BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu
titik temu antara pemilik perusahaan (principal) dengan
manajemen (agent). (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Yustini
dan Cholis, 2012) menyatakan bahwa hubungan keagenan
merupakan sebuah kontrak yang terjadi antara manajer (agent)
dengan pemilik perusahaan (principal). Wewenang dan tanggung
jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas
persetujuan bersama.
Terdapat dua kepentingan yang berbeda antara agent dan
principal dimana masing memiliki kepentingan
masing-masing untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran
yang dikehendaki (Ali, 2002 dalam Ujiyantho dan Bambang,
2007). Untuk itu diperlukan adanya asimetri antara manajemen
dengan pemilik.
Pemilik perusahaan mempekerjakan manajer untuk
melakukan tugas kepentingan pemilik perusahaan, termasuk
saham bertindak sebagai pemilik perusahaan, dan CEO (Chief
Executive Officer) sebagai manajer mereka. Pemegang saham
mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan
principal.
2.1.2 Informasi Asimetri
Menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) tujuan laporan
keuangan adalah menyediakan informasi yang berkaitan dengan
posisi keuangan, prestasi (hasil usaha) perusahaan, serta perubahan
posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi (Ghozali dan Chariri,
2007).
Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (2009) menyatakan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan
keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat
bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan
keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya
yang dipercayakan kepada mereka.
Laporan keuangan diperlukan perusahaan untuk
juga laporan keuangan digunakan untuk dasar menentukan posisi
keuangan perusahaan tersebut.
Salah satu kendala yang akan muncul antara agent dan
principal adalah adanya informasi asimetri (information asymetry).
Asimetri antara manajemen dengan pemilik dapat memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba
dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai
kinerja ekonomi perusahaan (Ujiyantho dan Bambang, 2007). Hal
ini menyebabkan manajemen leluasa menggunakan informasi yang
diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai
usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya.
2.1.3 Corporate Governance
Corporate governance merupakan salah satu konsep yang
dapat dipergunakan dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang
meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan,
dewan direksi, para pemegang saham dan pemangku kepentingan
perusahaan lainnya (Yustini dan Cholis, 2012).
Prinsip-prinsip pokok Good Corporate Governance yang
dinyatakan oleh KNKG (2006) harus diterapkan pada setiap aspek
bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Prinsip tersebut adalah:
1. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis,
relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi
juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
2. Accountability (Akuntabilitas)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu
perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan
serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat
dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
4. Independency (Independensi)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas Good Corporate
Governance, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Fairness (Kesetaraan dan kewajaran)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus
senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.
Manfaat dari prinsip corporate governance yang diterapkan
Menurut Herawaty (2008) yaitu:
1. Meminimalkan agency costs dengan mengontrol konflik
kepentingan yang mungkin terjadi antara pincipal dengan
agent.
2. Meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal
positif kepada para penyedia modal.
3. Meningkatkan citra perusahaan.
4. Meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost
of capital yang rendah.
5. Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder
2.1.3.1 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan
saham perusahaan oleh instansi keuangan seperti
perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment
banking (Siregar dan Siddharta, 2005 dalam Yustini dan
Cholis, 2012).
Melalui kepemilikan institusional tersebut pihak
principal dapat mengendalikan pihak manajemen melalui
proses monitoring secara efektif sehingga dapat
mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu
yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses
penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup
kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak
manajemen (Gideon, 2005 dalam Ujiyantho dan Bambang,
2007).
2.1.3.2 Ukuran Dewan Komisaris
Dalam KNKG (2006) dewan komisaris merupakan
organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab
secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan nasihat
kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan good corporate governance.
Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah
dari internal perusahaan maupun dari eksternal perusahaan
(Wahyono dkk., 2013). Banyaknya anggota yang menjadi
dewan komisaris akan berakibat pada buruknya kinerja
perusahaan karena sulit untuk berkomunikasi dan
mengkoordinir kerja dari masing-masing anggota dewan itu
sendiri.
Menurut Yustini dan Cholis (2012) agar
pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan secara
efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi dewan komisaris harus
memungkinkan pengambilan keputusan
secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat
bertindak independen.
2. Anggota dewan komisaris harus profesional,
yaitu berintegritas dan memiliki kemampuan
sehingga dapat menjalankan fungsinya
dengan baik termasuk memastikan bahwa
direksi telah memperhatikan kepentingan
semua pemangku kepentingan.
3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat
dewan komisaris mencakup tindakan
pencegahan, perbaikan, sampai kepada
2.1.3.3 Komisaris Independen
Menurut peraturan Bank Indonesia nomor
8/14/PBI/2006, komisaris Independen adalah anggota
dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan,
kepengurusan, kepemilikan saham dan atau hubungan
keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi
dan atau pemegang saham pengendali atau hubungan
dengan bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.
Ujiyantho dan Bambang (2007) mengatakan bahwa
komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk
melaksanakan fungsi monitoring agar terciptanya
perusahaan yang good corporate governance. Komisaris
independen dapat bertindak sebagai penengah, mengawasi
dan memberikan nasihat kepada manajemen.
2.1.3.4 Komite Audit
Komite audit sesuai dengan Kep.29/PM/2004,
mendefinisikan sebagai komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris untuk melaksanakan tugas pengawasan
pengelolaan perusahaan.
Keanggotaan komite audit terdiri dari
komite yang berasal dari komisaris hanya satu orang yaitu
komisaris independen perusahaan sekaligus menjadi ketua
komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan
komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal
yang independen.
Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 merupakan
peraturan yang mewajibkan perusahaan membentuk komite
audit, tugas komite audit antara lain:
1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan
yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti
laporan keuangan, proyeksi dan informasi
keuangan lainnya,
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal dan peraturan perundangan
lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
perusahaan,
3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan
pemeriksaan oleh auditor internal,
4. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko
yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan
5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada
dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan
dengan emiten,
6. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan
rahasia perusahaan.
2.1.4 Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan
maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal
dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi
(Murtini dan Mansyur, 2012). Manajemen laba merupakan
masalah keagenan sehingga memicu adanya perbedaan
kepentingan antara pemegang saham dan manajer.
Faktor-faktor yang mendorong tindakan manajer dalam
melakukan kegiatan manajemen laba menurut scott (2009) dalam
Wahyono dkk. (2013) adalah:
1. Kontrak Bonus
Laba sering dijadikan indikator penilaian prestasi manajer
perusahaan. Oleh karena itu, jika manajer perusahaan yang
memperoleh laba di bawah target laba, maka akan
melakukan manipulasi laba agar memperoleh bonus yang
2. Stock Price Effect
Manajer melakukan manajemen laba dalam laporan
keuangan bertujuan untuk mempengaruhi pasar.
3. Faktor Politik
Untuk mengurangi biaya politis dan pengawasan dari
pemerintah, dilakukan dengan cara menurunkan laba, untuk
memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah
misalnya, dilakukan dengan cara menurunkan laba untuk
meminimalkan tuntutan serikat buruh.
4. Faktor Pajak
Pada perioda terjadi kenaikan harga (inflasi), penggunaan
LIFO akan menghasilkan laba yang dilaporkan lebih rendah
dan pajak yang dibayarkan juga menjadi lebih rendah. Jadi
manajer perusahaan berusaha menurunkan laba dengan
tujuan untuk mengurangi beban pajak yang dikenakan
perusahaan.
5. Penawaran Saham Perdana (IPO)
Pada umumnya, perusahaan yang akan melakukan
penawaran saham perdana (IPO) melakukan aktifitas
manajemen laba pada periode terakhir sebelum IPO. Saat
perusahaan go public, informasi keuangan yang ada dalam
prospektus merupakan sumber informasi yang penting dan
calon investor tentang nilai perusahaan untuk
mempengaruhi calon investor, maka manajer berusaha
untuk menaikkan laba yang dilaporkan, agar harga saham
tinggi pada saat IPO.
Teknik dalam manajemen laba menurut Setiawati dan
Na’im (2000) dalam Wahyono dkk. (2013) dapat dilakukan dengan
tiga teknik:
1. Memanfaatkan peluang atau memainkan kebijakan untuk
membuat estimasi akuntansi manajemen mempengaruhi
laporan keuangan dengan cara manajemen mempengaruhi
laba melalui judgment (perkiraan) estimasi akuntansi antara
lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun
waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak
berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
2. Mengubah metode akuntansi
Untuk dapat menaikkan dan menurunkan angka laba yaitu
dengan mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan
metode sebelumnya, Perubahan metode akuntansi tersebut
yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh :
merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode
depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus,
merubah metode perhitungan persediaan dari metode LIFO
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Banyak hal yang menggeser periode biaya atau pendapatan,
sebagai contoh merekayasa periode biaya atau pendapatan,
seperti mempercepat atau menunda pengeluaran untuk
meneliti dan mengembangkan sampai pada periode
akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda
pengeluaran promosi sampai periode berikutnya,
mempercepat atau menunda pengiriman produk ke
pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah
tidak dipakai.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti
dan Tahun Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Nasution dan
Doddy (2007)
Variabel dependen : Manajemen Laba. Variabel Independen : Pengaruh corporate governance
(komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris dan komite audit).
Populasi dan sampel : Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEJ 2000-2004.
Komposisi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh secara negatif signifikan manajemen laba, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. 2 Ujiyantho dan
Bambang (2007)
Variabel dependen : manajemen laba Variabel independen : Mekanisme corporate governance
institusional, Populasi dan sampel : Perusahaan
manufaktur 2002-2004
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, dan proporsi dewan komisaris independen
Variabel dependen : Earnings management dalam menilai kinerja keuangan
Variabel independen : Pengaruh penerapan
Sampel dan populasi : Perusahaan perbankan indonesia yang listing di BEI 2005-2007
kepemilikan manajerial yang terbukti
berpengaruh terhadap manajemen laba
sedangkan ukuran dewan komisaris, komposisi
Variabel dependen : Manajemen Laba Variabel Independen : Pengaruh corporate
komisaris dan kualitas auditor).
Populasi dan sampel : Perusahaan go public di Indonesia tahun 2004-2007.
Kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional,komisaris independen dan kualitas auditor berpengaruh negatif terhadap manajemen laba,
sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap
4 Yustini dan Cholis (2012)
Variabel dependen : Manajemen laba Variabel Independen : Pengaruh corporate governance (proporsi komisaris independen, ukuran dewan
komisaris independen dan komite audit). Populasi dan sampel : Perusahaan perbankan publik 2009-2011
komite audit yang mempengaruhi manajemen laba sedangkan proporsi komisaris independen dan ukuran dewan komisaris tidak mempengaruhi manajemen laba.
5 Wahyono dkk. (2013)
Varibel dependen : Manajemen laba Variabel independen : Pengaruh corporate governance (dewan komisaris, komite audit,manajemen dan shareholder).
Populasi dan sampel : Perbankan persero dan perbankan umum swasta nasional di BEI 2008-2010.
Mekanisme corporate governance berpengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba.
2.2 Kerangka Pemikiran
Untuk menggambarkan pengaruh mekanisme corporate
governance terhadap manajemen laba, maka dibuat suatu kerangka
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Mekanisme Corporate Governance :
H1-
H2+
H3-
H4-
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan
permasalahan dan tujuan yang ada dapat diuraikan sebagai berikut :
2.3.1 Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba
Kepemilikan institusional memiliki kemampuan
mengendalikan manajemen dengan memonitoring tindakan
manajemen sehingga dapat mengurangi manajemen laba (Murtini
dan Rizal, 2012).
Ujiyantho dan Bambang (2007) menemukan bukti bahwa
adanya kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba. Hal ini juga tidak terbukti oleh penelitian Guna
dan Arleen (2010) bahwa kepemilikan institusional dalam struktur Kepemilikan institusional
Ukuran dewan komisaris
Komite audit
Manajemen Laba
modal yang dimiliki di industri perbankan Indonesia jumlahnya
sangat sedikit sehingga tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba.
H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
2.3.2 Ukuran Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba
Makin banyaknya anggota dewan komisaris maka badan ini
akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya,
diantaranya kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir
kerja dari masing-masing anggota dewan itu sendiri. Dalam
penelitian Murtini dan rizal (2012) menyatakan bahwa ukuran
dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba, hal
ini juga mendukung penelitian dari Nasution dan Doddy (2007)
yang menyatakan hasil penelitiannya bahwa ukuran dewan
komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba hal ini
disebabkan ukuran dewan komisaris dalam perusahaan memiliki
dewan komisaris yang terlalu banyak sehingga memicu terjadinya
manajemen laba.
2.3.3 Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba
Menurut peraturan Bank Indonesia nomor 8/14/PBI/2006,
komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham
dan atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris
lainnya, direksi dan atau pemegang saham pengendali atau
hubungan dengan bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.
Penelitian Murtini dan Rizal (2012) dan Yustini Cholis
(2012) menyatakan bahwa komisaris independen berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba hal ini disebabkan karena
ketentuan minimum dewan komisaris independen sebesar 30%
mungkin belum cukup tinggi untuk menyebabkan para komisaris
independen tersebut dapat mendominasi kebijakan yang diambil
oleh dewan komisaris.
H3 : Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
2.3.4 Komite Audit terhadap Manajemen Laba
Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah
komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan
tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite
merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan.
Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara
pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen
dalam menangani masalah pengendalian.
Hasil penelitian Nasution dan Doddy (2007) dan Yustini
dan Cholis (2012) menyatakan bahwa komite audit berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba. Dengan demikian komite audit
sangat diperlukan untuk mengurangi adanya manajemen laba.