• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

255 5 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemodelan kenyamanan visual ruang kerja kantor di Indonesia adalah mengkonstruksikan model 3 dimensi sebagai panduan dalam merencanakan desain pencahayaan ruang kerja kantor. Penelitian visual performance menyimpulkan bahwa task illuminance sebesar 50 lux, 100 lux, 150 lux, 250 lux, 350 lux, dan 500 lux adalah tidak berpengaruh terhadap visual performance. Penelitian visual perception menyimpulkan bahwa responden mempersepsikan paling nyaman jika nilai task illuminance sebesar 250 lux. Hasil penelitian ini membuktikan keterkaitan antara penelitian visual performance dan visual perception dalam merancang model 3 dimensi ruang kerja kantor. Kenyamanan visual ruang tercipta jika surround illuminance lebih tinggi daripada task illuminance yaitu dengan nilai ratio task/surround illuminance sebesar 1:2 hingga 1:5 dan paling nyaman jika ratio illuminance sebesar 1:2 atau 250:500 lux. Konstruksi model 3 dimensi dirancang berdasarkan program SPSS MDS similarity dan Matlab. Model 3 dimensi dibentuk berdasarkan proporsi ruang, sifat ruang, pencahayaan ruang, impresi spatial dan kenyamanan pada bidang kerja, dimana masing masing klasifikasi ini membentuk model 2 dan 3 dimensi. Kelima klasifikasi kuesioner ini, digabungkan untuk mengkonstruksikan model 3 dimensi kenyamanan visual ruang kerja kantor di Indonesia.

5.1.1 Performa Visual (Visual Performance)

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rerata visual performance dengan nilai task illuminance sebesar 50 lux, 100 lux, 150 lux, 250 lux, 350 lux, dan 500 lux adalah mendekati sama, yaitu antara 31,32 (52 %) sampai 36,80 (61%). Nilai rerata visual performance tertinggi, yaitu 36,80 pada setting 150 lux. Analisis completely randomised design dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai rerata jumlah koreksi naskah pada task illuminance 50—500 lux. Hasil analisis Levena test yang diperoleh adalah sebesar 0,109 dan hasil tersebut digunakan untuk menguji hipotesis nol yang menyatakan bahwa variance dari

(2)

256 setting 50—500 lux adalah sama (merupakan asumsi Anova). Hasil analisis test between subject effect menunjukkan nilai mean square sebesar 210,90 dan nilai F sebesar 3,44 atau signifikan pada 0,00. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai rerata koreksi naskah antara setting 50 lux, 100 lux, 150 lux, 250 lux, 350 lux, dan 500 lux. Perbedaan nilai rerata antara setting tidak terjadi secara keseluruhan. Perbedaan atau signifikansi (<0,05) nilai rerata jumlah koreksi naskah terjadi antara setting yang satu dengan setting yang lain, yaitu (1) setting 100 lux dan 350 lux; (2) 100 lux dan 500 lux; (3) 150 lux dan 350 lux; (4) 150 lux dan 500 lux; dan (5) 250 lux dan 500 lux. Hubungan antara setting lainnya tidak berbeda dengan nilai rerata antara settingnya (tabel 4.8), sehingga hasil ini dapat disimpulkan sama atau tidak signifikan (>0,05).

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh task illuminance terhadap visual performance. Hasil penelitian ini tidak dapat dirumuskan dalam menentukan rekomendasi standar iluminasi pada ruang kerja kantor di Indonesia, karena masih terdapat banyak variabel yang perlu dipertimbangkan. Penelitian ini memiliki sejumlah kekurangan dalam hal penilaian visual performance antara lain durasi aktivitas koreksi naskah cukup pendek, serta nilai kontras dan sudut penglihatan tidak dipertimbangkan.

Clark (1980) dan Boyce (1980) berpendapat bahwa visual performance berpengaruh terhadap kelelahan mata (visual fatigue). Pada penelitian ini, tidak menganalisis tentang pengaruh task illuminance terhadap visual fatigue karena aktivitas koreksi naskah hanya dilakukan selama 30 menit atau tidak sesuai dengan waktu kerja, yaitu 8 jam. Durasi aktivitas visual performance dilakukan selama 30 menit dengan pertimbangan bahwa penelitian akan dilanjutkan pada penilaian visual perception sehingga aktivitas yang dilakukan responden membutuhkan waktu 120 menit. Pada penelitian ini, eksperimen pertama menggunakan 90 responden berumur 19—23 tahun dengan pertimbangan bersifat homogenitas dan bahwa umur tersebut merupakan umur pekerja. Pada eksperimen kedua, menggunakan 32 responden dengan umur yang beragam yaitu antara 19-48 tahun, namun pada penelitian ini tidak menganalisis pengaruh antara umur dan visual performance Hal ini dirumuskan oleh Smith dan Rea (1978) bahwa

(3)

257 penilaian dengan aktivitas membaca pada tingkat iluminasi 0—1000 lux pada umur 18—22 tahun dan 49—62 tahun, menunjukkan bahwa ada pengaruh umur terhadap visual performance.

Beberapa penelitian terdahulu menggunakan beragam nilai kontras. Sebagai contoh, penelitian Rea (1986) yang menyimpulkan bahwa nilai kontras adalah <1. Pada penelitian ini, nilai kontras dipertimbangkan tetapi tidak bervariasi, yaitu nilai kontras antara kertas (LB) dan tulisan (LT) sebesar 0,71 bersifat homogenitas pada setiap setting, misalnya pada task illuminance 150 lux adalah C=(LB-LT)/LB= (37,2610,99)/37,26). Ukuran huruf yang digunakan bersifat umum, yaitu Times New Roman berukuran 12. Uraian ini merupakan kekurangan pada penelitian visual performance yang dilakukan ini, sehingga diketahui bahwa hasil penelitian ini belum dapat dirumuskan sebagai rekomendasi standar iluminasi ruang kerja kantor di Indonesia. Meskipun demikian, penelitian ini dapat menjadi dasar pertimbangan dalam melanjutkan penelitian tentang visual performance untuk menciptakan rekomendasi tersebut.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh task illuminance terhadap visual performance dan tidak ada pengaruh aktivitas yang dilakukan dengan urutan setting yang berbeda. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa walaupun standar iluminasi tidak sesuai dengan nilai yang telah direkomendasikan SNI (2001), aktivitas kerja dapat berjalan dengan baik.

Hasil penelitian ini terkait dengan penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari task illuminance terhadap visual performance, yaitu Nelson dkk (1983), Smith dan Rea (1982), Nilson dan Johnson (1984), Horst dkk (1988), Kaye (1988), dan Veitch (1990).

Aktivitas koreksi naskah dilakukan dengan urutan setting yang berbeda antara grup 1, 2, 3, dan 4. Analisis completely block design menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan aktivitas koreksi naskah antara grup 1—4. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.12 tentang homogenitas subset yang grup 1—4 terletak pada satu subset. Analisis subset design memperjelas perbedaan atau pun persamaan antara dua setting. Sebagai contoh, setting 50 lux antara grup 1 dan 2 adalah berbeda, grup 1 dan 3 adalah sama, dan seterusnya seperti yang diuraikan pada

(4)

258 tabel 4.18. Hal ini memperjelas pernyataan bahwa tidak ada perbedaan nilai rerata jumlah koreksi naskah antara grup 1, 2, 3, dan 4 walaupun aktivitas dilakukan dengan urutan setting yang berbeda oleh setiap grup.

Aktivitas visual performance bersifat kognitif, artinya walaupun hasil koreksi naskah tidak maksimal, responden dapat memahami naskah yang dibaca sehingga responden tersebut dapat menjawab pertanyaaan dengan baik. Nilai rerata jawaban pertanyaan keseluruhan setting mendekati sama, yaitu antara 3,8 sampai 4,4. Nilai rerata responden menjawab pertanyaan naskah sebesar 81.33% pada keenam setting pencahayaan sehingga dapat disimpulkan bahwa naskah yang terbaca dapat dipahami dengan baik. Persentase nilai rerata koreksi naskah lebih rendah dari nilai rerata jawaban pertanyaan, yaitu sebesar 65,3% sehingga menunjukkan bahwa nilai task illuminance tidak mempengaruhi pemahaman naskah yang dibaca (reading comprehension).

5.1.2 Persepsi Visual (Visual Perception)

Visual perception dilakukan dengan menjawab 24 kuesioner pada 11 setting pencahayaan ruang (eksperimen 1) dan 5 setting pencahayaan ruang (eksperimen 2). Persepsi responden berpengaruh terhadap nilai iluminasi bidang kerja (task illuminance) dan nilai iluminasi dinding/plafon (surround illuminance), tergantung pada arti kuesioner yang dipersepsikan. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan adanya persepsi kuesioner/klasifikasi kuesioner sebagai berikut:

1) Nilai iluminasi pada sekeliling ruang (surround illuminance) berpengaruh terhadap persepsi kuesioner, yaitu kecil-besar, rendah-tinggi, sesak-luas, sempit-lebar, pribadi-umum, sepi-ramai, tertutup-terbuka, interior tidak jelas-interior jelas, silau-tidak silau, dan gelap-terang;

2) Nilai iluminasi bidang kerja (task illuminance) dan nilai iluminasi dinding/plafon (surround illuminance) berpengaruh terhadap persepsi kuesioner, yaitu kabur-jelas, pudar-bersinar, buruk-baik, tidak suka-suka, tidak selaras-selaras, tegang-santai, membosankan-menarik, panas-sejuk, dan tidak nyaman-nyaman;

(5)

259 3) Nilai iluminasi pada bidang kerja (task illuminance) berpengaruh terhadap persepsi kuesioner, yaitu bidang kerja tidak nyaman-nyaman, bidang kerja tidak silau-silau, dan bidang kerja gelap-terang.

Hasil penelitian ini merupakan design guideline dalam merencanakan sistem pencahayaan ruang kerja kantor. Kenyamanan visual ruang kerja kantor didasarkan pada nilai rerata seluruh kuesioner (tabel 5.1).

Tabel 5.1 Nilai rerata klasifikasi kuesioner

Setting Setting 1 Setting 3 Setting 2 Setting 4 Setting 5

Nilai Rerata 3.21 3.77 4.52 4.89 5.33

Persepsi Tidak

nyaman

Tidak

nyaman Netral Nyaman Nyaman

Task illuminance (lux) 100 500 500 100 250

Suround illuminance

(lux) 100 100 500 500 500

Rasio E.task/surround 1:1 5:1 1:1 1:5 1:2

Tabel 5.2 menguraikan nilai rerata kelima klasifikasi kuesioner pada setting 1—5. Nilai rerata setting 1 dan 3 sebesar 3,21 dan 3,77 terletak pada skor nilai 3,21—3,84 atau dipersepsikan tidak nyaman sedangkan setting 2 sebesar 4,52 terletak pada skor nilai 3,85-4,57 atau dipersepsikan netral artinya antara nyaman dan tidak nyaman. Nilai rerata setting 4 dan 5 sebesar 4,89 dan 5,33 terletak pada skor nilai 4,58-5,31 atau dipersepsikan nyaman. diantara kelima setting ini, ruang dipersespikan paling nyaman adalah pada setting 5 dengan nilai task illuminance sebesar 250 lux dan surround illuminance sebesar 500 lux.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa ruang dipersepsikan nyaman jika surround illuminance lebih tinggi dari task illuminance dan ruang dipersepsikan tidak nyaman apabila task illuminance lebih tinggi dari surround illuminance. Persepsi kenyamanan ruang berdasarkan ratio task illuminance/surround illuminance, di antaranya (1) ruang dipersepsikan tidak nyaman dengan rasio 5:1 atau setting 3, rasio 1:1 atau setting 1; (2) ruang dipersepsikan nyaman dengan rasio 1:5 atau setting 4, rasio 1:2 atau setting 5; (3) ruang dipersepsikan netral (antara nyaman dan tidak nyaman) rasio 1:1 atau setting 4. Berdasarkan hasil

(6)

260 pengolahan data maka rasio iluminasi sebesar 1:1 dapat dipersepsikan nyaman dan tidak nyaman. Rasio 1:1 dipersepsikan nyaman dengan nilai iluminasi antara 300—500 lux dan dipersepsikan tidak nyaman dengan nilai iluminasi antara 100—300 lux.

Penelitian ini mengkontruksikan model 3 dimensi kenyamanan visual ruang kerja kantor seperti pada gambar 5.1. Pemodelan ini dirancang dalam bentuk 3 dimensi karena model ini menunjukkan area nyaman dan tidak nyaman berdasarkan 3 variabel yaitu: task illuminance (variabel X), surround illuminance (variabel Y), dan rasio task/surround illuminance (variabel Z). Pada gambar tersebut, terlihat bahwa setting 4 dan 5 terletak pada area nyaman serta setting 1 dan 3 terletak pada area tidak nyaman. Adapun setting 2 terletak antara area nyaman dan tidak nyaman. Pemodelan ini menjadi design guideline dalam merencanakan sistem pencahayaan pada bangunan perkantoran.

Gambar 5.1 Model kenyamanan visual ruang kerja kantor

Berdasarkan pemodelan proporsi, sifat, pencahayaan, impresi spasial, dan impresi bidang kerja, dapat disimpulkan bahwa kenyamanan visual pada bidang kerja tercipta jika nilai surround illuminance lebih tinggi daripada task illuminance, dan ruang dipersepsikan paling nyaman jika ratio illuminance sebesar 1:2 atau 250 lux:500 lux.

Area nyaman

(7)

261 Hasil penelitian yang dilakukan ini menyimpulkan rasio kenyamanan visual ruang kerja kantor yaitu rasio antara task illuminance dan surround illuminance. Kesimpulannya adalah tingkat iluminasi pada surround lebih tinggi daripada task. Beberapa peneliti terdahulu, antara lain: Bean & Hopskin (1980), Fisher (1980), Balder (1957), Madsen dan Osterhaus (2005), Slater (2001), dan York dan Ginthner (1987) juga menyimpulkan hal yang sama, namun dengan nilai rasio yang beragam tetapi intinya adalah surround illuminance lebih tinggi daripada task illuminance.

Beberapa penelitian terdahulu menyimpulkan hasil yang bertentangan dengan penelitian yang dilakukan ini yaitu task luminance/illuminance lebih tinggi daripada surrounding antara lain penelitian yang dilakukan oleh: Newsham (2001), Newsham dkk (2005), James Thomas Duff dan Kevin Kelly (2011) Veicth (1997), Tabuchi dkk (1995), Tabuchi dkk (1991), Tregenza dkk (1974), dan Miller (1994).

Peneliti terdahulu menyimpulkan tentang rasio iluminasi/luminasi berbeda, yaitu penelitian yang dilakukan oleh: Newsham (2001), Newsham dkk (2005)

Veicth (1997), dan James Thomas Duff dan Kevin Kelly (2011). Peneliti tersebut menyimpulkan bahwa tingkat iluminasi/luminasi pada task lebih

tinggi daripada surrounding. Penemuan tentang rasio task:surrounding adalah berbeda, oleh karena eksperimen dilakukan dengan menggunakan variabel yang beragam. Ada yang menggunakan surrounding berupa partisi sebagai penyekat workstation, dinding ataupun plafon, dan desktop atau screen computer digunakan sebagai task. Berdasarkan perbedaan variabel yang digunakan pada penelitiannya berbeda sebagai task dan surrounding sehingga kesimpulan rasio dapat berbeda atau terbalik.

Beberapa peneliti terdahulu yaitu: Newsham dkk (2005), Tabuchi dkk (1995), dan Tabuhci dkk (1991) juga menyimpulkan rasio task:surrounding berbeda, walaupun variabel digunakan adalah sama, dimana variabel surround adalah ambient atau wall surfaces dan task adalah desktop. Perbedaan ini terjadi, oleh karena rasio yang diteliti menggunakan tingkat iluminasi yang berbeda yaitu lebih besar atau sama dengan 500 lux (>500 lux) dan pada penelitian yang

(8)

262 dilakukan ini, yaitu lebih kecil atau sama dengan 500 lux (<500 lux) sehingga menyimpulkan nilai rasio yang berbeda. Walaupun hasil penelitian terdahulu menyimpulkan berbeda, tetapi juga mengutarakan bahwa jika task illuminasi dibawah 500 lux maka rasio illuminasi/luminasi antara task:surrounding adalah sama (unifotmity) atau surrounding lebih tinggi dari task.

Pada eksperimen kedua, responden menjawab kuesioner similarity untuk mengetahui persamaan /perbedaan desain setting pencahayaan. Eksperimen kedua dilakukan untuk memperjelas hasil penelitian ini dengan menggunakan 5 macam setting pencahayaan yang merupakan bagian dari setting pada eksperimen pertama. Hasil kuesioner similarity berbentuk 3 dimensi dan 2 dimensi, yaitu dengan tujuan untuk mengetahui faktor atau variabel yang dipengaruhi oleh persepsi persamaan/perbedaan setting.

Multi Dimentional Scaling (MDS) similarity menunjukkan 3 faktor yang mempengaruhi persepsi perbedaan dan persamaan ruang berdasarkan kelima desain setting yang digunakan pada eksperimen kedua, yaitu (1) faktor surround illuminance; (2) faktor ratio antara task illuminance dan surround illuminance; (3) faktor task illuminance. Kesimpulan visual perception menyatakan bahwa surround iluminance, task illuminance, dan ratio illuminance berpengaruh terhadap kenyamanan visual ruang kerja kantor di Indonesia.

Pada penelitian ini, faktor atau variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah program MDS similarity dan Matlab. Hasil analisis menunjukkan faktor/variabel yang sama pada kedua program tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa task illuminance, surround illuminance dan ratio task/surround illuminance berpengaruh terhadap visual perception. Oleh karena terdapat 3 variabel yang terkait dalam menciptakan kenyamanan visual ruang kerja kantor, sehingga model yang dirancang berbentuk 3 dimensi.

Kelebihan penelitian yang dilakukan ini adalah kenyamanan visual ruang kerja kantor didesain dalam bentuk 3 dimensi sehingga para perancang dapat mendesain pencahayaan ruang sesuai hasil penelitian ini, sehingga kinerja pengguna ruang dapat dilakukan dengan baik atau produktivitas kerja semakin meningkat. Model 3 dimensi yang dirancang ini, menguraikan 5 model klasifikasi

(9)

263 yaitu proporsi ruang, sifat ruang, pencahayaan ruang, impresi spasial dan impresi bidang kerja dan kesimpulan terakhir menciptakan model 3 dimensi yang mencakup kelima klasifikasi kuesioner.

Kekurangan pada penelitian ini adalah pada penelitian visual performance dilakukan dalam waktu singkat yaitu 3 menit dalam mengoreksi naskah dan 2 menit menjawab pertanyaan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang dibutuhkan semakin panjang apabila beraktivitas lama pada penelitian visual performance sedangkan penelitian ini akan dilanjutkan pada visual perception. Parameter pada penelitian visual performance tidak digunakan secara keseluruhan yaitu ratio, kesilauan, ukuran huruf, sudut pandang dan lain-lain, sehingga penelitian ini dapat dilanjutkan untuk memperjelas beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti tentang hal ini dan hasil penelitian ini menjadi panduan atau landasan dalam melanjutkan penelitian visual performance.

Pemodelan kenyamanan visual ruang kerja kantor dapat menjadi konstribusi ke bidang arsitektur yaitu perancang dapat mendesain pencahayaan ruang kerja kantor sesuai hasil pemodelan ini, yaitu distribusi cahaya diarahkan bukan hanya pada bidang kerja tetapi surround illuminance perlu perhatian, sesuai ratio task/surround illuminance yang telah dipaparkan.

Dalam mendesain pencahayaan ruang kerja kantor, desain setting surround illuminance lebih tinggi daripada task illuminance dengan nilai rasio task/surround illuminance sebesar 1:2. Nilai iluminasi pada bidang kerja sebesar 250 lux dan permukaan sekeliling ruang sebesar 500 lux, sehingga pengguna ruang dapat beraktivitas dengan baik dan merasakan kenyamanan jika berada dalam ruang kerja.

Penelitian yang dilakukan ini adalah menggabungkan penelitian dalam bidang visual perception dan visual performance dalam satu rangkaian eksperimen, sehingga dapat dihasilkan rekomendasi yang mempertimbangkan visual perception dan visual performance. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa keberhasilan penerangan pencahayaan tidak hanya tercapainya tingkat iluminasi pada bidang kerja sesuai persyaratan, tetapi juga pada suasana interior yang dihasilkan oleh tata cahaya.

(10)

264 5.2 Saran

Penelitian ini dapat menjadi acuan dalam melanjutkan penelitian tentang visual performance dan visual perception. Penelitian visual performance dapat dilanjutkan dengan mengunakan beberapa variabel yang terkait, sehingga dapat merumuskan hasil yang lebih terinci dan akurat. Hasil penelitian tersebut dapat menjadi panduan dalam merumuskan rekomendasi standar iluminasi pada ruang kerja kantor di Indonesia. Penelitian visual perception dilanjutkan dengan merencanakan ruang eksperimen berupa mock up ruang kerja kantor yang lebih terencana baik, misalnya mendesain workstation dengan menggunakan partisi atau lainya, sehingga hasil penelitian tidak hanya fokus pada surrounding atau wall/ceiling illuminance tetapi memperhatikan immediate surround illuminance.

Gambar

Tabel 5.1 Nilai rerata klasifikasi kuesioner
Gambar 5.1 Model kenyamanan visual ruang kerja kantor

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucap puji syukur pada ALLAH SWT atas rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH

Uji menggunakan kultur sel limfosit manusia yang diberi perlakuan ekstrak metanol, n-heksan, air, dan minyak atsiri buah merah dengan konsentrasi 8.3; 33.3; dan 66.7 µg/mL..

Maka dari model regresi ini dapat disimpul- kan bahwa corporate governance (kepemilikan institusional, kualitas audit, komisaris independen, komite audit), profitabilitas

Peneliti hanya membahas literasi informasi dalam kaitannya dengan perpustakaan serta membahas literasi informasi pustakawan di Perpustakaan Daerah Kota Yogyakarta

Permasalahan yang ditimbulkan adanya lahar dingin tersebut sangat berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat sekitar. Akibat dari hilangnya lahan persawahan yang ada

Sebagaimana telah dijelaskan di depan, ilmu pengetahuan merupakan suatu rangkaian kegiatan (atau proses) yang dilakukan manusia, terutama dengan meng- gunakan akal

aseton yang akan bertindak sebagai nukleofil yang akan menyerang karbon karbonil senyawa aldehida aromatik menghasilkan senyawa β-hidroksi keton, yang selanjutnya mengalami

Dengan menerapkan metode pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi komputer (seperti SPC) akan memberikan suatu model yang berbasis unjuk kerja, hal ini