• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA PEMASARAN BENIH IKAN PATIN PT MITRA MINA NUSANTARA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA PEMASARAN BENIH IKAN PATIN PT MITRA MINA NUSANTARA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA PEMASARAN

BENIH IKAN PATIN PT MITRA MINA NUSANTARA

DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

SKRIPSI

AZIZAH PURWITASARI H34070032

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

AZIZAH PURWITASARI. Manajemen Risiko Operasional Pada Pemasaran

Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan WAHYU BUDI PRIATNA) Besarnya kontribusi perikanan terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan prime mover perekonomian nasional. Potensi perikanan Indonesia dapat terlihat pula dari total produksi perikanan yang semakin meningkat. Total produksi ikan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 63,243 persen dari tahun 2005 hingga 2010, yakni dari 6,8 juta ton pada tahun 2005 menjadi 10,8 juta ton pada tahun 2010. Berdasarkan total produksi tersebut, perikanan budidaya mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun 2010 dimana sektor perikanan menyumbang 50,433 persen dari total produksi nasional. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi perikanan budidaya meningkat sebesar 353 persen selama tahun 2010-2014. Hal ini sejalan dengan visi KKP untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk perikanan terbesar pada tahun 2015. Salah satu kebijakan yang dilakukan KKP untuk mencapai visi tersebut adalah menargetkan produksi lima komoditas utama perikanan budidaya, yakni rumput laut, lele, bandeng kerapu, dan patin mampu menjadi yang terbesar di dunia pada 2014. Dari kelima komoditi tersebut, target produksi ikan patin selama lima tahun mendatang merupakan yang terbesar.

Ikan patin memiliki potensi besar untuk dibudidayakan secara komersial. Meningkatnya produksi budidaya ikan patin, akan meningkatkan permintaan akan benih sehingga membuka peluang usaha yang lebih besar di usaha pembenihan sebagai upaya untuk mencapai target produksi. Ketersediaan benih ikan patin yang berkelanjutan dibutuhkan sesuai permintaan. PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan budidaya. Kegiatan utama dalam pemasaran benih ikan adalah menampung benih dari petani dan mendistribusikannya kepada konsumen ke berbagai wilayah di nusantara.

Usaha pemasaran benih ikan patin dihadapkan pada risiko yang dapat menghambat usaha ini. Risiko yang muncul pada usaha pemasaran benih ikan adalah risiko operasional. Proses distribusi merupakan sumber risiko terbesar yang dihadapi pemasar benih ikan. Berbagai macam risiko operasional yang ada membuat tingkat mortalitas benih tinggi. Indikasi risiko pada pemasaran benih menyebabkan perlunya suatu manajemen dalam menghadapi kerugian yang akan ditimbulkan. Dengan manajemen risiko sebuah usaha yang dijalankan diharapkan lebih dapat bertahan dimana potensi risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional pada unit pemasaran benih ikan patin yang dihadapi PT MMN, (2) Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada unit pemasaran benih ikan patin terhadap PT MMN (3) Menganalisis alternatif penanganan risiko operasional dalam unit pemasaran benih ikan patin yang dapat diterapkan oleh PT MMN.

(3)

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian kedua. Metode nilai standar digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko dan metode Value at Risk dipakai untuk mengetahui dampak risiko. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama dan ketiga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko-risiko yang teridentifikasi pada unit pemasaran PT MMN untuk komoditi benih ikan patin dikelompokkan berdasarkan penyebab risiko operasional yaitu risiko SDM, risiko teknologi, risiko alam, dan risiko proses. Berdasarkan metode nilai standar didapatkan nilai tertinggi dari keempat penyebab risiko operasional adalah risiko alam (48,4 %) dan nilai probabilitas terendah adalah risiko teknologi (0,05 %). Probabilitas risiko juga dihitung berdasarkan risiko per kejadian, bencana alam, kesalahan penggunaan kendaraan, dan kecelakaan merupakan kejadian yang memiliki probabilitas terbesar. Risiko proses merupakan risiko yang memiliki dampak atau kerugian terbesar yaitu Rp 7.464.425,27 dihitung menggunakan metode Value at

Risk (VaR). Dampak terjadinya risiko juga dihitung berdasarkan risiko per

kejadian. Penanganan tidak dilakukan dengan baik (kesalahan proses), kecelakaan, dan ketidaktelitian dalam melakukan sampling merupakan kejadian yang memiliki dampak terbesar.

Alternatif penanganan risiko operasional yang terjadi pada PT MMN dilakukan dalam dua strategi penanganan, yaitu preventif dan mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya risiko. Risiko alam, dan proses yang berada pada kuadran I dan II ditangani dengan membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur serta mengembangkan sumber daya manusia. Berdasarkan risiko per kejadian, bencana alam, kelalaian, dan pemilihan kendaraan yang salah berada pada kuadran I. ditangani dengan memperbaiki sistem dan prosedur. Strategi mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak risiko proses adalah dengan melakukan diversifikasi. Berdasarkan risiko per kejadian, risiko yang berada pada kuadran II dan IV adalah kecelakaan dan penanganan tidak dilakukan dengan baik. Penanganan tidak dilakukan dengan baik dapat ditangani dengan diversifikasi. Cara mitigasi yang dilakukan untuk mengurangi dampak terjadinya risiko kecelakaan adalah dengan mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Strategi lain yang digunakan sebagai alternatif strategi yang dilakukan adalah monitor, prevent at source, low control dan detect

(4)

MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA PEMASARAN

BENIH IKAN PATIN PT MITRA MINA NUSANTARA

DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

AZIZAH PURWITASARI H34070032

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(5)

Judul Skripsi : Manajemen Risiko Operasional Pada Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Nama : Azizah Purwitasari

NIM : H34070032

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si

NIP. 19670410 199103 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Manajemen Risiko Operasional Pada Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Azizah Purwitasari H34070032

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 1990. Penulis adalah

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mohammad Shodiq dan Ibu Sri Mahmudah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pejaten Barat 11 Pagi pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 227 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 55 Jakarta diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis pada Departemen Olahraga dan Seni selama dua periode yaitu pada tahun 2008-2009 serta pada tahun 2009-2010. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan-kepanitiaan yang dilaksanakan oleh organisasi-organisasi di kampus khususnya pada tingkat fakultas.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Operasional Pada Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko serta memberikan alternatif penanganan risiko operasional dalam unit pemasaran benih ikan patin yang dapat diterapkan oleh PT Mitra Mina Nusantara.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan akan adanya penelitian lanjutan dari pembaca yang membangun ke arah penyempurnaan dengan tema ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji dari komisi akademik pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Dosen dan staf Departemen Agribisnis khususnya Tintin Sarianti, SP, MM atas segala jawaban yang mencerahkan dan membuat penulis semakin bersemangat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak, Ibu, dan adik-adikku tercinta yang telah memberikan dukungan, do’a dan menemani dalam penyelesaian skripsi.

6. Agus Purnomo Wibisono, S.Pi selaku direktur pemasaran PT Mitra Mina Nusantara yang telah menyediakan waktu dan banyak membantu dalam pengumpulan data bagi skripsi ini.

7. Meita K. Warnaningsih selaku pembahas seminar, terima kasih atas masukan dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 44, Avy Luthfiandy, dan para sahabat di Kesebelasan atas dukungan, masukan, semangat, dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi serta semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Agustus 2011

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 7 1.3 Tujuan Penelitian ... 9 1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pemasaran Ikan Patin ... 11

2.1.1 Permintaan ... 11

2.1.2 Penawaran ... 11

2.1.3 Analisa Persaingan dan Peluang Pasar ... 13

2.1.4 Harga ... 15

2.1.5 Jalur Pemasaran Produk ... 15

2.1.6 Kendala Pemasaran ... 16

2.2 Kajian Risiko Bisnis ... 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 22

3.1.1 Risiko ... 22 3.1.2 Klasifikasi Risiko ... 22 3.1.3 Risiko Operasional ... 24 3.1.4 Manajemen Risiko ... 25 3.1.5 Pengukuran Risiko ... 28 3.1.6 Teknik Pemetaan ... 30 3.1.7 Penanganan Risiko ... 31 3.1.7.1 Preventif ... ... 32 3.1.7.2 Mitigasi ... ... 33

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

IV. METODE PENELITIAN ... 38

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4.2 Data dan Instrumentasi ... 38

4.3 Metode Pengumpulan Data... 39

4.4 Metode Pengolahan Data ... 39

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 40

4.4.2 Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko ... 41

(11)

4.4.4 Pemetaan Risiko ... 45

4.4.5 Penanganan Risiko ... 46

4.5 Definisi Operasional ... 48

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 50

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan... 50

5.2 Visi dan Misi Perusahaan ... 52

5.3 Lokasi Perusahaan ... 52

5.4 Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... 52

5.5 Unit Bisnis ... 54

5.6 Tenaga Kerja ... 55

5.7 Kegiatan Perusahaan ... 56

5.7.1 Pengadaan Benih Ikan ... 56

5.7.2 Proses Penanganan ... 57

5.7.3 Kegiatan Distribusi ... 63

5.8 Rencana Pengembangan Usaha ... 64

VI. IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN ... 65

6.1 Sumber-sumber Risiko Perusahaan ... 65

6.1.1 Risiko Sumberdaya Manusia ... 65

6.1.2 Risiko Teknologi ... 67

6.1.3 Risiko Alam ... 69

6.1.4 Risiko Proses ... 70

VII. PENGUKURAN DAN STRATEGI PENANGANAN ... 72

7.1 Analisis Probabilitas Risiko Operasional ... 72

7.2 Analisis Dampak Risiko Operasional ... 76

7.3 Status Risiko ... 78

7.4 Pemetaan Risiko ... 80

7.5 Strategi Penanganan Risiko ... 85

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

8.1 Kesimpulan ... 93

8.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto Perikanan (Atas Dasar Harga Berlaku)

Miliar Rupiah ... 2

2. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2005-2009 ( Ton ) ... 2

3. Volume Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama Tahun 2007 - 2009... 4

4. Produksi Benih Per Jenis Ikan Per Kecamatan 2009 ... 13

5. Daftar Risiko Sumberdaya Manusia ... 66

6. Daftar Risiko Teknologi ... 69

7. Daftar Risiko Alam ... 70

8. Daftar Risiko Proses ... 71

9. Tingkat Probabilitas Sumber Risiko ... 72

10. Probabilitas Risiko Berdasarkan Risiko per Kejadian ... 74

11. Perbandingan Dampak Terjadinya Risiko Terhadap Perusahaan ... 76

12. Dampak Terjadinya Risiko Berdasarkan Risiko per Kejadian ... 77

13. Status Risiko ... 79

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tingkat Mortalitas Benih Ikan Patin PT MMN ... 8

2. Omzet Penjualan Benih Ikan Patin PT MMN ... 8

3. Rantai Pemasaran Benih Ikan Produksi Deddy Fish Farm. .. 16

4. Tahapan Proses Manajemen Risiko. ... 27

5. Peta Risiko ... 29

6. Diagram Pemetaan Risiko ... 30

7. Peta Risiko – Strategi Preventif ... 32

8. Peta Risiko – Strategi Mitigasi ... 33

9. Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

10. Peta Risiko ... 45

11. Peta Risiko – Strategi Preventif ... 47

12. Peta Risiko – Strategi Mitigasi ... 47

13. Alternatif Strategi Menghadapi Risiko ... 48

14. Struktur Organisasi PT Mitra Mina Nusantara. ... 53

15. Peta Risiko PT Mitra Mina Nusantara ... 81

16. Peta Risiko Berdasarkan Risiko per Kejadian ... 82

17. Strategi Preventif Risiko Operasional ... 86

18. Strategi Preventif Risiko per Kejadian ... 87

19. Strategi Mitigasi Risiko Operasional ... 89

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kegiatan Perusahaan ... 98

2. Perhitungan Probabilitas Risiko Operasional ... 99

3. Perhitungan Probabilitas Risiko Sumberdaya Manusia. ... 100

4. Perhitungan Probabilitas Risiko Teknologi ... 100

5. Perhitungan Probabilitas Risiko Alam ... 101

6. Perhitungan Probabilitas Risiko Proses. ... 101

7. Perhitungan Dampak Risiko Operasional ... 102

8. Perhitungan Dampak Risiko Sumberdaya Manusia ... 103

9. Perhitungan Dampak Risiko Teknologi. ... 103

10. Perhitungan Dampak Risiko Alam ... 104

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 km1. Luas wilayah perairan Indonesia mencapai 5,8 juta km2 dan mendominasi lebih dari 70 persen dari luas territorial Indonesia. Wilayah perairan Indonesia terdiri dari 3,1 juta km2 perairan nusantara dan 2,7 juta km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia diduga sebesar 6,26 juta ton per tahun2. Berdasarkan luasan wilayah perairan tersebut, sektor perikanan memiliki potensi untuk berkembang dilihat dari segi ekonomi maupun produksi.

Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan memegang peranan strategis dalam memberikan kontribusi bukan hanya untuk PDB kelompok pertanian secara umum, tetapi juga pada PDB nasional3. Besarnya kontribusi perikanan terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional. PDB sektor perikanan berdasarkan harga berlaku pada tahun 2004 adalah Rp 53,01 triliun atau sama dengan 16,107 persen dari PDB kelompok pertanian dan 2,309 persen dari PDB nasional. Pada 2008, PDB sektor perikanan meningkat menjadi Rp 137,249 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi pada PDB kelompok pertanian menjadi sekitar 19,167 persen atau kontribusi terhadap PDB nasional sekitar 2,772 persen. Sampai dengan triwulan ketiga tahun 2009, PDB perikanan mencapai Rp 177,773 triliun atau memberikan kontribusi 20,713 persen terhadap PDB kelompok pertanian dan 3,167 persen terhadap PDB nasional. Besarnya PDB Perikanan atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Perikanan (Atas Dasar Harga Berlaku) Miliar

Rupiah

1 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia NO. PER. 06/MEN/2010. Dirilis

tanggal 18 Februari 2010.

2

Isnan W. 2008. Potensi Wilayah Pesisir dan Lautan Dalam Mendukung Pembangunan Indonesia. http://wahyudiisnan.blogspot.com/2008/06/potensi-wilayah-pesisir-dan lautan.html [Diakses tanggal 9 Juli 2011].

(16)

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008* 2009** 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 329.124,6 364.169,3 433.223,4 541.931,5 716.065,3 858.252,0 a. Tanaman Bahan Makanan 165.558,2 181.331,6 214.346,3 265.090,9 349.795,0 418.963,9 b. Tanaman Perkebunan 49.630,9 56.433,7 63.401,4 81.664,0 105.969,3 112.522,1 c. Peternakan 40.634,7 44.202,9 51.074,7 61.325,2 82.676,4 104.040,0 d. Kehutanan 20.290,0 22.561,8 30.065,7 36.154,1 40.375,1 44.952,1 e. Perikanan 53.010,8 59.639,3 74.335,3 97.697,3 137.249,5 177.773,9 Produk Domestik Bruto 2.295.826,2 2.774.281,1 3.339.216,8 3.950.893,2 4.951.356,7 5.613.441,7 Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 2.083.077,9 2.458,234,3 2.967.040,3 3.534.406,5 4.427.193,3 5.146.512,1 Persentase PDB Perikanan terhadap

Kelompok Pertanian 16,107 16,377 17,159 18,028 19,167 20,713 PDB Total 2,309 2,150 2,226 2,473 2,772 3,167 Sumber: BPS (2010)

(*Angka Sementara; ** Angka Sangat Sementara)

Potensi perikanan Indonesia dapat terlihat pula dari total produksi perikanan yang semakin meningkat dapat dilihat sebagaimana pada Tabel 2. Total produksi ikan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 63,243 persen dari tahun 2005 hingga 2010, yakni dari 6,8 juta ton pada tahun 2005 menjadi 10,8 juta ton pada tahun 2010.

Tabel 2. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2005-2010

Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2011)

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa perikanan budidaya Tahun

Produksi Ikan Budidaya (Ton)

Produksi Ikan Tangkap (Ton) Total Produksi (Ton) 2005 2.163.674 4.705.868 6.869.542 2006 2.682.596 4.769.160 7.451.756 2007 3.088.800 4.940.000 8.028.000 2008 3.855.200 5.196.000 9.051.200 2009 4.708.565 5.285.000 9.993.565 2010 5.478.000 5.384.000 10.862.000

(17)

mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005 perikanan budidaya menyumbang 31,497 persen dari total produksi nasional. Kontribusi perikanan budidaya terhadap total produksi perikanan nasional semakin meningkat pada tahun 2010. Pada tahun tersebut perikanan budidaya menyumbang 50,433 persen dari total produksi nasional.

Gambaran mengenai kondisi ini memberikan tantangan bagi Indonesia untuk bertumpu pada kegiatan perikanan budidaya. Kegiatan perikanan budidaya diprediksi mampu menaikkan produksi perikanan secara nyata. Kebijakan pengembangan perikanan Indonesia ke depan juga akan lebih didominasi oleh kegiatan perikanan budidaya4.

Perikanan budidaya dituntut menjadi kontributor utama peningkatan produksi perikanan nasional. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi perikanan budidaya meningkat sebesar 353 persen selama tahun 2010-2014, yaitu dari 5,26 juta ton menjadi 16,89 juta ton. Hal ini sejalan dengan visi KKP untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk perikanan terbesar pada tahun 20155. Pencapaian visi KKP diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan posisi Indonesia dalam pergaulan di dunia internasional disamping meningkatkan perekonomian masyarakat dan penerimaan negara.

Salah satu kebijakan yang dilakukan KKP untuk mencapai visi tersebut adalah dengan menargetkan produksi lima komoditas utama perikanan budidaya, yakni rumput laut, lele, bandeng kerapu, dan patin mampu menjadi yang terbesar di dunia pada 2014. Komoditas rumput laut pada 2014 ditargetkan mencapai 10 juta ton dari 2009 yang hanya 2,9 juta ton. Pada 2014 produksi lele ditargetkan mampu diproduksi sebanyak 900 ribu ton dari produksi 2009 sebanyak 144 ribu ton. Produksi bandeng ditargetkan naik dari 328.288 ton tahun lalu menjadi 700.000 ton pada 2014 sementara ikan kerapu diharapkan meningkat dari 8.791 ton pada tahun 2009 menjadi 20.000 ton selama lima tahun mendatang. Produksi ikan patin selama lima tahun mendatang juga diproyeksikan naik menjadi 1,88 juta ton dari 109.685 ton6. Besarnya volume produksi perikanan budidaya pada

4

[KKP]. 2010. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014. Hlm 21.

5 Pusat Data Statistik dan Informasi Perikanan. Gelar Indo Aqua, KKP Siap Pacu Perikanan

Budidaya. No. B.110/PDSI/HM.310/X/2010, dirilis tanggal 04/10/10.

(18)

tahun 2007 hingga 2009 tercermin pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama

Tahun 2007-2009

Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2010), diolah

Ikan patin merupakan komoditi yang target peningkatannya paling besar selama kurun waktu 2009 hingga 2014. Ikan patin memiliki potensi besar untuk dibudidayakan secara komersial, karena ikan konsumsi air tawar ini relatif lebih mudah dibudidayakan. Ikan patin merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat strategis untuk konsumsi domestik maupun ekspor7. Harga ikan patin lebih murah yakni separuh dari daging ayam8 serta rasa daging ikan patin yang enak, lezat dan gurih, serta teksturnya yang lebih kenyal membuat ikan ini banyak digemari olehmasyarakat terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Zelvina, 2009).

Meningkatnya produksi budidaya ikan patin, akan meningkatkan permintaan akan benih sehingga membuka peluang usaha yang lebih besar di usaha pembenihan (Surahmat, 2009) sebagai upaya untuk mencapai target produksi. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Budidaya ikan patin sebagai pemenuhan benih ini cukup memiliki prospek yang bagus karena permintaan benih cukup besar. Budidaya

http://entertainment.kompas.com/read/2010/01/08/20200299/Komoditas.Perikanan.Budidaya.Pu

nya.Lima.Unggulan [diakses tanggal 11 Juli 2011].

7 Akmalia Mila. 2011. Perkembangan Patin Indonesia.

http://www.indonesianaquaculture.com/showtread.php/180-Perkembangan-Patin-Indonesia

[diakses tanggal 11 Juli 2011]

8 Primus J. 2010. Komoditas Perikanan Budidaya Punya Lima Unggulan.

http://entertainment.kompas.com/read/2010/01/08/20200299/Komoditas.Perikanan.Budidaya.Pu

nya.Lima.Unggulan [diakses tanggal 11 Juli 2011].

Komoditas Produksi (ton)

2007 2008 2009 1. Rumput Laut 1.728.475 2.145.061 2.963.556 2. Lele 91.735 114.371 144.755 3. Bandeng 263.139 277.471 328.288 4. Kerapu 8.036 5.005 8.791 5. Patin 36.755 102.021 109.685

(19)

ikan patin sebagai persediaan benih ini memerlukan waktu yang relatif pendek sehingga perputaran modal bisa dipercepat. Budidaya ikan patin dalam kategori pembesaran biasanya dilakukan saat benih ikan patin memiliki berat 8-12 gram/ekor, dan setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700 gram/ekor9. Dengan target produksi ikan patin yang mencapai 1,88 juta ton, diperkirakan total kebutuhan benihnya adalah 3.196.000 ekor benih. Jumlah ini setara dengan 1,7 kali total produksi dengan survival rate 98 persen. Jumlah ini akan meningkat seiring permintaan pasar ikan patin dengan bobot yang lebih rendah per ekornya.

Ketersediaan benih ikan patin yang berkelanjutan dibutuhkan sesuai permintaan. Selama ini kegiatan pemijahan ikan patin banyak terkonsentrasi di daerah Sukabumi, Bogor, dan Jakarta sedangkan kegiatan pendederan dan pembesaran berada di daerah Sumatra, Kalimantan, dan daerah lainnya di pulau jawa (Sumarna, 2007).

Bogor merupakan salah satu sentra produksi pembenihan ikan patin di daerah Jawa Barat. Wilayah Kalimantan dan Sumatera yang difokuskan untuk usaha pembesaran, tidak jarang memesan benih patin berasal dari Jawa Barat. Pola konsumsi masyarakat Jawa Barat yang kurang menggemari ikan patin ikut berperan dalam pemilihan pembudidaya ikan lebih memilih kegiatan pembenihan daripada pembesaran10. Kondisi cuaca, iklim, dan pH air yang menunjang, serta pakan yang berupa cacing sutera melimpah dan banyak ditemukan di Jawa Barat membuat usaha pembenihan lebih berkembang di Jawa Barat. Teknologi penyuntikan dan pengekstraksian kelenjar hipofisa juga lebih berkembang di Jawa Barat (Bukit, 2007).

Potensi ekonomi, peningkatan produksi, sumberdaya yang dimiliki, serta peluang pasar yang terbuka membuat pembenihan ikan patin di Jawa Barat berpotensi untuk terus dikembangkan. Namun potensi dan peluang ini tidak terlepas dari berbagai kendala yakni tingginya tingkat risiko yang dihadapi. Ketersediaan benih dan pendistribusian benih dari satu tempat ke tempat lain merupakan beberapa risiko dalam budidaya ikan patin. Risiko yang sering

9

Galeri ukm. 2010. Budidaya Ikan Patin.

http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/22/aspek-pemasaran-budidaya-pembesaran-ikan-patin/ [diakses tanggal 11 Agustus 2011].

10 Wawancara dengan Direktur Pemasaran PT Mitra Mina Nusantara (Agus Purnomo W, S.Pi) [7

(20)

dihadapi dalam pengiriman benih ikan patin adalah tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang rendah akibat perubahan kualitas air selama pengangkutan, antara lain tingginya kadar CO2, akumulasi amoniak, rendahny O2 kasar (Berka, 1986 diacu dalam Mukti, 2010).

Kabupaten Bogor memiliki beberapa perusahaan distributor benih ikan patin diantaranya Tapos Agro Lestari, Number One Fish Farm, Deddy Fish Farm, dan PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) yang berpengalaman menyalurkan jutaan ekor benih tiap bulannya. Tapos Agro Lestari dan Deddy Fish Farm mendistribusikan hampir 2.000.000 ekor benih ikan patin tiap bulannya (Mastuti, 2011 dan Atemalem, 2001), dan Number One Fish Farm 300.000 benih (Armayuni, 2011). PT MMN mendistribusikan benih dalam jumlah yang lebih besar, yaitu kisaran 600.000 hingga 3.000.000 benih tiap bulannya. PT MMN merupakan salah satu perusahaan dengan unit bisnis utamanya adalah pemasaran benih ikan patin yang terletak di kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Kecamatan Parung memiliki beberapa keunggulan dimana tenaga kerja yang digunakan sebagian besar berpengalaman. Dengan menggunakan tenaga kerja berpengalaman, produksi benih patin di Parung lebih efisien. Sebagai akibatnya, jika benih ikan dijual dengan harga yang sama, pengusaha ikan patin di Parung mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan perusahaan di daerah lain (Mastuti, 2011).

PT MMN dihadapkan pada masalah risiko operasional pada pelaksanaan usaha yang didalamnya ikut mempengaruhi penerimaan perusahaan, jumlah serta kualitas benih yang dikirim. Risiko operasional terdapat dalam kegiatan pemasaran yang meliputi pengadaan, penanganan, serta pendistribusian benih menyebabkan terjadinya fluktuasi pada penerimaan. Menghadapi permasalahan yang disebabkan karena adanya risiko dalam kegiatan pemasaran benih ikan patin, membuat PT MMN mengalami pasang surut dalam perjalanannya.

Mengingat adanya risiko dalam usaha perikanan maka perlu dilakukan kegiatan untuk mengelola risiko tersebut. Keputusan yang tepat dapat diambil sehingga risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan dapat dihindari atau dikurangi. Upaya untuk masuk dalam peta persaingan dalam industri perikanan serta mengurangi risiko diperlukan oleh PT MMN, namun sebelumnya

(21)

perusahaan harus mengetahui sumber-sumber yang menyebabkan terjadinya risiko. Manajemen risiko yang baik akan membantu menghindari kejadian-kejadian yang tidak terduga dan merugikan serta memberikan kontribusi penting bagi perusahaan sehingga kerugian perusahaan akibat adanya risiko dapat diminimalisir dan keuntungan perusahaan akan semakin meningkat.

1.2 Perumusan Masalah

Perikanan budidaya sedang diupayakan menjadi kontributor utama peningkatan produksi perikanan nasional11. PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan budidaya. PT MMN memiliki tujuh unit kerja yang masing-masing unitnya dipimpin oleh seorang manajer. Ketujuh unit kerja tersebut adalah unit trading (pemasaran), produksi ikan hias, pembenihan lobster air tawar, toko ikan hias, aquascape, pembesaran lobster air tawar, dan fillet. Unit kerja yang akan dibahas pada penelitian ini adalah unit trading (pemasaran) dengan komoditi berupa benih ikan patin. Kegiatan utama dalam pemasaran benih ikan adalah menampung benih dari petani dan mendistribusikannya kepada konsumen ke berbagai wilayah di nusantara seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Usaha pemasaran benih ikan patin dihadapkan pada risiko yang dapat menghambat usaha ini. Risiko yang muncul pada usaha pemasaran benih ikan adalah risiko operasional yang terdapat dalam kegiatan pemasaran yang meliputi pengadaan, penanganan, serta pendistribusian. Proses distribusi merupakan sumber risiko terbesar yang dihadapi pemasar benih ikan. Pada usia benih, ikan memiliki kondisi tubuh yang lemah, gerakannya lambat, dan belum memiliki kemampuan perlindungan diri dari serangan hama dan penyakit. Berbagai kelemahan benih tersebut ikut berperan membuat proses pendistribusian benih ikan tidaklah mudah dan tidak jarang memberikan kerugian yang cukup besar. Risiko ini bisa muncul apabila pembenih tidak bisa menekan mortalitas benih. Proses penanganan benih ikan yang tidak dilakukan dengan baik ikut berpengaruh dalam risiko ini. Risiko operasional lain yang pernah terjadi pada PT MMN

11 Pusat Data Statistik dan Informasi Perikanan. Gelar Indo Aqua, KKP Siap Pacu Perikanan

(22)

-5,00 10,00 15,00 20,00

September Oktober November Desember Januari

P er sent a se (%) Bulan

Tingkat Mortalitas Benih Patin

Rp0 Rp50.000.000 Rp100.000.000 Rp150.000.000 Rp200.000.000

September Oktober November Desember Januari

O

m

ze

t

Bulan

Omzet PT Mitra Mina Nusantara

adalah kecelakaan pada Januari 2011 dimana keseluruhan benih ikan yang dibawa mati dan supirnya meninggal.

Berbagai kendala ini menunjukan meskipun usaha pembenihan menjanjikan perolehan keuntungan yang besar dilihat dari peningkatan voleme produksi yang berkorelasi dengan permintaan benih, usaha pemasaran benih mempunyai risiko usaha yang tinggi. Tingkat mortalitas benih di PT Mitra Mina Nusantara selama periode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tingkat Mortalitas Benih Ikan Patin pada Tahun 2010-2011

Berbagai macam risiko operasional yang ada membuat tingkat mortalitas benih tinggi. Tingginya tingkat mortalitas benih akan menyebabkan penerimaan perusahaan berfluktuatif. Omzet perusahaan yang berfluktuatif mencerminkan adanya gangguan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Fluktuasi omzet dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Omzet Penjualan Benih Ikan Patin PT MMN tahun 2010-2011

(23)

manajemen dalam menghadapi kerugian yang akan ditimbulkan. Dengan manajemen risiko sebuah usaha yang dijalankan diharapkan lebih dapat bertahan dimana potensi risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan. Pertanyaan yang timbul sekarang adalah bagaimana manajemen risiko yang dapat diterapkan PT MMN dalam mengendalikan risiko operasional yang dihadapi. Manajemen risiko yang baik akan memberikan kontribusi penting bagi perusahaan sehingga kerugian perusahaan akibat adanya risiko dapat diminimalisir dan keuntungan perusahaan akan meningkat. Berdasarkan kondisi tersebut maka rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Sumber-sumber risiko operasional apa saja yang terdapat pada unit pemasaran benih ikan patin yang dihadapi oleh PT Mitra Mina Nusantara? 2. Bagaimana probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh

sumber-sumber risiko pada unit pemasaran benih ikan patin terhadap PT Mitra Mina Nusantara?

3. Bagaimana strategi penanganan yang dapat diterapkan oleh PT Mitra Mina Nusantara untuk mengendalikan risiko operasional dalam unit pemasaran benih ikan patin?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional pada unit pemasaran benih ikan patin yang dihadapi PT Mitra Mina Nusantara.

2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada unit pemasaran benih ikan patin terhadap PT Mitra Mina Nusantara.

3. Menganalisis alternatif penanganan risiko operasional dalam unit pemasaran benih ikan patin yang dapat diterapkan oleh PT Mitra Mina Nusantara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi:

1. Pihak perusahaan dalam hal ini PT Mitra Mina Nusantara, sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan, memperbaiki pembuatan keputusan,

(24)

membantu menghindari kejadian-kejadian yang tidak terduga, merugikan, dan dapat membantu memperbaiki atau memperbesar kemungkinan keberhasilan kegiatan pemasaran di perusahaan.

2. Penulis, menambah pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, serta melatih kemampuan analisis dalam pemecahan masalah.

3. Pembaca, agar dapat mengembangkan dan mengaplikasikan penelitian ini serta dapat dijadikan sebagai salah satu sumber rujukan atau referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Terdapat beberapa batasan dari penelitian yang akan dilakukan ini. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada beberapa hal yaitu:

1. Unit usaha yang dikaji adalah bagian trading (pemasaran) dengan terkonsentrasi pada benih ikan patin. Hal ini dikarenakan pemasaran benih ikan patin merupakan sumber pendapatan utama perusahaan dengan kontribusi rata-rata lebih dari 80 persen dari total pendapatan.

2. Objek penelitian berupa data primer berupa hasil wawancara dan observasi langsung di perusahaan serta data sekunder berupa data bulanan terhitung sejak September 2010 hingga Januari 2011.

3. Kategori risiko yang ditelaah dalam penelitian manajemen risiko ini adalah risiko operasional yang bersumber dari manusia, teknologi, alam, dan proses pada kegiatan pemasaran yang meliputi pengadaan benih, penanganan benih, serta proses distribusi.

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemasaran Ikan Patin

Budidaya ikan patin lokal di Indonesia sudah mulai dirintis sejak tahun 1985, setelah pengembangan yang dilakukan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar berhasil namun belum disebarluaskan kepada masyarakat. Sampai tahun 1991 produksi ikan patin diperoleh dengan cara penangkapan di perairan umum Sumatera dan Kalimantan. Sejak tahun 1992, Pemerintah mendorong masyarakat di Sumatera, Kalimantan dan Jawa untuk mengembangkan budidaya ikan patin siam yang induknya didatangkan dari Thailand. Pemasaran ikan patin terangkum dalam penelitian yang dilakukan oleh SIPUK BI dalam “Budidaya Pembesaran Ikan Patin” studi kasus di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), provinsi Sumatera Selatan (Sumsel)12 beserta penelitian terkait lain yang meliputi permintaan, penawaran, analisa persaingan dan peluang pasar, harga, jalur pemasaran produk, dan kendala pemasaran.

2.1.1 Permintaan

Peningkatan konsumsi ikan patin akan meningkatkan permintaan benih patin. Lonjakan produksi ikan patin tertinggi terjadi antara tahun 2007 ke 2008, yaitu dari 36.755 ton menjadi 102.021 ton menyebabkan permintaan benih patin sebagai input untuk kegiatan pembesaran terus meningkat. Usaha pembenihan ikan patin sangat potensial dan diperkirakan akan terus berkembang karena peningkatan jumlah konsumsi akan berkorelasi positif dengan meningkatnya permintaan akan benih ikan patin. Harga jual yang cukup tinggi menjadikan daya tarik pelaku usaha untuk memasuki usaha pembenihan ikan patin dengan harapan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (Armayuni, 2011).

2.1.2 Penawaran

Produksi ikan patin semula hanya ikan patin lokal tangkapan yang berasal dari perairan umum di beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Namun,

12 SIPUK BI. 2011. Budidaya Pembesaran Ikan Patin.

(26)

saat ini produksi ikan patin sebagian besar adalah hasil budidaya, terutama sejak diperkenalkannya ikan patin jenis siam dari Thailand. Wilayah produksi budidaya ikan patin terdapat pada daerah tertentu, seperti di Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Riau Kalimantan Selatan dan Jawa Barat. Dari segi sumber daya yang tersedia, wilayah tersebut cukup potensial untuk pengembangan budidaya ikan patin.

Jawa Barat dikenal sebagai penghasil produksi ikan air tawar terbesar di Indonesia, sehingga provinsi ini dikatakan sebagai jantungnya produksi perikanan budidaya. Total produksi perikanan budidaya air tawar di Provinsi Jawa Barat mencapai 325.899 ton pada tahun 2009 atau sekitar 74 persen total produksi perikanan budidaya Jawa Barat yang sebesar 442.012 ton berasal dari perikanan budidaya air tawarnya. Jawa Barat yang memiliki Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar di Sukabumi memang dikenal sebagai sentra perikanan budidaya air tawar Indonesia.

Perkembangan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor meningkat empat tahun terakhir yaitu 28,741.72 ton. Selain ikan konsumsi, Kabupaten Bogor juga memproduksi benih. Dari empat tahun terakhir produksi pembenihan ikan terus meningkat menjadi 847,112.06 ribu ekor pada tahun 2009. Usaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Bogor sangat potensial untuk dikembangkan dilihat dari produksi yang terus meningkat (Armayuni, 2011).

Bogor merupakan salah satu sentra produksi pembenihan ikan patin di daerah Jawa Barat, karena kondisi cuaca dan iklim yang menunjang, pH air mendukung, pakan berupa cacing sutera banyak ditemukan, serta perkembangan teknologi penyuntikkan dan pengekstraan kelenjar hipofisa banyak berkembang. Berbeda dengan wilayah Kalimantan dan Sumatera yang memang difokuskan pada usaha pembesaran, sehingga tak jarang benih ikan patin yang dibesarkan berasal dari Jawa Barat. Produksi benih per jenis ikan per kecamatan di kabupaten Bogor pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.

(27)

Tabel 4. Produksi Benih Per Jenis Ikan Per Kecamatan Tahun 2009 Kecamatan Jumlah RTP (Orang) Produksi

(RE) Mas Nila Lele Patin

Nanggung 33 5,936.00 2,014.00 1,518.00 927.00 0.00 Leuwiliang 34 7,935.00 2,862.00 1,217.00 885.00 7.00 Leuwisadeng 21 3,485.30 813.00 571.00 1,442.00 82.00 Pamijahan 132 13,676.00 3,745.00 2,713.00 3,220.00 704.00 Cibungbulang 106 608,816.35 631.00 454.00 1,463.00 886.00 Ciampea 54 34,322.00 8,872.00 4,971.00 6,748.00 8,852.00 Tenjolaya 69 62,582.00 22,303.00 6,051.00 5,245.00 6,958.00 Dramaga 64 20,272.65 4,903.50 3,957.00 23.65 105.00 Ciomas 21 16,980.00 3,707.75 3,427.00 1,877.50 3,325.00 Tamansari 26 4,359.00 1,335.00 910.00 241.60 242.40 Cijeruk 25 1,842.00 505.00 1,337.00 0.00 0.00 Cigombong 14 2,057.00 600.00 1,457.00 0.00 0.00 Caringin 21 2,951.00 751.00 2,200.00 0.00 0.00 Ciawi 18 2,990.00 671.00 994.00 965.00 0.00 Cisarua 5 1,662.00 0.00 674.00 988.00 0.00 Megamendung 10 3,304.00 0.00 1,328.00 1,976.00 0.00 Sukaraja 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Bbkn Madang 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Sukamakmur 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Cariu 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Tanjungsari 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Jonggol 5 21.20 20.00 1.20 0.00 0.00 Cileungsi 6 10.00 10.00 0.00 0.00 0.00 Klapanunggal 2 49.00 20.00 21.00 8.00 0.00 Gunung Putri 2 38.00 6.00 10.00 8.00 0.00 Citeureup 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Cibinong 25 1,455.69 272.80 227.52 597.18 69.69 Bojong Gede 30 812.55 173.29 120.87 265.02 128.87 Tajurhalang 32 1,781.67 422.16 294.90 454.65 299.68 Kemang 50 117.08 0.00 15.49 26.00 30.19 Rancabungur 30 6,558.72 1,398.69 165.82 2,948.60 1,020.66 Parung 4 11,598.00 0.00 140.00 10,600.00 360.00 Ciseeng 120 22,013.85 0.00 224.60 15,049.07 3,288.00 Gg Sindur 70 7,390.00 0.00 0.00 6,000.00 0.00 Rumpin 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Cigudeg 64 423.00 313.00 85.00 0.00 0.00 Sukajaya 5 1,290.00 111.00 497.00 0.00 0.00 Jasinga 10 112.00 62.00 40.00 10.00 0.00 Tenjo 2 72.00 72.00 0.00 0.00 0.00 Pr Panjang 11 199.00 69.00 78.00 52.00 0.00 Jumlah 1,105 847,112.06 56,663.19 35,700.40 62,020.27 26,358.49

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2009

2.1.3 Analisa Persaingan dan Peluang Pasar

Tingkat persaingan pembudidaya ikan patin di kabupaten OKI relatif rendah, dengan demikian peluang pasar masih terbuka untuk pembudidaya baru. Diperoleh keterangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan provinsi Sumsel bahwa

(28)

terdapat permintaan ikan patin sebanyak 1,5 ton per hari untuk industri pengolahan ikan patin menjadi baso, burger dan sosis ikan di Palembang. Permintaan tersebut belum dapat dipenuhi karena adanya beberapa kendala antara lain: daging ikan patin siam kurang sesuai untuk diolah menjadi produk olahan, fasilitas pendukung seperti sarana transportasi dan lokasi pabrik belum tersedia, dan masalah perijinan.

Peluang pasar untuk ekspor masih terbuka luas, karena konsumen di beberapa negara Eropa, Amerika Serikat dan beberapa negara di Asia saat ini telah mengimpor ikan patin dalam bentuk fillet dari Vietnam. Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam pengembangan budidaya ikan patin, terutama dengan telah diperkenalkannya ikan patin lokal (Pangasius djambal Bleeker) kepada masyarakat mulai tahun 2000 dan teknologi pembenihannya sudah tersedia di Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Sukamandi (Jawa Barat) dan Loka Budidaya Ikan Air Tawar di Jambi. Ikan patin djambal berpeluang ekspor, mengingat ikan patin djambal memiliki keunggulan ekonomis sebagai ikan budidaya, yaitu: bobotnya bisa mencapai 20 kg, dan dagingnya berwarna putih yang hampir sama dengan Pangasius bocourti yang merupakan komoditas ekspor dari Vietnam. Disamping itu produksi ikan patin jenis ini dapat memenuhi permintaan industri pengolahan dalam negeri.

Selain sebagai ikan konsumsi rumah tangga dan industri pengolahan dalam negeri dan ekspor, ikan patin yang berukuran kecil (benih) juga berpeluang untuk dikembangkan sebagai ikan hias. Benih ikan patin juga digunakan sebagai input produksi pembesaran. Wilayah Kalimantan dan Sumatera yang difokuskan pada usaha pembesaran tidak jarang memperoleh benih ikan patin yang dibesarkan berasal dari Jawa Barat (Armayuni, 2011). Hal ini menyebabkan peluang pasar untuk benih ikan patin terbuka lebar. Bagi para pemula, sebaiknya memilih usaha penjualan ikan patin untuk kebutuhan benih. Sebab, resiko kegagalan lebih kecil, dan biaya produksi bisa lebih ditekan. Selain itu perputaran labanya juga lebih cepat jika dibandingkan dengan budidaya ikan patin konsumsi maupun indukan.

(29)

2.1.4 Harga

Perkembangan harga ikan patin boleh dikatakan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun karena pengaruh inflasi. Di kabupaten OKI, harga ikan patin berfluktuasi karena pengaruh inflasi dan adanya panen ikan sistem lebak lebung di musim kemarau serta meningkatnya permintaan pada hari raya keagamaan. Pada musim kemarau (Juli – September) harga ikan patin di tingkat pembudidaya (produsen) turun sampai Rp.7.000 per kg dan pada hari raya keagamaan meningkat sampai Rp.9.000 per kg atau rata-rata adalah Rp.8.500 per kg. Sedangkan harga jual pedagang pengumpul rata-rata Rp 8.200 s.d. Rp 9.200 per kilo (harga yang berlaku pada April 2003).

Perkembangan harga benih juga tidak bisa dihiraukan begitu saja. Pada tahun 2008 dimana permintaan akan benih tinggi dan banyak pengusaha berinvestasi di pembesaran patin harga benih melonjak tinggi hingga Rp 120. Setahun setelahnya, yaitu pada 2009, harga benih ikan patin jatuh hingga Rp 60 per ekor. Saat ini harga benih ikan patin di petani, untuk ukuran benih 1 inchi harganya mencapai Rp 90,00 per ekor.

Perkembangan teknologi informasi pada saat ini membantu pembudidaya dalam menentukan harga jual ikan. Pembudidaya memiliki posisi tawar atau bargaining position dalam menentukan harga jual ikan karena sebelumnya mereka telah mengumpulkan informasi harga dari pasar-pasar lokal atau sesama pembudidaya. Baik pembudidaya maupun pedagang menyatakan bahwa harga ikan di tingkat produsen ditetapkan secara tawar menawar

2.1.5 Jalur Pemasaran Produk

Rantai tataniaga ikan patin sangat ringkas dan efisien, sehingga harga yang diterima pembudidaya sekitar 80 – 90% dari harga yang dibayar konsumen. Pemasaran produk oleh pembudidaya dilakukan secara langsung kepada pedagang pengumpul/agen tanpa melalui pedagang perantara. Pedagang pengumpul juga merupakan pedagang benih ikan, pakan dan peralatan perikanan. Untuk menjamin stok ikan, pedagang pengumpul memiliki kolam penampungan sementara.

Pedagang pengumpul menjual ikan langsung baik kepada pedagang besar dan petani pembesaran ikan. Pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pemasaran

(30)

benih diantaranya perusahaan, pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan konsumen. Pada penelitian Mastuti (2011), konsumen Deddy Fish Farm (perusahaan pembenihan ikan patin) terdiri dari pembesar, pengumpul, dan

supplier ikan yang berasal dari berbagai daerah mulai dari Palembang, Tulung

Agung Solo, Jatiluhur, Kalimantan, dan petani-petani pembesaran ikan di sekitar Bogor. Banyaknya konsumen disebabkan karena benih ikan patin di Bogor relatif lebih berkualitas dibandingkan benih ikan patin yang dihasilkan di daerah lain. Rantai pemasaran produk DFF ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Rantai Pemasaran Benih Ikan Produksi Deddy Fish Farm

Berdasarkan analisis kualitatif terkait pemasaran dalam penelitian Zelvina (2009) didapatkan bahwa hasil kegiatan usaha pembenihan ikan patin di Desa Tegal Waru terdiri dari empat saluran dimana lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang terdiri dari fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Dilihat dari kriteria dalam menentukan saluran pemasaran yan efisien diketahui bahwa saluran pemasaran yang terdiri dari petani – pedagang pengumpul – petani pembesaran ikan patin lebih efisien dibanding dengan saluran lainnya. Hal ini dikarenakan saluran pemasaran ini memiliki total margin lebih kecil, nilai farmer’s share paling besar dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang paling besar.

2.1.6 Kendala Pemasaran

Ketersediaan benih ikan patin yang berkelanjutan dibutuhkan sesuai permintaan. Selama ini kegiatan pemijahan ikan patin banyak terkonsentrasi di

Deddy Fish Farm Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer

Petani Pembesaran Ikan

(31)

daerah Sukabumi, Bogor, dan Jakarta sedangkan kegiatan pendederan dan pembesaran berada di daerah Sumatra, Kalimantan, dan daerah lainnya di pulau jawa (Sumarna, 2007). Jarak yang jauh antara daerah produksi benih dan daerah pendederan serta pembesaran maka penghematan dalam penggunaan sistem transportasi harus dilakukan. Penghematan dilakukan dengan mengirimkan benih dengan kepadatan tinggi dan sistem tertutup namun diduga cara ini dapat menyebabkan turunnya kualitas air sebagai media transportasi yang dapat mengakibatkan risiko kematian benih selama transportasi (Emu, 2010).

Di tingkat pembudidaya tidak dijumpai kendala pemasaran, namun di tingkat pedagang kendala pemasaran adalah kerusakan pada kondisi jalan yang menghubungkan kabupaten OKI dengan kabupaten atau provinsi lain. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas ikan yang dijual sehingga harga jual ikan jatuh. Kendala lain adalah adanya persaingan harga dari pemasok yang berasal dari wilayah lain. Pedagang dari Jakarta mampu memasukkan ikan patin dengan harga yang lebih rendah dibanding harga ikan yang ditawarkan oleh pedagang di kabupaten OKI.

2.2 Kajian Risiko Bisnis

Trangjiwani (2008) meneliti mengenai manajemen risiko operasional CV Bimandiri di Lembang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menganalisis risiko-risiko yang terdapat di CV Bimandiri untuk berbagai komoditas sayuran, dan 2) menganalisis alternatif penanganan risiko di CV Bimandiri. Penggunaan analisis sekuen, identifikasi sumber risiko dan teknik pengidentifikasian lainnya berguna dalam proses identifikasi risiko operasional di CV Bimandiri. Hasil identifikasi risiko yang berupa daftar risiko kemudian diukur dengan menggunakan metode aproksimaksi dalam penilaian risiko. Pemetaan merupakan kelanjutan dari proses pengukuran risiko dengan menggunakan matriks frekuensi dan signifikansi yang memberikan alternatif penanganan risiko berdasarkan hasil pemetaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko operasional yang teridentifikasi dapat dikelompokkan menjadi risiko sistem, proses, SDM dan risiko eksternal. Penanganan risiko berdasarkan nilai status risiko diutamakan

(32)

untuk komoditi tomat dibandingkan dengan keempat komoditi lainnya. Alternatif penanganan risiko dengan mitigasi atau detect and monitor dilakukan untuk a) risiko sistem, SDM, proses dan eksternal pada tomat, b) risiko sistem dan eksternal pada kol, c) risiko sistem, proses dan eksternal pada lettuce head, dan d) risiko sistem, proses dan eksternal pada cabai merah. Penanganan risiko secara

low control dapat dilakukan untuk risiko yang memiliki nilai kemungkinan dan

dampak risiko yang rendah, yaitu: a) risiko sistem dan SDM pada kentang, b) risiko proses dan SDM pada kol, c) risiko SDM pada lettuce head, dan d) risiko SDM pada cabai merah.

Lestari (2009) melakukan penelitian mengenai manajemen risiko dalam usaha pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di PT Suri Tani Pemuka (PT STP), Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional dan risiko pasar yang dihadapi PT STP, menganalisis tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber risiko pada kegiatan pembenihan udang vanamae, serta menganalisis strategi penanganan risiko yang dilakukan untuk mengendalikan risiko dalam kegiatan pembenihan udang vanamae. Sumber-sumber risiko dalam usaha pembenihan udang vanamae diklasifikasi menjadi risiko operasional dan risiko pasar. Risiko operasional yang terdapat dalam kegiatan pembenihan terdiri dari risiko penyakit, tingkat mortalitas larva, proses pengadaan induk, cuaca, dan kerusakan pada peralatan teknis. Risiko pasar yang teridentifikasi adalah adanya fluktuasi harga pada induk, pakan, dan benih. Dilihat dari kedudukan risiko operasional di dalam peta risiko yang menempati kuadran yang kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang disebabkan oleh risiko ini besar pula. Risiko operasional yang paling dominan terjadi yaitu adanya penyakit dan tingkat mortalitas.

Berdasarkan hasil analisis risiko, diperoleh risiko penerimaan mempunyai nilai probabilitas tertinggi sedangkan probabilitas risiko produksi terbesar terjadi pada produksi benur. Dampak risiko terbesar disebabkan oleh risiko pada kelangsungan hidup (survival rate). Risiko penerimaan tidak memberikan dampak yang terbesar bagi perusahaan, tetapi paling memungkinkan terjadi pada perusahaan. Penanganan risiko yang telah dilakukan oleh PT STP dalam

(33)

menghadapi risiko dalam usaha pembenihan udang vanamae diantaranya melalui penghindaran dan pengalihan risiko.

Firmansyah (2009) dalam penelitiannya yang berjudul "Risiko Portofolio Pemasaran Sayuran Organik Pada Perusahaan Permata Hati Organic Farm, Kabupaten Bogor, Jawa Barat" meneliti mengenai tingkat risiko yang dihadapi. Risiko yang dikaji pada penelitian ini adalah risiko pemasaran dengan komoditi berupa brokoli, wortel, tomat, dan jagung. Keempat produk unggulan ini dipilih berdasarkan kontribusi penjualan paling tinggi dan juga karena rekomendasi dari perusahaan.

Hasil identifikasi dan analisis risiko menunjukkan bahwa perusahaan Permata Hati memiliki risiko pada pemasarannya. Hal ini terlihat dari kecendrungan penerimaan yang berfluktuasi. Berdasarkan proses pemasarannya, titik yang merupakan faktor risiko ada pada saat pemesanan produk, karena jumlah pesanan tidak dapat diprediksi dan ditentukan sehingga penerimaan perusahaan menjadi terpengaruh dan tidak konstan. Hal sangat krusial mempengaruhi penerimaan perusahaan adalah risiko ketidakpastian jumlah pesanan. Mengacu pada hasil perhitungan risiko pada beberapa produk unggulan diketahui bahwa produk yang memiliki risiko tertinggi berdasarkan peluang terjadinya tingkat penjualan rendah, normal, dan penjualan tinggi dalam periode yang diteliti adalah brokoli. Tingkat risiko ini didapat dari hasil perhitungan

coefficient variation. Hasil dari single-index portofolio yang dibantu sebuah software juga menunjukkan bahwa brokoli merupakan produk sayuran yang

memiliki tingkat risiko portofolio. Dari tingkat risiko yang telah diketahui, walaupun tingkat risiko menurut angka pada brokoli lebih tinggi dibandingkan dengan produk lainnya tetapi brokoli pun merupakan penyumbang pendapatan tertinggi untuk perusahaan. Jadi walaupun tingkat risiko terbesar ada pada brokoli, bukan berarti brokoli merupakan produk yang jelek atau harus dihindari. Jika dilihat dari segi keuntungan berupa penjualan dan tingkat harga yang tinggi, brokoli sangat berpengaruh dalam penerimaan perusahaan. Manajemen untuk mengelola risiko pemasaran yang ada yaitu risiko ketidakpastian pesanan dapat ditanggulangi dengan memperbanyak mitra atau agen yang dapat menjaga kestabilan kuantitas produk. Pilihan alternatif lainnya dapat berupa pendirian

(34)

outlet sayuran organik sendiri sehingga perusahaan tidak akan khawatir dengan masalah ketidakmenentuan penjualan tersebut.

Permatasari (2010) melakukan penelitian mengenai analisis risiko produksi pada usaha pembiakan anjing Labrador Retriever di D’Sunflower Kennel Mampang, Jakarta Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi, menganalisis probabilitas dan dampak risiko dari risiko produksi pada kegiatan pembiakan anjing Labrador Retriever terhadap D’Sunflower Kennel serta menganalisis strategi penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh D’Sunflower Kennel untuk mengendalikan risiko produksi dalam usaha pembiakan anjing Labrador Retriever. Analisis risiko yang dilakukan adalah dengan pemetaan risiko. Pemetaan risiko didapat dengan mengidentifikasi dan memetakan sumber-sumber risiko produksi terlebih dahulu, menganalisis probabilitas dan dampak dari risiko produksi, kemudian menganalisis strategi penanganan risiko produksi.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya berbagai sumber risiko produksi dengan urutan yang paling berisiko sampai paling tidak berisiko, yaitu mortalitas anakan, kegagalan atau tidak tepatnya pemacakan, keguguran, penyakit, kesulitan persalinan, warna anakan tidak sesuai harapan serta jenis kelamin yang tidak sesuai harapan. Strategi penanganan risiko terdiri dari strategi preventif dan mitigasi. Strategi preventif yang terpetakan adalah pemeriksaan USG, perbaikan SDM, serta operasi Caesar. Sedangkan strategi mitigasi yang terpetakan adalah karantina, pengendalian penyakit, pengobatan, melakukan usaha sampingan, serta melakukan perawatan intensif. Alternatif strategi penanganan risiko produksi untuk D’Sunflower Kennel adalah dengan melakukan strategi prevent at source,

detect and monitor, monitor, serta low control.

Penelitian tentang risiko telah banyak dilakukan sebelumnya namun penelitian tentang risiko untuk komoditi perikanan budidaya khusunya ikan patin belum dapat ditemukan. Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan kajian terdahulu mengenai risiko. Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu adalah fokus analisis mengenai risiko. Risiko yang dibahas pada penelitian ini adalah risiko operasional, sama dengan penelitian yang dilakukan Trangjiwani (2008) dan Lestari (2009). Unit kerja yang dibahas sama

(35)

dengan penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2009) yaitu unit pemasaran. Alat analisis yang digunakan adalah pemetaan risiko menggunakan metode nilai standar untuk mengukur kemungkinan risiko daan metode VaR (Value at Risk) untuk mengukur dampak risiko seperti halnya penelitian Lestari (2009) dan Permatasari (2010).

Berdasarkan uraian di atas, perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terdapat pada komoditi yang dianalisis. Komoditi yang dikaji pada penelitian ini adalah benih ikan patin yang memiliki risiko tinggi berdasarkan kondisi ukuran tubuh dan usianya. Analisis manajemen risiko operasional dimulai dengan proses identifikasi untuk mengetahui risiko-risiko yang ada pada perusahaan, penggunaan metode nilai standar untuk menentukan nilai kemungkinan terjadinya risiko, metode VaR untuk mengukur dampaknya serta metode pemetaan risiko yang kemudian digunakan untuk mengetahui alternatif penanganan risiko. Output dari penelitian ini adalah diketahuinya sumber risiko terbesar dalam kegiatan pemasaran benih ikan patin yang dilakukan PT Mitra Mina Nusantara berdasarkan hasil pemetaan risiko yang dilakukan dengan melihat dampak dan probabilitas sumber-sumber risiko dari kegiatan pemasaran benih ikan patin.

(36)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Risiko

Risiko (risk) menurut Robinson dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan. Pada umumnya peluang suatu kejadian dalam kegiatan bisnis dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan data historis atau pengalaman selama mengelola kegiatan usaha. Adanya risiko dalam kegiatan bisnis pada umumnya akan menimbulkan dampak negatif terhadap pelaku bisnis.

Pengertian lain tentang risiko menurut Darmawi (2006) adalah penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Sedangkan menurut Kountur (2004) risiko merupakan suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Ada tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai risiko (Kountur 2008):

1. Merupakan suatu kejadian.

2. Kejadian tersebut mengandung kemungkinan. 3. Jika terjadi akan mengakibatkan kerugian.

Siegel dan Shim (1999) diacu dalam Fahmi (2010) mendefinisikan risiko pada tiga hal:

1. Keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus dimana hasilnya dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui oleh pengambil keputusan.

2. Variasi dalam keuntungan, penjualan, atau variabel keuangan lainnya.

3. Kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja operasi perusahaan atau posisi keuangan, seperti risiko ekonomi, ketidakpastian politik, dan masalah industri.

3.1.2 Klasifikasi Risiko

Risiko dapat dibedakan dalam beberapa jenis tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Risiko dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, diantaranya (Kountur 2008):

(37)

1. Risiko dari sudut pandang penyebab

Apabila dilihat dari sebab terjadinya risiko, ada dua macam risiko yaitu risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Sedangkan risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan yaitu manusia, teknologi, dan alam.

2. Risiko dari sudut pandang akibat

Ada dua kategori risiko jika dilihat dari akibat yang ditimbulkan, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Suatu kejadian bisa berakibat merugikan saja atau bisa berakibat merugikan atau menguntungkan. Apabila suatu kejadian berakibat hanya merugikan saja dan tidak memunginkan adanya keuntungan maka risiko tersebut adalah risiko murni, misalnya risiko kebakaran. Risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan, misalnya risiko investasi. 3. Risiko dari sudut pandang aktivitas

Ada berbagai macam aktivitas yang dapat menimbulkan risiko. Misalnya pemberian kredit oleh bank risikonya disebut risiko kredit. Demikian juga seseorang yang melakukan perjalanan menghadapi risiko yang disebut risiko perjalanan. Pemberian nama risiko dilihat dari faktor penyebabnya bukan aktivitas.

4. Risiko dari sudut pandang kejadian

Risiko sebaiknya dinyatakan berdasarkan kejadiannya. Misalnya kejadian kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Dalam suatu aktivitas pada umumnya terdapat beberapa kejadian sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas.

Suatu risiko dapat dilihat dari keempat sudut pandang ini. Misalnya risiko kebakaran, dari sudut pandang penyebabnya risiko kebakaran masuk kategori risiko operasional karena disebabkan oleh faktor-faktor operasional dan bukan faktor keuangan. Dilihat dari sudut pandang akibatnya, risiko kebakaran masuk kategori risiko murni karena jika terjadi kebakaran, yang ada hanya rugi saja. Sedangkan dari sudut pandang aktivitas, risiko kebakaran dapat dimasukkan

(38)

sebagai salah satu bagian dari aktivitas, misalnya mengendarai mobil. Banyak akivitas yang bisa menimbulkan kebakaran seperti memasang kabel listrik, memasak, dan lain-lain.

3.1.3 Risiko Operasional

Risiko operasional menurut Muslich (2007) mempunyai ruang lingkup yang mencakup risiko kerugian yang disebabkan oleh proses internal, kesalahan sumberdaya manusia perusahaan, kerusakan atau kesalahan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan kerugian karena pelanggaran hukum atau peraturan perusahaan. Djohanputro (2008) menyatakan bahwa risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau faktor eksternal lainnya. Kountur (2008) mendefinisikan risiko operasional sebagai risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan yaitu manusia, teknologi, dan alam.

Pada penelitian ini, risiko operasional yang digunakan adalah penggabungan antara teori yang dipaparkan oleh Kountur (2008) dengan Djohanputro (2008). Penggabungannya terletak pada faktor yang digunakan sebagai penyebab terjadinya risiko operasional. Faktor penyebab risiko operasional yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sumberdaya manusia, teknologi, alam, dan proses.

Pada usaha pemasaran benih ikan patin, keberhasilan usaha tergantung oleh kegiatan operasional. Kegiatan pemasaran benih ikan patin yang terdiri dari kegiatan pengadaan benih, proses penanganan serta distribusi benih membutuhkan kecakapan sumberdaya manusia, teknologi yang mumpuni, alam yang mendukung serta proses yang berjalan baik. Risiko operasional akan muncul ketika faktor manusia, teknologi, alam, dan proses tidak dapat terpenuhi dalam kegiatan pemasaran benih sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Alam ikut berpengaruh karena benih ikan merupakan makhluk hidup yang keberlangsungan hidupnya sedikit banyak bergantung pada alam. Kompetensi sumberdaya manusia, teknologi, dan proses yang baik dalam pemasaran sangat dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan usaha.

(39)

diharapkan karena manusia. Ada tiga kelompok besar penyebab-penyebab kejadian yang merugikan dari faktor manusia yaitu sesuatu yang berhubungan dengan kompetensi, moral, dan selera. Risiko teknologi adalah potensi penyimpangan hasil karena teknologi yang digunakan tidak lagi sesuai dengan kondisi. Teknologi menyangkut perangkat keras seperti mesin, alat-alat, sistem dan prosedur, atau perangkat lunak berupa program-program komputer atau program-program lainnya yang dibuat oleh manusia untuk digunakan dalam memudahkan kehidupan manusia. Faktor-faktor teknologi yang dapat menyebabkan suatu risiko atau kejadian yang merugikan antara lain terkait kesesuaian, keusangan, fungsi, kualitas, atau kebenaran.

Risiko alam adalah potensi penyimpangan hasil karena ketidakmampuan perusahaan dalam menghadapi alam. Faktor-faktor yang menyebabkan risiko pada alam dapat terjadi karena bencana alam, kondisi alam, dan makhluk alam. Risiko proses adalah risiko mengenai potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan dari proses karena ada penyimpangan atau kesalahan dalam kombinasi sumberdaya (SDM, keahlian, metode, peralatan, teknologi, dan material) dank arena perubahan lingkungan (Djohanputro, 2008). Hal yang perlu diperhatikan dari proses disini adalah serangkaian langkah sistematis atau tahapan yang jelas dan dapat ditempuh berulang kali, untuk mencapai hasil yang diinginkan. Jika setiap tahapan ditempuh secara konsisten, maka akan mengarah pada hasil yang diharapkan.

3.1.4 Manajemen Risiko

Pengertian manajemen risiko sangat beragam namun memiliki konsep yang sama. Secara umum manajemen risiko merupakan suatu alat atau instrumen yang digunakan untuk mengendalikan dan mengurangi risiko. Menurut Darmawi (2006) manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi.

Kountur (2004) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko. Perusahaan dapat

Gambar

Tabel 2. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2005-2010
Tabel  3.  Volume  Produksi  Perikanan  Budidaya  Menurut  Komoditas  Utama  Tahun 2007-2009
Gambar 1. Tingkat Mortalitas Benih Ikan Patin pada Tahun 2010-2011
Tabel 4. Produksi Benih Per Jenis Ikan Per Kecamatan Tahun 2009  Kecamatan Jumlah RTP   (Orang)  Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

A- 81.01-85 Merupakan perolehan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan sangat baik, memahami materi dengan sangat baik, memiliki tingkat proaktif dan kreatifitas tinggi

Metode Desicion Table ( DT ) yang digunakan untuk penentuan pengobatan diabetes masih menggunakan logika yang sederhana sehingga perlu adanya integrasi dengan metode

sampai akhir beserta pengelolaannya (kegiatan ini berisi aturan main dalam pelaksanaan tugas proyek), (d) peserta didik di bawah pendampingan guru melakukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar total fenol yang terdapat pada ekstrak sarang semut ( Myrmecodia pendens Merr. Perry) dan ekstrak kencur (

Berangkat daripada kondisi ketidakadilan tersebut, sekelompok orang atau sejumlah warga negara yang mempunyai kepedulian terhadap persoalan-persoalan yang muncul baik dalam

Konsep Teknis sebagai nama dalam lingkup Kementerian Agama mengacu pada lembaga penyelenggara dan Pembina Diklat, dalam hal ini Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Pada bagian lain dikatakan bahwa filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan- pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu

In this group the students will share their idea in written from then elaborate it by using conjunction as one of cohesive devices, so the students can write a good