• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sitompul Charles Marolop

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sitompul Charles Marolop"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608

Volume 2 Nomor 12 (2013)

http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2013

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGATURAN BUNGA PINJAMAN PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM DI KOTA SAMARINDA

Sitompul Charles Marolop

Abstrak

Sitompul Charles Marolop. 0710015082, “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGATURAN BUNGA PINJAMAN PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM DI KOTA SAMARINDA”. Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Penulisan Hukum (Skripsi), 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat penetapan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota Samarinda yang sesuai dengan asas kekeluargaan dan untuk mengetahui Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi terhadap pelaksanaan atas bunga pinjaman pada koperasi di Kota Samarinda.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Samarinda, dengan menggunakan metode yuridis empiris, pendekatan yuridis empiris melalui studi kasus tersebut merupakan hasil pengamatan terhadap suatu persoalan tertentu di suatu daerah tertentu yang menjadi lokasi penelitian.

Hasil penelitian yang diperoleh 1). Pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota Samarinda merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan walaupun pada dasarnya tidak ada pengaturan terhadap bunga pinjaman terhadap Koprasi, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian, karena apabila dilihat dari kenyataannya dalam penetapan bunga dalam suatu kegiatan usaha Koprasi di Kota Samarinda sangat tinggi dan sangat merugikan anggota maupun masyarakat yang melakukan peminjaman sehingga kedepannya dapat menimbulkan masalah di tengah- tengah masyarakat Koprasi Berkat Mandiri dan Koprasi Gabe Artha melakukan penetapan bunga dengan mengikuti bunga Koprasi- Koprasi yang sudah ada terlebih dulu berdiri sebelumnya 2). Jika dilihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 100 ayat (4) Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, dengan demikian pengawasan ini belum terealisasi sehingga sampai saat ini pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam bisa dikatakan belum ada.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa tidak ada pengaturan terhadap bunga pinjaman terhadap Koperasi, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian dan pengawasan ini belum terealisasi sehingga sampai saat ini pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam bisa dikatakan belum ada.

(2)
(3)

Pendahuluan

Koperasi adalah jenis badan usaha yang berwatak sosial beranggotakan orang-orang atau badan hukum, dan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi menurut UUD 1945 pasal 33 ayat (1), merupakan usaha kekeluargaan dengan tujuan mensejahterakan anggotanya. Latar belakang pendirian koperasi muncul karena adanya keinginan dari masyarakat golongan menengah ke bawah untuk memperbaiki keadaan ekonominya. Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

Kinerja koperasi khusus mengenai perhimpunan, koperasi harus bekerja berdasarkan ketentuan Undang-undang umum mengenai organisasi usaha (perseorangan, persekutuan, dan sebagainya.) serta hukum dagang dan hukum pajak. Organisasi koperasi yang khas dari suatu organisasi harus diketahui dengan menetapkan anggaran dasar yang khusus. Meskipun dengan latar belakang sosial ekonomi dan sejarah yang berbeda, berkat keberhasilan yang dicapai oleh para pendiri koperasi di Eropa, semangat koperasi mulai menjalar ke berbagai negara di dunia. Pendirian koperasi juga dilandasi oleh kesadaran akan manfaat usaha koperasi.

Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia.

Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Di Indonesia pengenalan koperasi oleh para Bapak Bangsa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan ‘Makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran”.

Peranan koperasi dalam penyedia dana masyarakat masih sangat dibutuhkan ketika masyarakat dihadapkan kepada prosedur yang rumit dalam pencairan dana terutama ketika berhadapan dengan pihak bank, karena koperasi merupakan suatu tempat pelabuhan bagi para masyarakat yang

(4)

membutuhkan modal cepat, diatur oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

Bentuk pengaturan bunga kredit pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota samarinda adalah berbentuk pinjaman modal bukan dalam bentuk kredit, seharusnya tidak menggunakan bunga. Karena apabila dilihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 3 yang berbunyi bahwa “Koperasi berazaskan Kekeluargaan”. Namun dalam pelaksaannya ada beberapa koperasi di Kota Samarinda yang menggunakan bunga pinjaman 5% hingga sampai 20%, untuk itu, perlu adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan bunga sehingga dapat diterapkan oleh dinas koperasi Kota Samarinda terhadap koperasi simpan pinjam.

Sebenarnya tujuan koperasi adalah khusus untuk mensejahterakan anggota dan pada umumnya masyarakat, tetapi dalam pelaksanaanya apabila koperasi menggunakan bunga pinjaman sampai dengan 20% tidak lagi bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya dan masyarakat, tetapi usaha koperasi tersebut sudah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.

Bentuk pengawasan Dinas Koperasi di Kota Samarinda terhadap koperasi yang berbadan hukum (legal) yang menetapkan suku bunga 5% hingga sampai 20% apabila dilihat dari faktanya ada banyak badan usaha koperasi yang menetapkan suku bunga berdasarkan pengalaman maupun penetapan yang pada umumnya dilakukan oleh koperasi-koperasi lainnya sedangkan koperasi tidak berbadan hukumatau sering disebut koperasi harian sedang berkembang di Kota Samarinda yang dalam pendiriannya tidak sesuai dengan pendirian koperasi yang sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang saat mendirikan paling sedikit 20 orang perseorangan. Namun dalam kenyataannya tidak memiliki badan hukum (illegal) tersebut hanya didirikan oleh individu dan memiliki modal pribadi, serta harus di buat dihadapan notaris, akan tetapi dalam pelaksanaannya banyak koperasi yang mendirikannya tidak menggunakan akta notaris.

Jadi dalam hal ini pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di kota samarinda merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian, karena apabila dilihat dari kenyataannya dalam penetapan bunga dalam suatu kegiatan usaha di Kota Samarinda sangat tinggi hingga mencapai 20%. Begitu juga bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Kota Samarinda yang harus melakukan pengawasan secara ketat terhadap koperasi- koperasi yang melanggar Undang- undang Nomor 17 Tahun 2012

(5)

Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles)

3 tentang Perkoperasian sehingga tidak sesuai dengan asas koperasi yaitu, berasaskan kekeluargaan. Dari uraian permasalahan diatas, penulis membahas dalam sebuah skripsi dengan judul sebagai berikut, “penegakan hukum terhadap pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di kota samarinda.” Dengan fokus masalah pada pengaturan penetapan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota Samarinda yang sesuai dengan asas kekeluargaan dan Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi terhadap penetapan bunga pinjaman pada koperasi di Kota Samarinda. Hasil penelitian ini diharapkan bertujuan untuk mengetahui pengaturan penetapan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di Kota Samarinda yang sesuai dengan asas kekeluargaan. Dan untuk mengetahui Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi terhadap penetapan bunga pinjaman pada koperasi di Kota Samarinda.

Pembahasan

Pengaturan Penetapan Bunga Pinjaman Pada Koperasi Simpan Pinjam di Kota Samarinda Yang Sesuai Dengan Asas Kekeluargaan

Peranan koperasi dalam penyedia dana masyarakat masih sangat dibutuhkan ketika masyarakat dihadapkan kepada prosedur yang rumit dalam pencairan dana terutama ketika berhadapan dengan pihak bank, karena koperasi merupakan suatu tempat pelabuhan bagi para masyarakat yang membutuhkan modal cepat dan proses pencairan dananya tidak serumit seperti di lembaga pembiayaan bank maupun lembaga pembiayaan non bank.

Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melayani atau mewajibkan anggotanya untuk menabung, disamping dapat memberikan pinjaman kepada anggotanya. Sebagian kalangan mendefinisikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian modal yang telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada para anggota koperasi dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan konsumtif maupun modal usaha.

Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam yang berasal dari uang administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun

(6)

jumlah keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi diperhitungkan menurut intensitas anggota yang meminjam uang dari koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan uang dari Koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari Sisa Hasil Usaha, dan tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing anggota adalah sama.

Koperasi simpan pinjam mempunyai peranan penting dalam menunjang perekonomian masyarakat menengah kebawah, karena dapat membantu dalam membuka usaha setiap anggota maupun masyarakat. Dengan meningkatnya kebutuhan dalam pertumbuhan perekonomian semakin tinggi pula kebutuhan-kebutuhan hidup yang harus dipenenuhi. Sebagaimana awal berkembangnya koperasi di Kota Samarinda menjelaskan bahwa pada awalnya, pemerintah memberikan wadah yang legal kepada masyarakat yang memiliki kesamaan ekonomi, untuk berusaha bersama- sama dengan tujuan ekonomi untuk kesejahteraan bersama, yaitu koperasi.

Sangat jelas bahwa koperasi adalah wadah legal yang didirikan sesaui dengan Pasal 7 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang saat mendirikan paling sedikit 20 orang perseorangan, akan tetapi jika dilihat dari hasil penelitian di Koperasi Berkat Mandiri dan koperasi Gabe Artha dari syarat pendirian saja sudah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga perlu adanya aturan yang tegas dari pemerintah terhadap usaha-usaha yang mengatas namakan koperasi.

Oleh sebab itu pemerintah dalam hal ini Dinas Koperasi Kota Samarinda seharusnya lebih berperan dalam menjalankan koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan. Pasal 4 Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.

Sifat penetapan bunga dalam koperasi simpan pinjam tidak diatur secara tegas dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian oleh sebab itu usaha perkoperasian khususnya di Kota Samarinda. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang yang diperoleh dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Samarinda Kepala bagian penyuluhan yaitu, Ibu Dwi Haryanti pada tanggal 22 Mei 2013 menjelaskan sebagai berikut:

(7)

Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles)

5 “Besaran jasa pinjaman dan jasa simpanan diputuskan berdasarkan kesepakatan bersama melalui rapat anggota. Setiap koperasi besaran jasa simpanan dan pinjaman berbeda, sesuai dengan kesepakatan melalui rapat anggota.

Bahwa dalam setiap penyuluhan awal pendirian koperasi Dinas Koperasi selalu menyarankan kepada setiap koperasi agar tidak menetapkan jasa pinjaman terlalu besar, karena nantinya pasti akan memberatkan si peminjam atau anggota koperasi itu sendiri. Dengan bunga yang wajar koperasi tetap mendapatkan laba dan tidak memberatkan anggota koperasi yang meminjam.

Dinas Koperasi tidak pernah membuat peraturan dalam penetapan suku bunga hingga sampai 20%, karena sudah tidak sesuai dengan asas koperasi yaitu asas kekeluargaan dan berwatak sosial dan koperasi juga diharapakan tidak menetapkan bunga yang terlampau tinggi. Untuk itu pengurus, pengawas dan anggota diharapkan juga untuk meninjau ulang besaran jasa pinjaman”.

Dari penjelasan Dinas Koperasi Kota Samarinda diatas, dapat diketahui bahwa tidak pernah ada aturan mengenai penetapan suku bunga namun, yang ada adalah imbalan jasa di putuskan dalam Rapat Anggota oleh sebab itu apabila usaha peminjaman dana yang mengatas namakan koperasi seperti dalam sampel penelitian yaitu koperasi Berkat Mandiri dan koperasi Gabe Artha dan juga koperasi yang berbadan hukum yaitu Koperasi simpan pinjam LKMA Harapan Makmur dan Koperasi simpan pinjam Pandawa yang meminjamkan dana dengan bunga hingga 20% tanpa melakukan rapat anggota sudah sangat tidak sesuai lagi dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 3 yang berbunyi bahwa “Koperasi berazaskan Kekeluargaan”. Namun dalam pelaksaannya ada beberapa koperasi di samarinda yang menggunakan bunga pinjaman 5% bahkan mencapai 20% tanpa adanya rapat angota yang menyetujui penyaluran dana kepada setiap anggota yang melakukan transaksi simpan pinjam, sehingga melangar Undang-undang Perkoprasian dan bertentangan dengan asas kekeluargaan.

Sebenarnya tujuan koperasi adalah khusus untuk mensejahterakan anggota dan pada umumnya masyarakat, tetapi dalam pelaksanaanya apabila koperasi menggunakan bunga pinjaman hinga 20%

(8)

tanpa adanya rapat angota sudah sangat jelas tidak lagi bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya dan masyarakat, tetapi usaha koperasi tersebut sudah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.

Dalam pelaksanaan penetapan bunga dari kenyataannya perlu diketahui bahwa ada banyak badan usaha koperasi yang fungsinya bukan lagi mempunyai sifat untuk mensejahterakan anggota maupun masyarakat karena penetapan bunga oleh pihak badan usaha koperasi mengikuti bunga yang ditetapkan oleh koperasi-koperasi pada umumnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas mengenai penetapan bunga karena apabila diperhatikan secara seksama dalam Undang- undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak ada ditemukan dalam penetapan bunga, sehingga pelaku usaha koperasi sangat bebas dalam menetukan besaran suku bunga tanpa harus rapat anggota sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak yang melakukan peminjaman kepada koperasi.

Oleh sebab itu, badan usaha yang mengatas namakan koperasi juga memaparkan bahwa koperasi berkat mandiri dan koperasi gabe artha sebagai pemberi pinjaman dan nasabah sebagai peminjam dana setuju dalam lisan saja terhadap besaran suku bunga 20% yang mereka tetapkan tanpa mengikut sertakan peminjam dalam suatu rapat angota. Apabila ditinjau dari segi hukum Keperdataan maka perjanjian secara lisan tidak mempunyai kekuatan hukum karena hanya dengan kesepakatan secara lisan saja akan tetapi apabila terjadi sengketa maka sangat sulit dalam melakukan pembuktian di pengadilan oleh sebab itu perlu adanya perjanjian tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 dan Pasal 1320 KUHPerdata.

Pengaturan bunga pada koperasi tidak bisa disamakan dengan bunga Bank dikarenakan tujuan bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurannya dalam bentuk dana dan juga Bank selalu melihat perkembangan pasar yang ada dalam penetapan suku bunga, dan dalam bentuk kredit, apabila dilihat dari definisi kredit dalam Pasal 1 angka (11) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan berbunyi sebagai berikut, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka wantu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Sehingga dalam kredit bank didasarkan terhadap kesepakatan antara bank yang mengkreditkan dengan nasabah,

(9)

Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles)

7 lain halnya dengan koperasi yang ada pada saat ini yang tidak menyinggung masalah bungan tetapi dari fakta dilapangan kopersi sepertinya tidak bersifat keanggotaan namun sudah condong terhadap bank.

Dari tujuan pendirian Bank dan Koperasi sudah sangat berbeda, tujuan Pendirian Bank adalah untuk memperoleh keuntungan, sedangkan dalam koperasi sendiri untuk mensejahterakan anggotanya. Bahwa dalam Bank sendiri tidak ada penetapan bunga pinjaman kalau ditinjau dari Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan begitu juga dalam Undang- undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Oleh sebab itu yang diutamakan dalam pengaturan bunga pinjaman koperasi harus sesuai dengan asas dan tujuan koperasi itu sendiri.

Dengan demikian Pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di kota samarinda merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian, karena apabila dilihat dari kenyataannya dalam penetapan bunga dalam suatu kegiatan usaha di Kota Samarinda sangat tinggi dan sangat merugikan anggota maupun masyarakat yang melakukan peminjaman sehingga perlu diperhatikan kembali agar Kementerian Koperasi perpanjangan tangan didaerah yaitu, Dinas Koperasi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan dan penindakan kepada pihak badan usaha yang menjalankan koperasi simpan pinjam di Kota samarinda.

Terhadap penetapan besaran bunga apabila dilihat dari pasal per pasal dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak pernah disinggung mengenai bagaimana persyaratan dalam penetapan bunga dan tidak pernah ada juga disinggung masalah bunga, namun sebenarnya penetapan bunga dalam koperasi ini sangat penting karena bentuk koperasi itu bermacam-macam dan spesifiknya untuk koperasi simpan pinjam yang bersifat nirlaba. Dengan demikian perlu adanya peraturan pelaksana yang mengatur secara rinci untuk penetapan suku bunga dalam koperasi simpan pinjam.

Pengawasan Yang Dilakukan Oleh Dinas Koperasi Terhadap Penetapan Bunga Pinjaman Pada Koperasi di Kota Samarinda

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 96 ayat (1) menjelaskan bahwa Pengawasan terhadap Koperasi wajib dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap Koperasi. Ayat (2) Pengawasan terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

(10)

Menteri. Pasal 97 ayat (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dilakukan melalui pelaporan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Koperasi.

Dari penelitian dan wawancara yang yang diperoleh dari Dinas Koperasi Kota Samarinda Kepala bagian penyuluhan yaitu, Ibu Dwi Haryanti pada tanggal 22 Mei 2013 menjelaskan sebagai berikut :

Bentuk pengawasan Dinas Koperasi dikota Samarinda ada dua yaitu :

• Pengawasan internal yaitu, badan pengawasan dari koperasi yang bersangkutan yang

melakukan pengawasan terhadap masalah-masalah internal koperasi tersebut.

• Pengawasan eksternal yaitu pengawasan dari pihak luar koperasi, seperti pengawasan dari

Dinas Koperasi dengan cara pelatihan, pembinaan langsung ke gerakan koperasi.

Pengawasan Dinas Koperasi terhadap badan usaha yang menyalurkan dana kepada koperasi yang mengatas namakan keperasi sebenarnya tidak ada karena bukan binaan koperasi, untuk itu dinas koperasi menghimbau kepada masyarakat agar lebih cerdas dan kritis terhada usaha-usaha yang mengatas namakan koperasi, dengan menanyakan kelengkapan ijin dan nomor badan hukumnya.

Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi terhadap kopersi simpan pinjam yang ada di Kota Samarinda, menurut Undang-undang perkoperasian bahwa koperasi simpan pinjam harus mengirimkan laporan Triwulan kepada Dinas Koperasi Kota Samarinda.

Bentuk pengawasan Dinas Koperasi di Kota Samarinda terhadap koperasi yang berbadan hukum (legal) yang menentukan bunga pinjaman secara sepihak hinga 20% tanpa melakukan rapat anggota terlebih dahulu sudah bertentangan dengan asas kekeluargaan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, sedangkan koperasi tidak berbadan hukum (ilegal) sedang berkembang di Kota Samarinda yang dalam pendiriannya tidak sesuai dengan pendirian koperasi yang diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang saat mendirikan paling sedikit 20 orang perseorangan dan dalam menentukan aturan yang berlaku dalam suatu koperasi harus melakukan rapat angota terlebih dahulu. Namun dalam kenyataannya koperasi-koperasi masih banyak didirikan oleh satu individu dan memiliki modal pribadi dan juga tidak melakukan rapat angota dalam membuat suatu aturan dalam koperasi.

(11)

Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles)

9 Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Kota Samarinda yang belum melakukan pengawasan secara ketat terhadap koperasi- koperasi yang melanggar Undang- undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sehingga tidak sesuai dengan asas koperasi yaitu, berasaskan kekeluargaan.

Untuk mempertegas jati diri Koperasi, asas dan tujuan, keanggotaan, perangkat organisasi, modal, pengawasan, peranan Gerakan Koperasi dan Pemerintah, pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan penjaminan Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam, serta sanksi yang dapat turut mencapai tujuan pembangunan Koperasi. Implementasi Undang-undang ini secara konsekuen dan konsisten akan menjadikan Koperasi Indonesia semakin dipercaya, sehat, kuat, mandiri, dan tangguh serta bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Dalam hal pengawasan koperasi simpan pinjam, peran pemerintah diperkuat dengan pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri Sebagaimana diatur dalam Undang- undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian membahas mengenai pegawasan koperasi simpan pinjam sebagai mana diatur dalam Pasal 100 yang berbunyi :

• Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan

Pinjam.

• Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam bertanggung jawab kepada Menteri.

• Pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

• Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus

dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Ketentuan mengenai perangkat organisasi koperasi memuat adanya Pengawas dan Pengurus yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pengawas bertugas memberi nasihat kepada Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus, sedangkan Pengurus bertugas mengelola Koperasi. Ketentuan mengenai tugas dan wewenang Pengawas dan Pengurus disusun agar Pengawas dan Pengurus bekerja secara profesional.

Apabila dilihat dari hasil penelitian dilapangan bahwa pengawasan koperasi simpan pinjam masih jelas belum berfungsi karena jika dilihat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Pasal 100 ayat (4) Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana

(12)

dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, dengan demikian pengawasan ini belum terealisasi sehingga sampai saat ini pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam bisa dikatakan belum ada.

Penutup

Dengan demikian Pengaturan bunga pinjaman pada koperasi simpan pinjam di kota samarinda merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama seberapa besar bunga yang ditetapkan oleh usaha perkoperasian, karena apabila dilihat dari kenyataannya dalam penetapan bunga dalam suatu kegiatan usaha di Kota Samarinda sangat tinggi dan sangat merugikan anggota maupun masyarakat yang melakukan peminjaman sehingga perlu diperhatikan kembali agar Kementerian Koperasi perpanjangan tangan didaerah yaitu, Dinas Koperasi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan dan penindakan kepada pihak badan usaha yang menjalankan koperasi simpan pinjam di Kota samarinda.

Ketentuan mengenai perangkat organisasi koperasi memuat adanya Pengawas dan Pengurus yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pengawas bertugas memberi nasihat kepada Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus, sedangkan Pengurus bertugas mengelola Koperasi. Ketentuan mengenai tugas dan wewenang Pengawas dan Pengurus disusun agar Pengawas dan Pengurus bekerja secara profesional.

Apabila dilihat dari hasil penelitian dilapangan bahwa pengawasan koperasi simpan pinjam masih jelas belum berfungsi karena jika dilihat dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Pasal 100 ayat (4) Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, dengan demikian pengawasan ini belum terealisasi sehingga sampai saat ini pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam bisa dikatakan belum ada.

(13)

Pengaturan hukum Terhadap Pengaturan Bunga (Sitompul Charles)

11 Daftar Pustaka

Angkasa G. Sapoetra Karta, A.G, Bambang S, Asetiady. 1984, Koperasi Indonesia Yang berlandaskan Pancasila, Rineka Cipta, Bandung

Boediono Mubyanto. 1981, Ekonomi Pancasila, CV. Agung Mas, Yogyakarta Chaniago Arifinal. 1989, Perkoperasian Indonesia. Bandung

Hendrojogi, 2005. Koperasi, Asas-asas Teori dan Praktik, PT. Persada Grafindo Persada, Jakarta Ikhsan Akhmad. 1993, Hukum Dagang, cet 5 Pradnya Paramita, Jakarta

Ninik Widiyanti. 1990, Manajeman Koperasi, Rineka Cipta, Jakarta

Redaksi sinar Grafika. 1993, Undang-undang perkoperasian 1992, Sinar Grafika, Jakarta

R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma. 2005, Hukum Koperasi di Indonesia, PT. Persada Grafindo Persada, Jakarta

Soekardono R. 1991, Hukum Dagang Indonesia, cet, 4 Rajawali Pers, Jakarta

Sudarsono, Edilius. 1992, Koperasi Dalam Teori dan Praktek, PT. Rineka Cipta, Jakarta Supramono Gatot , 1995, Sistem Perkreditan Bank, PT. Rineke Cipta, Jakarta

Swasono Sri-Edi. 1987, Sistem ekonomi dan demokrasi ekonomi, UI Press, Jakarta

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen Ke-4 (Empat), Sekertaris Negara Tahun 2003 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengawetan pangan non termal dengan judul Pengembangan Sistem Pasteurisasi Berbasis Kombinasi Ultraviolet ( UV ) dan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melihat hubungan yang terjadi antara pemahaman terhadap peraturan permainan dan tingkat kecemasan dengan rasa percaya diri wasit

It is expected that the improved model of English materials for chemistry university students can contribute positively to the English teaching and learning process in

[r]

Metode thermo-reactive deposition (TRD) mampu menghasilkan lapisan tipis niobium karbida dengan kemurnian yang tinggi, tetapi ternyata memiliki kelemahan dalam hal

Salah satu bagian dari kegiatan e- Learning yang menggunakan fasilitas internet adalah distance learning, merupakan suatu proses pembelajaran, dimana dosen dan maha- siswa tidak

Mungkin istilah kering, lebih digunakan untuk penderita Diabetes dengan kadar gula darah yang terkontrol, tidak tinggi, sehingga meskipun terjadi luka, luka akan lebih mudah

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak badan antara lain: sikap tax professional, niat tax professional, kondisi keuangan perusahaan, fasilitas perusahaan dan