• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Lokasi Penelitian

Penelitian Pengaruh Penggunaan Stimulansia Organik dan ZPT terhadap Produktivitas Penyadapan Getah Pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat dilaksanakan di blok khusus untuk penelitian, yaitu blok Cikatomas di sekitar menara TVRI pada ketinggian 691-716 mdpl. Blok Cikatomas didominasi oleh tegakan P. merkusii dan P. oocarpa. Akan tetapi, yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah P. merkusii saja. Pohon pinus yang dipilih memiliki selang diameter 35 cm sampai dengan 65 cm dan sehat.

Gambar 2 Kondisi lokasi dan pohon contoh penelitian di Blok Cikatomas, HPGW.

(2)

Pohon P. merkusii yang dijadikan contoh penelitian berjumlah 20 pohon dengan lima perlakuan. Secara berurutan lima perlakuan tersebut adalah kontrol, ETRAT 12-40, Cairan Asam Sulfat (CAS), PGR-12, dan ETS. Perlakuan pertama (kontrol) tidak menggunakan stimulansia apapun, perlakuan ke tiga (CAS) merupakan stimulansia anorganik, perlakuan ke empat menggunakan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sedangkan perlakuan ke dua dan ke lima merupakan kombinasi dari stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).

5.2 Produktivitas Getah Menggunakan Stimulansia Anorganik (CAS), Stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Hutan Pendidikan Gunung Walat dari tahun 2008 hingga April 2011 masih menggunakan stimulansia anorganik untuk memperlancar keluarnya getah. Pada penelitian ini, stimulansia anorganik yang digunakan adalah CAS (Cairan Asam Sulfat) yang merupakan campuran dari 15% asam sulfat dan 2% asam nitrat, sedangkan stimulansia organik merupakan produk dari sebuah perusahaan di Bogor, Jawa Barat, yaitu CV. Permata Hijau Lestari. Komposisi stimulansia organik tersebut beranekaragam, ETRAT 12-40 merupakan perpaduan dari 100 ppm ethylene dan 150 ppm asam sitrat, PGR-12 terdiri atas 200 ppm ethylene, sedangkan ETS adalah kombinasi dari 100 ppm ethylene dan 10% jeruk nipis cair. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, juga telah menggunakan stimulansia organik, namun berbahan dasar jeruk nipis dan lengkuas. Menurut Azis (2010), penggunaan stimulansia organik dari bahan jeruk nipis konsentrasi 50% menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan CAS.

Zat Pengatur Tumbuh yang sangat berperan dalam proses keluarnya getah adalah ethylene. Ethylene merupakan senyawa berbentuk gas yang banyak berperan dalam perubahan suatu tanaman, seperti terjadi perubahan dalam membran yang permeabel dari dinding saluran getah sehingga selama ada aliran getah, air dapat masuk ke dalam saluran getah dan jaringan–jaringan disekitarnya (Santosa 2011). Secara alami, ethylene ada di dalam tanaman (ethyleneendogen). Menurut Santosa (2011), pembentukan getah di dalam tanaman dapat ditingkatkan

(3)

dengan mengaktifkan ethyleneendogen dan adanya stres (pembuatan luka sadap). Dengan demikian, peningkatan produksi getah dapat dilakukan dengan memberikan zat yang mengandung ethylene (exsogen) yang akan merangsang pembentukan ethylene endogen pada tanaman sehingga proses metabolisme sekunder dapat ditingkatkan.

Hasil penelitian di Hutan Pendidikan Gunung Walat menunjukkan bahwa stimulansia organik dan ZPT mampu menghasilkan produktivitas rata-rata getah pinus yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan stimulansia anorganik. Produktivitas rata-rata getah pinus berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (g/quarre/hari) ditampilkan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Produktivitas rata-rata getah pinus berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (g/quarre/hari)

Panen ke- KONTROL ETRAT 12-40 CAS PGR-12 ETS

1 13.23 16.38 22.97 14.77 15.20 2 5.18 8.28 17.50 6.93 7.33 3 8.58 14.87 16.03 13.47 12.73 4 9.23 14.28 12.68 15.87 15.70 5 7.60 17.82 10.35 17.32 15.98 6 8.87 17.33 9.67 19.87 16.37 7 7.82 18.22 8.23 20.12 17.90 8 7.30 18.12 6.17 19.83 17.78 9 7.70 18.50 5.82 19.20 16.33 10 6.33 15.23 3.63 15.48 15.67 11 9.08 17.88 3.47 19.02 18.27 12 7.58 17.65 3.31 17.50 16.78 13 7.05 16.18 3.30 16.95 16.70 14 8.82 15.77 3.97 16.63 15.60 15 10.11 17.83 3.97 18.67 15.38 Total 124.49 244.35 131.06 251.62 233.73 Rata-rata 8.30 16.29 8.74 16.77 15.58

Pelukaan awal pada pohon Pinus menyebabkan stres pada batang yang mempengaruhi metabolisme sekunder. Pinus mengeluarkan getah sebagai bentuk reaksi akibat pelukaan untuk menutupi sel-sel yang rusak. Pada pemanenan pertama, hasil rata-rata produktivitas getah pada setiap perlakuan tinggi karena keluarnya deposit getah dari sel-sel parenkim. Saat pinus berusaha melakukan

(4)

reaksi terhadap pelukaan kedua, deposit getah telah berkurang banyak untuk menanggapi reaksi stres pada pelukaan pertama. Hal ini menyebabkan persediaan getah di dalam pohon sangat sedikit sehingga pada pemanenan getah yang kedua produktivitas rata-rata setiap perlakuan menurun. Pada pelukaan ketiga, pohon pinus sudah dapat beradaptasi dengan mulai membentuk deposit getah yang baru, sehingga hasil produktivitas rata-rata setiap perlakuan di pemanenan ke tiga kembali meningkat. Akan tetapi, pada pelukaan pertama hingga ketiga, penggunaan CAS menghasilkan rata-rata produktivitas getah paling tinggi. Menurut Santosa (2011), CAS memberikan efek panas terhadap getah sehingga getah lebih lama dalam keadaan cair dan mudah mengalir keluar dari saluran getah. Cairan Asam Sulfat (CAS) juga mempengaruhi tekanan turgor dinding sel sehingga getah cepat keluar dan saluran getah dapat terbuka dalam waktu yang relatif lebih lama. Akan tetapi, pada pemanenan ke empat atau hari ke 12, produktivitas getah pinus dengan penggunaan CAS mulai berada di bawah stimulansia organik dan ZPT.

Perlakuan yang memberikan hasil produktivitas rata-rata tertinggi pada pemanenan ke empat adalah penggunaan PGR-12 yang merupakan Zat Pengatur Tumbuh (hormon). Hal ini disebabkan ethylene di dalam PGR-12 membutuhkan waktu untuk berubah wujud dari bentuk cair ke bentuk gas. Menurut Weaver (1972) dalam Haryati (2003), pengaruh ethephon tidak jauh berbeda dengan ethylene terhadap tanaman. Ethephon (2-Chloroethyl phosphonic acid) merupakan stimulan yang biasa digunakan untuk meningkatkan lateks karet. Ethephon adalah senyawa bersifat asam yang dikenal sebagai generator ethylene (Sumarmadji 2002). Etephone akan mengalami dekomposisi pada pH 4,1 atau lebih tinggi dan akan melepaskan ethylene pada jaringan tanaman, sedangkan dalam larutan encer di bawah pH 4 Ethephon akan tetap stabil. Selanjutnya dijelaskan bahwa pH sitoplasma sel tanaman pada umumnya lebih besar daripada 4. Maka jika Ethephon masuk ke dalam jaringan tanaman, akan menurunkan derajat kemasamannya dan terjadi dekomposisi yang akan melepaskan ethylene pada jaringan tanaman (Dewilde 1970 dalam Haryati 2003).

Setelah pemanenan ke empat atau hari ke 12, ethylene exsogen dari PGR-12 merangsang ethylene endogen di dalam pohon pinus untuk mulai beradaptasi

(5)

dengan mekanisme metabolisme sekunder. Pada pemanenan ke lima dan selanjutnya, perlakuan dengan menggunakan CAS hasilnya tetap berada di bawah perlakuan yang menggunakan stimulansia organik dan ZPT. Bahkan pada pemanenan ke delapan dan seterusnya, perlakuan dengan menggunakan CAS memberikan produktivitas paling rendah. Sebaliknya, produktivitas getah dengan perlakuan ZPT serta campuran stimulansia organik dan ZPT meningkat semenjak pemanenan ke empat, dan mulai stabil pada pemanenan keenam hingga seterusnya.

Pada hasil akhir, perlakuan dengan PGR-12 menghasilkan rata-rata produktivitas getah tertinggi, yaitu sebesar 16,77 g/quarre/hari. Perlakuan dengan ETRAT sebesar 16,29 g/quarre/hari, ETS 15,58 g/quarre/hari, CAS sebesar 8,74 g/quarre/hari sedangkan kontrol (tanpa perlakuan) sebesar 8,30 g/quarre/hari. Secara umum, kecenderungan hasil rata-rata produktivitas getah ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (g/quarre/hari).

Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa pada pemanenan ke delapan dan seterusnya, rata-rata produktivitas perlakuan CAS berada di bawah kontrol. Penggunaan CAS membuat pinus sukar untuk mengeluarkan getah karena sel-sel epitel penghasil getah yang telah mati sehingga, pada saat melakukan pembaharuan luka, kayu gubal terasa keras. Secara fisik, hal ini ditandai dengan berubahnya warna bidang sadapan dari cokelat muda menjadi cokelat tua kehitaman. 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Pr o d u kt iv itas rata -r ata - ge tah p in u s (gr am /q u ar re /h ar i) Panen ke- KONTROL ETRAT 12-40 CAS PGR-12 ETS

(6)

Berdasarkan laporan hasil penelitian Pengaruh Pemberian ETRAT terhadap Peningkatan Produktivitas Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten), produktivitas getah

dengan perlakuan CAS juga mengalami penurunan dan ada yang hasil produktivitasnya berada di bawah kontrol (Santosa 2011). Penelitian tersebut dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan dengan penelitian ini tetapi dengan contoh (tempat) yang berbeda, yaitu di RPH Gonggang Utara, RPH Ciguha dan RPH Takokak, KPH Sukabumi.

KONTROL CAS ETRAT 12-40

PGR-12 ETS

Gambar 4 Produktivitas getah pinus dengan masing-masing perlakuan pada panen ke delapan.

Hujan juga berpengaruh terhadap produktivitas getah pinus. Pada Gambar 3, terlihat bahwa hasil rata-rata produktivitas semua perlakuan pada pemanenan ke-10 menurun. Aliran stemflow yang deras pada saat hujan akan menumpahkan getah yang ada dalam penampung sehingga dapat menggurangi produktivitas.

(7)

Selain itu, menurut Doan (2007), curah hujan yang tinggi akan menyebabkan kelembaban di sekitar luka sadapan menjadi tinggi dan hal tersebut dapat menyebabkan getah cepat menggumpal.

Pada saat penelitian berlangsung, untuk mengurangi aliran batang, maka di atas koakan dipasang plastik berukuran 20 x 40 cm, seperti yang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 juga menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan stimulansia organik dan ZPT menghasilkan getah yang lebih banyak daripada CAS dan kontrol. Gambar tersebut merupakan salah satu contoh pohon yang produktivitas rata-ratanya di panen ke delapan berada di bawah kontrol pada perlakuan CAS.

Tabel 4 Persentase peningkatan produktivitas getah pinus pada kontrol (tanpa perlakuan), stimulansia organik, dan stimulansia anorganik

Perlakuan Rata-rata produktivitas

getah (g/quarre/hari) Persentase peningkatan produktivitas getah (%) Kontrol 8.30 - ETRAT 12-40 16.29 196.28 CAS 8.74 105.28 PGR-12 16.77 202.12 ETS 15.58 187.75

Berdasarkan Tabel 4, persentase tertinggi adalah penggunaan PGR-12, yaitu sebesar 202,12 %, kemudian ETRAT 12-40 196,28% dan ETS 187,75% sedangkan untuk penggunaan stimulansia anorganik, menghasilkan persentase terhadap kontrol hanya 105,28% saja. Penggunaan stimulansia organik serta kombinasi stimulansia organik dan ZPT menghasilkan persentase peningkatan produktivitas getah yang lebih tinggi dibandingkan dengan stimulansia anorganik. Hal ini dikarenakan ethyleneexsogen yang berada di dalam ETRAT 12-40, PGR-12 dan ETS merangsang ethylene endogen yang berfungsi sebagai pembawa pesan (chemical messenger) untuk melakukan metabolisme sekunder. Peranan asam sitrat pada stimulansia organik yaitu dapat membuka muara saluran getah sehingga getah dapat keluar dengan lancar, dan ethylene serta asam sitrat dapat bekerja bersama-sama dalam proses keluarnya getah. Sedangkan penggunaan CAS, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat memberikan efek panas

(8)

sehingga getah lama dalam keadaan cair dan muara saluran getah dapat terbuka lebih lama (Santosa 2011), namun keadaan ini hanya bersifat sementara saja, karena CAS bersifat asam kuat yang dapat merusak kayu, dan lama-kelamaan dapat mengurangi produktivitas getah.

5.3 Pengaruh Stimulansia terhadap Produktivitas Penyadapan Getah Pinus

Data hasil produktivitas getah pinus menggunakan stimulansia organik dan anorganik diolah secara statistik menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA). Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA) ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Analisis ragam penggunaan stimulansia terhadap produktivitas getah pinus

Sumber

keragaman db Jumlah kuadrat

Kuadrat

tengah Fhitung F0,01 P-value

Model 4 1078.652 269.66 20.42 3.6 <0.0001

Derajat

kesalahan 70 924.22 13.20

Total 74 2002.87

Berdasarkan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan alpha sebesar 0,01, penggunaan stimulansia organik dan ZPT memiliki pengaruh sangat nyata terhadap produktivitas getah pinus karena Fhitung > F0.01. Selanjutnya, untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berbeda nyata, maka dilakukan analisis lanjut berupa uji Duncan. Hasil Uji Duncan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil Uji Duncan pengaruh stimulansia terhadap produktivitas getah pinus dilihat dari segi perlakuan yang berbeda

No Perlakuan Rata-rata produktivitas

1 Kontrol 8.30a

3 CAS 8.74a

2 ETRAT 12-40 16.29b

4 PGR-12 16.77b

5 ETS 15.58b

Huruf superscript yang berbeda dalam kolom “Rata-rata produktivitas” menunjukkan nilai yang

(9)

Hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa antara kelompok perlakuan kontrol dan CAS tidak berbeda nyata, begitu pula antara kelompok perlakuan ETRAT 12-40, PGR-12, dan ETS. Akan tetapi, antara perlakuan yang memiliki huruf superscript yang berbeda memiliki nilai yang berbeda sangat nyata.

5.4 Nilai Tambah Penggunaan Stimulansia

Aplikasi stimulansia di lapangan membutuhkan analisis biaya sebagai pertimbangan dalam memilih stimulansia yang cocok untuk diterapkan. Analisis biaya terdiri atas biaya stimulansia per quarre/hari, peningkatan produktivitas getah dan pendapatan hasil peningkatan getah per quarre/hari, sehingga didapatkan nilai tambah dari produktivitas masing-masing stimulansia per quarre/hari. Hasil dari analisis biaya disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Analisis biaya stimulansia

Stimulansia Biaya stimulansia Peningkatan produktivitas getah Pendapatan hasil peningkatan getah Nilai tambah penggunaan stimulansia

(Rp/quarre/hari) (g/quarre/hari) (Rp/quarre/hari) (Rp/quarre/hari)

1 2 3 4 ETRAT 12-40 4 7.99 95.89 91.89 PGR-12 7.33 8.48 101.7 94.37 ETS 4.67 7.28 87.4 82.73 CAS 1.33 0.44 5.25 3.92 Keterangan: 1= Biaya stimulansia

2= Produksi getah dengan menggunakan stimulansia - produksi getah dari kontrol 3= (2 : 1000) x Rp 12.000,00

4= 3 – 1

Harga stimulansia ETRAT 12-40 adalah Rp 12.000,00/liter, PGR-12 Rp 22.000,00/liter, ETS Rp 14.000,00/liter dan CAS Rp 4.000,00/liter. Asumsi untuk penggunaan stimulansia setiap koakan adalah 1 ml dan harga getah pinus di pasaran sebesar Rp 12.000,00/kg. Harga stimulansia organik dan ZPT didapat dari

(10)

CV. Permata Hijau Lestari yang merupakan produsen produk tersebut, sedangkan harga getah pinus berasal dari harga jual getah pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Analisis biaya stimulansia menunjukkan bahwa stimulansia PGR-12 memiliki nilai tambah produktivitas getah terbesar, yaitu sebesar Rp 94,37/quarre/hari, selanjutnya adalah ETRAT 12-40 Rp 91,89/quarre/hari, ETS Rp 82,73/quarre/hari dan CAS sebesar Rp 3,92/quarre/hari. Harga stimulansia belum dapat menentukan stimulansia yang cocok diaplikasikan karena perlu dipertimbangkan pula nilai tambahnya. Contohnya adalah stimulansia CAS yang memiliki harga paling murah, namun nilai tambahnya paling kecil.

5.5 Pemilihan Stimulansia yang Sesuai untuk Diaplikasikan

Menurut Pandit dan Ramdan (2002), saluran getah dikelilingi oleh sel-sel epitel. Sel Epitel inilah yang membentuk getah sebagai akibat dari proses metabolisme. Penggunaan CAS berdampak buruk bagi kayu karena menyebabkan sel-sel epitel pada kayu mengering dan akhirnya mati. Selama penelitian, terdapat perubahan warna pada bidang koakan, yaitu dari cokelat muda menjadi cokelat kehitaman. Sel-sel epitel kayu yang mati menyebabkan bidang sadapan sulit untuk mengeluarkan getah karena jaringan sudah tertutup dan saat melakukan penyadapan getah, kayu terasa keras dan sukar untuk dilukai, sehingga mempersulit dan menghambat produktivitas kerja. Sebaliknya, bila menggunakan stimulansia organik dan ZPT, bidang koakan berwarna sama dengan kontrol yaitu cokelat muda.

Selain itu, pada permukaan koakan (bidang sadap) dengan menggunakan stimulansia organik dan ZPT terlihat lebih basah daripada permukaan koakan dengan CAS. Hal ini dikarenakan pada permukaan koakan yang menggunakan stimulansia organik, saluran getah terus mengeluarkan getah secara konsisten, sedangkan pada perlakuan dengan CAS sel-sel epitel kayunya telah mati. Jadi, penggunaan stimulansia organik dan ZPT bila dilihat secara fisik, tidak menyebabkan dampak buruk pada bidang sadapan. Perbandingan kondisi bidang sadapan pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 4.

(11)

Penggunaan CAS juga membahayakan penyadap getah. Cairan Asam Sulfat dapat mengganggu pernapasan dan merusak kulit. Menurut LIPI (2004), uap asam sulfat dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan serta mengganggu paru-paru. Selain itu, cairan asam sulfat juga dapat merusak kulit dan menimbulkan kebutaan jika terkena mata. Berdasarkan wawancara di lapangan, para penyadap getah pinus berharap adanya pengganti CAS karena kulit dan kuku tangan mereka yang sudah rusak akibat bertahun-tahun menggunakan cairan tersebut. Dari segi produktivitaspun, penggunaan CAS di lapangan satu tahun belakangan ini menurun, sehingga para penyadap enggan untuk menyadap getah. Hal ini dikarenakan penggunaan CAS yang telah bertahun-tahun merusak jaringan kayu sehingga getah susah untuk keluar.

Penggunaan CAS juga akan berdampak buruk bagi lingkungan dan kualitas getah. Menurut Santosa (2011), stimulansia CAS dapat merusak tumbuhan disekitarnya dan apabila terbawa air hujan akan berbahaya terhadap kondisi tata air di dalam hutan. Selain itu, akibat terkontaminasi asam kuat maka kualitas getah pinus yang dihasilkan hanya dapat digunakan untuk memproduksi gondorukem dengan kategori non food grade. Sedangkan bila getah pinus yang tidak tercemar dapat diolah untuk menghasilkan gondorukem dengan kategori food grade.

Berdasarkan perbandingan rata-rata produktivitas, persentase peningkatan produktivitas, analisis statistik, analisis biaya, dan dampaknya, maka stimulansia organik dan ZPT lebih baik digunakan daripada stimulansia anorganik. Perlakuan dengan PGR-12 memiliki hasil rata-rata produktivitas getah pinus, persentase peningkatan produktivitas getah, dan nilai tambah produktivitas getah pinus tertinggi. Akan tetapi, untuk aplikasi di lapangan, PGR-12 belum dapat digunakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, karena berdasarkan Perhutani Unit III Jawa Barat stimulansia yang cocok digunakan di Jawa Barat adalah ETRAT 12-40. Pernyataan tersebut telah didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan secara internal di berbagai KPH di Jawa Barat. Penggunaan ETRAT 12-40 lebih stabil dibandingkan PGR-12, karena pemakaian PGR-12 di beberapa tempat menyebabkan terjadinya kering alur pada batang.

(12)

Penggunaan ETRAT 12-40 juga lebih disarankan, karena dari komposisi, konsentrasi ethylenenya (ZPT) lebih rendah daripada PGR-12. Dampak penggunaan ethylene dengan konsentrasi yang tinggi belum diteliti lebih lanjut, sehingga lebih aman menggunakan ETRAT 12-40. Ethylene memiliki fungsi di berbagai proses fisiologis seperti menstimulasi pemasakan buah, absisi daun, menghambat pertumbuhan akar, meningkatkan permeabilitas membran, merangsang pembentukan bunga, dan lain sebagainya (Moore 1979). Penggunaan ethylene exsogen yang berlebihan dimungkinkan dapat menyebabkan terganggunya proses fisiologis pohon, misalnya absisi daun yang tidak normal. Jika terjadi absisi daun yang berlebihan, maka dapat mengganggu fotosintesis, sehingga pembentukan karbohidrat untuk pertumbuhan dan perkembangan pohon juga akan terhambat. Selain itu, berdasarkan Uji Duncan, perlakuan dengan ETRAT 12-40 tidak berbeda nyata dengan PGR-12. Dari segi analisis biaya, ternyata jika harga getah pinus turun akan menyebabkan perbedaan nilai tambah pada masing-masing perlakuan. Nilai tambah produktivitas getah dengan ETRAT 12-40 akan lebih tinggi dibandingkan dengan PGR-12 saat harga getah pinus maksimal Rp 6.800,00/kg. Jadi, untuk aplikasinya di Hutan Pendidikan Gunung Walat lebih efisien menggunakan ETRAT 12-40.

Gambar

Tabel  3   Produktivitas  rata-rata  getah pinus berdasarkan perlakuan dan frekuensi  panen (g/quarre/hari)
Gambar 3   G rafik kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus berdasarkan   perlakuan dan frekuensi panen (g/quarre/hari)
Gambar  4    Produktivitas  getah  pinus  dengan  masing-masing  perlakuan  pada  panen ke delapan
Tabel 7  Analisis biaya stimulansia

Referensi

Dokumen terkait

Sumber data primer yaitu sumber data pokok yang dijadikan bahan penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif, maka yang menjadi sumber data utama adalah

Hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas Anjasmoro, Argomulyo, dan Bu- rangrang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produktivitas ke- delai di

[r]

Hasil dari penelitian sebagaimana terdapat dalam tabel 5 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kompensasi terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja serta

selama 15 hari Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan Artemia sp dengan dosis pengayaan Vitamin A yang berbeda tidak memberikan pengaruh

Individu yang diberi makan Diet A (Diet Referensi), yang hanya mengandung 50 % casein, mencapai rata-rata waktu kehidupan 129 hari, 87 % dari mereka molting pertama kali dan 70

Penilaian yang dilakukan adalah membandingkan hasil kerja yang dapat dicapai karyawan dengan standar pekerjaan dan memiliki manfaat antara lain penilaian antar individu dalam

diatas telah dianulir oleh Surat Mahkamah Agung Nomor : 32/TUADA-AG/III-UM/IX/1993 yang antara lain berisi bahwa ketentuan Pasal 84 ayat (4) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989