• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting keberadaannya untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan makhluk hidup. Air juga merupakan bagian penting dari sumberdaya alam yang mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan sumberdaya alam lainnya karena bersifat terbarukan melalui siklus air (siklus hidrologi). Meskipun sumberdaya air dapat diperbaharui tetap saja kelestarian dan ketersediaan sumberdaya air harus terjaga. Meningkatnya jenis dan kebutuhan air baik itu untuk memenuhi kebutuhan irigasi, rumah tangga dan kebutuhan lainnya, maka dibutuhkan pula suatu perencanaan dalam pengembangan sumberdaya air dalam suatu sistem sungai.

Pengembangan sumberdaya air sungai merupakan usaha untuk menyediakan dan memanfaatkan sumberdaya air untuk menunjang kehidupan manusia. Pengembangan sumberdaya air memerlukan ketersediaan data yang lengkap. Pada beberapa kasus, data aliran sungai untuk pengembangan sumberdaya air suatu wilayah sering belum tersedia lengkap dibandingkan dengan data curah hujan. Walaupun ada, namun tidak tercatat secara kontiyu sepanjang tahunnya sehingga dalam keadaan tersebut, diperlukan adanya pengukuran langsung dilapangan yang memerlukan waktu, materi dan tenaga.

Ketidak lengkapan data hidrologi dalam suatu DAS merupakaan suatu masalah yang sering dihadapi dalam pengembangan sumberdaya air itu sendiri. Data yang tidak berkesinambungan teutama data aliran sungai, merupakan kendala yang dihadapi dalam pengembangan sumberdaya air disuatu wilayah. Pada sektor pertanian yang beririgasi misalnya, ketersediaan data aliran sungai penting perannya dalam penentuan pola tanam, sehingga kegagalan panen akibat dari kuranganya air dapat dihindari dengan melakukan penyesuaian pola tanam dengan ketersediaan air sungai.

(2)

2 Keterbatasan data yang ada, maka diperlukan model-model hidrologi yang mencoba untuk menduga besarnya debit aliran sungai awal pada sistem DAS. Menurut Harto (1993), model hidrologi merupakan sajian sederhana dari sistem hidrologi yang kompleks. Model hidrologi tersebut titik berat analisis dipusatkan pada pengalih ragaman hujan menjadi aliran melalui suatu sistem DAS. Di Indonesia telah banyak dikembangkan model hidrologi yang mencoba untuk mengalih ragamkan hujan menjadi aliran, diantaranya model Tangki, NAM, Watbal dan lain-lain (Nurrochmad, 1998).

Menurut Nurrochmad (1998), belum adanya acuan dasar dalam pemilihan model yang sesuai pada daerah-daerah yang dikembangkan juga merupakan masalah tersendiri. Tetapi sebagai pertimbangan awal, penggunaan model hidrologi dapat disesuaikan dengan ketersediaan data dan karateristik DAS yang dianalisis.

Salah satu model yang dapat digunakan dalam memprediksi debit aliran sungai adalah model Mock. Model hujan-aliran yang relatif sederhana dan telah banyak di terapkan di sungai-sungai Indonesia untuk memperkirakan data aliran sungai terutama untuk interval waktu yang cukup panjang seperti dua mingguan dan bulanan. Mock (1975), memperkenalkan sebuah cara perhitungan aliran sungai dengan menggunakan curah hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran untuk menaksir besarnya debit sungai jika data debit tersedia tak cukup panjang. Model Mock mentransformasikan hujan-aliran mengikuti prinsip keseimbangan air (water balance) untuk memperkirakan ketersediaan air (debit) suatu sungai.

Sub DAS Wuryantoro merupakan bagian dari DAS Wuryantoro dan termasuk dalam pengeleloaan DAS Bengawan Solo Hulu, yang terletak di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Infomasi data hidrologi debit aliran Sungai Wuryantoro sangat penting dalam pengembangan sumberdaya air untuk wilayah yang ada di Sub DAS Wuryantoro.

Pengembangan sumberdaya air yang berhubungan dengan ketersediaan air membutuhkan data aliran yang cukup panjang, maka ketersediaan data yang

(3)

3 lengkap sangat diperlukan. Kondisi seperti ini dapat menghambat dari pengembangan sumberdaya air itu sendiri, mengingat air didaerah ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti irigasi pertanian, peternakan, kebutuhan domestik penduduk dan kebutuhan lainnya. Mengatasi permasalah tersebut, maka dapat diterapkan suatu kajian model aliran yang mampu mengubah hujan menjadi aliran. Salah satu model yang dapat digunakan dalam memprediksi debit aliran sungai adalah model Mock.

Berdasarkan pada pernyataan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ketersedian air di Sub DAS Wuryantoro dengan judul “PREDIKSI KETERSEDIAAN AIR MENGGUNAKAN MODEL MOCK DI SUB DAS WURYANTORO KABUPATEN WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah antara lain: 1. Apakah model hidrologi Mock dapat digunakan memprediksi ketersediaan

air di Sub DAS Wuryantoro?

2. Berapa besar debit andalan Sub DAS Wuryantoro dalam pengembangan sumberdaya air?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan di Sub DAS Wuryantoro Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah bertujuan untuk:

1. Menerapkan model Mock untuk memprediksi ketersediaan air setengah bulanan di Sub DAS Wuryantoro.

2. Menentukan dan menghitung debit andalan (60 % dan 80 %) di Sub DAS Wuryantoro Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah.

(4)

4 1.4. Sasaran Penelitian

1. Hujan setengah bulanan Sub DAS Wuryatoro.

2. Evapotanspirasi potensial dan aktual setengah bulanan di Sub DAS Wuryantoro.

3. Nilai koefisien tanaman setengah bulanan. 4. Debit aliran setengah bulanan.

5. Parameter awal model Mock.

6. Paramter karateristik model hasil optimasi dan ketelitian penggunaan model Mock di Sub DAS Wuryantoro.

7. Simulasi debit dengan pendekatan model Mock. 8. Debit andalan

1.5. Kegunaan Penelitian

1. Memberikan gambaran dan informasi bagi Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Bengawan Solo dan Dinas Pengairan Sub DAS Wuryantoro terutama Dinas PU Pengairan Kabupaten Wonogiri, dalam perencanaan pengelolaan sumber daya air di Sub DAS Wuryantoro.

2. Memberikan informasi mengenai ketersediaan air yang didasarakan pada debit andalan dengan daerah tangkapan hujan Sub DAS Wuryantoro.

1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. Daur Hidrologi

Daur hidrologi merupakan proses pergerakan air yang berada di bumi berupa cair, gas dan padat baik itu proses di armosfer, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu (Triatmodjo, 2010).

Penguapan terjadi pada air permukaan, air yang berada pada lapisan tanah bagian atas, air yang ada di dalam tumbuhan, hewan, dan manusia. Karena adanya

(5)

5 angin, maka uap air ini bersatu dan berada di tempat yang tinggi yang sering dikenal dengan awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa makin lama makin tinggi dimana temperatur di atas makin rendah, yang menyebabkan titik-titik air dan jatuh ke bumi sebagai hujan dalam bentuk air, es dan kabut.

Air hujan ini ada yang mengalir langsung masuk ke dalam air permukaan

(run-off), ada yang meresap ke dalam tanah (perkolasi) dan menjadi air tanah yang

dangkal maupun yang dalam, dan ada yang diserap oleh tumbuhan (Asdak, 2001).

Gambar 1.1. Siklus Hidrologi (http://ga.water.usgs.gov/edu/watercyclebahasahi.html)

1.6.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah atau daerah yang memiliki kemiringan atau topografi tertentu dan bervariasi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit atau gunung yang dapat menjadi daerah atau wilayah tampungan seluruh curah hujan sepanjang tahun. Daerah aliran sungai juga dapat dikatakan sebagai suatu ekosistem yang terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling berinteraksi sehingga membentuk satu kesatuan yang teratur (Asdak, 2001).

(6)

6 Menurut Harto (1993), DAS merupakan daerah dimana semua airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi oleh topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan pada aliran permukaan. Batas ini tidak ditetapkan berdasarkan pada air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat kegiataan pemakaian. Penetapan batas DAS diperlukan untuk menetapkan batas DAS yang dianalisis.

Menurut Seyhan (1990), DAS merupakan lahan total permukaan dan permukaan air yang dibatasi oleh suatu batas topografi serta memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada irisan melintang tertentu. Faktor-faktor iklim, tanah (topografi, tanah, geologi dan geomorfologi), serta tata guna lahan yang membentuk subsistem dan bertindak sebagai operator dalam mengubah urutan waktu terjadinya hujan secara alami menjadi urutan waktu limpasan yang dihasilkan.

1.6.3. Hujan

Menurut Seyhan (1990), bagaimanapun terjadinya, biasanya dinyatakan sebagai kedalaman (jeluk) cairan yang berakumulasi diatas permukaan bumi, tanpa dikurangi kehilangan air. Semua air yang bergerak di dalam bagian lahan dari siklus hidrologi secara langsung maupun tidak langsung berasal dari presipitasi. Untuk terjadinya hujan dibutuhkan beberapa mekanisme dalam mendinginkan udara, sehingga cukup untuk menjadi jenuh, atau mendekati jenuh. Pendinginan yang diperlukan oleh hujan dalam jumlah besar diperoleh dari pengangkatan udara (Linsley, 1996).

Hujan merupakan komponen masukkan penting dalam proses hidrologi, karena jumlah ketebalan hujan (rainfall depth), yang dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara

(interfloe, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow)

(7)

7 Hujan merupakan suatu bentuk tetesan air yang memiliki diameter sekitar 0,5 mm dan terhambur luas pada suatu kawasan. Sedangkan curah hujan merupakan banyaknya air yang jatuh ke permukaan bumi yang dinyatakan dalam ketebalan hujan (rainfall depth) dengan satuan milimeter (mm). Curah hujan yang jatuh ke permukaan bumi diamati dan diukur pada stasiun-stasiun pengamat curah hujan. Stasiun pengamat tersebut berfungsi dalam mencatat data hujan secara periodik guna untuk analisis lebih lanjut (Soewarno, 2000).

Curah hujan yang digunakan dalam penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan di atas disebut curah hujan wilayah atau daerah yang dinyatakan dalam satuan mm (Sosrodarsono, 1993).

1.6.4. Evapotranspirasi

Proses prestisipasi yang jatuh ke permukaan bumi tidak langsung terinfiltrasi ke dalam tanah atau melimpas diatas permukaan tanah. Sebagian dari proses tersebut secara langsung atau setelah penyimpanan permukaan (atau bawah permukaan), hilang dalam bentuk evaporasi, yaitu proses di mana air menjadi uap, transpirasi, yaitu proses di mana air menjadi uap melalui metabolisme tanaman.

Evaporasi terjadi apabila terjadi terdapat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara diatasnya. Maka penguapan terhenti pada waktu kelembaban udara telah mencapai 100 persen. Transpirasi terjadi bila tekanan uap air di dalam sel daun pada tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan uap air di udara (Harto, 1993)

Menurut Sosrodarsono (1993), peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi. Sedangkan penguapan air dari tanaman disebut transpirasi. Gabungan kedua proses tersebut disebut evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan tanah, air dan vegetasi yang di uapkan kembali ke

(8)

8 atmosfer oleh adanya pengaruh dari faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi (Asdak, 2001).

Evapotranspirasi ada dua jenis yaitu evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi potensial. Evapotranspirasi aktual, merupakan evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi kekurangan air, atau jumlah air terbatas. Sedangkan evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang berlebihan. Faktor-faktor yamg mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah faktor meteorologi meliputi radiasi matahari, suhu, kelembaban atmosfer dan angin. Secara umumnya besarnya evapotranspirasi akan meningkat ketika suhu, radiasi matahari, kelembaban dan kecepatan angin bertambah besar (Asdak, 2001; Triatmodjo, 2010)).

1.6.5. Koefisien Tanaman

Crop factor atau yang sering dikenal dengan koefisien tanaman merupakan

masukan dalam model Mock, karena nilai tanaman mempengaruhi besarnya masukan air ke dalam tanah sehingga akan mempengaruhi besarnya debit aliran. Koefisien tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu.

Koefisien tanaman (Kc) menggambarkan laju kehilangan air secara drastis pada fase-fase pertumbuhan tanaman, dan menggambarkan keseimbangan komponen-komponen energi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Nilai koefisien tanaman (Kc) tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, musim dan periode pertumbuhan tanaman (Allen, 1998; Soewarno, 2000)). Sedangkan fungsi dari koefisien tanaman (Kc) ini untuk mengetahui karateristik tanaman dari setiap fase pertumbuhan mulai tanam sampai fase panen.

1.6.6. Limpasan

Air larian (surface runoff) merupakan bagian curah hujan yang jatuh ke permukaan bumi mengalir di atas permukaan tanah menuju alur sungai, danau dan

(9)

9 lautan (Asdak, 2001). Air larian berlangsung ketika jumlah curah hujan tersebut terlampui dari laju infiltrasi ke dalam tanah. Bila laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian air terpenuhi pada cekungan tersebut, air kemudian mengalir di atas permukaan tanah bebas. Bagian air larian yang berlangsung cepat untuk selanjutnya membentuk debit aliran. Bagian air larian tersebut, melewati cekungan pada permukaan tanah sehingga memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu sebelumnya akhirnya menjadi aliran debit.

Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber yaitu aliran permukaan (surface flow), aliran antara (Interflow), dan aliran air tanah (Triatmodjo, 2010). Aliran permukaan (surface flow), merupakan bagian dari air hujan yang mengalir dalam bentuk lapisan atas permukaan tanah. Sumber kedua aliran antara adalah aliran arah lateral yang terjadi di bawah permukaan tanah. Aliran antara terdiri dari gerakkan air dan legas tanah secara lateral. Sumber ketiga, aliran air tanah merupakan aliran yang dibawah permukaan air tanah ke elevasi rendah yang alirannya menuju ke sungai atau langsung ke laut.

Menurut Wilson (1979), Faktor yang mempengaruhi limpasan dibedakan menjadi dua. Pertama faktor yang mempengaruhi adalah volume limpasan yaitu hujan, evaporasi, dan luas DAS. Kedua faktor yang mempengaruhi bentuk hidrograf aliran permukaan adalah hujan (tipe, intensitas, lama hujan), topografi, geologi, tipe tanah, vegetasi penutup, dan pola aliran.

1.6.7. Model Hidrologi

Model dalam hidrologi dapat dikelompok menjadi tiga model fisik (physical

model), model analog (analog model) dan model matematik (mathematical model).

Secara umum model hidrologi merupakan sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks (Harto, 1993). Menurut Law dan Kelton (1987 dalam Lano, 2000), model hidrologi adalah sajian dari sederhana dari sebuah sistem, dengan tujuan untuk mempelajari sistem tersebut. Sedangkan dalam matematis model menjelaskan mengenai suatu gambaran dari suatu sistem

(10)

10 pemisalan, persamaan-persamaan dan cara-cara dalam melukiskan untuk kerja suatu sistem prototipe (Sudarmanto, 2006).

Menurut Harto (1993), tujuan dari penggunaan model hidrologi antara lain sebagai berikut:

1. Peramalan (forecasting), suatu sistem peringatan dan manajmen. Pengertiannya menunjukkan besaran maupun waktu kejadian yang dianalisis berdasar pada probabilistik.

2. Perkiraan (predadiction), mengenai besarnya kejadian dan waktu hipotetik (hypothetical future time).

3. Sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian. Dengan sistem yang telah ada dan pasti serta keluaranya dapat diketahui, maka masukkan dapat dikontrol dan diatur.

4. Sebagai alat pengenal (identification tool) dalam masalah perencanaan

(planninng).

5. Ekstrapolasi data atau informasi.

6. Memperkiraikan lingkungan sebagai akibat dari tingkat perilaku manusia yang berubah atau meningkat.

7. Penelitian dasar dalam proses hidrologi.

1.6.8. Konsep Neraca Air Model Mock

Model Mock merupakan salah satu model hidrologi yang memperkirakan besarnya debit suatu daerah aliran sungai berdasarkan pada konsep water balance.

Hujan yang turun ke permukaan bumi menjadi aliran sebagai analisis untuk mengetahui ketersediaan air permukaan setengah bulanan dengan menggunakan data yang realtif mudah diperoleh seperti data hujan, evapotranspirasi, dan karateristik hidrologi DAS (Nurrochmad, 1998).

Menurut Mock (1973), mengetahui ketersediaan air permukaan dikaji mengenai keseimbangan air berdasarkan curah hujan, evapotranspirasi, dan

(11)

11 keseimbangan air di permukaan (neraca air) serta tampungan air tanah. Secara skematis model Mock disajikan pada Gambar 1.2.

Keterangan :

P = Hujan Et = Evapotranspirasi CF = Koefisien Tanaman ER = Kelebihan Hujan WS = Kelebihan Air di Permukaan SMC = Kapasitas Kelembaban Tanah ∆SM = Perubahan Kelembaban Tanah ISM = Kelembaban Tanah Awal DIC = Koefisien Infiltrasi Musim Kering WIC = Koefisien Infiltrasi Musim Hujan I = Infiltrasi

GWS = Tampungan Airtanah ∆V = Perubahan Tampungan Airtanah IGWS = Tampungan Airtanah Awal K = Koefisien Resesi DRO = Aliran Permukaan BF = Aliran Dasar TRO = Aliran Total

Et P Cf I ER DRO = WS - I BF = I - ∆V TRO = DRO + BF IGWS GWS ∆V SMC ISM WS DIC/WIC ∆SM

Gambar 1.2. Model Tangki Mock (Sumber: Nurrochmad, 1998)

Evapotranspirasi potensial dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dari Penman-Monteith yang telah banyak diterapkan di Indonesia. Perhitungan evapotranspirasi aktual dapat dihitung dengan rumus:

AET = CF x PET...(1.1)

Keterangan:

AET = evapotranspirasi aktual (mm/0,5 bulan).

(12)

12 CF = koefisien tanaman.

Model Mock tidak memperhitungkan dari faktor intersepsi, namun dalam model Mock, mengasumsikan bahwa peran koefisien tanaman dalam setiap pengunaan lahan sudah dianggap mewakili pengaruh faktor intersepsi dalam evapotranspirasi aktual (Sudarmanto, 2006).

Faktor kedua yang mempengaruhi metode Mock antara lain Curah hujan. Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah mengalami proses penguapan kembali (evapotranspirasi) dan sisanya dari curah hujan akan mencapai permukaan tanah

(excess rainfall) dirumuskan secara matematis antara lain (Mock, 1973):

ER = P – AET ...(1.2)

Keterangan:

ER = kelebihan air hujan (mm/0,5 bulan)

P = prepitasi (mm/0,5 bulan)

Kelebihan air ditentukan berdasarkan pada besaran hujan, evapotranspirasi, dan perubahan kandungan air tanah:

WS = ER - ∆𝑆𝑀....(1.3) Keterangan:

WS = kelebihan air (mm/0,5 bulan)

∆𝑆𝑀 = perubahan kelembaban tanah (mm/0,5 bulan)

Infiltrasi pada musim kemarau dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:

(13)

13 Sedangkan infiltrasi pada musim penghujan dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:

I = WIC x WS...(1.5)

Keterangan:

I = infiltrasi (mm/0,5 bulan)

WIC = koefisisen infiltrasi pada musim penghujan

DIC = koefisisen infiltrasi pada musim kemarau

Faktor terakhir yang mempengaruhi model Mock adalah tampungan airtanah. Tampungan airtanah dapat dihitung dengan rumus:

GWS = 0,5 x (1+k) x I x k x IGWS...(1.6)

Keterangan:

GWS = tampungan airtanah (mm/0,5 bulan)

IGWS = tampungan airtanah awal (mm/0,5 bulan)

k = faktor resesi tanah

Rumus aliran dasar antara lain sebagai berikut:

BF = I – (GWS-IGWS) ...(1.7)

Keterangan:

BF = Base flow / aliran dasar (mm/0,5 bulan)

Rumus aliran langsung dengan rumus:

(14)

14 Keterangan:

DRO = Direct runoff/ aliran langsung (mm/0,5 bulan)

Rumus aliran total dengan rumus:

TRO = DRO + BF...(1.9)

Keterangan:

TRO = Total runoff/ aliran total (mm/0,5 bulan)

Debit limpasan terhitung dapat dihitung dengan rumus:

Qcal =

𝐴 𝑥 𝑇𝑅𝑂 𝑥 1000

𝐻 𝑥 24 𝑥 3600 ...(1.10)

Keterangan:

Qcal = Debit limpasan terhitung (m3/s)

A = Luas DAS (Km2).

H = Jumlah hari dalam setengah bulan perhitungan

1.6.9. Kalibrasi Model Mock

Kalibrasi didefinisikan sebagai proses penyesuaian parameter model yang berpengaruh terhadap kejadian aliran. Proses kalibrasi merupakan upaya untuk memperkecil penyimpangan yang terjadi. Besar nilai parameter tidak dapat ditentukan dengan pasti, sehingga proses kalibrasi dikatakan berhasil jika nilai parameter telah mencapai nilai ketelitian yang ditentukan.

Kalibrasi merupakan proses yang diharuskan untuk dilakukan dalam menenukan parameter-parameter yang belum diketahui, supaya keluaran model dekat dengan keluaran DAS (Harto, 1993).

(15)

15 Optimasi parameter kalibrasi dilakukan dengan cara berulang-ulang untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Optimasi adalah proses yang mengharuskan dalam memberikan hasil minimum atau hasil maksimum dari fungsi beberapa variabel (Damanjaya, 1998 dalam Indrayanti, 2007).

Praktek kalibrasi terdapat tiga cara yang dapat ditempuh yaitu (Fleming, 1975; Indarto, 2010)): 1. pengaturan parameter secara manual berdasarkan pengamatan, 2. pengaturan parameter secara otomatis yang dilakukan oleh program komputer dengan kontrol ketelitian yang dikehendaki, dan 3. kombinasi antara coba ulang secara manual dan otomatis. Dalam penelitian ini proses kalibrasi yang digunakan adalah proses secara kombinasi. Kalibrasi secara otomatis yang diterapkan dengan menggunakan fasilitas solver Microsoft Excel, dalam mempermudah proses optimasi ditunjukkan dengan skematis pada Gambar 1.3.

Fungsi dari optimasi itu sendiri adalah berupa hubungan antara debit hasil model dan debit teukur yang menunjukkan pada nilai minimal penyimpangan kedua debit tersebut. Selanjutnya algortima optimasi dapat diterapkan dengan mengacu pada fungsi hubungannnya tersebut untuk mendapatkan nilai-nilai paramater DAS yang dikeluarkan model terdekat dengan debit lapangan (Harimawan, 2003).

1.6.10. Ketersediaan Air

Ketersediaan air merupakan jumlah air (debit) yang diperkirakan terus-menerus ada di suatu lokasi di sungai dengan jumlah tertentu da jangka waktu (periode) tertentu (Direktorat Irigasi, 1980 dalam Triatmodjo, 2000). Konsep dasar yang digunakan dalam setiap metode untuk ketersediaan air adalah daur hidrologi. Hal ini titik berat analisis dipusatkan pada debit aliran yang melalui sistem DAS. Ketersediaan air mempunyai tujuan dalam menentukaan besaran air yan tersedia dalam suatu sistem DAS.

Debit andalan merupakan debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang mempunyai kemungkinan untuk terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluaan. Perhitungan besarnya air tersedia digunakan untuk

(16)

16 mengetahui air yang tersedia dapat digunakan untuk berbagai kegiatan seperti untuk air pertanian, air baku, maupun PLTA dan lainnya. Untuk keperluaan irigasi, debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi ditetapakan 80%, sedang untuk keperluaan air baku biasanya ditetapkan 90% (Triatmodjo, 2000).

Data masukan P, Et, CF, A, Qobs, SMC, i, ISM, k

SOLVER

Selesai WS = ER - ∆SM

I = DIC x WS atau WIC x WS GWS = 0,5 x (1+k) I x k + IGWS ∆V = GWS – IGWS BF = I - ∆V DRO = WS – I TRO = BF + DRO Qcal = AxTROx1000/ Hx24x3600 R ≥ 0,7 VE ≤ 5 % Ya Tidak ER = P – Eta SMC = SMC (i-1) + ERi

SMCi > ISM SMCi = ISM

SMCi < 0 SMCi = 0 Tidak

Tidak

Ya Ya

(17)

17 1.6.11. Penelitian Sebelumnya

Arif Sudarmanto (2006), penelitian yang berjudul Prediksi Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock (Studi Kasus di DAS Bogowonto Hulu diatas Bendung Pinggit) Kab. Wonosobo, Jawa Tengah. Penelitian ini menerapkan model Mock dalam memprediksi ketersediaan air setengah bulanan di DAS Bogowonto.Hasil penelitian yang dilakukan di DAS Bogowonto Hulu dengan model Mock menunjukkan bahwa proses kalibrasi pada tahun 2002-2003 koefisien korelasinya (R) sebesar 0,96 dan volume error (VE) kesalahan sebesar -14,29 %. Sedangkan verifikasi (2003-2004) koefisien korelasi (R) sebesar 0,92 dan volume error (VE) sebesar 6,08 %. Menunjukkan bahwa model Mock dapat digunakan dan diterapkan dalam memprediksi ketersediaan air di DAS Bogowonto.

Nurul Pramiftah (2009), melalukan penelitian dengan judul Prediksi Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock di DAS Bedog DIY. Tujuan dari penelitian antara lainnya menerapakan model Mock dalam memprediksi debit aliran setengah bulanan dan mengetahui ketersediaan air setengah bulanan di DAS Bedog DIY. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil kalibrasi dari model Mock koefisien korelasi (R) sebesar 0,911 dengan volume error nya sebesar -2,7 persen, sedangkan pada uji kriteria didapatkan hasil verifikasi, nilai R sebesar 0,88 dan VE 4,55 %. Nilai debit andalan yang dihasilkan pada probabilitas 60 % berkisar 0,94 m3 /s hingga 13,78 m3 /s dan debit andalan 80 % sebesar 0,76 m3 /s hingga 11,85 m3 /s.

Ana Maisyaroh Indrayanti (2007), melakukan penelitian yang berjudul Perhitungan Debit Aliran Menggunakan Model Mock di DAS Luk Ulo di atas Bendung Kaligending Provinsi Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung parameter-parameter dari model Mock di DAS Luk Ulo di atas Bendung Kaligending untuk menghitunng debit andalan pada DAS tersebut. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai korelasi pada proses kalibrasi pada tahun 2003 sebesar, R 0,18 dan nilai volume error sebesar -6,07 %. Sedangkan proses verifikasi tahun 2004, R sebesar 0,15 dan volume error sebesar

(18)

-18 16,83 % dan tahun 2005 nilai koefisien korelasi sebesar 0,15 dan volume error

sebesar -7,53 %. Perhitungan debit andalan dari hasil model di DAS Luk Ulo di atas Bendung Kaligending menunjukkan bahwa debit andalan tertinggi terjadi pada bulan Januari periode I sebesar 55,94 m3 /s dan debit andalan terendah terjadi pada bulan Oktober periode II dengan 0,28 m3 /s.

(19)

19 Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya

NO Nama Judul Tujuan Metode Hasil

1 Arif Sudarmanto (2006)

Prediksi Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock (Studi Kasus Di DAS Bogowonto Hulu Diatas Bendung Pingit) Kab. Wonosobo, Jawa Tengah.

Menerapkan model Mock dalam memprediksi debit aliran setengah bulanan serta mengetahui ketersediaan air setengah bulanan di DAS Bogowonto Hulu diatas Bendung Pingit) Kab. Wonosobo, Jawa Tengah

Mock

Nilai tolok ukur keberlakukan model pada tahap kalibrasi (2002-2003) dengan nilai koefisien korelasi (R) 0,96 dan volume kesalahan (VE) -14,29 % dan hasil dari verifikasi (2003-2004) koefisien korelasi (R) sebesar 0,92 dan volume error (VE) sebesar 6,08 persen.

2

Nurul Pramiftah (2009)

Prediksi Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock di DAS Bedog DIY.

Menerapkan model Mock dalam memprediksi debit aliran setengah bulanan serta mengetahui ketersediaan air setengah bulanan di DAS menggunakan debit andalan 60 % dan 80 %.

Mock

Proses kalibrasi nilai koefisien korelasi (r) tahun 2005 sebesar 0,911 dan volume error (VE) -2,7 % . Dengan uji verifikasi (r) tahun 2006 sebesar 0,88 dan VE 4,55%. Debir andalan 60 % setengah bulanan sebesar 0,94 m3/s dan 80 % sebesar 11,85

m3/s. 3 Ana Maisyaroh Indrayanti (2007)

Perhintungan debit aliran menggunakan model Mock di DAS Luk Ulo Hulu di atas Bendungan Kaligending, Provinsi Jawa Tengah

Menghitung parameter-parameter dari model Mock di DAS Luk Ulo di atas Bendung Kaligending untuk menghitunng debit andalan.

Mock

Hasil kalibrasi nilai koefisien korelasi dalam proses verifikasi tahun 2004 sebesar 0,15 dan volume error sebesar -16,83 persen dan tahun 2005 nilai koefisien korelasi sebesar 0,15 dan

volume error sebesar -7,53 persen. Debit andalan terendah pada bulan Januari periode I sebesar 55,94 m3/s dan debit

andalan terendah pada bulan Oktober periode II sebsar 0,28 m3/s.

(20)

20 1.7. Kerangka Pemikiran

DAS merupakan suatu sistem ekosistem yang kompleks dan mempunyai berbagai fungsi yang terdapat di dalamnya, termasuk salah satu sebagai fungsi daerah tangkapan air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebagian ada yang masuk ke dalam tanah, sebagaian diuapkan kembali, dan sebagaian lagi menjadi aliran di sungai. Proses hidrologi yang terjadi merupakan proses pengalih ragaman hujan menjadi aliran, merupakan proses alami yang sangat kompleks terjadi dalam sistem DAS. Kompleksitas proses ini dipengaruhi oleh sifat masukan yang mempunyai ruang dan waktu yang tinggi, tetapi juga dipengaruhi oleh sistem DAS itu sendiri.

Ketersediaan air merupakan jumlah air yang diperkirakan ada terus-menerus dalam sungai dengan air hujan yang langsung jatuh dalam jumlah tertentu dan periode tertentu dalam suatu wilayah. Besarnya nilai ketersediaan air tergantung pada jumlah masukan air di wilayah tersebut, yang dikurangi dengan nilai kehilangan air. Kehilangan air ini disebabkan dari proses evaporasi, intersepsi dan transpirasi yang secara umum dikenal dengan proses evapotranspirasi, serta proses infiltrasi.

Ketersediaan air sering dikaitkan dengan curah hujan dan debit, yang mana ketersediaan air ditandai dengan besar-kecilnya nilai debit pada wilayah tersebut. Besarnya nilai curah hujan dan debit dapat diketahui dari data rekaman alat yang digunakan untuk mencatatnya. Pemasangan alat dan data perekaman alat mempengaruhi dari nilai debit, semakin panjang data perekaman data curah hujan, iklim dan debit, dapat diketahui nilai ketersedian air di wilayah tersebut.

Model hidrologi yang sederhana dengan menghubungkan hujan dan aliran pada sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah model Mock. Model ini mentransformasi hujan-aliran mengikuti prinsip water balance untuk memperkirakan ketersediaan air (debit) suatu sungai. Masukan model Mock adalah berupa data curah hujan yang di analisis dengan pendekatan satu stasiun hujan, evapotranspirasi potensial dengan pendekatan metode Penman-Monteith, koefisien tanaman yang didasarkan pada penggunaan lahan. Nilai Kc (koefisien tanaman)

(21)

21 pada tiap jenis tanaman berbeda-beda dan data debit aliran hasil pengamatan pada periode setengah bulan dari Balai Penelitian Kehutanan (BPK Bengawan Solo).

Secara sederhana kerangka pikir yang dibangun untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini disajikan dalam bagan berikut ini (Gambar 1.4):

Data Curah Hujan, Evapotranspirasi dan

Debit Harian

Penetapan Awal Parameter Model Mock

WIC, DIC, ISM, SMC, IGWS dan k

Karateristik DAS Paramater Model Mock

WIC, DIC, ISM, SMC, IGWS dan k

Paramater Model Mock

Prediksi Debit Aliran

Ketersediaan Air DAS Sebagai Sistem

Hidrologi

Uji Ketepatan Model (R, VE, R2)

Verifikasi Model Kalibrasi Model, dengan

Teknik Optimasi

Gambar 1.4. Diagram Pemikiran

Kajian model Mock ini, menggunakan tolok ukur uji yaitu: uji koefisien korelasi (R), koefsien determinasi (R2) dan volume error (VE). Nilai koefisien

korelasi (R) > 0,7 sudah menunjukkan hubungan yang cukup tinggi antara model dan data observasi dan uji tolok ukur koefisien determinasi (R2) dianggap baik, bila

(22)

22 nilainya > 50 % , serta nilai volume error (VE), semakin mendekati < 5 % (0,05) menunjukkan model sudah dianggap baik.

Parameter awal model Mock meliputi SMC (kapasitas kelembaban tanah), ISM (kelembaban tanah awal), DIC (koefisien infiltrasi musim hujan), IGWS (tampungan airtanah awal), dan k (koefisien resesi airtanah). Penggunaan fasilitas

Microsoft Excel yaitu solver dalam proses optimasi akan memproses dan bekerja

sampai diperoleh nilai dengan keofisien korelasi (R) > 0,7 dan koefisien determinasi (R2) > 50 % serta volume error (VE) < 5 %. Berdasarkan optimasi diperoleh parameter Model Mock yang digunakan digunakan untuk memprediksi debit rerata setengah bulanan pada tahun-tahun yang lain.

1.8. Batasan dan Istilah

Curah Hujan: Banyak air yang jatuh ke permukaan bumi, permukaan bumi tersebut dianggap datar, kedap dan tidak mengalami penguapan serta tersebar secara merata yang dinyatakan sebagai ketebalan (Soewarno, 2000).

Evapotranspirasi: Merupakan keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan tanah, air dan vegetasi yang di uapkan kembali ke atmosfer oleh adanya pengaruh dari faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi (Asdak, 2001).

Infiltrasi: Air yang jatuh ke permukaan bumi dan diterima permukaan bumi masuk kedalam tanah dengan gayak gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran (Seyhan, 1990).

Debit: Merupakan jumlah/besarnya volume air yang mengalir melewati suatu saluran atau penampang melintang sungai tiap satuan waktu (Asdak, 2001).

Limpasan: Merupakan air hujan yang jatuh ke permukaan bumi hingga masuk ke alur sungai. Ditelusuri ada tiga telusuran yaitu limpasan permukaan, aliran antara dan aliran airtanah (Triatmodjo, 2010).

(23)

23 Model Hidrologi: Sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks (Harto, 1993).

Ketersediaan Air: Merupakan jumlah air (debit) yang diperkirakan ada terus-menerus dalam sungai dengan air hujan yang langsung jatuh dalam jumlah tertentu dan periode tertentu (Lano, 2000).

Gambar

Gambar 1.1. Siklus Hidrologi (http://ga.water.usgs.gov/edu/watercyclebahasahi.html)  1.6.2
Gambar 1.2. Model Tangki Mock (Sumber: Nurrochmad, 1998)
Gambar 1.3. Diagram Alir Optimasi Parameter Model Mock (Nurrochmad, 1998).
Gambar 1.4. Diagram Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

)elemahan ne-ara tertent# a*at mem*en-ar#hi oran- lain :nvestor instit#si *inah investasi mere)a )el#ar  ari zona e#ro an )e aerah lain.. investor instit#si

Hal ini disebabkan anak-anak pada kelompok eksperimen diberi kesempatan untuk belajar berperilaku yang menunjukkan pendapat dan perasaannya melalui permainan drama yang

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Kantor Unit Sumber, dengan tujuan mengetahui sektor ekonomi apa yang paling banyak mengalami kredit bermasalah di tahun 2015-2016 dan apa saja penyebab sekaligus tindakan

Ceramah, Diskusi dan Latihan  Tingkat komunikatif  Kemampuan mengidentifikasi  Kemampuan Menjawab 7.5%.. 7 Mampu memahami dan menjelaskan konsep dan prinsip dasar

tersebut menjadi suatu kendala bagi calon konsumen yang ingin mendapatkan produk dari PT. Mandiri Tunas Finance. Pada X 1.3 jumlah skor ada 4 responden yang menyatakan bahwa

Begitu juga dengan Penelitian [18] pada pemerintahan kota Banda Aceh menjelaskan bahwa pemahaman akuntansi, pemanfaatan sistem informasi akuntansi keuangan daerah