• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN - DOCRPIJM 1536553686Bab 4 Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan EDITED9 8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN - DOCRPIJM 1536553686Bab 4 Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan EDITED9 8"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

IV-1

BAB IV

ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN

4.1. Analisis Sosial

Aspek Sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur Bidang Cipta

Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca

pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur

pemukiman seharusnya memenuhi aspek-aspek sosial yang berkaitan dan sesuai dengan

isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan

gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak

sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi,

maupun pemukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu

diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang cipta karya tersebut membawa

mamfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonimi masyarakat sekitarnya .

4.1.1.Pengarusutamaan Gender

Aspek sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya terkait dengan isu

strategis seperti isu pengharusutamaan gender (PUG) menjadi bahan pertimbangan dalam

merumuskan suatu perencanaan. Saat ini telah dilakukan kegiatan responsif gender bidang

Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan

Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan

(PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat

(SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi

Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat Bidang Cipta Karya.

4.1.2.Indentifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan

Infrastruktur Bidang Cipta Karya.

A.Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Aspek Sosial pada pelaksanaan pembangunan Bidang Cipta Karya terutama dalam

rangka konsultasi masyarakat, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi, dan

(2)

IV-2 memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin

terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat

penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran

untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu

dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan

pembebasan lahan.

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan

bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah

yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih

dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil

harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar

kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan

adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana

pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus

dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang

ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas

kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di

lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi

penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

B. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat

bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan

secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan

infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang

harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

4.2. Analisis Ekonomi

Bagian ini berisikan analisis ekonomi sebagai dampak pembangunan infrastruktur Bidang

Cipta Karya, mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan.

(3)

IV-3 4.2.1. Kemiskinan

Gini rasio mencerminkan tingkat pemerataan pendapatan penduduk suatu daerah.

Pendapatan dikatakan merata jika semua orang mendapatkan distribusi pendapatan yang

sama rata, atau dengan kata lain Rasio Gini -nya adalah sama dengan nol (Gini Ratio = 0).

Gini rasio Kota Denpasar tahun 2015 adalah sebesar 0,3589 dan tahun 2016 menurun

menjadi 0,3307 (BPS. Kota Denpasar 2017). Adanya peningkatan ketimpangan tahun 2011

termasuk katagori ketimpangan rendah sedangkan tahun 2016 sudah termasuk

ketimpangan sedang. Adapun permasalahan yang dihadapai Kota Denpasar adalah

mencegah terjadinya ketimpangan pendapatan, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan

sosial yang dapat memicu terjadinya masalah masalah sosial. Untuk itu Pemerintah Kota

Denpasar harus memperhatikan pemerataan pembangunan antar-wilayah, antar-sektor dan

antar-kawasan secara adil dan merata.

Berkaitan dengan tingkat kesejahteraan penduduk, ketimpangan pendapatan serta

sebaran kependudukan yang tidak merata, kemiskinan masih menjadi permasalahan utama

yang belum terselesaikan dan masih terus dicari solusinya oleh hampir seluruh wilayah

termasuk oleh Denpasar. Tahun 2016 penduduk miskin sebesar 2,15 %, turun 0,24 %

dibandingkan tahun 2015. Naiknya tingkat kemiskinan di Denpasar, adalah dampak dari

kenaikan tingkat inflasi yang tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan masyarakat

golongan pendapatan rendah. Garis kemiskinan di Kota Denpasar naik dari tahun 2015

sebesar Rp. 463.271,- per bulan menjadi Rp. 483.821,- per bulan di tahun 2016.

Permasalahan terkait dengan penanggulangan kemiskinan di Kota Denpasar adalah:

Meningkatnya jumlah penduduk miskin di Kota Denpasar yang diakibatkan oleh adanya

ketimpangan pendapatan. Tingginya arus urbanisasi yang terjadi termasuk banyaknya

kaum urban yang belum memiliki pekerjaan tetap.

4.3. Analisis Lingkungan

Bagian ini berisikan analisis lingkungan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS) sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Analisis lingkungan dibutuhkan untuk memastikan

bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota

telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun

amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Instrumen

(4)

IV-4 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan

(UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Hidup (SPPLH).

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: Dalam

rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan

prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014: Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak

dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di

perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan

daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan

mitigasi perubahan iklim.

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan

untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai

persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal,

UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup

atau disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL

dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No.

32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak

(5)

IV-5 g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan

daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di

bidang program dan kegiatan.

g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

4.3.1.Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk

memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan

terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau

program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan

infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM

bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini,

KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau

program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi

(6)

IV-6 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kota Denpasar telah disusun pada tahun

2011. Rekomendasi KLHS terhadap Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) untuk

RTRWK Kota Denpasar Tahun 2011-2031, khususnya yang terkait dengan RPIJM Bidang

Cipta Karya adalah sebagai berikut :

1. Penumpukan sampah dikawasan publik, dibutuhkan optimalisasi proses pengangkutan

sampah ke TPS/TPA sesuai jadwal, diperlukan peningkatan manajeman persampahan

yang didukung peningkatan prasarana dan sarana yang memadai.

2. Banjir pada saat musim penghujan yang belum teratasi, diperlukan pengendalian jumlah

aliran air permukaan yang berpotensi meyebabkan genangan dan banjir.

3. Pencemaran air sungai, diperlukan peningkatan kualitas lingkungan dengan mengurangi

beban limbah industri dan domestik.

4. Alih fungsi lingkungan yang produktif mejadi kawasan permukiman campuran,

diperlukan pembatasan konversi lahan produktif dan diarahkan sebagai RTH publik.

5. Pertumbuhan ekonomi meningkat diikuti dengan kemungkiman terciptanya

permukiman-permukiman kumuh, diperlukan revitalisasi kawasan layak huni dan

memperketat regulasi tentang penyewaan lahan.

4.3.2.Amdal UKL-UPL, dan SPPLH

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib

AMDAL sebagimana tercantum dalam Tabel 4.1.: Penapisan Rencana Kegiatan Wajib

AMDAL.

Tabel 4. 1 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

A Persampahan

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control

landfill/sanitary landfill:

˗ Luas kawasan TPA, atau ≥ 10 ha

˗ Kapasitas Total ≥ 100.000 ton

b. TPA di daerah pasang surut:

˗ Luas Landfill, atau Semua kapasita/besaran

˗ Kapasitas Total

(7)

IV-7

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

d. Pemb. Instalasi Pengolahan Sampah terpadu: Kapasitas ≥ 500 ton/hari e. Pengolahan dengan insinerator: Kapasitas Semua kapasitas

f. Composting Plant: Kapasitas ≥ 500 ton/hari

g. Transportasi sampah dengan kereta api: Kapasitas ≥ 500 ton/hari B Pembangunan Perumahan/Permukiman:

a. Kota metropolitan, luas ≥ 25 ha

b. Kota besar, luas ≥ 50 ha

c. Kota sedang dan kecil, luas ≥ 100 ha

d. keperluan settlement transmigrasi ≥ 2.000 ha C Air Limbah Domestik

a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:

˗ Luas, atau ≥ 2 ha

˗ Kapasitasnya ≥ 11 m3/hari

b. Pemb. IPAL limbah domestik, termasuk fas penunjangnya:

˗ Luas, atau ≥ 3 ha

˗ Kapasitasnya ≥ 2,4 ton/hari

c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:

˗ Luas layanan, atau ≥ 500 ha

˗ Debit air Limbah ≥ 16.000 m3/hari

D Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di

permukiman

a. Kota besar/metropolitan, panjang: ≥ 5 km

b. Kota sedang, panjang: ≥ 10 km

E a. Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan; Luas layanan ≥ 500 ha b. Pembangunan jaringan transmisi; Panjang ≥ 10 km

Sumber: Permen LH 5/2012

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas

menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan

dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang

(8)

IV-8 Tabel 4. 2 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

Persampahan

1. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instalasi penunjang:

 Luas kawasan < 10 Ha; atau

 Kapasitas total < 10.000 ton 1. TPA daerah pasang surut

 Luas landfill < 5 Ha; atau

 Kapasitas total < 5.000 ton 2. Pembangunan Transfer Station

 Kapasitas < 1.000 ton/hari

3. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu

 Kapasitas < 500 ton 4. Pembangunan Incenerator

 Kapasitas < 500 ton/hari

5. Pembangunan Instalasi Pembuatan Kompos

 Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha

Air Limbah Domestik / Permukiman

1. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang

 Luas < 2 ha

 Atau kapasitas < 11 m3/hari

2. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah

 Luas < 3 ha

 Atau bahan organik < 2,4 ton/hari

3. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman

 Luas < 500 ha

 Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari Drainase Permukiman

Perkotaan

1. Pembangunan saluran primer dan sekunder

 Panjang < 5 km

2. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman

 Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha

Air Minum

1. Pembangunan jaringan distribusi:

 luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha 2. Pembangunan jaringan pipa transmisi

 Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km

 Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km

 Pedesaan, Panjang : -

(9)

IV-9

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya (debit)

 Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps

 Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps

4. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap

 Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps

5. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:

 Pelayanan masy. oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps

 Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps

Pembangunan Gedung

1. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:

 Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2;

 Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;

 Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;

 Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri. Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

2. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:

 Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2

 Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;

 Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;

 Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri. Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

3. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:

(10)

IV-10

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2;

 Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;

 Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;

 Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri. Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

Pengembangan kawasan permukiman baru

1. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;

 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

 Luas kawasan: < 10 ha

2. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);

 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

 Luas kawasan: < 10 ha

3. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)

 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;

 Luas kawasan: < 10 ha

Peningkatan Kualitas Permukiman

1. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhandasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;

 Luas kawasan: < 10 ha

2. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;

 Luas kawasan: < 10 ha

3. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)

 Luas kawasan: < 10 ha Penanganan Kawasan

Kumuh Perkotaan

(11)

IV-11

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun

 Luas kawasan: < 5 ha Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib

dilengkapi dokumen UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen

UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH). Bedasarkan usulan kegiatan masing-masing

sektor sebagaimana disajikan pada Bab VI maka dapat ditentukan kegiatan wajib Amdal,

kegiatan wajib UKL UPL, dan kegiatan dengan SPPLH sesuai ketentuan dalam penapisan

rencana kegiatan sebagaimana tercantum dalam Tabel tersebut di atas. Namun pada

laporan ini hanya disajikan kegiatan dari sumber dana APBN berdasarkan informasi yang

diperoleh dari Satker sektor terutama mengenai batasan kapasitas (volume, panjang,luas,

dsb) yang dijadikan paramater untuk menentukan suatu kegiatan apakah wajib Amdal,

wajib UKL UPL,atau SPPLH. Semua usulan kegiatan pada Bab VI baik dari sumber dana

APBN, APBD Provinsi ataupun Kabupaten/Kota belum mencantumkan batasan kapasitas

volume, panjang, luas dsb. Adanya keterbatasan informasi tersebut maka penentuan

kegiatan wajib Amdal, wajib UKL UPL, serta SPPLH adalah kombinasi dari pengalaman

Satker Sektor dan ketentuan penapisan sehingga kegiatan wajib Amdal, wajib UKL UPL,

dan SPPLH untuk kegiatan APBN.

4.3.3.Isu Pembangunan Bekelanjutan

Permasalahan pembangunan merupakan “gap expectation” antara kinerja

pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan serta antara yang ingin

dicapai dimasa datang dengan kondisi riil saat perencanaan dibuat. Potensi permasalahan

pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan

secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan dan

ancaman yang tidak diantisipasi.

Dibawah ini diuraikan permasalahan pembangunan yang terjadi berkaitan dengan

urusan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi OPD di Provinsi

(12)

IV-12 1. Pekerjaan Umum

Pelaksanaan urusan wajib bidang pekerjaan umum dalam mendukung kesejahteraan

masyarakat masih dihadapkan pada permasalahan, seperti diuraikan dibawah ini.

a. Sumber Daya Air

 Keseimbangan dan distribusi air di Provinsi Bali tidak merata.

 Meningkatnya kebutuhan air untuk berbagai kepentingan (pertanian, permukiman

dan pariwisata).

 Menurunnya kualitas dan kuantitas air baku air minum.

 Terjadinya kerusakan pada alur sungai (pendangkalan dan erosi sehingga tidak

dapat berfungsi secara optimal.

 Rehabilitasi jaringan irigasi belum mampu mengimbangi laju degradasi yang

terjadi.

 Pembangunan daerah irigasi baru terkendala terbatasnya sumber daya lahan.  Tingginya alih fungsi lahan yang dapat mengancam mata air.

 Terancamnya konservasi di daerah hulu.

 Belum adanya program insentif dan disinsentif bagi daerah hulu dan hilir.

 Terjadinya abrasi pantai yang dapat mengancam fasilitas umum, kawasan

pertanian, permukiman, pariwisata serta tempat suci.

 Meningkatnya pendangkalan waduk akibat transport sedimen tidak terkendali.  Berkurangnya vegetasi pada daerah tangkapan air hujan.

b. Air Minum dan Sanitasi

 Cakupan pelayanan air minum dan sanitasi belum terpenuhi disebabkan

aksesibilitas dan jangkauan pelayanan belum memadai.

 Pembangunan jaringan dan pengolahan air baku menjadi air minum dari kabupaten yang memiliki surplus air baku membutuhkan biaya yang sangat besar.  Masih diperlukan peningkatan koordinasi dan penguatan kelembagaan pemerintah

daerah, dalam pembangunan sarana air minum dan sanitasi lintas kabupaten/kota.  Kapasitas tampung TPA sangat terbatas, pembebasan lahan untuk TPA makin

sulit, pengelolaan sampah dengan metoda sanitary-landfill tidak terlaksana

dengan baik.

 Pengelolaan sampah kerjasama antara pemerintah dengan pihak swsta belum

(13)

IV-13  Pembangunan instalasi pengolahan limbah perpipaan terpusat terkendala lahan

yang semakin suluit serta besarnya dana dibutuhkan.

 Belum ada pihak swasta yang sungguh-sungguh berinvestasi dalam pembangunan

sistem penyediaan air minum.

2. Perumahan

Dalam upaya mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat, pelaksanaan urusan

wajib bidang perumahan masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, yaitu:  Masih dijumpai masyarakat yang menempati rumah tidak layak huni.

 Adanya perumahan dan permukiman kumuh dengan kondisi yang tidak sehat.

3. Penataan Ruang

 Masih ada kabupaten/kota yang belum menetapkan Perda RTRW.

 Jumlah Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) kawasan Strategis Provinsi Bali yang sudah ditetapkan sampai tahun 2012 adalah sebanyak 18 RRTR.

 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota sebanyak 23,08% sedang dalam

proses penyusunan dari 13 (tiga belas) kawasan yang ditargetkan pada tahun 2013.  Capaian terhadap penurunan jumlah kasus pelanggaran peruntukan ruang/kawasan

dan sempadan (pantai, jurang, sungai, dan danau) belum terinventarisasi hingga saat

ini. Penyelesaian kasus pelanggaran tata ruang dan jumlah kegiatan sosialisasi Perda

Tata Ruang kepada pemangku kepentingan dan masyarakat hingga tahun 2010 masih

relatif kecil.

 Masih lemahnya penataan regulasi pengaturan ruang, beragamnya pemahaman

dalam rangka internalisasi kearifan lokal kedalam penataan ruang, semakin

diperlukan upaya pemberdayaan dan perlindungan terhadap maskarakat lokal

(indigenous people), diperlukan berbagai kajian pendukung penataan ruang, dan

sedikitnya ketersediaan data spasial.

 Masih tingginya indikasi pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang dan lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan tata ruang dikabupaten/kota.

 Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya rencana tata ruang.

 Belum memadai jumlah dan kompetensi aparatur yang menangani program penataan

ruang baik dalam hal perencanaan tata ruang maupun pengendalian pemanfaatan

(14)

IV-14  Rendahnya persentase permukiman tertata.

4. Perhubungan

 Masih tingginya kecelakaan lalu lintas di Provinsi Bali, dimana rata – rata korban

jiwa meninggal akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 1,5 jiwa/hari.

 Rendahnya penggunaan angkutan umum, dimana pangsa pasar angkutan umum

sebesar 5% masih berada jauh dibawah prosentase ideal sebesar 70 % dari total

perjalanan.

 Terjadinya kemacetan lalu lintas dimana kecepatan rata – rata ruas jalan berada di

bawah 40 km/jam.

 Pembangunan jalan baru tidak mampu mengimbangi peningkatan jumlah kendaraan

yang sangat pesat hingga mencapai 12% per tahun, sedangkan pembangunan jalan

baru hanya ± 1% per tahun.

 Masih rendahnya minat masyarakat dalam memanfaatkan jasa layanan angkutan umum.

 Kemampuan jalan masih terbatas, untuk dibeberapa ruas jalan masih dilalui oleh

kendaraan yang melebihi kemampuan jalan.

 Penggunaan prasarana jalan banyak yang tidak sesuai dengan fungsinya, akibat

pengembangan di sekitar atau sepanjang jalan tidak sesuai dengan peruntukan dan

pemanfaatannya.

 Kapasitas dan kualitas pelayanan prasarana transportasi outlet dalam mendukung

aksesbilitas arus barang dan penumpang belum dilaksanakan secara optimal.

 Kemampuan pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi yang handal dan

terintegrasi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, keseimbangan

pembangunan dan konektivitas antar wilayah, dan mendorong potensi ekonomi di

daerah perdesaan masih terbatas.

 Ketimpangan pembangunan bidang perhubungan udara antara Bali Utara dan Bali

Selatan.

 Tumbuhnya penggunaan transportasi udara antar kabupaten/kota.

5. Lingkungan Hidup

(15)

IV-15  Masih terjadinya permasalahan banjir, kekeringan, dan kerusakan kualitas tanah.  Menurunnya daya dukung air dan potensi sumberdaya mata air.

 Kualitas air sungai, air laut, air danau, dan mata air di beberapa lokasi di Bali telah

terindikasi terjadi pencemaran oleh bahan-bahan organik dan anorganik yang

ditunjukkan oleh terlampauinya baku mutu parameter BOD, COD, Phospat, Nitrat,

danTotal Coliform, serta meningkatnya interusi air laut.

 Rendahnya perlindungan terhadap kawasan hutan sehingga mengakibatkan masih terjadinya kebakaran, perambahan, dan pembibrikan hutan.

 Belum optimalnya pelaksanaan sosialisasi pengelolaan hutan bagi masyarakat di

sekitar hutan.

 Masih rendahnya tutupan vegetasi hutan.

 Meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ke atmosfir.

 Masih kurangnya sosialisasi aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.  Masih panjangnya garis pantai yang mengalami abrasi.

 Terjadi degradasi biodiversitas yang semakin meningkat.

 Masih tingginya status terumbu karang dalam katagori sedang dan buruk.  Belum tertanganinya pengelolaan B3 dan limbah B3.

 Belum optimalnya penanganan sampah.

 Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.  Pengelolaan lingkungan sesuai dokumen RKL dan RPL Amdal dilakukan secara

terus menerus, sehingga pengawasannya perlu ditingkatkan terus.

 Belum optimalnya kinerja Pos Pengaduan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup

(P3SLH) dan masih kurangnya Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah

(PPLHD) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup (PPNSLH).  1. Masih ada kabupaten/kota yang belum menetapkan Perda RTRW.

2. Jumlah Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) kawasan Strategis Provinsi Bali yang

sudah ditetapkan sampai tahun 2012 adalah sebanyak 18 RRTR.

3. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota sebanyak 23,08% sedang

dalam proses penyusunan dari 13 (tiga belas) kawasan yang ditargetkan pada

tahun 2013.

4. Masih lemahnya penaatan regulasi pengaturan ruang, beragamnya pemahaman

dalam rangka internalisasi kearifan lokal kedalam penataan ruang, semakin

(16)

IV-16 (indigenous people),diperlukan berbagai kajian pendukung penataan ruang, dan

sedikitnya ketersediaan data spasial.

5. Masih tingginya indikasi pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang dan

lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan tata ruang di

kabupaten/kota.

6. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya rencana tata ruang.

7. Belum memadai jumlah dan kompetensi aparatur yang menangani program

penataan ruang baik dalam hal perencanaan tata ruang maupun pengendalian

pemanfaatan ruang.

8. Rendahnya persentase permukiman tertata.

Gambar

Tabel 4. 1 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
Tabel 4. 2 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rachman (2015) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah,

Sebagai fasilitator guru berperan dalam memberikan pelayanan untukmemudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran dimulai sering

Perlu diperhatikan bahwa untuk menyusun RPP pengajar perlu menentukan batas lingkup materi sub pokok bahasan mana saja yang akan diajarkan setiap kali pertemuan dengan

Tapi juga keperluan Junaedi, kadang sayajarang bisa memenuhi, masalahnya ya kebutuhan keluarga, Bapaknya kan waktu itu nggak ada, jadi saya buat makan sama adik-adiknya,

Sedangkan menurut Riva’i (2008:4 77), kredit macet merupakan kesulitan nasabah di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank/lembaga keuangan non bank,

fase TKF d sampai te temperatur menjadi TK dapat terben dan memili memiliki de pada β -TK terbentuk p dikenal lebi hidroksiapa kemampuan dibandingka Selain itu, k

7.Berapa banyak perintah yang dapat dituliskan ke file history saat anda keluar dari sesi Shell sekarang. 8.Pastikan Shell bash anda nanti akan mampu mengingat 5000 perintah yang

Sales promotion kartu kredit yang memiliki cara pandang optimistis akan memandang suatu penolakkan yang diterima dari calon nasabahnya adalah karena calon nasabahnya