• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - ANALIASA PENGARUH TEMPERATUR DAN KELEMBABAN UADARA RELATIF TERHADAP LAJU KOROSI ATMOSFERIK PADA BAJA KONTRUKSI - Repository utu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - ANALIASA PENGARUH TEMPERATUR DAN KELEMBABAN UADARA RELATIF TERHADAP LAJU KOROSI ATMOSFERIK PADA BAJA KONTRUKSI - Repository utu"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Aceh merupakan wilayah daratan dengan topografi berbukit, bergunung, dan berlembah, hal ini yang merupakan salah satu faktor terjadi cuaca lokal.Aceh berada pada ketinggian antara 0-1.205 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini memiliki perairan umum yang berupa danau dan sungai. Iklim Aceh termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson, dengan curah hujan tidak merata beragam antara1.000-3.000 milimeter setiap tahun.Suhu udara beragam antara 33°C-37°C. [1]

(2)

Pengaruh temperatur dan kelembaban udara relatif terhadap laju korosi atmosferik ini penting dilakukan karena kondisi udara yang lembab akan membantu proses pengendapan bahan pencemar, sebab dengan keadaan udara yang lembab maka beberapa bahan pencemar berbentuk partikel (misalnya debu) akan berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan material.[2]

Proses korosi yang paling nyata adalah reaksi logam dengan oksigen udara. Kendati reaksi dengan oksigen pada prinsipnya sangat sederhana, para ilmuwan di masa lampau mengalami kesulitan dalam memahami perubahan berat yang menyertai kalsinasi (oksidasi) logam di udara. Bahkan sekarang, pengkajian tentang oksidasi dan reaksi – reaksi temperatur tinggi lain menyangkut paduan – paduan moderen telah membuktikan bahwa proses yang dilibatkan kompleks sekali.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Peunaga Pasi dan K ubang Gajah (area gedung BMKG) Kabupaten Nagan Raya, dengan melihat pengaruh Temperatur dan kelembaban udara relatif terhadap laju korosi atmosferik pada baja dengan menggunakan data dari Badan Meteorologi K limatologi dan Giofisika (BMKG) Nagan Raya.

1.2. Rumusan Masalah

(3)

perencanaan tataruang suatu kawasan, penentuan lokasi dan perencanaan perawatan untuk menghindari kerusakan dini di berbagai kontruksi infrastruktur akibat serangan korosi.

1.3. Tujuan Penelitia

Tujuan penelitian adalah melihat pengaruh temperatur dan kelembaban udara relatif terhadap laju korosi atmosferik pada baja kontruksi

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah:

(4)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Korosi

Korosiadalahistilah yang diberikanmasyarakatterhadaplogam yang mengalamikerusakanberbentukkeropos.Sedangkanbagianlogam yang rusakdanberwarnahitamkecoklatanpadabajadisebutkarat.Didalam praktek, proses korosi sudah terjadi sejak bahan-bahan diambil dari bumi sampai kembali ke bumi

atau dalam keadaan ketidak

setimbangan.Korosimerupakanperistiwapenurunanmutulogamakibatberinterakside nganlingkungannya.Secarakimiawikorosimerupakansuatu proses elektrokimiadimanareaksielektrokimiainidisertaidenganaliranaruslistrik[3].

Akibatreaksiinisebagianlogamakanmenjadisulfida, oksidaatauhasil- hasilreaksi lain yang dapatlarutdenganlingkungannya. Dalamreaksielektrokimia, penurunanmutulogamdapatterjadiantaralogamdenganlogamataupunbutirdenganbut irlogamlainnyaselamamasihterjadiperpindahanelektron.

Reaksikorosiadalahreaksikimia yang cukuplambat, akantetapihasilreaksinyasangatberpengaruhsekaliterhadapkehidupanumatmanusia. Logam yang mengalamikorosiakanrusakataudayatahannyaberkurang. Olehkarenaitudibutuhkancaraataumetodetertentuuntukmengurangilajukorosididala

msuatulogam. Reaksi yang terjadipadalogam yang

mengalamikorosiadalahreaksioksidasi, dimana atom-atom

(5)

denganmelepaskanelectronpadalogamtersebut.Sedangkandarikatodaterjadireaksi, dimana ion- ion darilingkunganmendekatilogamdanmenangkapelektron-elektron yang tertinggalpadalogam [3].

2.2. Jenis-jenis Korosi

Korosididefinisikan sebagai penurunan mutu suatu bahan terutama logam yang disebabkan oleh reaksi antara bahan tersebut dengan lingkungan sekitarnya [4]. Didalam praktek, proses korosi sudah terjadi sejak bahan-bahan diambil dari bumi sampai kembali ke bumi atau dalam keadaa n ketidaksetimbangan [5]. Secara umum, fenomena korosi dikenal dengan istilah karat. Contohprodukkorosipadabahanberbasisbesiadalahproduk reaksi bewarna coklat, yang terdiridaricampuranbesioksidaterhidrasidanbesihidroksida.

Berdasarkan jenis dan produk, korosi biasanya digolongkan kedalam delapan bentuk [5], yaitu:

1. Korosi Merata (Unifom Corrosion)

Bentukkorosi yang paling

umumdijumpaiadalahkorosimerata.Korosiiniterjadibilapermukaanlogamterdap atbedapotensial yang dapatmenimbulkandaerahanodadandaerahkatoda, reaksikimiadanreaksielektrokimiaberlangsungsecaraseragamdiseluruhpermuka

anlogam yang tidakterisolasi. Logam yang

mengalamikerusakaninilambatlaunakanmenjaditipisdanpadaakhirnyaakankehil angandayagunanya.

(6)

Korosiiniterjadikarenaadadualogamdenganbedapotensial yang terdapatdidalamsuatuelectrolit. Sehinggalogam yang anodicakanlebihcepatterserangolehkorosi. Sedangkanlogam yang lebihkatodikakanterlindungidariserangankorosi.

3. Korosi Celah (Crevice Corrosion)

Korosicelahialahbentukkorosilokal yang terjadidiantaracelah-celahataudaerah yang tersembunyipadapermukaanlogam yang beradadidalamlingkungankorosif.Padadasarnyakorosiiniterjadikarenaadanyape rbedaankonsentrasioksigenatau

ionlogamantaradaerahcelahdenganudaradansekitarnya.

4. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)

Korosiinitimbuldenganterbentuknyalubang-lubangpadapermukaansuatulogam yang diiakibatkanolehadanya ion-ion reaktif.Adanyaoksigenjugamempercepat proses korosiini. Suatuanodaakanterbentukpadabagianpelindung,lapisan yang tidakrusakakanbertindaksebagaikatoda.

Akibatkorosiiniakanterjadilubangsehinggasemakin lama semakindalam.

5. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)

Korosibatasbutirseringterjadipadabajatahan karat sebagaiakibatdari proses perlakuanpanasataupengelasan.

(7)

yaitukorosilocalpadabatasbutir,

sementarabutiranitusendiritidakmengalamikorosi.

6. KorosiErosi (Erosion Corrosion)

Proses korosiinitimbulbilacairan yang mengalirmengandungpartikel-partikelpadat yang bergesekanlangsungdenganpermukaan material sehinggaakanmerusaklapisanlindungdarilogam.

7. Korosi Tegangan (Stress Corrosion)

Korositeganganadalahkorosipadalogamakibattegangan yang diberikandanlogamberadadalam media yang korosif, sehinggalogammengalamisuaturetakan.Korosiinidipengaruhiolehsuatufactorte gangandanreaksielektrokimiapadalingkungan yang korosif.

8. Korosi selektif

Korosiiniterjadikarenaterlarutnyasuatupaduan yang bersifatlebihanodicdarisuatupaduan.Sepertihalnyakejadianpeluruhansengpada kuningandengankadarsengnyatinggi yang dikenaldengan proses dezincification.

2.3. Korosi Atmosferik

Korosi atmosferik termasuk kedalam jenis korosimerata,terjadikarena

(8)

langsungpadapermukaanlogamterdistribusisecaramerata.

Initerjadikarenaadanyapengaruhdarilingkungansehinggakontaklangsungmengakib atkanseluruhpermukaanlogamterkorosi.Korosisepertiiniumumnyadapatkitatemuka npadabaja di atmosferdanpadalogamataupaduan yang aktifterkorosi

Korosi terjadi akibat zat-zat aktif yang berasal dari udara sekitar, maka korosi ini dinamakan korosi atmosferik. Zat-zat aktif yang terutama dapat mengakibatkan korosi atmosferik ini adalah polutan akibat pembakaran bahan bakar fosil (seperti SO2) yang banyak dijumpai di daerah perkotaan (urban), dan ion klorida yang banyak terkandung di udara di daerah tepi pantai (marine). Di daerah pedesaan (rural), walaupun kadar polutan rendah (atau bahkan dapat diabaikan), korosi atmosferik dapat disebabkan oleh uap air, oksigen dan karbon dioksida[6].

Studi korosi atmosferik atau atmosfer dapat dibagi menjadi lima jenis berdasarkan kandungan senyawa SOx dan ion klorida, seperti pada Tabel 2.1 berikut ini (data ini didapat dari pengukuran dengan periode 20-25 bulan).

Tabel 2.1.Jenis-jenis udara berdasarkan kandungan polutan SOx dan ion klorida JenisUdara Kadar SOx/dm2/d (mg) Kadar Cl-/m2/d (mg)

Industrial 0.5-2 Nil

Urban (perkotaan) 0.5-4 Nil

Rural (semi) (pedesaan) nil-2 Nil

Marine (pantai) nil-0.5 25-150

(9)

Selain ion-ion yang terkandung di udara, factorpentingpendukungkorosiatmosferiklainnyaadalahWaktuKebasahan (Time of Wetness, atau TOW), ataulamanyauap air berada di permukaanlogam.Lapisanuap air inidapatdisebabkanolehhujan, salju, proses pengembunan, dan proses kapilarisasi [5].

Secaraumum, faktor- faktor yang

mempengaruhikorosiatmosferikdapatdikategorikanmenjadideposisibasah (pH, konduktivitas, ion- ion positifdannegatifsepertisulfat, nitrat, ion natrium, ion hidrogen), deposisikering (SO2, NO2), factormeteorologis (arahdankecepatanangin, suhu, kelembabanrelatif, radiasimatahari, curahhujan), danfactorlainnyasepertisuhupermukaanspesimen.Namun faktor terpenting adalah kandungan SO2 dan klorida, serta TOW [5].

Korosi atmosferik dapat dikatakan merupakan proses yang rumit yang ditentukan oleh banyak variabel, terutama variabel- variabel yang berkaitan dengan cuaca. Karena itu, laju korosi atmosferik sangat ditentukan oleh kondisi iklim lokal yang akan berubah baik secara alami (misalnya musim), ataupun karena faktor manusia (misalnya pembangunan) [3].

Serangan korosi atmosferik dapat bersifat merata (uniform) ataupun terlokalisasi seperti dicontohkan pada Gambar 2.1. Serangan korosi atmosferik yang bersifat merata biasanya terjadi pada baja dan tembaga. Sedangkan pada material seperti aluminium dan paduannya, zinc (termasuk pelapis zinc pada baja seperti pada “seng” yang digunakan sebagai atap rumah), baja tahan karat dan

(10)

Sumber: ASM Internasional Tahun 2014

Serangankorosimerata, lajukorosi yang terjadibesarnya hampirsama di seluruhpermukaanbahan,

sehinggapermukaanbahanakanditemukandalamkeadaanterselimutiprodukkorosi. Jikalapisanprodukkorosiinibertahan di ataspermukaanbahanlogamtersebut, makalogamtersebutsecaraprinsipelektrokimiakorosiakanberhentidari proses korosi (ataudisebutmenjadipasif), hanyasajapenampilanbahantersebutakanmenjadirelatif buruk. Namunpadakenyataannya, produkkorosiinimungkinsajaakanhilang, misalnyaakibatanginatauhujan. Jika produk korosi ini hilang, maka proses korosi akan dimulai kembali pada permukaan yang baru. Sehingga permukaan bahan logam tersebut akan menipis sedikit demi sedikit [5].

Serangan korosi atmosferik yang terlokalisasi terjadi pada satu titik dimana proses korosi terkonsentrasi, mengakibatkan percepatan laju korosi pada lokasi-lokasi tertentu. Serangan korosi atmosferik lokal biasanya dikaitkan dengan kandungan ion klorida di udara, seperti udara di daerah pantai [7].

Gambar 2.1. Serangan korosi atmosferik yang bersifat (a) merata, (b) lokal

(a) (b)

(11)

2.4. Elektro Kimia Korosi

Korosi atmosferik (pada logam) terjadi pada udara terbuka, diakibatkan oleh zat-zat aktif di udara seperti polutan atau uap air, dan dipengaruhi oleh parameter-parameter iklim. Mekanisme yang terjadi adalah elektrokimia, seperti pada contoh Gambar 2.2. Pada umumnya, korosi atmosferik terjadi seperti pada contoh Gambar 2.1 (a), yaitu bersifat merata. Jika logam yang berada di udara terbuka juga tergalvanisasi, maka laju korosi akan lebih tinggi lagi.

Reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi pada korosi atmosferik melibatkan ion-ion dari udara seperti uap air, oksigen atau polutan seperti SO2 atau ion klorida. Contoh berikut adalah reaksi reduksi-oksidasi korosi besi dengan oksigen dalam lingkungan terhidrasi (misalnya besi dalam udara lembab):

Reaksi oksidasi membentuk ion besi (II) (Fe2+), sedangkan reaksi reduksi menghasilkan ion hidroksida (OH-). Ion besi(II) ini bereaksi dengan ion hidroksida (reaksi 2.6) membentuk produk korosi besi(II) hidroksida ( ) yang berwarna hijau atau biru.

(12)

Ion besi (II) juga bereaksi dengan oksigen dan ion hidrogen (reaksi 2.7) menjadi ion besi (III) (Fe3+). Ion besi (III) bereaksi lebih lanjut (reaksi 2.8) menjadi besi (III) hidroksida ( ) yang berwarna kecoklatan. Karat yang sering terlihat sebagai produk korosi adalah besi (III) diroksida ini.

Seperti ditunjukkan oleh reaksi (2.5) hingga (2.8), pada proses korosi besi dalam udara lembab ini, besi (Fe) terurai menjadi ion besi dan akhirnya dapat membentuk dua jenis produk korosi. Secara visual, besi ini akan tampak terselimuti oleh produk korosi yang umumnya berwarna kecoklatan, yaitu karat. Besi itu sendiri akan mengalami penipisan (kehilangan massa). Besi juga akan beresiko mengalami penurunan kekuatan. Aspek lainnya adalah penampilan besi yang menjadi relatif buruk.

Proses korosi ini tak dapat dihindari, namun dengan penanganan yang tepat, dapat diminimalisir lajunya, dan akhirnya kerugian yang dapat ditimbulkan juga dapat diminimalisir. Cara praktis dalam melakukan hal ini adalah dengan memisahkan bahan logam dengan lingkungannya (coating) dan pemilihan bahan logam yang sesuai untuk lingkungan kerja. Kedua hal ini perlu dilakukan dalam perencanaan penggunaan bahan logam.

2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Korosi Atmosferik

(13)

laju korosi atmosferik adalah kelembaban udara relatif, temperatur, curah hujan, arah dan kecepatan angin, serta kandungan polutan dalam udara sekitar [7].

Polutan yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah SO2 dan ion klorida, sehingga kadar SO2 dan salinitas udara (kandungan klorida) di udara digunakan sebagai basis dalam menentukan kategori korosivitas atmosfer pada suatu lokasi/lingkungan.SO2 berasal dari polusi industri, yang jika terlarut dalam larutan akuatik di permukaan logam akan membentuk H2S atau H2SO4 yang akan mempercepat laju korosi atmosferik. Ion klorida dalam salinitas udara akan terlarut pada lapisan tipis air di permukaan air dan kemudian menyerang logam, sehingga efeknya adalah peningkatan laju korosi di permukaan logam. Apabila suatu lingkungan memiliki kadar SO2 dan ion klorida sangat tinggi, seperti daerah industri di tepi laut, maka dapat diperkirakan daerah tersebut akan memiliki karakter atmosfer dengan laju korosi atmosferik yang sangat tinggi [8].

Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi proses korosi antara lain sebagai berikut :

a. Temperatur

(14)

b. Kelembaban udara relatif

Kelembaban udara relatif dari suatu campuran udara-air didefinisikan sebagai rasio dari tekanan parsia uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperatur tersebut.

c. Perbedaan Potensial

Penggunaan dua logam yang mempunyai potensial yang berbeda dalam suatu lingkungan tanpa isolasi diantara ked ua logam tersebut akan menyebabkan terjadinya korosi pada salah satu logam. Logam yang mempunyai potensial lebih tinggi pada deret galvanic akan bersifat katodik (terlindung dari korosi) sedangkan yang lebih rendah akan menjadi anodik (terkorosi)

d. Kondisi Permukaan

Kondisi suatu permukaan suatu material akan dapat mempengaruhi proses terjadinya korosi, ada atau tidaknya lapisan tipis dan keberadaan zat- zat asing dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap inisiasi dan kecepatan korosi. e. Tegangan Sisa

Proses mekanis yang dilakukan pada suatu bahan atau material akan menimbulkan tegangan sisa pada daerah tertentu pada material tersebut, misalnya proses pengelasan. Daerah yang mangalami tegangan yang lebih besar akan menjadi anoda dan akan terkorosi lebih cepat.

f. Waktu

(15)

2.6. Pengaruh Klimatologi Te rhadap Korosi Atmosferik

Pencemaran udara berbeda pada satu tempat dengan tempat lain karena adanya perbedaan kondisi pencahayaan, kelembaban, temperatur, angin serta hujan yang akan membawa pengaruh besar dalam penyebaran dan difusi pencemar udara yang diemisikan baik dalam skala lokal (kota tersebut) atau skala regional (kota dan sekitarnya).[2]

1. Kelembaban Udara Relatif

Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara.

Kandungan uap air ini penting karena uap air mempunyai sifat menyerap radiasi

bumi yang akan menentukan cepatnya kehilangan panas dari bumi sehingga

dengan sendirinya juga ikut mengatur suhu udara.

Fog (kabut) terbentuk ketika udara lembab dan mengembun, jenis partikel

cair ini merugikan karena memudahkan perubahan SO3 menjadi H2SO4. Selain itu

fog yang terjadai di daerah lembab akan menghalangi matahari memanasi

permukaan bumi untuk memecah inversi, akibatnya sering memperpanjang waktu

kejadian pencemaran udara.

(16)

2. Temperatur

Salah satu karakteristik atmosfir yang penting adalah kestabilan atmosfir itu sendiri yaitu kecenderungan untuk memperbanyak atau menahan pergerakan udara vertikal. Pada kondisi stabil pergerakkan udara ditahan atau tidak banyak terjadi pergerakkan vertikal. Kondisi ini dipengaruhi oleh distribusi suhu udara secara vertikal.

Suhu udara menurun ± 1 °C per kenaikan ketinggian 100 meter, namun

pada malam hari lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi mengalami

pendinginan terlebih dahulu sehingga suhu pada lapisan udara di lapisan bawah

dapat lebih rendah daripada atasnya. Kondisi metereologi itu disebut inversi yaitu

suhu udara meningkat menurut ketinggian lapisan udara, yang memerlukan pada

kondisi stabil dan tekanan tinggi.

Gradien tekanan pada kondisi tersebut menjadi lemah sehingga angin

menjadi lambat yang menyebabkan penurunan penyebaran zat pencemar secara

horisontal. Sementara itu tidak terjadi perpindahan udara vertikal yang

menyebabkan penurunan zat pencemar secara vertikal dan meningkatkan

akumulasi lokal.

(17)

keadaan musim kemarau cenderung tinggi karena tidak terjadi pengenceran polutan di udara.

Suhu yang menurun pada permukaan bumi dapat menyebabkan peningkatan kelembaban udara relatif sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan pencemar.Sedangkan pada suhu yang meningkat akan meningkatkan pula reaksi suatu bahan kimia. Inversi suhu dapat mengakibatkan polusi yang serius karena inversi dapat menyebabkan polutan terkumpul di dalam atmosfer yang lebih rendah dan tidak menyebar. Selain hal itu suhu udara yang tinggi akan menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi makin rendah dan sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara makin tinggi. Suhu udara yang tinggi akan menyebabkan bahan pencemar dalam udara berbentuk partikel menjadi kering dan ringan sehingga bertahan lebih lama di udara, terutama pada musim kemarau dimana hujan jarang turun.[2]

2.7. Metode Pengukuran Laju Korosi Atmosferik

Pengukuran laju korosi atmosferik dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:

(18)

 Metode yang keduaadalahdenganmengukur parameter-parameter yang menyebabkankorosiatmosferiksepertikadarpolutan (terutama SO2dan ion klorida), TOW, dan lain- lain. Hasildaripengukurandapat-direpresentasikandalamklasifikasiudaraberdasarkanparameterparameterters ebut, berdasarkanstandar ISO 9223. Standar tersebut juga menjelaskan metode mengkonversi klasifikasi udara menjadi satuan penetrasi pertahun. Tabel 2.2. Krite ria laju korosi pada baja nikel paduan

Sumber: (M.G Fontana)

Contohperhitunganlajukorosiatmosferikdapatdilihatsebagaiberikut:

Sebuahspesimenbajatulangan yang

(19)

Laju korosi (mpy)

dimana : 𝐾 = konstanta konversisatuanlajukorosi (Tabel2.2)

𝑊= kehilangan massa, gram

𝐴 = luas permukaan, cm2

𝑇 = waktu eksposur, jam

𝐷= massa jenis, g/cm3

Pengukurankehilanganmassadalam interval waktutertentu (per hari, mingguataubulan, bergantungkepadalajukorosinyasecara visual) dilakukan, danlajukorosiatmosferikpadalokasitersebut, untukbahanlogam yang diuji, dapatditentukandandirepresentasikandalamsatuanpenetrasi per tahun (seperti mils per tahunataumilimeter per tahun),(ASTM G 50). [9].

Tabel 2.3. Nilai K untuk persamaan (2.9)

No Satuan laju korosi Nilai K

1 Mils per tahun (mpy) 3.45 X 106

2 Milimeter per tahun (mm/y) 8.76 X 104 3 Gram per meter kuadrat per jam (g/m2.h) 1.00 X 104 x D

Sumber : ASM International Tahun 2014

(20)

Karena itu persiapan pengujian metode pertama lebih praktis daripada metode kedua, dimana jumlah pengukuran yang harus dilakukan lebih banyak dengan jenis peralatan yang lebih banyak pula (pengukuran kadar polutan seperti SO2 dan ion klorida, dan pengukuran kelembaban/TOW, jika diperlukan dilakukan pengukuran faktor- faktor lainnya seperti kecepatan dan arah angin, radiasi matahari dan sebagainya). Hasil dari pengukuran kedua juga tidak menghasilkan laju penetrasi per tahun, melainkan klasifikasi udara berdasarkan faktor- faktor penyebab korosi atmosferik. Meskipun klasifikasi ini dapat dikonversi menjadi penetrasi per tahun, metode kedua lebih tepat jika ingin melihat gambaran tingkatan parameter-parameter korosi atmosferik di suatu daerah [5].

Gambar 2.3.Spesimen yang

(21)

21

3.1 WaktudanTempat Penelitian

Penelitianini di lakukan di Desa Peunaga Pasi Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, dan Desa Kubang Gajah lokasi gedungBMKG Kecamatan K uala Kabupaten Nagan Raya. Adapun waktu pelaksanaan penelitian dan penyusunan Tugas Akhir ini dilaksanaka n mulai dari bulan Januari 2014 sampai dengan bulan Juni 2014. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.

(22)

3.2. Bahan – bahan yang digunakan

Material uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa baja kontruksi dengan lima bentuk yang berbeda. Kelima bentuk baja tersebut adalah sebagai berikut:

3.2.1.Baja plat

Baja plat merupakan baja yang dicetak tipis panjang dan biasanya berbentuk lembaran, baja plat banyak digunakan untuk keperluan bak mobil, lambung kapal dan sebagainya.Mempunyai panjang 150 mm, lebar 100 mm dan tebal 1 mm. Spesimen baja plat yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standar ASTM G – 50

(23)

3.2.2.Baja strep

Baja srtrep yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai panjang 150 mm, lebar 36 mm dan ketebalan 2 mm. Spesimen baja srtep yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standar ASTM G – 50

3.2.3.Baja Siku

Baja siku yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standar ASTM G – 50, mempunyai panjang 150 mm, lebar 32 mm dan ketebalan 2 mm. Baja siku banyak digunakan pada kontruksi pagar rumah, perkantoran dan sebagainya.

Gambar 3.3. Baja Strep

(24)

3.2.4.Baja Segi Empat

Baja segi empat yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standar ASTM G – 50, mempunyai panjang 150 mm, lebar 11 mm dan ketebalan 11 mm. Baja segi empat biasanya digunakan sebagai jeruji besi yang digunakan untuk kebutuhan teralis seperti jendela, pintu dan lain- lain.

3.2.5.Baja Tulangan (poros)

Baja tulangan (poros) yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standar ASTM G – 50, mempunyai panjang 150 mm dan diameter 12 mm. Baja tulangan (poros) ini biasanya digunakan kontruksi.

Gambar 3.5. Baja Segi Empat

(25)

Ukuranspecimendipotongsesuaidengan ASTM G - 50 danbentukbahanbaja

yang tersediadipasaran.Variasibentuk,

jumlahdandimensispecimendapatdilihatpadaTabel 3.1. Tabel 3.1. KeteranganSpesimen

No VariasiSpesimenUji Ukuran (mm) Jumlah

Panjang Lebar Ketebalan Diameter

1 Baja Plat 150 100 1 - 6

2 Baja Strip 150 36 2 - 6

3 Baja Siku 150 32 2 6

4 Baja Segi Empat 150 11 11 6

5 Baja Tulangan 150 12 6

Total 30

3.3 PeralatanYang Digunakan

Peralatan dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalahsebagaiberikut :

3.3.1. Rak Pengujian

(26)

3.3.2. Timbangan digital

Timbangan digital digunakan untukpengambilan data beratspecimenujibaiksebelummaupunsesudahpengujian,digunakantimbangan digital

Gambar 3.7. Rak pengujian spesimen

(27)
(28)

Spesifikasi :

Dimensi : 13 cm x 8,5 cm x 2 cm Kapasitas : 1000 gram

Ketelitian (g) : 0,01 gram

Temperature : temperature operasionalantara 50dan 400

Kontrol : Tombol on/off telahmenyatudenganreferencenya

Power : Rechargeable

3.4 Prosedurpenelitian

Penelitianinidimulaidenganmelakukanstudiliteraturmengenaikorosiatmosfe rik, mempersiapkantahapanpenelitian, mempelajarifaktor-faktor yang mempengaruhinya,Kemudianmelakukan survey lapangan, untuk penentuan lokasi penelitian yang tepat untuk pengujian ekpos.Pembuatanspecimenuji,

pembuatanrakuji.Sebelumdilakukanekspos (pemaparan),

terlebihdahulusetiapspecimen dibersihkan dari karatan dan ditimbanguntukmendapatkan data beratawal spesimen uji.Pengambilan data dilakukansebulan sekaliselama6 bulan.Pembersihan spesimen dilakukan dengan cara penyikatan dengan menggunakan bros. Penyikatan dilakukan secara pelan dan kontinu untuk menghindari tergores spesimen uji. Sebelum dilakukan penimbangan terlebih dahulu spesimen dibersihkan dengan kapas dan alkohol guna untuk membersihkan sisa produk korosi atau debu pada permukaan logam (benda uji).

(29)

pada saat itu ditimbang menggunakan timbangan digital untuk menjamin keakuratan data. Data yang diambil dicatat kedalam tabel pengambilan data lapangan. Tahap akhir merekapitulasi semua data yang telah didapat untuk melakukan pengolahan data.

Tabel 3.2. Contoh tabel Pengambilan Data Lapangan

Nama lokasi : Bulan :

Spesimen Awal Akhir Kehilangan Berat Rata –

(30)

Mulai

- Pembersihan spesimen Sebelum di Ekspose

Spesimen diletakkan di rak pengujian A3

3.3.3. Diagram Alir Penelitian

Diagram alirpenelitian yang

menggambarkansetiaptahapanmulaidaripersiapanspesimen hinggapengolahandata ditunjukkanpadaGambar 3.7.Sebagaiberikut:

Penimbangan spesimen setelah dibersihkan Pembersihan spesimen setelah di ekspose Pengangkatan Spesimen Dari rak setiap sebulan

sekali

Ekspose selesai untuk setiap bulan pengambilan data

Rekapitulasi data, pengolahan data dan analisis

Selesai

Ya Tidak

(31)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Data klimatologi atau data cuaca diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Meulaboh. Data klimatologi yang digunakan merupakan data global untuk wilayah Aceh Barat, . Data klimatologi yang diperoleh dalam rata-rata perbulan dapat dilihat pada Lampiran 1

4.1.1. Perhitungan Laju Korosi

(32)

4. 2. Pembahasan

4.2.1. Pengaruh Te mperatur Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada Lokasi Peunaga Pasi

Gambar 4.1. Menunjukkan Grafik pengaruh temperatur terhadap laju korosi atmosferik pada lokasi Peunaga Pasi. Untuk tingkat laju korosi pada baja plat mencapai 0,52 mpy –1,20mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja strip mencapai 0,80 mpy –1,57 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja siku mencapai 0,44 mpy –1,09 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja segi empat mencapai 1,10 mpy –2,29 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja tulangan mencapai 1,04 mpy -2,36 mpy.

Berdasarkan dari tabel 2.3. tingkat laju koros i pada baja plat untuk lokasi Peunaga Pasi masih tergolong baik hanya berkisar antara 0,52mpy – 2,36 mpy.

(33)

4.2.2. Pengaruh Kelembaban Udara Relatif Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada Lokasi Peunaga Pasi

Pada Gambar 4.2. menunjukkan Grafik pengaruh kelembaban udara relatif terhadap laju korosi atmosferik. Untuk tingkat laju korosi pada baja plat mencapai 0,52 mpy –1,20 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja strip mencapai 0,80 mpy –1,57 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja siku mencapai 0,44 mpy –1,09 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja segi empat mencapai 1,10 mpy –2,29 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja tulangan mencapai 1,04 mpy -2,36 mpy.

Berdasarkan dari table 2.3. tingkat laju korosi pada baja plat untuk lokasi Peunaga Pasi masih tergolong baik hanya berkisar antara 0,52mpy – 2,36 mpy.

(34)

4.2.3. Pengaruh Te mperatur Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada Lokasi Kubang Kajah (BMKG)

Gambar 4..3. menunjukkan grafik pengaruh temperatur terhadap laju korosi atmosferik pada lokasi Kubang Gajah (BMKG) . Untuk tingkat laju korosi pada baja plat mencapai 0,73 mpy –1,12 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja strip mencapai 0,72 mpy –2,92 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja siku mencapai 0,48 mpy –1,07 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja segi empat mencapai 0,84 mpy –1,65 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja tulangan mencapai 0,85 mpy –1,92 mpy.

Berdasarkan dari table 2.3. tingkat laju korosi pada baja siku dan baja strip masih tergolong sangat baik hanya berkisar antara 0,48mpy – 2,92mpy. Untuk penggunaan baja siku dan strip masih baik untuk kebutuhan kontruksi pada lokasi, Peunaga Pasi dan K ubanga Gajah (BMKG)

(35)

4.2.4. Pengaruh Kelembaban Udara Relatif Te rhadap laju Korosi Atmosferik Pada Lokasi Kubang Gajah (BMKG)

Gambar 4.4. menunjukkan grafik pengaruh kelembaban udara relatif terhadap laju korosi atmosferik pada lokasi Kubang Gajah (BMKG) . Untuk tingkat laju korosi pada baja plat mencapai 0,73 mpy –1,12 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja strip mencapai 0,72 mpy –2,92 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja siku mencapai 0,48 mpy –1,07 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja segi empat mencapai 0,84 mpy –1,65 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja tulangan mencapai 0,85 mpy –1,92 mpy.

Berdasarkan dari table 2.3. tingkat laju korosi pada baja segi empat masih tergolong baik hanya berkisar antara 0,71mpy – 2,29mpy. Untuk penggunaan baja segi empat masih baik untuk kebutuhan kontruksi pada lokasi , Peunaga Pasi dan BMKG

(36)

36

5.1 Kesimpulan

Dari dua lokasi penelitian, Laju korosi tertinggi terjadi pada baja strip (2,92 mpy) pada bulan Januari dan terjadi pada lokasi Kubang Gajah (BMKG). Sedangkan laju korosi terendah terjadi pada baja siku (0,44 mpy) pada bulan Januari dan terjadi pada lokasi Peunaga Pasi. Secara keseluruhan tingkat ketahanan korosi relatif untuk tiga lokasi penelitian yang dipilih berada dalam kategori sangat baik .

5.2 Saran/Rekomendasi

Beberapa hal perlu dilakukan untuk penelitian lanjutan diantaranya:

1. Perlu penambahan lokasi penempatan specimen uji hingga dapat lebih merepresentasikan pesisir pantai Barat Aceh.

2. Untuk mempelajari pengaruh jenis baja terhadap laju korosi, maka dibutuhkan data sifat makanik dan komposisi untuk setiap jenis spesimen 3. Penelitian ini sebaiknya dilakukan minimal melebihi satu tahun untuk

mendapatkan gambaran laju korosi yang lebih yang meliputi pengaruh cuaca dalam satu tahun.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

[1] http://www.aceheye.org/data_files/bahasa_format/aceh_disaster/aceh_disa ster_reports/special_reports_env/special_reports_env_2005_02_00.pdf, diakses 27 Februari 2012

[2]. Soedomo, Pencemaran Udara, 2000

[3] M.G. Fontana, dan N.D. Greene,1983, Corrosion Engineering”, 2nd. Edition, McGraw-Hill International.

[4] Shreir, L.L, 1979, “Corrosion Control”, Newnes Butterworths. London [5] R. Suratman, 1990, dasar-dasarkorosidanpenenggulangannya Lab.

TeknikProduksidanPembebtukan Material, ITB, Bandung.

[6] Anonym, http/:www.nasional.vivanews.com/news/read/195543-nasa (08 Juli 2012)

[7] Kadarsah,2007, Mengenal Iklim Indonesia, diakses tanggal 27 November 2011

[8] ASM International, 2003, ASM Handbook, Volume 13A, Corrosion: Fundatmentals, Testing, and Protection, ASM international

[9] ASTM G 50 – 76 ASTM Standards,1997, Vol 03.02, Standard Practice for Conducting Atmospheric Corrosion Tests on Metals1

[10] J. Supardi, 2012, Pemetaan Korosi Infrastruktur Di Pantai Barat Aceh,

Gambar

Tabel 2.1.Jenis-jenis udara berdasarkan kandungan polutan SOx dan ion klorida
Gambar 2.1.Sumber: ASM Internasional Tahun 2014  Serangan korosi atmosferik yang bersifat (a) merata, (b) lokal
Tabel 2.2. Kriteria laju korosi pada baja nikel paduan
Tabel 2.3. Nilai K untuk persamaan (2.9)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan di setiap mata pelajaran sehingga mampu meningkatkan semnagat literasi berbeda-beda dan media yang digunakan dalam penyampaian dalam

Terkait dengan cerita yang diangkat, maka bagaimana sebuah kebijakan yang sesuai dari pihak pemerintah atas keberadaan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di 5 sekolah, dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan deskripsi dan analisis data, gaya komunikasi yang digunakan

bahwa dalam rangka penyelenggaraan program Gugus melalui dana bantuan PKG PAUD, menyatakan kesediaan untuk melaksanakan dan mempergunakan dana bantuan PKG PAUD

Secara umum temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat

dibawah dan agar data tersebut dapat digunakan sebagai input untuk Solver maka seluruh data yang memuat angka harus di pilih dengan cara di blok (Langkah 1)

Gerak pada anak usia dini sudah dilakukan sejak di dalam kandungan. Gerak anak terus berlanjut seiring dengan bertambahnya usia dan kematangan dari fungsi organ. Motorik

Abstrak: Materi pertidaksamaan kuadrat mempunyai peran penting dalam matematika karena termasuk dalam salah satu hal pokok yang menjadi bidang kajian utama dalam