PEMUTUAN BUAH JERUK SIAM PONTIANAK (Citrus nobilis
var. microcarpa) DENGAN TEKNIK PENGOLAHAN CITRA
SUSANTO BUDI SULISTYO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemutuan Buah Jeruk Siam Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) Dengan Teknik Pengolahan Citra adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
Susanto Budi Sulistyo NIM F151060011
ABSTRACT
SUSANTO BUDI SULISTYO. Quality Evaluation of Pontianak Citrus (Citrus nobilis var. microcarpa) Using Image Processing. Under direction of USMAN AHMAD and I DEWA MADE SUBRATA.
Pontianak citrus has a great potential to increase its popularity and price as a local fruit. One method to do this is by applying new method in quality evaluation for grading. So far, quality evaluation of pontianak citrus is conducted manually by farmers, thus the result is not uniform. Image processing can be used as a non-destructive evaluation for agricultural products grading. The objectives of this research were to analyze visual parameters of pontianak citrus image, to study relationship between quality parameters and visual parameters of pontianak citrus, to classify pontianak citrus based on its size according to SNI criteria and color of citrus peel, to develop a new quality evaluation algorithm to classify pontianak citrus based on visual parameters of fruit image, and to compare the result of the new quality evaluation with manual one by farmers.
The result of this research showed that there were correlations between area of image and weight of fruit, and between area of image and diameter of fruit which coefficient of determination were 0.9876 and 0.9772, with correlation equations were weight = 0.0048*area – 32.617 and diameter = 0.001*area + 31.147, respectively. Accuracy level of pontianak citrus classification using image processing based on its weight was 95.1%. By this classification, pontianak citrus was classified into four classes according to SNI criteria (A, B, C, and D).
Pontianak citrus could also be classified based on its color of fruit peel as proposed in this thesis. By this classification, pontianak citrus was classified into three categories (yellow, yellowish green, and green). Accuracy level of this classification was 94% using red color index.
Algorithm of the proposed quality evaluation using image processing based on area and red color index of fruit image could classify pontianak citrus into 12 grades. The result of this new quality evaluation was better than manual one, because it was more uniform (size and color of fruit peel) and the size of fruit was still agree with SNI criteria.
RINGKASAN
SUSANTO BUDI SULISTYO. Pemutuan Buah Jeruk Siam Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) Dengan Teknik Pengolahan Citra. Dibimbing oleh USMAN AHMAD dan I DEWA MADE SUBRATA.
Jeruk memiliki banyak spesies, diantaranya adalah jeruk keprok (termasuk jeruk siam), jeruk manis, jeruk besar, jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk ponsil. Jeruk siam menduduki posisi yang penting dalam dunia jeruk. dan diperkirakan sekitar 60% kebutuhan akan buah jeruk dipenuhi oleh jeruk siam. Jeruk siam memiliki kelebihan antara lain rasa manis, harum dan mengandung banyak air. Jeruk siam pontianak atau biasa disebut dengan istilah jeruk pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa), mempunyai ciri fisik kulitnya tipis dan licin mengkilat. Pada tahun 2003, luas panen jeruk siam (siam pontianak) di Kabupaten Sambas mencapai 1413.67 ha dengan produksi 87.75 ton. Jeruk pontianak mempunyai peluang besar untuk dikembangkan.
Proses sortasi buah jeruk siam pontianak masih dilakukan secara manual dengan visual mata manusia. Sortasi manual seperti ini menghasilkan pemutuan buah yang kurang seragam. Hal ini disebabkan oleh kelelahan manusia, keragaman visual manusia, dan perbedaan persepsi mutu buah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem visual dengan memakai sensor elektro-optika berbasis pada aplikasi komputer sehingga diperoleh hasil sortasi yang seragam karena berdasarkan penilaian yang obyektif dan konsisten. Pengolahan citra (image processing) merupakan sebuah teknologi visual yang digunakan untuk mengamati dan menganalisis suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek tersebut dan dapat dimanfaatkan untuk evaluasi mutu suatu produk tanpa merusak produk itu sendiri atau disebut non-destructive evaluation (NDE). Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis pengolahan citra buah jeruk pontianak untuk mendapatkan parameter visual citra buah yang berhubungan dengan mutu, mengkaji hubungan antara parameter mutu buah jeruk pontianak (SNI dan non SNI) hasil pengukuran langsung dengan parameter visual hasil pengolahan citra, menggolongkan buah jeruk pontianak berdasarkan ukuran buah sesuai syarat SNI dan warna kulit buah menggunakan pengolahan citra, mengembangkan algoritma pemutuan baru untuk menggolongkan mutu buah jeruk pontianak berdasarkan parameter visual citra buah, dan membandingkan hasil pemutuan yang baru menggunakan pengolahan citra dengan hasil pemutuan manual yang dilakukan oleh petani.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengambilan citra buah jeruk, membangun algoritma pengolahan citra untuk menghitung parameter visual citra buah jeruk, pengukuran langsung parameter mutu buah jeruk, menentukan korelasi antara parameter mutu hasil pengolahan citra dan pengukuran langsung, menggolongkan kelas buah jeruk pontianak berdasarkan SNI dan memvalidasinya, menggolongkan buah jeruk pontianak berdasarkan visual warna kulit, membangun algoritma pemutuan baru, dan membandingkan hasil pemutuan baru dengan pemutuan manual. Parameter mutu buah jeruk pontianak yang diukur secara langsung adalah berat, diameter, kekerasan, dan total padatan terlarut (TPT). Parameter visual citra buah yang diukur adalah area,
warna (RGB dan HSI), dan fitur tekstur (entropi, energi, kontras, dan homogenitas). Algoritma pemutuan yang baru menggolongkan buah jeruk pontianak ke dalam 12 mutu yang baru berdasarkan ukuran dan warna kulit buah.
Diameter jeruk mempunyai pengaruh yang besar terhadap beratnya dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9533. Parameter kekerasan tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap TPT. Kekerasan jeruk terbesar adalah 0.879 kg dan yang terkecil sebesar 0.183 kg, sedangkan TPT jeruk paling besar 15.0 brix dan yang paling kecil 8.1 brix.
Area citra jeruk pontianak mempunyai korelasi yang besar terhadap berat buah jeruk. Korelasi antara area dan berat mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9876 dengan persamaan korelasi berat = 0.0048*area – 32.617. Dalam citra berukuran 400 x 300 piksel, area citra buah yang paling besar adalah 53198 piksel dengan berat 234.04 gram, sedangkan area paling kecil 12919 piksel dengan berat 36.2 gram. Area citra jeruk juga berkolerasi besar terhadap diameter buah. Korelasi kedua parameter ini mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9772 dengan persamaan korelasi diameter = 0.001*area + 31.147. Area citra buah yang paling besar adalah 53198 piksel dengan diameter rata-rata 80.4 mm, sedangkan area paling kecil 12919 piksel dengan diameter rata-rata 40.4 mm. Indeks warna merah, hijau, dan biru serta kompenen warna HSI ternyata tidak mempunyai korelasi yang nyata terhadap kekerasan dan total padatan terlarut. Demikian juga dengan korelasi antara fitur tekstur terhadap kekerasan dan total padatan terlarut. Hal ini ditandai dengan kecilnya nilai koefisien determinasi dari parameter-parameter tersebut.
Penggolongan kelas jeruk pontianak menurut kriteria SNI dari hasil pemutuan manual menghasilkan tingkat keberhasilan rata-rata sebesar 41.3%, sedangkan penggolongan kelas jeruk pontianak menurut kriteria SNI menggunakan pengolahan citra berdasarkan beratnya menghasilkan tingkat keberhasilan rata-rata sebesar 95.1%. Parameter pengolahan citra yang digunakan untuk penggolongan kelas jeruk adalah area citra. Dengan penggolongan ini, buah jeruk dapat digolongkan ke dalam empat kelas berdasarkan ukuran sesuai kriteria SNI, yaitu A, B, C, dan D.
Penggolongan buah jeruk pontianak berdasarkan warna kulitnya menggunakan parameter indeks warna merah menghasilkan tingkat keberhasilan rata-rata sebesar 94%. Buah jeruk pontianak dapat digolongkan ke dalam tiga kategori berdasarkan warna kulitnya, yaitu kuning, hijau kekuningan, dan hijau.
Algoritma pemutuan yang diusulkan menggunakan pengolahan citra dengan parameter area dan indeks warna merah dapat menggolongkan buah jeruk pontianak berdasarkan ukuran sesuai SNI dan warna kulit buah dengan 12 tingkat mutu, yaitu A1, A2, A3, B1, B2. B3, C1, C2, C3, D1, D2, dan D3. Pemutuan jeruk pontianak yang diusulkan menggunakan pengolahan citra menghasilkan pemutuan yang lebih baik daripada pemutuan manual yang dilakukan oleh petani karena lebih seragam dari segi ukuran dan warna kulit buah, serta ukuran buah sesuai dengan ukuran kriteria SNI.
PEMUTUAN BUAH JERUK SIAM PONTIANAK
(Citrus nobilis var. microcarpa) DENGAN TEKNIK
PENGOLAHAN CITRA
SUSANTO BUDI SULISTYO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Teknik Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Tesis : Pemutuan Buah Jeruk Siam Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) dengan Teknik Pengolahan Citra
Nama : Susanto Budi Sulistyo NIM : F151060011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. Ketua
Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu
Keteknikan Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
HALAMAN PERSEMBAHAN
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat
Katakanlah: “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat----kalimat
kalimat
kalimat
kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebel
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebel
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebel
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat
um habis (ditulis) kalimat
um habis (ditulis) kalimat
um habis (ditulis) kalimat----kalimat
kalimat
kalimat
kalimat
Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
(QS. Al Kahfi: 109)
(QS. Al Kahfi: 109)
(QS. Al Kahfi: 109)
(QS. Al Kahfi: 109)
Kupersembahkan karya kecil ini untuk
Ayah M. Prijanto dan Ibu Sudartini
Istri tercinta
Pepita Haryanti
Ananda tersayang
Naifa Farah Zaida
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam tesis ini adalah pengolahan citra (image processing) dengan judul “Pemutuan Buah Jeruk Siam Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) dengan Teknik Pengolahan Citra”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. dan Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penelitian sampai pada penulisan tesis ini.
2. Dr. Ir. Suroso, M.Agr. yang telah banyak memberi saran dan masukan untuk lebih menyempurnakan penulisan tesis ini.
3. Bapak Sulyaden yang telah membantu selama pengumpulan data-data.
4. Segenap staf pengajar dan administrasi Program Studi Teknik Pertanian, Fateta IPB.
5. Istri tercinta Pepita Haryanti dan ananda tersayang Naifa Farah Zaida yang telah menjadi penyemangat dalam menyelesaikan studi.
6. Orang tua dan seluruh keluarga atas doanya selama ini.
7. Rekan-rekan S2 TEP IPB angkatan 2006 atas kerjasama dan kekompakkannya selama ini.
8. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas atas bantuan beasiswa BPPS.
9. Semua pihak yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya penulisan tesis ini.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk turut menyumbang khasanah dunia ilmu pengetahuan dan berguna bagi siapa saja yang membacanya.
Bogor, Agustus 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 25 Mei 1981 sebagai anak keempat dari pasangan M. Prijanto dan Sudartini. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1999 dan lulus tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan studi S2 di Program Pascasarjana IPB, Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian atas biaya beasiswa dari BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto sejak tahun 2004.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Tujuan... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Jeruk Siam... 5
B. Pengolahan Citra Digital ... 8
1. Citra Digital... 9
2. Fitur Tekstur ... 12
C. Aplikasi Pengolahan Citra Digital dalam Bidang Pertanian ... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN... 15
A. Waktu dan Tempat ... 15
B. Alat dan Bahan ... 15
C. Metode Penelitian ... 16
1. Persiapan Penelitian ... 16
2. Pengambilan Citra Buah Jeruk ... 17
3. Algoritma Pengolahan Citra ... 18
4. Pengukuran Langsung Parameter Mutu Buah Jeruk Hasil Pemutuan Secara Manual... 19
5. Korelasi Parameter Mutu Hasil Pengolahan Citra dan Pengukuran Langsung ... 22
6. Penggolongan Kelas Buah Jeruk Pontianak Menurut SNI Hasil Pengukuran Langsung dan Pengolahan Citra... 22
7. Penggolongan Buah Jeruk Pontianak Berdasarkan Visual Warna Kulit... 23
8. Membangun Algoritma Pemutuan Menggunakan Pengolahan Citra .. 23
9. Membandingkan Hasil Pemutuan Menggunakan Pengolahan Citra dengan Pemutuan Manual ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual ... 26
B. Program Pengolahan Citra untuk Menghitung Parameter Visual Citra Jeruk Pontianak... 29
C. Korelasi Parameter Mutu Hasil Pengukuran Langsung dengan Parameter Visual Hasil Pengolahan Citra ... 32
D. Penggolongan Kelas Jeruk Pontianak Menurut SNI Berdasarkan Hasil Pengukuran Langsung ... 38
E. Penggolongan Kelas Jeruk Pontianak Menurut SNI Menggunakan Pengolahan Citra... 39
F. Penggolongan Warna Kulit Buah Jeruk Pontianak Menggunakan
Pengolahan Citra... 41
G. Algoritma Pemutuan Buah Jeruk Pontianak Menggunakan Pengolahan Citra Berdasarkan Area dan Warna ... 45
H. Perbandingan Pemutuan Jeruk Pontianak Menggunakan Pengolahan Citra dengan Pemutuan Manual... 47
V. SIMPULAN DAN SARAN... 51
A. SIMPULAN ... 51
B. SARAN ... 52
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan gizi jeruk per 100 gram berat buah... 1
2 Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas jeruk di Indonesia (1998-2004) ... 2
3 Kriteria kelas jeruk keprok, termasuk jeruk siam (SNI 01-3165-1992)... 7
4 Syarat mutu jeruk keprok, termasuk jeruk siam (SNI 01-3165-1992)... 8
5 Korelasi parameter mutu yang diamati ... 22
6 Kelas mutu dan kriteria dari algoritma pemutuan menggunakan pengolahan citra ... 24
7 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum berat buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual... 26
8 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum diameter buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual... 26
9 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum kekerasan buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual... 27
10 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum TPT buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual... 27
11 Penggolongan kelas hasil pengukuran langsung berdasarkan berat buah menurut SNI... 38
12 Penggolongan kelas menurut SNI dan hasil pemutuan manual... 38
13 Kriteria kelas jeruk pontianak (SNI 01-3165-1992) berdasarkan berat dan hasil konversinya ke area citra... 40
14 Penggolongan kelas menggunakan pengolahan citra dengan hasil pengukuran langsung berdasarkan berat buah... 40
15 Tingkat keberhasilan penggolongan kelas jeruk pontianak berdasarkan visual warna kulitnya menggunakan pengolahan citra ... 44
16 Nilai batas indeks warna merah (r) untuk penggolongan buah jeruk berdasarkan visual kulitnya ... 44
17 Kriteria area citra dan indeks warna merah untuk pemutuan jeruk pontianak ... 45
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bunga jeruk siam. ... 6
2 Jeruk siam masih muda ... 6
3 Jeruk siam matang... 6
4 Bagan alir pengolahan citra. ... 9
5 Matriks citra yang tersimpan dalam memori komputer. ... 10
6 Contoh jeruk pontianak tiap kelas hasil pemutuan manual yang digunakan dalam penelitian. ... 16
7 Pengambilan citra jeruk... 18
8 Pengukuran berat jeruk... 20
9 Pengukuran diameter jeruk... 20
10 Pengukuran kekerasan buah jeruk... 21
11 Pengukuran TPT buah jeruk. ... 22
12 Diagram alir penelitian. ... 25
13 Hubungan diameter dan berat buah jeruk pontianak... 28
14 Hubungan kekerasan dan TPT buah jeruk pontianak... 28
15 Tampilan awal program pengolahan citra. ... 29
16 Tampilan program setelah memilih file untuk dianalisis. ... 30
17 Tampilan program setelah thresholding dan operasi morfologi. ... 31
18 Tampilan program setelah dilakukan analisis... 32
19 Tampilan database hasil analisis program pengolahan citra... 32
20 Korelasi area citra dan berat buah jeruk. ... 33
21 Korelasi area citra dan diameter rata-rata buah jeruk... 34
22 Korelasi indeks warna rgb dan komponen warna HSI terhadap kekerasan buah jeruk. ... 35
23 Korelasi indeks warna rgb dan komponen warna HSI terhadap total padatan terlarut buah jeruk. ... 36
24 Korelasi fitur tekstur terhadap kekerasan dan total padatan terlarut buah jeruk... 37
25 Penggolongan kelas buah jeruk pontianak hasil pemutuan manual dan
perbandingannya dengan kelas menurut kriteria SNI. ... 39
26 Penggolongan kelas buah jeruk pontianak hasil pengolahan citra dan perbandingannya dengan kelas menurut kriteria SNI. ... 41
27 Contoh jeruk dengan kategori warna kulit hijau. ... 42
28 Contoh jeruk dengan kategori warna kulit hijau kekuningan. ... 43
29 Contoh jeruk dengan kategori warna kulit kuning. ... 43
30 Penggolongan buah jeruk berdasarkan kulit buah menggunakan parameter indeks warna merah. ... 44
31 Diagram alir algoritma pemutuan dengan pengolahan citra untuk jeruk pontianak. ... 46
32 Hasil pemutuan manual jeruk pontianak oleh petani untuk kategori kelas E ... 48
33 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk mutu C1 ... 49
34 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk mutu C2. ... 49
35 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk untuk mutu C3. ... 49
36 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk untuk mutu D1 ... 49
37 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk mutu D2. ... 50
38 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk mutu D3. ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Cara pengujian untuk menentukan mutu buah jeruk menurut SNI (SNI
01-3165-1992). ... 56 2 Hasil pengukuran berat jeruk pontianak secara langsung ... 57 3 Hasil pengukuran diameter rata-rata jeruk pontianak secara langsung... 62 4 Hasil pengukuran parameter visual jeruk pontianak menggunakan
pengolahan citra ... 68 5 Kode program pengolahan citra... 84
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Buah jeruk merupakan komoditi buah yang paling populer di dunia, setelah anggur. Jeruk memiliki kandungan nutrisi yang baik bagi kesehatan, terutama kandungan vitamin C-nya. Secara umum, kandungan gizi buah jeruk dapat dilihat pada Tabel 1 (Natawidjaja, 1983).
Tabel 1 Kandungan gizi jeruk per 100 gram berat buah
Kandungan gizi Nilai satuan Energi 44 kalori Protein 0.8 g Lemak 0.3 g Karbohidrat 10.9 g Kalsium 0.33 g Fosfor 0.25 g Besi 0.004 g Vitamin A 420 IU Vitamin B1 0.0007 g Vitamin C 0.31 g
Dalam periode tahun 1998-2004, luas panen dan produksi buah jeruk di Indonesia mengalami peningkatan cukup pesat (Tabel 2). Pada tahun 2004, luas panen jeruk telah mencapai 70000 ha dengan total produksi sebesar 1600000 ton, sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil utama jeruk dunia ke-13 setelah Vietnam (Balitbang Pertanian, 2005).
Jeruk memiliki banyak spesies, diantaranya adalah jeruk keprok (termasuk jeruk siam), jeruk manis, jeruk besar, jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk ponsil (Sunarjono, 2005). Jeruk siam menduduki posisi yang penting dalam dunia jeruk. Bahkan diperkirakan sekitar 60% kebutuhan akan buah jeruk dipenuhi oleh jeruk siam (Anonim, 1999). Jeruk siam memiliki kelebihan antara lain rasa manis, harum dan mengandung banyak air. Jeruk siam (Citrus nobilis) banyak dibudidayakan di Indonesia. Beberapa daerah sentra penanaman jeruk siam adalah di Sumatera Selatan (Indralaya), Jawa Tengah (Pati, Cilacap, Purworejo,
Kutoharjo), Jawa Timur (Mojokerto), dan Kalimantan Barat (Sambas dan Pontianak) (Anonim, 1999).
Tabel 2 Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas jeruk di Indonesia (1998-2004)
Tahun Luas panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 1998 23681 490937 20.73 1999 25210 449531 17.83 2000 37120 644052 17.35 2001 35367 691433 19.55 2002 47824 968132 20.24 2003 56290 1441680 25.61 2004 70000 1600000 22.86 Perkembangan (%/th) 17.92 22.41 4.31 Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan, 2005.
Jeruk siam pontianak atau biasa disebut dengan istilah jeruk pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa), mempunyai ciri fisik kulitnya tipis dan licin mengkilat. Sebenarnya jeruk ini bukanlah hasil produksi pertanian Kota Pontianak. Sentra tanaman jeruk justru berasal dari Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas. Namun sejak lama jeruk ini telah dikenal dengan merek dagang "Jeruk Pontianak" (Wikipedia, 2007).
Pada awal tahun 1952-1953, luas areal tanaman jeruk di Kalimantan Barat adalah 1000 hektar, kemudian tahun 1978 luas pertanaman jeruk berkembang pesat menjadi 5583.90 hektar, dan peningkatan itu terus berlanjut hingga tahun 1988 mencapai 15733.90 hektar. Dari luas pertanaman tersebut sekitar 13717 hektar (87.18%) berada di Kabupaten Sambas, dan sisanya 2016.90 hektar tersebar di Kabupaten Pontianak, Sanggau, dan Ketapang (Martasari, 2007).
Puncak kejayaan jeruk siam pontianak terjadi pada tahun 1992 dengan luas pertanaman sekitar 21377 hektar dengan tanaman produktif sekitar 15000 hektar. Tahun berikutnya yaitu 1993 total tanaman produktif mencapai 15559 ha. Pada tahun 2003, luas panen jeruk siam (siam pontianak) di Kabupaten Sambas mencapai 1413.67 ha dengan produksi 87.75 ton (Azri, 2004; Martasari, 2007).
Menurut situs resmi Provinsi Kalimantan Barat (2007), luas potensi areal pengembangan jeruk pontianak saat ini antara 10000-20000 ha di Kab. Sambas. Berdasarkan rencana pengembangan produk unggulan daerah Kabupaten Sambas, masih tersedia pengembangan komoditas jeruk seluas 7844 ha dan masih memungkinkan untuk diperluas, karena ketersediaan area pertanian lahan kering di Kalbar mencapai seluas 200000 ha. Keunggulan jenis jeruk siam ini antara lain dalam hal popularitasnya yang sudah cukup terkenal baik dalam maupun luar negeri (khususnya ASEAN). Selain itu masa produktifitasnya juga cukup lama (15-20 tahun) dengan benefit cost ratio (BCR) sebesar 3.59. BCR jeruk siam ini merupakan yang tertinggi dibanding komoditas pertanian lainnya di Kalimantan Barat. Selain itu harga di pasaran relatif stabil dan cenderung terus meningkat.
Dalam proses pengolahan dan pemasaran buah segar, sortasi dan grading sebagai usaha evaluasi mutu agar memenuhi standar merupakan kegiatan yang penting dan mutlak diperlukan. Parameter penting yang terkait dengan usaha evaluasi dan pengkelasan mutu buah adalah berdasarkan sifat fisik dan kimia buah, seperti ukuran, warna, tekstur, kekerasan dan keasaman (Kader, et al., 1985 dalam Rahmadianto, 2001).
Selama ini proses sortasi buah jeruk siam pontianak masih dilakukan secara manual dengan visual mata manusia. Sortasi manual secara visual yang biasa dilakukan oleh petani buah jeruk menghasilkan pemutuan buah yang kurang seragam karena masih bercampur antara buah kualitas baik dengan buah kualitas jelek. Hal ini disebabkan oleh kelelahan manusia, keragaman visual manusia, dan perbedaan persepsi mutu buah itu sendiri.
Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem visual dengan memakai sensor elektro-optika berbasis pada aplikasi komputer sehingga diperoleh hasil sortasi yang seragam karena berdasarkan penilaian yang obyektif dan konsisten. Penggunaan sistem visual dengan sensor elektro-optika ini didasarkan pada kemampuan yang lebih peka dan tepat daripada kemampuan visual manusia dalam menangkap pantulan gelombang elektromagnetik buah yang berubah-ubah akibat perbedaan karakteristik fisiko kimia buah.
Perkembangan metode pengolahan citra telah banyak digunakan di dalam bidang pertanian, khususnya sortasi buah dan hasil pertanian lainnya. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan menggunakan pengolahan citra diantaranya adalah untuk evaluasi mutu jeruk nipis (Arham, et al., 2004), penentuan jenis cacat biji kopi (Sofi’i, et al., 2005), pemutuan buah mangga (Ahmad, et al., 2004), identifikasi tingkat ketuaan dan kematangan jeruk lemon (Damiri, et al., 2004), identifikasi mutu tingkat ketuaan dan kematangan buah manggis (Nurhasanah, 2005), serta pemutuan dan identifikasi kematangan buah pepaya (Safrizal, 2005). Dengan menggunakan teknik pengolahan citra, penilaian terhadap mutu suatu produk dapat dilakukan secara obyektif dan konsisten sehingga diharapkan dapat menghasilkan pemutuan yang seragam dengan tingkat kesalahan yang dapat diterima.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Melakukan analisis pengolahan citra buah jeruk pontianak untuk mendapatkan parameter visual citra buah yang berhubungan dengan mutu.
2. Mengkaji hubungan antara parameter mutu buah jeruk pontianak (SNI dan non SNI) hasil pengukuran langsung dengan parameter visual hasil pengolahan citra.
3. Menggolongkan buah jeruk pontianak berdasarkan ukuran buah sesuai syarat SNI dan warna kulit buah menggunakan pengolahan citra.
4. Mengembangkan algoritma pemutuan untuk menggolongkan mutu buah jeruk pontianak berdasarkan parameter visual citra buah.
5. Membandingkan hasil pemutuan menggunakan pengolahan citra dengan hasil pemutuan manual yang dilakukan oleh petani.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jeruk Siam
Jeruk siam hanya merupakan bagian kecil dari sekian banyak spesies dan varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Secara sistematis, tanaman jeruk siam dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Wikipedia, 2007):
Kerajaan : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Sapindales Familia : Rutaceae Genus : Citrus
Spesies : Citrus nobilis var. microcarpa
Jeruk siam merupakan anggota jeruk keprok. Dinamakan jeruk siam karena memang berasal dari Siam (Muangthai). Jeruk siam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok lainnya. Sekilas memang tidak jauh berbeda, jeruk siam memiliki kulit yang lebih tipis dan licin mengkilap. Selain itu, kulit jeruk siam menempel lebih lekat dengan dagingnya, sedangkan pada jeruk keprok lainnya terdapat ruang pemisah yang lebih jelas.
Menurut Sarwono (1994), tanaman jeruk siam paling luas penyebarannya di Indonesia, karena tanaman ini bisa diusahakan di daerah dataran rendah sampai dengan daerah berketinggian 700 meter dpl. Tanaman ini dapat berbuah di daerah-daerah basah, setelah periode kering yang singkat. Tanaman jeruk siam biasanya berbunga pada bulan Oktober-November dan musim berbuahnya pada bulan Juni-Agustus, dengan produksi hingga mencapai 1000-2000 buah tiap tahun.
Umumnya batang pohon jeruk siam yang dibudidayakan secara komersial mempunyai tinggi antara 2.5-3 meter. Pohon tersebut biasanya berasal dari cangkokan atau okulasi (Anonim, 1999).
Daun jeruk siam berbentuk oval. Ukurannya sekitar 7.5 cm x 3.9 cm dan memiliki sayap yang berukuran sekitar 0.8 cm x 0.2 cm. Ujung daunnya agak terbelah, sedangkan bagian pangkalnya meruncing. Urat daunnya menyebar
sekitar 0.1 cm dari tepi daun. Antara batang dengan daun dihubungkan oleh tangkai daun dengan panjang sekitar 1.3 cm (Anonim, 1999). Daun jeruk siam beraroma spesifik karena mengandung minyak atsiri (Sunarjono, 2005).
Menurut Sunarjono (2005), bunga tanaman jeruk siam (Gambar 1) keluar setelah terbentuk trubus (tunas muda) pada ujung-ujung cabang secara tunggal. Warna mahkota bunga putih, pada ujungnya bercanggap seperti bintang, dan termasuk bunga sempurna (dalam satu bunga terdapat putik dan benang sari).
Buah jeruk siam mempunyai ciri khas, yaitu kulit buah tipis (sekitar 2 mm), permukaannya halus, licin, mengkilap, dan menempel lekat pada daging buahnya. Dasar buahnya berleher pendek dengan puncak berlekuk. Tangkai buahnya pendek dengan panjang sekitar 3 cm dan berdiameter 2.6 mm. Biji buahnya berbentuk ovoid, warnanya putih kekuningan dengan ukuran sekitar 0.9 cm x 0.6 cm, dan jumlah biji per buahnya sekitar 20 biji. Daging buahnya lunak dengan rasa manis dan harum. Berat buah sekitar 75.6 gram (Anonim, 1999).
Gambar 1 Bunga jeruk siam.
Jeruk siam dapat dipanen pada umur 6-8 bulan setelah bunganya mekar. Ciri-ciri buah jeruk siam yang siap dipanen (Gambar 3) adalah sebagai berikut (Anonim, 1999):
1) Kulit buah kekuning-kuningan (oranye). 2) Buahnya tidak terlampau keras jika dipegang.
3) Bagian bawah buah agak empuk dan bila dijentik dengan jari tidak berbunyi nyaring.
Buah yang telah siap panen, dipetik dan dikumpulkan untuk selanjutnya dilakukan sortasi dan grading. Di Pontianak, grading dilakukan berdasarkan diameter buah. Dalam prakteknya, grading dilakukan dengan tangan, antara jari tengah dan ibu jari. Grading untuk buah jeruk siam didasarkan atas kelas-kelas sebagai berikut (Anonim, 1999):
- Kelas A : diameter buah rata-rata 7.6 cm, sekitar 6 buah per kg. - Kelas AB : diameter buah rata-rata 6.7 cm, sekitar 8 buah per kg. - Kelas C : diameter buah rata-rata 5.9 cm, sekitar 10 buah per kg. - Kelas D : diameter buah rata-rata 5.8 cm, sekitar 12-14 buah per kg.
Standar Nasional Indonesia (SNI) menggolongkan buah jeruk ke dalam empat kelas berdasarkan berat atau diameter buah, yaitu kelas A, B, C, dan D. Masing-masing kelas digolongkan ke dalam dua jenis mutu, yaitu mutu I dan mutu II. Kriteria kelas dan syarat mutu buah jeruk dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4 di bawah ini, sedangkan cara pengujian untuk menentukan mutu buah jeruk menurut SNI dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 3 Kriteria kelas jeruk keprok, termasuk jeruk siam (SNI 01-3165-1992)
Kelas Berat (gram/buah) Diameter (mm)
A ≥ 151 ≥ 71
B 101-150 61-70 C 51-100 51-60
Tabel 4 Syarat mutu jeruk keprok, termasuk jeruk siam (SNI 01-3165-1992)
Syarat Karakteristik
Mutu I Mutu II
Cara Pengujian Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam Organoleptik Tingkat ketuaan Tua, tapi tidak
terlalu matang
Tua, tapi tidak terlalu matang
Organoleptik Kekerasan Keras Cukup Keras Organoleptik Ukuran Seragam Kurang seragam SP-SMP-309-1981 Kerusakan maks. (jml/jml)
(%)
5 10 SP-SMP-309-1981 Kotoran Bebas Bebas Organoleptik Busuk maks. (jml/jml) (%) 1 2 SP-SMP-309-1981
B. Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra digital (digital image processing) merupakan sebuah teknologi visual yang digunakan untuk mengamati dan menganalisis suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek tersebut. Teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk evaluasi mutu suatu produk tanpa merusak produk itu sendiri atau dikenal dengan istilah non-destructive evaluation (NDE).
Proses pengolahan citra dan analisisnya banyak melibatkan persepsi visual. Data masukan dan keluaran yang dihasilkan oleh proses ini adalah dalam bentuk citra. Citra yang digunakan adalah citra digital, karena citra jenis ini dapat diproses oleh komputer digital. Citra digital diperoleh secara otomatis dari sistem penangkapan citra digital dan membentuk suatu matriks yang menyatakan intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari suatu titik.
Pengembangan algoritma pengolahan citra sangat dipengaruhi oleh perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan. Ada beberapa perangkat keras yang digunakan untuk proses digitasi citra (image digitizing). Perangkat keras yang pertama adalah sensor citra (image sensor). Menurut Ahmad (2005), sensor citra digunakan untuk menangkap pantulan cahaya obyek yang kemudian akan disimpan dalam bentuk nilai intensitas di dalam memori komputer. Sensor citra banyak macamnya. Namun jenis sensor citra yang banyak digunakan adalah solid-state image sensor karena mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukurannya kecil dan kompak, serta tahan guncangan.
Lebih lanjut menurut Ahmad (2005), sebuah kamera TV umumnya terdiri atas satu atau lebih sensor citra, sebuah lensa, dan rangkaian komponen lain,
seperti pembangkit scanning, penguat (amplifier) dan rangkaian pemroses sinyal. Sinyal yang dihasilkan oleh kamera TV adalah berupa sinyal analog sehingga perlu dikonversi menjadi sinyal digital dengan menggunakan analog-digital converter (ADC). Selanjutnya sinyal digital keluaran ADC ditransmisikan ke memori komputer untuk membentuk citra digital. Bagan alir pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Bagan alir pengolahan citra.
1. Citra Digital
Citra (gambar) digital merupakan citra yang dapat dibaca dan diekspresikan secara akurat oleh komputer digital. Menurut Ahmad (2005), sebuah citra digital tersusun dari kumpulan piksel-piksel dalam larik dua dimensi. Sebuah piksel (pixel atau picture element) merupakan bagian terkecil dari suatu citra. Setiap piksel diwakili oleh dua buah bilangan bulat (integer) yang menunjukkan lokasi piksel tersebut dalam suatu citra, dan sebuah bilangan bulat untuk menunjukkan intensitas cahaya dari piksel tersebut.
Jika ada sebuah citra dengan ukuran mxn piksel, maka dalam memori komputer, citra tersebut akan tersimpan dalam bentuk array (m-1, n-1) seperti terlihat pada Gambar 5.
Masukan citra Sensor A/D Converter Komputer digital Bingkai memori Monitor peraga Algoritma pengolahan citra
) 1 n , 1 m ( f ... ) 1 , 1 m ( f ) 0 , 1 m ( f . . . . . . . . . . . . ) 1 n , 1 ( f .... ... ) 1 , 1 ( f ) 0 , 1 ( f ) 1 n , 0 ( f .... ... ) 1 , 0 ( f ) 0 , 0 ( f ) Y X ( f − − − − − − = ×
Gambar 5 Matriks citra yang tersimpan dalam memori komputer.
Berdasarkan intensitas cahaya yang dimiliki oleh piksel dalam sebuah citra, citra digital dibagi menjadi tiga macam, yaitu citra biner, citra abu-abu, dan citra warna.
a. Citra Biner
Citra biner merupakan citra yag dihasilkan dari proses binerisasi. Setiap piksel dalam suatu citra biner 8-bit hanya memiliki dua intensitas warna yaitu 0 (hitam) atau 255 (putih). Citra biner digunakan untuk memisahkan antara obyek dengan latar belakangnya. Dalam citra biner, piksel dengan intensitas warna 0 dikelompokkan ke dalam latar belakang, sedangkan piksel dengan intensitas warna 255 adalah piksel obyek (Ahmad, 2005).
b. Citra Abu-abu (Citra Grayscale)
Sebelum dikuantisasi dan diubah menjadi citra digital, citra mengandung nilai intensitas yang kontinyu. Informasi intensitas dalam suatu citra digital dapat disimpan dalam bentuk gray values atau nilai abu-abu (Nurhasanah, 2005). Apabila citra disimpan dalam memori 8-bit, maka setiap piksel dalam citra tersebut akan mengandung nilai intensitas antara 0 – 255. Pada komputer, piksel dengan nilai intensitas 0 berwarna hitam, intensitas 255 berarti warna putih, sedangkan nilai antara 0 – 255 adalah warna abu-abu (gabungan warna hitam dan putih).
c. Citra Warna
Ahmad (2005) menyatakan bahwa warna ternyata tidak lebih dari sekedar respon psycho-physiological dari manusia untuk intensitas penyinaran yang berbeda. Energi dari cahaya tampak dengan panjang gelombang tertentu ditangkap oleh mata dan diterjemahkan oleh otak sebagai warna.
Model pengolahan warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, salah satunya adalah model warna RGB. Model warna RGB menggunakan dasar tiga buah warna pokok yaitu Red (merah), Green (hijau), dan Blue (biru). Suatu citra warna yang disimpan dalam memori 8-bit, setiap pikselnya akan mengandung informasi intensitas tiga buah warna tersebut (R, G, dan B) dengan selang nilai 0 – 255. Dalam model warna RGB, intensitas warna setiap piksel pada suatu citra dapat diubah dalam bentuk indeks warna, yaitu indeks warna merah (r), indeks warna hijau (g), dan indeks warna biru (b). Proses ini dinamakan normalisasi, dengan cara perhitungan seperti pada persamaan 1-3 (Ahmad, 2005).
B G R R r + + = ...(1) B G R G g + + = ...(2) B G R B b + + = ...(3) dimana:
R, G, B = nilai intensitas warna merah, hijau, dan biru r, g, b = indeks warna merah, hijau, dan biru
Model pengolahan warna yang lain adalah model warna HSI. Model warna ini menggunakan dasar nilai Hue (corak), Saturation (kejenuhan), dan Intensity (kecerahan). Model ini dianggap sebagai cara sebenarnya manusia memandang suatu warna, yang biasanya melakukan penilaian warna secara kualitatif (Ahmad, 2005).
Konversi model warna RGB ke dalam model warna HSI dirumuskan dengan persamaan-persamaan berikut (Ahmad, 2005):
) )( ( ) ( 2 2 cos 2 B G B R G R B G R H − − + − − − = ...(4) ) , , min( ) 3 1 R G B B G R S + + − = ...(5) 3 B G R I = + + ...(6) 2. Fitur Tekstur
Dalam pengolahan citra, tekstur sangat penting peranannya dalam mengidentifikasi karakteristik suatu obyek, seperti pemeriksaan permukaan, pengelompokkan pemandangan, orientasi permukaan, dan penentuan bentuk obyek. Menurut Haralick, et al. (1973) dalam Nurhasanah (2005), untuk menentukan tekstur diperlukan beberapa fitur (14 fitur). Namun dengan hanya melakukan empat buah fitur, bentuk tekstur dari suatu obyek sudah dapat ditentukan. Keempat fitur tersebut adalah fitur entropi, energi, kontras, dan homogenitas.
Menurut Ahmad (2005), entropi adalah fitur untuk mengukur keteracakan dari distribusi intensitas, sedangkan energi adalah fitur untuk mengukur konsentrasi pasangan intensitas pada matriks co-occurrence. Kontras digunakan untuk mengukur kekuatan perbedaan intensitas dalam citra, sedangkan homogenitas digunakan untuk mengukur kehomogenan variasi intensitas dalam citra. Persamaan untuk menentukan keempat fitur tekstur tersebut adalah sebagai berikut (Ahmad, 2005): ) , ( log ) , (1 2 1 2 1 2 i i p i i p Entropi i i
∑ ∑
− = ...(7)∑ ∑
= 1 2 ) , (1 2 2 i i i i p Energi ...(8)∑ ∑
− = 1 2 ) , ( ) ( 1 2 2 2 1 i i i i p i i Kontras ...(9)∑ ∑
+ − = 1 2 1 2 2 1 1 ) , ( i i i i i i p s Homogenita ...(10)C. Aplikasi Pengolahan Citra Digital dalam Bidang Pertanian
Teknik pengolahan citra telah banyak digunakan dalam bidang pertanian, baik pra panen maupun pasca panen. Dalam bidang pasca panen, pengolahan citra digunakan untuk evaluasi mutu suatu produk pertanian secara non destruktif.
Arham, et al. (2004) menggunakan teknik pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan untuk evaluasi mutu jeruk nipis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa indeks warna merah, hijau, dan biru dapat digunakan untuk membedakan umur petik jeruk nipis. Selain indeks warna tersebut, fitur kontras dan homogenitas juga dapat membedakan umur petik jeruk nipis.
Sofi’i, et al. (2005) melakukan penelitian untuk menentukan jenis cacat biji kopi dengan pengolahan citra dan artificial neural network (ANN). Dari analisisnya, diperoleh hasil diantaranya adalah telah dibangun 2 model ANN untuk menduga jenis cacat biji kopi dengan menggunakan parameter luas, panjang, roundness, compactness, indeks merah, indeks hijau, indeks biru, corak, saturasi, dan intensitas.
Ahmad, et al. (2004) menggunakan teknik pengolahan citra untuk melakukan pemutuan buah mangga. Beberapa hasil penelitian tersebut adalah parameter yang sesuai untuk pemutuan buah mangga Arumanis yaitu area dan fitur kontras, sedangkan untuk mangga Gedong dapat dilakukan dengan menggunakan parameter indeks warna merah.
Damiri, et al. (2004) mengidentifikasi tingkat ketuaan dan kematangan jeruk lemon dengan teknik pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan. Dari hasil analisisnya diperoleh hasil bahwa indeks warna merah, indeks warna hijau, corak (hue), dan fitur energi dapat digunakan untuk membedakan kematangan jeruk lemon. Selain itu, parameter pengolahan citra area, roundness, indeks warna RGB dan fitur tekstur dapat digunakan untuk menentukan tingkat ketuaan dan kematangan jeruk lemon.
Nurhasanah (2005) dalam tesisnya melakukan identifikasi tingkat ketuaan dan kematangan buah manggis dengan pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan. Dari hasil penelitiannya, diperoleh salah satu kesimpulan bahwa indeks warna merah, komponen warna HSI, dan fitur entropi dapat digunakan untuk membedakan tingkat ketuaan dan kematangan manggis.
Penelitian untuk menentukan pemutuan dan identifikasi kematangan buah pepaya dilakukan oleh Safrizal (2005). Dalam penelitiannya, disimpulkan bahwa panjang buah pepaya mempunyai korelasi yang baik dengan panjang buah dari hasil analisis citra. Selain itu, pemutuan menggunakan hasil analisis citra memberikan tingkat kesalahan yang lebih kecil dibandingkan pemutuan secara manual.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2007 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
B. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk siam pontianak dengan lima tingkat kelas berdasarkan diameter buah (A, B, C, D, dan E) yang merupakan hasil pemutuan secara manual oleh pedagang besar jeruk pontianak (Gambar 6). Total jumlah sampel yang digunakan sebanyak 850 buah, yaitu kelas A sebanyak 125 buah, kelas B 125 buah, kelas C, D, dan E masing-masing 200 buah. Buah jeruk berasal dari petani jeruk di Pontianak dan diperoleh melalui pedagang pengumpul besar di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kamera CCD warna, merk VED, model OC-305D.
2. Image frame grabber, merk PXC200A, resolusi maksimum PAL/SECAM: 768 x 576 piksel.
3. Personal computer (PC) dengan prosesor Intel Pentium IV. 4. Lampu TL 4 buah @ 5 watt.
5. Timbangan digital, merk METTLER PM-4800. 6. Jangka sorong
7. Refraktometer digital, merk ATAGO PR-201. 8. Rheometer, model CR-30.
Gambar 6 Contoh jeruk pontianak tiap kelas hasil pemutuan manual yang digunakan dalam penelitian.
C. Metode Penelitian 1. Persiapan Penelitian
Ada beberapa hal yang dilakukan terlebih dahulu sebelum penelitian dimulai, yaitu pembersihan kulit buah jeruk, pengaturan cahaya lampu dalam ruang pengambilan citra, dan pemilihan warna kain untuk latar belakang. Buah
Kelas A
Kelas E Kelas D
jeruk pontianak yang diperoleh dari pedagang pengumpul di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta dalam keadaan kulit buah kotor dan kusam penuh debu dan kotoran lain. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengambilan citra, buah jeruk pontianak yang dijadikan sampel penelitian dibersihkan kulit buahnya terlebih dahulu dengan menggunakan lap basah. Setelah itu, masing-masing buah jeruk diberi tanda dengan kertas label.
Persiapan selanjutnya adalah mengatur intensitas cahaya dan posisi lampu TL dalam ruang pengambilan citra. Intensitas cahaya dan posisi lampu TL diatur sedemikian rupa sehingga ketika jeruk diambil citranya tidak menimbulkan bayangan di sekitar objek buah dan pantulan cahaya dari buah tidak terlalu kuat. Dengan demikian proses pengolahan citra dapat dilakukan dengan baik sebagaimana mestinya.
Sebelum dilakukan pengambilan citra, terlebih dahulu dicoba beberapa kain dengan warna berbeda untuk dijadikan latar belakang dari objek buah. Warna kain yang dicoba adalah kain warna hitam, merah, dan putih. Dari ketiga kain tersebut, ternyata kain dengan warna putih menghasilkan hasil thresholding yang lebih baik dari kain warna yang lain. Oleh karena itu dipilih kain warna putih sebagai latar belakang.
2. Pengambilan Citra Buah Jeruk
Citra buah jeruk dengan resolusi 400 x 300 piksel diambil dengan menggunakan kamera CCD. Pengambilan citra hanya dilakukan dari satu sisi saja, yaitu pada bagian atasnya, seperti terlihat pada Gambar 7. Pengambilan citra jeruk dilakukan dalam sebuah kotak tertutup (ditutupi kain hitam) sehingga intensitas cahaya di dalam ruang pengambilan citra tidak dipengaruhi oleh cahaya luar. Latar belakang pengambilan citra dipilih warna yang kontras dengan warna buah (yaitu kain putih). Buah jeruk yang diambil citranya diletakkan di atas kain dan diusahakan berada di tengah-tengah kain. Intensitas cahaya yang menerangi obyek diatur dengan menggunakan lampu TL dan diukur intensitasnya dengan menggunakan luxmeter, yaitu sebesar 250 lux. Citra yang tertangkap oleh kamera selanjutnya disimpan dalam memori komputer dalam format BMP untuk diolah lebih lanjut.
Gambar 7 Pengambilan citra jeruk. 3. Algoritma Pengolahan Citra
Setelah citra jeruk diambil dan disimpan dalam memori komputer, selanjutnya dilakukan pengukuran parameter visual citra jeruk. Program pengolahan citra ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7. Parameter-parameter visual yang diukur adalah:
a. Pengukuran area
Pengukuran area dilakukan dengan terlebih dahulu mengubah citra warna menjadi citra grayscale yang kemudian diubah menjadi citra biner. Proses ini dilakukan melalui proses thresholding dengan nilai threshold tertentu untuk membedakan citra obyek dan latar belakang. Selanjutnya dilakukan perhitungan luas area obyek dengan menghitung jumlah piksel obyek menggunakan persamaan:
[ ]
∑ ∑
= = = m i n j j i B A 1 1 , ...(11) dimana: A = area obyekB[i,j] = lokasi piksel obyek pada (i,j)
Im age processing algorithm s
A /D converter Fram e M em ory
T V cam era
O bject
Im age Fram e Grabber
Lam p Lam p
Im age processing algorithm s
A /D converter Fram e M em ory
T V cam era
O bject
Im age Fram e Grabber
b. Pengukuran intensitas warna
Intensitas warna diukur dengan menggunakan model warna RGB dan HSI. Intensitas warna merah, hijau, dan biru (R, G, dan B) yang diperoleh dari citra warna yang sudah di-threshold kemudian dinormalisasi dengan persamaan (1) sampai (3) untuk memperoleh nilai index warna merah, index warna hijau, dan index warna biru (r, g, dan b). Komponen warna RGB selanjutnya dikonversi ke dalam bentuk model warna HSI dengan menggunakan persamaan (4) sampai (6). c. Pengukuran tekstur
Fitur tekstur yang diukur adalah fitur entropi, energi, kontras, dan homogenitas. Masing-masing fitur dihitung dengan menggunakan persamaan (7) sampai (10) dengan terlebih dahulu mengubah citra warna menjadi citra grayscale dan membuat matriks co-occurence.
4. Pengukuran Langsung Parameter Mutu Buah Jeruk Hasil Pemutuan Secara Manual
Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh petani dengan melihat dan menduga diameter buah jeruk untuk selanjutnya dikelompokkan ke dalam kelas tertentu, yaitu kelas A, B, C, D, dan E. Sebanyak 850 sampel buah jeruk pontianak hasil pemutuan manual oleh petani ini kemudian dilakukan pengukuran parameter mutu secara langsung di laboratorium. Pengukuran parameter mutu buah jeruk pontianak secara langsung dilakukan secara destruktif. Pengukuran ini meliputi berat (gram), diameter (mm), kekerasan (kg), dan total padatan terlarut (obrix).
a. Pengukuran berat
Pengukuran berat buah jeruk dilakukan satu kali menggunakan timbangan digital merk METTLER PM-4800 dengan ketelitian sampai 0.01 gram (Gambar 8).
b. Pengukuran diameter
Pengukuran diameter buah jeruk menggunakan jangka sorong dengan ketelitian hingga 0.1 mm. Pengukuran ini dilakukan dengan cara mengukur
panjang sisi terbesar buah jeruk pada arah horisontal sebanyak dua kali (D1 dan D2) dan arah vertikal sebanyak satu kali (T), seperti terlihat pada Gambar 9. Namun dalam penelitian ini, ukuran diameter yang digunakan adalah diameter rata-rata dari D1 dan D2.
Gambar 8 Pengukuran berat jeruk.
Gambar 9 Pengukuran diameter jeruk. c. Pengukuran kekerasan
Pengukuran kekerasan buah jeruk menggunakan alat Rheometer model CR-30. Pengukuran ini dilakukan dengan cara menusukkan jarum ke kulit jeruk dengan kecepatan tertentu sampai menembus kulit jeruk sebanyak dua kali pada bagian samping buah jeruk, seperti terlihat pada Gambar 10.
D1
Gambar 10 Pengukuran kekerasan buah jeruk. d. Pengukuran total padatan terlarut
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer digital, yaitu dengan cara memeras cairan daging buah jeruk, kemudian cairan tersebut diteteskan pada refraktometer (Gambar 11). Hasilnya dapat terlihat pada display refraktometer. Pengukuran ini dilakukan sebanyak dua kali.
Titik pengukuran Jarum
Gambar 11 Pengukuran TPT buah jeruk.
5. Korelasi Parameter Mutu Hasil Pengolahan Citra dan Pengukuran Langsung
Data parameter visual hasil pengolahan citra selanjutnya dianalisis dan ditentukan korelasinya terhadap parameter mutu buah jeruk pontianak (SNI dan non SNI) yang diukur secara langsung. Parameter-parameter yang dianalisis disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Korelasi parameter mutu yang diamati
Parameter mutu buah No.
SNI Non SNI
Parameter visual pengolahan citra 1. Ukuran
- berat - diameter
- Luas area obyek
2. Kekerasan Total padatan terlarut
- Indeks warna (r, g, b) - Komponen warna HSI - Fitur tekstur
6. Penggolongan Kelas Buah Jeruk Pontianak Menurut SNI Hasil Pengukuran Langsung dan Pengolahan Citra
Menurut SNI, jeruk pontianak digolongkan ke dalam empat kelas berdasarkan berat atau diameternya, seperti terlihat pada Tabel 2. Seluruh sampel buah jeruk pontianak yang digunakan dalam penelitian ini selanjutnya digolongkan ke dalam kelas-kelas dengan kriteria seperti yang disyaratkan SNI dengan menggunakan parameter berat atau diameter buah hasil pengukuran langsung.
Setelah itu, sampel buah jeruk digolongkan ke dalam kelas-kelas sesuai SNI dengan parameter area citra buah hasil pengolahan citra. Langkah ini dilakukan dengan terlebih dahulu mengkonversi nilai batas kelas buah jeruk dari besaran berat atau diameter buah ke besaran area citra menggunakan persamaan korelasi yang telah diperoleh sebelumnya.
Buah jeruk pontianak yang sudah digolongkan ke dalam kelas-kelas menurut SNI menggunakan pengolahan citra, selanjutnya dibandingkan dengan penggolongan kelas hasil pengukuran langsung berdasarkan berat atau diameter buah. Dari perbandingan tersebut akan diketahui tingkat keberhasilan penggolongan kelas jeruk hasil pengolahan citra terhadap penggolongan kelas yang seharusnya (hasil pengukuran langsung).
7. Penggolongan Buah Jeruk Pontianak Berdasarkan Visual Warna Kulit Berdasarkan visual warna kulitnya, buah jeruk pontianak digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu jeruk dengan kulit kuning, kulit hijau kekuningan, dan kulit hijau. Parameter visual hasil pengolahan citra yang digunakan untuk penggolongan ini adalah parameter warna (RGB dan HSI). Penggolongan ini dilakukan setelah diperoleh nilai batas antar kelompok warna kulit buah dengan analisis statistik sederhana.
8. Membangun Algoritma Pemutuan Menggunakan Pengolahan Citra Algoritma pemutuan dengan pengolahan citra yang dibangun menggunakan kombinasi antara parameter area dengan parameter warna. Kombinasi ini menghasilkan 12 kelas mutu yang baru, yaitu A1, A2, A3, B1, B2. B3, C1, C2, C3, D1, D2, dan D3, seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kelas mutu dan kriteria dari algoritma pemutuan menggunakan pengolahan citra
Kriteria Mutu
Kelas SNI Warna kulit buah A1 A kuning A2 A hijau kekuningan A3 A hijau B1 B kuning B2 B hijau kekuningan B3 B hijau C1 C kuning C2 C hijau kekuningan C3 C hijau D1 D kuning D2 D hijau kekuningan D3 D hijau
9. Membandingkan Hasil Pemutuan Menggunakan Pengolahan Citra dengan Pemutuan Manual
Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh petani dengan melihat dan menduga berat atau diameter buah jeruk untuk selanjutnya dikelompokkan ke dalam kelas tertentu. Hasil pemutuan manual ini selanjutnya diabndingkan dengan hasil pemutuan yang baru menggunakan pengolahan citra.
Gambar 12 Diagram alir penelitian. Mulai Sampel jeruk Pengambilan citra dengan kamera CCD
Citra disimpan dalam format BMP
Program pengolahan citra digital
Citra warna
Thresholding Citra biner
Area Analisis warna RGB
Analisis warna HSI
Analisis fitur tekstur
Perhitungan area obyek
Fitur tekstur
(Entropi, Energi, Kontras, Homogenitas) Nilai warna (RGB, HSI) Pengukuran diameter Pengukuran berat Pengukuran kekerasan Pengukuran total padatan trelarut (TPT) Diameter, berat, kekerasan, TPT
Korelasi parameter mutu (SNI dan non SNI) dan parameter pengolahan citra
Selesai Penggolongan kelas SNI Penggolongan warna kulit Algoritma pemutuan baru Perbandingan pemutuan manual dan pemutuan baru
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual
Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter buah atau menduga berat jeruk untuk selanjutnya dikelompokkan ke dalam kelas tertentu, yaitu kelas A, B, C, D, dan E. Sebanyak 850 sampel buah jeruk pontianak hasil pemutuan manual oleh petani ini kemudian dilakukan pengukuran parameter mutu secara langsung di laboratorium. Parameter mutu yang diukur adalah berat, diameter, kekerasan, dan total padatan terlarut (TPT). Nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum parameter mutu hasil pengukuran secara langsung disajikan pada Tabel 7 – Tabel 10. Data hasil pengukuran ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 7 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum berat buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual
Kelas
A B C D E
Rata-rata (gram) 162.70 125.41 103.08 84.05 64.54 Standar deviasi (gram) 19.26 9.03 9.16 6.36 10.35 Maksimum (gram) 234.04 146.80 127.72 99.31 90.14 Minimum (gram) 123.08 96.02 82.44 67.13 36.20
Tabel 8 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum diameter buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual
Kelas A B C D E Rata-rata (mm) 69.8 63.6 59.0 55.3 49.9 Standar deviasi (mm) 3.0 1.6 1.9 1.4 3.1 Maksimum (mm) 80.4 67.8 62.6 58.5 58.4 Minimum (mm) 59.0 58.3 50.9 52.5 40.4
Tabel 9 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum kekerasan buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual
Kelas A B C D E Rata-rata (kg) 0.567 0.495 0.447 0.399 0.367 Standar deviasi (kg) 0.104 0.085 0.103 0.086 0.072 Maksimum (kg) 0.879 0.768 0.791 0.754 0.632 Minimum (kg) 0.358 0.327 0.268 0.246 0.183
Tabel 10 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum TPT buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual
Kelas
A B C D E
Rata-rata (obrix) 10.5 10.7 10.8 11.0 11.5 Standar deviasi (obrix) 0.7 0.8 1.1 1.1 1.2 Maksimum (obrix) 12.9 13.7 14.3 14.2 15.0 Minimum (obrix) 8.9 9.1 8.1 8.5 8.3
Diameter jeruk mempunyai pengaruh yang besar terhadap beratnya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan semakin besar diameter jeruk, maka akan semakin berat, seperti terlihat pada grafik Gambar 13. Berdasarkan grafik tersebut, korelasi antara diameter dan berat jeruk pontianak mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9533 atau dengan kata lain grafik tersebut mempunyai nilai kesesuaian sebesar 95.33%. Dari 850 sampel jeruk yang diamati, diameter jeruk terbesar adalah 80.4 mm dan yang terkecil sebesar 40.4 mm, sedangkan berat jeruk paling besar 234 gram dan yang paling kecil 36.2 gram.
Parameter kekerasan tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap TPT. Hal ini ditunjukkan dengan kecilnya nilai koefisien determinasi (R2) antara kedua parameter tersebut, yaitu sebesar 0.194. Dari 850 sampel jeruk yang diamati, kekerasan jeruk terbesar adalah 0.879 kg dan yang terkecil sebesar 0.183 kg, sedangkan TPT jeruk paling besar 15.0 obrix dan yang paling kecil 8.1 obrix. Grafik hubungan antara kekerasan dan TPT jeruk dapat dilihat pada Gambar 14.
y = 4.8085x - 178.52 R2 = 0.9533 0 50 100 150 200 250 35 45 55 65 75 85 Diameter (mm) B e ra t (g ra m )
Gambar 13 Hubungan diameter dan berat buah jeruk pontianak.
R2 = 0.1942 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 Kekerasan (kg) T P T ( b ri x )
B. Program Pengolahan Citra untuk Menghitung Parameter Visual Citra Jeruk Pontianak
Parameter visual citra buah jeruk pontianak diperoleh dengan menggunakan program pengolahan citra yang dibangun dengan bahasa pemrograman Borland Delphi 7. Program tersebut dapat digunakan untuk menghitung area, indeks warna merah (r), indeks warna hijau (g), indeks warna biru (b), corak (hue), kejenuhan (saturation), intensitas, dan fitur tekstur (entropi, energi, kontras, dan homogenitas).
Tampilan program pengolahan citra terdiri atas menu perintah, gambar obyek, gambar histogram, dan hasil analisis. Tampilan awal program pada saat dieksekusi seperti terlihat pada Gambar 15. Langkah pertama dari program tersebut adalah membuka file citra jeruk dengan format bitmap (*.bmp) pada menu File-Open Image, kemudian pilih file citra yang akan dianalisis, maka akan terlihat tampilan seperti Gambar 16.
Gambar 16 Tampilan program setelah memilih file untuk dianalisis.
Langkah berikutnya adalah proses thresholding untuk memisahkan antara obyek dan latar belakang. Pemilihan nilai threshold disesuaikan sehingga obyek dapat dipisahkan dari latar belakangnya. Dari proses ini akan dihasilkan tiga buah citra baru, yaitu citra warna yang sudah di-threshold, citra abu-abu, dan citra biner. Kemudian untuk menghasilkan citra biner yang bebas dari noise, dilakukan operasi morfologi menggunakan proses opening, closing, dilasi, dan erosi. Caranya adalah dengan mengklik menu Morphology Operation, lalu pilih operasi yang dinginkan sampai menghasilkan citra biner yang bebas dari noise, seperti terlihat pada Gambar 17.
Setelah dilakukan proses thresholding, langkah berikutnya adalah menganalisis citra tersebut sehingga diperoleh parameter-parameter visual yang meliputi area, indeks warna merah, indeks warna hijau, indeks warna biru, hue, saturation, intensitas, entropi, energi, kontras, dan homogenitas. Selain itu,
histogram yang menunjukkan jumlah piksel dengan intensitas tertentu juga dapat ditampilkan, seperti terlihat pada Gambar 18. Langkah terakhir adalah menyimpan hasil analisis ke dalam sebuah database pada menu File-Save Data Results, sehingga nantinya dapat diolah lebih lanjut. Tampilan data ketika disimpan terlihat seperti pada Gambar 18. Hasil analisis citra jeruk untuk tiap kelas disajikan pada Lampiran 3.
Gambar 18 Tampilan program setelah dilakukan analisis.
Gambar 19 Tampilan database hasil analisis program pengolahan citra. C. Korelasi Parameter Mutu Hasil Pengukuran Langsung dengan
Parameter Visual Hasil Pengolahan Citra
Area citra jeruk pontianak mempunyai korelasi yang besar terhadap berat buah jeruk. Korelasi antara area dan berat mempunyai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0.9876 dengan persamaan korelasi berat = 0.0048*area – 32.617 atau area = 204.64*berat + 7018.7, seperti terlihat pada grafik Gambar 20. Dari grafik tersebut terlihat bahwa semakin besar area citra buah maka berat buah juga akan semakin besar. Dalam citra berukuran 400 x 300 piksel, area citra buah yang paling besar adalah 53198 piksel dengan berat 234.04 gram, sedangkan area paling kecil 12919 piksel dengan berat 36.2 gram.
Area citra jeruk juga berkolerasi besar terhadap diameter rata-ratanya. Semakin besar area citra buah maka diameter buah juga akan semakin besar. Korelasi kedua parameter ini mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9772. Persamaan korelasinya adalah diameter = 0.001*area + 31.147 atau area = 1002.5*diameter - 30590, seperti terlihat pada grafik Gambar 21. Dalam citra berukuran 400 x 300 piksel, area citra buah yang paling besar adalah 53198 piksel dengan diameter rata-rata 80.4 mm, sedangkan area paling kecil 12919 piksel dengan diameter rata-rata 40.4 mm.
y = 0.0048x - 32.617 R2 = 0.9876 0 50 100 150 200 250 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 Area (piksel) B e ra t (g ra m )
y = 0.001x + 31.147 R2 = 0.9772 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 Area (piksel) D ia m e te r (m m )
Gambar 21 Korelasi area citra dan diameter rata-rata buah jeruk.
Indeks warna merah, hijau, dan biru serta komponen warna HSI ternyata tidak mempunyai korelasi yang nyata terhadap kekerasan dan total padatan terlarut. Demikian juga dengan korelasi antara fitur tekstur terhadap kekerasan dan total padatan terlarut. Hal ini ditandai dengan kecilnya nilai koefisien determinasi dari parameter-parameter tersebut, seperti terlihat pada Gambar 22, Gambar 23, dan Gambar 24.
Gambar 22 Korelasi indeks warna rgb dan komponen warna HSI terhadap kekerasan buah jeruk.
R2 = 0.1714 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.330 0.340 0.350 0.360 0.370 0.380 0.390 0.400 0.410 r K e k e ra s a n R2 = 0.0782 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.320 0.330 0.340 0.350 0.360 0.370 0.380 g K e k e ra s a n R2 = 0.1338 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.245 0.255 0.265 0.275 0.285 0.295 0.305 b K e k e ra s a n 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.090 0.120 0.150 0.180 0.210 0.240 0.270 S K e k e ra s a n R 2 = 0.0007 R2 = 0.002 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 30 40 50 60 70 80 90 H K e k e ra s a n R2 = 1E-05 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 50 60 70 80 90 100 I K e k e ra s a n
Gambar 23 Korelasi indeks warna rgb dan komponen warna HSI terhadap total padatan terlarut buah jeruk.
R2 = 0.2302 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 0.330 0.340 0.350 0.360 0.370 0.380 0.390 0.400 0.410 r T P T R2 = 0.325 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 0.325 0.335 0.345 0.355 0.365 0.375 g T P T R2 = 0.0449 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 0.245 0.255 0.265 0.275 0.285 0.295 0.305 b T P T R2 = 0.3359 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 30 40 50 60 70 80 90 H T P T R2 = 0.0433 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 0.090 0.110 0.130 0.150 0.170 0.190 0.210 0.230 0.250 0.270 S T P T R2 = 0.0006 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 50 60 70 80 90 100 I T P T
Gambar 24 Korelasi fitur tekstur terhadap kekerasan dan total padatan terlarut buah jeruk. R2 = 0.0046 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.300 0.500 0.700 0.900 1.100 1.300 Entropi K e k e ra s a n R2 = 0.0008 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.050 0.150 0.250 0.350 0.450 0.550 0.650 0.750 Energi K e k e ra s a n R2 = 0.0222 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.050 0.150 0.250 0.350 0.450 0.550 0.650 0.750 Kontras K e k e ra s a n R2 = 0.0116 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.780 0.800 0.820 0.840 0.860 0.880 0.900 0.920 0.940 0.960 Homogenitas K e k e ra s a n R2 = 0.0135 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 0.300 0.500 0.700 0.900 1.100 1.300 Entropi T P T R2 = 0.0055 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 0.050 0.150 0.250 0.350 0.450 0.550 0.650 0.750 Energi T P T R2 = 0.0055 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 0.050 0.150 0.250 0.350 0.450 0.550 0.650 0.750 Kontras T P T R2 = 0.001 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 0.780 0.800 0.820 0.840 0.860 0.880 0.900 0.920 0.940 0.960 Homogenitas T P T