• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN

VEKTOR MALARIA DI WILAYAH RENCANA IBUKOTA NEGARA

DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHAP I

M. Rasyid Ridha SKM, M.Sc

Sri Sulasmi, S.Si, MPH

Juhairiyah, SKM

BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN TANAH BUMBU

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

(2)

ii

(3)
(4)

iv

SUSUNAN TIM

No N a m a Keahlian/ Kesarjanaan Kedudukan

dalam Tim Uraian tugas Waktu

1. M. Rasyid Ridha, SKM, M.Sc Entomologi Koordinator Peneliti Bertanggungjawab terhadap keseluruhan pelaksanaan penelitian 11 Bulan

2 Budi Hairani Biologi Koordinator

Entomologi Mengkoordinir Kegiatan Entomologi 11 Bulan 3 Sri Sulasmi, S.Si, MPH Lingkungan Koordinator SIG Mengkoordinir kegiatan indept interview 11 Bulan 4 Juhairiyah, SKM Parasitologi Koordinator PCR Mengkoordinir Kegiatan Uji PCR 11 Bulan 5 Liestiana Indriyati, SKM, M. Ling

Lingkungan Anggota tim Membantu

pelaksanaan pengumpulan data 11 Bulan 6 Abdullah Fadilly

Analis/Litkayasa Anggota tim Membantu pelaksanaan

pengumpulan data Entomologi

11 Bulan

7 Yuyun Yuniarti Administasi Administrasi Bertanggungjawab pada administrasi kegiatan penelitian 11 Bulan 8 dr. Hijaz Nuhung, M. Sc

S2 PJJ dan SIG Pengarah Bertanggung Jawab dalam memberikan Arahan Penelitian 11 Bulan 9 Prof dr. Emiliana Tjitra, M.Sc, Ph.D

Profesor riset Konsultan Membantu memerikan

masukan penelitian

11 Bulan

(5)

v

(6)

vi

VEKTOR MALARIA DI WILAYAH RENCANA IBUKOTA NEGARA

DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHAP I

Tanah Bumbu, Desember 2020

Ketua Pelaksana,

M. Rasyid Ridha, SKM, M.Sc

NIP 198404072006041003

Kasi. Layanan dan Sarana Penelitian

Yuniarti Suryatinah, Apt

NIP 198606282010122004

Kepala Balai Litbangkes Tanah Bumbu

d

r. Hijaz Nuhung, M.Sc

NIP 196708012000121005

Ketua PPI

Dr. Miko Hananto, SKM, M.Kes

NIP 197105151997031003

Mengetahui

Kepala Puslitbang

Upaya Kesehatan Masyarakat

Ir. Doddy Izwardy, MA

NIP 196302161986031005

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan karunia Nya sehingga laporan kegiatan penelitian

“Vektor Malaria Di

Wilayah Rencana Ibukota Negara Di Provinsi Kalimantan Timur Tahap I“ dapat

diselesaikan. Penelitian ini merupakan penelitian pada calon ibukota baru

Indonesia untuk menentukan vektor malaria dan intervensi dalam

pengendaliannnya.

Penelitian ini seharusnya mencakup 2 jenis kegiatan yaitu kegiatan

survei entomologi dan kegiatan indepth interview. Namun adanya Pandemi

Covid-19, menyebabkan penelitian mengalami efisiensi anggaran, dengan

anggaran yang tersedia penelitian hanya dapat melakukan kegiatan indepth

interview. Atas dasar ini maka Laporan Penelitian Vektor Malaria di Wilayah

Rencana Ibukota Negara di Provinsi Kalimantan Timur Tahap I hanya akan

dilaporkan sebatas hasil kegiatan indept interview

Dalam kesempatan ini kami sampaikan ucapan terimakasih kepada

Kepala Badan Litbangkes, Kepala Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat,

Kepala Balai Litbangkes Tanah Bumbu yang telah mendukung kegiatan

penelitian ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Panitia Pembina

Ilmiah (PPI) Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat Dr. Miko Hananto,

SKM,M.Kes, Pembina Balai Litbang Kesehatan Tanah Bumbu yaitu Dra. Rr.

Rachmalina S, M.Sc PH, Dr. Aria Kusuma, SKM, MKM dan Dasuki, SF, Apt,

M.Sc yang telah membimbing dalam proposal dan protokol penelitian ini,

kemudian kepada Dra. Shinta, M.Si dan Jusniar Ariati, S.Si, M.Si yang telah

membina dan membantu dalam pembimbingan laporan akhir kegiatan

penelitian. Kami juga menyampaikan terimakasih kepada Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Kesehatan Kota Samarinda dan

Dinas Kesehatan Penajam Pasir Utara yang dipilih sebagai lokasi penelitian

atas bantuannya dalam memfasilitasi perijinan dan pelaksanaan penelitian

sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.

Laporan kegiatan ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan,

untuk itu kritik dan saran guna menyempurnakan laporan ini sangat kami

harapkan.

Tanah Bumbu, Desember 2020

(8)

viii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Salah satu indikator dalam menuntaskan kasus malaria adalah dengan melakukan pengendalian vektor terpadu atau yang biasa disebut integrated vektor

management (IVM). Kegiatan yang dilakukan khusus entomologi adalah dengan

melakukan pengumpulan data berbasis bukti dengan melakukan pengumpulan data secara operasional riset dengan data epidemiologi dan entomologi serta dilakukan evaluasi. Selain itu pengembangan sumberdaya manusia yang adequate baik melalui pelatihan dan rekrutmen untuk keberlanjutan program pengendalian vektor 1.

Dalam Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya mensyaratkan dalam pasal 1 bahwa standar baku mutu tersebut adalah untuk jenis, kepadatan dan habitat perkembangbiakan vektor dalam upaya pengendalian vektor

Metode penelitian dengan cross sectional dengan desain observasional analitik dengan pengumpulan data vektor dan mengidentifikasi upaya pengendalian vektor yang sudah dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat. Pengumpulan data vektor dilakukan dengan mengidentifikasi spesies vektor malaria, identifikasi karakteristik habitat perkembangbiakan vektor malaria, Identifikasi perilaku vektor malaria berupa aktivitas menggigit dan perilaku istirahat nyamuk vektor malaria dan observasi lingkungan yang berupa faktor abiotik dan biotik. Variabel bebas (independent) adalah aplikasi pengendalian vektor terpadu. Variabel terikat penelitian ini adalah kepadatan dan rentang umur vektor malaria, kapasitas vektor (CV), rerata laju inokulasi entomologi (EIR) dan stabilitas indeks (SI), kepadatan jentik.

Adanya pengalihan dana untuk penanganan Pandemi Covid-19 di tahun 2020 ini, menyebabkan terjadinya efisiensi anggaran pada semua penelitian, termasuk penelitian ini . Kondisi keterbatasan anggaran ini menyebabkan tidak semua tujuan penelitian dapat dicapai. Lima (5) tujuan penelitian yang tidak dapat dicapai yaitu : (1).Mendapatkan data fauna Anopheles spp di Kabupaten Penajam Paser Utara; (2) Mendapatkan data Inkriminasi vektor malaria di di Kabupaten

(9)

ix

Penajam Paser Utara; (3). Mengidentifikasi karakteristik habitat perkembangbiakan vektor malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara. (4). Mengidentifikasi perilaku vektor malaria berupa aktivitas menggigit dan perilaku istirahat Anopheles spp di Kabupaten Penajam Paser Utara. (5). Menghitung nilai indikator entomologi kuantitatif (Index entomologi): Kepadatan vektor ( MHD dan MBR) kapasitas vektor (CV), rerata laju inokulasi entomologi (EIR) dan stabilitas indek (SI) vektor malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara; (6). Mengidentifikasi upaya pengendalian vektor yang sudah dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur di wilayah rencana ibukota negara. Dalam keterbatasan dana, hanya tujuan penelitian ke 6 yang masih dapat dilakukan yaitu Mengidentifikasi upaya pengendalian vektor yang sudah dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Hasil penelitian indepth interview menunjukkan pengetahuan mengenai penyebab, gejala, cara penularan dan cara pencegahan malaria perlu dilakukan penyamaan persepsi, namun umumnya sudah baik. Pengetahuan mengenai pengendalian vektor terpadu sudah pernah didapat, tetapi sudah lama sehingga perlu dilakukan refreshing, namun pengetahuan mengenai eleminasi program dan stratifikasi malaria sudah baik. Regulasi baru sebatas advokasi dan penguatan melalui peraturan gubernur masih dipersiapkan. Anggaran masih mengandalkan dana dekonsentrasi, Global Fund (GF) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). peningkatan kapasitas petugas, distribusi dan pengadaan kelambu berinsektisida, sosialisasi program eliminasi malaria serta Indoor Residual

Spraying (IRS), merupakan beberapa program malaria yang dilakukan di tingkat

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Kendala yang di alami yaitu ketersediaan sumber daya manusaia (SDM) masih kurang, belum pernah ada tenaga yang khusus dilatih untuk pengendalian vektor terpadu, hanya pelatihan IRS, refresing program malaria, Quality Assurance (QE) dan menilai cross

checker. Kelemahan pada kegiatan ini yaitu tidak dapat melakukan triangulasi

kepada tingkat pelaksana didaerah, karena wawancara hanya dilakukan pada tingkat provinsi.

(10)

x

ABSTRAK

Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh plasmodium dan ditransmisikan melalui nyamuk sebagai vektor. Malaria terbukti juga telah mempengaruhi human development index (HDI) serta merupakan penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian, gangguan kesehatan ibu dan anak, produktivitas angkatan kerja. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan upaya pengendalian vektor malaria pada wilayah rencana Ibukota Negara di Provinsi Kalimantan Timur. Desain penelitian cross sectional dengan rancangan observasional analitik. Data yang dikumpulkan yaitu penentuan vektor, kepadatan dan habitatnya serta upaya pengendalian vektor terpadu dengan indepth interview pada tingkat Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten Penajam Pasir Utara, Puskesmas dan Tokoh Masyarakat. Responden yang sempat di wawancarai yaitu tingkat Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kapasitas petugas, distribusi dan pengadaan kelambu berinsektisida, sosialisasi program eliminasi malaria serta Indoor Residual Spraying (IRS), merupakan beberapa program malaria yang dilakukan di tingkat Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Kendala yang di alami yaitu Ketersediaan SDM masih kurang, belum pernah ada tenaga yang khusus dilatih untuk pengendalian vektor terpadu, hanya pelatihan IRS, refresing program malaria, QE dan menilai cross checker. Kelemahan pada kegiatan ini yaitu tidak dapat melakukan triangulasi kepada tingkat pelaksana didaerah, karena wawancara hanya dilakukan pada tingkat provinsi.

(11)

xi

DAFTAR ISI

Hal

Judul ... i

Susunan Tim Peneliti…..……….….……… ii

Surat Keputusan Penelitian ………. iv

Etik v Kata Pengantar……….……….……… vi

Ringkasan Eksekutif… ……….………… vii

Abstrak ……… xii

Daftar Isi ………. xiii

Daftar Tabel ………... xvi

Daftar Gambar ……….. xix

Daftar Lampiran ……… xxi

BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ……….…… 9

1.3. Manfaat penelitian…..………..………..………..…… 9

1.4. Hipotesis ………..………..……… 9

BAB II. METODOLOGI PENELITIAN ……… …………..…… 10

2.1. Kerangka Teori ………..…..… 10

2.2. Kerangka Konsep ……… 11

2.3. Tempat dan waktu ……….… 12

2.4. Disain Penelitian………. …...……… 12

2.5. Populasi dan Sampel …. ……….…… 12

2.6. Besar Sampel……….. 13

2.7. Cara pemilihan/Penarikan Sampel ………. 14

2.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ……….. 14

2.9. Variabel dan Definisi Operasional………. 15

2.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data……….…… 15

2.11. Bahan dan Prosedur Kerja ……….……. 19

(12)

xii

BAB III. HASIL PENELITIAN…………..……… 24

3.1 Gambaran Umum …….………. 24

3.1.1 Kondisi geografis 24

3.1.2 Besar masalah Malaria dalam 3 Tahun Teakhir 30

3.1.3 Pengendalian Malaria yang dilakukan oleh program 34 Program malaria di Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim

3.1.1 Pengetahuan tentang pengendalian vektor terpadu 3.1.2

Pelaksanaan Kegiatan pengendalian vektor terpadu

BAB IV. PEMBAHASAN 116

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 122

5.1. Kesimpulan 122

5.2. Saran 123

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1

Kerangka Teori

7

Gambar 2

Kerangka Konsep Penelitian

8

Gambar 3

Peta Wilayah Administrasi Kota PPU

21

Gambar 4

Data Kasus Malaria Tahun 2016 – 2019 di kabupaten PPU

27

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Permintaan Penelitian Lampiran 2 Surat Izin penelitian

Lampiran 3 Surat pembatalan penelitian

(15)

15

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu indikator dalam menuntaskan kasus malaria adalah dengan melakukan pengendalian vektor terpadu atau yang biasa disebut integrated vektor

management (IVM). Kegiatan yang dilakukan khusus entomologi adalah melakukan

pengumpulan data berbasis bukti secara operational riset dengan melakukan pengumpulan data epidemiologi dan data entomologi serta dilakukan evaluasi. Selain itu pengembangan sumberdaya manusia yang adequate baik melalui pelatihan dan rekrutmen untuk keberlanjutan program pengendalian vektor 1.

Dalam Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya mensyaratkan dalam pasal 1 bahwa standar baku mutu tersebut adalah untuk jenis, kepadatan dan habitat perkembangbiakan vektor dalam upaya pengendalian vektor. Salah satu penyakit bersumber vektor adalah malaria.

Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium. Ada 5 jenis parasit yang menyebabkan malaria pada manusia, 2 diantaranya yaitu Plasmodium falciparum dan

P. vivax yang menjadi ancaman utama. Menurut World Malaria Report WHO November

2017, ada 216 juta kasus malaria pada tahun 2016 dengan jumlah kematian sekitar 445.000, dan 211 juta pada tahun 2015 dengan jumlah kematian 446.000. (WHO, 2017)

Di Indonesia sendiri malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi program prioritas Kementerian Kesehatan. Malaria terbukti juga telah mempengaruhi human development index (HDI) serta merupakan penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian, gangguan kesehatan ibu dan anak, produktivitas angkatan kerja serta merugikan kegiatan pariwisat 2. Data kasus malaria, dari total 262 juta penduduk di Indonesia, sebanyak 4,9 juta atau dua persennya tinggal di daerah endemis tinggi. Selama tahun 2017, tercatat ada 261.617 kasus dan 112 kematian akibat malaria secara nasional. 3. Malaria masih endemis di beberapa kabupaten di Kalimantan, khususnya di wilayah yang akan direncanakan sebagai ibukota baru yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Penajam.

(16)

16

Lokasi ibu kota baru Indonesia di umumkan Presiden Republik Indonesia di Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 26 Agustus 2019. Ibukota baru akan berada di 2 kabupaten yaitu di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar). Ibu kota baru memiliki luas total 3.059.616 hektar, dengan rincian, Kabupaten Penajam Paser Utara seluas 3.333,06 kilometer persegi atau 333.306 hektar dan Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas 27.263,10 kilometer persegi atau 2.726.310 hektar.

Pembukaan lahan di kedua kabupaten tersebut akan memberikan potensi peningkatan kasus malaria. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), data kasus malaria berdasarkan indikator API (Annual Parasite

Incidence) menurun dari tahun 2010 s/d 2017 secara berurutan tahun 2010 2.25‰;

2.1‰; 1.12‰; 0,75‰; 0.68 ‰; 0.45‰; 0.35‰; hingga tahun 2017 menjadi 0.34‰. Berdasarkan kabupaten, data malaria dengan jumlah kasus tertinggi yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dengan API 5,2‰, 4. sedangkan di Kabupaten Kutai Kertanegara menempati urutan ke 6 dengan API 0,08‰.

Sesuai Permenkes 50 Tahun 2017 tentang pengendalian vektor, bahwa setiap penyelenggara pengendalian vektor wajib melakukan pengendalian vektor dan harus memiliki tenaga Entomologi Kesehatan (entokes) (Kemenkes RI., 2017) dan jumlah entokes di Kalimantan Timur (Kaltim) masih sangat terbatas. Kabupaten PPU dan Kabupaten Kukar bahkan belum memiliki tenaga entomologi kesehatan dan laboratorium entomologi. Saat ini segala kegiatan entomologi termasuk tenaga masih mengandalkan bantuan dari Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim.

Data kegiatan surveilans entomologi juga terbatas dan tidak dapat dilakukan secara berkesinambungan/ continue dan tidak tersedia data terbaru setiap saat, baik untuk keragaman jenis nyamuk keragaman jenis nyamuk Anopheles, kepadatan dan habitat perkembangbiakannya. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim diketahui ada beberapa Anopheles yang sudah teridentifikasi di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara yaitu An. barbirostris, An. kochi, An. nigerrimus,

An. separatus, An. teselatus, An. vagus dan An. letifer namun belum diketahui

peranannya sebagai vektor. Identifikasi vektor bisa dilakukan dengan pembedahan kelenjar ludah, uji Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) sporozoit dan juga dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)6. Data tersebut belum menunjukkan nyamuk yang berperan sebagai vektor dan habitat perkembangbiakannya. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian identifikasi vektor malaria pada wilayah rencana Ibukota Negara di Provinsi Kaltim.

(17)

17 1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

Menetapkan spesies nyamuk Anopheles yang berperan sebagai vektor malariadan menentukan jenis pengendalian vektor malaria yang tepat untuk wilayah rencana Ibukota Negara di Provinsi Kalimantan Timur.

Tujuan khusus :

1. Mendapatkan data fauna Anopheles spp di Kabupaten Penajam Paser Utara 2. Mendapatkan data inkriminasi vektor malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara 3. Mengidentifikasi karakteristik habitat perkembangbiakan vektor malaria di Kabupaten

Penajam Paser Utara

4. Mengidentifikasi perilaku vektor malaria berupa aktivitas menggigit dan perilaku istirahat Anopheles spp di Kabupaten Penajam Paser Utara

5. menghitung nilai indikator entomologi kuantitatif : Kepadatan vektor ( MHD dan MBR) kapasitas vektor (CV), rerata laju inokulasi entomologi (EIR) dan stabilitas indek (SI) vektor malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara

6. Mengidentifikasi upaya pengendalian vektor yang sudah dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Paser Utara di wilayah rencana ibukota negara.

1.3. Manfaat penelitian

Dengan adanya penelitian ini, maka akan diperoleh data tentang fauna dan Anopheles yang berperan sebagai vektor di Ibukota Baru Indonesia, sehingga dapat menjadi bahan informasi Program Pengendalian Malaria untuk menentukan strategi intervensi dalam program pencegahan dan pengendalian vektor malaria secara efektif, efisien dan berkesinambungan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “terdapat vektor malaria di pada wilayah rencana Ibukota Negara di Provinsi Kalimantan Timur ”

(18)

18

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Kontak nyamuk vektor malaria dan manusia tergantung kepada kondisi lingkungan setempat, adanya habitat perkembangbiakan jentik maupun ternak. Kepadatan nyamuk vektor sebagai akibat dari tersedianya habitat perkembangbiakan dan daya tahan hldup, dipengaruhi faktor abiotik (suhu, dan kelembaban), faktor biotik misalnya : tanaman air, predator, patogen dan parasit.

Fenomena perubahan musim, faktor lingkungan dan perilaku masyarakat secara langsung mempengaruhi kontak nyamuk vektor malaria dengan manusia, sehingga menyebabkan terjadinya penularan. Upaya pengendalian vektor malaria tidak akan efektif jika tidak dilakukan secara simultan dan terpadu. Apabila salah satu komponen yang terlibat dalam penularan malaria tidak. dikendalikan secara seksama, maka dapat menjadi sumber penularan. Metode penanggulangan malaria bersifat komprehensif (pengobatan, pengendalian vektor dan pengelolaan

Variabel tak terkendali 1. Suhu 2. Kelembaban 3. Curah Hujan Fauna Anopheles 1. Identifikasi Anopheles spp 2. Perilaku Anopheles spp 3. Karakteristik habitat perkembangbiakan vektor 4. Indikator Entomologi a. Kepadatan nyamuk b. Kapasitas vektor c. Rerata laju inokulasi

entomologi

d. Stabilitas indeks (SI)

Variabel terikat

Pengendalian vektor terpadu yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan - Kelambu LLINs - IRS - dll Variabel Bebas Kasus Malaria Upaya pengendalian

yang dilakukan oleh masyarakat

- Kelambu Biasa - Kerja bakti - dll

(19)

19

lingkungan) perlu diaplikasikan. Prinsip dasar pengendalian vektor dapat dijadikan sebagai pegangan adalah aplikasi berbagai cara pengendalian agar populasi vektor tetap rendah dan tidak merugikan/membahayakan bagi masyarak.at dalam penularan penyakit dan berdampak timbulnya kerusakan lingkungan.

Penelitian entomologi dilakukan dengan aplikasi pengendalian terpadu meliputi berbagai faktor bionomik vektor untuk evaluasi efektivitas pengendalian seperti: kepadatan populasi, rentang umur untuk perhitungan matematik indikator entomologi kuantitatif : Kepadatan vektor, kapasitas vektor (CV), rerata laju inokulasi entomologi (EIR) dan stabilitas indek (SI).

2.2. Tempat dan Waktu

Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di daerah Kabupaten Penajam Paser Utara (tahap I) dan Kabupaten Kutai Kertanegara (tahap II) di Provinsi Kalimantan Timur.

Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan bulan Maret –Desember 2020.

2.3. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah dengan cross sectional untuk mengetahui nyamuk vektor, kepadatan dan habitatnya. Penelitian menggunakan rancangan observasional analitik.

2.4. Populasi dan Sampel

1. Populasi sasaran

Populasi penduduk dan semua nyamuk dan jentik nyamuk yang ada di daerah penelitian.

2. Sampel/Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah nyamuk dan jentik Anopehels spp di daerah penelitian.

3. Unit analisis

Unit analisis adalah individu dan nyamuk Anopehels spp serta keterwakilan wilayah ekologis dari habitat.

(20)

20 2.5. Besar Sampel

Sampel diambil secara purposive, yaitu pengambilan sampel secara non random dengan restriksi, peneliti memilih sampel berdasarkan pertimbangan kasus malaria dan lokasi ibukota baru.

2.6. Cara pemlihan/Penarikan Sampel.

Wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang terdiri atas para pejabat pengelola program malaria dan yang terkait di tingkat Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten, Puskesmas dan Masyrakat (tokoh masyarakat/kader/tokoh adat)

Untuk wawancara mendalam, jumlah informan berkisar 4—15 orang.

2.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Inklusi:

- Para pejabat dan staf pengelola program malaria di

provinsi/kabupaten/puskesmas dan masyarakat (kader malaria/tokoh masyarkat/tokoh adat)

- Semua jenis nyamuk dan larva Anopheles spp yang tertangkap pada wilayah ekologis.

Eksklusi:

- Para pejabat lintas program dan sektor di provinsi/kabupaten/puskesmas yang tidak terkait dengan program pengendalian penyakit menular.

- Semua nyamuk dan larva yang tidak dapat diketahui spesiesnya

2.8. Variable dan Definisi Operasional

Variabel

1. Variabel bebas (independent) adalah Pengendalian vektor terpadu.

2. Variabel terikat penelitian ini adalah kasus malaria, kepadatan dan rentang umur vektor malaria, kapasitas vektor/ Vector Capacity (VC) rerata laju inokulasi entomologi/

entomological inoculation rate (EIR) dan stabilitas indeks (SI), kepadatan jentik.

3. Variabel tak terkendali penelitian ini adalah suhu, kelembaban, curah hujan dan kelembaban.

(21)

21 Definisi Operasional

1. Kasus malaria adalah penduduk yang sampel darahnya positif mengandung

Plasmodium dengan pemeriksaan menggunakan slide darah pewarnaan giemsa atau

RDT (Rapid Diagnostic Test) malaria. Skala data: nominal.

2. Kepadatan vektor adalah jumlah nyamuk ditangkap hinggap dan mengigit orang, serta istirahat di dalam rumah atau di habitat alami diluar rumah, maupun buatan, dihitung dengan satuan nyamuk/orang/jam. Skala data: rasio.

3. Umur vektor diprediksikan persen jumlah nyamuk tertangkap sudah bertelur (parous) dibanding dengan jumlah nyamuk diperiksa ovariurnnya. Skala data: rasio.

4. Penentuan sporozoit Plasmodium adalah metode untuk mengukur adanya sporozoit

Plasmodium pada bagian kepala dan thorak: nyamuk, dengan menggunakan metode

PCR. Skala data: nominal.

5. Pengukuran preferensi hospes (pakan darah) adalah suatu metode untuk menghitung proporsi nyamuk yang menghisap darah manusia. Skala data: nominal

6. Kapasitas vektorial adalah kemampuan nyamuk menjadi vektor malaria, ditentukan dengan formula standar. Skala data: rasio.

𝑉𝐶 =

ma2pn

− log′° p

p = √𝑑

𝑏

Keterangan :

m : Kepadatan vektor (per org, per malam)

a : Kebiasaan menghisap darah manusia (HBI = Human blood Index) p : Kemungkinan atau perkiraan lama kehidupan nyamuk

n : Lama siklus sporogonik d : Parity rate (parous index) b : Siklus gonothropik

Entomological Inoculation Rate adalah laju percepatan penularan, dihitung

berdasarkan rumus:

h = m.a.s

Keterangan :

(22)

22 m : kepadatan

a : kebiasaan menghisap darah manusia s : sporozoit rate

7. Stability Index dihitung berdasarkan rumus:

𝑆𝐼 =

𝑎

−𝑙𝑜𝑔. 𝑝

P = 𝑏

√𝑑

Keterangan :

a : Kebiasaan menghisap darah manusia

p: Kemungkinan/perkiraan lama kehidupan nyamuk d: Parity rate/parous index

b: Siklus gonotropik

8. Kepadatan jentik adalah jumlah per ciduk (volume 350 ml/orang). Skala data: rasio 9. Suhu adalah kondisi udara (panas atau dingin) yang diperoleh melalui pengukuran

dengan menggunakan termometer ruangan. Satuan adalah ⁰C. Skala data : interval. 10. Kelembaban adalah jumlah uap air yang terkandung dalam udara yang diperoleh

melalui pengukuran dengan menggunakan alat Hygrometer. Satuan adalah persen (%). Skala data: rasio.

Curah hujan adalah banyaknya hujan yang tercurah di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (minggu/bulan/tahun) dan diukur dalam milimeter. Skala data: rasio

2.9. Instrument dan Cara Pengambilan Data

Instrumen Pengumpulan Data

a. Bahan dan alat pengumpulan data kasus malaria

Bahan dan alat pemeriksaan parasit malaria digunakan mikroskop untuk memperoleh data diagnosis kasus positif Plasmodium di laboratorium.

b. Bahan dan alat penangkapan jentik dan nyamuk untuk memperoleh informasi tentang spesies Anopheles, kepadatan populasi, rentang umur relatif, dan data-data pendukung untuk menentukan VC, EIR, SI, uji PCR untuk penentuan kandungan sporozoit dan analisis pakan darah.

(23)

23 Cara Pengambilan Data

a. Tahap Persiapan

Sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan penulisan proposal dan protokol, pengajuan ethical clearance ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan perijinan penelitian ke Kantor Kesbanglinmas Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara. Selanjutnya perijinan dan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat.

Pengumpulan data sekunder dilakukan di Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten dan Puskesmas. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Data yang dikumpulkan yaitu:

1. Data Kasus Malaria 5 Tahun terakhir 2. Kebijakan/regulasi mengenai Malaria 3. Sumber anggaran program malaria 4. Data Nyamuk malaria dan sebarannya 5. Data pengendalian vektor terpadu.

b. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian meliputi 2 tahap, sebagai berikut:

a) Penelitian Entomologi.

Survai entomologi meliputi penangkapan nyamuk malam dan pagi hari serta survai jentik Anopheles di setiap perairan yang berpotensi sebagai habitat perkembangbiakan jentik, untuk mendapatkan data bionomik (jenis habitat perkembangbiakan, jenis vector, kesukaan menggingit, tempat resting, parity rate, sporozoite rate), habitat perkembangbiakan, untuk mendapatkan data bionomik dan fauna spesies Anopheles, serta sporozoit indeks.

b) Indepth Interview atau wawancara mendalam

Kegiatan wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui “gap” mengenai pengendalian vektor malaria yang dilakukan oleh program. Wawancara mendalam dilakukan kepada Dinas Kesehatan (Kepala Dinas, Kabid P2, Kasie P2M dan Pengelola Program Malaria) dan Puskesmas (Kepala Puskesmas, Pengelola Program malaria) dan Mayarakat (tokoh masyarakat/kader/tokoh adat)

(24)

24 Cara Pengumpulan Data

1. Penentuan lokasi penelitian

Penentuan lokasi penelitian yaitu kecamatan endemis malaria. Untuk selanjutnya tim peneliti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota dan puskesmas setempat untuk menentukan 2 desa dalam kecamatan untuk dipilih sebagai daerah penangkapan nyamuk. Setelah lokasi penelitian diperoleh dilakukan penitikan dengan GPS.

2. Pengumpulan Data Primer

a) Cara kerja survai entomologi 7 1) Survei jentik nyamuk vektor malaria

Survei jentik dilakukan oleh Tim peneliti. Kegiatan dilakukan di semua tipe perairan yang berpotensi sebagai habitat jentik Anopheles, misal: kolam, genangan air di lokasi penelitian. Diperiksa keberadaan jentik Anopheles digunakan ciduk (diper) volume 350 ml, sebanyak 10-25 kali cidukan. Jentik yang ditemukan dihitung dan dikumpulkan ke dalam tabung, kemudian diberi label, setiap 1 tipe habitat menggunakan 1 tabung, sampel jentik dibawa ke laboratorium lapangan, jentik yang didapat dipelihara hingga menjadi nyamuk, untuk memudahkan identifikasi spesiesnya. Diusahakan semua jentik Anopheles spp bisa tumbuh kembang menjadi nyamuk. Identifikasi vektor Anopheles sp mengacu pada pedoman identifikasi menurut O,connor8 dan Ramparatatikul.9

Identifikasi Anopheles dapat dilakukan dengan cara membius nyamuk menggunakan chloroform dan dilihat dengan bantuan mikroskop

dissecting.

2) Survei nyamuk.

Pengumpulan data nyamuk untuk mengetahui fluktuasi, keragaman, pembedahan dan potensi nyamuk sebagai vektor malaria.

Kegiatan penangkapan nyamuk dilakukan oleh kader penangkap nyamuk. Sebelumnya kader diberikan penjelasan dan persetujuan (inform consent) sebelum penelitian mengenai hak, kewajiban dan perannya dalam penelitian. Ketika kader setuju, maka inform consent akan diberikan untuk di tanda tangani dan bersedia mengikuti penelitian. Kader yang bersedia ikut dalam penelitian akan dijelaskan dan dilatih mengenai prusedur penangkapan nyamuk dengan metode landing collection atau umpan hinggap di kaki pengumpan. Pengumpulan data kepadatan populasi

(25)

25

nyamuk dilakukan dengan penangkapan di rumah penduduk yang sebelumnya sudah dimintakan izin oleh tim peneliti. Kegiatan penangkapan nyamuk meliputi:

1. Penangkapan malam hari (18.00 - 06.00).

a. Penangkapan nyamuk menggunakan alat aspirator dan paper

cup. Penangkapan nyamuk hinggap pada kaki/tangan petugas

pengumpan sekaligus penangkap nyamuk. Dilakukan di dalam rumah di dalam (landing indoor) maupun di luar rumah (landing

outdoor) oleh 6 orang petugas (3 orang di dalam dan 3 orang di

luar rumah). Penangkapan nyamuk dibagi 2 shift. Shift pertama 1 dimulai dari pukul 18.00 – 24.00 dan shift kedua dari pukul 24.00 – 06.00. Penangkapan nyamuk malam dilakukan sebanyak 2 malam/trip. Jarak antar penangkapan nyamuk ke penangkapan nyamuk berikutnya yaitu 1 hari, jadi misalnya penangkapan nyamuk dilakukan di hari ke 1, maka penangkapan berikutnya di hari ke 3.

b. Penangkapan nyamuk istirahat di dalam rumah atau sekitar kandang temak sapi, dilakukan oleh seorang petugas se!ama 15 menit setiap jam, di setiap rumah/kandang sapi.

2. Penangkapan pagi hari (06.00 - 08.00)

Penangkapan nyamuk pagi hari dilakukan oleh tim peneliti. Alat yang digunakan yaitu swap net (perangkap jaring), aspirator dan paper cup. Penangkapan nyamuk istirahat di dalam rumah atau bangunan lain (dilakukan oleh 2 orang), masing-masing petugas melakukan penangkapan nyamuk di dalam 8 rumah selama 15 menit/rumah.

Penangkapan nyamuk istirahat di habitat aslinya dilakukan 2 orang tim peneliti. Penangkapan dilakukan pada rerumputan/vegetasi, tebing sungai, saluran irigasi dan selokan. Penangkapan nyamuk istirahat di dalam/di sekitar kandang temak, dilakukan oleh 1 orang peneliti. Penangkapan dilakukan di beberapa kandang di daerah penelitian selama 15 menit/kandang. Nyamuk tertangkap diidentifikasi sampai spesies.

3. Cara kerja penentuan umur nyamuk 10, 11

Pembedahan nyamuk dilakukan oleh tim peneliti yang sudah terlatih. Alat yang digunakan yaitu jarum seksi, objek glass (kaca preparat) dan

(26)

26

mikroskop dissecting. Nyamuk Anopheles tertangkap disiapkan untuk dibedah, diletakkan di atas kaca preparat telah ditetesi air (bagian perut nyamuk sebelah kanan). Tangan kiri jarum seksi ditusukkan kebagian dada (untuk menahan tubuh nyamuk agar tidak bergerak). Jarum seksi ditangan kanan menarik (dua sisi ruas perut ke VII) disobek sedikit dan ujung abdomen ditarik perlahan-lahan hingga indung telur dan isi perut keluar. Pisahkan indung telur dari isi perut, kemudian dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan telur. Pemeriksaan parous atau nulliparous digunakan mikroskop pembesaran 40 kali. Bila ujung trakeola masih menggulung, berarti nyamuk belum pemah bertelur atau nulliparous, sedangkan sudah membuka (tidak menggulung) menunjukkan bahwa nyamuk sudah pernah bertelur atau parous.

b) Cara kerja uji PCR untuk penentuan sporozoit Plasmodium 12 Ekstraksi DNA

Pengujian dilakukan oleh tim peneliti. Bahan dasar ekstraksi DNA pada sampel nyamuk hanya menggunakan bagian kepala dan toraks. Hal ini dimaksudkan agar Plasmodium yang terdeteksi adalah Plasmodium tahap sporozoit (Bass et al. 2008). Prosedur ekstraksi mengikuti protokol GenJet Genomic DNA Purification Kit (Thermo Scientific), kecuali pemakaian Proteinase K dikurangi separuh (10 μl) dari protokol (20 μl). Pengurangan ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Proteinase K 20 μl diperuntukkan bagi 20 mg sampel jaringan mamalia, sedangkan berat 20 organ kepala dan toraks nyamuk tidak > 10 mg. Ekstraksi DNA menggunakan sistim individu (satu pool berisi satu organ kepala hingga toraks dari satu individu nyamuk, berlaku untuk spesies yang memiliki anggota < 10 individu) dan komposit (satu pool berisi minimal 2 dan maksimal 20 organ kepala dan toraks dari spesies sama, berlaku untuk spesies yang memiliki anggota > 10 individu). Kedua sistim ekstraksi tersebut menggunakan prosedur dan komponen sama, seperti dalam protokol GenJet Genomic DNA Purification Kit (Thermo Scientific). DNA hasil purifikasi disimpan pada suhu -20 °C apabila tidak segera diproses untuk analisis selanjutnya.

(27)

27 Primer

Primer untuk deteksi

sporozoit

Plasmodium sp. di sampel DNA

nyamuk mengacu Patsoula et al. (2003), terdiri atas tiga jenis, yaitu (1) PL3

(5’-ATG GCC GTT TTT AGT TCG TG-3’); (2) PL4 (5’-GGA AAC GGT

ACG ATA AGC CA-3’); dan (3) PL5 (5’-ACG CGT GCA GCC TAG TTT

AT-3’), diproduksi oleh MWG Biotech (High Point, NC). Primer tersebut

didesain berdasarkan sekuens gen small-subunit ribosomal RNA

(ssu-rRNA) P. vivax dan P. falciparum pada database GenBank dengan

accession numbers (AN) U03080 dan M19173. Primer PL3

mengamplifikasi sekuens yang umum untuk gen rRNA P. falciparum

(nukleotida 1390–1409, AN U03080) dan P. vivax (nukleotida 1427–1446,

AN M19173), sedangkan PL4 dan PL5, masing-masing sebagai primer

spesifik P. vivax (nukleotida 1636–1655, AN U03080) dan P. falciparum

(nukleotida 1753–1772, AN M19173). Dengan aplikasi metoda single step

(multiplex-PCR), primer PL3 bersama PL4 dihasilkan produk spesifik 266

pb untuk P. vivax, sedangkan dengan primer PL3 dan PL5 dihasilkan

produk spesifik 346 pb untuk P. falciparum (Patsoula et al. 2003).

Amplifikasi DNA

Komposisi reaksi PCR untuk amplifikasi DNA Plasmodium sp. pada

sampel DNA genom nyamuk adalah seperempat (25 μl) dari volume akhir

(100 μl) dalam Patsoula et al. (2002), terdiri atas 12,5 μl mix PCR, 4,5 μl

ddH

2

O, 1 μl untuk masing-masing primer (PL3, PL5, dan PL5), dan 5 μl

template DNA. Dalam uji PCR digunakan kontrol positif (P. falciparum

3D7) dan negatif dari Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Vektor dan Reservoar Penyakit (BBPPVRP) Salatiga.

Kondisi optimum untuk amplifikasi DNA Plasmodium adalah

predenaturasi 5 menit pada suhu 94 °C; denaturasi, annealing dan ekstensi

masing 94 °C, 55,5 °C, dan 72 °C dengan lama waktu

masing-masing 30 detik; dan elongasi 10 menit pada suhu 72 °C, dengan jumlah

siklus 40 kali.

(28)

28

Elektroforesis dan visualisasi hasil

Penentuan sampel nyamuk positif sporozoit Plasmodium sp.

didasarkan hasil elektroforesis, yang menggunakan agarosa 2% dan

ethidium bromida. Elektroforesis dilakukan dengan me-masukkan 5 μl

produk PCR ke dalam sumuran, kecuali sumuran 1 dimasukkan 3 μl DNA

ladder sebagai marker (100−1500 pb). Proses running elektroforesis

berlangsung 60 menit dengan 80 volt. Hasil elektroforesis diamati dengan

UV Transilluminator untuk melihat kemunculan pita DNA. Dalam

penelitian ini digunakan kontrol positif untuk P. falciparum (346 pb).

Kemunculan pita DNA yang sejajar dengan pita DNA kontrol positif maka

sampel tersebut dinyatakan positif mengandung sporozoit P. falciparum.

Sebaliknya, bila posisi pita DNA < 346 pb maka sampel tersebut dipastikan

positif P. vivax (266 pb) karena primer yang digunakan hanya spesifik

mengamplifikasi pita DNA 346 pb―untuk P. falciparum dan 266

pb―untuk P. vivax (Patsoula et al. 2003).

c) Cara kerja pengumpulan data vektorial capacity (VC)13

Data VC dilakukan dengan melakukan pengukuran dan perhitungan sesuai dengan formula standar WHO seperti kepadatan nyamuk tersangka vektor, umur nyamuk, (porous rate), HBI (human blood index), sedangkan siklus gonotrofik dan periode intrinsik parasit malaria, digunakan data sekunder. d) Cara kerja pengumpulan data EIR dan stability index (SI)14

Penentuan EIR dan SI menggunakan metode Onori dan Grab, yaitu menghitung rata-rata harian jumlah gigitan nyamuk positif yang menggit orang.

e) Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan dengan menggunakan alat ukur termohygrometer sedangkan curah hujan data sekunder dari BMKG. f) Pemetaan survei jentik

Pemetaan dilakukan oleh tim peneliti. Pemetaan distribusi kasus malaria dilakukan dengan observasi wilayah yaitu menjelajahi seluruh wilayah dengan berjalan kaki untuk mencatat koordinat habitat nyamuk Anopheles, menggunakan alat GPS (Geographycal Position System) Garmin. Analisis spasial digunakan perangkat Sistem Inforrnasi Geografi (SIG).

g) Indepth Interview/Wawancara Mendalam dengan Pengelola Program

Wawancara mendalam dilakukan oleh tim peneliti. Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan wawancara

(29)

29

mendalam/indepth interview. Kegiatan wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui “gap” mengenai pengendalian vektor malaria terpadu yang dilakukan oleh program. Kegiatan wawancara mendalam dilakukan kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten, Puskesmas dan Masyarakat. Wawancara dilakukan seputar pengendalian malaria termasuk pengendalian vektor baik dari sisi manajemen, sumber daya manusia (SDM), Sarana dan Parasarana, Anggaran dan kebijakannnya. Kegiatan wawancara akan dilakukan dengan alat perekam (recorder).

Beberapa pertanyaan diantaranya adalah :

- Apakah pernah dilakukan pengendalian vektor malaria terpadu? - Apakah ada pelatihan terhadap pengendalian vektor di tingkat provinsi,

kabupaten, kecamatan, puskesmas maupun masyarakat? - Apakah terdapat sumber anggaran untuk kegiatan Malaria? - Bagaimana sistem pelaporan kegiatan Malaria?

h) Indepth Interview/Wawancara Mendalam dengan Masyarakat.

Kegiatan wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui “gap” mengenai pengendalian vektor malaria terpadu yang telah dilakukan oleh program dana pa yang telah dilakukan masyarakat serta keinginan masyarakat. Kegiatan wawancara mendalam dilakukan kepada tokoh masyarakat/kader/tokoh adat yang mengetahui mengenai malaria dan pengendaliannya

3. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder yaitu dengan mengumpulkan data kasus dalam jangka waktu 5 tahun terkhir berupa data kasus, kematian, dll yang di ambil dari data rekap e-sismal.

4. Pengumpulan data dari Web

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penulusuran secara daring berupa data kasus, referensi vektor, dll.

2.10. Manajemen dan Analisis Data

2.10.1. Manajemen Data

Data hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik

(30)

30 2.10.2. Analisis Data

a. Data Entomologi

Analisis data untuk menghitung kepadatan vektor malaria, umur, kapasitas vektor, EIR (Entomological Inoculation Rate) dan Stability Index dianalisis secara deskriptif.

Entomological Inoculation Rate adalah laju percepatan penularan, dihitung berdasarkan

rumus:

h = m.a.s

Keterangan :

h : laju percepatan penularan m : kepadatan

a : kebiasaan menghisap darah manusia s : sporozoit rate

Stability Index dihitung berdasarkan rumus:

𝑆𝐼 =

𝑎

−𝑙𝑜𝑔. 𝑝

P= 𝑏

√𝑑

Keterangan :

a : Kebiasaan menghisap darah manusia

p : Kemungkinan/perkiraan lama kehidupan nyamuk d : Parity rate/parous index

b : Siklus gonotropik

Kepadatan vektor malaria diperoleh berdasarkan perhitungan jumlah nyamuk yang menggigit/orang/jam (Man Hour Density = MHD).

𝑀𝐻𝐷 =

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑁𝑦𝑎𝑚𝑢𝑘 𝐴𝑛𝑜𝑝ℎ𝑒𝑒𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑔𝑘𝑎𝑝 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛

Kepadatan nyamuk yang hinggap di dinding pada malam hari dapat dihitung berdasarkan proporsi jumlah nyamuk yang ditangkap dan jumlah rumah yang disurvai. Umur nyamuk vektor malaria dihitung dengan menggunakan parous rate dari jumlah nyamuk yang diperiksa. Kapasitas vektor (CV) dihitung berdasarkan jumlah infeksi baru pada sekelompok penduduk yang terjadi per hari oleh suatu populasi nyamuk vector.

(31)

31

Rerata laju inokulasi entomologi (EIR) dihitung berdasarkan rata-rata harian jumlah gigitan nyamuk positif yang menggigit individu.

Kapasitas vektorial adalah kemampuan nyamuk menjadi vektor malaria,ditentukan dengan formula standar. Skala data: rasio.

𝑉𝐶 =

ma2pn

− log′° p

p = √𝑑

𝑏

Kepadatan jentik dihitung berdasarkan proporsi jumlah jentik yang tertangkap dengan jumlah cidukan.

𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐽𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘

10 𝑐𝑖𝑑𝑢𝑘𝑎𝑛

b. Data Indepth Interview

Analisis indepth interview akan dilakukan Triangluasi. Triangulasi data dilakukan melalui penggabungan informasi dari berbagai sisi baik dari metode, sumber/informan, maupun teori. Pengolahan dan analisis data kualitatif dilakukan secara manual oleh peneliti. Data hasil wawancara dalam pita rekaman (tape recorder) kemudian ditransfer dalam bentuk tulisan atau tabel. Selanjutnya data tersebut disusun dan dibuatkan matrik. Hasil dilakukan dengan cara analisis domain.

(32)

32

III. HASIL PENELITIAN

3.1.

Gambaran Umum

3.1.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan bagian integral dari wilayah Propinsi Kalimantan Timur yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara di Propinsi Kalimantan Timur. Secara administratif pemerintahan terbagi dalam 4 kecamatan, 24 kelurahan dan 30 Desa.

Gambar 5. Peta Geografis Kabupaten Penajam Pasir Utara

Wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara terletak antara 00⁰54’78” – 0130’00” Lintang Selatan dan 116o7’40.54” Bujur Timur. Mencakup 4 (empat) Wilayah Kecamatan. Yaitu Kecamatan Babulu, Kecamatan Waru, Kecamatan Penajam dan Kecamatan Sepaku. Sedangkan batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Penajam Paser Utara adalah

(33)

33

sebagai berikut: Sebelah Utara : Kecamatan Loa Kulu dan Kecamatan Loa Janan Kabupateen Kutai Kartanegara Sebelah Timur: Kecamatan Semboja Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Balikpapan dan selat Makasar. Sebelah Selatan: Kecamatan Longkali Kabupaten Pasir dan Selat Makasar. Sebelah Barat: Kecamatan Bongan Kabupaten Kutai Barat dan Kecamatan Longkali Kabupaten Pasir.

Total Luas wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara adalah 313.560 Ha, 3,060.82 Km2 wilayah berupa Daratan dan 272.24 Km2 berupa Lautan. Secara umum, sebagian besar wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara belum terolah dan dibudidayakan pemanfaatannya. Dari data penggunanan lahan tahun 2005 terlihat bahwa 60% dari luas areal yang ada masih berbentuk hutan lebat. Sedangkan lahan yang sudah dimanfaatkan masing-masing adalah; pemukiman sebesar 0.9%, sawah 1.5%, pertanian tanah kering 3.43%, perkebunan 3.9%, tambak 0.23% dan industri 0.09%.

Wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara terdiri dari wilayah daratan dan perairan laut. Wilayah perairan laut terbesar ditiga kecamatan yaitu kecamatan Babulu, Waru dan Penajam dimana ketiga kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan selat Makasar. Tinjauan dari aspek hidrologi terhadap Kabupaten Penajam Paser Utara menunjukkan bahwa keberadan sistem drainase yang belum memadai menyebabkan banyaknya area genangan berupa rawa-rawa. Sementara itu, di beberapa wilayah pesisir terjadi kecenderungan meningkatnya abrasi pantai oleh air laut. Karena itu untuk menjaga kelestarian ekosistem wilayah pesisir, maka pengelolaan hutan bakau (mangrove) perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat.

Berdasarkan kajian data lklim pada masing-masing kecamatan dapat diketahui bahwa rata-rata hari hujan di Kabupaten Penajam Paser Utara adalah 10 hari perbulan dengan curah hujan rata-rata sebesar 230 mm perbulan. Sedangkan curah hujan diatas 300 mm perbulan terjadi antara bulan Desember sampai dengan Februari. Curah hujan 100 – 300 mm per bulan pada umumnya terjadi pada bulan Maret sampai bulan juni, dan pada bulan juli sampai bulan Oktober.

Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara, sebagai Kabupaten yang baru berdiri, mulai menggali potensi wilayah berupa pengelolaan sumber daya alam yang tersedia. Kegiatan yang paling besar menyerap dan membutuhkan tenaga kerja adalah sektor kehutanan dan perkebunan. Pemanfaatan potensi hutan, pembukaan areal hutan tanaman industri, pembukaan perkebunan karet maupun kelapa sawit baik dikelola oleh perusahaan swasta, kelompok tani maupun perorangan. Serta pemanfaatan dan pembukaan lahan oleh masyarakat untuk lahan pertanian dan perikanan.

(34)

34

Terbukanya lahan pekerjaan yang begitu luas, membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan tidak terpenuhi oleh tenaga yang ada di Kabupaten Penajam Paser Utara sendiri. Kekurangan tenaga kerja diantisipasi oleh Perusahaan–perusahaan, usaha kelompok maupun perorangan yang ada, dengan merekrut tenaga dari luar wilayah Kalimantan Timur, terutama untuk tenaga produksi, mulai dari penebangan, pembibitan, penanaman dan perawatan. Tenaga kerja yang diambil merupakan pekerja yang tidak memerlukan pendidikan tinggi ataupun keahlian khusus. Mereka berasal dari Jawa, Sulawesi, NTT, NTB, Kalsel, Kalteng, Kalbar, dan lain–lain.

Kabupaten Penajam Paser Utara, masih dikenal sebagai wilayah endemis malaria di Kalimantan Timur. Tahun 2010 hingga 2012, wilayah ini masih berstatus endemis tinggi dengan API > 5 / 1.000 penduduk. Tahun 2013 – 2016 turun menjadi wilayah endemis sedang dengan API 1 - 5 / 1.000 penduduk. Dengan dibukanya banyak lapangan pekerjaan pada sektor kehutanan dan perkebunan, serta banyaknya rekrutmen tenaga dari luar yang juga berasal dari wilayah yang masih merupakan kantong – kantong malaria dari daerah asalnya, menyebabkan di tahun 2017 ini API Kabupaten Penajam Paser Utara meningkat menjadi > 5 / 1.000 penduduk.

Ditambah lagi dengan banyaknya kasus- kasus di wilayah perbatasan, lokasi yang sulit dijangkau di sekitar pegunungan Meratus yang berbatasan dengan Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai Kertanegara. Pekerja musiman yang sulit dipantau yang datang dari luar wilayah, tingkat pendidikan dan pengetahuan para pekerja yang kurang, pencegahan malaria yang tidak tepat, penggunaan obat malaria yang dilakukan oleh pekerja atas kebiasaan mereka, obat – obat malaria yang dijual bebas, masih ada pengobatan malaria secara klinis tanpa didahului oleh pemeriksaan laboratorium, tingkat kepedulian masyarakat terhadap pencegahan dan penanggulangan penyakit malaria masih rendah, anggapan sebagian masyarakat bahwa sudah biasa kalau bekerja di hutan akan terkena malaria serta belum terfikirkan oleh mereka dampak dari penyakit malaria terhadap kesehatan dan ekonomi mereka.

Dalam 5 ( lima ) tahun terakhir, penderita malaria yang ada di Kabupaten Penajam Paser Utara, sebagian besar memilih berobat ke Fasyankes yang terdekat dengan lokasi pekerjaan mereka, baik Puskesmas maupun Klinik Swasta yang telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten, yaitu: Puskesmas Sotek, Maridan, Sepaku I, Sepaku III, Petung, Klinik PT. IHM, Klinik PT. Fajar Surya Swadaya dan Klinik Dio Ratu. Di Tahun 2017, dari 933 kasus yang tercatat, 90 % berasal dari areal PT. Fajar Kabupaten Paser dan Bongan, Kabupaten Kutai Barat.

(35)

35

Pada Tahun 2018, jumlah kasus yang tercatat telah mencapai 1.167 kasus malaria positif dan telah dilakukan pengobatan. Mereka adalah para pekerja yang memanfaatkan kayu sisa yang tidak diambil oleh perusahaan, kayu ulin, dan biasanya mereka bekerja sore hingga sepanjang malam, total sebanyak 85 % kasus malaria. Sedangkan 15 % kasus malaria yang lain adalah para peladang, pekebun yang membuka lahan di areal hutan di Km. 18 arah Bongan dan arah Muara Toyu. Dari asal pekerja, ± 35% berasal dari Kab. Penajam Paser Utara dan ± 65% berasal dari Luar Kabupaten, bahkan dari Luar Propinsi.

Transportasi akses para pekerja di wilayah perbatasan memanfaatkan akses jalan yang berada di 3 ( tiga ) Kabupaten. Melalui jalan Bongan Kutai Barat ± 10 %, Muara Toyu yang melewati Kecamatan Waru ± 10 %, dan para pekerja paling banyak melalui jalan Bongan menuju ke Wilayah Kelurahan Sotek Kecamatan Penajam ± 80 %, karena jalan ini yang paling dekat dan kondisi jalan selalu diperbaiki karena tempat keluar masuknya aktivitas beberapa perusahaan yang beroperasi di sana untuk pengapalan hasil industri perusahaan sekaligus tempat pelabuhan pengapalan. Dan untuk akses transportasi ke arah Banjarmasin, Kalimantan selatan. Bahkan jika kondisi hujan, hampir 100 %, para pekerja melalui jalan Bongan – Sotek.

(36)

36 Tabel 1:

Data Kasus Malaria di Kabupaten PPU

NO PUSKESMAS Tahun 2014 2015 2016 2017 2018 1 Semoi II 46 19 3 33 20 2 Sotek 227 172 429 435 346 3 Maridan 148 101 66 204 79 4 Sepaku I 58 46 50 87 124 5 Sepaku III 48 9 13 21 37 6 Petung 25 13 38 73 75 7 Babulu 28 10 22 31 39 8 Waru 36 8 15 42 37 9 Penajam 2 0 0 0 0 10 Gunung Intan 0 1 33 0 12 11 Sbk Jaya 0 0 9 7 3 12 PPU 618 379 678 933 1.167 API 3,0 2,05 4,05 4,5 7,3

Sumber : Data Sekunder (Dinkes PPU)

3.2. Fauna Anopheles spp di Kabupaten Penajam Paser Utara

Data tidak bisa di dapatkan karena mengalami efesiensi anggaran sebelum pengumpulan data (surat pembatalan kegiatan terlampir)

3.3. Inkriminasi vektor malaria di di Kabupaten Penajam Paser Utara

Data tidak bisa di dapatkan karena mengalami efesiensi anggaran sebelum pengumpulan data

3.4. Karakteristik habitat perkembangbiakan vektor malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara

Data tidak bisa di dapatkan karena mengalami efesiensi anggaran sebelum pengumpulan data

3.5. Identifikasi perilaku vektor malaria berupa aktivitas menggigit dan perilaku istirahat Anopheles spp di Kabupaten Penajam Paser Utara

Data tidak bisa di dapatkan karena mengalami efesiensi anggaran sebelum pengumpulan data

(37)

37

3.6. Perhitungan nilai indikator entomologi kuantitatif (Index entomologi): Kepadatan vektor (MHD dan MBR) kapasitas vektor (CV), rerata laju inokulasi entomologi (EIR) dan stabilitas indek (SI) vektor malaria di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Data tidak bisa di dapatkan karena mengalami efesiensi anggaran sebelum pengumpulan data

3.7. Identifikasi upaya pengendalian vektor yang sudah dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Paser Utara di wilayah rencana ibukota negara.

3.7.1. Program malaria di Tingkat Masyarakat

Data tidak bisa di dapatkan karena mengalami efesiensi anggaran sebelum pengumpulan data

3.7.2. Program malaria di Tingkat Puskesmas

Data tidak bisa di dapatkan karena mengalami efesiensi anggaran sebelum pengumpulan data

3.7.3. Program malaria di Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Pasir Utara

Data tidak bisa di dapatkan karena mengalami efesiensi anggaran sebelum pengumpulan data

3.7.4. Program malaria di Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel

c. Pengetahuan tentang pengendalian vektor terpadu (

integrated

vektor management)

Peningkatan kapasitas petugas, distribusi dan pengadaan kelambu berinsektisida, sosialisasi program eliminasi malaria serta Indoor Residual

Spraying (IRS), merupakan beberapa program malaria yang dilakukan di

tingkat Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada 4 orang informan yang berhubungan dengan pelaksanaan program malaria di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Kelemahan pada kegiatan ini yaitu tidak dapat melakukan triangulasi kepada tingkat pelaksana didaerah, karena wawancara hanya dilakukan pada tingkat provinsi.

3.7.5. Pengetahuan tentang pengendalian vektor terpadu (

integrated vektor

management)

Pengetahuan tentang malaria meliputi penyebab, gejala, cara penularan dan cara pencegahan. Berdasarkan hasil wawancara kepada 4 responden diketahui. Semua informan sudah memahami penyebab malaria,

(38)

38

namun jawaban yang diberikan kurang tepat, sesuai dengan jawaban salah satu responden

...” Malaria merupakan penyakit tular vektor, penyakit menular karena vektor yang disebabkan oleh nyamuk. Parasit atau.. Plasmodium.” (Informan 2).

Semua informan mengetahui gejala, malaria berhaya dan menular

...”Gejalanya malaria seperti demam menggigil, kemudian pusing, lokal spesifik juga. Ada beberapa spesies yang menimbulkan kematian, kemudian menimbulkan malaria berat sampai menyerang keotak.” (Informan 4).

Semua informan mengetahui cara penularan dan pencegahan malaria

...”Menular melalui gigitan nyamuk. Menghindari dari gigitan nyamuk.”

(Informan 2). ...”Pencegahannya, Jangan digigit sama nyamuknya,

menghindari daerah yang endemis, menggunakan obat anti nyamuk, menggunakan kelambu berisektisida terutama bagi ibu hamil dan anak-anak di wilayah endemis itu untuk mencegah paling tidak mereka tidak tergigit...”

(Informan 1).

Semua informan pernah mendengar tentang pengendalian vektor terpadu, dari sosialisasi Subdit Vektor Kementerian Kesehatan, namun informasi yang diterima sudah lama, seperti yang dikatakan oleh salah satu infoman

...”Pernah. Kalau yang awal-awal dari sosialisasi di Kemenkes. Sudah lama banget, 2009 atau 2010, karena sudah terlalu biasa ya kata-kata itu bukan suatu yang baru lagi, kayanya setiap kali ada pengendalian vektor pasti pengendalian itu terpadu jadi bukan sesuatu yang spesifik. tahun 2010 yang menyampaikan dari Subdit vektor.” (informan 4).

Pengetahuan informan terhadap pengendalian vektor terpadu rata-rata informan sudah memahami apa yang dimaksud dengan pengendalian terpadu seperti yang dikatakan informan pada tingkat pelaksana yaitu

(39)

39

...”Kalau seingat saya adalah pengendalian vektor, istilahnya jadi mengendalikan vektor nyamuk itu bisa untuk semua penyakit yang berbasis vektor nyamuk bisa malaria, DBD, Filaria, kemudian cara pengendaliannya juga terpadu jadi antara biologi, kimia dan fisik itu dikerjakan secara bersama-sama. Biologi itu dengan bakteri misalnya yang rodinhibitor, kalau fisik dengan merubah lingkungan atau memodifikasi lingkungan supaya tidak bisa menjadi tempat tinggal atau tempat berkembangbiak nyamuk, kalau kimia fooging, larvasida.” (Informan 4).

Sedangkan pada tingkat pengambil keputusan, menyebutkan pengendalian vektor terpadu harus melibatkan semua pihak

...”Namanya terpadu artinya semua pihak harus terlibat tidak hanya pemerintah dan tentunya juga pada semua itu pemahaman yang saya tangkap mungkin tidak sesuai seperti yang dimaksud tapi namanya terpadu kita semua pihak harus terlibat stacholders bukan orang kesehatan saja...”

(Informan 1).

Informasi atau sosialisasi tentang pengendalian vektor terpadu (integrated vektor management) secara khusus tidak pernah informan, namun terdapat dalam materi sosialisasi program eliminasi malaria, seperti yang dikatakan oleh informan berikut

...”Nggak, vektor jarang sekali pertemuan, kalau per program iya, jadi misalnya malaria mengundang nanti ada pembicara vektornya, tapi kalau vektor sendiri jarang sekali mengundang dinas...” (Informan 4). ...”Malaria belum ada pertemuan khusus, nggak pernah ada, tapi lebih kearah kebijakan, bukan teknis untuk bagaimana pengendalian vektor terpadunya sendiri.” (Informan 2).

Rata-rata semua informan mengetahui tentang program eliminasi malaria

...”Jadi pencapaian eliminasi malaria itu kan dengan syarat 3 tahun berturut-turut, 1 wilayah itu APInya <1 kemudian 3 tahun berturut-turut tidak pernah ada kasus indegenous disitu terus targetnya 2030 kalau tidak salah.”

(40)

40

malaria satu wilayah. Syaratnya tidak boleh ada penularan setempat selama 3 tahun berturut-turut, PR, sama APInya harus dibawah 1.” (Informan 4).

3.7.6. Pelaksanaan

Kegiatan pengendalian vektor terpadu (integrated vektor

management)

Program yang pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur dalam pengendalian vektor terpadu pada tingkat pengambil kebijakan yaitu peningkatan kapasitas petugas, pendistribusian dan pengadaan kelambu berinsektisida

...”Meningkatkan kapasitas petugas dan juga kemampuan daerah untuk bisa pengendalian itu dan beberapa yang lain juga melakukan pencegahan-pencegahan terutama pendistribusian kelambu yang dari pusat, sebelumnya kami juga pernah mengadakan pembagian kelambu memang didistribusikan kepada sasaran yang memang harus, terutama tadi rumah tangga yang ada bayi dan ibu hamilnya di daerah-daerah yang baik yang merah maupun yang kuning.” (Informan 1).

Pada tingkat pelaksana, program yang pernah dilakukan yaitu sosialisasi, larvasidasi dan IRS serta menimbun rawa-rawa dan meniadakan lubang-lubang yang terdapat ada genangan airnya, seperti yang dikatakan oleh informan berikut

...”Kami cuma sosialisasi, terus karena kami ada anggaran dekon jadi lebih ke arah kabupaten seperti PPU dan paser kami arahkan untuk IRS.”

(Informan 2). ...”Fisik sama kimia dilakukan, cuma kalau biologinya belum.

kalau fisik menimbun rawa-rawa, meniadakan lubang-lubang yang ada airnya ini sudah lama dilakukan, kalau kimia larvasidasi, IRS. (Informan 4).

Kerjasama Program yang pernah dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi dengan pihak ke 3 yaitu dengan Global Fund, pengambil keputusan menyebutkan bahwa ada kerjasama CSR namun pada tingkat pelaksana mengatakan kerjasama dengan perusahan hanya berupa advokasi

...”program ini juga kan dibantu pembiayaannya dari Global fund. Ada beberapa juga dari CSR ada kegiatan-kegiatan mengenai itu karena punya kepentingan terutama kepada pekerjanya dan juga kepada lingkungan

(41)

41

disekitarnya...” (Informan 1). ...”kerjasama dengan perusahaan, misal perusahaan ada kasus melapor ke kami untuk pengendalian vektor terpadu sendiri itu dari perusahaan kita lebih cenderung ke advokasi...” (Informan 2). ...”selain global fund nggak ada, kalau kabupaten mungkin.” (Informan 4).

Faktor pendukung program pengendalian vektor terpadu yang dilakukan di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur yaitu adanya buku panduang yang menjadi dasar dalam pelaksanaan vektor terpadu dan adanya grup WA untuk sarana komunikasi

...”Kalau selama ini yang saya tau selama saya menjabat distribusi kelambu itu langsung ke kabupaten, nah yang ada disini pun hanya untuk proper provinsi aja, jadi mereka langsung dari kementerian itu langsung droping ke kabupaten-kabupaten. Buku panduan ada kami sebarin dan memang sekarang kami lebih cenderung lewat ini aja, paperless kirim langsung ke grup WA yang khusus malaria.” (Informan 2).

Kebijakan/komitmen/regulasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pengendalian vektor terpadu belum ada, namun untuk program eliminasi malaria sudah pernah dilakukan pertemuan kesepakatan bersama para bupati untuk menyepakati wilayahnya bebas malaria dan sedang dalam proses pembuatan peraturan Gubernur

...”Kalau secara tertulis belum ada, kaya SK itu belum ada. Itu sedang dalam proses, Draft pergub kami sedang membuat, kamaren baru habis pertemuan kesepakatan dengan semua bupati untuk menyepakati bahwa semua kabupaten harus eliminasi malaria sebelum tahun yang ditetapkan otomatis sebelum propinsi, kami sudah melewati tahap itu jadi kalau itu sdh selesai tinggal proses tandatangan kesepakatannya kami akan buat draft pergub.”

(Informan 4). ...”Kami baru berkomitmen bersama Rakor 2019 di Balikpapan

dengan pak Wagub kita kesepakatan bersama untuk propinsi dan 5 kabupaten yang tinggi kasusnya itu kesepakatan Bupati dengan Gubernur. Belum, Ini kami masih proses membuat perbup terkait malaria...” (Informan

2).

Tidak ada Anggaran khusus untuk pengendalian vektor terpadu (integrated vector management) di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan

(42)

42

Timur, anggaran diperuntukkan untuk program eliminasi malaria yang berasal dari dana dekon, GF dan APBD

...”Kami di APBD lebih ke arah eliminasi malarianya, kalau untuk vektornya tidak ada.” (Informan 2). ...”Iya yang ini semua dari Global Fun kalau dari prop dana Dekon kegiatan refresing mikroskopis, IRS, MBS. Nggak ada, adanya di propinsi IRS juga.” (Informan 4).

Ketersediaan SDM masih kurang, belum pernah ada tenaga yang khusus dilatih untuk pengendalian vektor terpadu, hanya pelatihan IRS, refresing program malaria, QE dan menilai crosschecker.

...”Nggak mengcover karena kami cuma punya 1 aja entomolog dan itu bukan entomolog dia belum fungsional entomolog, basic ilmunya aja entomolog. Ini menjadi salah satu kendala juga bagi kami, sudah beberapa kali pelatihan itu kan ada kriterianya untuk petugas labnya itu ada standartnya dan nilainya sepertinya kaltim belum mencapai itu.” (Informan

2). ...”Kalau vektor terpadu pelatihannya cuma terkait IRS, pernah...” (Informan 2). ...”Sering di Jakarta setiap tahun materi tentang refresing

program, QE, menilai croscekker kabupaten, yang mengadakan subdit malaria.” (Informan 4).

Tidak ada program khusus untuk pengendalian vektor terpadu yang dilaksanakan dalam 1 tahun terakhir oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, program yang dilaksanakan terkait program malaria yaitu advokasi dana desa, focus grup discution (FGD), pembagian kelambu masal, mikroplanning, pelatihan crosschecker kabupaten, pelatihan kader, pos untuk screening di jalan poros.

...”Advokasi dana desa, focus grup discution, pembagian kelambu masal, mikroplanning, pelatihan croscekker kabupaten, pelatihan kader. Inovasi dari dinas PPU dan teman2 di puskesmas karena melihat kasus malaria itu keluar masuknya lewat situ, lewat jalan poros itu, jd disitu dibikin pos untuk screening.” (Informan 4).

Pada program pembagian kelambu dan screening, terdapat kerjasama antar program di Dinas Kesehatan Provinsi antara program pemberatasan penyakit dengan program kesehatan keluarga yaitu untuk pembagian kelambu berinsektisida dan screaning pada Antenatal care (ANC).

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 5. Peta Geografis Kabupaten Penajam Pasir Utara

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukan sebagai berikut: (1) Latar belakang terbentuknya Paroki Kristus Raja Tugumulyo dan perjuangan umat Katolik dalam membangun dan membina iman

Pada proses ini, perusahaan pelayaran mengisikan data kontaknya yang kemudian akan disimpan dalam tabel user operator, sedangkan pemilik muatan akan... mengisikan data

Pasti sangat menyenangkan dan anak juga pasti bahagia bisa mengisi liburan yang bermakna bersama anda. Selamat liburan

Struktur kalimat-kalimat Kalimat sederhana di dalam bahasa Pantar Barat terdiri dari satu atau lebih dari satu kata kerja ditambah dengan kata pronomina yang menunjukkan peran-peran

Rasio molar minyak jelantah dan metanol memiliki pengaruh terhadap persen yield biodiesel yaitu semakin tinggi rasio molar umpan maka persen yield akan semakin

Selain itu, karena audit medis merupakan peer review maka dalam pelaksanaan audit medis wajib melibatkan Kelompok Staf Medis terkait, dan dapat pula

Setakat yang dibenarkan oleh undang-undang, tidak di dalam apa-apa keadaan Penganjur atau pegawai, pekerja, wakil dan/atau ejen (termasuk, mana-mana pembekal

Dengan pertumbuhan dari pasar modern yang terus meningkat dan jumlah dari pasar tradisional yang tetap dan tidak bertambah (tabel 3). Terkait dengan jumlah pasar