• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Distribusi Pupuk Lewat Laut Studi Kasus : Gresik Bali dan Nusa Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Distribusi Pupuk Lewat Laut Studi Kasus : Gresik Bali dan Nusa Tenggara"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Selama ini kondisi pengiriman muatan pupuk untuk daerah Bali dan Nusa Tenggara dari Gresik, relativ lebih mahal dibandingkan dengan daerah – daerah lain. Oleh karena itu perlu adanya metoda pengemasan dan pengapalan yang ideal untuk menurunkan biaya transportasi laut. Untuk mendapatkannya terdapat berbagai macam cara untuk

mengemas muatan pupuk curah kering antara lain

menggunakan Sling Bag, In Bag Loss Cargo, dan Paket Pallet. Masing - masing dari metoda pengemasan memiliki kompabilitas dengan kapal pengangkut yang akan mengangkut. Tiap metoda pengemasan memiliki kinerja bongkar muat yang berpengaruh kepada kinerja kapal, baik Sea Time dan Port Time. Adapun kondisi pengiriman pupuk yang ideal Gresik – Bali dan Nusa Tenggara adalah : untuk Gresik menuju Bali dengan tanpa pengemasan dengan satu kapal Bulk Carrier dengan kisaran ukuran 5001 – 10000 DWT. Untuk Gresik menuju Nusa Tenggara adalah dengan tanpa pengemasan menuju ke hub di Lembar dengan masing – masing sebuah kapal Bulk Carrier kisaran di bawah 5000 DWT dan 5001 – 10000 DWT, sedangkan dari hub ke tujuan dibutuhkan tiga Kapal Layar Motor kisaran 126 – 250 DWT, dua Kapal Layar Motor kisaran 251 – 500 DWT, empat Kapal Layar Motor kisaran 501 – 750 DWT.

Kata Kunci : Model Transportasi, Pupuk, Kombinasi Pemuatan, Pengemasan.

I. PENDAHULUAN

Dari segi pengangkutannya pupuk adalah muatan yang cukup fleksibel dari segi pengangkutannya. Pupuk dapat diangkut dengan berbagai macam metoda pengangkutan. Untuk jenis pupuk yang sama dan akan diangkut dalam jumlah yang sangat besar dapat diangkut secara loss. Untuk muatan yang berbeda - beda dan jenis muatan yang beragam dapat diangkut melalui

sling bag. Dan untuk muatan yang kecil dapat dimasukan ke

dalam sak tanpa pemaketan ataupun dapat dimuat didalam kontainer. Dari sifat muatannya, pupuk adalah muatan yang unik karena secara umum, pupuk bersifat higroskopis, yaitu menyerap air. Oleh karena itu butuh penanganan ekstra ketat agar muatan pupuk tidak menjadi rusak.

Saat ini, pengemasan muatan pupuk dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain dengan kontainer, jumbo bag, sak (inbag), loose. Setelah itu kemasan dapat diangkut dengan berbagai macam kapal antara lain, kapal curah, kapal

general cargo, kapal layar motor, dan kapal petikemas.

Keberagaman metoda pengangkutan pupuk ini menjadikan adanya beberapa variabel untuk menjadikan muatan pupuk terdistribusi secara efektif dan efisien. Selain itu dari sisi

pelabuhan, di Indonesia, memiliki produktivitas yang beragam. Pemilihan penanganan muatan dan pengangkutan dengan kapal yang tepat akan menjadikan distribusi pupuk menjadi efektif dan efisien. Untuk itu perlu dilakukan peninjuan terhadap aspek transportasi laut dari pengangkutan pupuk domestik di Indonesia.

Sebagai contohnya untuk distribusi pupuk ke wilayah Nusa Tenggara dan Bali, apabila dibandingkan dengan wilayah yang sama atau lebih jauh jaraknya, memiliki biaya satuan (unit cost) yang relativ lebih tinggi.

Tabel 1. Perbandingan Jarak Terhadap Unit Cost

Tujuan A Tujuan B Perbedaan Jarak

(B terhadap A)

Perbedaan Unit Cost (B terhadap A)

Lembar Pangkal Pinang 134.7% -34.3%

Labuhan Bajo Makassar 0.0% -45.8%

Sumbawa Pontianak 9.7% -0.7%

Kupang Lhoksumawe 70.6% -50.5%

Waingapu Padang 66.9% -72.9%

Bali Kumai 26.6% -17.5%

Tampak pada tabel bahwa sebagian besar selisih jarak bernilai positiv yang berarti jarak pengiriman lebih jauh, tetapi selisih unit cost negativ yang berarti lebih murah. Untuk itu perlu dilakukan peninjuan terhadap aspek transportasi laut dari pengangkutan pupuk domestik di Bali dan Nusa Tenggara agar dapat menekan biaya tranportasi laut.

II. .DASARTEORI

2.1. Transportasi

Transportasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa mengalirnya suatu barang dari awal hingga ke tujuannya. Transportasi telah ada sejak zaman dahulu, karena adanya kebutuhan untuk memindahkan barang. Pada awalnya transportasi dilaksanakan secara sederhana, yaitu pihak - pihak yang berkaitan hadir secara langsung. Seiiring dengan berkembangnya zaman, berbagai metoda transportasi ditemukan, metoda yang ditujukan agar transportasi berjalan efektif dan efisien.

Transportasi pada pupuk ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dari para petani, pengusaha perkebunan, dan pengusaha pertanian. Pupuk dikirimkan dari pabrik

Studi Distribusi Pupuk Lewat Laut Studi Kasus :

Gresik – Bali dan Nusa Tenggara

Alvin Habara, Setyo Nugroho

Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: snugroho@na.its.ac.id

(2)

pengolahan menuju gudang penyimpanan yang tersebar di pulau - pulau besar di Indonesia. Karena transportasi yang dilakukan adalah lintas pulau maka dibutuhkan transportasi dengan menggunakan moda laut.

Agar transportasi melalui moda laut berjalan optimal, maka dibutuhkan analisis secara kualitatif maupun kuantitatif dari pupuk proses transportasi tersebut. Terdapat banyak macam cara yang dapat ditempuh dan setiap cara akan memiliki biaya dan manfaatnya tersendiri. Manfaat yang muncul akibat suatu keputusan tidak hanya berasal dari keuntungan finansial semata, oleh karena itu diperlukan analisis secara kuantitatif dan begitu pula dengan biaya.

2.2. Analisis Biaya Manfaat

Analisis biaya-manfaat adalah suatu metoda untuk membandingkan keunggulan dari satu atau beberapa opsi pilihan. Hal yang di bandingkan dari metoda ini adalah keuntungan dan kerugian yang akan ditimbulkan dari masing - masing pilihan.

Patokan dasar pada analisis biaya dan manfaat dilihat dari sisi Aspek Sosial Ekonomi (ASE). ASE dapat meliputi aspek kualitatif juga dengan adanya pengkonversian terlebih dahulu. Didalam Aspek Sosial Ekonomi (ASE) dapat dilihat masalah yang lebih luas, misalnya sewaktu meneliti dan menyusun arus kas dalam rangka mengkaji kelayakan suatu proyek, lingkup penelitian yang meliputi keseluruhan manfaat (benefit), beban (disbenefit), dan biaya (cost) yang timbul sebagai dampak proyek dilihat dari segi masyarakat atau negara. Jadi tidak terbatas hanya pada biaya pertama, pendapatan, pengeluaran untuk operasi dan produksi seperti yang telah dibahas sejauh ini. ASE suatu pilihan keputusan dianggap menarik bila manfaat melebihi biayanya, sehingga perlu diklasifikasi apa saja yang termasuk sebagai benefit, disbenefit, dan biaya.

2.3. Biaya Transportasi Laut

Biaya transportasi laut adalah segala jenis biaya yang dikeluarkan dalam operasi transportasi melalui jalur laut. Segala operasi tarnsportasi laut yang membutuhkan biaya akan dicatat oleh pihak perusahaan sebagai pengeluaran yang dibutuhkan untuk menghantarkan barang melalui laut. Bentuk dan penggolongan biaya pada transportasi laut terdapat pada berbagai aktifitas mulai saat di pelabuhan, saat bongkar muat, dan saat pelayaran. Pada pelayaran tidak terdapat standart cost classification yang dapat diterima secara internasional, sehingga digunakan pendekatan untuk mengklasifikasikannya, komponen biaya ini dibagi menjadi 2 kategori besar dan beberapa subkategori (Jinca, 2011):

a) Komponen Biaya Operasional b) Komponen Biaya Kapal

1) Biaya Operasional (Operational Cost)

Operational cost adalah biaya-biaya tetap yang dikeluarkan

untuk aspek-aspek operasional sehari-hari kapal untuk membuat kapal selalu dalam keadaan siap berlayar. Yang termasuk biaya operasional adalah biaya ABK, perawatan dan perbaikan, stores, bahan makanan, minyak pelumas, asuransi dan administrasi.

Keterangan :

OC = Operating Cost M = Manning ST = Stores

MN = Maintenence and repair I = Insurance

AD = Administrasi

2) Biaya Pelayaran (Voyage Cost)

Biaya pelayaran (Voyage cost) adalah biaya-biaya variabel yang dikeluarkan kapal untuk kebutuhan selama pelayaran. Komponen-komponen biaya pelayaran adalah bahan bakar untuk mesin induk dan mesin bantu, ongkos-ongkos pelabuhan, pemanduan dan tunda.

(II.1) Keterangan :

VC = voyage cost

PD = port dues (ongkos pelabuhan) FC = fuel cost

TP = pandu dan tunda

3) Biaya Bongkar Muat (Cargo Handling Cost)

Biaya bongkar muat (Cargo handling cost) mempengaruhi juga biaya pelayaran yang harus dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran. Kegiatan yang dilakukan dalam bongkar muat terdiri dari

stevedoring, cargodoring, receiving/delivery.

Kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan bongkar muat ( PBM) yang mempekerjakan tenaga kerja bongkar muat ( TKBM). Menurut Keputusan menteri Perhubungan NOMOR : KM 14 TAHUN 2002 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat barang dari Dan ke Kapal, pengertian dari istilah tersebut adalah sebagai berikut :

Stevedoring adalah pekerjaan membongkar

barang dari kapal ke

dermaga/tongkang/truk atau memuat barang dari dermaga/tongkang/truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat.

Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangan penumpukan barang selanjutnya menyusun di gudang/lapangan penumpukan barang atau sebaliknya. Receiving/delivery adalah pekerjaan

memindahkan barang dari

timbunan/tempat penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/lapangan penumpukan atau sebaliknya.

Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah Badan Hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal.

Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) adalah semua tenaga kerja yang terdaftar pada pelabuhan setempat yang melakukan pekerjaan bongkar muat di pelabuhan.

(3)

Namun pada penerapannya, di dermaga khusus seperti dermaga milik sendiri biaya – biaya tersebut menjadi lebih simpel. Hal ini terjadi karena beberapa kegiatan bongkar muat dilakukan oleh perusahaan ini, lebih tepatnya hanya kegiatan muat. Hal ini dikarenakan pola operasional yang ada, kapal – kapal milik tidak membawa muatan ketika kembali ke dermaga. Selian itu, kegiatan muat yang terjadi pada perusahaan tersebut adalah muatan langsung dicurahkan dari gudang produksi menggunkan belt conveyor yang terhubung langsung ke kapal.

2.4. Pola Pengangkutan Pupuk

Sifat dari pupuk

Pupuk termasuk kedalam jenis muatan curah kering. Dalam pengangkutannya pupuk dapat diangkut dengan berbagai cara. Akan tetapi pengangkutan pupuk perlu penanganan dan persiapan sedemikian rupa sehingga agar saat muatan di kirim, muatan tidak mengalami kerusakan. Oleh karena itu ada beberapa batasan - batasan dari pengiriman yang disesuaikan dengan sifat - sifat pupuk Urea, antara lain :

- Mudah terbakar

- Meleleh pada suhu 137oC

- Sedikit reaktiv, korosiv dengan alumunium, seng dan tembaga

- Tidak termasuk dalam barang berbahaya menurut : UN, IATA, dan IMDG

- Penyimpanan dilakukan di tempat kering, berventilasi baik, dan dingin.

Berdasarkan sifat - sifat pupuk urea tersebut maka ada beberapa cara penanganan yang umum dilakukakan pada pengangkutan muatan pupuk urea, antara lain dengan cara tanpa kemasan, pemaketan dengan sling bag, atau didalam sak ukuran 40 kg atau 50 kg.

2.5. Unit Cost Distribusi Pupuk

Gambar. 1. Hubungan Unit Cost Dengan Jarak Secara umum penggambaran unit cost terdapat pada grafik diatas. Grafik diatas terdiri dari dua garis linear yang saling bertindihan. Garis yang tampak adalah garis dengan posisi paling bawah. yang berarti kondisi minimum. Karena tujuan pembuatan model ini adalah untuk mengetahui model biaya yang minimum dari masing - masing metoda pengemasan pupuk. Perumusan dari grafik diatas secara umum adalah

Y = aX + b a = variabel cost

b = fixed cost

Perbedaan karakteristik dari daerah yang berbeda, menyebabkan komponen variabel dan fixed cost berbeda - beda untuk masing - masing jarak dan hal tersebut yang akan menyebabkan perbedaan grafik pada masing - masing metoda pengangkutan, jenis dan jarak.

III. URAIANPENELITIAN

Dalam perencanaan distribusi perlu diketahui rencana pengiriman yang tergambarkan di dalam rute - rute pengiriman. Skema distribusi pupuk yang ada merupakan kombinasi transportasi dari berbagai macam kapal. Kapal yang melayani dalam distribusi pupuk domestik ini adalah

bulk carrier, kapal layar motor, dan general cargo.

Perbedaan skema ini bertujuan untuk melayani konsumen dari pupuk, yaitu petani. Petani di daerah tujuan karena petani tidak dapat menerima pupuk dari pabrik dalam bentuk curah kering secara langsung karena akan merepotkan dan menyulitkan pembelian. Oleh karena itu sebelum pupuk sampai ke petani maka perlu melalui titik pengantongan, agar petani dapat dengan mudah dalam pembeliannya.

Gambar. 2. Rute Skenario Pengangkutan Nusa Tenggara Garis besar dari rute pengangkutan yang ada di Nusa Tenggara ada dua yaitu pengangkutan dari pabrik ke pengantongan (di Lembar) dan dari pengantongan ke Tujuan

Gambar. 3. Rute Skenario Pengangkutan Bali Untuk pengiriman ke daerah bali tidak memerlukan hub untuk pengantongan, karena di daerah tersebut ada fasilitas pabrik pengantongan, sehingga muatan curah kering dapat dikirim langsung ke Bali dan di kemas di Bali.

(4)

Tabel 2. Konsumsi Pupuk per Propinsi No Propinsi

Jenis Pupuk (Ton)

SP36 ZA NPK Organik 28 Nusa Tenggara Barat 19,600 12,150 35,900 7,800 29 Nusa Tenggara Timur 5,800 700 9,900 1,300 17 Bali 5,000 9,800 33,000 23,800

Konsumsi pupuk per propinsi berikutnya akan diterjemakan menjadi konsumsi pupuk per pulau

Tabel 3. Kebutuhan Pupuk per pulau Propinsi Pulau

Konsumsi per Tahun (Ton) SP36 ZA NPK Organik NTB Lombok 9528.9 5906.9 17453.5 3792.1 NTB Sumbawa 10071 6243.0 18446.5 4007.9 NTT Flores 3374.1 407.2 5759.3 756.3 NTT Sumba 499.8 60.3 853.2 112.0 NTT Timor Barat 1926.1 232.5 3287.6 431.7 Bali Bali 5010.0 9819.6 33066.0 23847.6

Konsumsi pupuk tersebut akan menjadi acuan dalam penentuan jumlah yang akan dikirim ke daerah Bali dan Nusa Tenggara.

Gambar. 4. Hubungan Kinerja Bongkar Muat Asdasdasdasd

Konsumsi Acuan lainnya adalah kecepatan bongkar muat seperti yang tampak pada gambar diatas. Kecepatan bongkar dan muat dari / dan ke kapal untuk masing – masing pengemasannya berbeda – beda.

Setelah itu dari kinerja bongkar muat akan dihitung unit cost maka hasil dari dari unit cost terhadap jarak adalah seperti gambar berikut ini.

Gambar. 5. Hubungan Unit Cost Dengan Jarak Bulk Carrier

Gambar. 6. Hubungan Unit Cost Dengan Jarak Bulk Carrier

Gambar. 7. Hubungan Unit Cost Dengan Jarak Kapal Layar Motor

Gambar. 8. Hubungan Unit Cost Dengan Jarak Kapal Layar Motor

Gambar. 9. Hubungan Unit Cost Dengan Jarak General Cargo

Gambar. 10. Hubungan Unit Cost Dengan Jarak General Cargo

(5)

Setelah mengetahui unit cost dari masing – masing ukuran kapal yang digunakan dengan jarak – jarak yang berbeda, maka selanjutnya adalah pemilihan kapal yang sesuai dengan tujuan agar biaya pelayarannya terendah.

Biaya pelayaran yang terendah telah didapatkan dan dihasilkan rincian – rincian kapal terpilih serta komponen biayanya.

2.1. Paparan Biaya Nusa Tenggara

Tabel 4.Kinerja Kapal dari Gresik ke Pengantongan

Rute Nama Kapal

Terpilih

Muatan terangkut per trip

(Ton) TRT

Gresik -

Lembar KM Bosowa Lima 1140.0 8.7

KM Swadaya Lestari 5700.0

16. 0

Tabel 5. Rincian Biaya Kapal dari Gresik Ke Pengantongan Rute Nama Kapal

Terpilih Biaya Pelayaran (Rupiah) Biaya Kapital (Rupiah) Biaya Operasional (Rupiah) Biaya Bongkar Muat (Rupiah) Total Biaya (Rupiah) Gresik -

Lembar KM Bosowa Lima 32,357,849 41,531,530 74,092,432 20,758,857 168,740,668

KM Swadaya

Lestari 1,189,933,340 1,058,345,502 3,076,120,608 830,354,286 6,154,753,736

Tabel 6. Kinerja Kapal dari Pengantongan ke Tujuan

Rute Nama Kapal Terpilih

Muatan terangkut per

trip (Ton)

TRT Pallet

Lembar - Badas KLM Putra Saudara 190.0 8.0 380

KLM Kartika Ekspress 249.9 8.5 500

KLM Fadli Indah 174.8 8.0 350

KLM Hasil Maju Setia 586.2 11.3 1174

Lembar - Ende KLM Nusa Bahari 151.1 7.7 304

Lembar - Waingapu KLM Hasil Maju Setia 586.2 14.6 1174

Lembar - Tenau KLM Hasil Maju Setia 586.2 14.0 1174

KLM Kartika Ekspress 249.9 14.1 500

Tabel 7. Rincian Biaya Kapal dari Pengantongan ke Tujuan Rute Nama Kapal Terpilih Biaya Pelayaran (Rupiah) Biaya Kapital (Rupiah) Biaya Operasiona l (Rupiah) Biaya Bongkar Muat (Rupiah) Total Biaya (Rupiah)

Lembar - Badas KLM Put Sau 153,866,554 107,173,501 670,694,579 70,110,000 1,001,844,634

KLM Kar Eks 134,532,668 119,328,214 621,626,212 85,448,700 960,935,794

KLM Fad Ind 112,942,004 67,257,889 455,793,595 44,049,600 680,043,089 KLM Has Maj 110,574,236 224,100,890 755,754,062 152,985,150 1,243,414,339

Lembar - Ende KLM Has Maj 94,579,792 179,845,705 606,508,624 94,956,300 975,890,421

Lembar -

Waingapu KLM Has Maj 59,680,749 28,860,065 97,327,195 15,826,050 201,694,059

Lembar - Tenau KLM Kar Eks 26,932,663 5,198,680 27,081,908 2,248,650 61,461,901

KLM Has Maj 78,834,288 114,858,972 387,348,459 52,753,500 633,795,219

2.2. Paparan Biaya Bali

Tabel 8. Kinerja Kapal dari Gresik ke Tujuan (Bali)

Rute Nama Kapal

Terpilih Muatan terangkut per trip (Ton) TRT Gresik - Bali KM Swadaya Lestari 5700.0 16.6

Tabel 9. Rincian Biaya Kapal dari Gresik ke Tujuan (Bali) Rute Nama Kapal Terpilih Biaya Pelayaran (Rupiah) Biaya Kapital (Rupiah) Biaya Operasional (Rupiah) Biaya Bongkar Muat (Rupiah) Total Biaya (Rupiah) Gresik - Bali KM Swadaya Lestari 1,138,658,393 889,261,663 2,944,238,471 400,492,857 5,372,651,384

Gambar.11. Perbandingan Biaya Total

Gambar.12. Perbandingan Biaya Total

Secara keseluruhan Biaya Total dari Skenario 1 dan Skenario 2 memiliki selisih sebesar 9,9% dimana total biaya pada Skenario 2 lebih rendah.

Gambar.13. Kondisi Gudang Skenario Pengangkutan Nusa Tenggara

Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut adalah 249.80% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke 162 dengan tingkat utilisasi sebesar 401,21% pada hari tersebut.

Akan tetapi bila dibandingkan dengan kapasitas mengikuti dengan kapasitas gudang Lini II di Tanjungwangi terdahulu maka utilisasi rata - ratanya hanya 56,21% dan muatan tertinggi berada di hari ke 162 dengan tingkat utilisasi 90,27% pada hari tersebut

Gambar.14. Kondisi Gudang Skenario Pengangkutan Bali Berdasarkan simulasi pengiriman diatas, maka didapatkan utilisasi dari gudang tersebut adalah 238.55% dengan kondisi gudang dimuatan yang tertinggi berada di hari ke

(6)

179 dengan tingkat utilisasi sebesar 382,08% pada hari tersebut.

Akan tetapi bila dibandingkan dengan kapasitas mengikuti dengan kapasitas gudang Lini II di Tanjungwangi terdahulu maka utilisasi rata - ratanya hanya 53,67% dan muatan tertinggi berada di hari ke 179 dengan tingkat utilisasi 89,97% pada hari tersebut

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis diatas maka kondisi dan utilisasi dari gudang Pusat Distribusi adalah : a) Skema 1 (Nusa Tenggara) adalah sebesar

101.89%

b) Skema 2 (Bali) adalah sebesar 49.49%. Pilihan dan skenario yang menghasilkan biaya total logistik yang termurah adalah Skenario 2 pilihan A, tetapi karena utilisasi gudangnya 101,89% yang berarti lebih dari 100% maka perlu penambahan gudang. Apabila kapasitas gudang disamakan dengan kapasitas Banyuwangi terdahulu maka utilisasi rata - ratanya menjadi 22,92%

2. Skenario dan pilihan kapal yang memiliki biaya logistik laut yang minimum adalah :

a) Skema 1 pengangkutan Nusa Tenggara, skenario yang terpilih yaitu Skenario 2A dengan kapal yang terpilih :

• General Cargo : Dibawah 5000 DWT, 5001 – 10000 DWT. Untuk distribusi ke pengantongan pupuk

• Kapal Layar Motor : Kelas 126 – 250 DWT (3 kapal), 251 – 500 DWT (2 Kapal), 501 – 750 (4 Kapal). Untuk distribusi ke konsumen.

b) Skema 2 pengangkutan Bali, skenario yang terpilih adalah skenario 1 dengan kapal yang terpilih :

• General Cargo : Kelas 5001 – 10000 DWT 3. Jenis Pengemasan pupuk di atas kapal yang sesuai

untuk distribusi Bali dan Nusa Tenggara adalah a) Nusa Tenggara : Curah Kering untuk distribusi

ke pengantongan pupuk dan In Bag Loss Cargo atau didalam sak untuk distribusi ke konsumen Dengan pengemasan tersebut dapat menghemat biaya distribusi sebesar 43%

b) Bali : Curah Kering untuk distribusi ke konsumen pupuk di Bali

Dengan pengemasan tersebut dapat menghemat biaya distribusi sebesar

31%

V. SARAN

1. Dapat dilihat bahwa Skenario 2 A dapat menghemat biaya logistik dari distribusi pupuk sebesar 43% akan tetapi perlu dilakukan

perhitungan lebih lanjut terhadap kebutuhan penambahan kapasitas gudang Pusat Distribusi di Lembar, Lombok karena kapasitas gudang yang tidak mencukupi

2. Untuk menyempurnakan penelitian ini perlu di lakukan perhitungan terhadap distribusi jalur darat untuk menghasilkan total biaya dari produsen hingga ke petani yang lebih komprehensif

3. Dari analisis biaya terhadap laba yang didapat, terdapat hasil yang menunjukan perbedaan laba pada perbedaan laba yang diambil oleh pemilik kapal dan muatan balik. Oleh Karena itu pengambilan laba akan lebih optimal apabila dapat mengusahakan muatan balik dan mencari pemilik kapal yang memasang laba dengan transportasi laut terendah.

UCAPANTERIMAKASIH

Terima kasih kami ucapkan kepada PT Petrokimia Gresik atas bantuannya dalam melengkapkan data yang dibutuhkan selama penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

[1] Wijnost. N. (1997). Shipping Innovation. Netherland: TU Delft Press.

[2] Wardhana. F.P.K. (2010). Decision Making Model of Fertilizer

Distribution Subject to Sediment Transport : Case Study Musi River.

Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[3] Raharjo, F. (2009). Teknik Analisis Pengambilan Keputusan. Yogyakarta.

[4] Jinca, M.Y. Transportasi Laut Indonesia. Surabaya. Brillian Internasional.

[5] Fong, Kong Kim. 2004. Pengurusan Sistem Sungai Bagi Tujuan Pengangkutan. Malaysia. Universiti Teknologi Malaysia..

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Jarak Terhadap Unit Cost
Tabel 2. Konsumsi Pupuk per Propinsi
Tabel 4.Kinerja Kapal dari Gresik ke Pengantongan

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan metode Make A-Match untuk meningkatkan kemampuan operasi hitung penjumlahan bilangan bulat pada tunarungu kelas V di SLB Tunas Harapan Karawang Universitas

Tenaga solar tidak menyebabkan kesan rumah hijau, oleh itu ianya. tidak menyebabkan pencemaran alam

Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan kelainnya. Jika varian dari residual

Secara mandiri pemberian lateks berpengaruh nyata dapat meningkatkan P- total, dan P-tersedia tanah Ultisols, sedangkan pemberian mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap

Beasiswa PPA wajib melampirkan fotokopi transkrip nilai dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) paling rendah 3,00 yang disahkan oleh pimpinan perguruan tinggi. Bantuan Biaya

Fakta-fakta yang disintesis ialah: gelar yang disandang citralekha , besaran pasak-pasak yang diterima citralekha , letak penyebutan citralekha di dalam prasasti,

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kepemilikan, jenis dan kondisi sarana jamban dan air bersih masyarakat di Desa Oesusu pasca pemicuan STBM.. Penelitian ini merupakan

Pada akhirnya, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan kritik secara mendasar atas pemberlakuan syari‘ah yang dilakukan di Indonesia, termasuk di Aceh, dalam bidang-bidang