• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Representasi Kartun Panji Koming dalam Menyampaikan Pesan. Politik di Koran Kompas Pada Masa Orba Hingga Pasca Reformasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perubahan Representasi Kartun Panji Koming dalam Menyampaikan Pesan. Politik di Koran Kompas Pada Masa Orba Hingga Pasca Reformasi"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

1

Perubahan Representasi Kartun Panji Koming dalam Menyampaikan Pesan Politik di Koran Kompas Pada Masa Orba Hingga Pasca Reformasi

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penelitian mengenai kartun dan sisi politiknya ini muncul ketika sekarang telah banyak media dan konsep penyampaian politik dengan cara yang lebih menarik dari sebelumnya, salah satunya yaitu dengan menggunakan kartun. Konsep-konsep yang semula dipergunakan untuk hal lain ternyata dapat digunakan untuk menyampaikan hal yang lebih “berat” seperti politik. Maka dari itu muncul ide penelitian mengenai kartun dan representasi politik. Penelitian ini ingin melihat bagaimana kartun Panji Koming yang ada di koran Kompas berubah representasinya sebagai penyampai pesan politik pada saat orde baru dan pasca reformasi. Seperti kita ketahui bersama kondisi media massa saat orde baru dan saat pasca reformasi kondisinya jauh berbeda. Pembatasan-pembatasan terhadap media massa sangat mempengaruhi adanya kartun dan isi kartun di media massa. Maka dari itu akan sangat menarik jika kita melihat bagaimana perubahan cara kartun merepresentasikan pesan politiknya di media massa, salah satunya Panji Koming di koran Kompas.

Alasan terpilihnya kartun sebagai bagian dalam penelitian ini adalah kartun memang merupakan hal yang biasa ada dalam masyarakat, tapi bagaimana jika kartun mempunyai unsur politis. Kartun yang semula identik sebagai media

(2)

2 hiburan terutama hiburan anak-anak, kini mengalami proses perubahan representatif, menjadi sedikit lebih “nakal” dengan membumbuinya dengan unsur politis. Seperti yang kita ketahui saat ini banyak media cetak seperti koran, majalah dan media cetak lainnya yang menggunakan media kartun sebagai penyampai pesan-pesan politik yang ingin mereka sampaikan. Sebenarnya cara ini merupakan cara yang telah lama digunakan selama bertahun-tahun.

”Penggunaan kartun dalam konteks politik pada pemerintahan mulai dikenal pada tahun 1843 ketika ratu victoria memimnta pangeran albert untuk mempelopori suatu pameran kartun yang diselenggarakan di gedung parlemen Inggris. Selanjutnya kartun politik mulai efektif digunakan secara besar-besaran sebagai strategi perang urat syaraf yakni pada pemerintahan nazi jerman dibawah joseph gobbels kartun menjadi media

yang efektif untuk perang urat syaraf”.1

Pesan-pesan yang berupa sindiran dan kritikan terhadap suatu kasus dan isu serta peristiwa-peristiwa yang sedang hangat dibicarakan dialihkan menggunakan media kartun, sehingga terkesan lebih ringan dan dapat diterima oleh berbagai kalangan.

“Kaum psikolog, terutama ahli propaganda, meyakini prinsip utama otak manusia, yang menjadi alasan mengapa kartun menjadi media efektif di dalam membangkitkan keberpihakan. Ada beberapa argumen yang mendasarinya (diilhami dari tulisan schulze. Wechsunger, 2000, political propaganda, dan jalaluddin rakhmat (1986) psikologi komunikasi. Bandung : remadja rosda karya). Pertama, otak manusia didesain untuk memaknai image, bukan kata. Kedua, otak akan menangkap gejala “berita” atau “kata”, kemudian akan dikonversi ke dalam bentuk image. Ketiga, kartun politik merupakan media yang sangat efektif dalam membangun komunikasi politik. keempat, credo goebbels, dalam komunikasi politik terutama propaganda yakin sekali dengan konsep goebbels, tentang siapa yang menjadi target (“to whom”) dari propaganda, sasaran efektifnya

orang yang tidak berpendidikan.”2

1 Munawar ahmad “menyimak relasi kekuasaan dalam kartun” dalam Jurnal ilmu sosial dan ilmu

politik vol. 5 no. 1 juli 2001, hal 122

2

(3)

3 Seiring berjalannya waktu, representasi yang ditimbulkan oleh media ekspresi kartun semakin lama semakin berubah. Perubahan itu bukan hanya perubahan secara visual namun perubahan itu juga terdapat dalam isinya yang terlihat lebih berat. Dapat kita lihat pada koran-koran dan media massa lain yang menampilkan kartun sebagai salah satu isi dari media mereka untuk menyampaikan pesan. Misalnya saja dalam koran Kompas terdapat halaman yang berisi beberapa judul kartun yang hampir semuanya menunjukkan sisi politik dan cara pandang politis mereka terhadap sebuah kasus yang sedang hangat dibahas di Kompas. Seolah-olah tiap sisi dalam media massa itu akan dijadikan sebuah alat penguat sisi pandang dan pendapat media terhadap suatu kasus.

Kartun memang sebagai sebuah media yang mampu diterima masyarakat dengan sangat baik. Sehingga banyak sekali perubahan penambahan jenis kartun dari waktu ke waktu sehingga menjadi lebih beragam. Proses yang akhirnya membawa kartun yang biasanya dilihat sebagai hiburan berubah perannya menjadi sejauh ini, menjadi media penyampai politik seperti yang telah kita rasakan sekarang. Kartun memang mempunyai dampak luar biasa terhadap pemahaman masyarakat Indonesia mengenai suatu kasus dan isu yang sedang hangat dibicarakan.

GM Sudarta yang merupakan pencipta salah satu karakter kartun terkenal Oom Pasikom di koran kompas pernah menyatakan bahwa ”kartun di Indonesia belakangan ini sudah bisa menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh pesan dan estetika, disamping kadar humornya. Tapi karikatur dalam

(4)

4 arti editorial cartoon masih sedikit. Ini mungkin erat kaitannya dengan opini dan kritik, yang masih memerlukan pertanggungjawaban yang rumit” 3

Dari pernyataan ini kita dapat melihat bahwa beberapa waktu belakangan karya seni rupa yang berupa kartun sudah bisa bertransformasi menjadi penyampai pesan yang sarat akan unsur politik. Pesan tersebut dapat dilihat secara tersurat maupun tersirat. Dan bisa kita lihat bahwa kartun menjadi semakin terbuka dengan potensinya sebagai alat politik.

Contoh kartun yang menyampaikan unsur politiknya secara tersirat adalah Oom Pasikom dari koran Kompas yang masih menggunakan sindiran secara lebih halus. Sedangkan kartun yang lebih terbuka dan tersurat adalah kartun Si Kribo dan Timun di koran yang sama, yakni Kompas, yang menyampaikan pesannya secara lebih terbuka dan lebih gampang ditangkap pesannya. Dan dari sekian banyak kartun yang ada di koran terutama di koran Kompas, Panji Kominglah yang akhirnya terpilih karena merupakan salah satu kartun yang sudah sangat populer di masyarakat. Tak hanya itu saja, kartun Panji Koming juga telah ada sejak orde baru sehingga relevan untuk dilihat perbedaannya saat orde baru dan sekarang, pasca reformasi. Alasan lain pemilihan Panji Koming adalah karena kartun ini ada pada koran Kompas yang kita ketahui sejak dulu telah memiliki penikmatnya sendiri dan memiliki angka penjualan yang tinggi.

“Misalnya saja tahun 1970 kebanyakan surat kabar terjual kurang dari 20000 eksemplar.hanya 4 yang memiliki sirkulasi melebihi angka 40000: koran

3 Prisma 5 Mei 1987. “Karikatur: Mati Ketawa Cara Indonesia”. Hal 49 (dikutip dari skripsi tulisan

Gusti Indah Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada yang berjudul “Menyimak Relasi Kekuasaan Dalam Karikatur; Studi tentang Terorisme Berbalut Karikatur Oom Pasikom di Harian Kompas 2001-2003”)

(5)

5

berhaluan radikal merdeka (82000), dua surat kabar kristiani yang prestisius yakni kompas (75000)dan sinar Harapan (65000) serta berita yudha miliki tentara (75000)”.4

Angka diatas dapat menjelaskan bagaimana posisi koran Kompas dimata masyarakat Indonesia pada masa itu. Bahkan hingga saat ini koran tersebut sangat mudah untuk kita temukan setiap harinya. Jadi tak ada alasan untuk tidak menjadikan koran ini, terutama kartun Panji Koming yang hadir setiap minggunya di Koran Kompas sebagai objek penelitian yang menarik untuk dikaji. Dan pada penelitian ini akan mengambil masa antara periode tahun 1990-an dan tahun 2000-an sebagai bahan yang dominan dikaji sedangkan dalam beberapa bagian akan mengambil dari tahun1970-an dan tahun 1980-an sebagai penguat tulisan. Sebenarnya penelitian mengenai kartun ini bukanlah yang pertama, bahkan dapat kita katakan bahwa tidak sedikit yang membahas tentang kartun meskipun tema yang diambil itu tidak sama. Selain itu kartun lain pernah dibahas oleh salah satu mahasiswa di Jurusan Ilmu Pemerintahan dalam skripsinya yang juga mengangkat salah satu kartun yaitu mengenai Oom Pasikom.

Penggambaran Oom Pasikom ini pernah disampaikan pada skripsi yang pernah ditulis oleh Gusti Indah Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Skripsi yang berjudul “Menyimak Relasi Kekuasaan Dalam Karikatur; Studi tentang Terorisme Berbalut Karikatur Oom Pasikom di Harian Kompas 2001-2003”. Skripsi ini menceritakan bagaimana Oom Psikom menanggapi aksi-aksi terorisme dan penanganannya di Indonesia. Dengan skripsi ini jelas sekali bahwa sekarang kartun di media massa

4 Atmakusumah 1980: 232 menyitir kritis mengupas suratkabar, cipta loka caraka, badan lektur

pembinaan mental, jakarta, 1970, hlm. 69-70 (dikutip dari David T.Hill. “Pers di Masa Orde Baru”. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta. 2011. Hal. 36)

(6)

6 terutama dalam kasus ini media cetak, menjadi sebuah alat untuk menyampaikan pesan poltik.

Tulisan lain yang juga pernah membahas mengenai kartun adalah tulisan dari Munawar Ahmad, “Menyimak Relasi Kekuasaan dalam Kartun”. Salah satu tulisan dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik vol.5 no.1 Juli 2004 ini membicarakan mengenai kartun dengan relasi kuasa. Tulisan ini menceritakan mengenai penggunaan kartun yang dijadikan sarana politik, dan dalam hal ini yang diangkat adalah mengenai hubungan relasi kuasa yang menjadi bagian dalam politik dengan kartun.

Kedua tulisan ini merupakan beberapa tulisan yang mendasari penulis untuk mengangkat kartun sebagai objek penelitian yang sangat menarik untuk dikaji. Tulisan-tulisan tersebut seakan menjelaskan bahwa hal-hal yang “ringan” pun dapat dipolitisasi. Hal tersebut pula yang ingin penulis angkat dalam penelitian ini, kartun dan peluangnya sebagai sarana politik. Namun setiap tulisan pasti mempunyai perbedaan, baik perbedaan sudut pandang, cara menyampaikan maupun materi yang disampaikan meskipun dengan satu tema yang sama. Dalam penelitian ini penulis tidak akan mengangkat mengangkat tema mengenai kartun dan terorisme serta tidak akan melihat secara khusus antara relasi kuasa dan kartun seperti tulisan atau penelitian yang telah disampaikan sebelumnya. Meskipun dalam beberapa hal penelitian ini akan menggunakan tulisan dari penelitian sebelumnya untuk dijadikan refrensi dalam penulisan. Telah banyak penelitian yang mengulas tentang kartun dan politik, namun bagi penggemar Panji

(7)

7 Koming tulisan ini mungkin saja bisa menjadi hal yang menarik untuk diikuti karena lebih spesifik mengenai salah satu kartun populer di Indonesia.

Studi yang dilakukan oleh Munawar Ahmad, “Menyimak Relasi Kekuasaan dalam Kartun”. Salah satu tulisan dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik vol.5 no.1 Juli 2004 ini membicarakan mengenai kartun dengan relasi kuasa. Kartun yang dimaksud dalam tulisan tersebut tidak menyebutkan secara spesifik kartun yang digunakan. Baik apakah kartun tersebut berasal dari media cetak maupun elektronik. Dalam tulisan tersebut jangka waktu kartun yang digunakan tidak disebutkan secara lebih lengkap, sehingga penggunaan tulisan tersebut sebagai refrensi bisa digunakan dalam kurun waktu yang lama.

Berbeda halnya dengan tulisan yang akan penulis sampaikan. Dalam penelitian ini penulis hanya berfokus kepada satu jenis kartun dari media cetak yaitu kartun Panji Koming, sehingga bisa saja penelitian ini tidak sesuai apabila digunakan atau dibandingkan dengan menggunakan kartun yang lain. Selain itu rentan waktu yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada masa orde baru dan pasca orde baru. Meskipun terdapat perbedaan antara penelititan ini dengan beberapa refrensi yang digunakan, namun tetap terdapat persamaan dan garis besar dari kedua penelitian ini. Kedua penelitian ini sama-sama menggunakan kartun sebagai tema utama penelitian dan melihat kartun sebagai suatu sarana dalam menyampaikan unsur-unsur politik.

Apapun bahasa dan cara menyampaikan pesan-pesan yang sarat akan unsur politik dalam sebuah kartun, kita tetap dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa kartun sudah mengalami sebuah transformasi dalam pergeseran fungsi

(8)

8 representasinya atau dapat kita katakan telah bertambah fungsi dan perannya. Itulah mengapa penelitian ini dibuat. Penelitian yang ingin mengetahui secara lebih mendalam pergeseran yang terjadi seperti apa dan bagaimana dapat terjadi. Sehingga dapat membawa kita kepada pemahaman yang lebih mendalam akan pentingnya berpikir kritis terhadap semua hal yang ada dihadapan kita dan lebih menyadari bahwa ada beberapa hal yang tidak selalu sama di setiap perjalanan waktunya atau dengan kata lain berkembang dinamis sesuai dengan perjalanan waktu.

B. RUMUSAN MASALAH

Fenomena yang terjadi dalam kartun di Indonesia, salah satunya kartun Panji koming yang membuat peneliti merasa tertarik untuk menelitinya. Sehingga tercetuslah sebuah rumusan masalah yang ingin dihadirkan dalam penelitian ini yakni mengenai

“Bagaimana perubahan representasi kartun Panji Koming dalam menyampaikan pesan politik di Koran Kompas pada masa Orba dan pasca reformasi?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana kartun di media massa Indonesia, terlebih dalam hal ini kartun Panji Koming di koran Kompas yang notabene sebagai media yang diteliti, mengalami pergeseran dalam penyampaian isi dan makna yang terkandung didalamnya. Khusunya dalam

(9)

9 penelitian ini pada masa Orde Baru dan Pasca Reformasi. Peneliti ingin mengetahui pergeseran yang dialami oleh kartun Panji Koming dalam hal representasi politik. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui seperti apa perubahan-perubahan yang terjadi selama orde baru menuju era pasca orde baru (jika memang ada perubahan) atau bahkan mungkin tidak ada perubahan sama sekali.

Penelitian ini juga ingin mengetahui dan membuktikan apakah faktor berubahnya sistem rezim yang berkuasa memang dapat menyebabkan perubahan dan pergeseran representasi dari media massa suatu negara. Terutama dalam hal ini adalah kartun Panji Koming. Dan seperti apa bentuk perubahannya serta bagaimana dampak yang dapat ditimbulkan dari perubahan tersebut. Karena kita tahu bahwa rezim orde baru merupakan orde yang menjadi sejarah tersendiri bagi bangsa Indonesia merupakan rezim yang berbeda dari rezim-rezim penerusnya. Rezim yang telah mengakar selama 32 tahun di Indonesia ini telah membentuk masyarakat Indonesia sedemikian rupa. Pengaruh orde baru sudah sangat melekat kuat pada kehidupan dan budaya di masyarakat Indonesia. Lalu bagaimana halnya jika kemudian Indonesia berganti dengan rezim yang berbeda jauh dari rezim sebelumnya.

Hal yang tersebut diatas telah memancing keingintahuan penulis terhadap hal tersebut. Terlebih karena banyaknya orang yang berpendapat bahwa media massa itu dapat berubah tergantung kondisi pada saat itu, dimana dan siapa yang berkuasa. Jadi bisa kita katakan secara sederhana bahwa baik gambar maupun tulisan mempunyai muatan pesan yang berbeda dan hal ini dapat dipolitisasi

(10)

10 dengan mudah oleh orang ataupun pihak yang menginginkannya. Karena itu penelitian ini juga bertujuan supaya kedepannya masyarakat bisa lebih kritis terhadap segala sesuatu termasuk pemberitaan yang ada di media, baik di media cetak maupun media elektronik. Seperti telah disebutkan diatas bahwa pemberitaan-pemberitaan tersebut mempunyai representasi dan hidden interest masing-masing. Diharapkan dengan adanya tulisan ini masyarakat bisa lebih menyadari ternyata hal kecil disekitar kita, seperti kartun yang kita nikmati sehari-hari bisa mengalami perubahan yang mungkin tidak disadari sebelumnya.

D. KERANGKA TEORI D.1 Kartun

Kartun merupakan suatu karya seni rupa dua dimensi yang berupa gambaran atas sebuah benda hidup maupun benda tak hidup yang dikemas sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu kesan tersendiri dan mempunyai makna. Karya 2 dimensi lainnya yang sering rancu dengan kartun adalah penyebutan kartun dan karikatur. Terkadang terjadi tumpang tindih pemaknaan kartun dan karikatur oleh sebagian orang. Karikatur sebenarnya merupakan salah satu jenis dari kartun. Karikatur sendiri adalah pencitraan berlebihan atas wajah seseorang yang biasanya orang terkenal, dengan “mempercantiknya” dengan penggambaran ciri khas lahiriahnya untuk tujuan mengejek.5 Sehingga dapat kita

5 GM. Sudarta. “Karikatur: Mati Ketawa Cara Indonesia”. Prisma 5 Mei 1987. Hal 49-50 (dikutip

dari skripsi tulisan Gusti Indah Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada yang berjudul “Menyimak Relasi Kekuasaan Dalam Karikatur; Studi tentang Terorisme Berbalut Karikatur Oom Pasikom di Harian Kompas 2001-2003”)

(11)

11 katakan bahwa kartun mempunyai lingkup yang lebih luas dibanding karikatur yang merupakan bagian dari kartun.

Kartun mempunyai tema yang beragam, mulai dari masalah cinta, perang, politik, ekonomi, kehidupan sehari-hari, seni budaya, agama, olahraga, mode, sampai adat istiadat dan hal-hal yang surealistis sekalipun (Yustiniadi, 1996:50).6 Jenis-jenis kartun yang ada antara lain;7

1. Kartun editorial (editorial cartoon) yang digunakan sebagai visualisasi tajuk rencana surat kabar atau majalah. Kartun ini biasanya membicarakan masalah politik atau peristiwa aktual sehingga disebut kartun politik. Kartun ini sekarang tidak hanya ada pada media cetak tapi juga telah ada di media elektronik, seperti di beberapa acara di stasiun Televisi dan di situs-situs di internet.

2. Kartun murni (gag cartoon) yang dimaksud sekedar sebagai lelucon atau olok-olokan tanpa bermaksud mengulas suatu permasalahan atau peristiwa aktual. Sehingga dapat dikatakan kartun jenis ini lebih netral, karena hanya bertujuan untuk sekedar lelucon dan menghibur.

3. Kartun komik (comic cartoon) yang dalam media cetak merupakan susunan gambar, biasanya terdiri dari tiga sampai enam kotak. Isinya hanya komentar humoris tentang suatu peristiwa atau masalah aktual. Sedangkan dalam media elektronik misalnya saja pada jenis kartun

6 Gusti Indah, “Menyimak Relasi Kekuasaan Dalam Kerikatur; studi Tentang Terorisme Berbalut

Karikatur Oom Pasikom di Harian Kompas periode 2001-2003”, tahun 2009

7 Klasifikasi ini terdapat dalam penbahasan-pembahasan kartun (Cipta Adi Pustaka, 1990, 201)

dikutip dari skripsi tulisan Gusti Indah Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan lmu Politik Universitas Gadjah Mada yang berjudul “Menyimak Relasi Kekuasaan Dalam Karikatur; Studi tentang Terorisme Berbalut Karikatur Oom Pasikom di Harian Kompas 2001-2003”)

(12)

12 yang ditonton oleh anak-anak, yang biasanya kebanyakan berisi mengenai pengetahuan, petualangan maupun tentang imajinasi seseorang yang ditumpahkan dalam bentuk gambar yang bergerak.

D.2 Kartun di Media Massa

Kartun semula identik dengan hiburan bagi anak-anak. Karena kartun yang ada biasanya berisi mengenai suatu imajinasi seseorang terhadap lingkungan, benda, maupun kejadian yang hanya ada pada dunia khayal mereka. Namun seiring berjalannya waktu kartun tidak hanya menjadi media hiburan yang menyenangkan melainkan juga merambah ke hal-hal yang lebih serius dan lebih berat.

Media yang digunakan untuk menuangkan atau menggambar kartun ada bermacam-macam. Dahulu orang hanya akan menggambar kartun pada sebuah kertas. Namun saat ini media penuang kartun tidak hanya terbatas pada kertas semata, bahkan sekarang ada dimana-mana. Di dinding-dinding yang ada disekitar kita juga terdapat kartun yang biasa disebut dengan mural maupun grafiti. Bahkan tanpa kita sadari kartun juga ada di benda-benda yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti baju, lemari, mug, tempat pensil dan lain sebagainya.

Namun yang paling sering kita temui sekarang adalah penggunaan kartun pada media massa, baik media massa cetak maupun elektronik. Kartun di media massa Indonesia sudah ada sejak 1930-an. Saat ini dengan teknologi yang lebih canggih kartun juga muncul di televisi. Setiap hari di hampir semua stasiun televisi terdapat kartun, baik itu berupa kartun yang utuh dan membentuk sebuah

(13)

13 kisah maupun hanya bagian-bagian yang mengandung makna. Kita dapat melihat kartun juga digunakan untuk iklan, baik iklan sebuah produk, iklan politik, maupun iklan layanan masyarakat. Dalam beberapa media elektronik (TV dan situs Internet), kartun juga kadang digunakan sebagai ikon dari perusahaan mereka. Misalnya saja TV One yang menggunakan sosok kartun “Bang One” sebagai ikon dari TV One. Tak jarang pula Bang One hadir sebagai perwakilan dari sisi pandang TV One terhadap sebuah isu yang sedang berkembang.

Begitu pula yang terjadi di media cetak. Di setiap majalah maupun koran yang kita baca setiap hari, terdapat halaman atau kolom yang menyediakan tempat khusus untuk kartun. Kartun yang membawa pesan kritik sosial, yang muncul disetiap penerbitan surat kabar adalah political cartoon atau editorial cartoon, yakni versi lain dari editorial atau tajuk rencana dalam versi gambar humor, dan inilah yang biasa disebut dengan karikatur.8

Dari kartun yang ringan hingga kartun yang berisi tentang hal yang berat, selalu kita jumpai di media massa. Dengan berbagai alasan keberadaan kartun di media massa yang menjadikannya sebagai hiburan, penyampai berita atau pesan, maupun menjadi alat propaganda, dapat kita katakan bahwa kartun sudah merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari media massa. Jadi saat ini kartun sudah bukan merupakan hal yang asing lagi. Bahkan kartun tidak lagi terbatas pada penikmat kalangan anak-anak dan remaja saja. Tapi kartun juga

8 Ibid (dikutip dari skripsi tulisan Gusti Indah Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan

lmu Politik Universitas Gadjah Mada yang berjudul “Menyimak Relasi Kekuasaan Dalam Karikatur; Studi tentang Terorisme Berbalut Karikatur Oom Pasikom di Harian Kompas 2001-2003”)

(14)

14 sudah dapat masuk ke ranah dunia orang dewasa, dengan pemberitaan yang lebih berat dan sesuai dengan pemikiran orang dewasa pada umumnya.

D.3 Representasi

Representasi sendiri mempunyai pengertian mewakili.9 Representasi juga berarti menyampaikan sebuah pesan dan sebagai pertunjukan definisi yang mempengaruhi opini dan aksi. Representasi atau gambaran-gambaran dan ide-ide yang dibentuk dalam pikiran memiliki implikasi yang sangat luas bagi orang-orang dalam konteks yang nyata. Representasi yang bersifat imajiner dapat mempengaruhi pihak dalam dunia nyata baik dalam mengambil keputusan dan tindakan tertentu. Merepresentasikan artinya menyampaikan atau menggambarkan sebuah ide dan keinginan yang ada di dalam pikiran seseorang terhadap sesuatu. Dan terkadang dengan merepresentasikan sesuatu bisa berarti seseorang mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

Representasi secara umum dapat kita bedakan menjadi beberapa jenis, yang pertama adalah representasi yang dapat dilihat dan dirasakan secara langsung atau tersurat. Representasi yang kedua adalah representasi yang tersirat atau dapat dikatakan terdapat hidden interest di dalamnya sehingga dibutuhkan sebuah pemikiran yang lebih mendalam untuk menangkap makna sesungguhnya. Representasi dapat dilakukan melalui beberapa media seperti tulisan dan gambar yang telah disesuaikan dengan apa yang ingin direpresentasikan.

9

(15)

15 Dalam tulisan Spivak, dia menekankan fakta bahwa, representasi adalah salah satu jenis dari tindakan berbicara, dengan seorang pembicara dan seorang pendengar. 10 Dengan kata lain representasi adalah cara pandang salah satu pihak yang ditujukan untuk pihak lain atau suatu hal. Pandangan ini berupa sesuatu hal yang imaginer, yang tidak dapat ditangkap atau dilihat secara langsung, tetapi dapat dirasakan dan dipahami. Sehingga representasi antara satu orang dengan yang lain terhadap suatu hal yang sama bisa jadi tidak sama. Karena seperti yang telah disebutkan diatas bahwa representasi bersifat imajiner. Bahkan terkadang terhadap suatu kasus yang sama, tiap orang bisa berpandangan berbeda. Bahkan bisa juga satu orang dan orang lain punya cara pandang yang sama atau bisa dikatakan representasi satu orang dapat disetujui oleh orang lain dan atau merepresentasikan orang lain juga. Representasi inilah yang membuat suatu tulisan atau gambar mempunyai sebuah arti.

D.4 Kartun, Media dan Representasi

Kartun, media massa dan representasi merupakan hal yang dapat memperkuat satu sama lain. Kartun membutuhkan sebuah media massa untuk menuangkannya dan memperluasnya kepada masyarakat, bisa berupa kartun pada media cetak maupun media elektronik. Kartun yang ada pada suatu media massa biasanya mempunyai suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan inilah yang

10 Hartinigsih dan Pambudi, 2006, „Membaca Gayatri Chakravorty Spivak‟, Kunci Cultural

Studies, [online] diunduh dari http://kunci.or.id/esai/misc/maria_gayatri.htm diakses pada 25

januari 2009 (dikutip dari skripsi tulisan Dewi Nurul Maliki Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Gadjah Mada dengan judul “Representasi Kelompok Minoritas dalam Tubuh Mayoritas Dominan; studi kasus tentang perlawanan Jemaat amadiyah Indonesia Cabang Yogyakarta terhadap Klaim-klaim Hegemonik Kelompok mainstream Islam dalam upaya mendapatkan hak hidup legal (kembali)”)

(16)

16 kemudian direpresentasikan melalui kartun yang gambarnya dan alurnya disesuaikan dengan tujuan dan kemudian akan diperluas melalui media massa.

Hal ini diperkuat oleh kutipan dari tulisan Munawar Ahmad berikut: “Misi tersembunyi yang dikemas dalam kartun bisa dimaknai sebagai suatu perjuangan untuk menata ulang struktur kekuasaan. Melalui media massa, kartunis menjadi bagian dalam suatu gerakan dalam bentuk penggalangan

wacana kearah relasi kekuatan yang semakin terhindar dari spiral kekerasan.”11

Kutipan tersebut memperkuat dugaan adanya hidden interest dan representasi politik dalam kartun, dan hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Tidak bisa kita remehkan bagaimana kartun bekerja secara efektif dan efisien.

Sedangkan yang dimaksud dengan politik representasi adalah bagaimana seseorang dapat menyampaikan pandangannya yang mungkin terkadang imaginer, kepada pihak lain supaya pihak–pihak yang dimaksud dapat menangkap dan mengerti maksud yang sesungguhnya. Politik representasi ini biasanya berkaitan dengan kekuasaan terhadap suatu hal tertentu yang mempunyai maksud supaya pihak lain dapat terpengaruh dengan apa yang dia pikirkan. Layaknya penanaman suatu ide tertentu terhadap sesuatu. Dengan begitu orang dapat terbawa dan masuk dalam pemikiran pihak yang melakukan politik representatif tersebut sehingga bisa terpengaruh dan melakukan hal yang diinginkan oleh pelaku politik representatif.

Dalam kasus penggunaan kartun dalam media massa pun juga terdapat politik representatif. Media massa dapat menggunakan cara berbeda-beda dari

11 Munawar Ahmad.2001. “Menyimak Relasi Kekuasaan dalam Kartun” dalam Jurnal Ilmu Sosial

(17)

17 biasanya tak hanya berupa tulisan yang tidak terlalu menarik perhatian banyak orang. Banyak media massa yang kemudian menggantinya dengan kartun, suatu media yang lain dari biasanya untuk menyampaikan pesan. Seperti yang telah disebut diatas bahwa dalam politik representatif bisa terdapat suatu pesan tersembunyi yang terselip dalam penggunaan kartun tersebut. Media massa juga menggunakan kartun sebagai alat penyampai pesan politik secara lebih halus dan lebih mudah ditangkap makna apa yang terkandung dibaliknya.

Selain itu politik representatif kartun yang dilakukan oleh media massa juga bisa saja mempunyai tujuan mempengaruhi ideologi dan pemikiran-pemikiran dari media massa tersebut. Misalnya pada suatu kasus, salah satu media sangat kontra. Hal itu akan nampak pada kartun yang ditampilkan. Kartun-kartun yang dibuat untuk mendukung argumentasi serta point of view-nya secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi beberapa pihak dan membuatnya berpikiran sama dengan media massa tersebut. Jadi politik representatif yang digunakan oleh media massa melalui media kartun dapat menghasilkan hal yang sangat luar biasa dalam mempengaruhi pihak yang ingin dipengaruhi.

Kartun yang ada pada suatu media massa, biasanya akan mempunyai ideologi dan arah pemikiran yang sama. Akan sangat jarang sekali terjadi kemungkinan bahwa kartun dan media massa berideologi berbeda. Suatu media massa pasti sudah memilih kartun yang boleh tampil pada salah satu halamannya. Meskipun perannya mungkin tidak terlalu terlihat, tetapi kartun yang ditampilkan akan mewakili sudut pandang dari media massa tersebut. Sudut pandang dan

(18)

18 ideologi yang sama kemudian akan memudahkan dalam merepresentasikan suatu hal. Hubungan seperti inilah yang akhirnya dapat menguatkan antara media massa, katun dan representasi.

E. DEFINISI KONSEPTUAL

Politik Representatif

Politik representatif adalah pemberian pesan atau definisi tertentu yang sudah dipolitisasi dari suatu pihak untuk mempengaruhi seseorang, beberapa orang maupun banyak orang untuk melancarkan niatnya terhadap suatu hal yang biasanya berkaitan dengan kekuasaan dan tujuan tertentu dapat dilakukan secara tersurat maupun secara tersirat.

F. METODE PENELITIAN

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Ikonografi. Metode ini dipilih karena metode analisis ikonografi dianggap paling tepat untuk digunakan dalam meneliti studi yang ingin melihat pergeseran representasi kartun Panji Koming di koran Kompas dari masa Orba hingga pasca reformasi ini. Kartun merupakan sebuah karya seni berupa gambar dan terkadang disertai dengan tulisan biasanya mempunyai makna, maka dari itu kartun dalam beberapa kesempatan bisa dijadikan sebagai simbol. Simbol-simbol dan makna inilah yang biasanya dikaji dalam analisis Ikonografi.

Selain karena alasan yang telah disebutkan diatas, alasan lain dipergunakannya metode analisis Ikonografi karena data-data yang akan dipakai

(19)

19 dalam penelitian ini hampir seluruhnya merupakan data tertulis yang didapat dari berbagai sumber. Data tertulis yang ada baik berupa percakapan maupun narasi ini biasanya menggunakan unit bahasa tertentu. Data-data tersebut antara lain diperoleh dari media massa Kompas terutama pada halaman diletakkannya Panji Koming, yang merupakan kajian utama dari penelitian ini. Data penunjang lainnya juga didapatkan dari beberapa buku, jurnal dan penelitian-penelitian sebelumnya yang didapatkan dari Perpustakaan serta data dari sumber sekunder lain seperti hasil pencarian di internet. Data-data tersebut nantinya akan dianalisis untuk kemudian bisa menjawab rumusan masalah.

Studi ini berkaitan dengan gambar dan tulisan yang membentuk sebuah cerita. Cara analisis studi ini tentu saja dengan memperhatikan kedua hal tersebut yaitu gambar dan tulisan (prolog dan dialog). Gambar dan tulisan ini akan sangat menguatkan satu sama lain. Jika kita melihat sebuah gambar maka tulisan akan lebih memperjelas, begitupula sebaliknya. Kecenderungan gambar (tokoh, latar belakang dan hal yang dilakukan) serta pemilihan tata bahasa dan kata tersebut yang akan dianalisis. Analisis terhadap tokoh ini tidak terlepas dari tema utama studi ini yakni mengenai representasi politik. Jadi gambar dan tulisan dalam kartun yang dijadikan contoh kemudian akan dikaitkan dengan representasi politik seperti yang telah dijelaskan diatas. Cara analisis yang demikianlah yang menjadi alasan mengapa analisis ikonografi dianggap lebih tepat dalam penelitian ini.

Salah satu data primer yang akan digunakan berasal dari koran Kompas terutama pada bagian kartun Panji Koming. Koran Kompas yang akan dipakai adalah beberapa koran Kompas edisi yang ada pada jaman Orde Baru dan

(20)

20 beberapa edisi sekarang, Pasca Reformasi. Koran ini dapat didapatkan melalui koran dalam bentuk eksemplar maupun dalam bentuk koran on-line yang banyak digunakan saat ini. Namun kebanyakan data diambil dari kantor koran Kompas yang merupakan tempat penyimpanan data koran Kompas yang paling lengkap, berupa softfile. Dari sekian banyak edisi dan kartun Panji Koming yang ada, hanya akan digunakan beberapa sampel kartun saja. Pemilihan sampel yang akan digunakan dalam studi dipilih selain dari tahunnya yang mewakili dari tiap masa (era orba dan pasca reformasi) juga dipilih sampel dengan gambar dan cerita yang mudah dipahami. Sampel juga dipilih berdasarkan edisi dengan gambar dan cerita yang dirasa lebih menarik dan lebih mewakili apa yang ingin disampaikan studi ini daripada edisi-edisi lain yang berhasil didapatkan oleh penulis.

Sistematika penyusunan penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data terlebih dahulu. Seperti yang telah disebutkan diatas, data berupa data tertulis baik data primer maupun data sekunder. Data tersebut kemudian akan dianalisa dari segi gambar (pemilihan gerakan, ekspresi dan cara menggambar), unit bahasanya berdasarkan kecenderungan penulisan, cara pandang dan representasinya. Setelah itu analisa isi dari kartun Panji Koming dalam koran Kompas akan coba dilihat dengan referensi yang ada untuk lebih meyakinkan analisa yang telah dibuat. Analisa dari tiap bab kemudian akan ditarik garis besarnya untuk membantu membuat kesimpulan yang akan diletakkan pada bab terakhir.

(21)

21 Pendekatan yang dipakai dalam analisa penelitian ini diperkenalkan oleh Erwin Panofsky. Panofsky membagi menginterpretasi objek seni dan gambar melalui tiga tahapan analisis makna secara ikonografi dan ikonologi yaitu;12

1. Tahap Preiconographical

Tahapan untuk mengidentifikasi melalui hal-hal lazim yang sudah dikenal (alami). Tahapan ini disebut pemahaman secara faktual dan ekspresional. Pemahaman ini didasarkan pada pengalaman masing-masing individu terhadap suatu objek gambar. Dengan mengamati dan mengidentifikasi unsur artistik dari objek gambar (konfigurasi tertentu dari garis dan warna, atau bentuk dan material yang merepresentasikan objek keseharian tertentu), hubungan-hubungan yang terjadi pada objek dan identifikasi kualitas ekspresional tertentu dengan melakukan pengamatan pose atau gesture dari objek.

2. Tahap Iconographical

Tahapan untuk mengidentifikasi makna sekunder dengan melihat hubungan antara motif sebuah seni dengan tema, konsep atau makna yang lazim terhadap peristiwa yang diangkat oleh sebuah gambar. Motif-motif yang kemudian dikenali pembawa makna sekunder disebut sebagai image/citra/wujud.

3. Tahap Interpretasi Iconology

12 Erwin Panofsky, “Studies In Iconology”, Oxfort University Press, New York, 1939 (diambil dari

tulisan yang berjudul “Kajian Makna Kartun Editorial Melalui Pendekatan Ikonografi” diunggah oleh Basnendar dalam http://basnendar.dosen.isi-ska.ac.id/2010/07/26/kajian-makna-kartun-editorial-melalui/ )

(22)

22 Pada tahapan ini makna yang paling hakiki dan mendasar dari isi sebuah karya kartun benar-benar dipahami. Pemahaman mengenai makna intristik yang terdapat dalam sebuah objek diperoleh dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar yang kemudian dapat menunjukkan perilaku sikap dasar dari sebuah bangsa, kurun waktu, strata sosial, ajakan religius dan filosofis tertentu.

G. SISTEMATIKA BAB

Penelitian ini berencana untuk dibuat dalam beberapa bab. Bab-bab yang akan disusun diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih bagi pembaca dan memudahkan pembaca untuk memahami apa saja yang ingin disampaikan oleh penulis. Dan bab-bab yang akan disusun nanti semoga dapat mengarahkan pembaca kepada tujuan penulis terhadap penelitian ini.

Bab II berisi tentang representasi yang disajikan oleh kartun Panji Koming. Representasi ini spesifik pada tahun-tahun dimasa orde baru berkuasa. Kartun Panji Koming ini telah ada sejak masa orde baru sehingga kita sudah bisa melihat arah kecendrungan representasi kartun ini. Terlebih dimasa ini media massa tidak dapat bergerak sebebas sekarang. Media massa masih berada dibawah pengawasan pemerintah secara ketat, sehingga dimungkinkan berita dan cara orang untuk menulis artikel ataupun sajian lain menjadi terpengaruh dengan hal tersebut.

Bab III berisi tentang politik Representatif kartun Panji Koming pada saat pasca orde baru. Isi yang disampaikan mungkin akan hampir sama, tetapi

(23)

23 dengan melihat yang sama pada masa yang berbeda akan memberikan gambaran yang berbeda pula. Terlebih masa pasca orde baru media sudah lebih berkembang, apalagi setelah terjadinya reformasi yang telah membawa banyak perubahan bagi kondisi sosial dan politik Indonesia. Sehingga pada masa sekarang penelitian ini mempunyai persepsi terdapat perubahan pada representasi Panji Koming setelah orde baru.

Bab IV berisi tentang perbandingan dan perbedaan politk representatif yang dilakukan oleh Panji Koming saat masa orde baru dan pasca reformasi. Apa saja perbedaannya dan hubungan perbedaan itu dengan perubahan rezim yang ada. Mencoba menguraikan perbedaan yang signifikan dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Jadi dengan kata lain bab ini berisi jawaban atas rumusan masalah yang telah tertulis diatas.

(24)

24

Bab 2

Profil Kompas

Koran Kompas merupakan koran yang telah ada sejak beberapa dekade yang lalu. Kompas resmi didirikan pada tanggal 28 Juni 1965. Ide awal dari pendirian koran ini berasal dari Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani yang kemudian diutarakan pada Menteri Perkebunan pada saat itu yakni Drs Frans Seda. Drs Frans Seda kemudian bekerjasama dengan Drs Jacob Oetama dan Mr Auwjong Peng Koen yang telah berpengalaman dalam media cetak. Kemudian mereka mendirikan sebuah yayasan yang bernama Yayasan Bentara Rakyat pada 16 Januari 1965. 13

Melalui Yayasan Bentara Rakyat kemudian dibentuklah media cetak yang semula diberi nama bentara rakyat, namun karena usulan dari presiden saat itu, Ir Soekarno, namanya pun kemudian diubah menjadi Kompas. Pemberian nama kompas ini mempunyai makna pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan rimba. Tujuan utama Kompas dibentuk adalah sebagai salah satu cara menghadang pemberitaan pers komunis.14 Dan dalam kemunculan perdananya, Kompas terbit sebanyak 4828 eksemplar. Saat ini Kompas diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara.

Kompas lahir dan berkembang dengan cukup pesat. Oplah penjualannya pun selalu mencapai angka yang besar. Surat harian Kompas telah mampu beredar dihampir seluruh wilayah Indonesia. Maka tak heran jika Kompas menjadi salah

13

http://print.kompas.com/about/sejarahkompas.html

14

(25)

25 satu koran yang mempunyai oplah terbesar di Indonesia. Untuk memastikan akuntabilitas distribusi harian Kompas, Koran Kompas menggunakan jasa ABC (Audit Bureau of Circulations) untuk melakukan audit semenjak tahun 1976. Berdasarkan hasil survey pembaca tahun 2008, profil pembaca koran Kompas mayoritas berasal dari kalangan (Strata Ekonomi dan Sosial) menengah ke atas yang tercermin dari latar belakang pendidikan dan kondisi keuangan. Data ini juga menunjukkan dimana posisi koran Kompas dapat diterima oleh masyarakat.

Perjalanan Kompas ternyata tidak semulus seperti yang dibayangkan pada kemunculan perdananya. Kompas pernah dua kali dilarang terbit dengan alasan yang berbeda. Pada larangan terbit yang pertama tanggal 2 Oktober 1965, Kompas dan semua surat kabar dilarang untuk terbit sementara.15 Larangan ini diperintahkan oleh Penguasa Pelaksana Perang Daerah Jakarta Raya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa bingung masyarakat mengenai berita peristiwa Gerakan 30 September yang saat itu tengah terjadi. Pelarangan ini tidak berlangsung lama karena pada tanggal 6 Oktober 1965, Kompas sudah kembali terbit.

Beberapa tahun kemudian Kompas kembali menuai kendala. Kompas dilarang terbit untuk kedua kalinya pada 21 Januari 1978.16 Pada pelarangan kali ini pun Kompas tidak sendiri, bersama enam surat kabar lainnya, Kompas dilarang terbit untuk sementara. Alasan pelarangan yang kedua ini terkait pemberitaan seputar aksi mahasiswa yang menentang kepemimpinan Soeharto,

15 http://print.kompas.com/about/sejarahkompas.html 16

(26)

26 Presiden saat itu, menjelang sidang MPR 1978. Kompas pun kembali terbit pada 5 Februari 1978.

Konflik, tuntutan, inovasi dan prestasi merupakan hal yang wajar terjadi pada sebuah media massa. Terlebih hal ini terjadi pada salah satu media massa terbesar di Indonesia, seperti Kompas. Selain banyak kendala, Kompas juga melakukan banyak inovasi seperti memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini. Kompas tidak hanya menyediakan berita berupa media cetak saja. Dunia maya dan sosial media pun ikut dalam bagian inovasi yang dilakukan oleh Kompas. Kompas membuat situs sendiri yang bisa diakses kapan saja melalui internet, dan juga bergabung pada beberapa media sosial yang sangat populer pada kalangan anak muda. Sehingga Kompas juga berusaha meraih pembaca dari kalangan anak muda. Dengan melakukan inovasi tersebut Kompas telah berhasil mendapatkan berbagai macam penghargaan yang patut dibanggakan.

Bisa bertahan selama beberapa dekade merupakan suatu penghargaan sendiri bagi suatu media. Tapi didalam redaksi Kompas sendiri pasti sering terjadi pergantian orang, baik pekerja maupun pemimpin, yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang Kompas, dan hal ini sangat wajar terjadi pada suatu perusahaan atau organisasi. Kompas telah mengalami perubahan redaksi selama beberapa kali.

Sejak pertama kali didirikan tahun 1965, pemimpin redaksi Kompas dipegang oleh Jakob Oetama dan Pemimpin Umum Kompas dipegang oleh PK Ojong yang keduanya sekaligus merupakan pendiri Kompas. Pada tahun 1980 PK Ojong wafat dan posisinya diambil alih oleh Jakob Oetama, sehingga Jakob Oetama harus merangkap jabatan sebagai pemimpin redaksi dan pemimpin umum

(27)

27 Kompas. Seiring dengan berkembangnya Kompas Gramedia, Jakob Oetama pun menjadi Presiden Direktur Kompas Gramedia dan di tahun 2008 menjabat sebagai Presiden Komisaris Kompas Gramedia. Jakob Oetama digantikan posisinya sebagai pemimpin redaksi Kompas pada tahun 2000.

Nama yang muncul menggantikan Jakob Oetama yang telah menjabat pemimpin redaksi selama beberapa dekade adalah Suryopratomo. Suryopratomo bukanlah orang baru didalam tubuh Kompas. Suryopratomo atau yang biasa dipenggil dengan nama Tommy telah bergabung dengan Kompas sejak Februari 1987. Etos kerjanya selama 13 tahun ternyata mampu meyakinkan petinggi Kompas untuk memilih dan mengangkatnya sebagai pemimpin redaksi Kompas. Suryopratomo menjadi pemimpin redaksi Kompas pada tahun 2000.

Suryopratomo kemudian digantikan oleh Bambang Wisudo sejak tahun 2008. Bambang Wisudo pun bukan orang baru dalam Kompas. Bambang Wisudo diketahui sebagai wartawan senior di Kompas dan telah lama bekerja disana. Akan tetapi Bambang Wisudo tidak menjabat pemimpin redaksi Kompas dalam jangka waktu yang lama. Posisi pemimpin redaksi Kompas pun berpindah tangan kepada Rikard Bagun pada tahun 2009 yang hingga saat ini masih memimpin redaksi Kompas.

Dalam jangka waktu lebih dari 4 dekade, Kompas telah mengalami perubahan pemimpin redaksi selama beberapa kali. Selama itu pula Kompas mengusung konsep yang sama. Dari awal kemunculannya Kompas mengusung konsep “Humanisme transedental” (humanisme imani) atau dengan mengedepankan unsur humanisme yang disesuaikan dengan masyarakat yang

(28)

28 berubah secara cepat. Konsep ini merupakan konsep yang diusung oleh Jakob Oetama. Konsep ini bahkan diusung Kompas sebagai visi dan misi dari Kompas. Visi dan Misi Kompas adalah “Menjadi Perusahaan yang terbesar, terbaik, terpadu dan tersebar di Asia Tenggara melalui usaha berbasis pengetahuan yang menciptakan masyarakat tedidik, tercerahkan, menghargai kebhinekaan dan adil sejahtera". Visi misi ini kemudian berpengaruh pada haluan politik yang diambil oleh Kompas sebagai media massa. Haluan politik yang ingin diusung kemudian adalah netral dimana tidak akan mengerah pada satu poros politik tertentu tapi lebih mengedepankan kemanusiaan dan norma. Hal ini agaknya tidak terlepas dari awal pembentukan Kompas yang sebagian besar redaksinya adalah wartawan Katolik dan pembentukan Kompas adalah untuk menentang pemberitaan Komunis17.

17 Sebagian besar data bab dua dari http://print.kompas.com/about/sejarahkompas.html dan

(29)

29

Bab 3

Panji Koming dalam Bingkai Orde Baru

a. Pengantar

Pembicaraan mengenai orde baru rasanya tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan. Orde baru merupakan bagian dari sejarah yang dialami oleh Indonesia dalam perjalanan politiknya. Orde yang cukup fenomenal di Indonesia ini dapat mendatangkan pengalaman yang luar biasa terhadap kehidupan bernegara di Indonesia bahkan di beberapa bagian masih terasa hingga saat ini. Dari segi politik maupun dalam segi sosial orde ini mampu menjadi sejarah yang tidak akan pernah dilupakan. Orde baru membawa nuansa yang cukup fenomenal untuk dikenang pada saat ini. Masa ini akan selalu menjadi tolok ukur perkembangan sosial politik Indonesia. Ide pengembangan sistem yang terjadi pada orde ini mungkin merupakan sistem yang tepat untuk saat itu, tapi untuk saat ini sepertinya hal ini tidak demikian. Maka dari itu kita belajar akan satu hal bahwa dunia selalu berubah secara dinamis dan akan selalu begitu.

Seperti hal lainnya yang memiliki sisi negatif dan sisi positif, demikian pula yang dialami oleh orde baru. Orde ini layaknya dua sisi mata uang yang saling bertolak belakang. Disatu sisi orde ini sangat diagung-agungkan, disisi lain mendapat kecaman luar biasa dari berbagai pihak. Bahkan hingga tingkat internasional kepemerintahan di orde ini menjadi pembicaraan. Kita tahu bagaimana di era ini pembangunan luar biasa dilakukan. Terutama pembangunan fisik yang terpusat di wilayah Pulau Jawa. Gedung-gedung, bangunan lain dan infrastruktur banyak dibuat di ibu kota, Jakarta. Situasi keamanan pun dianggap

(30)

30 “damai”. Sangat jarang terjadi tindakan kriminal terhadap masyarakat biasa yang tidak “neko-neko”. Orang-orang yang dianggap tidak “sesuai” dengan pemerintah akan disingkirkan. Bahkan jika kita bertanya kepada orang-orang yang pernah mengalami masa ini (orde baru, sekitar tahun 1970-an dan 1980-an) misalnya, sebagian besar akan mengatakan bahwa mereka senang disaat itu keamanan sangat terjamin dan harga barang-barang kebutuhan pokok terjangkau. Hal ini mungkin dikarenakan militer yang sangat berpengaruh pada waktu itu. Mereka merasa lebih aman dan ekonomi mereka lebih sejahtera. Seakan tidak akan ada yang bisa menumbangkan negara Indonesia terutama saat orde ini. Sama sekali hampir tidak ada kerapuhan yang terlihat.

Akan tetapi kita tahu bahwa dibalik itu semua terdapat sisi lain dari orde ini yang dianggap membawa “malapetaka” bagi sebagian pihak. Ketatnya campur tangan pemerintah dalam segala sendi kehidupan malah menjadi bumerang untuk negara yang memiliki masyarakat dengan pemikiran yang terus berkembang. Diantaranya mengenai isu kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat yang dibatasi, yang akhir-akhir ini isu tersebut cukup menjadi sorotan banyak pihak.

Tak hanya kebebasan dalam seni dan politik, hampir semua segi kehidupan manusia seolah-olah dibatasi oleh pemerintah. Pembatasan ini dalam artian semua hal diatur oleh pemerintah. Pembatasan yang mengakibatkan keleluasaan masyarakat yang ingin berekspresi dan berpendapat sangat terbatas. Selain karena peraturan yang tentu saja bersifat memaksa, keterbatasan masyarakat juga karena ketakutan mereka akan ancaman yang selalu mengintai

(31)

31 kehidupan mereka. Rasa takut tersebut menyebabkan mereka tidak mau dan enggan untuk mengekspresikan keinginan ataupun apa yang mereka pikirkan. Jangankan untuk mengungkapkan secara frontal atau radikal, bahasa ataupun cara mereka ingin berkreasi dan berekspresipun diatur dan dibatasi. Sedikit saja “kesalahan” dalam pengungkapan suatu hal bisa saja berakibat sangat fatal.

Salah satu pihak yang merasa gerah dengan keterbatasan ini adalah media, baik media cetak maupun media elektronik yang saat itu masih sangat terbatas. Ruang gerak mereka dibatasi oleh peraturan-peraturan yang sangat ketat. Kebiasaan dari orde baru yang telah dilakukan selama puluhan tahun ini tentu menimbulkan kejenuhan dari masyarakatnya.

Media yang mengalami dan dapat beroperasi pada saat orde baru salah satunya adalah koran Kompas. Sehingga dapat kita katakan bahwa koran Kompas merupakan salah satu media yang menjadi saksi mata dalam pertumbuhan Indonesia selama beberapa dekade belakangan. Layaknya media cetak lainnya, di dalam koran Kompas terdapat bermacam-macam artikel. Ada juga halaman yang berisi seperti opini, politik, ekonomi dan bahkan kumpulan-kumpulan kartun yang dijadikan dalam satu halaman.

Kartun-kartun yang terdapat dalam koran bisa dikatakan menjadi salah satu jalur untuk menyalurkan pendapat ini sedikit banyak berusaha diintervensi oleh pemerintah. Namun dengan cara-cara yang cerdas kartun-kartun ini membawa pengaruh yang sedikit banyak dapat membuka pemikiran orang yang membacanya. Kartun yang salah satunya sudah ada sejak orde baru hingga sekarang adalah Panji Koming.

(32)

32 Kita tahu bahwa setiap media mengutarakan pendapat mempunyai ide dan representasinya sendiri. Dengan demikian jika secara kasat mata kita akan melihat bahwa representasi Panji Koming akan terpengaruh dengan kondisi saat itu. Kita pasti akan berpersepsi bahwa Panji Koming akan tunduk dengan rezim yang berkuasa beserta aturan-aturan mainnya. Persepsi-persepsi dan prasangka yang ada ini akan kita lihat lebih jauh pada pembahasan yang lebih jelas dibawah ini.

b. Perjuangan media saat orde baru

Dimanapun dan kapanpun media merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu negara. Media dapat memberikan informasi dalam berbagai hal. Media yang notabene merupakan perantara antara penyalur pendapat dan yang merupakan target dari suatu pendapat, selalu dinilai penting untuk menjalin komunikasi yang mungkin tidak akan pernah bisa dijalin secara langsung oleh banyak pihak. Peran-peran penting ini layak untuk kita jadikan suatu informasi yang dapat mengiringi tumbuh kembang suatu negara dan tolak ukur keterbukaan mereka akan berbagai hal. Hal-hal seperti inilah yang menjadikan media selalu dibutuhkan oleh berbagai pihak sebagai “jembatan” antara pemerintah dengan masyarakat. Dengan begitu media dapat menjadi pihak yang netral, bisa memberikan pendapat dan informasi sesuai dengan yang dirasakan dan keadaan sebenarnya.

Namun cerita itu akan berbeda jika media saja sudah diintervensi oleh satu pihak yang kuat. Misalnya saja diintervensi oleh pemerintah maupun pihak

(33)

33 swasta yang kuat. Seperti halnya yang terjadi saat Orde Baru. Tidak semua media dapat bergerak bebas pada masa ini. Baik media cetak maupun elektronik sangat dipilih mana yang boleh dan mana yang tidak boleh beroperasi. Salah satu media elektronik yakni televisi pada saat itu hanya ada satu dan merupakan televisi nasional milik pemerintah, TVRI (Televisi Republik Indonesia). Sehingga semua yang ditampilkan pastinya telah diatur sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Media begitu diintervensi oleh pemerintah. Dengan begitu tayangan-tayangan dalam televisi berisi mengenai hal-hal yang tidak merugikan pemerintah dan mengandung kepentingan-kepentingan pemerintah. Bahkan hingga hadirnya televisi swasta, pengawasan tetap dilangsungkan secara ketat. Meskipun televisi tersebut bukan milik pemerintah, tapi pihak swasta juga tidak bisa berbuat banyak karena sistem yang saat itu tidak memungkinkan bagi pihak swasta untuk “mandiri” tanpa campur tangan pemerintah. Bisa dikatakan bahwa televisi swasta itu “bercitarasa” televisi pemerintah.

Hal demikian agaknya wajar saja karena ketika suatu pihak atau seseorang mempunyai kekuasaan tertentu maka dia akan menggunakannya demi melancarkan keinginannya. Beriringan dengan kekuasaan yang begitu besar pastinya semua hal dapat dikontrol dengan mudah dan seakan semuanya ada dalam genggaman tangan. Yang terjadi pada saat itu kepentingannya adalah melancarkan rencana-rencana yang disusun oleh Orde Baru yang banyak orang katakan sebagai langkah untuk mencapai negara semi otoriter. Cara yang digunakan kemudian salah satunya adalah dengan mengintervensi media. Dengan demikian tidak sembarangan media diijinkan untuk beroperasi pada waktu itu.

(34)

34 “Beberapa batasan-batasan yang dikenakan dalam media massa pada masa orde baru terlihat pada Undang-Undang (No.11) tahun 1966 tentang Prinsip-prinsip Dasar Pers. Pada UU tersebut menyatakan bahwa “Pers nasional tidak dapat disensor atau dikendalikan” (bab 2, pasal 4) dan “Kebebasan pers dijamin sebagai bagian dari hak-hak dasar warga negara” (pasal 5.1) serta ”Penerbitan tidak memerlukan surat izin apa pun” (bab 4, pasal 8.2). pada kenyataannnya, semua itu guyonan belaka. Selama „masa peralihan‟ yang tak jelas ujung pangkalnya (bab 9, pasal 20, 1.a) para penerbitan surat kabar wajib memilikidua izin yang saling terkait. Dua izin tersebut adalah Surat Izin Terbit (SIT) dari Departemen Penerangan yang nyata-nyata sebuah lembaga sipil dan Surat Izin Cetak (SIC) dari lembaga keamanan militer KOPKAMTIB. Tanpa kedua izin tersebut, secara hukum sebuah media niscaya tak mungkin terbit. Apabila salah satu atau kedua lembaga tersebut mencabut izin tersebut, secara efektif media itu dibereidel.”18

Kutipan diatas sedikit banyak dapat menggambarkan bahwa media massa pada masa itu tidak dapat melakukan hal yang tidak diijinkan oleh pemerintah atau hal-hal yang dapat menyudutkan pemerintah. Mendapatkan “kepercayaan” dari pemerintah untuk dapat produktif merupakan suatu hal yang “istimewa”. Bahkan pada rentan waktu berjayanya orde baru ada masa-masa dimana suatu media akan ditutup dan tidak diperbolehkan untuk beroperasi. Kejadian tersebut mungkin lebih mengarah pada media cetak yang sudah lebih banyak ada di Indonesia pada waktu itu dan kejadian tersebut sering kita ketahui sebagai “pembreidelan”.

Sejarah telah mencatat bahwa melalui Kepmenpen No. 01/PER/Menpen/1984 itulah hegemoni negara terhadap media dimulai. 19 Peraturan tersebut yang juga memunculkan pembreidelan. Pembreidelan tersebut berlaku pada media cetak yang tidak sepaham dengan pemerintah atau dianggap “berbahaya”. Sedangkan untuk media cetak yang diperbolehkan akan diberi surat

18 David T Hill, “Pers di Masa Orde Baru”, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2011, hal

34-35

19

(35)

35 ijin dengan konsekuensi yang telah diketahui. Surat ijin yang diberi nama SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers) ini merupakan salah satu cara untuk mengikat media massa. Dengan adanya surat ijin ini maka pemerintah beranggapan akan dapat mengontrol media yang ada secara lebih efektif dan lebih aman bagi orde baru. Hal ini terlihat seperti tindakan yang mengarah antara ingin mengontrol dan menertibkan media atau merupakan ketakutan berlebihan dari pemerintah saat itu mengenai masa depannya yang dipengaruhi dari kekuatan media.

Media dalam menanggapi hal ini juga tidak dapat berbuat banyak karena jika mereka salah melangkah maka mereka akan berakhir dalam sekejap. Bisa dibilang jika media pada masa ini mengalami salah tingkah, sebab disatu sisi media ingin menampilkan berita yang mereka yakini benar tapi disisi lain mereka juga harus menaati peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Sehingga apa yang ingin mereka tampilkan harus disaring terlebih dahulu.

Media yang mempunyai ideologi dan pemikirannya masing-masing harus pintar-pintar menyampaikan apa yang mereka maksud dengan menyesuaikan dengan kondisi media saat itu. Sangat dilematis memang, karena media tidak dapat melakukan hal yang merupakan fungsi utama dari media itu sendiri. Masa ini merupakan masa yang berat sekaligus menjadi masa yang tidak akan pernah terlupakan bagi sejarah perubahan tata cara berkomunikasi dalam suatu media terutama media cetak. Ekspresi yang ingin media sampaikan untuk mewakili apa yang dipikirkan oleh orang-orang diluar sana harus sedikit terpendam dengan ketidakleluasan mereka dalam penggunaan kata-kata dan gambar-gambar.

(36)

Kata-36 kata dan gambar yang akan diedarkan tidak boleh mengandung muatan provokasi dan menjatuhkan pemerintah, bisa dibilang harus sesuai dengan versi pemerintah.

Seperti kita ketahui bahwa pada masa itu masyarakat tidak boleh terlalu vulgar dan vokal dalam membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan politik. Bahkan untuk sekedar obrolan ringan pun, hal tersebut tidak diperkenankan. Mungkin saja pada waktu itu banyak alasan yang dipikirkan pemerintah jika masyarakat berpolitik aktif dan “melek” politik, salah satunya masyarakat akan lebih sadar politik. Dengan begitu masyarakat menjadi lebih mudah terjadi perbedaan dalam berpolitik dan sangat rentan terjadi perseteruan, dimana pada saat itu orde baru sangat memperhatikan kestabilan keamanan. Kekhawatiran lainnya adalah masyarakat dapat lebih kritis untuk mengkritik pemerintah.

Pada waktu itu masyarakat memang sangat dibatasi untuk menjadi anggota suatu partai politik. Masyarakat hanya diperbolehkan aktif ketika Pemilu (Pemilihan Umum) berlangsung, yaitu dengan memberikan suara dan peristiwa ini sering disebut sebagai floating mass (masyarakat mengambang). Jika dilihat untuk konteks saat ini mungkin hal tersebut sangat tidak relevan, akan tetapi begitulah yang terjadi pada masa itu. Orang-orang yang ingin membaca suatu media yang dilarang oleh pemerintah atau suatu buku tertentu mengenai suatu paham (misalnya saja tentang komunisme yang pada saat itu sangat dikecam) yang dianggap terlarang pun harus melakukannya secara sembunyi-sembunyi, karena sanksi yang berat pun mengancam didepan mata mereka yang disinyalir mengarah pada pemberontakan. Bahkan penulis-penulis yang pada saat itu dengan nekat

(37)

37 melakukan akan mendapatkan sanksi. Semua itu dengan alasan pemerintah ingin menjaga keamanan dan kestabilan politik.

Peraturan lain yang mengikat media antara lain Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Kep.052/JA/5/1981, Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia No. Ins-007/JA/4/1990 yang merupakan dasar pelarangan peredaran beberapa buku seperti buku yang berujudul Anak Manusia dan Anak

Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Noer, dan lain sebagainya.20

Alasan-alasan yang disangkutpautkan dengan keadilan dan kesejahteraan ini justru menimbulkan hal yang sebaliknya bagi media. Media begitu terkekang dan tidak bebas. Mungkin itulah mengapa pada saat berakhirnya orde baru media mendapatkan euforia tersendiri bagi kehidupan jurnalistik mereka.

Terlihat bahwa dalam beberapa tahun terakhir sebelum terjadinya reformasi 1998, media malah menjadi tempat dan semangat baru bagi orang-orang untuk mengeluarkan pendapatnya dalam menentang pemerintah. Pesan-pesan dan berita yang dibawa oleh media berhasil mempengaruhi pemikiran orang-orang yang juga menginginkan perubahan. Jadi bisa dibilang bahwa media massa adalah sarana yang sangat efektif untuk mengusik cara pikir dan cara pandang seseorang secara halus dan “mematikan”. Bahkan arus pikir publik akan dikendalikan dan dapat diarahkan sehingga bisa sesuai dengan pemikiran orang dibalik media massa yang dibaca maupun dianut.

Hal tersebut juga bersangkutan dengan representasi ideologi yang dibawa oleh media itu. Siapa yang berada dibalik media tersebut dan apa yang

20

(38)

38 direpresentasikan oleh isi media biasanya sedikit banyak akan mempengaruhi pembaca dan arus pembicaraan kedepan. Fungsi-fungsi media seperti inilah yang mungkin ditakuti saat orde baru dan diantisipasi oleh pemerintah pada masa itu dengan memberikan kontrol yang kuat. Jika suatu media merepresentasikan sesuatu dan yang direpresentasikan sangat mengena ke hati masyarakat atau juga merepresentasikan keluhan banyak pihak, maka ini dapat dijadikan sebuah tenaga tersendiri bagi orang yang menyetujuinya.

Tidak dapat dipungkiri jika seseorang telah percaya pada sesuatu, maka dia akan percaya dan akan membenarkan semua hal yang ada pada yang dipercaya. Seperti jika seseorang telah merasa cocok dengan suatu merk produk shampo atau sabun, maka dia akan mempercayai kata-kata yang tertulis pada merk tersebut dan merasa apapun yang tertulis dalam merk tersebut itu benar adanya. Begitu juga jika seseorang mempercayai media mengenai pendapat-pendapat yang ada, maka dia akan selalu mendukung, mempercayai dan bahkan termotivasi dan terinspirasi dengan apa yang diberitakan media tersebut. Meskipun sebenarnya bisa saja representasi yang diterjemahkan adalah milik sang penulis atau suatu pihak kuat yang mengendalikan.

Mempengaruhi psikis pembaca adalah salah satu tujuan utamanya untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat luas akan hal-hal yang tertera pada media tersebut. Mungkin saja karena pemerintah saat itu telah mengetahui tentang betapa besarnya kekuatan media membalikkan keadaan, maka pemerintah orde baru melakukan tindakan preventif sebelum mereka menggunakan kelebihan itu. Maka pada masa orde baru terjadilah tindakan-tindakan seperti yang banyak

(39)

39 diceritakan dalam banyak buku. Terlebih pada buku yang menyangkutpautkan antara pemerintah orde baru dengan media kala itu.

c. Representasi Kartun Panji Koming saat Orde Baru

Media massa merupakan salah satu bentuk media dalam berkomunikasi. Ada yang berbentuk komunikasi audio, visual dan audio visual. Media komunikasi visual selain melalui tulisan adalah melalui gambar. Media visual yang berupa gambar bisa kita lihat dimana saja. Bisa berupa mural yang sering kita lihat pada tembok-tembok suatu bangunan, juga bisa berupa kartun dalam berbagai jenisnya. Sehingga saat ini kita sudah tidak asing lagi mengenai gambar-gambar yang digunakan untuk berkomunikasi.

Mungkin jika kita dengar kata kartun yang terlintas dalam pikiran kita adalah suatu gambar yang biasa dikonsumsi anak-anak dengan gambar yang lucu, menarik serta berwarna-warni. Biasanya kartun dibuat untuk tujuan berupa hiburan ataupun edukasi. Namun sebenarnya kartun sudah tidak asing lagi dalam hal lain misalnya saja dalam hal yang berkaitan dengan sosial, ekonomi dan politik. Misalnya saja jika kita melihat mural, selain memberikan efek mengindahkan tapi dalam mural tersebut biasanya berisi muatan yang sarat akan sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya.

Pada abad 20, kartun sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia dan Indonesia khususnya. Hal ini terlihat dengan maraknya berbagai cerita anak-anak yang dikemas dengan cara yang sangat menarik yaitu dengan memvisualkannya melalui gambar yang berwarna-warni atau yang sekarang akrab

(40)

40 dengan telinga kita sebagai kartun. Begitu banyaknya cerita-cerita yang dijadikan kartun, terutama yang berasal dari negara di luar Indonesia, sedikit banyak telah mempengaruhi cara penyampaian pesan seperti dahulu yang telah ada sebelumnya.

Biasanya dalam kartun anak-anak akan disampaikan pesan-pesan moral yang dikemas secara ringan sehingga mudah dipahami terlebih oleh anak-anak sebagai media pembelajaran yang menyenangkan. Sebenarnya kartun tidak hanya identik dengan cerita anak-anak ataupun sebuah kisah, namun juga terkadang dijadikan sebagai sebuah simbol, penyampai pesan dan sebagai penyampai kritik. Hal ini terlihat dengan adanya berbagai jenis kartun yang salah satunya adalah karikatur.

Karikatur biasanya menggambarkan seseorang dengan mimik-mimik lucu yang disesuaikan dengan peristiwa yang sedang marak atau menggambarkan identitas khasnya ataupun dengan hal-hal yang dibuat untuk menyindir. Cara itu ternyata cukup efektif untuk mempengaruhi orang. Sehingga kita tidak heran lagi ketika saat ini kartun dijadikan sarana iklan berbagai produk maupun layanan masyarakat baik media cetak maupun elektronik. Kartun secara umum dianggap bisa menjadi penyampai yang bagus untuk setiap pihak yang menggunakan. Pelibatan media dalam mempengaruhi alam bawah sadar masyarakat ternyata cukup jitu dalam menggerakan masa untuk mencapai kekuasaan.

Masa-masa kemunculan kartun diiringi pula dengan banyaknya kartunis yang ada di Indonesia, sebut saja Dwi Koendoro, Tito Bastian dan lain sebagainya. Para kartunis ini cukup produktif pada masa orde baru dengan menghasilkan karya-karya khas mereka. Salah satu kartun yang telah ada sejak masa kekuasaan

(41)

41 Soeharto adalah Panji Koming. Panji Koming merupakan kartun buatan seorang kartunis yang telah lama malang melintang didunia kartun, Dwi Koendoro. Kartun ini telah ada di koran Kompas sejak tanggal 14 Oktober 1979. Dengan mengusung kartun dalam bentuk komik pendek, Panji Koming berhasil menarik perhatian banyak orang. Kompas yang merupakan salah satu media cetak yang diberi ijin (SIUPP) oleh pemerintah, harus menyeleksi isi dari korannya supaya tidak terkena pembreidelan oleh pemerintah yang marak terjadi pada masa itu. Dan akhirnya terpilihlah Panji Koming sebagai salah satu pengisinya. Meskipun hanya mengisi kolom yang cukup kecil dan harus bersisihan dengan kartun-kartun lain, namun kartun ini sangat menarik perhatian para pembaca koran Kompas.

Panji Koming seperti oase di padang pasir yang memberikan pemandangan baru bagi pembacanya. Dengan adanya kartun yang mengisi salah satu halaman di koran membuat media cetak ini tidak harus selalu diisi dengan berita yang ditulis dengan bahasa formal, serius dan dikemas secara “rapi”. Panji Koming bukan merupakan satu-satunya kartun yang mengisi koran Kompas, masih ada beberapa kartun yang berbentuk komik lagi yang masing-masing memang memiliki ciri khasnya sendiri. Namun yang paling menonjol dan yang menjadi ciri khas dari kartun Panji Koming adalah pemakaian karakternya yang menggunakan orang-orang dengan latar belakang kerajaan di Indonesia jaman dulu.

Hal ini cukup menarik karena melibatkan unsur budaya Indonesia, yaitu budaya kerajaan Jawa, lebih tepatnya kerajaan Majapahit. Namun penggambaran kerajaan disini seakan lebih cenderung menggambarkan miniatur dari Indonesia.

(42)

42 Ada beberapa tokoh yang digunakan dalam kartun ini yaitu Panji Koming (Gambar 1) sendiri yang juga digunakan sebagai judul dari komik ini, Pailul (Gambar 2) yang merupakan rekan Panji Koming, Ni Woro Ciblon (Gambar 3) dan beberapa tokoh tambahan lain yang menggambarkan situasi kerajaan seperti petinggi-petinggi kerajaan dan lain sebagainya. Tiga karakter utama ini menggambarkan masyarakat biasa yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan terkadang mereka mengungkapkan apa yang dipikirkan masyarakat terhadap peristiwa yang terjadi pada saat itu dan tentu saja menggunakan bahasa yang sangat diatur supaya tidak dilarang oleh pemerintah.

Panji Koming Pailul Ni Woro

Ciblon

(Gambar 1) (Gambar 2) (Gambar 3)

Setting tempat yang digunakan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kartun ini menggunakan setting kerajaan Jawa. Sehingga tidak heran jika terkadang bahasa yang digunakan agak tercampur bahasa Jawa dan dengan istilah serta penamaan Jawa. Tokoh-tokoh ini dalam penampilannya setiap hari Minggu selalu mempunyai tema-tema yang menarik untuk dibicarakan, terutama tema mengenai isu-isu panas yang sedang terjadi saat itu. Meskipun hanya dalam

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sehingga pengaruh tekanan pembriketan terhadap pertambahan volume juga sama dengan pengaruh tekanan pembriketan terhadap pertambahan panjang yaitu pertambahan volume

Senge (1990) menyarankan bahwa pembelajaran dalam suatu kelompok itu akan menciptakan hubungan interpersonal yang baru, mengembangkan tanggungjawab kolektif,

Model terbaik regresi nonparametrik Spline Truncated untuk persentase peserta KB baru pasca persalinan dan keguguran di Jawa Timur tahun 2016 merupakan model kombinasi knot

Dari beberapa tinjauan pustaka, dapat disimpulkan bahwa Penerapan Progressive Web Apps pada implementasi inventory obat pada apotik hikmah dengan

Pada hari sabtu, 6 Juni 2020 pukul 10:30 - 12:30 Wita kami mulai menyajikan materi dihadapan para peserta tentang defenisi dan manfaat menggunakan

Dengan sistem ini berarti penggunaan teknologi sederhana oleh klaster dan teknologi tinggi oleh Inti dapat dilaksanakan; (iii) Dengan sistem komputerisasi proses penggilingan padi

Perseroan Terbatas adalah suatu perseroan atau badan usaha yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih untuk menjalankan usaha dan memiliki badan hukum, dimana besar

Program ini merupakan program tahunan dari pemerintah China yang dikelola oleh Foreign Office Affair Provinsi Heilongjiang, dimana program ini menawarkan