• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RPJMD 2014 (hal 33 76)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II RPJMD 2014 (hal 33 76)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II - 33

2.2. Aspek Kesejahteraan Rakyat

Kondisi Kesejahteraan Masyarakat Jawa Timur dapat dielaborasi kedalam tiga fokus utama, yaitu Fokus Kesejahteraan Masyarakat dan Pemertaan Ekonomi, Fokus Kesejahteraan Masyarakat, dan Fokus Seni Budaya dan Olah Raga. Identifikasi terhadap ke tiga focus utama tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

2.2.1.Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

2.2.1.1 Pertumbuhan PDRB

Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama kurun waktu 2009-2013 disajikan pada tabel 2.25 Pada tahun 2009 PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp. 686,85 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp. 778,57 triliun pada tahun 2010, Rp. 884,50 triliun pada tahun 2011, Rp. 1.001,72 triliun pada tahun 2012 dan Rp. 1.136,33triliun pada tahun 2013. Sementara itu, PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) Jawa Timur tahun 2009 meningkat dari Rp. 320,86 triliun menjadi Rp. 393,67 triliun pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 mencapai Rp. 419,43 triliun.

Berdasarkan tabel 2.25 dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 perekonomian Jawa Timur mampu tumbuh 5,01 persen, kemudian tahun 2010, tahun 2011 dan tahun 2012 masing-masing mengalami percepatan sebesar 6,68 persen, 7,22 persen dan 7,27 persen, akan tetapi mengalami perlambatan menjadi 6,55 persen pada tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama kurun waktu tersebut lebih cepat dari rata-rata nasional.

Tabel 2.25

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun 2009 – 2013

Keterangan 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. PDRB ADHB (Miliar Rupiah) 686.848 778.566 884.503 1.001.721 1.136.330

2. PDRB ADHK 2000 (Miliar Rupiah) 320.861 342.281 366.984 393.666 419.430

3. Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,01 6,68 7,22 7,27 6,55

4. Pertumbuhan Ekonomi Nasional (%) 4,55 6,10 6,50 6,23 5,78

(2)

BAB II - 34

Tabel 2.26

Pertumbuhan PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009-2013 (persen)

Dapat dilihat pada Tabel 2.26 diatas, secara sektoral, secara umum pada tahun 2013 seluruh sektor mengalami perlambatan kecuali konstruksi, pengangkutan dan komunikasi serta jasa-jasa. Sektor pertanian mengalami perlambatan pada tahun 2010 dan mengalami percepatan sampai dengan tahun 2012 dan kembali melambat pada tahun 2013. Industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar kedua dalam struktur PDRB mengalami percepatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, namun mengalami perlambatan pada tahun 2013. Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang berkontribusi dominan mengalami percepatan pada tahun 2009 dan 2010, namun mengalami perlambatan pada tahun 2011 dan kembali mengalami percepatan 10,06 persen pada tahun 2012 dan kembali melambat menjadi 8,61 persen pada tahun 2013. Situasi perekonomian global yang masih mengalami krisis sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang tercermin dari pertumbuhan sektoralnya.

(3)

BAB II - 35

(4)

BAB II - 36

2.2.1.2 Laju Inflasi Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2013

Unsur lain yang layak dipertimbangkan dalam perekonomian wilayah adalah besarnya laju inflasi. Indikator ini pada prinsipnya menggambarkan kenaikan indek harga konsumen di Jawa Timur. Pada periode tahun 2009 - 2013, inflasi di Jawa Timur cenderung berfluktuasi dari kisaran 3,62 persen di tahun 2009 hingga 7,59 persen di tahun 2013. Nilai inflasi Jawa Timur dari tahun 2009 - 2012 lebih tinggi dibanding dengan inflasi nasional, namun pada mulai bulan Mei tahun 2013 inflasi Jawa Timur berada di bawah inflasi Nasional. Pada periode tersebut target inflasi berkisar 4,5 - 5 + 1 persen.

Gambar 2.16

Laju Inflasi Jawa Timur dan nasional Tahun 2009 - 2013

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

(5)

BAB II - 37 Pada akhir tahun 2013, kebijakan pemerintah mengurangi kuota daging impor menyebabkan spekulasi dan boikot para importir sapi, yang menyebabkan stagnasi ketersediaan daging di pasar berkurang bahkan sempat kosong daging sapi di pasar dan pengusaha menaikkan harga

daging sapi di pasar sampai menyentuh harga tertinggi berkisaran Rp. 90.000 sampai dengan Rp.100.000. Inflasi juga didorong dengan

adanya pengaruh melemahnya nilai rupiah terhadap dolar yang menyentuh Rp. 12.000 per 1 dolar, sehingga mempengaruhi harga terhadap barang impor maupun harga barang produk yang menggunakan bahan baku impor.

(6)

BAB II - 38

Jika dilihat selama tujuh tahun terakhir, faktor penyebab inflasi dari tujuh kelompok pengeluaran, kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tahun 2013 mencapai rekor inflasi tertinggi sebesar 12,60 persen. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi tertinggi pada tahun 2008 sebesar 11,70 persen. Pada tahun 2010 inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 16,22 persen, sedangkan inflasi tertinggi pada kelompok perumahan terjadi pada tahun 2008 sebesar 9,54 persen, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok sandang terjadi pada tahun 2008 sebesar 9,66 persen, inflasi tertinggi pada kelompok kesehatan terjadi pada tahun 2008 sebesar 5,97 persen, dan inflasi tertinggi pada kelompok pendidikan terjadi pada tahun 2007 sebesar 7,96 persen.

Apabila dilihat dari lokasi dan besaran inflasi pada tingkatan yang lebih kecil (Kabupaten/Kota) tahun 2009 - 2013, dapat terlihat seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.28

Inflasi 10 Kabupaten/Kota IHK Jawa Timur Tahun 2009 - 2013

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013

Jember 3.66 7.09 3.36 4.49 7.21

Sumenep 2.73 6.75 4.42 5.05 6.62

Kediri 3.60 6.80 4.18 4.63 8.05

Malang 3.39 6.70 3.41 4.60 7.92

Probolinggo 3.55 6.68 4.92 5.88 7.98

Madiun 3.40 6.54 3.00 3.51 7.52

Surabaya 3.39 7.33 3.44 4.39 7.52

Tulungagung 4.64 6.25 - - -

Banyuwangi 4.21 6.83 - - -

Tuban 4.24 5.98 - - -

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

(7)

BAB II - 39

2.2.1.3 PDRB Perkapita

Kondisi perekonomian Jawa Timur menunjukkan perkembangan cukup menggembirakan, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang berada di atas rata-rata nasional. Pertumbuhan ekonomi tersebut juga diikuti dengan peningkatan PDRB per kapita Jawa Timur sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.29 PDRB per kapita penduduk Jawa Timur setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 PDRB perkapita Jawa Timur mencapai Rp. 18,42 juta, kemudian meningkat menjadi Rp. 20,77 juta pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2011 PDRB per kapita Jawa Timur meningkat menjadi Rp. 23,46 juta dan pada tahun 2012 mencapai Rp. 26,32 juta. Hal ini merupakan satu indikasi membaiknya kondisi perekonomian Jawa Timur.

Tabel 2.29

PDRB Per Kapita Jawa Timur Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009-2012

Uraian 2009 2010 2011 2012*)

(1) (3) (4) (5) (6)

1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

(Miliar Rupiah) 686.848 778.566 884.144 1.001.72 2. Jumlah Penduduk Pertengahan

Tahun (Ribu jiwa) 37.286 37.476 37.688 38.053 3. PDRB Per Kapita (Ribu Rupiah) 18.421 20.775 23.460 26.324 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Keterangan : * ) Angka Diperbaiki

Peningkatan PDRB per kapita tersebut disebabkan pertumbuhan PDRB ADHB jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Dengan meningkatnya PDRB per kapita tersebut, maka secara umum mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Timur semakin meningkat.

2.2.1.4 Indeks Gini Ratio Tahun 2009-2013

(8)

BAB II - 40

Tabel 2.30

Angka Gini Rasio menurut Status Wilayah di Jawa Timur Tahun 2009-2013

Keterangan : *) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara

(menunggu validasi BPS)

G < 0,3 = Ketimpangan Rendah

0,3 ≤ G ≤ 0,5 = Ketimpangan Sedang

G>0,5 = Ketimpangan Tinggi

Bila mengacu pada nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-rata konsumsi per kapita di Jawa Timur 2009-2013 masih masuk dalam kategori sedang (antara 0,3 – 0,5). Selama tahun 2009-2011 nilai gini rasio di Jawa Timur menunjukkan tren kearah peningkatan, namun pada tahun 2012 terjadi penurunan sebesar 0.01 poin menjadi 0,36 dan tahun 2013 menjadi 0,364. Situasi tersebut, masih lebih baik bila dibandingkan angka gini rasio nasional, sejak tahun 2009 hingga 2011 terus meningkat. Gini rasio Indonesia selama tahun 2009-2013 berturut-turut adalah 0,37 (2009), 0,38 (2010), 0,41 (2011), 0,41 (2012) dan 0,413 (2013).

Secara umum gini rasio daerah perkotaan mulai tahun 2009-2012 lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan. Dalam kurun empat tahun terakhir gini rasio wilayah perkotaan masuk dalam kategori sedang, sedangkan gini rasio daerah perdesaan masuk dalam kategori rendah.

2.2.1.5 Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia

Bank Dunia mengukur pemerataan pendapatan dalam masyarakat dengan pendekatan besar persentase distribusi pengeluaran penduduk suatu wilayah berdasarkan kategori pendapatan 40 persen terbawah, 40 persen menengah dan 20 persen teratas.

(9)

BAB II - 41 Tabel 2.31

Persentase Distribusi Pengeluaran Penduduk Jawa Timur Tahun 2009-2012

sebanyak 42,55 persen, dan selanjutnya mengecil masing-masing 40,67 persen (2010) ; 40,34 persen (2011) dan pada tahun 2012 menjadi 45,47 persen.

Hasil penghitungan di Jawa Timur menunjukkan bahwa penduduk yang berpendapatan 40 persen terbawah pada tahun 2012 sekitar 20,15 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk yang berpendapatan 40 persen terbawah menikmati hasil kegiatan ekonomi sebesar 20,15 persen, berarti ketimpangan pendapatan yang terjadi di Jawa Timur pada tahun 2012 masuk kategori rendah.

2.2.1.6 Indeks Ketimpangan Williamson (Indeks Ketimpangan Regional)

Salah satu indikator yang bisa membaca seberapa jauh tingkat disparitas antar wilayah yaitu Indeks Williamson. Semakin besar angka yang ditunjukkan oleh Indeks Williamson berarti semakin melebar kesenjangan yang terjadi di wilayah tersebut. Sebaliknya, semakin kecil indeks ini, semakin mengecil kesenjangan antar wilayahnya.

Pencapaian Indeks Williamson di Jawa Timur pada empat tahun terakhir relatif berfluktuatif, tetapi ada kecenderungan semakin membaik dalam kurun dua tahun terakhir. Pada tahun 2009 indeks ini tercatat sebesar 114,46 selanjutnya melebar pada tahun 2010. Selanjutnya indeks ini semakin mengecil pada tahun 2011 dan 2012 yang pencapaiannya masing-masing 112,68 dan 112,60. Adanya jembatan Suramadu meningkatkan arus perekonomian dan transfer sosial budaya kewilayah Madura semakin cepat.

(10)

BAB II - 42

Tabel 2.32

Indeks Williamson Jawa Timur Tahun 2009-2012

Tahun Indeks

Williamson Perubahan

(1) (2) (3)

2009 114,46 0,46520

2010 115,14 0,59409

2011* 112,68 -2,13653

2012** 112,60 -0,07100

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan: *) Angka diperbaiki **) Angka Sementara

2.2.1.7 Presentase Penduduk Di Atas Garis Kemiskinan di Jawa Timur

Angka kemiskinan di Jawa Timur dari tahun 2009-2013 berturut-turut mengalami penurunan dari 16,68 persen; 15,26 persen; 13,85 persen; 13,08 persen dan 12,73 persen.

Gambar 2.19

Prosentase Penduduk Miskin dan Penduduk diatas GK Tahun 2009-2013

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

2.2.1.8 Angka Kriminalitas yang tertangani

(11)

BAB II - 43 Tabel 2.33

Tindak Kejahatan di Jawa Timur Tahun 2009-2012

Tahun Jumlah

Untuk memberikan gambaran tentang keberhasilan pembangunan kesejahteraan masyarakat antara lain dapat diketahui dari indikator sebagai berikut :

2.2.2.1 Pendidikan

2.2.2.1.1. Angka Melek Huruf Umur 15 Tahun Keatas

Melek huruf merupakan indikator kunci dasar dan paling esensial diantara indikator pembangunan manusia lainnya. Pentingnya indikator ini untuk mengukur dimensi pengetahuan, maka dalam formulasi Pengukuran Human Development Index (HDI), indikator melek huruf memiliki bobot yang lebih besar yaitu sebesar 2/3 dibanding rata-rata lama sekolah yang sebesar 1/3.

Tabel 2.34

Perkembangan Angka Melek Huruf Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

NO Uraian 2009 2010 2011 2012

1 Jumlah penduduk usia diatas 15 tahun yang bisa membaca dan menulis

24.492.836 24.984.639 25.077.871 25.773.409

2 Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas

27.896.169 28.282.363 28.244.026 28.963.661

3

Angka melek huruf (Persen) 87,80 88,34 88,79 89,00 4

Angka buta Huruf (Persen) 12,20 11,66 11,21 11,00 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

(12)

BAB II - 44

87,8 88,34 88,79

89,0 95,00

95,20 95,40 95,60 95,80

95,00

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Persentase Penduduk Usia 15 tahun Keatas Yang Melek Huruf Tahun 2009 - 2012

Capaian Jatim Sasaran RPJMN Kemdiknas Target PUS

Gambar 2.20

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Capaian indikator ini pada tahun 2012, hanya terpaut sebesar 6 persen di bawah target Pendidikan Untuk Semua (PUS) Tahun 2014. Sementara Untuk mencapai target yang terdapat dalam RPJMN 2010-2014 Kemdiknas, perlu upaya keras, mengingat capaian Jawa Timur pada tahun 2012 terpaut jauh yaitu sebesar 6,40 persen. Capaian melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas menurut jenis kelamin, secara umum laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kalau dilihat dari Gambar 2.21 bahwa semakin tinggi kelompok umur antara laki-laki dan perempuan maka semakin besar pula perbedaan capaian melek huruf nya.

(13)

BAB II - 45 99.67

99.02 98.86 98.58 97.81 93.22

90.12

82.14 78.52

73.63

54.43

40 50 60 70 80 90 100

15-1920-2425-2930-3435-3940-4445-4950-5455-5960-64 65+ Gambar 7

Persentase Penduduk Berusia 15 Tahun Ke Atas yang Melek Huruf Menurut Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin di Jawa Timur 2012. (Persen)

L P L+P

Kalau dilihat dari tabel 2.35, berdasarkan Kabupaten/Kota maka angka melek huruf tahun 2012 di Jawa Timur yang tertinggi ada di Kota Malang yaitu sebesar 98,3 persen dan terendah Kabupaten Sampang sebesar 70,7 persen. Jika mengacu pada sasaran RPJMN 2012 sebagaimana pada Gambar 2.22 dapat dilihat bahwa sebaran capaian melek huruf usia 15 tahun ke atas di Jawa Timur di kabupaten yang berwarna merah adalah prioritas pemberantasan buta huruf di Jawa Timur, karena di wilayah tersebut masih dibawah target RPJMN 2012. Wilayah di Jawa Timur yang telah mencapai sasaran melek huruf dalam RPJMN 2012 sebanyak 8 Kabupaten/Kota, yaitu wilayah dengan warna hijau.

Gambar 2.22

Sebaran Melek Huruf Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kabupaten/Kota dan capaian terhadap Target RPJMN

(14)

BAB II - 46

Tabel 2.35

Angka Melek Huruf Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012

NO Kabupaten/kota

Provinsi 25.773.409 28.963.661 89,0

(15)

BAB II - 47 Tabel 2.36

Angka Melek Huruf Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012

An

(16)

BAB II - 48

2.2.2.1.2. Rata-rata Lama Sekolah

Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Angka rata-rata lama sekolah (mean years school/MYS) merupakan kombinasi antara partisipasi sekolah, jenjang pendidikan yang sedang dijalani, kelas yang diduduki. dan pendidikan yang ditamatkan. MYS bersama dengan angka melek huruf, merupakan salah satu variabel komposit indeks pembangunan manusia (IPM/HDI).

Gambar 2.23

Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) Di Jawa Timur 2009-2012

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

(17)

BAB II - 49

15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65+

Gambar 10

Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) Penduduk Berusia 15 Tahun Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di Jawa Timur 2012

L P L+P

k 4

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Kalau dilihat rata-rata lama sekolah menurut kelompok umur dari sisi jenis kelamin secara umum rata-rata lama sekolah laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Rata-rata lama sekolah penduduk di Jawa Timur tertinggi pada kelompok usia 20-24 tahun mencapai 10,08 tahun atau setara dengan kelas 1 SLTA dan terus menurun hingga pada kelompok umur 65 tahun keatas.

Pembangunan pendidikan di Jawa Timur selama ini, membawa dampak peningkatan capaian pendidikan tertinggi penduduk di kelompok usia 15-34 tahun yang memiliki rata-rata lama sekolah setara lulusan SLTP. Karenanya, salah satu upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam RPJMD 2009-2014 adalah dengan mengakselerasi situasi ini melalui program Wajar Dikdas 12 tahun (setara SLTA).

Walaupun bobot dalam formulasi IPM rata-rata lama sekolah lebih rendah dibandingkan melek huruf, namun dengan melakukan intervensi pada peningkatan rata-rata lama sekolah, tentunya akan memberi pengaruh pada pencapaian melek huruf. Bisa dipastikan wilayah dengan rata-rata lama sekolah yang tinggi, akan memiliki tingkat melek huruf yang tinggi pula.

(18)

BAB II - 50

Tabel 2.37

Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Menurut

Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012

Kode Kabupaten/Kota (Tahun)

(19)

BAB II - 51 Wujud pemerataan dan perluasan akses pendidikan Jawa Timur dilakukan dengan cara memperluas daya tampung satuan pendidikan, memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda secara sosial, ekonomi, gender, geografis wilayah, dan tingkat kemampuan fisik serta intelektual. Bertambahnya Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) angka Tingkat Pendidikan Rata-rata dan Angka Melek Huruf merupakan suatu indikator kunci keberhasilan pendidikan yang berlangsung saat ini. Perkembangan pendidikan per jenjang pendidikan pada tabel berikut:

Tabel 2.38

Capaian Kinerja Pendidikan per Jenjang Pendidikan di Jawa Timur Tahun 2009 – 2013

Sumber : Dinas Pendidikan Prov. Jatim

(20)

BAB II - 52

2009 2010 2011 2012 2013

113.3 112.3 112.67 112.69 112.7

101.7 102.09 102.12 102.15 102.22

71.43 73.7 73.78 74.21 78.21

APK SD, SMP, SMA di Jawa Timur Tahun 2009-2013

SD SMP SMA

2.2.2.1.3. Angka Partisipasi Kasar

Angka partisipasi kasar (APK) merupakan salah satu indikator kinerja utama dalam melihat keberhasilan program-program pendidikan yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. APK untuk setiap jenjang pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.25

Sumber : Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur dan BPS Provinsi Jawa Timur

APK adalah perbandingan jumlah siswa pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA sederajat dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun (7-12 untuk SD sederajat, 13-15 untuk SLTP sederajat dan 16-18 untuk SLTA sederajat, berapapun usianya yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.

Sasaran Nasional APK tahun 2012, terdapat dalam dokumen Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014. Sasaran APK SD (termasuk SDLB, MI, dan Paket A) sebesar 118,2 persen, SLTP/MTs/Paket B sebesar 103,90 persen, dan SLTA/SMK/MA/Paket C sebesar 79,0 persen.

(21)

BAB II - 53 target Renstra Kemdiknas 2010-2014. Sementara untuk APK SLTA di Jawa Timur tahun 2013 sebesar 78,21 persen, terpaut 0,79 persen di bawah sasaran APK SLTA tahun 2012 dalam Renstra Kemendiknas 2010-2014.

Tabel 2.39

Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) Di Jawa Timur 2009-2013

4.451.717 4.426.538 4.569.814 4.488.775 4.592.919

3.1.2. Jumlah penduduk

kelompok usia 7-12 tahun 3.929.141 3.941.708 4.055.928 3.983.295 3.918.582

1.3. APK SD/MI 113,3 112,3 112,67 112,69 112,70

1.852.005 1.899.146 1.888.485 1.785.512 1.844.834

2.2.

Jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun

1.821.047 1.860.266 1.849.280 1.747.931 2.037.568

2.3. APK SMP/MTs 101,7 102,09 102,12 102,15 102.21

1.191.452 1.231.707 1.285.830 1.343.928 1.212.488

3.2.

Jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun

1.667.999 1.671.244 1.742.789 1.810.980 1.021.858

3.3. APK SMA/MA/SMK 71,43 73,7 73,78 74,21 78,21

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan BPS Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan data sebaran APK kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2013, menunjukkan bahwa terdapat kaitan yang erat antara capaian APK pendidikan pada jenjang tertentu dengan jenjang di atasnya. Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai peningkatan APK pada jenjang yang lebih tinggi, mesti dimulai dengan program lebih nyata untuk peningkatan APK pada jenjang di bawahnya terlebih dahulu. Salah satu agenda program Pemerintah Provinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah Wajar Dikdas 12 tahun, maka diperlukan upaya peningkatan capaian APK SLTP, terutama untuk kabupaten yang masih rendah capaiannya.

(22)

BAB II - 54

dari 7 tahun. Begitu pula APK SLTP juga diatas 100 persen. Karena banyak kita jumpai anak anak yang usianya belum genap 7 tahun sudah sekolah SD dan imbasnya saat masuk SMP usianya kurang dari 13 tahun kondisi demikian yang menyebabkan APK SD dan SMP diatas 100 persen. Sementara APK SLTA cenderung lebih rendah, hal ini diduga banyak anak tamatan SLTP yang tidak melanjutkan kejenjang SLTA.

Capaian APK di Jawa Timur sekolah setingkat SD tahun 2013 tertinggi adalah Kota Blitar sebesar 141,66 persen dan yang terendah adalah Kabupaten Sidoarjo sebesar 105,04 persen. Untuk APK SMP tertinggi adalah Kota Blitar sebesar 137,31 persen dan terendah adalah Kabupaten Probolinggo sebesar 94,03 persen. Sedangkan APK sekolah setingkat SMA yang tertinggi adalah Kota Blitar sebesar 117,52 persen dan terendah Kabupaten Sampang sebesar 48,38 persen.

Tabel 2.40

Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Kabupaten/Kota Di Jawa Timur Tahun 2011-2013

(23)

BAB II - 55 9,06

15,03

29,27 20,13

20,56

5,95

Tdk/Belum Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Sederajat Tamat SLTP Sederajat

No. Kabupaten/Kota APK SD APK SLTP APK SLTA

2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013

27. Kab. Sampang 107,38 107,38 107,34 94,05 94,06 94,11 44,61 44,81 48,38

28. Kab. Pamekasan 124,02 124,03 122,99 98,81 98,82 98,85 61,76 62,07 66,87

29. Kab. Sumenep 127,14 127,14 126,18 94,09 94,10 94,17 69,87 70,09 71,62

30. Kota Kediri 148,85 148,86 141,17 137,19 137,20 137,20 109,92 109,95 115,20

31. Kota Blitar 159,65 159,66 141,66 137,11 137,13 137,13 116,42 116,43 117,52

32. Kota Malang 109,51 109,59 110,41 117,54 117,55 117,55 98,26 101,19 105,78

33. Kota Probolinggo 112,73 112,74 113,01 116,41 116,42 116,42 96,13 97,72 103,83

34. Kota Pasuruan 114,29 114,67 115,16 125,67 125,68 125,68 101,44 101,47 103,68

35. Kota Mojokerto 152,84 152,85 115,05 126,47 126,49 112,66 102,45 102,46 75,41

36. Kota Madiun 142,91 142,92 134,09 121,78 121,79 121,79 101,35 101,39 106,57

37. Kota Surabaya 109,51 109,52 109,56 110,01 110,02 110,03 93,71 100,03 104,08

38. Kota Batu 132,89 132,90 127,44 117,30 117,32 117,32 85,70 85,77 87,07

Provinsi 112,67 112,69 112,70 102,12 102,15 102,22 73,78 74,21 78,21

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

2.2.2.1.4. Angka Pendidikan Yang Ditamatkan

Angka pendidikan yang ditamatkan (APT) bermanfaat untuk menunjukkan pencapaian pembangunan pendidikan di suatu daerah, juga berguna untuk melakukan perencanaan penawaran tenaga kerja, terutama untuk melihat kualifikasi pendidikan angkatan kerja di suatu wilayah. APT merupakan persentase jumlah penduduk, baik yang masih sekolah ataupun tidak sekolah lagi, menurut pendidikan tertinggi yang telah ditamatkan.

Gambar 2.26

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Penduduk Usia 15 Tahun Keatas di Jawa Timur, Tahun 2012

(24)

BAB II - 56

Penduduk usia 15 tahun ke atas di Jawa Timur tahun 2012 sebagian besar tamatan SD yaitu sebesar 29.27 persen dan yang menamatkan perguruan tinggi sebesar 5.95 persen. Yang menjadi perhatian disini adalah yang tidak punya ijazah sebesar 24.09 persen (Tidak/belum sekolah dan tidak tamat SD), jadi hampir sekitar seperempat penduduk usia 15 tahun keatas tidak memiliki ijazah. Tentunya hal ini menjadi perhatian yang serius untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.

Jika dilihat perkembangan pertahun penduduk usia 15 tahun keatas yang sudah menyelesaikan pendidikan SLTP keatas terus mengalami peningkatan, pada tahun 2008 yang menamatkan pendidikan SLTP keatas sebesar 31,97 persen menjadi 46,64 persen pada tahun 2012. Kondisi yang cukup baik ini diiringi pula oleh menurunnya persentase penduduk yang tidak punya ijazah terus menurun, yaitu pada tahun 2008 penduduk yang tidak punya ijazah sebesar 26,07 persen menjadi 24,09 persen pada tahun 2012.

Tabel 2.41

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas di Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

Uraian 2009 2010 2011 2012

N(000jiwa) 13.460,438 13.748,067 13.701,56 14.094.534

Perempuan

N(000jiwa) 14478,659 14.534,031 14.542,47 14.869.127

Laki-laki+

N(000jiwa) 27.939.097 28.282.098 28.244.026 28.963.661

(25)

BAB II - 57 Bila dilihat per Kabupaten/Kota di Jawa Timur, Kota Malang merupakan daerah yang mempunyai persentase tertinggi penduduk yang berijazah perguruan tinggi (17,86 persen) dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Sedangkan Kabupaten Sampang merupakan daerah yang mempunyai persentase tertinggi penduduk yang belum sekolah/ tidak tamat SD (30,81 persen). Tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk akan sangat berpengaruh terhadap angka IPM, karena akan mempengaruhi rata-rata lama sekolah yang merupakan unsur pembentuk IPM.

Tabel 2.42

Persentase Penduduk Usia 15 tahun Keatas Berdasar Ijazah Yang Dimiliki

Menurut Kabupaten/Kota Di Jawa Timur Tahun 2012

(26)

BAB II - 58

NO Kabupaten/kota Tidak/belum sekolah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

2.2.2.1.5. Angka Partisipasi Murni (APM)

APM di suatu jenjang pendidikan didapat dengan membagi jumlah siswa atau penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang sekolah tersebut. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Seperti halnya APK, APM juga merupakan salah satu indikator tonggak kunci keberhasilan (Key Development Milestones) terhadap pemerataan serta perluasan akses pendidikan (Renstra Kemdiknas 2010-2014). Sasaran APM untuk SD ditetapkan sebesar 95,70 persen, SLTP sebesar 75,40 persen.

(27)

BAB II - 59 Tabel 2.43

APM SD, SLTP, dan SLTA Jawa Timur 2009-2013 dan sasaran APM dalm Renstra Depdiknas

Tahun SD SLTP SLTA

Sumber : Dinas Pendidikan Jawa Timur

Secara umum dalam empat tahun terakhir 2009-2013, terjadi peningkatan APM di Jawa Timur untuk semua jenjang pendidikan. Pada jenjang pendidikan SD, angka APM berfluktuasi pada tahun 2009 hingga 2010 mengalami penurunan, namun sejak tahun 2010 hingga tahun 2013 menunjukkan peningkatan. Sementara APM SLTP Jawa Timur 2009-2013 terus mengalami peningkatan mulai 85,44 persen pada tahun 2009 meningkat menjadi 86,36 persen pada tahun 2013, setiap tahunnya rata-rata naik sebesar 0,23 persen poin. Demikian halnya untuk jenjang SLTP melampui sebesar 10,67 persen.

Tabel 2.44

Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/PAKET A, SMP/MTs/PAKET B dan SMA/SMK/PAKET C Per Kabupaten/Kota di Jawa Timur

(28)

BAB II - 60

No Kabupaten/Kota APM SD/Mi Paket A APM SMP/Mts/ Paket B APM SMA/SMK/Paket C

2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013

15. Kab. Sidoarjo 94,07 94,26 94,59 80,86 80,87 80,90 62,54 62,57 63,30

16. Kab. Mojokerto 99,45 99,46 99,47 94,69 94,70 94,74 56,20 56,23 60,01

17. Kab. Jombang 94,25 94,35 95,26 89,36 89,37 89,42 66,24 66,25 69,60

18. Kab. Nganjuk 98,57 98,58 98,80 88,92 88,93 88,97 53,38 53,41 58,28

19. Kab. Madiun 79,12 87,72 79,12 79,13 47,35 47,39

20. Kab. Magetan 94,38 95,23 95,28 91,37 91,38 91,43 62,05 62,11 62,28

21. Kab. Ngawi 98,67 98,96 99,01 90,77 90,78 90,83 64,04 64,09 64,18

22. Kab. Bojonegoro 99,02 99,04 99,37 93,85 93,86 93,88 69,18 69,21 74,55

23. Kab. Tuban 97,57 97,59 97,77 85,93 85,94 85,99 44,60 44,83 49,50

24. Kab. Lamongan 98,46 98,92 99,35 82,32 82,33 82,83 59,49 59,50 62,59

25. Kab. Gresik 92,56 93,53 93,95 86,13 86,14 86,18 57,26 57,30 63,87

26. Kab. Bangkalan 97,21 97,22 85,25 83,68 42,76 43,29

27. Kab. Sampang 93,15 93,16 93,33 73,88 73,72 73,75 21,66 21,99 31,10

28. Kab. Pamekasan 97,97 97,98 98,01 83,98 82,02 82,06 57,59 58,74 58,87

29. Kab. Sumenep 93,42 93,44 93,84 72,48 72,32 72,39 50,88 50,91 51,03

30. Kota Kediri 116,15 116,16 112,55 115,43 115,43 115,44 66,70 77,20 89,96

31. Kota Blitar 146,06 146,06 128,07 114,17 114,17 114,19 88,57 88,63 94,25

32. Kota Malang 108,30 108,31 107,92 94,38 94,39 94,51 69,31 74,70 75,74

33. Kota Probolinggo 103,11 103,12 102,71 95,04 95,05 95,09 70,49 70,52 75,04

34. Kota Pasuruan 106,99 107,00 107,77 101,18 101,18 101,20 93,57 93,58 93,58

35. Kota Mojokerto 121,30 121,31 113,63 103,32 103,32 103,34 79,24 79,26 84,90

36. Kota Madiun 130,06 130,07 126,21 103,37 103,37 103,39 74,24 75,71 77,31

37. Kota Surabaya 98,79 98,80 98,90 94,23 94,24 94,36 67,65 73,28 87,11

38. Kota Batu 103,92 103,93 103,08 94,98 94,99 95,04 64,52 64,65 66,41

Provinsi 97,16 97,23 97,83 85,96 86,07 86,36 54,9

7 55,94 59,78

(29)

BAB II - 61

Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2012

Gambar 2.27

(30)

BAB II - 62

Capaian APM anak sekolah SD sederajat per kabupaten/kota di Jawa Timur pada tahun 2013 menunjukkan angka yang bervariasi. Dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, terdapat 13 wilayah yang APM SD nya dibawah capaian provinsi dan 25 wilayah yang capaiannya di atas APM SD provinsi.

APM SD tertinggi adalah di Kota Blitar sebesar 128,07 persen dan yang terendah di Kabupaten Sampang sebesar 93,33 persen. Tingginya APM SD di Kota Blitar kemungkinan karena banyaknya anak usia 7-12 tahun dari Kabupaten Blitar yang bersekolah pada sekolah-sekolah di Kota Blitar, dan hal ini juga yang menyebabkan Kabupaten Blitar APM SD nya lebih rendah dari Kota Blitar. Hal yang sama juga terjadi pada enam wilayah kota lainnya yaitu Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Madiun, Kota Batu dan Kota Kediri. Keenam kota ini APM SD nya di atas 100 persen.

Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/Mts/Paket B Per

kabupaten/Kota Tahun 2012

Dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, terdapat 12 wilayah yang APM SLTP nya di bawah capaian provinsi dan 26 wilayah yang capaiannya di atas APM SLTP provinsi.

(31)
(32)

BAB II - 64

Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/SMK/MA/Paket C Menurut

Kabupaten/Kota

Pada tahun 2013 APM SMA Jawa Timur sebesar 59,78 persen capaian ini tentunya masih jauh dari yang diharapkan. Besaran APM SMA Jawa Timur ini memberikan gambaran sekitar lima puluh persen penduduk Jawa Timur yang berusia 16-18 tahun tidak sedang sekolah di bangku SMA.

Dari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur 17 wilayah capaian APM SMA nya dibawah capaian Jawa Timur dan 21 wilayah capaian APM SMAnya diatas capaian Jawa Timur. APM SMA tertinggi adalah Kota Blitar

(33)

BAB II - 65 sebesar 94,25 persen dan yang terendah adalah Kabupaten Sampang sebesar 31,10 persen. Besarnya selisih capaian APM SMA ini mengindikasikan adanya ketimpangan pendidikan antar Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

2.2.2.2 Kesehatan

Beberapa indikator yang digunakan untuk mengambarkan kondisi kesejahteraan sosial masyarakat antara lain angka kelangsungan hidup bayi (AKHB), usia harapan hidup, dan jumlah balita yang mengalami kasus gizi buruk.

2.2.2.2.1. Angka Kelangsungan Hidup Bayi

Angka kelangsungan hidup bayi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah, terutama di sektor kesehatan. Angka kelangsungan hidup bayi (AKHB) merupakan cermin ukuran dari angka kematian bayi yang dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari 1 tahun dengan jumlah kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu. Secara matematis AKHB = (1-angka kematian bayi). Angka kematian bayi merupakan jumlah kematian bayi usia dibawah 1 tahun dalam kurun waktu setahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.

Angka kelangsungan hidup bayi dilihat dari data kematian Per 1000 kelahiran hidup sekitar 974 pada tahun 2012. Data tersebut memberikan makna bahwa dari 1000 kelahiran hidup terdapat 974 bayi yang mencapai usia 1 tahun. Sementara angka kematian bayi tahun 2012 diproyeksikan menurun menjadi 25,95 Per 1000 kelahiran hidup. Dengan demikian angka kelangsungan hidup bayi berbanding terbalik dengan angka kematian bayi. Semakin rendah angka kematian bayi, maka semakin besar peluang kelangsungan hidup bayi. Angka kematian bayi per 1.000 kelahiran terus menurun. Angka harapan hidup makin meningkat, dan persentase balita dengan kasus gizi buruk terus menyusut.

(34)

BAB II - 66

Tabel 2.45

Angka Kematian Bayi (AKB) dan Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB) Di Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

No. Indikator 2009 2010 2011 2012*)

1. Angka Kematian Bayi (AKB) 31,41 29,29 29,24 25,95

2. Angka Kelangsungan Hidup

Bayi (AKHB) 968,59 970,71 970,76 974,05 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, Keterangan : *) Angka Sementara

2.2.2.2.2. Angka Usia Harapan Hidup

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya

Idealnya Angka Harapan Hidup dihitung berdasarkan Angka Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat Tabel Kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk menghitung Angka Harapan Hidup digunakan cara tidak langsung dengan program Mortpak Lite.

(35)

BAB II - 67 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Pada umumnya kabupaten-kabupaten di wilayah “tapal kuda” seperti Kabupaten Sampang, Probolinggo, Bondowoso, Jember, Sumenep, Bangkalan, Pamekasan, Situbondo, dan Pasuruan memiliki usia harapan hidup yang terendah dibandingkan dengan daerah “kulonan” (Jawa

Timur bagian barat). AHH pada wilayah “Tapal Kuda” berkisar pada angka

64 hingga 66 tahun untuk perempuan dan 60 hingga 63 tahun untuk laki-laki. Wilayah yang memiliki usia harapan hidup yang cukup tinggi adalah Kabupaten Tulungagung, Kota Mojokerto, Kabupaten Pacitan, Kota Blitar dengan 74 - 75 tahun untuk perempuan dan 71,56 tahun untuk laki-laki.

Tabel 2.46

Angka Harapan Hidup (AHH) Menurut Kabupaten/Kota Di Jawa Timur Tahun 2009 – 2012

Kode Kabupaten/Kota (Tahun)

2009 2010 2011 2012

Angka Harapan Hidup Penduduk Jawa Timur Tahun 2009-2012

(36)

BAB II - 68

Kode Kabupaten/Kota (Tahun)

2009 2010 2011 2012

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

2.2.2.2.3. Persentase Balita Gizi Buruk

(37)

BAB II - 69 Sumber : Survei Prevalensi Gizi 2010-2012

Persentase balita gizi buruk di Jawa Timur terus mengalami penurunan, dari 4,80 persen tahun 2007 (Riskesdas, 2007) kemudian berdasarkan hasil survei gizi balita di Jawa Timur tahun 2010 persentasenya menjadi 4,06 persen dan pada tahun 2011 menjadi 3,88 persen. Kemudian dari hasil survei gizi balita di Jawa Timur tahun 2012, persentase balita bergizi buruk menjadi 2,30 persen. Hal ini dimungkinkan karena adanya pencanangan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) tahun 2011-2015 oleh Pemprov Jawa Timur yang sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang berkeadilan yang terfokus pada penurunan kemiskinan dan kelaparan.

(38)

BAB II - 70

No. Kabupaten/Kota Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Jumlah

01 Ka b. Pa ci ta n 5.06 87.34 7.59 100.00

02 Ka b. Ponorogo 1.18 7.06 88.23 3.53 100.00

03 Ka b. Tre ngga l e k 1.25 7.5 88.75 2.5 100.00

04 Ka b. Tul unga gung 1.27 11.39 84.81 2.53 100.00

05 Ka b. Bl i ta r 3.33 11.11 76.67 8.89 100.00

06 Ka b. Ke di ri 7.29 16.67 73.96 2.08 100.00

07 Ka b. Ma l a ng 0.85 10.26 84.62 4.27 100.00

08 Ka b. Luma ja ng 3.61 19.28 69.88 7.23 100.00

09 Ka b. Je mbe r 3.54 17.7 71.68 7.08 100.00

10 Ka b. Ba nyuwa ngi 5.1 20.41 73.47 1.02 100.00

11 Ka b. Bondowos o 6.25 25 65.00 3.75 100.00

12 Ka b. Si tubondo 7.79 24.68 62.34 5.19 100.00

13 Ka b. Probol i nggo 11.49 25.29 63.22 100.00

14 Ka b. Pa s urua n 8.79 25.27 60.45 5.49 100.00

15 Ka b. Si doa rjo 2.97 9.9 80.20 6.93 100.00

16 Ka b. Mojoke rto 2.35 7.06 85.88 4.71 100.00

17 Ka b. Jomba ng 2.17 18.48 76.09 3.26 100.00

18 Ka b. Nga njuk 4.76 13.1 80.95 1.19 100.00

19 Ka b. Ma di un 1.32 18.42 76.31 3.95 100.00

20 Ka b. Ma ge ta n 2.35 14.12 74.12 9.41 100.00

21 Ka b. Nga wi 4.6 11.49 77.01 6.9 100.00

22 Ka b. Bojone goro 4.6 17.24 78.20 1.15 100.00

23 Ka b. Tuba n 3.41 19.32 73.74 3.41 100.00

74 Kota Probol i nggo 6.85 13.7 79.56 2.74 100.00

75 Kota Pa s urua n 4 16 81.33 2.67 100.00

76 Kota Mojoke rto 10.14 84.06 5.8 100.00

77 Kota Ma di un 7.04 82.88 8.45 100.00

78 Kota Sura ba ya 1.63 15.45 69.84 11.38 100.00

79 Kota Ba tu 3.33 14.44 79.78 2.22 100.00

35 Jawa Timur 3.56 15.41 76.39 4.64 100.00

Tabel 2.47

Persentase balita Menurut Status Gizi Tahun 2012

(39)

BAB II - 71

2.2.2.3 Ketenagakerjaan

2.2.2.3.1. Rasio Penduduk Yang Bekerja

Gambaran situasi ketenagakerjaan secara Nasional dapat diperoleh dari Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilaksanakan secara triwulanan sejak tahun 2011. Data ketenagakerjaan per triwulanan pada umumnya dapat menjelaskan kondisi ketenagakerjaan yang bersifat musiman. Hal ini dikarenakan sebagian besar tenaga kerja di Jawa Timur khususnya dan Indonesia pada umumnya masih bertumpu pada sektor Pertanian yang banyak dipengaruhi oleh perubahan iklim.

Pada triwulan ketiga 2012, situasi ketenagakerjaan di Jawa Timur masih relatif membaik meskipun hubungan industrial antara pengusaha dan buruh belum harmonis, terutama dengan adanya tuntutan buruh yang terkait dengan penentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK), upah minimum sektoral (UMS) dan penghapusan sistem outsourching. Jumlah pekerja di Jawa Timur pada Agustus 2012 tercatat sebanyak 19,081 juta orang atau meningkat 141.655 orang dibandingkan Agustus 2011. Sementara jumlah angkatan kerja di Jawa Timur mengalami peningkatan 139.672 orang yaitu dari 19,761 juta orang tahun 2011 menjadi 19,901 juta orang pada tahun 2012. Sedangkan kondisi tahun 2013 (Februari), jumlah angkatan kerja mencapai 20.095 juta orang dengan jumlah pekerja sebanyak 19.291. Dengan demikian peningkatan jumlah pekerja menjadi tidak signifikan jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja. Hal ini dapat menggambarkan bahwa kompetisi diantara angkatan kerja semakin ketat.

Gambar 2.32

Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja dan dan Pekerja di Jawa Timur Tahun 2009 – 2013 (Jutaan Orang)

(40)

BAB II - 72

Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja. Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan Kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja. Rasio penduduk yang bekerja pada tahun 2012 sebesar 95,88 persen yang berarti bahwa dari 100 orang jumlah angkatan kerja, terdapat 96 orang diantaranya terserap dalam lapangan pekerjaan yang tersedia. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 0,04 persen poin dibandingkan tahun 2011.

Tabel 2.48

(41)

BAB II - 73

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

(1) (2) (3) (4) (5)

15 Sidoarjo 88.90 82.19 90.05 99.56

16 Mojokerto 92.29 94.85 95.54 95.15

17 Jombang 92.57 106.45 93.31 98.68

18 Nganjuk 91.81 107.34 89.27 98.94

19 Madiun 94.18 95.05 91.28 96.32

20 Magetan 92.07 97.44 111.75 91.65

21 Ngawi 85.86 105.34 94.88 103.13

22 Bojonegoro 94.52 103.23 91.81 97.69

23 Tuban 92.54 96.19 96.11 101.03

24 Lamongan 94.51 103.82 90.51 98.28

25 Gresik 92.38 93.98 88.51 104.98

26 Bangkalan 87.83 104.16 93.89 91.54

27 Sampang 93.71 105.68 103.75 84.73

28 Pamekasan 94.04 104.79 105.77 84.57

29 Sumenep 96.61 99.46 102.97 87.69

Kota

71 Kediri 92.16 92.01 89.01 95.90

72 Blitar 90.18 96.57 90.92 99.48

73 Malang 86.59 95.37 83.90 97.84

74 Probolinggo 88.07 126.81 74.17 87.02

75 Pasuruan 84.14 102.11 81.38 95.37

76 Mojokerto 87.00 91.01 90.13 91.48

77 Madiun 86.63 87.85 87.78 102.31

78 Surabaya 91.13 93.79 84.44 98.56

79 Batu 86.23 97.89 93.13 92.94

Jawa Timur 92.84 98.86 94.62 95.16

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, Sakernas dan Susenas Tahun 2008-2012

2.2.3.Fokus Seni Budaya dan Olah Raga

(42)

BAB II - 74

Pembangunan seni dan budaya ditujukan untuk memperkuat jati diri masyarakat seperti solidaritas social, rasa kekeluargaan, semangat gotong royong, penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa daerah. Melalui pengembangan seni dan budaya daerah diharapkan dapat mempertahankan serta mengembangkan potensi kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat.

Urusan seni, budaya dan olahraga tidak menujukkan gejala yang mengkhawatirkan. Semua masih berjalan dalam koridor yang tepat. Hanya perlu dijaga tren positif dan pengoptimalan segala potensi yang dipunyai Jawa Timur dalam konteks seni-budaya maupun olahraga, sehingga Pemerintah Jawa Timur perlu terus meningkatkan penyediaan ruang bagi tumbuh berkembangnya bidang seni dan Olah Raga, antara lain fasilitas olahraga, dan sanggar-sanggar seni bangi masyarakat.

2.2.3.1 Kebudayaan

2.2.3.1.1. Jumlah Grup Kesenian

Seni merupakan suatu karya yang dibuat atau diciptakan dengan kecakapan yang luar biasa sehingga merupakan sesuatu yang elok atau indah. Kebutuhan akan seni budaya merupakan kebutuhan manusia yang lebih tinggi diantara urutan kebutuhan lainnya. Seni budaya berkaitan langsung dengan kesejahteraan, keindahan, kebijaksanaan, ketentraman, dan pada puncaknya merupakan proses evolusi manusia untuk makin dekat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, seni budaya akan berkembang apabila masyarakat makmur dan sejahtera.

Pengembangan kebudayaan di Jawa Timur pada dasarnya merupakan upaya dalam rangka mewujudkan jati diri dan karakter bangsa yang tangguh, berbudi luhur, toleran dan beraklaq mulia. Upaya ini dilakukan melalui peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai dan keragaman budaya, revitalisasi dan pelestarian seni budaya. Berdasarkan data dari dinas/instansi terkait bahwa jumlah kelompok/group kesenian pada tahun 2011 sebanyak 3.733 group dan meningkat menjadi 3.795 group pada tahun 2012.

2.2.3.1.2. Jumlah Gedung

(43)

BAB II - 75

2.2.3.2 Pemuda dan Olah Raga

2.2.3.2.1. Jumlah klub olah raga

Pengertian klub olah raga adalah perkumpulan yang menyelenggarakan kegiatan di bidang olahraga bagi para anggotanya guna peningkatan prestasi maupun dengan tujuan lain yaitu menjaga kesehatan. Seiring dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya berolahraga baik untuk prestasi maupun menjaga kesehatan, maka klub-klub olahraga pun semakin diminati, terutama di daerah perkotaan. Selain itu, keberadaan klub-klub olahraga memberikan kontribusi peningkatan prestasi olah raga regional dan nasional baik yang bersifat amatir maupun profesional. Oleh karena itu jika prestasi olahraga semakin baik maka semakin harum dan terpandang suatu daerah/negara, hal ini juga menjadi salah satu indikator keberhasilan pimpinan daerah/Negara tersebut. Beberapa klub olahraga yang kini banyak diminati antara lain klub sepak bola, bulu tangkis, bola volley, bola basket, adalah klub bola volley. Sedangkan yang mengalami kenaikan terbesar adalah cabang olah raga sepak bola naik 260 klub.

2.2.3.2.2. Jumlah gedung olah raga

Sekarang ini, kegiatan olahraga bukan saja untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, tetapi juga merupakan salah satu hiburan bagi para peminat olahraga sekaligus mempererat hubungan sosialisasi masyarakat dengan lingkungan sekitarnya. Dengan berkembangnya dunia olahraga, maka semakin banyak peminat olahraga dan muncul klub-klub olahraga, sehingga memacu diadakannya kompetisi olahraga.

(44)

BAB II - 76

Referensi

Dokumen terkait

MENGUMUMKAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/ JASA UNTUK PELAKSANAAN KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2013, SEPERTI TERSEBUT DI BAWAH INI: RENCANA UMUM PENGADAAN (RUP) DI LINGKUNGAN

Fasilitator menanyakan kepada peserta rencana apa yang akan dilakukan peserta di rumah untuk mencegah dan menangani anak stuntinga. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan

Penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi potensi dan permasalahan terkait dengan aspek daya dukung lingkungan pada Pantai Baron, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta

Dengan terbuktinya ada hubungan (ko- relasi) antara variabel X yaitu body image dengan variabel Y yaitu perilaku komunk- asi nonverbal, studi pada (mahasiswa FISIP UNTAD,

Memiliki kemampuan dalam komunikasi non verbal menjadi sangat ppenting ketika berkomunikasi dalam sebuah komunitas, komunitas menurut Wengner sebagaimana dibahas

Selama proses wawancara selain berfokus pada perilaku verbal dan nonverbal interviewee, yang tidak kalah penting adalah memperhatikan perilaku nonverbal interviewer/ pewawancara

a) Faktor jasmaniah yaitu meliputi kondisi jasmani seperti pada umumnya kesehatan segenap badan beserta bagian-bagian atau bebas dari penyakit dan cacat tubuh

(3) Setiap tujuan khusus, dijabarkan menjadi beberapa indikator yang terkait dengan metode analisis, yaitu: (i) pressure, state, respone (PSR) untuk analisis persepsi