• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SYAIR TARI TRADISIONAL DALAM TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SYAIR TARI TRADISIONAL DALAM TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT ACEH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

33 * Staf Pengajar Seni, Drama, Tari dan Musik FKIP Universitas Syiah

Kuala

PENGARUH SYAIR TARI TRADISIONAL

DALAM TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT ACEH

Cut Zuriana, S. Pd. *

ABSTRACT

This writing describes “The Influence of Syair in Aceh Society Life”. Syair

tari tradisional contains much values in life. The values are as follow; (1) religious

value, (2) philsophy value, (3) etique value, (4) estetique value. The social life rugulary which descibebed in this writing is; (1) political regulation, (2) regulation of social culture, and (3) economy regulation. All the regulation can be understood accumulatively and cannot be separated in Aceh society life. By understanding the influence of Syair tari tradisional in Aceh society life, we can understand personality background, behaviour, action and Aceh society principle in society life. This study is described based on library study and direct observation on Aceh society. This study proved that in syair found much advices and values that related to (1) political regulation, (2) social culture regulation, and (3) Aceh society economy regulation. Keywords: Syair tari Tradisional, Aceh society

PENDAHULUAN

Syair tari tradisional merupakan syair atau nyayian yang didendangkan dalam setiap tari tradisional. Syair dalam tari tradisioanl ini didendangkan dalam bahasa Aceh. Oleh karena itu, syair-syair dalam tari tradisional Aceh memmpunyai kekhasan tersediri, yakni (1) syair tari tradisional Aceh didendangkan dalam bahasa Aceh, (2) syair tari tradisional Aceh mengisahkan tentang tatanan kehidupan masyarakat Aceh, (3) syair tari tradisional Aceh didendangkan dengan alat musik dan irama tradisional Aceh.

Oleh karena itu, syair tari tradisional Aceh dapat dikatakan juga sebagai sebuah sastra lisan yang mengisahkan tentang tatanan kehidupan dalam masyarakat Aceh. Dalam sastra lisan tersebut tentunya mengandung nilai-nilai yang disampaikan di dalamnya. Menyangkut nilai-nilai yang dikandung sastra lisan tersebut, biasanya berupa petuah-petuah yang berguna dalam mengarungi kehidupan.

Berbicara masalah nilai syair tari tradisional Aceh sangat berhubungan dengan perspektif masyarakat Aceh sendiri. Menurut Iskandar (dalam Harun, 2006:97)

mengatakan bahwa nilai berarti derajat, kualitas, mutu, taraf, sifat ketinggian pikiran, agama, kemasyarakatan, dan lain-lain.

Syair tari tradisional Aceh didendangkan atau dinyayikan dalam tari tradisional Aceh mengandung nilai yang variatif. Dengan syair tari tradisional Aceh, masyarakat Aceh membentuk pola pikir masyarakat yang akhirnya membentuk pola tingkah laku masyarakat itu sendiri. Hal tersebut didukung oleh Ambroise (dalam Mulyana,2004:23) bahwa nilai itu dapat dilacak dari tiga realita, yaitu pola tingkah laku, pola pikir, dan sikap. Oleh sebab itu, untuk mengetahui nilai-nilai dalam tatanan kehidupan sebuah masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 1. Nilai-nilai dalam Syair Tari Tradisional Aceh

Syair tari tradisional Aceh dalam masyarakat Aceh merupakan salah satu cara untuk memengaruhi pola pikir masyarakat. Dalam syair tari tradisional Aceh banyak mengandung nilai-nilai yang menjadi panutan bagi masyarakat Aceh. Nilai-nilai itu bukan hanya berasal dari sebuah

(2)

34 konvensional masyarakat tersebut tetapi

merupakan sebuah ketetapan yang terdapat dalam hadis Nabi Muhammad Saw. dan firman Allah Swt. Bagi masyarakat Aceh, agama dan budaya dikatakan lagè zat ngon

sifeut.

Amir 1986 (dalam Harun 2006:101) menyebutkan nilai meliputi (1) nilai religius, (2) nilai filosofis, (3) nilai etis, dan (4) nilai estetis. Apakah nilai-nilai tersebut terdapat dalam syair tari tradisional Aceh. Bagaimana nilai-nilai tersebut dan bagaimana kaitannya dengan tatanan kehidupan masyarakat Aceh dapat diperhatikan sebagai berikut.

(1) Nilai Religius

Nilai religius merupakan sebuah nilai yang sangat dominan dalam masyarakat Aceh. Hal tersebut disebabkan oleh karakter kehidupan masyarakat Aceh yang sangat fanatik terhadap agama (Islam). Kebanyakan masyarakat Aceh dalam menciptakan karya sastra/syair tari tradisional Aceh berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan. Menurut persfektif masyarakat Aceh, nilai-nilai religius merupakan bagian dan seirama dengan kehidupan.

Nilai religius juga dapat dikatakan sebagai emosi dan jiwanya orang Aceh. Apabila sudah menyangkut dengan agama bagi orang Aceh mati pun rela. Hal ini terbukti dengan adanya hikayat prang sabi yang menjanjikan mati syahid bagi pejuang agama Islam. Koentjaraninggrat (1987:144) menyebutkan manusia itu religius; suatu keyakinan yang mengandung serta bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud alam gaib (supranatural), serta segala nilai dan ajaran dari agama yang bersangkutan. Istilah religius sama dengan istilah “nilai Ilahiah” seperti digunakan (Buseri, 2004), nilai-nilai Ilahiah dalam Islam ditawarkan secara terbuka dan bisa dicari hikmahnya yang tertinggi melalui proses pemaknaan. Buseri membagi nilai-nilai Ilahiah menjadi tiga, yaitu (1) nilai imaniah, (2) nilai ubudiah, dan (3) nilai muamalah.

Berdasarkan pembagian yang dikemukakan di atas, nilai religius dalam

satu kelompok masyarakat sangat bergantung pada tiga hal ihwal kehidupan masyarakat itu. Tiga hal ihwal yang sangat bergantung dalam kehidupan masyarakat itu adalah sebagai berikut; Pertama, nilai akidah bagi sekelompok masyarakat atau bagi seseorang sangat menentukan kualitas keagamaan seseorang atau sekelompok masyarakat. Dengan adanya akidah yang kokoh, seorang muslim akan mempunyai keyakinan melaksanakan ibadah dengan sebaik mungkin. Hal tersebut terdapat dalam syair tari tradisional rateb meusekat, yang bunyinya sebagai berikut.

Nyawong geutanyo lam badan, barang pinjaman siat tuhan bri, Ôh trôh bak wate ka geucôk pulang, nyawong lam badan Tuhan peucre bre

Beuingat-ingat wahe hai tuboh, aleh pajan trôh nyawong geuhila

Ôh aleh-aleh uroe, ôh aleh malam,

nyawong lam badan Tuhan tung teuma.

Selain itu, syair yang mengandung nilai-nilai religius juga terdapat dalam syair

tari rapai geleng.

salatullah, salamulla , ala thaha rasulillah

salatullah, salamullah, ala yasin habibilla

tawalsalna bibismillah, wabilha hadi rasulillah

wakulimujahidillilah biahlil badri ya Allah

Syair tersebut dilakukan pada bagian awal tari rapai geleng, kemudian dilanjutkan dengan petuah-petuah lain yang dilantunkan dalam syair itu, eksistensi syair dalam tari rapai geleng tidak begitu kaku, syair dalam rapai geleng khususnya dapat divariasikan sesuai dengan acara dan kepentingan penampilan tari tradisional Aceh.

Kedua; nilai ibadah, pelaksanaan

ibadah dengan baik tentunya harus dibarengi dengan pengetahuan yang memadai. Pengetahuan yang memadai dengan akan

(3)

35 meningkatkan nilai ibadah itu sendiri. Nilai

ibadah hanya dapat dinilai oleh sang khalik, namun manusia hanya melaksanakan dengan berdasarkan pada aturan dan ketentuan pelaksaaan ibadah itu. Nilai ibadah dalam Islam dapat dibagi dua yakni ibadah wajib dan ibadah sunat. Ibadah wajib merupakan perintah Allah swt. dalam menjalankan agama Islam.

rugo-rugo taudep menyo han ieleume

udep lam donya meuyo tan

seumanyang, lage sibak kaye dimubôh pih hana

pubut surôh beujiôh teugah, peurintah allah beutakeureuja

Syair tersebut di atas, menyampaikan instruksi yang sangat keras agar setiap manusia melaksanakan perintah Allah swt, dan menjauhkan larangan-Nya. Dengan demikian masyarakat banyak yang terinspirasi dengan instruksi yang dilantunkan dalam syair itu.

Ketiga; nilai muamalah, nilai muamalah sangat berhubungan dengan konsep, sikap, dan keyakinan seorang muslim dalam berhubungan sesama muslim

(khablulminannas) selama di dunia ini. Syair

dalam tari trardisional Aceh yang mengisyaratkan hubungan manusia dengan manusia tersirat dalam syair rateub meuseukat berikut ini.

Seulamat ureng jamee, beurumeh dengon ie muka

Kamoe ba tari Aceh peusaheh ngon agama...

Cuplikan syair tersebut menganjurkan agar manusia yang satu dengan manusia yang lain menjalin hubungan silaturahmi satu dengan yang lainnya. Silaturahmi itu hendaknya dilakukan dengan senyuman (beurumeh

dengon ie muka) dan sambutan yang hangat

dalam menyambut tamu.

Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam nilai religius, dapatlah dikatakan nilai-nilai religius sangatlah lengkap dan tidak dapat dipisahkan satu

sama lain. Nilai religius juga merupakan inspirasi dalam membentuk tatanan kehidupan masyarakat di Aceh.

(2) Nilai Filosofis

Kata philosophia merupakan gabungan dari kata philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, interlegensi) Bagus, 2002 (dalam Harun, 2006:116). Mengacu pada pendapat di atas, bahwa nilai filosofis adalah sebuah wacana lisan atau tulisan yang mengajari umat manusia untuk berbuat kebaikan. Kebaikan yang dimaksud adalah sebuah hakikat yang objektif, rasional yang mampu dilakukan oleh manusia.

Syair dalam tari tradisional Aceh yang mengajar kebaikan antara lain terlihat dalam syair tari laweut. Penggalan syair itu adalah sebagai berikut.

Pakiban keulon adek ee, hom hai intan boh hate,

Wate lon pikee sabee-sabee rusak lam dada Pakiban keulon cut bang ee, wate lon pikee sabee-sabee lon ro ie mata....

Syair di atas merupakan syair yang mengisahkan persabatan antara dua insan. Syair tersebut menyiratkan betapa besar kasih sayang dalam mengarungi hidup ini, sehingga dikisahkan dua insan yang hancur hatinya kalau lama tak berjumpa. Syair ini juga sangat besar pengaruhnya dalam menjamin hubungan kekeluargaan dalam masyarakat Aceh.

Pada umunya dalam syair/sastra mengajari sebuah filosofis kepada penikmatnya. Namun, perlu diketahui bahwa suatu filosofis dalam tataran kehidupan masyarakat sebuah negara tidak dapat diterapkan pada tataran kehidupan masyarakat di negara lain. Artinya yang dianggap kebijaksanaan, kebenaran, dalam sebuah tatanan kehidupan belum tentu dapat berterima dengan tatanan kehidupan sebuah negara yang mempunyai nilai filosofis yang berbeda.

Nilai filosofis yang mendasari pola hidup orang Aceh sangat beragam dan komplek. Nilai yang sangat khas dan kompleks tersebut dapat dilihat dalam

(4)

36 (Badruzzaman. 2003; Soelaiman, ed.al.

2003, dan Harun, 2006). (3) Nilai Etis

Masyarakat sering menilai sesuatu berdasarakan sebuah penilaian yang tidak tertulis tentang etis atau tidaknya sesuatu (tindakan atau sikap). Etis tidaknya sesuatu sangat berhubungan dengan sesuai tidaknya dengan etika. Etika dalam sebuah tatanan kemasyarakatan juga sangat ditentukan oleh adat, kebiasaan, dan praktik kehidupan sehari-hari.

Aturan-aturan etika benar-benar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena etika dianggap sebagai tata cara yang mengatur kehidupan manusia. Tata cara tentang kehidupan manusia itu tidak jarang diungkapkan dalam bentuk karya sastra atau syair. Melalui karya satra atau syair-syair sebagian orang memanfaatkannya sebagi media pengajaran manusia agar bijaksana, memiliki aturan, pegangan, dan mengajarkan kita bagaimana mengelola alam, mengelola diri, sehingga tidak melangkahi norma-norma dalam masyarakat.

Nilai etis yang terdapat dalam berbagai karya sastra/syair dapat sama atau berbeda bentuk dan subtansinya. Berbeda bentuk dan subtansi nilai etis itu sangat ditentukan oleh keberadaan manusia itu. Nilai etis juga dapat ditetapkan berdasarkan nilai etis pribadi dan nilai etis sosial. Nilai etis pribadi berhubungan dengan pribadi seseorang, artinya tanpa kehadiran orang lain. Nilai etis pribadi itu mencerminkan bagaimana seseorang bersikap atau bertingkah laku dalam kehidupannya.

Nilai etis sosial merupakan nilai etis yang berhubungan dengan orang lain dan tataran sosial dalam masyarakat. Nilai etis sosial itu merupakan bagaimana orang itu melakukan hubungannya dengan manusia sekelilingnya dan hubungan dengan alam sekitar.

(4) Nilai Estetis

Setiap karya sastra/syair tentunya mempunyai nilai estetis yang sangat variatif

satu dengan yang lainnya. Setiap kalimat, setiap kata, bahkan setiap huruf yang dituliskan atau diucapkan dalam karya sastra/syair harus dipertimbangkan nilai estetisnya. Oleh karena itu, nilai estetis sering menjadi salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam menciptakan atau melantunkan sebuah karya satra.

Nilai estetika dipandang sebagai salah satu jenis nilai dan berhubungan dengan aksiologi atau teori nilai. Nilai estetis adalah segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan. Menurut Amir (1986:13), sesuatu dikatakan memiliki nilai estetis bila di dalamnya terdapat unsur keselarasan dan keseimbangan, misalnya keseimbangan antara bentuk, isi, dan fungsi. Selain dari itu, nilai estetika ini juga sangat erat kaitannya dengan adat dan resam dalam suatu masyarakat. Hal itu disebabkan karena sesuatu yang baik dalam suatu masyarakat belum tentu baik bagi masyarakat lainnya. Demikian juga sesuatu yang dalam satu masyarakat belum tentu jelek dalam masyarakat lainnya.

Hal tersebut di atas, juga ditentukan oleh agama, profesi dan sosial kultural dalam sebuah tatanan masyarakat.

PEMBAHASAN

Syair tari tradisional Aceh merupakan salah satu sastra lisan Aceh yang sangat khas dan sangat populer. Artinya syair-syair tersebut mempunyai karakteristik tersendiri dan dapat dinyayikan oleh siapapun yang menekuninya. Pelantung syair tersebut juga tidak memandag umur, status sosial. Syair yang dinyayikan dalam setiap tari tradisional Aceh pada umunya dilantungkan dalam bahasa Aceh. Semua tari tradisional Aceh mempunyai syair tersendiri. Sehingga syair tari yang satu tidak pernah cocok dilantunkan dalam tari yang lain.

Syair tradisional Aceh pada umnya dimulai dengan salamualaikum... Salah satu cuplikan syair yang dimulai dengan salam terlihat dalam syair berikut.

Salamualaikum warahmatullah, jaroe dua blah ateuh jeumala

(5)

37

Jaroe lon siploh lon bot sikureung geunanto ureung jak peumulia

Jaroe sikureung lonbot lapan geunanto timphan ngon asoe kaya

Joroe lapan lonbot tujuh, geunanto bungkoh ngon ranup gaca...

Dalam syair tari tradisional Aceh banyak mengumandangkan petuah-petuah. Petuah-petuah ini juga merupakan adat dan kebiasaan/hukum tak tertulis dalam masyarakat Aceh. Petuah-petuah ini sangat besar pengaruhnya dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh menganggap bahwa syair yang didendangkan dan dikaitkan dengan ajaran agama merupakan sebuah panutan yang harus dipatuhi dan dijalankan dalam berbagai aktivitas kehidupan. Syair dalam tari tradisional Aceh juga merupakan representasi nilai-nilai budaya dan agama (Islam) masyarakat Aceh.

Syair tari tradisional Aceh kebanyakan dihubungkan dengan ajaran agama. Hal ini disebabkan masyarakat Aceh fanatik dengan agama. Apalagi dalam syair-syair tari tradisional Aceh dikorelasikan dengan sabda Rasullullah Muhammad Saw. dan firman Allah Swt. Syair dan masyarakat Aceh sangat erat hubungan emosionalnya. Hal ini terlihat dalam syair Prang Sabi yang dilantunkan dalam tari seudati. Masyarakat rela maju ke medan perang karena dalam syair tersebut dijanjikan syahid, bagi orang yang berperang membela agama Allah. Oleh karena itu, syair sangat berkorelasi dan tak terpisahkan dengan tatanan kehidupan masyarakat Aceh pada umumnya.

Berdasarkan sebuah gambaran bagaimana eksistensi dan pengaruh syair dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh, dapat dikatakan bahwa masyarakat Aceh selain terikat dengan peraturan dan hukum pemerintah juga sangat dipengaruhi dengan syair. Syair tari tradisional Aceh dapat dijadikan salah satu motivator dalam kehidupan masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh menganggap syair juga sebagai petuah-petuah yang harus diturutinya. Petuah-petuah itu tidak dapat ditinggalkan dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh,

bahkan terakumulasi dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh begitu takut malanggar petuah dalam syair. Ketakutan petuah itu muncul karena selain sejalan dengan ajaran Islam, syair juga merupakan perkataan yang mengandung fakta.

Sampai sekarang dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh masih sangat kental dengan pengaruh syair. Pengaruh-pengaruh itu dapat kita jumpai dalam berbagai tatanan kehidupan. Tatanan-tatanan kehidupan itu dapat kita klasifikasikan anatara lain, tatanan politik, tatanan sosial budaya, dan tatanan ekonomi.

1. Pengaruh Syair Tari Tradisional Aceh dalam Tatanan Politik

Syair tari tradisional Aceh bagi masyarakat Aceh merupakan sebuah karya sastra yang sangat populer. Hal ini disebabkan karena syair dalam tari tradisional Aceh dapat disesuaikan dengan kepentingan. Hal ini terlihat dalam syair-syair tari tradisional seudati. Dalam syair-syair

seudati sering mengisahkan sesuatu dan

mengarahkannya dalam kepentingan politik. Syair seperti ini sering digunakan dalam kampanye partai politik.

Syair tari tradisional Aceh juga merupakan sarana komunikasi yang sangat komunikatif. Syair tari tradisional Aceh mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat dan pengaruh yang besar dalam masyarakat Aceh. Dapat dilihat dalam syair-syair tari tradisional Aceh apalagi menggunakan

hadih maja yang dianggap mempunyai

kekuatan. Ungkapan syair yang menggunakan hadih maja untuk kepentingan politik dapat lihat pada syair berikut.

meuréré kayè taboh putèng meuréré gasèng taboh talo meuréré ureung ta peupenteung bèk sagai meupalèng bak pelehan hatè

Maksud syair seudati yang

mengunakan syair di atas, “tidak sembarang orang yang dapat dipilih sebagai pemimpin“ dalam kampanye itu, biasa syeh seudati itu melanjutkan dengan kisah orang yang dipromosikannya. Dari cuplikan syair

(6)

38 tersebut dapat kita pahami bahwa betapa

besar pengaruh syair untuk memastikan anjuran pilihan politik yang diucapkan oleh seorang syeh seudati. Dengan syair juga

syeh seudati dapat meyakinkan masyarakat

bahwa `pilihan hati` yang dimaksud adalah kelompok yang mengucapkan syair tersebut. Syair tari tradisional Aceh yang berkuatan politik juga dapat kita perhatikan sebagai berikut.

telah siuroe ureung meurusa

telah sithon ureung meublang leupah that sayang banbadum gata nyo salah piléh telah siumu masa

Syair tari tradisional Aceh di atas, mendeskripsikan betapa ruginya orang-orang yang salah pilih dalam sebuah momen politik. Kelompok yang menggunakan syair ini mengangap dirinya sebagai sebuah pilihan yang tidak bersalah terhadap masyarakat. Kemampuan merangkul massa dengan syair seperti ini suatu kekuatan politik yang luar biasa dalam masyarakat Aceh.

Kekuatan politik dalam masyarakat Aceh juga dikaitkan dengan nilai-nilai heroik. Nilai-nilai heroik ini juga dilontarkat oleh sebagian kelompok untuk meyakinkan massa bahwa kelompoknyalah yang paling benar. Nilai-nilai heroik digunakan untuk berbagai kepentingan politik. Kepentingan politik itu antara lain untuk meraih jabatan, kedudukan, dan pangkat dalam tatanan perpolitikan. Hal ini dapat diperhatikan pada syair berikut ini.

udép sare mate syahét hak meubagi-bagi

reuzeki meujemba-jemba

Syair di atas mempunyai arti atau nilai politik yang cukup dalam. Syair tersebut dapat membakar semangat masyarakat Aceh yang pada umumnya fanatik dengan agama. Apabila mendengar ungkapan tersebut masyarakat Aceh secara spontanitas akan mengambil sebuah kesimpulan bahwa kelompok yang mengucapkan ungkapan tersebut sebagai kelompok yang memperjuangkan hak-hak

rakyat, secara adil dan bijaksana, dan apabila tidak berhasil kelompok ini akan berjuang secara habis-habisan sampai mati sekalipun asalkan dalam ridha Allah Swt. 2. Pengaruh Syair Tari Tradisional Aceh pada Tatanan Sosial

Masyarakat Aceh mempunyai tatanan sosial yang unik dibanding masyarakat lain di belahan bumi ini. Masyarakat Aceh mempunyai adat dan tradisi yang khas, sehingga mempunyai tatanan sosial tersendiri. Bagi masyarakat Aceh tatanan kehidupan sosial merupakan suatu hal yang berbeda dengan masyarakat manapun. Hal yang berbeda dalam masyarakat Aceh mencakup berbagai segi aktivitas kehidupan. Berbagai aktivitas kehidupan masyarakat Aceh selalu berhubungan dengan ajaran agama Islam. Bagi masyarakat Aceh, aktivitas kehidupan dengan agama tidak dapat dipisahkan. Artinya segala tindak tanduk dalam kehidupan masyarakat Aceh tidak dapat dipisahkan dengan ajaran agama Islam.

Pengaruh syair pada tatanan sosial dan budaya dalam masyarakat Aceh sangat besar. Masyarakat Aceh memandang syair sebagai kontrol sosial yang harus dipatuhi. Semua nilai sosial budaya dalam syair harus dipatuhi oleh masyarakat Aceh. Dengan adanya pemakaian syair menunjukkan bahwa masyarakat Aceh dianggap sudah dapat menjalankan fungsi-fungsi komunikasi dengan baik. Secara umum semua karya sastra tradisi mencerminkan suatu kehidupan yang mempertahankan kerukunan hidup bersama di samping sebagai cerminan masyarakat atau sebagai bayangan kehidupan sosial mereka.

Syair yang mencerminkan tatanan kehidupan sosial masyarakat Aceh dapat diperhatikan pada syair berikut.

adat bak po teumeureuho ukom bak syiah kuala kanun bak putro phang reusam bak laksamana

Syair di atas, merupakan sebuah syair yang sangat dipatuhi oleh masyarakat Aceh pada saat pemerintahan Sultan

(7)

39 Iskandar Muda. Syair tersebut menjadi

panutan masyarakat Aceh pada masa itu. Syair itu melambangkan sebuah kepastian dalam bertindak. Kepastian adat dilambangkan dengan po teumeureuhom merupakan pelambang pemegang kekuasaan/raja. Kepastian ukom (hukum) pada Syiah Kuala yakni sebagai ulama yang merupakan pemegang kekuasaan yudikatif pada saat itu. Kepastian

kanun/undang-undang dilambangkan dengan

putro phang sebagai lambang

cendikiawan/pemegang kekuasaan legislatif. Kepastian reusam dilambangkan laksamana merupakan pelambang keperkasaan/kearifan dalam mengatur keragaman adat/kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat. Alamsyah.T, dkk. (1990:164). Oleh karena itu, apa yang dikatakan oleh po teumereuhom (raja), Syiah Kuala(ulama),

putro phang (cendikiawan), dan

laksamana/bentara menjadi suatu kebenaran

yang tidak dapat dibantah oleh masyarakat Aceh.

3. Pengaruh Syair Tari Tradisional Aceh pada Tatanan Ekonomi

Pada tatanan ekonomi, dalam masyarakat Aceh juga dikenal berbagai syair untuk memotivasi masyarakat agar berusaha. Berusaha yang dimaksud adalah segala jenis pekerjaan yang mendatangkan uang. Selain itu, dalam syair masyarakat Aceh juga terdapat bagaimana seseorang berhemat dan berhati-hati dalam mengambil keputusan ekonomisnya. Syair yang mengajar masyarakat Aceh berusaha dapat dilihat dalam syair tari meusaree-saree, berikut ini.

Jak keuno rakan, tajak top pade Tatop beusare, ban lapan gata Tatop laju rakan boh hate Tatop laju lee uroe ka jula

Syair di atas, memotivasi masyarakat untuk menumbuk padi secara besama-sama. Dalam kehidupan masyarakat Aceh tempo dulu menumbuk padi dilakukan dengan cara gotong-royong. Ini menandakan betapa tingginya pengaruh syair dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam masyarakat Aceh.

Hal senada juga terlihat dalam syair berikut yang mengajak masyarakat untuk bergotong royong dalam tarek pukat. Tarek pukat dalam masyakat Aceh dilakukan untuk menarik jaring di laut secara bersama-sama dan hasilnya dinikmati secara bersama pula. Pengalan syair itu seperti berikut ini.

Tarek pukat-tarek pukat

Roh engkor jeunara-engkot jeunara Tarek pukat-tarek pukat

Roh engkor jeunara-engkot jeunara

Dari Syair-syair di atas me-ngisahkan bahwa dalam kehidupan masyarakat Aceh sudah diajarkan melakukan gotong-royong, Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa pengaruh syair untuk memotivasi masyarakat untuk berusaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sangat kental. Tak heran pada masa lalu kehidupan masyarakat hampir setara satu sama lainnya. Hal ini dipengaruhi dengan sikap gotong royong dalam masyarakat Aceh.

Dalam masyarakat Aceh syair juga menasehati orang agar jangan tergesa-gesa dalam mengambil tindakan yang berakibat kerugian. Hal ini terbukti dengan adanya syair berikut.

boh keumukôh tabloe ngon meuh boh aneuh tabloe ngon pade tajak beutrôh ta-eu beudeuh bek rugo meuh sakét até

Selain anjuran agar barang dibeli sesuai dengan harganya, namun yang paling penting adalah bahwa seorang pembeli harus melihat langsung dengan jelas agar barang yang dibeli tidak salah. Agar jangan salah itu sangat ditekankan dalam masyarakat Aceh sehingga diibaratkan dengan emas. Syair tersebut juga mangajarkan kita agar dalam melakukan sebuah pekerjaan haruslah dengan nyata serta teliti dan pikirkanlah secara seksama sebelum memutuskan sesuatu.

Berdasarkan deskripsi sederhana di atas tentang pengaruh syair dalam masyarakat Aceh, dapatlah dipastikan

(8)

40 bahwa dalam tatanan kehidupan masyarakat

Aceh syair mempunyai pengaruh yang sangat besar. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat kualitas pengaruh syair dalam masyarakat Aceh sangat akumulatif dalam tatanan kehidupan masyarakat Aceh. Hal tersebut merupakan suatu kearifan lokal dalam masyarakat Aceh.

SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan

Salah satu sastra lisan yang ada dalam masyarakat Aceh adalah syair. Syair bagi masyarakat Aceh merupakan sebuah sarana komunikasi yang sangat komukatif dan mempunyai kekuatan yang sangat besar. Kekuatan yang sangat besar itu disebabkan karena adanya nilai-nilai dalam syair itu. Nilai-nilai dalam syair itu antara lain (1) nilai religius, (2) nilai filosofis, (3) nilai etis , (4) nilai estetis. Nilai-nilai tersebut akan memengaruhi berbagai tatanan kehidupan dalam masyarakat.Tatanan kehidupan masyarakat meliputi; (1) tatanan politik, (2) tatanan sosial budaya, dan (3) tatanan ekonomi.

Ketiga tatanan kehidupan masyarakat Aceh di atas tidak dapat dilepaskan dari pengaruh syair. Pengaruh-pengaruh syair itu akan memengaruhi segala tindak tanduk, pola berpikir, dan bahkan tindakan dalam mengambil berbagai tindakan. Tindakan-tindakan dalam berbagai tatanan itu akan menjadi tolok ukur dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Saran-Saran

Berdasarkan pembahasan dan realita dalam kehidupan masyarakat Aceh, syair mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam segala tatanan kehidupan, yakni tatanan berpolitik, tatanan sosial, dan tatanan ekonomi. Oleh karena itu, dapat disarankan hal-hal berikut.

1. Khususnya masyarakat Aceh harus mampu memahami makna yang terkandung dalam syair.

2. Masyarakat Aceh tidak mengenyampingkan syair dalam mengambil segala tindakan dan keputusan dalam tatanan kehidupan.

3. Masyarakat Aceh dapat menjadikan syair sebagai pengontrol sikap, tindakan, dan keputusan dalam tatanan kehidupannya.

4. Syair hendak dijadikan bahan ajar sastra sebagai muatan lokal pada jenjang pendidikan menengah pertama dan menengah atas.

5. Diadakannya seminar dan lokakarya yang membakukan syair dan maknanya, sehingga syair dapat dipahami oleh masyarakat dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasyimi, Muhammad Ali.1999. Menjadi

Muslim Ideal Pribadi Islami Menurut

Al-quran dan Assunnah.

Diterjemahkan oleh Baidowi. Yokyakrta: Mitra Pustaka.

Ali, Bactiar. 1994. Relevansi Pelestarian

Adat dan Budaya Aceh bagi

Kepentingan Pengembangan Budaya Bangsa Indonesia Sepanjang Masa. Dalam T. A. Talsya (Ed.), Adat dan Budaya Aceh Nada dan Warna (hlm.170-182). Banda Aceh:PPSM ke-2 LAKA dan LAKA Pusat.

Alamsyah, dkk. 1990. Pedoman Umum Adat

Aceh. Banda Aceh: LAKA Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.

Badruzzaman. 2003. Eksposa Adat Aceh. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh. Buseri, Kamrani. 2004. Nilai-Nilai Ilahiah

Remaja Pelajar. Yogyakarta: UII

Press.

Depdikbud. 1981. Kesenian Tradisional

Aceh. (Hasil lokakarya 4 s.d. 8 Januari

1981 di Banda Aceh). Banda Aceh: Depdikbud.

Djamaris, Edwar. 1993. Nilai Budaya dalam

Beberapa Karya Nusantara: Satra Daerah di Sumatra. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Harun. Mohd. 2006. Struktur, Fungsi, dan

Nilai Syair: Kajian Puisi Lisan Aceh.

Disertasi Program Doktor PPS, Universitas Negeri Malang.

(9)

41 Hasyim, M.K. 1969. Himpoenan Syair.

Banda Aceh: Dinas Pendidikan Dasar Dan Kebudayaan Aceh.

Ibrahim, Ihsan. 1992. Pelestarian Ranup

Lampuan sebaga Tari Persembahan di Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh:

Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe NAD.

Jakobi, A.K. 1998. Aceh dalam Mempertahankan Kemerdekaan 1945-1949.Jakarta: Gramedia.

Kesuma, Asli. 1991. Diskripsi Tari Seudati. Banda Aceh: Depdikbud.

Soedarsono, Soemarno. 1997. Ketahanan

Pribadi dan Ketahanan Keluarga

sebagai Tumpuan Ketahanan Nasional. Jakarta: Intemasa.

Suhelmi, et,al. 2004. Apresiasi Seni Budaya

Aceh. Banda Aceh: Ar-Raniry Press.

Sofyati, Lailisma, dkk. 2004. Tari-Tarian di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Suatu Dokumentasi. Banda Aceh:

Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe NAD.

Yusmidar. 1999. Mengenal Tari Tradisional

Referensi

Dokumen terkait

Akibat perampingan organisasi, penciutan karyawan, berimbas kepada beralihnya perhatian pada bisnis kecil, mendirikan usaha sendiri.. Faktor kewanitaan, dimana sebagai ibu

Sejalan dengan kegiatan penataan ruang kota dan pengembangan Kota Simpang Ampek dengan beberapa peran dan fungsi yang diemban salah satunya adalah sebagai kawasan pusat

Mengingat peserta didik terlalu banyak, maka yang menjadi obyek penelitian ini dibatasi pada peserta didik kelas IV Sekolah Dasar Inpres BTN IKIP I Makassar yang terdiri dari kelas

Umpan balik dari guru pembimbing dilakukan setiap proses pembelajaran berakhir, hal ini dimaksudkan agar pada proses pembelajaran berikutnya menjadi lebih baik dan

Dalam amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal ayat disebutkan bahwa Negara )ndonesia adalah negara hukum.. Pemilihan penetapan negara

Makam 13 : nisan berbentuk balok, bagian kaki berbentuk segi empat, di bagian badan dipahatkan panel-panel berisi kaligrafi, sulur-suluran, kuncup teratai, dan

Berdasarkan tembual, jelas menunjukan budaya yang ditonjolkan oleh usahawan wanita Kelantan adalah sangat unik kerana bijak mewujudkan rasa kepunyaan dalam kalangan penguna

Potensi di bidang industri pertambangan tersebut membutuhkan strategi perencanaan dan pengembangan yang lebih komprehensif yang mempertimbangkan beberapa aspek,