan

Langkah ini merupakan langkah yang akan ditempuh dengan cara menjawab beberapa pertanyaan.

5. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya

Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan bantuan atau usaha penyembuhan yang diperlukan peserta didik dengan cara menentukan bantuan penyembuhan. Penentuan bantuan penyembuhan perlu dikomunikasikan atau didiskusikan dengan berbagai pihak yang dipandang berkepentingan atau yang diperkirakan akan terlibat dalam pemberian bantuan.

(14)

6. Tindak lanjut

Tindak lanjut dapat dilakukan dengan mengikuti perkembangan peserta didik dan mengadakan evaluasi terhadap bantuan yang telah diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki kesalahan atau ketidaktepatan bantuan yang diberikan.

(15)

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Menyontek adalah salah satu wujud perilaku dan ekspresi mental seseorang. Ia bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi sesuatu yang lebih merupakan hasil belajar/pengaruh yang didapatkan seseorang dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, menyontek lebih sarat dengan muatan aspek moral daripada muatan aspek psikologis.

Sebagai bagian dari aspek moral, maka terjadinya menyontek sangat ditentukan oleh faktor kondisional yaitu suatu situasi yang membuka peluang, mengundang, bahkan memfasilitasi perilaku menyontek. Seseorang yang memiliki nalar moral, yang tahu bahwa menyontek adalah perbuatan tercela, sangat mungkin akan melakukannya apabila ia dihadapkan kepada kondisi yang memaksa. Mencegah menyontek tidaklah cukup dengan sekedar mengintervensi aspek kognitif seseorang, akan tetapi yang paling penting adalah penciptaan kondisi positif pada setiap faktor yang menjadi sumber terjadinya menyontek, yaitu pada faktor siswa/ mahasiwa, pada lingkungan, pada sistem evaluasi dan pada diri guru/dosen.Oleh karena setiap orang berpotensi untuk melakukan menyontek dan terdapatnya gejala kecenderungan semakin maraknya praktek menyontek di dunia pendidikan

B. Saran

Untuk mengurangi tingkat kebiasaan siswa menyontek, perlu diadakan analisis tentang penyebab-penyebab mengapa peserta didik menyontek dan perlu segera dilakukan review atau reformulasi sistem atau cara pengujian, penyelenggaraan tes yang berlangsung selama ini baik yang diselenggarakan secara massal oleh suatu badan atau kepanitiaan maupun yang diselenggarakan secara individual oleh setiap guru atau dosen.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Sugihartono, dkk. (2000). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. http://www.ayruzallein.co.cc

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui letak (ragam) kesulitan apa saja yang dialami peserta didik SMA Negeri 2 Bantul kelas XI tahun 2015/2016 dalam

Guru berkeliling mencermati peserta didik bekerja, mencermati dan menemukan berbagai kesulitan yang dialami peserta didik, serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

Faktor motivasi sebagai penyebab internal kesulitan belajar siswa dalam penelitian ini terbukti berpengarauh signifikan terhadap kesulitan belajar siswa pada mata

didik bekerja, mencermati dan menemukan berbagai kesulitan yang dialami peserta didik, serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya

Penelitian ini dilatar belakangi dari hasil observasi mengenai kesulitan belajar yang dialami peserta didik mata pelajaran Bahasa Jawa terutama pada pokok bahasan unggah-ungguh

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan guru mata pelajaran di SMK Negeri 4 Padang pada tanggal 20 Maret 2015 terungkap bahwa “Adanya kesulitan yang dihadapi oleh

Peranan Guru Mata Pelajaran Dalam Memberi Bantuan Kepada Peserta Didik Berdasarkan hasil penelitian mengenai peranan guru mata pelajaran dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik

diberikan, 2 Kesulitan konsep yang dialami peserta didik sebesar 67,14% yang tergolong tinggi, dimana peserta didik kurang mampu menerapkan konsep dengan materi terkait, 3 Kesulitan