Bupati Kepulauan Anambas
KATA SAMBUTANAssalammulaikum Wr. Wb.
Salam Sejahtera Untuk Kita Semua
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan tak lupa dihaturkan solawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sehingga publikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2008 Kabupaten Kepulauan Anambas dapat terbit sesuai dengan rencana.
IPM adalah salah satu indikator melihat kondisi kinerja pembangunan manusia yang dipandang dari aspek kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Angka IPM tahun 2008 Kabupaten Kepulauan Anambas menjadi landasan awal untuk melakukan pengembangan pembangunan manusia di tahun-tahun selanjutnya. Dengan adanya pembangunan yang terus menerus secara komprehensif dilakukan, tentunya membuat angka IPM dapat terus ditingkatkan dan percepatan peningkatannya diharapkan juga lebih tinggi. Sehingga lima tahun ke depan angka IPM Kabupaten Kepulauan Anambas dapat menjadi lebih tinggi dari Kabupaten/Kota di Indonesia dan Provinsi Kepulauan Riau.
Untuk itu kepada semua pihak agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Khusus kepada setiap SKPD juga agar meningkatkan kinerja pembangunan sesuai dengan tupoksinya. Tentunya koordinasi dari setiap SKPD dan dengan melibatkan elemen masyarakat menjadi sesuatu yang penting demi keberhasilan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Akhirnya diucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kepulauan Anambas. Semoga melalui informasi ini memacu pembangunan ke depan.
Wabillahi Taufik Walhidayah Wassalammualaikum Wr. Wb.
Tarempa, Desember 2009 Pj. Bupati Kepulauan Anambas
Assalammualaikum Wr. Wb.
Salam Sejahtera Untuk Kita Semua
Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian Pengembangan dan Penanaman Modal Daerah (Bappeda) Kabupaten Kepulauan Anambas, dituntut untuk melakukan perencanaan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Anambas secara terkoordinasi dari setiap SKPD dan well inform terhadap segala indikator dan informasi untuk setiap elemen masyarakat dalam membangun Kabupaten Kepulauan Anambas. Salah satu pembangunan yang penting adalah pembangunan manusia di Kabupaten Kepulauan Anambas. Selanjutnya salah satu indikator kinerja pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Daerah. Untuk itu Bappeda Kabupaten Kepulauan Anambas melakukan kerjasama dengan BPS Provinsi Kepulauan Riau dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2008 pada anggaran tahun 2009.
Angka IPM 2008 dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembangunan manusia di Kabupaten Kepulauan Anambas. Angka IPM merupakan indeks komposit dari tiga aspek, yaitu aspek kesehatan, aspek pendidikan, dan aspek ekonomi. Aspek kesehatan dilihat dari angka harapan hidup. Sedangkan aspek pendidikan dilihat dari angka melek huruf dan lamanya sekolah. Kemudian aspek ekonomi dilihat dari angka daya beli masyarakat (Purchasing Power Parity=PPP). Dari ketiga aspek tersebut disusunlah angka IPM Kabupaten Kepulauan Anambas.
yang telah membantu, tentunya kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Wabillahi Taufik Walhidayah Wassalammualaikum Wr. Wb.
Tarempa, Desember 2009
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian Pengembangan dan Penanaman Modal Daerah
Kabupaten Kepulauan Anambas
Ir. SYARIFUDDIN NIP. 19600416 199203 1 011
Publikasi “INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2008” merupakan salah satu kewajiban BPS Provinsi Kepulauan Riau yang harus dibuat berdasarkan kegiatan hasil kerja sama antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten Kepulauan Anambas dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, berdasarkan Nota Kesepahaman Antara Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian Pengembangan dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Nomor 01/MOU/BPPD/IV/2009 tanggal 02 April 2009 tentang Penyusunan, Penyediaan, dan Publikasi Data Statistik Kabupaten Kepulauan Anambas. Pekerjaan ini dimaksudkan untuk menyusun angka Indeks Pembangunan Manusia 2008 yang akan digunakan sebagai dasar evaluasi keberhasilan pelaksanaan pembangunan sumber daya manusia, utamanya yang berkaitan dengan masalah kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya beli penduduk.
Pada publikasi ini disajikan data yang tersedia sesuai dengan metodologi yang akan digunakan dalam penyusunan IPM. Disamping itu juga diberikan beberapa tabel dasar dalam memperoleh beberapa hasil pengukuran yang akan dilakukan. Publikasi ini diharapkan menjadi salah landasan dalam melakukan berbagaik kebijakan dan monitoring serta evaluasi pembangunan daerah Kabupaten Kepulauan Anambas.
Dengan selesainya publikasi dari “Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kepulauan Anambas 2008” ini diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi. Segala kritik dan saran bagi penyempurnaan selanjutnya sangat diharapkan.
Tanjungpinang, Desember 2009 Badan Pusat Statistik Propinsi
Kepulauan Riau Kepala,
Drs. Aminul Akbar, M.Sc NIP. : 19500228 197503 1 001
Halaman
Sambutan Bupati Kabupaten Kepulauan Anambas... i
Sambutan Kepala BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Anambas... iii
Kata Pengantar... v
Daftar Isi ... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Pengertian Pembangunan Manusia... 4
1.3. Maksud dan Tujuan ... 5
1.4. Nilai Manfaat ... 5
1.5. Cakupan Isi... 6
BAB 2 METODOLOGI ... 9
2.1. Ruang Lingkup dan Sumber Data ... 9
2.2. Metode Penghitungan... 10
2.3. Tahapan Penghitungan... 12
2.4. Komponen IPM dan Konsep ... 16
BAB 3 TINGKAT KESEHATAN PENDUDUK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS ... 18
3.1. Derajat Kesehatan Penduduk (Angka Kematian dan Angka Harapan Hidup) ... 19
3.2. Status Kesehatan Penduduk... 19
3.3 Pemberian ASI dan Gizi Balita... 21
3.4. Imunisasi... 21
3.5. Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan... 23
BAB 4 TINGKAT PENDIDIKAN PENDUDUK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS ... 28
4.1. Tingkat Pendidikan... 29
4.2. Tingkat Partisipasi Sekolah... 33
4.3. Rata-rata Lamanya Sekolah... 38
4.4. Fasilitas Pendidikan... 39
BAB 5 PEREKONOMIAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN PENDUDUK KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS ... 42
5.3. Perkembangan Penduduk Miskin... 48
BAB 6 INDEK PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS ... 50
6.1. Indek Pembangunan Manusia... 50
6.2. Menerapkan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Kepualauan Anambas... 52
6.3. Reduksi Shortfall... 55
Lampiran ... 56
Visualisasi Gambaran Kabupaten Kepulauan Anambas... 80
1. Kesehatan... 80 2. Pendidikan... 85 3. Ekonomi... 95 Kuesioner ... DAFTAR PUSTAKA... 105 113
1.1. Latar Belakang
Otonomi daerah yang dilaksanakan sejak 1 Januari 2001 memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Untuk mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut, kepada Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri serta sumber keuangan lain, seperti perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang berupa Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Selama lima tahun terakhir, DAU merupakan salah satu sumber pendapatan utama Pemerintah Daerah. Azas kesenjangan fiskal (fiscal gap) yang mendasari penghitungan DAU memerlukan dukungan data yang valid, akurat, dan terkini sehingga pembagian DAU ke daerah menjadi adil, proporsional, dan merata. Sehubungan dengan keperluan tersebut, Badan
Pusat Statisti (BPS) sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam Undang – Undang Nomor 16 tahun 1997 tentang statistik, diminta untuk menyediakan data yang akan digunakan dalam penghitungan DAU 2009 dengan kualifikasi seperti tersebut di atas. Data tersebut adalah Jumlah Penduduk, Indeks Pembangungan Manusia (IPM), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonsia Propinsi Kepulauan Riau.
Salah satu komponen penting dalam rangka penyediaan data yang akan digunakan dalam penghitungan DAU 2009 adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM telah dihitung BPS sejak tahun 1993 dan masih merupakan exercise. IPM yang dihasilkan pada tahun tersebut disajikan hanya sampai tingkat propinsi. Untuk penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2010, digunakan IPM 2008.
Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan angka proyeksi untuk DAU pada tahun 2009 mempunyai jumlah penduduk sebesar 35.646 orang (Juni 2009). Nilai IPM Kabupaten Kepulauan Anambas cukup tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota di Indonesia yaitu sebesar 67,44 (kelompok menengah tinggi IPM 66 - 70), tetapi pada Provinsi Kepulauan Riau masih pada urutan terakhir (urutan ke-7).
Angka harapan hidup penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas mencapai 67,07 tahun. Ini mengandung arti bahwa bayi yang lahir pada tahun 2008 diperkirakan dapat mencapai usia antara 67 sampai 68 tahun. Sedangkan angka harapan hidup Provinsi Kepulauan Riau secara
keseluruhan mencapai 69,70 tahun, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas mempunyai harapan hidup lebih pendek dibandingkan dengan harapan hidup penduduk Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan. Ini menunjukkan perlunya ditingkatkan pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Selain sehat, ternyata penduduk Kepulauan Anambas juga mempunyai tingkat pengetahuan yang masih rendah, hal ini dapat dilihat misalnya dari besarnya angka rata-rata lama sekolahnya, yaitu mencapai 5,25 tahun, atau secara umum dapat dikatakan bahwa penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas masih menduduki bangku sekolah sampai dengan kelas 6 SD, angka ini sangat rendah dibandingkan dengan rata-rata lamanya sekolah penduduk Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan, yaitu hanya mencapai 8,94 tahun, atau mencapai kelas dua SLTP.
Keberhasilan pembangunan manusia di Kabupaten Kepulauan Anambas diharapkan lebih dapat dipacu lagi, sehingga kemajuan sosial dan ekonomi dapat benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat. Tantangan yang dihadapi oleh Pimpinan Daerah dan jajarannya untuk dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat cukup banyak, di antaranya jumlah penduduk miskin yang jumlahnya masih sekitar 73,7 ribu rumah tangga, wilayah geografisnya yang sangat luas dan berpulau-pulau, di mana luas daratannya hanya 4 persen sementara luas lautannya 96 persen. Tantangan tersebut akan dapat menjadi peluang yang sangat baik mengingat mulai bulan Maret 2007 ini seluruh kantor pemerintahan tingkat propinsi sudah
mulai menunjukkan geliatnya di Kota Tanjung Pinang, ibukota Propinsi Kepulauan Riau, sehingga diharapkan seluruh program pemerintah tingkat satu dapat dijalankan dengan sempurna, didukung dengan tingkat kesehatan dan pengetahuan penduduknya yang sangat baik.
1.2. Pengertian Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia adalah proses agar manusia mampu memiliki lebih banyak pilihan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik dan sebagainya.
Konsep Indeks Pembangunan Manusia adalah mengukur pencapaian keseluruh negara atau propinsi atau kabupaten/kota. Dengan demikian IPM mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi di negara atau propinsi tertentu.
IPM direpresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu umur panjang dan sehat (longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup yang layak (standard of living). Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi umur panjang dan sehat adalah angka harapan hidup. Untuk mengukur dimensi pengetahuan adalah angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan dimensi kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli (purchsing power parity/PPP).
1.3. Maksud dan Tujuan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menghitung angka IPM Kabupaten Kepulauan Anambas, sehingga dapat diketahui sejauh mana keberhasilan pembangunan manusia yang dilakukan oleh Kabupaten Kepulauan Anambas. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dengan adanya peningkatan atau penurunan dari tahun ke tahun atas angka IPM. Peningkatan angka IPM berarti menunjukkan keberhasilan, sebaliknya stagnansi atau bahkan penurunan angka IPM menunjukkan ketidak berhasilan pembangunan manusia.
1.4. Nilai Manfaat
Hasil penghitungan IPM tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota di Propinsi Kepulauan Riau sangat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah Propinsi Kepulauan Riau dan Pemerintah Kabupaten/Kota, utamanya yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan manusia yang meliputi tiga aspek, yaitu pendidikan, kesehatan, dan kemampuan daya beli. Selain itu angka IPM dapat digunakan untuk memperoleh perkiraan besarnya dana alokasi umum yang akan diterima oleh Pemerintah Daerah.
Dari sisi perencanaan pembangunan, angka IPM yang semakin tinggi menunjukkan keberhasilan di dalam pembangunan sumber daya manusia, sebaliknya angka IPM yang semakin rendah menunjukkan kekurang berhasilan di dalam pembangunan sumber daya manusia.
Dana alokasi umum yang tinggi yang diperoleh dari besaran nilai IPM yang rendah mestinya justru disikapi oleh Pemerintah Daerah untuk sangat berhati-hati. Jika dalam jangka waktu menengah, misalnya 5 tahun, pemerintah daerah tidak dapat meningkatkan nilai IPM berarti pemerintah daerah tersebut telah gagal dalam upaya pembangunan sumber daya manusianya. Sebaliknya jika dalam waktu tersebut pemerintah dapat meningkatkan nilai IPMnya, maka pemerintah daerah tersebut berhasil atau sangat berhasil dalam melakukan upaya pembangunan sumber daya manusia, walaupun itu berarti porsi dana alokasi umum yang diterima menjadi lebih sedikit.
1.5. Cakupan Isi
Buku Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kepulauan Anambas 2008 tahun anggaran 2009 disusun atas enam bab, yang didahului dengan Bab pertama yang menerangkan tentang latar belakang disusunnya buku ini dan diuraikan pula pengertian pembangunan manusia, maksud dan tujuan disusunnya buku ini, nilai manfaat dari buku ini serta cakupan isi.
Bab kedua menerangkan metodologi yang digunakan di dalam penyusunan buku ini, antara lain menerangkan tentang ruang lingkup dan sumber data utama yang digunakan untuk penghitungan indikator-indikator yang terkait dengan masalah kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya beli, serta indeks pembangunan manusia. Selain itu, di dalam bab dua ini
juga disajikan tahapan penghitungan IPM, konsep-konsep dan komponen IPM.
Bab ketiga menyoroti beberapa indikator yang berkaitan dengan masalah kesehatan, di antaranya adalah angka kematian bayi dan angka harapan hidup yang digunakan untuk mengetahui derajat kesehatan penduduk, selain itu diulas pula tentang status kesehatan penduduk yang di antaranya dapat dikemukakan berdasarkan besar kecilnya angka kesakitan, rata-rata lamanya sakit. Di dalam bab ini juga di bahasa mengenai pemanfaatan fasilitas kesehatan, baik itu berupa berobat sendiri menurut jenis atau cara pengobatannya, maupun berobat jalan ke berbagai fasilitas kesehatan. Hal penting lainnya yang dibahas dalam bab tiga adalah tentang keadaan bayi atau balita, yaitu dengan menerangkan rata-rata lamanya (bulan) balita disusui, status gizi balita, serta imunisasi yang diberikan kepada mereka.
Bab keempat membahas beberapa indikator yang berkaitan dengan masalah pendidikan, di antaranya adalah tingkat melek huruf yang merupakan ukuran yang sangat mendasar yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, juga dibahas tentang tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan sebagai barometer untuk mengetahui kualitas mutu sumber daya manusia. Selain itu, dibahas pula tingkat partisipasi sekolah dari anak-anak usia sekolah menurut jenjang pendidikan sekolah dasar, lanjutan tingkat pertama, dan lanjutan tingkat atas. Rata-rata lama sekolah yang merupakan salah satu indikator kunci di dalam penyusunan IPM juga dibahas di dalam bab keempat ini. Selain itu untuk mengetahui seberapa besar peranan
sekolah dan guru untuk dapat turut serta mensukseskan upaya pembangunan di bidang pendidikan juga dibahas di sini, utamanya yang berkaitan dengan rasio murid guru dan rasio murid sekolah.
Bab kelima menerangkan perkembangan perekonomian di Kabuaten Kepulauan Anambas dari tahun 2007 sampai tahun 2008, dalam hal ini dikemukakan besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000, baik dengan migas maupun tanpa migas, di sini di ulas pula laju pertumbuhan ekonomi di Propinsi Kepulauan Riau maupun peranan beberapa sektor di dalam menentukan naik turunnya nilai PDRB. Selain itu dibahas pula tingkat kesejahteraan penduduk yang dicerminkan dari besarnya kemampuan daya beli penduduk dan dilihat pula ada tidaknya ketimpangan di dalam distribusi pendapatan penduduk dengan menggunakan kriteria bank dunia maupun angka gini ratio. Pada bagian terakhir dari bab ini disampaikan pula sisi lain dari pada keberhasilan perekonomian di Kabupaten Kepulauan Anambas, yaitu ketidakberhasilan yang utamanya disoroti dengan masih cukup tingginya penduduk atau rumah tangga miskin.
Bab keenam menerangkan inti dari pada disusunnya buku ini, yaitu Indeks Pembangunan Manusia, baik angka propinsi maupun kabupaten/kota dan dilihat pula perkembangannya selama 2007 sampai 2008. Di dalam bab ini diterangkan pula bagaimana penerapan IPM di Kabupaten Kepulauan Anambas.
2.1. Ruang Lingkup dan Sumber Data
Penyusunan IPM Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 2008, di samping menyajikan data IPM tingkat Kabupaten, juga disajikan beberapa gambaran yang terkait per Kecamatan.
Sumber data yang digunakan untuk menghitung IPM utamanya adalah data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Untuk IPM 2008 data yang digunakan meliputi Susenas Kor 2008, Supas 2005, Susenas Modul Konsumsi 2008, dan IHK 2008. Susenas Kor 2008 digunakan untuk menghitung indikator seperti Angka Melek Huruf (AMH), Rata – rata Lama Sekolah (MYS) dan pengeluaran per kapita per bulan, sedangkan data Supas 2005 digunakan untuk menghitung Angka Harapan Hidup (e0), Selanjutnya Susenas Modul Konsumsi 2008 digunakan untuk menghitung daya beli yang didasarkan pada 27 komoditi.Indeks Harga Konsumen (IHK) 2008 digunakan
untuk men-deflate harga implisit dari 27 komoditi pada Susenas Modul Konsumsi 2008 untuk memperoleh harga pada kondisi tahun 2008. Selain itu juga didukung oleh observasi lapangan pada tahun 2009 serta data primernya.
2.2. Metode Penghitungan
• Angka Harapan Hidup dihitung dengan menggunakan paket program MORTPACK (metode Trussel dengan model West), dengan input Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH).
• Angka Melek Huruf, menghitung proporsi penduduk yang dapat membaca dan menulis
• Rata-rata Lama Sekolah, menghitung rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan penduduk untuk menjalani sekolah
• Paritas Daya Beli, dengan proses penghitungan sbb:
1. Y : Pengeluaran per kapita
2. Y1 : Y + (Y*20%)
3. Y2 : Nilai Riil Y1 Î deflasi, IHK
4. PPP Î didasarkan 27 komoditi (lihat tabel 2.2)
Di mana :
E (i,j) : Pengeluaran untuk komoditi j di propinsi i
P(i,j) : Harga komoditi j di Jakarta Selatan
Q (i,j) : Volume komoditi j (unit) yang dikonsumsi di provinsi i
5. Y3 : Y2/PPP
6. Y4 : Menghitung nilai Y3 dengan formula Atkinson
Formula Atkinson
C(i)* = C (i) ; jika C (i) < Z
= Z + 2[(C (i) – Z] ½ : jika Z < C (i) < 2 Z
= Z + 2(Z) ½ + 3 (C
(i) - 2 Z) 1/3 ; jika 2Z < C (i) < 3 Z = Z + 2 (Z) ½ + 3 (Z) 1/3 + 4 (C
(i) – 3 Z) ¼
; jika 3 Z < C (i) < 4 Z
C (i) = PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita
Z = Batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar Rp 549.500,- per kapita per tahun atau Rp 1.500,- per kapita per hari.
2.3. Tahapan Penghitungan
Untuk menghitung IPM, maka setiap komponen dihitung indeksnya. Formula penghitungannya sebagai berikut :
Indeks X(i,j) = [X (i,j) – X (i – min) ] / [ X (i – maks) – X (i – min) ]
Di mana :
X(i,j) = komponen ke-i dari daerah j
X (i – min) = nilai minimum dari Xi Î standar UNDP
X (i – maks) = nilai maksimum dari Xi Î standar UNDP
Dengan menggunakan formula di atas, Indeks Lama Hidup, Indeks Pendidikan, Indeks Daya Beli dapat dihitung. Nilai minimum dan maksimum merupakan angka standar UNDP (United Nations for Development Programe).
• Indeks Lamanya Hidup
Indeks X1 = (X1 – 25)/(85-25)
• Indeks Pendidikan terdiri dari dua komponen :
Melek Huruf (persen) Î diberi bobot 2/3
Rata-rata Lama Sekolah Î diberi bobot 1/3
Indeks X2 = [2/3(Indeks Melek Huruf)] + [1/3 Indeks Rata2 Lama Sekolah)]
• Indeks Pengeluaran Riil
Indeks X3 = (Y4-360)/(732,72-300)
• Nilai IPM dapat dihitung sebagai :
Tabel 2.1. Nilai Maksimum dan Minimum dari Setiap Komponen IPM
Komponen IPM Maksimum Nilai Minimum Nilai Keterangan
Angka Harapan Hidup 85 25 Standar UNDP
Angka Melek Huruf 100 0 Standar UNDP
Rata-rata Lama Sekolah 15 0 UNDP menggunakan combined gross enrollment ratio
Daya Beli 732 720 360 000 UNDP menggunakan PDRB riil per kapita yang telah disesuaikan
Tabel 2.2. Daftar Paket Komoditi Yang Digunakan Dalam Penghitungan PPP
Komoditi Unit Proporsi dari Total Konsumsi 1. Beras Lokal Kg 7,25 2. Tepung Terigu Kg 0,10 3. Singkong Kg 0,22 4. Tuna/Cakalang Kg 0,50 5. Teri Ons 0,32 6. Daging Sapi Kg 0,78 7. Ayam Kg 0,65 8. Telur Butir 1,48
9. Susu kental manis 397 gram 0,48
10. Bayam Kg 0,30 11. Kacang panjang Kg 0,32 12. Kacang tanah Kg 0,22 13. Tempe Kg 0,79 14. Jeruk Kg 0,39 15. Pepaya Kg 0,18 16. Kelapa Butir 0,56 17. Gula Ons 1,61 18. Kopi Ons 0,60 19. Garam Ons 0,15 20. Merica Ons 0,13
21. Mie instan 80 gram 0,79 22. Rokok kretek 10 Batang 2,86
23. Listrik Kwh 2,06
24. Air minum M3 0,46
25. Bensin Liter 1,02
26. Minyak tanah Liter 1,74 27. Sewa rumah Unit 11,56
2.4. Komponen IPM dan Konsep
• Angka Harapan Hidup pada waktu lahir (e0) : Perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur
• Angka Melek Huruf Penduduk dewasa : Proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya
• Rata-rata Lama Sekolah : Rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani
• Indeks Pendidikan : Indeks ini didasarkan pada kombinasi antara angka melek huruf di kalangan penduduk dewasa dan rata-rata lama sekokah
• Paritas daya Beli (Purchasing Power Parity = PPP) : Memungkinkan dilakukan perbandingan harga-harga riil antar propinsi dan antar kabupaten/kota mengingat nilai tukar yang biasa digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli yang terukur dari konsumsi per kapita yang telah disesuaikan. Dalam konteks PPP untuk Indonesia, satu rupiah di suatu provinsi memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil per kapita setelah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan formula atkinson.
• Reduksi Shortfall : mengukur keberhasilan dipandang dari jarak antara yang dicapai terhadap kondisi ideal (IPM = 100). Nilai reduksi shortfall yang lebih besar menandakan peningkatan IPM yang lebih cepat. Pengukuran ini didasarkan asumsi, laju perubahan tidak bersifat linier, tetapi laju perubahan cenderung melambat pada tingkat IPM yang lebih tinggi.
Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Aspek penting lainnya yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang antara lain diukur melalui angka kesakitan dan status gizi. Sementara untuk melihat gambaran tentang kemajuan upaya peningkatan dan status kesehatan masyarakat dapat dilihat dari penolong persalinan bayi, ketersediaan sarana kesehatan dan jenis pengobatan yang dilakukan. Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan dan memelihara mutu pelayanan kesehatan perlu mendapat perhatian utama. Upaya tersebut antara lain melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan pengadaan atau peningkatan sarana dan prasarana dalam bidang medis tertentu, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
3.5. Derajat Kesehatan Penduduk (Angka Kematian dan Angka Harapan Hidup)
Angka harapan hidup penduduk merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Semakin tinggi angka harapan hidup suatu wilayah menunjukkan semakin tinggi derajat kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Angka harapan hidup penduduk Kabupaten Kepulaua Anambas pada tahun 2008 adalah 67,07 tahun. Ini berarti bahwa bayi yang lahir pada tahun 2008 diperkirakan akan dapat hidup selama 67,07 tahun dengan syarat besarnya kematian atau kondisi kesehatan yang ada tidak berubah. Angka harapan hidup ini lebih rendah dibandingkan angka harapan hidup penduduk di Provinsi Kepulauan Riau.
Tabel 3.1. Perkembangan Angka Harapan Hidup di Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Kepulauan Anambas, Tahun 2007 dan 2008
Sumber : BPS, Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2007 dan 2008
3.5. Status Kesehatan Penduduk
Informasi tentang status kesehatan penduduk dapat memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan penduduk, informasi tersebut di antaranya dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan, yaitu persentase
Angka Harapan Hidup (tahun) 2007 2008
(1) (2) (3)
Kepulauan Riau 69,6 69,7
penduduk yang mengalami gangguan kesehatan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari selama sebulan sebelum kegiatan pencacahan Survei Sosial Ekonomi Nasional. Tabel 3.2. menunjukkan bahwa persentase penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas yang mengalami keluhan kesehatan dan merasa terganggu aktivitas sehari-harinya pada tahun 2008 adalah sebesar 28,32 persen. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, ternyata angka kesakitan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan (29,01 persen), persentasenya relatif lebih banyak dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perkotaan (26,25 persen).
Tabel 3.2. Angka Kesakitan dan Rata2 Lamanya Sakit, Tahun 2008
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007 dan 2008
Diantara mereka yang terganggu kesehatannya, rata-rata lamanya sakit penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas adalah selama 5,93 hari, penduduk di daerah perkotaan rata-rata lamanya sakit sedikit lebih lama, yaitu 6,27 hari dibandingkan penduduk di daerah perdesaan, di mana rata-rata lamanya sakit hanya 5,83 hari.
Keterangan Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan
(1) (2) (3) (4)
Angka Kesakitan 26,25 29,01 28,32
Rata2 Lama Sakit
3.5. Pemberian ASI dan Gizi Balita
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling penting bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi, karena selain mengandung nilai gizi yang cukup tinggi juga mengandung zat kekebalan tubuh terhadap penyakit. Oleh karena itu, semakin lama seorang anak disusui akan semakin baik tingkat pertumbuhan dan kesehatannya. Pada tahun 2008, rata-rata lamanya balita disusui adalah 13,95 bulan, untuk balita yang tinggal di daerah pedesaan relatif lebih lama disusui, yaitu 15,16 bulan dibandingkan dengan balita di daerah perkotaan yang disusui rata-rata selama 9,43 bulan.
Pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan sangat penting bagi bayi sampai dengan usia 6 bulan, hal tersebut dikenal dengan istilah ASI eksklusif. Dari hasil pengolahan data Survei Sosial Ekonomi Nasional pada tahun 2008 dapat diketahui bahwa balita yang hanya diberikan ASI saja tanpa makanan tambahan adalah selama 5,00 bulan, ini berarti penerapan ASI Ekslusif hampir terpenuhi dengan baik. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal nampak bahwa bayi di daerah perdesaan sedikit lebih lama diberikan ASI saja tanpa makanan tambahan (5,11 bulan) dibandingkan dengan bayi yang tinggal di daerah perkotaan (4,57 bulan).
3.4. Imunisasi
Untuk mencegah berbagai penyakit menular pemerintah memberikan beberapa antigen untuk balita dan anak-anak. Adapun antigen yang dianggap penting adalah BCG, DPT, Polio, dan Campak serta Hepatitis
untuk mencegah penyakit yang biasanya menyerang anak-anak yang diduga dapat menyebabkan kematian pada bayi. Imunisasi sangat penting bagi upaya pencegahan bayi atau balita terkena beberapa penyakit tertentu, semakin besar persentase balita yang pernah diimunisasi maka diharapkan akan semakin baik pula tingkat atau derajat kesehatan bayi atau balita. Pada tahun 2008, balita di Kabupaten Kepulauan Anambas yang pernah diimunisasi ada sebanyak 86,97 persen, artinya ada sekitar 13,07 persen balita yang belum pernah diimunisasi, padahal Pemerintah melalui Program bulan PIN Gratis telah mewajibkan orang tua untuk membawa balitanya untuk diimunisasi secara gratis. Masih adanya balita yang belum pernah diimunisasi diduga karena sulitnya akses masyarakat yang tinggal di pulau-pulau terpencil untuk membawa balitanya ke posyandu atau karena adanya keengganan dari sebagian orang tua untuk memberikan imunisasi kepada balitanya dikarenakan takut balitanya menjadi sakit. Dari Tabel 3.6. juga dapat dilihat bahwa balita di daerah pedesaan relatif lebih banyak yang tidak pernah diimunisasi, yaitu 9,6 persen dibandingkan balita di daerah perkotaan, 4,2 persen.
Tabel 3.3. Persentase Balita Yang Pernah Diimunisasi Menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 2008
Jenis Kelamin Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
(1) (2) (3) (4)
Laki-Laki 100,00 90,63 91,89
Perempuan 85,71 80,95 82,14
Laki2+Perempuan 90,66 86,09 86,97
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008
3.5. Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan
Untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan penduduk, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan merupakan salah satu faktor penentu utama. Puskesmas dan puskesmas pembantu merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan karena dapat dijangkau oleh penduduk yang tinggal di pelosok. Hal penting lainnya adalah ketersediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang diupayakan agar persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya). Pada tahun 2008, terdapat 82,09 persen persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, namun terdapat perbedaan yang mencolok antara daerah perkotaan dan pedesaan, untuk daerah perkotaan terdapat 100 persen persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, namun di daerah pedesaan hanya 77,79 persen persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, hal ini karena masih banyaknya persalinan yang ditolong oleh dukun tradisional dan lainnya, yaitu mencapai 22,21 persen.
Kesadaran di dalam meminta pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dokter, bidan atau tenaga kesehatan lainnya sangat penting dalam upaya mencegah menurunnya angka kematian ibu, di daerah perkotaan persalinan yang ditolong oleh dokter mencapai 32,53 persen sedangkan di daerah pedesaan baru mencapai sepertiganya, atau hanya 11,68 persen. Sedangkan persalinan yang ditolong oleh bidan, antara daerah perkotaan dan pedesaan persentasenya cukup berbeda jauh, yaitu 67,47 persen untuk di daerah perkotaan dan 52,20 persen untuk daerah pedesaan. Peran
tenaga kesehatan lainnya di daerah pedesaan cukup menonjol, yaitu sekitar 13,91 persen dibandingkan di daerah perkotaan, yaitu 0 persen.
Tabel 3.4. Distribusi Persentase Bayi Menurut Penolong Persalinan Bayi Tahun 2008
Penolong Persalinan Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(1) (2) (3) (4) Tenaga Kesehatan 100,00 77,79 82,09 • Dokter 32,53 11,68 15,71 • Bidan 67,47 52,20 55,15 • Nakes Lainnya 0,00 13,91 11,23 Bukan Tenaga Kesehatan 0,00 22,21 17,91 • Dukun Tradisional 0,00 18,31 14,78 • Lainnya 0,00 3,90 3,13
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008
Pada tahun 2008 banyaknya dokter di Kabupaten Kepulauan Anambas 11 orang orang, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka setiap 10 000 penduduk baru bisa dilayani oleh 3,28 orang dokter (jumlah penduduk tahun 2008 adalah sekitar 35 ribu orang). Demikian pula jumlah puskesmas sebanyak 28 buah termasuk puskesmas pembantu. Disamping itu juga Kabupaten Kepulauan baru memiliki 1 rumah sakit di Kecamatan Palmatak.
Tabel 3.5. Indikator Ketersediaan Berbagai Sarana Kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas, Tahun 2008
Tenaga/Sarana Kesehatan 2008
(1) (2)
Jumlah dokter 11
Jumlah dokter per 10.000 penduduk 3,28
Jumlah puskesmas*) 28
Jumlah rumah sakit 1
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas, 2008 Keterangan : *) termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas keliling
Penduduk yang mengalami gangguan kesehatan pada umumnya melakukan upaya pengobatan, baik dengan berobat sendiri maupun berobat jalan. Tabel 3.6. menyajikan data persentase penduduk yang berobat sendiri menurut jenis pengobatan. Penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas yang mengalami gangguan kesehatan yang berobat sendiri ada sebanyak 68,65 persen. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, penduduk di daerah perkotaan sedikit lebih banyak yang berobat sendiri, yaitu 68,98 persen dibandingkan mereka yang tinggal di daerah pedesaan, di mana persentasenya hanya mencapai 68,56 persen.
Secara umum, ada sebanyak 89,71 persen penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas yang berobat sendiri dengan cara pergi ke pengobatan modern, terlihat ada perbedaan yang cukup besar antara mereka yang tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan. Sebanyak 100 persen penduduk di daerah perkotaan yang mempunyai keluhan kesehatan berobat sendiri ke pengobatan modern, sedang mereka yang tinggal di daerah pedesaan sebanyak 86,72 persen. Sebaliknya, mereka yang tinggal
di daerah pedesaan lebih besar yang berobat ke pengobatan tradisional, yaitu 31,07 persen dibandingkan mereka yang tinggal di perkotaan, 23,57 persen.
Tabel 3.6. Persentase Penduduk Yang Berobat Sendiri Menurut Jenis PengobatanYang Digunakan,
Tahun 2008
Jenis Pengobatan Perkotaan Pedesaan Perkotaan+ Perdesaan
(1) (2) (3) (4) Modern 100,00 86,72 89,71 Tradisional 23,57 31,07 29,38 Lainnya 19,74 16,07 16,89 Modern + Tradisional 23,57 17,79 19,09 Modern + Lainnya 19,74 11,64 13,46 Tradisional + Lainnya 19,74 16,07 16,89
Modern + Tradisional + Lainnya 19,74 11,64 13,46
Persentase Penduduk Yang
Berobat Sendiri 68,98 68,56 68,65
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008
Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008, dari penduduk yang mengeluh sakit di Kabupaten Kepulauan Anambas, hanya 38,20 persen penduduk yang melakukan berobat jalan. Jika dilihat menurut urutan paling banyak, yang paling besar persentasenya adalah mereka yang berobat jalan ke tenaga praktek kesehatan (49,43 persen), disusul oleh mereka yang berobat jalan ke puskesmas (23,53 persen). Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, penduduk perkotaan paling banyak berobat jalan ke puskesmas, sedangkan penduduk perdesaan paling banyak berobat jalan tenaga praktek kesehatan, banyak juga yang berobat jalan ke puskesmas dan ke rumah sakit.
Tabel 3.10. Persentase Penduduk Yang Berobat Jalan Menurut Tempat Berobat, Tahun 2007 dan 2008
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008
Tempat Berobat Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(1) (2) (3) (4) Rumah Sakit 0,00 9,10 7,46 Praktek Dokter 2,57 0,27 0,68 Puskesmas 57,34 16,26 23,53 Petugas Kesehatan 36,72 52,17 49,43 Pengobatan Tradisional 0,00 17,90 14,73 Dukun 0,00 0,00 0,00 Lainnya 3,37 4,33 4,16 Berobat jalan 30,56 40,41 38,20
Anambas
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai
subyek sekaligus sebagai obyek dalam membangun kehidupan yang lebih
baik. Mengingat pendidikan sangat berperan sebagai faktor kunci dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pembangunan di bidang
pendidikan meliputi pembangunan pendidikan secara formal maupun non
formal. Pembangunan di bidang pendidikan memerlukan peran serta yang
aktif tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari masyarakat. Karena belum
semua anak Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar, antara
lain karena faktor kemiskinan keluarga. Sebagai upaya untuk menumbuhkan,
meningkatkan, dan mengembangkan kepedulian masyarakat dalam
pembangunan pendidikan, antara lain terlihat dari Gerakan Nasional Orang Tua
Anambas
Asuh (GNOTA), yang menghimpun dana dari masyarakat untuk membantu
keluarga miskin agar anak mereka tetap memperoleh pendidikan.
Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu pendidikan dan
perluasan pendidikan dasar. Selain itu, ditingkatkan pula kesempatan belajar
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai sasaran tersebut,
berbagai upaya dilakukan pemerintah, misalnya dengan meningkatkan sarana
dan pra sarana pendidikan, perbaikan kurikulum, bahkan semenjak tahun 1994
pemerintah juga telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun. Untuk
mendukung hal ini, melalui Program BOS, disalurkan dana langsung ke sekolah
(baik SD maupun SLTP) dengan maksud peserta didik dibebaskan dari
kewajiban membayar uang sekolah demi tercapainya program wajar 9 tahun.
Sehingga nantinya dengan semakin lamanya usia wajib belajar diharapkan
tingkat pendidikan anak akan semakin membaik, dan tentunya akan
berpengaruh pada tingkat kesejahteraan penduduk.
4.1. Tingkat Pendidikan
Ukuran yang sangat mendasar dari tingkat pendidikan, adalah
kemampuan baca-tulis penduduk dewasa. Kemampuan baca tulis tercermin
dari data angka melek huruf, dalam hal ini merupakan persentase penduduk
usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf
lainnya. Persentase penduduk dewasa yang dapat membaca dan menulis huruf
latin tahun 2008 di Kabupaten Kepulauan Anambas mencapai 89,72 persen,
Anambas
artinya ada sebanyak 10,28 persen penduduk dewasa di Kabupaten Kepulauan
Anambas yang buta huruf. Angka melek huruf ini berbeda menurut jenis
kelamin dan kelompok umur. Dari Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa angka melek
huruf penduduk dewasa laki-laki mencapai 92,25 persen, sedangkan angka
melek huruf penduduk dewasa perempuan tidak berbeda jauh dengan
penduduk dewasa laki-laki hanyalah 87,26 persen. Ini berarti bahwa angka
buta huruf penduduk dewasa perempuan jauh lebih banyak dibandingkan
angka buta huruf penduduk dewasa laki-laki, yaitu 12,74 persen untuk
perempuan dan 7,75 persen untuk laki-laki.
Kemudian kalau dilihat menurut kelompok umur, ternyata angka melek
huruf untuk penduduk usia muda cenderung mendekati seratus persen,
sebaliknya angka melek huruf penduduk usia tua cenderung jauh dari angka
seratus, misalnya angka melek huruf penduduk usia 15 – 19 tahun mencapai
100,00 persen sedangkan angka melek huruf penduduk usia 50 tahun atau lebih
hanya 83,27 persen, artinya kecenderungan buta huruf lebih menonjol pada
penduduk usia tua, dibandingkan penduduk usia muda.
Angka melek huruf selain berbeda menurut jenis kelamin dan kelompok
umur, ternyata tidak berbeda nyata menurut daerah tempat tinggal. Untuk
penduduk dewasa yang tinggal di daerah perkotaan, angka melek hurufnya
sedikit lebih rendah dibandingkan penduduk dewasa yang tinggal di daerah
pedesaan. Dari Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa angka melek huruf penduduk
dewasa yang tinggal di daerah perkotaan mencapai 89,03 persen, sementara
Anambas
untuk mereka yang tinggal di daerah pedesaan angka melek hurufnya
mencapai 89,82 persen. Kemudian jika dilihat khusus untuk penduduk pada
usia 50 tahun atau lebih, angka melek hurufnya adalah sebesar 81,52 persen
untuk di daerah perkotaan dan 84,28 persen untuk di daerah pedesaan, atau
dapat dikatakan bahwa angka buta huruf untuk penduduk usia 50 tahun atau
lebih adalah 18,48 persen di daerah perkotaan dan 15,72 persen di daerah
pedesaan.
Tabel 4.1. Angka Melek Huruf menurut Kelompok Umur,
Tahun 2008
Kelompok
Umur Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(1) (2) (3) (4) 15 – 19 100,00 100,00 100,00 20 – 24 83,02 98,26 96,12 25 – 34 100,00 96,61 97,20 35 – 49 83,18 77,57 79,08 50 + 81,52 84,28 83,27 Jumlah 89,03 89,82 89,62 Laki-Laki 95,01 91,41 92,25 Perempuan 84,46 88,32 87,26 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008
Anambas
Gambaran mengenai mutu sumber daya manusia dapat dilihat dari
tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk berusia 10 tahun
ke atas. Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa hanya 22,32 persen penduduk
berusia 10 tahun ke atas yang tamat pendidikan SLTP atau pendidikan yang
lebih tinggi, namun jika dibedakan menurut daerah tempat tinggal, nampak
bahwa mutu sumber daya manusia di daerah pedesaan relatif masih rendah,
yaitu terbukti di mana penduduk usia 10 tahun ke atas yang menamatkan
pendidikan SLTP atau pendidikan yang lebih tinggi hanyalah mencapai 18,34
persen, walaupun untuk mereka yang tinggal di daerah perkotaan
persentasenya mencapai 33,64 persen.
Tabel 4.2. Persentase Penduduk 10 tahun Keatas Menurut
Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2008
Tingkat Pendidik Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(1) (2) (3) (4) Tidak/Belum Pernah Sekolah 9,32 9,11 9,17 Tidak/Belum Tamat SD 21,80 36,05 32,35 Sekolah Dasar 35,23 36,50 36,17 SLTP 15,45 9,21 10,83 Sekolah Menengah Tingkat Atas 13,74 7,39 9,04 Diploma I/II 0,00 0,21 0,16 Diploma III/Sarjana Muda 1,95 0,00 0,51 Diploma IV/S1/S2/S3 2,50 1,53 1,78 SLTP + 33,64 18,34 22,32
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007 dan 2008
Anambas
Jika ditinjau menurut tingkat pendidikannya, penduduk usia 10 tahun ke atas di
daerah pedesaan yang tamat SLTA hanya 7,39 persen, walaupun untuk mereka
yang tinggal di daerah perkotaan telah mencapai 13,74 persen. Demikian pula
untuk mereka yang tamat pendidikan Diploma I/II dan pendidikan lainnya yang
lebih tinggi tingkatannya, untuk daerah pedesaan baru mencapai 0,21 persen.
Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan penduduk
Kabupaten Kepulauan Anambas relatif masih rendah, dan tingkat pendidikan
penduduk di daerah perkotaan lebih baik dibandingkan mereka yang tinggal
di daerah pedesaan.
4.2. Tingkat Partisipasi Sekolah
Untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah
dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan dapat dilihat dari penduduk yang
masih sekolah pada umur tertentu yang dikenal dengan istilah angka partisipasi
sekolah (APS). Makin tinggi angka partisipasi sekolah menunjukkan adanya
keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan, utamanya yang berkaitan
dengan upaya memperluas jangkauan pelayanan pendidikan. APS memberikan
gambaran secara umum tentang banyaknya anak kelompok umur tertentu yang
sedang bersekolah, tanpa memperhatikan jenjang pendidikan yang sedang
diikuti. APS biasanya diterapkan untuk kelompok umur sekolah jenjang
pendidikan SD (7 – 12 tahun), SLTP (13 – 15 tahun), dan SLTA (16 – 18 tahun).
Anambas
Angka partisipasi sekolah anak-anak usia 7 – 12 tahun pada tahun 2008
pada umumnya belum mencapai angka 100 persen dan terlihat perbedaan
mencolok antara mereka yang tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan,
sedangkan antara laki-laki dan perempuan terlihat cenderung tidak berbeda
nyata untuk perempuan (97,75 persen) dibandingkan untuk laki-laki (95,73
persen). Demikian pula angka partisipasi sekolah untuk anak-anak usia 13 – 15
tahun secara umum belum tidak berbeda nyata dibandingkan dengan
kelompok 7-12 tahun, yaitu mencapai 92,37 persen, dan jika dibedakan
menurut jenis kelamin, perempuan usia 13 – 15 tahun lebih rendah angka
partisipasi sekolahnya dibandingkan laki-laki pada usia yang sama. Namun jika
dibedakan menurut daerah tempat tinggal, angka partisipasi sekolah anak-anak
usia 13 – 15 tahun di daerah perkotaan (92,99 persen) tidak berbeda nyata
dibandingkan mereka yang tinggal di daerah pedesaan (91,89 persen).
Perbedaan tersebut cukup terlalu signifikan untuk perempuan dibandingkan
laki-laki. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Anambas
Tabel 4.3. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah dan Daerah
Tempat Tinggal, Tahun 2008
Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(1) (2) (3) (4) 7– 12 Laki-Laki 100,00 94,28 95,73 Perempuan 100,00 97,12 97,75 Laki2+Perempuan 100,00 95,71 96,72 13-15 Laki-Laki 100,00 100,00 100,00 Perempuan 87,80 81,82 84,81 Laki2+Perempuan 92,99 91,89 92,37 16–18 Laki-Laki 66,67 75,00 73,33 Perempuan 83,33 90,00 87,50 Laki2+Perempuan 78,54 82,62 81,40 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008
Di sisi lain, angka partisipasi sekolah anak-anak usia 16 – 18 tahun
ternyata masih relatif baik, yaitu hanya 81,40 persen. Ini berarti ada sebanyak
18,60 persen anak-anak usia 16 – 18 tahun yang tidak memanfaatkan fasilitas
pendidikan. Bahkan jika dibedakan menurut jenis kelamin, ternyata angka
partisipasi sekolah anak-anak usia 16 – 18 tahun lebih rendah untuk laki-laki
(73,33 persen) dibandingkan perempuan. Ini berarti anak perempuan usia
16 – 18 tahun jauh lebih rendah persentasenya yang tidak memanfaatkan
fasilitas pendidikan dibandingkan laki- laki. Jika dilihat menurut daerah tempat
tinggal, ternyata angka partisipasi sekolah anak laki-laki usia 16 – 18 tahun di
daerah perkotaan mencapai 66,67 persen dibandingkan untuk anak perempuan
usia yang relatif sama yaitu sebesar 50,00 persen di daerah pedesaan.
Anambas
Untuk dapat mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat pada
waktunya dapat digunakan angka partispasi murni (APM), di mana angkanya
dapat dibagi dalam tiga kelompok jenjang pendidikan, yaitu SD (usia 7 – 12
tahun), SLTP (usia 13 – 15 tahun), dan SLTA (usia 16 – 18 tahun). Secara umum,
angka partisipasi murni lebih rendah dibandingkan angka partisipasi sekolah,
hal ini karena pembilangnya lebih kecil sementara penyebutnya sama. APM
membatasi usia murid sesuai dengan usia sekolah, jenjang pendidikan
sehingga angkanya lebih kecil. Nilai APM yang mendekati 100 persen
menunjukkan hampir semua penduduk bersekolah dan tepat waktu sesuai
dengan usia sekolah jenjang pendidikannya. Pada saat ini Pemerintah telah
melaksanakan program wajib belajar 9 tahun dan sudah mulai pencanangan
wajib belajar 12 tahun, sasaran dari program tersebut adalah anak-anak usia
7 – 12 tahun (SD) dan usia 13 – 15 tahun (SLTP). Sehingga dengan demikian,
diharapkan partisipasi sekolahnya mencapai 100 persen.
Anambas
Tabel 4.4. Angka Partisipasi Murni Menurut Jenjang Pendidikan, Tahun
2008
Pendidikan dan Jenis
Kelamin Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Perdesaan
(1) (2) (3) (4) SD Laki-Laki 91,85 94,28 93,66 Perempuan 79,33 97,12 93,25 Laki2+Perempuan 86,19 95,71 93,46 SLTP Laki-Laki 63,30 64,01 63,75 Perempuan 60,63 81,82 71,20 Laki2+Perempuan 61,76 71,96 67,49 SMA Laki-Laki 66,67 50,00 53,33 Perempuan 16,67 50,00 37,50 Laki2+Perempuan 31,03 50,00 44,32 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari Hasil
Survei Sosial Ekonoomi Nasional Tahun 2008
Secara umum, angka partisipasi murni anak-anak usia 7 – 12 tahun yang
bersekolah di jenjang pendidikan sekolah dasar baru mencapai 93,46 persen,
angkanya untuk anak laki-laki relatif sedikit lebih tinggi dibandingkan anak
perempuan, yaitu 93,66 persen (laki-laki) dan 93,25 persen (perempuan).
Namun jika dibedakan menurut daerah tempat tinggal, ternyata angka
partisipasi murni anak-anak yang bersekolah pada jenjang pendidikan sekolah
dasar di daerah pedesaan jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang tinggal
di daerah perkotaan.
Perbedaan tersebut masih terjadi untuk anak-anak yang sekolah pada
jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama, baik pada anak laki-laki maupun anak
perempuan. Angka partisipasi murni anak laki-laki dan perempuan pada
Anambas
jenjang pendidikan SLTP lebih rendah untuk mereka yang tinggal di daerah
perkotaan, dibandingkan untuk mereka yang tinggal di daerah pedesaan.
Yang perlu mendapat perhatian khusus, adalah anak-anak yang
bersekolah pada jenjang sekolah menengah atas, di mana wajib belajar belum
menyentuh pada jenjang pendidikan ini, ternyata angka partisipasi murninya
sangat rendah. Secara umum, baru mencapai 44,32 persen, namun untuk
mereka yang tinggal di daerah pedesaan, angka partisipasi murninya relatif
sama, yaitu hanya mencapai 50,00 persen untuk laki - laki dan untuk
perempuan. Rendahnya angka partisipasi murni pada jenjang sekolah
menengah utamanya di daerah pedesaan diduga terkait dengan minimnya
sarana dan prasarana sekolah yang ada di daerah pedesaan, selain itu akses
mereka ke fasilitas sekolah yang ada di daerah perkotaan mungkin juga relatif
sulit, mengingat Kabupaten Kepulauan Anambas yang terdiri dari pulau-pulau
yang cukup menyebar.
4.3. Rata-Rata Lama Sekolah
Indikator lain untuk melihat tingkat pendidikan adalah rata-rata lama
sekolah (dalam tahun) yang secara umum menunjukkan jenjang pendidikan
yang telah dicapai oleh penduduk usia 15 tahun ke atas. Berdasarkan hasil
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2008, rata-rata lama sekolah
penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas baru mencapai 5,25 tahun, berarti
rata-rata baru sampai taraf pendidikan kelas enam Sekolah Dasar.
Anambas
4.4. Fasilitas Pendidikan
Relatif tingginya angka partisipasi sekolah, khususnya untuk jenjang
pendidikan SD dan SLTP tentunya harus diikuti dengan cukupnya fasilitas
pendidikan, terutama mengenai daya tampung ruang kelas, sehingga program
wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah dapat berhasil
dengan baik. Guna mengatasi kekurangan daya tampung, pemerintah
menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan, seperti menambah
pembangunan unit gedung baru dengan prioritas pada daerah yang angka
partispasi sekolahnya masih rendah dan daerah terpencil, dan merehabilitasi
gedung–gedung SD dan SLTP dengan prioritas gedung yang rusak berat serta
mengangkat guru kontrak untuk ditempatkan pada sekolah yang kekurangan
guru.
Informasi tentang banyaknya sarana pendidikan, seperti gedung
sekolah, tenaga pengajar, kelas, gedung perpustakaan, dan lain-lain digabung
dengan informasi mengenai jumlah penduduk dapat menghasilkan suatu
indikator yang informatif. Namun indikator ini tidak dapat mendeteksi kualitas
dari pada sarana pendidikan yang ada, karena yang dihitung bersifat kuantitas
yang dipakai untuk mengetahui apakah sarana pendidikan yang ada
mencukupi atau tidak.
Rasio murid guru, yang diperoleh dengan menghitung perbandingan
antara jumlah murid pada suatu jenjang sekolah dengan jumlah sekolah yang
bersangkutan, dapat digunakan untuk menggambarkan beban kerja dalam
Anambas
mengajar. Indikator ini juga dapat digunakan untuk melihat mutu pengajaran di
kelas karena semakin tinggi nilai rasio berarti semakin berkurang tingkat
pengawasan atau perhatian guru sehingga mutu pengajaran dapat dipastikan
semakin rendah.
Rasio murid terhadap sekolah yang besar pada jenjang SMU dimana satu
sekolah rata-rata memiliki murid sebesar 201 siswa/sekolah SMU. Secara
berjenjang ke pendidikan di bawahnya semakin rendah semakin kecil rasio
antara murid dan sekolah. Untuk sekolah dasar rasio murid-sekolah rata-rata
sebesar 85 siswa/sekolah SD, termasuk untuk sekolah taman kanak-kanak yang
rasionya lebih kecil lagi.
Selanjutnya jika dilihat rasio jumlah murid terhadap jumlah guru
menunjukkan pola yang hampir sama dengan rasio jumlah murid terhadap
sekolah, yakni semakin tinggi tingkat pendidikan rasio murid-guru akan
semakin besar. Walaupun nampak untuk rasio murid sekolah dasar, SMP dan
Taman Kanak Kanak cenderang sama. Secara lebih jelas gambaran rasio murid
terhadap sekolah dan rasio murid terhadap guru dapat dilihat pada tabel
berikut.
Anambas
Tabel 4.6. Rasio Murid – Guru dan Rasio Murid – Sekolah,
Tahun 2006/2007 dan 2007/2008
Rasio Pendidikan Jenjang Pendidikan Rasio Murid
Sekolah Rasio Murid Guru
(1) (2) (3)
Taman Kanak-Kanak 49 12
Sekolah Dasar 85 11
SLTP 119 12
SMU 201 17
Kabupaten Kepulauan Anambas
5.1. Perekonomian
Tinjauan perekonomian yang dibahas di dalam sub bab ini adalah
meliputi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga
berlaku, harga konstan tahun 2000 dan PDRB per kapita, di dalamnya termasuk
laju pertumbuhan ekonomi dan share dari beberapa sektor lapangan usaha
yang memberikan kontribusi kepada besar kecilnya nilai PDRB.
PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang
ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi, di suatu wilayah tertentu (propinsi
dan kabupaten/kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun
kalender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud mulai kegiatan pertanian,
pertambangan, industri pengolahan, sampai dengan jasa-jasa.
Kabupaten Kepulauan Anambas
Dalam penghitungannya, untuk menghindari penghitungan ganda, nilai
output bersih diberi nama secara spesifik, yaitu nilai tambah (value added).
Demikian juga, harga yang digunakan dalam penghitungan ini adalah harga
produsen. Penilaian pada harga konsumen akan menghilangkan PDRB sub
sektor perdagangan dan sebagian sub sektor pengangkutan.
Penghitungan PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi PDRB
atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Angka
PDRB per kapita merupakan ukuran untuk melihat kemajuan pembangunan
suatu daerah ditinjau dari jumlah penduduk.
Di dalam penghitungan PDRB dikenal istilah harga berlaku dan harga
konstan. Makna harga berlaku (current prices) adalah harga yang terjadi pada
tahun yang bersangkutan. Karena pada dasarnya output atau nilai tambah
merupakan perkalian harga dan kuantitas (banyaknya barang), maka yang
dimaksud dengan harga berlaku adalah kuantitas tahun tertentu dikalikan
dengan harga tahun saat barang atau jasa diproduksi.
Kelemahan penyajian dalam harga berlaku adalah masih mengandung
perubahan harga barang/jasa antar waktu, oleh karena itu untuk mengetahui
pertumbuhan (perubahan) kegiatan ekonomi secara riil, diperlukan nilai yang
sudah terbebas dari perubahan harga. Nilai PDRB demikian disebut PDRB atas
dasar harga konstan (constant prices). Harga berlaku ini lebih relevan untuk
melihat suatu nilai PDRB hanya pada tahun tertentu, karena lebih
Kabupaten Kepulauan Anambas
mencerminkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah pada
saat produk tersebut dihasilkan.
PDRB yang disajikan di sini meliputi PDRB pada seluruh Kabupaten
Kepulauan Anambas menurut sektor. Perlu digarisbawahi bahwa PDRB
Kabupaten Kepulauan Anambas bukanlah penjumlahan PDRB dari tingkatan
administratif di bawahnya, karena antara penjumlahan level administrasi di
bawahnya dalam satu Kabupaten Kepulauan Anambas dengan PDRB Kabupaten
Kepulauan Anambas selalu ada diskrepansi statistik (statistical discrepancy).
Perbedaan tersebut pasti terjadi namun dapat dijelaskan secara teoritis.
Namun demikian sesuatu yang perlu dijaga adalah diskrepansi tersebut harus
masih dalam rentang toleransi.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan Migas Kabupaten
Kepulauan Anambas atas dasar harga berlaku pada tahun 2008 adalah Rp 5,29
trilliun. Sedangkan besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan
Migas Kabupaten Kepulauan Anambas atas dasar harga konstan 2000 adalah Rp
1,94 trilliun pada tahun 2008. Kemudian jika dilihat PDRB tanpa migas atas dasar
harga berlaku hanya 0,56 triliun rupiah dan PDRB tanpa migas atas dasar harga
konstan sebesar 0,24 triliun rupiah.
Selama tahun 2008 sektor yang dominan dilihat dari nilai PDRB sektoral
berdasarkan harga berlaku adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu
memiliki kontribusi sekitar 90 persen, dilanjutkan pada sektor pertanian 6,69
persen. Pola tersebut juga nampak pada kondisi PDRB atas dasar harga
Kabupaten Kepulauan Anambas
konstan. Sedangkan jika dilihat pada kondisi PDRB tanpa migas menurut harga
berlaku dominasi sektoral terletak pada sektor pertanian yaitu sebesar 64,05
persen, dilanjutkan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar
18,02 persen. Pola tersbut pada kondisi PDRB tanpa migas juga nampak pada
keadaan atas dasar harga konstan. Secara lebih jelas gambaran PDRB menurut
harga berlaku dan harga konstan, baik dengan migas dan tanpa migas dapat
dilihat pada tabel berikut.
Kabupaten Kepulauan Anambas
Tabel 5.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku Menurut Sektor,
Tahun 2008 (juta rupiah)
Harga Berlaku Harga Konstan Lapangan Usaha Dengan
Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas
(1) (2) (3) (4) (5) Pertanian 358.044,85 158.593,62 358.044,85 158.593,62 Pertambangan dan Pengolahan 4.735.358,97 1.708.100,96 2.036,54 929,57 Industri Pengolahan 7.230,29 5.112,82 7.230,29 5.112,82 Listrik, Gas & Air
Bersih 385,83 172,45 385,83 172,45 Bangunan dan
Konstruksi 17.023,01 6.183,45 17.023,01 6.183,45 Perdagangan,
Hotel dan Restoran 100.142,29 37.590,35 100.142,29 37.590,35 Pengangkutan &
Komunikasi 23.738,77 9.484,66 23.738,77 9.484,66 Keuangan,
Persewaan & Jasa
Perusahaan 15.528,77 6.060,07 15.528,77 6.060,07 Jasa-jasa 31.102,06 12.388,22 31.102,06 12.388,22 Prop.Kepri 5.288.554,83 1.943.686,59 555.232,41 236.515,20 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008
5.2. Tingkat Kesejahteraan dan Distribusi Pendapatan
Data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008 menunjukkan
bahwa pengeluaran per kapita penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas
sebesar 605.459 rupiah per bulan, dan pengeluaran makanan dan non makanan
secara persentase memiliki bobot yang hampir sama, yaitu sekitar 50 persen,
terlihat juga bahwa sebanyak 24,92 persen penduduk Kabupaten Kepulauan
Anambas termasuk ke dalam 40 persen terendah, 63,37 persen termasuk ke
Kabupaten Kepulauan Anambas
dalam 40 persen menengah, dan sebanyak 11,71 persen penduduk yang
termasuk ke dalam 20 persen teratas. Berdasarkan kriteria tingkat ketimpangan
pendapatan penduduk yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, maka dapat
dikatakan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan penduduk Kabupaten
Kepulauan Anambas tergolong rendah. Hal itu dapat dilihat dari persentase
pengeluaran pada kelompok 40 persen terendah angkanya di atas 17 persen.
Tabel 5.3. Pengeluaran Rata-Rata (Rp) Nominal dan Persentase
Pengeluaran Makanan dan Bukan Makanan Per Kapita Sebulan Menurut
Jenis Pengeluaran, 2008
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau, diolah dari Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008
Ukuran lain untuk melihat apakah distribusi pendapatan penduduk
Kabupaten Kepulauan Anambas timpang atau tidak adalah angka gini rasio.
Angka gini rasio untuk Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 2008 sebesar
0,2460, dapat disimpulkan bahwa pengeluaran antar kelompok pengeluaran
tergolong tingkat ketimpangan rendah. Seperti terlihat pada Gambar 5.1., garis
kurva Lorent tahun 2008 tidak terlalu jauh dengan garis diagonal dibanding
Pengeluaran Rata-Rata Keterangan Nominal Persen
(1) (2) (3)
Makanan 300.182 49,58
Bukan Makanan 305.277 50,42
Perumahan 122.928 20,30
Barang & Jasa 89.931 14,85
Pakaian 31.167 5,15
Barang Tahan Lama 60.217 9,95
Lainnya 1.034 0,17
Kabupaten Kepulauan Anambas
garis tahun 2008, itu artinya ketimpangan pendapatan penduduk Kabupaten
Kepulauan Anambas tahun 2007 tidak terlalu besar.
Gambar 5.1.
Kurva Lorentz Distribusi Pendapatan Penduduk
Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2008
Kumulatif Persentase Jumlah Penduduk 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 Kumulatif Persentase Pengeluaran Per Kapita 2008
XY (Scatter) 3
5.3. Perkembangan Penduduk Miskin
Dari gambaran perkembangan perekonomian dan tingkat kesejahteraan
serta distribusi pendapatan penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas seperti
Kabupaten Kepulauan Anambas
yang disampaikan pada bahasan pada sub bab sebelumnya, nampak bahwa
secara umum laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kepulauan Anambas
relatif sangat menggembirakan untuk dapat menyongsong masa depan yang
lebih baik, di samping itu ditunjang dengan kenyataan bahwa distribusi
pendapatan, yang dalam hal ini digunakan proxy atau pendekatan pengeluaran
rumah tangga, penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas yang tergolong
rendah atau dapat dikatakan relatif hanya terjadi sedikit ketimpangan, namun
permasalahan sosial yang cukup berat masih dihadapi oleh sebagian
masyarakat adalah masih relatif banyak rumah tangga atau penduduk yang
dikategorikan miskin.
Berdasarkan data Pendataan Perlindungan Sosial Tahun 2008 (PPLS08)
menunjukkan kemiskinan mikro yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas
dilihat dari jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebesar 2.073 rt dengan jumlah
anggota rumah tangga (art) sebesar 6.968 jiwa. Sedangkan jika diklasifikasikan
jumlah RTS sangat miskin sebesar 160 rt dengan jumlah art sebesar 912 jiwa,
sedangkan RTS miskin sebesar 488 rt dengan jumlah art sebesar 2.145 art.
Selanjutnya jumlah RTS yang hampir miskin sebear 1.425 rt dengan jumlah art
sebesar 3.911 jiwa. Wilayah yang paling banyak RTS adalah Kecamatan Siantan,
dilanjutkan dengan Kecamatan Jemaja, sedangkan wilayah yang paling sedikit
RTS-nya adalah Kecamatan Siantan Tengah.
6.1. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kepulauan Anambas, yang memadukan ukuran usia harapan hidup, tingkat pendidikan, dan pendapatan dalam suatu angka tunggal, pada tahun 2008 adalah sebesar 67,44 yang menempatkan Kabupaten Kepulauan Anambas berada pada urutan terakhir di Provinsi Kepulauan Riau dan posisi ke enam di antara 33 propinsi di Indonesia di dalam proses pembangunan manusianya. Tetapi secara nilai bahwa angka IPM Kabupaten Kepulauan Anambas masih dikatakan memiliki nilai menengah tinggi (range IPM menengah tinggi sebesar 66 - 70). Untuk data-data yang dihasilkan untuk dasar formulasi dimungkinkan dilakukan profesional adjustment, walaupun secara enpiris menunjukkan angka yang berbeda, dan perbedaan tersebut diharapkan tidak signifikan.
Tabel 6.2. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kepulauan Anambas, Tahun 2008
Keterangan Nilai
(1) (2)
Angka Harapan Hidup (th) 67,07
Angka Melek Huruf (%) 89,72
Rata-Rata Lama Sekolah (th) 5,25
Pengeluaran Reil Per Kapita (Rp) 622,75
Nilai IPM 67,44
Rangking di Provinsi Kepulauan Riau 7
Rangking di Indonesia dari 477 kab/kota 387 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008
Apabila dilakukan proxi penghitungan IPM Kabupaten Kepulauan Anambas per Kecamatan dengan metode eksplorasi data dengan ratio estimate dan penggunaan pola observasi dari beberapa aspek pendidikan, kesehatan dan ekonomi diperoleh sebaranya. Data proxi IPM per kecamatan sebetulnya belum dapat dikatakan sesuatu hal mutlak kebenarannya hanya berdasarkan asumsi kondisi observasi lapangan dari berbagai aspek sehingga diperoleh hasil sebaran proxi IPM per Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Hasil proxi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.2. Proxi IPM Indeks Pembangunan Manusia Per Kecamatan Kabupaten Kepulauan Anambas, Tahun 2008
Kecamatan Nilai Proxi IPM
(1) (2) Jemaja 67,69 Jemaja Timur 66,99 Siantan Selatan 65,94 Siantan 68,39 Siantan Timur 67,87 Siantan Tengah 68,56 Palmatak 66,64
Sumber : Data Diolah dari Badan Pusat Statistik, 2008
6.2. Menerapkan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Kepualauan Anambas
Setelah desentralisasi dilaksanakan, tanggung jawab atas sebagian besar kegiatan pembangunan dilimpahkan ke kabupaten/kota. Banyak pejabat di daerah dihadapkan untuk pertama kalinya pada tugas untuk mempromosikan pembangunan manusia di daerah mereka. Apa manfaat indeks pembangunan manusia (IPM) bagi mereka itu ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita perlu melihat hubungan antara konsep pembangunan manusia dan indeks pembangunan manusia. Konsep pembangunan manusia sangatlah luas, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia, dari kebebasan mengungkapkan pendapat sampai kesetaraan jender, lapangan pekerjaan, gizi anak, sampai