• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Profil PT. BPR Muncul Artha Sejahtera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Profil PT. BPR Muncul Artha Sejahtera"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

33 BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

4.1.1 Profil PT. BPR Muncul Artha Sejahtera

PT. BPR Muncul Artha Sejahtera Semarang adalah merupakan salah satu bank yang usahanya menghimpun dana dari masyarakat dalam betuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

PT. BPR Muncul Artha Sejahtera Semarang didirikan oleh keluarga Hidayat yang merupakan pendiri dan pemilik PT. Sido Muncul dengan perwakilan pemegang saham terbesar adalah Irwan Hidayat pada tahun 2012. Pemegang saham dalam PT. BPR Muncul Artha Sejahtera adalah Irwan Hidayat, David Hidayat, Heru Sutantijo, Sofyan Hidayat, Johan Hidayat, Sigit Hartojo, dan Yulianto Suhadi. Kepengurusan PT. BPR Muncul Artha Sejahtera diserahkan pada manajemen professional dan bukan oleh pemegang saham sendiri.

PT. BPR Muncul Artha Sejahtera terletak di daerah kota Semarang, tepatnya di Jalan Raya Kaligawe Nomor 12B, Kecamatan Genuk pada lahan seluar 200 meter persegi. PT. BPR Muncul Artha Sejahtera menempati dua ruko yang berada di lantai satu dengan ruangan yang sejuk dan halaman parkir yang luas.

(2)

34 4.1.2 Visi dan Misi BPR Muncul Artha Sejahtera

Visi dari PT. BPR Muncul Artha Sejahtera Semarang yaitu menjadikan PT. BPR Muncul Artha Sejahtera menjadi BPR yang terdepan.

Sedangkan misi dari PT. BPR Muncul Artha Sejahtera Semarang yaitu meningkatkan kinerja PT. BPR Muncul Artha Sejahtera yang sehat, professional, dan mampu bersaing serta berkesinambungan.

4.1.3 Struktur Organisasi BPR Muncul Artha Sejahtera

PT. BPR Muncul Artha Sejahtera sangat memhami bahwa keberhasilan dan daya tahan sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh sistem dan struktur organisasi yang baik. Struktur organisasi berfungsi untuk mempermudah proses pencapaian tujuan dari bank. PT. BPR Muncul Artha Sejahtera terdapat beberapa unit bagian kerja yang masing-masing mempunyai tugas yang berbeda-beda. Pada dasarnya struktur organisasi diperlukan agar ada pemisahan batas-batas atau wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bagian. Struktur organisasi PT. BPR Muncul Artha Sejahtera dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1

Struktur Organisasi PT. BPR Muncul Artha Sejahtera Rapat Umum Pemegang Saham

Komisaris

Umum SPU

Pembukuan Teller Adm. Dana Adm. Kredit Kabag Kredit

Pemasaran Direktur

(3)

35 4.2 Profil Responden Penelitian

4.2.1 Jabatan dan Job description

Tugas dan wewenang dari masing-masing responden penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Direktur : Yulianto Suhadi

1) Membantu direktur utama dalam melaksanakan tugasnya memimpin kantor dan mewakilinya jika direktur utama berhalangan.

2) Menyusun RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) serta berusaha mewujudkan target penerimaan dan pengendalian biaya. 3) Mengatur tugas seluruh karyawan dan staf agar masing-masing

bagian dapat melaksanakan tugasnya.

4) Mengawasi dan mengkoordinasi bagian operasional, akuntansi, umum dan personalia.

5) Bertanggung jawab terhadap:

a) Pelayanan terhadap nasabah atau tamu dengan baik, cepat dan bila perlu ikut membantu mempercepat pelayanan pada masyarakat.

b) Pembukuan atau penutupan kas tepat pada waktunya. c) Pemerikasaan saldo kas setiap hari.

6) Menandatangani cek atau giro bilyet atas bank-bank lain, surat-surat resmi kepada nasabah dan pihak ke III, laporan-laporan

(4)

36 kepada bank Indonesia bersama-sama dengan direktur utama dan pejabat lain yang ditentukan oleh direksi.

7) Melakukan pengawasan intern dan berusaha mencegah kemungkinan terjadinya kekurangan-kekurangan di bank.

8) Membina kerjasama yang baik antar bagian. b. Kabag kredit : Puji Lestari

1) Memimpin, mengawasi dan mengkoordinasi petugas analisa kredit, administrasi kredit dan pelayanan nasabah dalam menjalankan tugas sehari-hari.

2) Melaksanakan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang telah ditetapkan, baik mengenai penempatan dana maupun pengumpulan dana.

3) Menyiapkan daftar seluruh permohonan yang terjadi sasaran dari rencana kerjanya, jika mungkin dengan seluruh data yang relefan. 4) Melihat ulang terhadap pinjaman-pinjaman yang telah diberikan,

mengawasi kelancaran terhadap pinjaman-pinjaman yang telah diberikan, termasuk pembayaran bunga dan penyelesaian pinjaman saat jatuh tempo.

5) Mengadakan rapat diantara petugas-petugas pada bagian marketing.

6) Memperhatikan dan mengawasi kelengkapan surat-surat pengikat pinjaman, pengikat jaminan akta nota riil dan meneliti surat-surat jaminan tentang keabsahan (keaslian).

(5)

37 7) Merencanakan dengan jadwal yang telah ditentukan bersama analis

kredit untuk mengunjungi calon nasabah. c. Pemasaran : Meiliani Putri Puspita

1) Menyusun rencana kerja dan anggaran kegiatan pemasaran serta memantau realisasi program.

2) Melakukan identifikasi kebutuhan nasabah atas produk atau jasa perbankan serta memasarkan produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan nasabah.

3) Mengelola, menerima permohoan kredit serta melakukan kunjungan kepada debitur atau calon debitur.

4) Membuat laporan atas kunjungan, mengumpulkan dan melakukan verifikasi data.

5) Melakukan analisa kredit, membuat pengusulan kredit dan surat keputusan kredit.

6) Memantau kegiatan usaha debitur, keberadaan barang jaminan, aktivitas rekening debitur dan prestasi pembayaran pokok atau bunga.

7) Memantau, menganalisa perkembangan realitas kredit dan melakukan penagihan kredit bermasalah ke nasabah.

d. Administrasi kredit : Robby Cahyadi

1) Menyelenggarakan berkas atau file dokumentasi kredit dan barang jaminan.

(6)

38 2) Memantau dan memrelihara file dokumentasi kredit barang

jaminan.

3) Memantau realisasi pembayaran hutang pokok dan bunga.

4) Menginformasikan kondisi data kredit kepada nasabah analis kredit atau kepala bagian pemasaran atau direksi.

5) Dengan persetujuan direksi membuat memo pemberitahuan kebagaimana pembukuan mengenai status rekening kredit untuk perubahan sandi kolektibilitas.

6) Membuat laporan perkreditan yang diperlukan atau diharuskan perusahaan dan bank Indonesia

7) Memberikan informasi mengenai produk atau jasa perbankan.

4.2.2 Sistem Kerja

Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilakukan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan BPR Muncul Artha Sejahtera adalah sebagai berikut :

1. Menghimpun Dana (Funding)

Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis

(7)

39 simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama reke-ning atau account. Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah:

a. Simpanan Giro (Demand Deposit), b. Simpanan Tabungan (Saving Deposit), 2. Menyalurkan Dana (Lending)

Sebelum kredit dikucurkan bank terlebih dulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah dari selisih bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi :

a. Kredit Investasi, b. Kredit Modal Kerja, c. Kredit Perdagangan

3. Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services)

Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga sim-panan lebih besar dari bunga kredit).

(8)

40 Semakin lengkap jasa-jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank maka akan semakin baik. Kelengkapan ini ditentukan dari permodalan bank serta kesiapan bank dalam menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu didukung oleh kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan meliputi :

a. Kiriman Uang (Transfer) b. Kliring (Clearing) c. Bank Draft

d. Menerima setoran-setoran.

e. Melayani pembayaran-pembayaran.

Karena keterbatasan yang dimiliki oleh BPR Muncul Artha Sejahtera, maka ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan BPR Muncul Artha Sejahtera. Larangan ini meliputi hal--hal sebagai berikut :

1. Menerima Simpanan Giro 2. Mengikuti Miring

3. Melakukan Kegiatan Valuta Asing 4. Melakukan kegiatan Perasuransian

(9)

41 4.3 Temuan dan Pembahasan

Permasalahan yang terjadi pada BPR Muncul Artha Sejahtera adalah tingginya nilai NPL pada BPR Muncul Artha Sejahtera, dimana nilai NPL ini lebih tinggi dari batas 5% yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia, terutama pada tahun 2013 yang mencapai 9,32%. Selain NPL tersebut, nilai LDR dari BPR Muncul Artha Sejahtera juga dapat dikatakan dekat dengan ambang batas dari nilai LDR optimal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 78-92%. Data kualitas kredit pada BPR Muncul Artha Sejahtera dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1

Data Kualitas Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera

Kualitas Kredit 2012 2013 2014 Lancar 253,721,294,761 238,708,000,000 321,944,583,333 DPK 4,067,000,000 5,262,994,761 5,696,900,000 Kurang Lancar 1,230,000,000 579,000,000 2,023,000,000 Diragukan 956,000,000 3,832,500,000 445,000,000 Macet 19,170,000,000 20,674,000,000 23,307,994,761

Jumlah Kredit yang disalurkan 279,144,294,761 269,056,494,761 353,417,478,094

NPL (%) 7.65 9.32 7.29

LDR (%) 92.35 90.68 92.71

Sumber : BPR Muncul Artha Sejahtera, 2015

Dampak dari nilai NPL yang tinggi ini adalah tingginya risiko kredit pada BPR Muncul Artha Sejahtera yang dapat menyebabkan banyak kredit mengalami kemacetan, dan gagal bayar. Hal ini berbahaya bagi perusahaan karena dapat mempengaruhi likuiditas dari BPR Muncul Artha Sejahtera. Likuiditas tersebut dapat terindikasi dari LDR. Jika LDR mencapai ambang ataupun lebih tinggi dari nilai 92% maka dapat dikatakan bahwa kredit yang diberikan oleh pihak BPR adalah 92% dari total dana pihak ketiga yang berasal dari masyarakat yang berupa

(10)

42 giro, tabungan dan deposito. Jika nilai LDR ini terus meningkat, maka hal ini bias menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pihak BPR karena dipersepsikan bahwa BPR menggunakan sebagian besar dana nasabahnya untuk mendanai kredit yang diberikan untuk usaha dan kredit tersebut justru macet.

Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang dilakukan pada BPR Muncul Artha Sejahtera, didapatkan hasil bahwa diduga permasalahan kualitas kredit yang terjadi akibat adanya prosedur kredit yang tidak diikuti oleh manajemen dan karyawan dari BPR Muncul Artha Sejahtera dalam memberikan kredit kepada nasabah.

Dugaan terjadinya permasalahan peningkatan NPL tersebut adalah karena sistem manajemen risiko pada BPR Muncul Artha Sejahtera yang kurang berjalan dengan baik. Hal ini dapat diindikasikan dari adanya beberapa penyimpangan terkait dengan prosedur kredit yang seharusnya menjadi panduan dan pedoman bagi pejabat BPR dalam melakukan kegiatannya. Prosedur kredit yang dilakukan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/26/DKBU tanggal 19 September 2012 tentang Pedoman Kebijakan dan Prosedur Perkreditan Bagi Bank Perkreditan Rakyat. Namun pada faktanya, terjadi beberapa ketidaksesuaian antara prosedur dengan pelaksanaannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak BPR Muncul Artha Sejahtera, terdapat beberapa permasalahan, permasalahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

(11)

43 Keterangan pinjaman terakhir yang biasanya diserahkan pada awal permohonan kredit, akan memberikan gambaran kepada BPR Muncul Artha Sejahtera bahwa nasabah tersebut memiliki pinjaman yang masih belum lunas atau tidak dan memberikan estimasi apakah nasabah tersebut mampu membayar atau tidak. Namun hal ini sering tidak dianggap penting oleh pihak BPR Muncul Artha Sejahtera yang menganggap bahwa hal ini dapat dilengkapi di kemudian hari. Namun ketika kredit sudah dikucurkan dan diketahui bahwa nasabah memiliki pinjaman lain dalam jumlah besar, hal ini telah terlambat.

2. Rencana penggunaan dan cara pengembalian pinjaman

Nasabah seringkali belum memiliki perencanaan konkrit tentang penggunaan pinjaman yang optimal dan perkiraan berapa lama jangka waktu pengembalian pinjaman sehingga banyak nasabah yang akan melakukan perencanaan setelah mendapatkan kredit. Hal ini berisiko bagi BPR Muncul Artha Sejahtera karena belum adanya kepastian akan penggunaan pinjaman tersebut. 3. Ketelitian account officer sub bagian kredit umum.

Pada tahap analisis kredit, penyimpangan yang terjadi adalah terdapat beberapa Account Officer Sub Bagian Kredit Umum yang tidak melakukan investigasi yang menyeluruh mengenai kebenaran identitas calon nasabah sehingga terdapat beberapa kasus dimana nasabah meminjam dengan menggunakan nama maupun alamat palsu. Pengecekan seharusnya dilakukan secara fisik dan mendalam, namun banyak account officer yang melakukannya by

phone saja. Selain itu investigasi kredit tidak benar-benar dilakukan dengan

(12)

44 dari nasabah untuk membantu lancarnya proses pencairan kredit. Hal inidapat terlihat dari kasus yang terjadi pada tahun 2014 dimana terdapat 6 Account Officer

Sub Bagian Kredit Umum yang dikeluarkan akibat terjadinya kredit macet yang diakibatkan dari identitas palsu nasabah maupun agunan yang nilainya tidak mencapai dari pinjaman yang dikeluarkan.

4. Pejabat yang berwenang memutuskan kredit.

Dalam tahap keputusan kredit, sebenarnya sudah diberikan ketentuan tentang siapa yang berwenang mengambil keputusan, pejabat yang berwenang menyetujui kredit dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2

Pejabat yang Berwenang Menyetujui Kredit

Pejabat Jumlah Pinjaman

Account Office (AD) < Rp. 5.000.000

Kasubag / Kepala KKH Rp. 5.000.000 – Rp 15.000.000 Kabag Kredit Rp. 15.000.000 – Rp 30.000.000 Direktur Rp. 30.000.000 – Rp 50.000.000 Direktur Utama Rp. 50.000.000 – Rp 75.000.000 Komite Kredit Rp. 75.000.000 – Rp 150.000.000 Dewan Pengawas > Rp. 150.000.000

Sumber : BPR Muncul Artha Sejahtera, 2015

Namun pada kenyataannya, Account Officer seringkali dapat mengambil keputusan untuk kredit yang bernilai di atas Rp. 15.000.000, untuk level direktur hingga dewan pengawas sangat jarang mengambil keputusan kredit ini. Keputusan kredit banyak diserahkan kepada Kabag Kredit dan direksi biasanya hanya melakukan penandatanganan dokumen saja tanpa pemeriksaan. Sehingga banyak pinjaman yang tidak layak yang lolos.

(13)

45 Pada tahap pencairan kredit, perilaku yang tidak sesuai dengan prosedur adalah seharusnya saat pencairan calon nasabah membawa KTP dan agunan asli yang diserahkan kepada Customer Servis yang kemudian diteruskan ke Sub Bagian Kredit Umum. Namun pada kenyataannya banyak nasabah yang memberikan agunan asli hingga satu tahun setelah proses berjalannya kredit dengan alasan surat-surat sedang dalam pengurusan ataupun masih dalam proses penarikan dari lembaga keuangan lainnya. Direksi BPR Muncul Artha Sejahtera seringkali tidak mengadakan pemeriksaan pada tahap ini karena menganggap seharusnya hal ini telah dibereskan oleh Kabag Kredit.

4.3.1 Faktor yang Menyebabkan Pelanggaran Tingkat NPL 1. Faktor Internal BPR Muncul Artha Sejahtera

Berdasarkan hasil wawancara kepada Yulianto Suhadi selaku Direktur BPR Muncul Artha Sejahtera, Meiliani Putri Puspita selaku Kabag Pemasaran BPR Muncul Artha Sejahtera, Robby Cahyadi selaku Administrasi Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, dan Puji Lestari Kabag Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera didapatkan hasil berupa beberapa factor internal yang diduga menyebabkan terjadinya pelanggaran tingkat NPL yang terjadi pada BPR Muncul Artha Sejahtera.

Pelanggaran tingkat NPL ini dapat terjadi karena beberapa factor yang berdasarkan hasil penelitian diduga kuat mempengaruhinya dan saling terkait. Faktor-faktor internal tersebut antara lain adalah:

(14)

46 2. BPR Muncul Artha Sejahtera masih merupakan BPR baru dan harus focus

mencari nasabah terlebih dahulu

3. Ketidak pedulian staf dan karyawan BPR Muncul Artha Sejahtera akan risiko kredit yang mungkin akan diterima oleh BPR

4. Ketidak patuhan staf dan karyawan BPR Muncul Artha Sejahtera akan SOP Kredit

Pelanggaran tingkat NPL ini dapat terjadi karena adanya keinginan dari karyawan untuk mencapai target penjualan kredit. BPR Muncul Artha Sejahtera sebagai BPR yang baru berdiri, menghadapi persaingan dari BPR-BPR lain yang telah terlebih dahulu eksis seperti BPT Weleri Makmur, BPR Gunung Rizki dan BPR Artha Mukti Santosa yang telah memiliki basis nasabah yang cukup besar. Menutu Kabag Pemasaran, Meiliani Putri Puspita, tingkat persaingan yang ketat ini membuat sejumlah karyawan terutama karyawan pemasaran dan kredit merasa bahwa target penjualan kredit yang ditetapkan oleh manajemen terlalu tinggi dan tidak realistis untuk tahun-tahun awal pendirian BPR.

Untuk mencapai target penjualan kredit, karyawan dan staf BPR Muncul Artha Sejahtera berusaha untuk focus dengan kegiatan mencari nasabah kredit sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan kapasitas kredit nasabah tersebut. Adanya kegiatan ini juga didukung oleh sikap manajemen terutama direksi (Yulianto Suhadi) yang sering tidak berada di tempat dan menyerahkan keputusan pada bagian kredit untuk pencairan kredit.

Karena beban dari penjualan kredit yang dianggap cukup berat, maka karyawan dan staf dalam melakukan prosedur kredit, dapat dikatakan cukup

(15)

47 mempermudah nasabah (Robby Cahyadi, Administrasi Kredit). Menurut Robby Cahyadi, proses kredit dipermudah, terutama jika nasabah lama yang melakukan pengambilan kredit kembali. Menurut prosedur, setelah pengisian formulir, apabila nasabah merupakan nasabah lama, staf umum berkoordinasi dengan administrasi kredit mencari berkas kredit nasabah di ruang penyimpanan berkas. Formulir dan syarat dimasukkan ke berkas nasabah yang terdahulu, untuk sarana analisis riwayat kredit. Selanjutnya administrasi kredit mencatat pengajuan kredit ke buku register kredit, lalu menyerahkannya ke Kabag Kredit. Kabag Kredit mengecek riwayat kredit nasabah pada sistem informasi debitur. Setelah itu Kabag Kredit menyerahkan berkas kembali ke administrasi kredit, yang menyerahkannya ke direktur utama. Direktur menentukan staf marketing yang akan menjadi analisator pengajuan kredit. Setelah penentuan analisator selesai, direktur menyerahkan berkas kembali ke administrasi kredit untuk dibagikan ke staf

marketing terkait.

Namun kenyataan yang terjadi adalah untuk mempercepat pengajuan kredit, langkah analisis riwayat kredit nasabah pada sistem informasi debitur dan penyerahan berkas ke direktur utama tidak dilakukan. Langkah yang dilakukan hanya pengkoordinasian berkas dan langsung melakukan survey ke lapangan. Analisa kelayakan kredit yang seharusnya langsung dilakukan oleh staf pemasaran tidak dilakukan, namun hanya dengan mengestimasi jaminan yang dimiliki. Hal ini menimbulkan masalah, sebab walaupun jaminan mungkin dapat mengcover jumlah kredit yang diambil, namun seharusnya BPR Muncul Artha Sejahtera juga melakukan analisis kelayakan pemberian kredit pada usaha yang dilakukan oleh

(16)

48 nasabah saat ini dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan nasabah untuk mengembalikan pinjaman kredit.

Keputusan pengambilan kredit juga dilakukan tanpa penyerahan berkas kembali ke direktur. Direktur yang lebih sering keluar untuk melakukan kunjungan ke nasabah potensial dan perusahaan yang membutuhkan, menyerahkan semua keputusan pemberian, analisis dan pencairan kredit kepada bagian kredit, sehingga disini terlihat kurangnya pengawasan yang dimiliki oleh BPR Muncul Artha Sejahtera.

Ketidak pedulian staf dan karyawan BPR Muncul Artha Sejahtera akan risiko kredit yang mungkin akan diterima oleh BPR Muncul Artha Sejahtera Nampak pada pelaksanaan pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, yang seharusnya dilakukan oleh Komite Manajemen Risiko secara rutin dan berkala minimal satu bulan sekali. Pengawasan aktif yang seharusnya dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi hampir tidak pernah dilakukan karena seluruh dewan komisaris kecuali Yulianto Suhadi merupakan bagian dari manajemen PT. Sido Muncul sehingga sering sibuk dan keluar kota. Yulianto Suhadi sendiri selaku pimpinan merasa bahwa pengawasan rutin yang dilakukannya saat ini masih kurang. Untuk tahun 2016, Yulianto Suhadi mengatakan akan memperketat pengawasan dengan melakukan evaluasi dan rolling jabatan.

Sesuai dengan SOP, pengukuran risiko kredit pada BPR Muncul Artha Sejahtera didasarkan pada konsep 6C yang diterapkan dengan pengumpulan informasi mengenai calon nasabah yang akan melakukan pengajuan kredit dengan

(17)

49 ketentuan. Prinsip 6C ini terdiri atas character, capacity, capital, collateral,

condition of economy dan constraint.

Penilaian character ini dapat mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan tekad baik calon debitur yaitu kemauan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari calon debitur. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Puji Lestari, Kabag Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, untuk proses pengukuran character saat ini masih belum dilakukan secara mendalam. Wawancara yang seharusnya dilakukan secara mendalam kepada nasabah untuk memperoleh gambaran yang baik mengenai kejujuran dan itikad baik dari nasabah. Namun proses ini tidak dilakukan dengan baik oleh marketing dan surveyor.

Pemeriksaan tempat tinggal nasabah saat ini seharusnya dilakukan dengan melalui telepon terlebih dahulu, kemudian baru setelah itu dilakukan survey ke rumah tempat tinggal nasabah. Namun yang dilakukan saat ini, survey tersebut sebagian besar dilakukan melalui telepon saja karena keterbatasan waktu. Hal ini membuat banyak nasabah memberikan data yang tidak akurat. Pengecekan juga tidak dilakukan dengan menanyakan kepada warga sekitar rumah seperti ketua RT tentang kebenaran tempat tinggal nasabah tersebut sehingga membuat hasil dari pengecekan tidak maksimal.

Menurut Meiliani Putri Puspita, Kabag Pemasaran BPR Muncul Artha Sejahtera, marketing seringkali beranggapan bahwa proses wawancara ini merupakan suatu formalitas semata sehingga marketing hanya mengambil informasi dasar saja sebagai dasar pertimbangan untuk diajukan sebagai

(18)

50 persyaratan kredit. Marketing hanya menanyakan nama lengkap, alamat, jenis usaha, tempat usaha, dan keperluan pengambilan kredit.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Robby Cahyadi, Administrasi Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, surveyor dalam melakukan survey ke lokasi usaha sering kali tidak melakukan pengecekan secara lengkap ke lokasi usaha nasabah. Surveyor karena keterbatasan waktu dan dengan alasan tutup karena sedang perbaikan, seringkali hanya melakukan dokumentasi dari luar saja. Hal yang sama juga terjadi pada pengecekan rumah tempat tinggal pemilik. Banyak surveyor yang tidak melakukan pengecekan secara lengkap pada rumah tempat tinggal, dengan hanya menelpon ke lokasi dan menanyakan apakah benar tempat tersebut merupakan tempat tinggal nasabah. 1 orang surveyor dapat melakukan survey sebanyak lebih dari 5 tempat dalam 1 hari, selain itu ada ketidak kooperatifan dari nasabah, yang dengan berbagai alasan tidak mengijinkan surveyor masuk ke tempat usaha. Adanya nasabah yang tidak mengijinkan ini seharusnya memberikan indikasi bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh nasabah, namun dalam sebagian besar kasus, surveyor membiarkan saja dan menerima alasan nasabah karena merasa sudah kenal dengan nasabah.

Sehingga berdasarkan hasil tersebut, pelaksanaan prosedur pengukuran karakter nasabah saat ini hanya dilakukan dengan cara wawancara kepada nasabah pemohon kredit dan melakukan survey awal usaha. Banyak marketing yang hanya mempercayai hasil wawancara dari nasabah dan mengambil informasi-informasi yang didapatkan dari nasabah sebagai dasar mempercayai karakter nasabah. Prosedur yang tidak dilakukan adalah wawancara dengan warga sekitar lokasi

(19)

51 usaha, dan wawancara dengan supplier dan konsumen dari pemohon kredit dengan alasan keterbatasan waktu.

Penilaian capacity dilakukan untuk memperkirakan kemampuan perusahaan untuk membayar kredit yang akan diambilnya. Berdasarkan keterangan Yulianto Suhadi, Direktur BPR Muncul Artha Sejahtera, penentuan capacity dilakukan dengan melalui tiga tahapan yaitu pengecekan keaslian SIUP, NPWP, TDP dan ijin peruntukan usaha, analisis kondisi keuangan perusahaan terutama cash flow dan melakukan feasibility study untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut tepat untuk dibiayai. Sedangkan Puji Lestari, Kabag Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera menyatakan dalam beberapa kasus, TDP perusahaan calon nasabah setelah melalui proses pengecekan berikutnya didapati telah habis masa berlakunya, selain itu walaupun SIUP, NPWP dan ijin peruntukan lengkap, bidang usaha dari nasabah berbeda dengan yang diceritakan oleh nasabah. Sebagai contohnya adalah PT. A yang di SIUP bergerak di bidang alat-alat pertanian, namun justru bergerak di jual beli mobil. Pergantian direksi, komisaris dan staf sering tidak dilaporkan sehingga untuk pengajuan kredit tersebut, perusahaan harus melakukan revisi akte. Ijin peruntukan usaha juga seringkali tidak dicocokkan dengan ijin usaha sehingga banyak usaha yang tidak mendapatkan ijin HO namun masih tetap diloloskan kreditnya.

Menurut Robby Cahyadi, Administrasi Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, analisis kondisi perusahaan melalui feasibility study biasanya tidak dilakukan oleh manajemen BPR. Analis BPR hanya melakukan pengamatan dan memperkirakan kondisi kerja perusahaan tanpa melakukan analisis mendalam

(20)

52 untuk mengetahui kondisi perusahaan secara mendetil. Feasibility study dan analisis cash flow dilakukan secara sederhana saja, sehingga untuk cash flow hanya melihat kelancaran perputaran dan feasibility study dilakukan secara cepat dengan hanya melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Pada beberapa kasus, terdapat perusahaan yang mampu menghasilkan laba cukup besar, namun memiliki cash flow kurang lancar, sehingga laba tersebut tidak dapat menjadi dana segar perusahaan yang likuid. Hal ini menimbulkan kesulitan pada perusahaan untuk menangani order-order yang masuk berikutnya. Sehingga dari hasil wawancara, kenyataan pelaksanaan di lapangan adalah pengecekan keaslian SIUP, NPWP dan TDP tidak pernah dilakukan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera. BPR hanya melakukan pengecekan kesesuaian nama, alamat dan juga orang-orang yang menjadi komisaris maupun direktur perusahaan sehingga pengajuan kredit tersebut diajukan oleh orang yang tepat. Ijin peruntukan usaha seringkali tidak dicocokkan dengan ijin usaha sehingga banyak usaha yang tidak mendapatkan ijin HO namun masih tetap diloloskan kreditnya. Feasibility study dan analisis cash flow dilakukan secara sederhana saja, sehingga untuk cash flow hanya melihat kelancaran perputaran dan feasibility study dilakukan secara cepat dengan hanya melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba.

Penilaian capital dilakukan untuk menilai besaran modal yang dibutuhkan oleh perusahaan. Menurut Puji Lestari, Kabag Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, penilaian terhadap prinsip capital tidak hanya melihat besar kecilnya modal yang dimiliki oleh calon debitur tetapi juga bagaimana distribusi modal itu ditempatkan. Penentuan besaran capital yang sesuai untuk usaha nasabah

(21)

53 ditentukan melalui beberapa tahapan, yaitu pengecekan besaran modal usaha, kesesuaian modal usaha dengan skala usaha, kesehatan perputaran modal usaha dan perbandingan modal usaha dengan skala kebutuhan modal usaha yang diajukan pemohon.

Metode Quick And Dirty Method dilakukan dengan cara menggunakan konsep asset working capital turn over period yaitu perputaran modal kerja dimulai dari saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja seperti persediaan, piutang, sampai menjadi kas kembali, teknis perhitungannya dengan meminta Proyeksi Penjualan 1 tahun ke depan. lalu mencari DR, DI, DP. Sehingga kebutuhan modal kerja dihitung dari proyeksi pertumbuhan sales tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Robby Cahyadi, Administrasi Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, saat ini pelaksanaan pengecekan besaran modal usaha sudah dilakukan dengan melihat laporan keuangan dari perusahaan pemohon. Namun laporan keuangan yang diterima oleh BPR merupakan laporan keuangan buatan dari pemohon sendiri dan bukan dari auditor maupun konsultan sehingga sebenarnya validitasnya diragukan, sedangkan berdasarkan peraturan, pengajuan kredit yang memerlukan laporan dari auditor independen merupakan pengajuan kredit dengan nilai lebih dari Rp. 10M. Laporan keuangan tersebut diterima sebagai pertimbangan bagi BPR Muncul Artha Sejahtera untuk pengukuran kebutuhan modal kerja.

Meiliani Putri Puspita, Kabag Pemasaran BPR Muncul Artha Sejahtera menyatakan bahwa skala usaha dilihat dari status inventory yang dimiliki oleh

(22)

54 perusahaan pemohon. Perusahaan dengan pencatatan yang baik akan memiliki catatan yang tepat mengenai berapa banyak barang yang berada dalam inventorynya sehingga persediaan mampu dihitung. Namun dalam pelaksanaannya, untuk mempercepat pengajuan permohonan, status inventory dari pemohon tidak pernah benar-benar dihitung namun hanya diperkirakan saja sehingga tidak ada angka pasti hasil appraisal dari BPR Muncul Artha Sejahtera melainkan hanya angka dari perusahaan pemohon. Perbandingan modal usaha dengan skala kebutuhan modal telah dilakukan dengan cara mencocokkan kebutuhan modal dari transaksi perusahaan pemohon dengan modal yang tersedia. Sedangkan Yulianto Suhadi, Direktur BPR Muncul Artha Sejahtera mengatakan bahwa perhitungan kebutuhan modal kerja diperoleh dengan Quick

And Dirty Method, digunakan untuk melihat secara cepat mengenai kebutuhan

pembiayaan modal kerja nasabah. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden, pelaksanaan pengecekan besaran modal usaha sudah dilakukan dengan melihat laporan keuangan dari perusahaan pemohon. Namun laporan keuangan yang diterima oleh BPR merupakan laporan keuangan buatan dari pemohon sendiri dan bukan dari auditor maupun konsultan sehingga sebenarnya validitasnya diragukan. Laporan keuangan tersebut diterima sebagai pertimbangan bagi BPR Muncul Artha Sejahtera untuk pengukuran kebutuhan modal kerja. Skala usaha dilihat dari status inventory yang dimiliki oleh perusahaan pemohon. Namun dalam pelaksanaannya, status inventory dari pemohon tidak pernah benar-benar dihitung namun hanya diperkirakan saja sehingga tidak ada angka pasti hasil appraisal dari BPR Muncul Artha Sejahtera melainkan hanya angka dari

(23)

55 perusahaan pemohon. Perbandingan modal usaha dengan skala kebutuhan modal telah dilakukan dengan cara mencocokkan kebutuhan modal dari transaksi perusahaan pemohon dengan modal yang tersedia.

Penilaian collateral dilakukan untuk menilai jaminan yang diberikan oleh perusahaan apakah mampu mengcover pinjaman kredit. Robby Cahyadi, Administrasi Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera menyatakan, penyediaan jaminan yang diberikan oleh nasabah dilakukan melalui mekanisme penerimaan copy bukti kepemilikan jaminan, appraisal jaminan, pengecekan kepemilikan jaminan, pengecekan status jaminan dan pengecekan kemudahan penjualan jaminan. Sedangkan keterangan Meiliani Putri Puspita, Kabag Pemasaran BPR Muncul Artha Sejahtera adalah pelaksanaan pengecekan untuk keabsahan jaminan telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun masalah yang sering timbul adalah adanya appraisal yang overvalued sehingga mempengaruhi besaran pemberian kredit dan juga membuat risiko dari pemberian kredit tersebut menjadi semakin besar.

Sehingga berdasarkan hasil wawancara, pelaksanaan pengecekan untuk keabsahan jaminan telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun masalah yang sering timbul adalah adanya appraisal yang overvalued sehingga mempengaruhi besaran pemberian kredit dan juga membuat risiko dari pemberian kredit tersebut menjadi semakin besar.

Penilaian condition of economy dilakukan untuk mengetahui kondisi ekonomi yang akan terjadi apakah mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melakukan pembayaran pinjaman. Berdasarkan hasil wawancara dengan Puji

(24)

56 Lestari, Kabag Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, prinsip condition (kondisi), dinilai situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, dan kondisi pada sektor usaha calon debitur. Maksudnya agar bank dapat memperkecil risiko yang mungkin timbul oleh kondisi ekonomi, keadaan perdagangan dan persaingan di lingkungan sektor usaha calon debitur dapat diketahui. Analisis kerentanan usaha terhadap kondisi ekonomi, social, politik negara hanya dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan nilai inflasi, suku bunga dan kurs saat ini namun tidak memproyeksikan untuk jangka waktu selama waktu pembiayaan kredit sehingga walaupun hasil kerentanan usaha tersebut memberikan penilaian baik, namun belum menggambarkan kondisi pada masa depan.

Sedangkan Robby Cahyadi, Administrasi Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera mengatakan bahwa analisis SWOT dilakukan hanya dengan berdasarkan keterangan dari pelaku usaha (pemohon). Hal ini membuat risiko pemberian kredit meningkat karena pemohon cenderung memberikan penilaian yang baik pada kekuatan dan peluang usaha dan meminimalkan kelemahan dan ancaman usaha sehingga hasil tesebut tidak obyektif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden didapatkan hasil analisis kerentanan usaha terhadap kondisi ekonomi, social, politik negara hanya dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan nilai inflasi, suku bunga dan kurs saat ini namun tidak memproyeksikan untuk jangka waktu selama waktu pembiayaan kredit sehingga walaupun hasil kerentanan usaha tersebut memberikan penilaian baik, namun belum menggambarkan kondisi pada masa depan. Analisis SWOT dilakukan hanya dengan berdasarkan keterangan dari

(25)

57 pelaku usaha (pemohon). Hal ini membuat risiko pemberian kredit meningkat karena pemohon cenderung memberikan penilaian yang baik pada kekuatan dan peluang usaha dan meminimalkan kelemahan dan ancaman usaha sehingga hasil tesebut tidak obyektif.

Penilaian constraint dilakukan untuk mengetahui dampak usaha terhadap masyarakat dan penerimaan masyarakat sekitar terhadap usaha tersebut. Menurut Yulianto Suhadi, Direktur BPR Muncul Artha Sejahtera, masalah constraint ini agak sukar dirumuskan karena tidak ada peraturan tertulis mengenai hal tersebut, dan juga tidak dapat selalu didefinisikan secara fisik permasalahannya. Hasil wawancara dengan Puji Lestari, Kabag Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera adalah wawancara terhadap masyarakat sekitar dilakukan pada 5 rumah di sebelah kanan dan kiri lokasi usaha, sedangkan untuk wawancara dilakukan sebatas dengan menanyakan keberatan atas usaha pemohon tersebut. Kemudahan pemberian ijin dilakukan dengan menanyakan masalah ijin HO kepada ketua RT setempat dan juga kepada dinas tata kota untuk mendapatkan gambaran yang baik mengenai lokasi usaha.

Sehingga berdasarkan hasil wawancara dengan responden, wawancara terhadap masyarakat sekitar dilakukan pada 5 rumah di sebelah kanan dan kiri lokasi usaha, sedangkan untuk wawancara dilakukan sebatas dengan menanyakan keberatan atas usaha pemohon tersebut. Kemudahan pemberian ijin dilakukan dengan menanyakan masalah ijin HO kepada ketua RT setempat dan juga kepada dinas tata kota untuk mendapatkan gambaran yang baik mengenai lokasi usaha.

(26)

58 2. Faktor Eksternal BPR Muncul Artha Sejahtera

Berdasarkan hasil wawancara kepada Yulianto Suhadi selaku Direktur BPR Muncul Artha Sejahtera, Meiliani Putri Puspita selaku Kabag Pemasaran BPR Muncul Artha Sejahtera, Robby Cahyadi selaku Administrasi Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, dan Puji Lestari Kabag Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera didapatkan hasil berupa beberapa factor eksternal yang diduga menyebabkan terjadinya pelanggaran tingkat NPL yang terjadi pada BPR Muncul Artha Sejahtera.

Pelanggaran tingkat NPL ini dapat terjadi karena beberapa factor eksternal yang berdasarkan hasil penelitian diduga kuat mempengaruhinya dan saling terkait. Faktor-faktor eksternal tersebut antara lain adalah:

1. Kondisi ekonomi yang kurang kondusif 2. Jenis nasabah kredit

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Puji Lestari, Kabag Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, kondisi ekonomi saat ini cukup menyulitkan bagi para pedagang yang merupakan nasabah kredit BPR Muncul Artha Sejahtera. Banyak nasabah dari BPR Muncul Artha Sejahtera yang tidak mampu melakukan pembayaran pinjaman dengan lancar karena permasalahan ekonomi tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah harga-harga bahan baku (kulakan) pedagang mengalami peningkatan cukup signifikan sementara pedagang tidak mampu menaikkan harga hingga terlalu tinggi sehingga margin keuntungan menjadi menurun. Pedagang dalam hal ini adalah pedagang tempe dan tahu yang mengalami kenaikan bahan baku dari Rp. 5.500 per kg pada bulan Juli 2014

(27)

59 menjadi Rp. 8.200 per kg pada bulan Februari 2015, pedagang sayuran yang mengalami peningkatan pada bulan Oktober 2015 akibat kemarau yang menyebabkan harga kol meningkat dari Rp. 7.000 per buah menjadi Rp. 10.000 per buah, labu siam yang meningkat dari Rp. 1.000 per buah menjadi Rp. 4.000 per buah, sawi yang meningkat dari Rp. 7.000 per buah menjadi Rp. 10.000 per buah, wortel local yang biasanya Rp. 7.000 meningkat menjadi Rp. 15.000 per buah. Selain pedagang di pasar, kondisi serupa juga terjadi pada pedagang lainnya, misalnya pedagang spare part sepeda motor yang rata-rata meningkat sebanyak 15% per bijinya pada bulan Mei 2015 hingga saat ini. Hal ini berdampak pada kemampuan nasabah dalam membayar hutangnya kepada BPR Muncul Artha Sejahtera.

Berdasarkan keterangan Yulianto Suhadi, Direktur BPR Muncul Artha Sejahtera, factor eksternal yang berpengaruh terhadap para pedagang yang menjadi nasabah BPR Muncul Artha Sejahtera sehingga tidak mampu melakukan pembayaran pinjamannya adalah tingkat inflasi yang meningkat dari 4,83% pada Oktober-November 2014 menjadi 7,26% pada September 2015 dan suku bunga yang juga mengalami peningkatan dari 7,25% pada Oktober-November 2014 menjadi 7,75% pada September 2015. Peningkatan inflasi saat ini membuat para pedagang tidak dapat memenuhi target penjualannya karena penurunan daya beli masyarakat. Hal ini membuat keuntungan pedagang menjadi jauh berkurang sedangkan para pedagang memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran pada BPR Muncul Artha Sejahtera, sehingga seringkali tidak mampu melakukan pembayaran tepat waktu bahkan banyak pedagang yang benar-benar tidak mampu

(28)

60 melakukan pembayaran. Kondisi ini juga ditambah dengan peningkatan suku bunga bank. Walaupun suku bunga bank saat ini telah sedikit menurun, namun kondisi ini masih dianggap memberatkan bagi para pedagang karena margin keuntungan dari pedagang biasanya hanya sedikit di atas bunga bank.

Menurut Robby Cahyadi, Administrasi Kredit BPR Muncul Artha Sejahtera, faktor eksternal lainnya adalah peningkatan jumlah pedagang retail yang mengambil pembiayaan pada BPR Muncul Artha Sejahtera. Untuk nasabah korporasi biasanya memiliki rencana bisnis yang lebih jelas dan lebih mudah diteliti lokasi usahanya. Namun nasabah retail memiliki tingkat kesulitan tersendiri karena lokasi usahanya yang mobile, rumah yang masih kontrak dan sulitnya menghubungi karena nomor telepon yang sering berubah. Nasabah-nasabah pedagang retail ini antara lain adalah pedagang bakso, mie ayam, mainan, balon, kue leker dan pedagang asongan. Kebijakan perusahaan adalah menyediakan kredit tanpa agunan bagi pedagang-pedagang tersebut dengan nilai maksimal hingga Rp. 200.000.000 namun suku bunga yang diberikan lebih tinggi dibandingkan dengan pinjaman yang menggunakan agunan. Sedangkan karena

kredit tersebut tanpa agunan, banyak nasabah yang merasa “nothing to lose”,

karena merasa tidak ada jaminan atas kredit ini.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Yulianto Suhadi, Direktur BPR Muncul Artha Sejahtera, kredit tanpa agunan bagi pedagang kecil/UMKM yang diberikan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera merupakan prasyarat produk Bank Prekreditan Rakyat dari Bank Indonesia dan ada target yang harus dipenuhi oleh BPR. Selain itu adanya kredit tanpa agunan ini diharapkan dapat menarik minat

(29)

61 pedagang kecil agar dapat menjadi nasabah dari BPR Muncul Artha Sejahtera. Namun dalam pelaksanaannya banyak kredit tanpa agunan ini yang tidak sesuai dengan harapan yaitu tidak terbayar sesuai dengan ketentuan dan waktunya. Hal ini membuat masalah bagi BPR Muncul Artha Sejahtera dimana tingkat NPL menjadi semakin tinggi. Walaupun secara LDR meningkat, namun peningkatan jumlah kredit yang diberikan tidak sebanding dengan risiko kredit yang dihadapi, namun karena sudah menjadi ketentuan Bank Indonesia dan ada target tahunannya, maka produk kredit tanpa agunan tetap harus diberikan kepada pedagang kecil/retail.

Permasalahan dari NPL yang semakin meningkat ini juga terjadi karena kondisi usaha dari nasabahnya yang sedang mengalami masalah. Kondisi ini banyak dialami oleh beberapa pedagang di pasar Johar yang mengalami kebakaran, selain itu kondisi tersebut juga dialami oleh pedagang-pedagang sayur dan buah yang mengalami kesulitan akibat tidak stabilnya harga sayur dan buah pada 2 tahun terakhir ini. Hal ini membuat BPR Muncul Artha Sejahtera mengalami kesulitan dalam melakukan penagihan kepada nasabah-nasabahnya tersebut, karena ada beberapa nasabah yang tidak dapat melunasi tagihannya namun jaminan tidak dapat disita sebab jaminan tersebut atas nama orang lain, ada nasabah yang menggunakan kredit tanpa agunan sehingga tidak ada jaminan untuk disita dan ada pula nasabah yang menggunakan alamat palsu ataupun kontrak sehingga tidak dapat diketahui keberadaannya. Permasalahan ini menyulitkan pihak BPR untuk melakukan penagihan pada nasabahnya, apalagi karena saat ini BPR tidak dapat melakukan tindakan represif seperti menggunakan

(30)

62 jasa debt collector sehingga tingkat NPL yang tinggi ini masih belum dapat teratasi.

Sistem manajemen risiko pada BPR Muncul Artha Sejahtera yang kurang berjalan dengan baik juga menjadi salah satu faktor meningkatnya nilai NPL pada BPR ini . Hal ini dapat diindikasikan dari adanya beberapa penyimpangan terkait dengan prosedur kredit yang seharusnya menjadi panduan dan pedoman bagi pejabat BPR dalam melakukan kegiatannya. Prosedur kredit yang dilakukan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/26/DKBU tanggal 19 September 2012 tentang Pedoman Kebijakan dan Prosedur Perkreditan Bagi Bank Perkreditan Rakyat. Namun pada faktanya, terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan prosedur. Pelanggaran dalam hal prosedur ini dapat terjadi karena karyawan merasa kesulitan mencapai target jika harus mengikuti prosedur yang berlaku. Hal ini juga didukung oleh sikap nasabah yang menginginkan agar kredit cepat cair dan tidak menggunakan prosedur yang berbelit-belit sehingga ada beberapa tahap dalam prosedur yang dipercepat oleh karyawan BPR Muncul Artha Sejahtera agar mencapai target dan nasabah juga puas karena kredit cair dengan cepat. Belum adanya audit internal dari pihak BPR Muncul Artha Sejahtera sendiri juga membuat belum ada pihak yang dapat memberikan masukan bagi direktur dalam hal pelanggaran ini sehingga banyak pelanggaran yang tidak terdeteksi oleh direktur yang membuat terlambatnya penanganan akan pelanggaran tersebut.

Direktur sebenarnya mengetahui tentang pelanggaran tersebut, namun pada awal pendirian BPR karena terlalu berupaya untuk meningkatkan jumlah

(31)

63 nasabah maka belum ada pengaturan dan penindakan bagi karyawan yang melakukan pelanggaran prosedur. Selain itu karena masih baru, maka sistem dari BPR Muncul Artha Sejahtera masih belum sempurna dan masih ada celah untuk melakukan pelanggaran, sehingga direktur masih berkonsentrasi untuk memperbaiki sistem dan akan melakukan pembenahan karyawan ketika sistem sudah diperbaiki. Direktur juga tidak dapat seenaknya memecat karyawan yang melakukan pelanggaran dengan pertimbangan belum tentu karyawan baru yang masuk tidak akan melakukan pelanggaran dan belum tentu juga karyawan baru memiliki efektivitas lebih baik dari karyawan lama.

Nasabah BPR Muncul Artha Sejahtera banyak yang memiliki pinjaman yang masih belum lunas di bank lain dan tidak dapat memberikan estimasi apakah nasabah tersebut mampu membayar atau tidak. Namun hal ini sering tidak dianggap penting oleh pihak BPR Muncul Artha Sejahtera yang menganggap bahwa hal ini dapat dilengkapi di kemudian hari. Namun ketika kredit sudah dikucurkan dan diketahui bahwa nasabah memiliki pinjaman lain dalam jumlah besar, hal ini telah terlambat.

Pada tahap analisis kredit, penyimpangan yang terjadi adalah terdapat beberapa Account Officer Sub Bagian Kredit Umum yang tidak melakukan investigasi yang menyeluruh mengenai kebenaran identitas calon nasabah sehingga terdapat beberapa kasus dimana nasabah meminjam dengan menggunakan nama maupun alamat palsu. Pengecekan seharusnya dilakukan secara fisik dan mendalam, namun banyak account officer yang melakukannya by

(32)

64 independen, namun terdapat beberapa Account Officer yang justru menerima fee dari nasabah untuk membantu lancarnya proses pencairan kredit. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengawasan dari manajemen terhadap karyawannya. Karyawan sendiri dituntut untuk menunjukkan kinerja yang optimal dan mencapai target yang ditetapkan sehingga menempuh segala cara untuk mencapainya.

Pelanggaran tingkat NPL ini dapat terjadi karena adanya keinginan dari karyawan untuk mencapai target penjualan kredit. BPR Muncul Artha Sejahtera sebagai BPR yang baru berdiri, menghadapi persaingan dari BPR-BPR lain yang telah terlebih dahulu eksis seperti BPT Weleri Makmur, BPR Gunung Rizki dan BPR Artha Mukti Santosa yang telah memiliki basis nasabah yang cukup besar. Adanya kegiatan ini juga didukung oleh sikap manajemen terutama direksi yang sering tidak berada di tempat dan menyerahkan keputusan pada bagian kredit untuk pencairan kredit.

Permasalahan lain dari BPR Muncul Artha Sejahtera adalah adanya factor-faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya peningkatan NPL. Faktor-factor-faktor eksternal ini adalah kondisi ekonomi yang kurang kondusif dan jenis nasabah kredit yang lebih banyak pedagang retail daripada korporasi. Kondisi ekonomi yang kurang kondusif yang terlihat dari peningkatan bahan baku dan penurunan daya beli membuat pedagang tidak dapat memperoleh margin profit yang diinginkan. Kondisi ini membuat pedagang mengalami kesulitan untuk mencadangkan dana guna keperluan pembayaran kredit. Permasalahan berikutnya adalah jenis nasabah yang lebih banyak pedagang retail/UMKM. UMKM mendapatkan kredit tanpa agunan dari BPR Muncul Artha Sejahtera sehingga

(33)

65 banyak yang tidak tertib dalam hal pembayaran sebab merasa tidak mempunyai jaminan yang dipegang oleh BPR Muncul Artha Sejahtera.

Solusi bagi manajemen untuk menurunkan nilai NPL terbagi atas penyelamatan kredit bermasalah dan pencegahan terjadinya kredit bermasalah. Upaya penyelamatan kredit bermasalah yang dilakukan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera sebaiknya disesuaikan pada itikad baik dari nasabah, kondisi kredit dan penyebab dari terjadinya kredit bermasalah tersebut. Itikad baik dari nasabah diperlukan untuk menilai komitmen dan sejauh mana keinginan nasabah untuk melunasi kredit bermasalah tersebut. Kondisi kredit juga diperlukan untuk menetapkan kebijakan yang tepat sesuai dengan kolektibitas kredit nasabah tersebut agar lebih efektif. Selain itikad dan kondisi kredit, petugas perlu mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah untuk memudahkan dalam menetapkan upaya penyelamatan yang tepat. Faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah yang paling banyak terjadi pada BPR Muncul Artha Sejahtera disebabkan dari pihak debitur yang mengalami kemacetan usaha dan karakter yang buruk, sedangkan faktor dari bank disebabkan karena kurang dipegangnya prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit dan pengawasan yang kurang efektif. Upaya penyelamatan kredit pada BPR Muncul Artha Sejahtera yaitu:

1. pemberitahuan keterlambatan pembayaran, 2. penagihan intensif,

3. memberikan surat peringatan,

(34)

66 Penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh BPR Muncul Artha Sejahtera dilakukan dengan cara:

1. Pembelian barang jaminan oleh bank yang pembayarannya diperhitungkan dengan utang debitur tersebut.

2. Penjualan barang jaminan untuk melunasi utang kepada bank, baik dilakukan oleh

3. debitur itu sendiri dengan persetujuan dan pengawasan bank.

4. Penebusan jaminan atau penarikan jaminan dari bank oleh debitur dengan menyetorkan sejumlah uang yang ditetapkan oleh bank.

5. Penghapusbukuan kredit.

6. Penyelesaian melalui jalur hukum oleh pihak ketiga.

Beberapa kendala yang ditemui dalam proses pelaksanaan penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit antara lain buruknya karakter nasabah, jaminan tidak likuid atau marketable, debitur meninggal dunia atau terdapat masalah keluarga misalnya perceraian, dan apabila ternyata kredit yang diberikan kepada debitur tidaklah dipergunakan oleh pihak ketiga.

Pencegahan terjadinya kredit bermasalah selalu lebih baik dibandingkan menyelamatkan kredit karena banyak kredit bermasalah yang pada akhirnya tidak tertagih. Langkah pencegahan ini telah dipikirkan oleh komisaris bersama dengan direksi, namun baru akan dilakukan pada tahun 2016 ini (Suhadi, 2016).

Langkah-langkah ini harus disesuaikan dengan kecukupan proses identifikasi, pengukuran dan pemantauan risiko kredit yang dilakukan sebagai berikut:

(35)

67 1. Prinsip mengenal nasabah

Untuk mengelola berbagai risiko yang mungkin timbul, bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satu upaya dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian adalah penerapan prinsip mengenal nasabah. Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah, bank wajib:

a. Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah,

b. Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah,

c. Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah,

d. Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantau terhadap rekening dan transaksi nasabah.

Prinsip ini mewajibkan bank memiliki informasi tentang profil nasabah berupa: pekerjaan atau bidang usaha, jumlah penghasilan, aktivitas transaksi normal, tujuan pembukaan rekening. Selain itu, sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, bank wajib meminta informasi mengenai: identitas calon nasabah, maksud dan tujuan calon nasabah melakukan hubungan usaha dengan bank, dan identitas pihak lain dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain.

(36)

68 Untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah, bank wajib memiliki sistem pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Sementara itu, kebijakan dan prosedur manajemen risiko mensyaratkan adanya hal-hal berikut.

a. Pengawasan oleh manajemen.

b. Pemisahan tugas secara jelas, termasuk di dalamnya pemisahan fungsi pelaksana dengan fungsi pemutus.

c. Pendelegasian wewenang, termasuk di dalamnya penetapan limit wewenang untuk pejabat bank dalam kaitannya dengan manajemen rekening atau transaksi nasabah.

d. Program pelatihan karyawan yang berkelanjutan.

e. Pengawasan intern yang melakukan pemantauan secara regular, yang berperan untuk mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang diterapkan, dan berfungsi memberikan penilaian independen atas pelaksanaan kebijakan dan prosedur bank termasuk pemenuhan terhadap ketentuan umum dan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pengukuran risiko kredit dilakukan dengan risk scoring system

Risk scoring system adalah suatu system yang digunakan untuk menilai

risiko kredit secara objektif dan realistis, sehingga menghasilkan skor risiko yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk perhitungan biaya risiko dan untuk perencanaan dan manajemen portofolio. Untuk tingkat kantor cabang, risk scoring system dilakukan oleh petugas pengawas yang

(37)

69 dikirim dari kantor pusat secara berkala setahun sekali untuk mengetahui sejauh mana keadaan perputaran kredit yang dilakukan oleh kantor cabang.

3. Pemantauan risiko kredit

Pemantauan risiko kredit untuk kantor cabang dilakukan oleh semua pihak yang berhubungan dengan bidang perkreditan, khususnya pejabat kredit lini yang terdiri dari Kabag Kredit dan Account Officer. Pemantauan ini dimulai sejak surat permohonan pinjaman masuk ke kantor sampai dengan kredit diberikan dan kredit tersebut diselesaikan/dilunasi.

Kredit macet adalah suatu keadaan dimana debitur baik perorangan atau perusahaan tidak mampu membayar kredit bank tepat pada waktunya. Kredit macet merupakan kredit bermasalah dimana nasabah tidak mampu membayar minimum pembayaran yang telah jatuh tempo lebih dari 3 bulan yang lebih dikenal dengan nama Non-Performing Loan (NPL). Sangat penting sekali untuk bank untuk menjaga NPL mereka. NPL menjadi indikator dalam menilai kinerja suatu bank. Jika NPL rendah, maka bank tersebut terbilang sehat. Jika NPL tinggi maka resiko yang dipikul oleh bank tersebut tinggi. Jika NPL mereka diatas batas yang sudah diforecast sebelumnya maka bank tersebut bisa dibilang bermasalah.

Jika NPL terlalu tinggi diatas batas yang diforecast, keberlangsungan bank tersebut bisa terancam. Itu sebabnya bank senantiasa menjaga agar nilai NPL-nya selalu berada pada angka yang rendah jika ingin terus beroperasi. NPL ini bukan dinilai dari kinerja bank saja, namun terutama dari para debiturnya. Hal yang menjadi fokus utama kredit macet seringkali terjadi di kalangan para debitur. Hal

(38)

70 ini dapat dihindari apabila debitur memiliki inisiatif untuk mengembalikan dana yang ada sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

Kredit macet tidak menjadi masalah jika satu atau dua debitur saja yang tidak disiplin dalam membayar cicilan pinjaman kredit mereka, tapi kalau jumlah nasabah kredit yang banyak dalam waktu yang hampir bersamaan tidak membayar cicilan mereka maka NPL dari bank tersebut akan naik. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 17 ayat 1 (b) peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 15/3/PBI/2013 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat yang menyatakan bahwa bank perkreditan rakyat (BPR) yang tidak memenuhi syarat tingkat kesehatan bank seperti tingkat NPL di bawah 5% maka BPR tersebut akan dikenakan sanksi administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Sanksi administrative ini dapat berupa denda uang, teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan, pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia dan pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang Perbankan.

Referensi

Dokumen terkait

KRITERIA PEMBERIAN OPINI Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures) Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan

Perencanaan laba memerlukan alat bantu berupa analisis break even point yang mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Hubungan Angka

Formulir ini berisi pemberian kuasa kepada pihak bank untuk memotong uang pensiun debitur guna keperluan angsuran dan pelunasan kredit pensiun yang telah

Kehutanan Masyarakat (KhM) adalah model pengelolaan hutan yang diselenggarakan oleh/bersama dan untuk masyarakat dengan pengukuhan dan atau ijin dari Pemerintah Daerah. KhM

Menurut Simamora (2000:438) investasi adalah suatu aktiva yang digunakan oleh perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan melalui distribusi hasil investasi (seperti

SNEDDS adalah sistem penghantaran obat yang mengandung campuran isotropik minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan obat yang membentuk nanoemulsi secara spontan

 Peserta didik memperoleh umpan balik (feedback) dari guru dan teman tentang hasil analisis mereka tentang fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang