• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVIEW POTENSI BATANG KELAPA SAWIT, PELAPAH DAN TANDAN KOSONG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIO PELET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REVIEW POTENSI BATANG KELAPA SAWIT, PELAPAH DAN TANDAN KOSONG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIO PELET"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

REVIEW POTENSI BATANG KELAPA SAWIT,

PELAPAH DAN TANDAN KOSONG SEBAGAI BAHAN

BAKU PEMBUATAN BIO PELET

MUHAMMAD FEBRIANDA

Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan JL. Wiliem Iskandar, Medan, 2020, Indonesia

ABSTRAK

Biopellet adalah salah satu energi alternatif terbarukan yang memiliki keseragaman ukuran, bentuk, densitas, dan kandungan energi. Tujuan review ini adalah mengetahui potensi biopellet berbahan dasar limbah batang, pelepah dan tandan kosong , dengan berbagai campuran seperti cangkang dan tepung tapioka, menemukan hasil terbaik pada komposisi CKS 75% dengan campuran TKKS 25% ,Biopelet yang dihasilkan memiliki nilai kerapatan berkisar antara 1.02-1.17g/cm3 , keteguhan tekan berkisar antara 23.73- 209.52 kgf/cm2 , kadar air berkisar antara 2.38-4.76 %, kadar zat terbang berkisar antara 67.24-72.83 %, kadar abu berkisar 4.50-7.41%, kadar karbon terikat berkisar antara 17.36-22.97%, dan nilai kalor berkisar antara 4172.5-4666 kal/g. Ketentuan nilai hasil berdasarkan acuan standart SNI 8021:2014.

1. Pendahuluan

Kebutuhan energi di Indonesia yang berasal dari minyak bumi, batu bara, dan gas bumi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk dan perkembangan industri. Hal ini akan berdampak besar terhadap terbatasnya persediaan energi. Diperkirakan kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta SBM (setara barel minyak) tahun 2002 menjadi 1 680 juta SBM pada tahun 2020, meningkat sekitar 2.5 kali lipat atau naik dengan laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5.2% (KNRT 2006). Bahan bakar tersebut termasuk energi yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable), sehingga dibutuhkan alternatif bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energi saat ini. Bahan bakar alternatif dapat dikembangkan dengan memanfaatkan limbah biomassa. Menurut Kong (2010), biomassa merupakan sumber energi terbarukan dan tumbuh sebagai tanaman. Bergman dan Zerbe (2004) menyatakan bahwa bahan yang tergolong dalam biomassa adalah sisa hasil hutan dan perkebunan, biji dan limbah pertanian, kayu dan limbah kayu, limbah hewan, tanaman air, tanaman kecil, dan limbah industri serta limbah pemukiman.

Kelapa sawit merupakan salah satu biomassa limbah perkebunan yang ketersediaannya melimpah di Indonesia. Pada tahun 2017 luas perkebunan kelapa sawit sebesar 16 juta hektar (Direktorat Jendral Perkebunan, 2018) dan produksi kelapa sawit yang dihasilkan sebesar 38,17 juta ton (Kementerian Pertanian RI 2018). Limbah padat industri kelapa

(2)

sawit yang berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS), Pelepah pohon kelapa sawit (PPKS), dan Batang pohon kelapa sawit (BPKS) memiliki jumlah yang cukup banyak. Sejauh ini pemanfaatan limbah padat kelapa sawit untuk menghasilkan energi baru terbatas sebagai bahan bakar padat pada ketel (boiler) dikarenakan boiler mempunyai konstrain/penghambat yaitu pada tingginya kandungan air (moisture) 60% dan polusi yang dihasilkan (Surjosatyo dan Vidian, 2004) maka dari itu hanya limbah cangkang yang memenuhi standard untuk di jadikan bahan bakar pada bioler dikarenakan mositure pada cangkang sebesar 8-11%. Sedangkan pada limbah tankos, batang pohon dan pelepah dikembalikan ke lahan sebagai bahan organic. Limbah padat yang di kembalikan ke lahan di biarkan membusuk akan menjadi tempat bersarang kumbang Oryctes rhinoceros dan jamur Ganoderma pengganggu tanaman sawit muda yang merugikan bagi perusahaan perkebunan. terlebih lagi perlu waktu yang lama bagi batang pohon dan pelepah untuk terurai dan proses penghancuran, Tumpukan limbah padat tersebut berpotensi sebagai cadangan karbon (C) yang secara perlahan dilepaskan ke udara hal itu berdampak buruk terhadap lingkungan dengan potensi karbon yang berdampak pada efek rumah kaca,

Zainuri, Z., Zargustin, D., Yanti, G., & Megasari, S. W. (2019). Oleh karena itu perlukan teknologi baru untuk mengola limbah tersebut menjadi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan menghasilkan nilai tambah yang tinggi, salah satunya dengan pembuatan

Biopelet.

Biomassa pellet merupakan bahan bakar hijau terbarukan dan padat, dalam arti pellet adalah sumber energi karbon netral. Karbon dikonsumsi selama siklus kehidupan perpohonan, dan kemudian dilepas lagi, efeknya adalah kenaikan nol tingkat karbon dioksida dalam atmosfer. Oleh karena itu hasil pembakaran biomassa pellet ini dapat membantu mengatasi perubahan iklim. Penanganannya dalam proses pembakaran lebih mudah dan bersih.. Residu hutan, sisa penggergajian, sisa tanaman pertanian, dan energy

crops dapat didensifikasi menjadi pelet (Fantozzi dan Buratti 2009). Biopelet merupakan

bahan bakar padat berbasis biomassa yang berbentuk tabung padat atau pelet. Proses yang digunakan adalah pengempaan dengan suhu dan tekanan tinggi, sehingga membentuk produk yang seragam (Yang et al. 2005). Bahan bakar pelet ini berdiameter antara 3-12 mm dengan panjang antara 6-25 mm (Ramsay, 1982). Biopelet memiliki keunggulan yaitu dapat meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan dari proses pembakaran, serta ukuran dan keseragaman biopelet dapat memudahkan proses transportasi dari satu tempat ke tempat lainnya (Battacharya, 1998).

Kualitas biopelet tidak hanya ditentukan dari nilai kalornya tetapi juga ditentukan dari nilai daya tahan biopelet saat menahan tekanan dari luar sehingga memudahkan proses transportasi dan penyimpanan. Dengan demikian, pemanfaatan limbah padat berupa batang,pelepah dan tandan kosong sawit sebagai bahan baku energi biomassa akan memberikan nilai tambah bagi industri kelapa sawit. Tidak hanya itu, pemanfaatan limbah tersebut untuk dijadikan sebagai bahan baku biopelet juga akan sangat strategis di dalam menyediakan energi alternatif yang ramah lingkungan, terutama jika dikaitkan pada upaya dari daerah dan negara ini untuk berperan aktif dalam mengurangi pemanasan global dan perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi dari bahan bakar fosil.

(3)

tahapan proses pembuatan biopelet, yaitu: perlakuan pendahuluan bahan baku

(pre-treatment), pengeringan (drying), pengecilan ukuran (size reduction), pencetakan biopelet

(pelletization), pendinginan (cooling), dan silage ditampillakan pada Gambar 1. Alur Proses Pembuatan Pellet

Gambar 1. Alur proses Pembuatan Biopellet

Bahan baku Perlakuan pendahuluan (pre-treatment) Pengecilan ukuran (size reduction) Pengayakan (dust collector) Pencetakan biopellet (pelletization) Pendinginan (cooling)

Bio pellet

pengemasan Uji Emisi Uji stndart pellet gasifikasi

(4)

2. Proses Pembuatan Biopellet

2.1. Perlakuan awal bahan baku

Perlakuan awal bahan baku limbah padat yaitu dengan melakukan penyortiran untuk memilah bahan baku yang berkualitas, hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan nilai yang optimal pada hasilakhir, setelah itu bahan baku dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil menggunakan alat seadanya seperti pisau yang bertujuan untuk mempermudah proses penggilingan pada alat mesin hammer mill dan willey mill. Tabel 1. Bahan baku dengan berbagai ukuran (size)

Bahan baku

Alat yang digunakan untuk size partikel

Size (mesh) Reference

Cangkang dan Tandan kosong kelapa saswit (TKKS)

Hammer mill 80 Christanty, N. A. (2014). Batang pohon kelapa sawit

(BPKS)

Willey mill 10, 20, 40, 60 Roslinda at all. (2015)

Cangkang dan Pelepah pohon Kelapa Sawit (PPKS)

Hammer mill 80 Ermi Puspitasari (2014)

Pada tabel 1 didapatkan berbagai ukuran (size) setelah dilakukan pengayakan.

pengayakan bertujuan untuk menyeragamkan bahan baku yang telah di giling dengan ketentuan ukuran (size). Perbedaan ayakan atau ukuran partikel bio pellet memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai keteguhan tekanan, kadar air, kadar abu dan nilai kalor. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Damayanti at all. (2017).

2.2. Komposisi Biopellet

komposisi Penelitian ini berdasarkan review dari 3 jurnal yang menggunakan bahan baku dan bahan perekat yang berbeda seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Komposisi biopellet

BAHAN BAKU BAHAN PEREKAT KOMPOSISI (%) Alat yg digunakan untuk pengadukan Hasil Reference Cangkang Kelapa sawit (CKS) Tankos (TKKS) 100:0 75:25 50:50 25:75 0:100 Mixer Christanty, N. A. (2014).

(5)

Batang pohon kelapa sawit

(BPKS) TEPUNG TAPIOKA 95:5 Mixer

Roslinda, E., Setyawati, D., & Diba, F. (2015) Cangkang Kelapa Sawit (CKS) Pelepah pohon kelapa Sawit (PPKS) 100:0 75:25 50:50 25:75 0:100 Mixer Ermi Puspitasari (2014)

Berdasarkan pada Tabel 3. Jenis- jenis bahan baku menggunakan campuran perekat yang berbeda dikarenakan sifat / karakteristik pada bahan baku yang berbeda pula. Hal itu bertujuan untuk mendapatkan hasil data yang optimal pada pembuatan biopellet. Penulis menyimpulkan dari isi jurnal Roslinda, E., Setyawati, D., & Diba, F. (2015).

2.3. Pencetakan Pellet

Bahan baku

Pembuatan pellet Hasil

reference Alat cetak yang digunakan Temperatur Lama waktu Bahan jadi panjang Diameter CKS TKKS Kempa hidrolik

2000C 15 menit Pellet 5 mm 4-6 mm Christanty, N. A. (2014).. Bpks Tapioka Meat mincer _ _ Pellet 2 cm 0,4 cm Roslinda, E., Setyawati, D., & Diba, F. (2015) CKS PPKS Kempa hidrolik 2000C 15 menit pellet 5 mm 4-6 mm Ermi Puspitasari (2014) Tabel 4.

 Setelah hasil jadi pada pellet BKKS hanya di lakukan perlakuan pengeringan di dalam oven selama 24 jam dengan suhu berkisar 600C-700C dan kemudian biopellet di uji berdasarkan standart SNI 8021:2014.

 Sedangkan pada pellet PPKS dan TKKS yang di karenakan pembentukannya menggunakan temperatur 2000C setelah di cetak dilakukan perlakuan

pendinginan selama ± 30 menit. Biopelet dikemas dalam wadah agar terhindar dari udara luar yang dapat meningkatkan kadar airnya.

(6)

Penggunaan alat mesin cetak yang berbeda akan membedakan perlakuan pada

pellet. Panjang dan diameter pada pelet ditentukan pada standart SNI

8021:2014.

3. PENGUMPULAN HASIL DATA

3.1. Biopellet Cangkang kelapa sawit (CKS) dengan campuran Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)

Biopellet KOMPOSISI (%)

Hasil uji dengan acuan standart SNI 8021:2014 Kadar air Kadar abu Kadar zat terbang Kadar karbon terikat Kerapatan Nilai kalor CKS TKKS 100:0 2,38% 7,41% 67,24% 22,97% 1,02 g/cm3 4666 kal/g 25:75 3,23% 4,50% 69,39% 22,89% 1,11 g/cm3 4456,5 kal/g 50:50 3,67% 4,67% 70,23% 21,42% 1,13 g/cm3 4389 kal/g 75:25 4,00% 4,84% 70,66% 20,51% 1,14 g/cm3 4205,50 kal/g 0:100 4,76% 5,05% 72,83% 17,36% 1,17 g/cm3 4172,5 kal/g SNI 8021:2014 Max 12% Max 1,5% Max 80% Min 14% Min 4000 (kal/g)

Tabel 5. Hasil uji pada limbah biopellet TKKS

3.2. Biopellet Batang pohon kelapa sawit (BPKS) dengan campuran TAPIOKA

Biopellet SIZE

Hasil uji dengan acuan standart SNI 8021:2014 Kadar air Kadar abu Kadar zat terbang Kadar karbon terikat Kerapatan Nilai kalor BPKS TAPIOKA 10 mesh 6,57% 4,69% 73,71% 21,6% _ 4451,67 kal/g 20 mesh 5,86% 6,03% 72,62% 21,35% _ 3990,33 kal/g 40 mesh 5,27% 7,96% 76,54% 15,5% _ 4147,33 kal/g 60 mesh 6,28% 8,37% 73,98% 17,29% _ 4074,33 kal/g SNI 8021:2014 Max 12% Max 1,5%

Max 80% Min 14% Min 4000 (kal/g)

(7)

3.3. Biopellet Cangkang kelapa sawit (CKS) dengan campuran Pelepah kelapa sawit (PPKS)

Biopellet Komposisi (%)

Hasil uji dengan acuan standart SNI 8021:2014 Kadar air Kadar abu Kadar zat terbang Kadar karbon terikat Kerapatan Nilai kalor CKS PPKS 100:0 2,87% 7,73% 67,24% 22,16% 1,02 g/cm3 4666 kal/g 25:75 3,86% 4,48% 69,67% 21,99% 1,06 g/cm3 4140 kal/g 50:50 4,21% 4,79% 69,79% 21,21% 1,12 g/cm3 4110 kal/g 75:25 4,58% 5,08% 71,72% 18,63% 1,17 g/cm3 3995,5 kal/ 0:100 4,65% 5,54% 72,99% 17,49% 1,28 g/cm3 3977 kal/g SNI 8021:2014 Max 12% Max 1,5%

Max 80% Min 14% Min 4000 (kal/g)

Tabel 7. Hasil uji pada limbah biopellet PPKS

Pembahasan

Bahan bakar merupakan sumber energi untuk mendukung aktivitas rumah tangga dan industri. Masyarakat sering menggunakan bahan bakar fosil, yaitu bahan bakar minyak, batu bara, dan gas. Permintaan energi yang semakin meningkat mengakibatkan persediaan bahan bakar fosil menurun, sehingga bahan bakar fosil mengalami peningkatan harga.Limbah padat industri kelapa sawit yang berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS),batang pohon kelapa sawit (BPKS) dan pelepah pohon kelapa sawit (PPKS) memiliki jumlah yang cukup banyak.

Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki keseragaman ukuran,

bentuk, kelembapan, densitas, dan kandungan energi. Pada proses pembuatan biopelet, biomassa diumpankan ke dalam pellet mill yang memiliki dies dengan ukuran yang di sesuaikan pada standart SNI 8021:2014. Falah, M., & Nelza, N. (2019).

BIOPELLET TKKS

Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk membuat biopelet dan di uji beberapa parameter mutu uji yaitu kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar kalor, kerapatan dan kadar karbon terikat didapatkan hasil yaitu yang memenuhi kriteria berdasarkan SNI 8021 : 2014 yaitu pada persentase campuran cangkang dan pelepah sawit sebesar 75%:25%. Biopellet tersebut mempunyai nilai kerapatan 1.06 g/cm3 , keteguhan tekan 49.92 kgf/cm2 , kadar air 3.86%, zat terbang 69.67%, kadar abu 4.48%, kadar karbon terikat 21.99%, dan nilai kalor 4140 kal/g, Christanty, N. A. (2014)..

(8)

BIOPELLET BPKS

Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk membuat biopelet dan di uji beberapa parameter mutu uji yaitu kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar kalor, kerapatan dan kadar karbon terikat didapatkan hasil yaitu yang memenuhi kriteria berdasarkan SNI 8021 : 2014 yaitu pada size partikel 40 mesh. Biopellet tersebut memiliki nilai kalor 4147,33 kal/g, nilai kadar air 5,27%, nilai kadar abu 7,96%, nilai kadar zat terbang 76,54%, dan nilai karbon terikat 15,5%. Roslinda, E., Setyawati, D., & Diba, F. (2015).

BIOPELLET PPKS

Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk membuat biopelet dan di uji beberapa parameter mutu uji yaitu kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar kalor, kerapatan dan kadar karbon terikat didapatkan hasil yaitu yang memenuhi kriteria berdasarkan SNI 8021 : 2014 yaitu pada campuran 75%: 25% . Biopelllet tersebut memiliki nilai kerapatan berkisar antara 1.02-1.17g/cm3 , keteguhan tekan berkisar antara 23.73- 209.52 kgf/cm2 , kadar air berkisar antara 2.38-4.76 %, kadar zat terbang berkisar antara 67.24-72.83 %, kadar abu berkisar 4.50-7.41%, kadar karbon terikat berkisar antara 17.36-22.97%, dan nilai kalor berkisar antara 4172.5-4666 kal/g. Ermi Puspitasari (2014).

(9)

KESIMPULAN

1. Penambahan tandan kosong kelapa sawit pada biopelet dapat menaikkan kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, kadar zat terbang, dan kadar abu. Namun penambahan tandan kosong kelapa sawit pada biopelet dapat menurunkan kadar karbon terikat dan nilai kalor biopelet. Biopelet yang dihasilkan memiliki nilai kerapatan berkisar antara 1.02-1.17g/cm3 , keteguhan tekan berkisar antara 23.73- 209.52 kgf/cm2 , kadar air berkisar antara 2.38-4.76 %, kadar zat terbang berkisar antara 67.24-72.83 %, kadar abu berkisar 4.50-7.41%, kadar karbon terikat berkisar antara 17.36-22.97%, dan nilai kalor berkisar antara 4172.5-4666 kal/g.

2. Semakin besar persentase campuran pelepah terhadap cangkang sawit, maka akan meningkatkan nilai kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, zat terbang, dan kadar abu, tetapi kadar karbon terikat dan nilai kalor mengalami penurunan

3. pada pellet batang sawit jenis perekat dan ukuran serbuk tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan karbon terikat tetapi berpengaruh sangat nyata pada nilai kalor serta interaksi kedua faktor

4. Sebagian campuran tidak memenuhi SNI dikarenakan beberapa faktor yaitu, konsentrasi perekat, jenis perekat, tingkat kehalusan bahan, komposisi campuran antara bahan dan perekat. Falah, M., & Nelza, N. (2019).

5. Hasil terbaik pada komposisi CKS 75% dengan campuran TKKS 25% ,Biopelet yang dihasilkan memiliki nilai kerapatan berkisar antara 1.02-1.17g/cm3 , keteguhan tekan berkisar antara 23.73- 209.52 kgf/cm2 , kadar air berkisar antara 2.38-4.76 %, kadar zat terbang berkisar antara 67.24-72.83 %, kadar abu berkisar 4.50-7.41%, kadar karbon terikat berkisar antara 17.36-22.97%, dan nilai kalor berkisar antara 4172.5-4666 kal/g.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Negara Ristek (KNRT). 2006. Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025. Jakarta (ID): Kementrian Negara Ristek

2. Kong GT. 2010. Peran Biomassa Bagi Energi Terbarukan. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.

3. Bergman R, Zerbe J. 2004. Primer on wood biomass for energy.USDA Forest Service, State and Private Forestry Technology Marketing Unit Forest Products Laboratory; Madison, Wisconsin.

4. [DirJenBun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2018. Luas Perkebunan Kelapa Sawit

2018. Departemen Pertanian.

5. Surjosatyo, A. dan F. Vidian. 2004. Studi Co-gasifikasi Tandan Kosong dan Tempurung Kelapa Sawit Menggunakan Gasifier Aliran ke Bawah. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Jakarta. Hal 13-27.

6. Zainuri, Z., Zargustin, D., Yanti, G., & Megasari, S. W. (2019). Pengurangan Emisi CO2 dari Pemanfaatan Limbah Pelepah Kelapa Sawit pada Produksi Batako Serat. Jurnal Teknologi Lingkungan, 20(1), 37-44.

7. Roslinda, E., Setyawati, D., & Diba, F. (2015). Kualitas Biopelet Dari Limbah Batang Kelapa Sawit Pada Berbagai Ukuran Serbuk dan Jenis Perekat. None, 3(2), 10453. 8. Hidajat, M., & Rudianto, A. (2011). Pemanfaatan Limbah Sawit Untuk Bahan Baku

Bio-Pellet Sebagai Sumber Energi Terbarukan Yang Ramah Lingkungan. Jurnal

Kehutanan Tropika Humida, 4(1), 67-79

9. Falah, M., & Nelza, N. (2019). PEMBUATAN BIOPELET DARI LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) SEBAGAI BAHAN BAKAR TERBARUKAN. Ready Star, 2(1), 90-95.

(11)

10. Damayanti, R., Lusiana, N., & Prasetyo, J. (2017). Studi pengaruh ukuran partikel dan penambahan perekat tapioka terhadap karakteristik biopelet dari kulit coklat (Theobroma Cacao L.) sebagai bahan bakar alternatif terbarukan. Teknotan: Jurnal Industri Teknologi Pertanian, 11(1), 51-60.

11. Christanty, N. A. (2014). Biopelet Cangkang Dan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan. Departemen Hasil Hutan, Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

12. Fantozzi S and Buratti C. 2009. Life cycle assessment of biomass chains: Wood pellet from short rotation coppice using data measured on a real plant. Biomass Energy. 34 (2010): 1796-1804

13. Bhattacharya SC. 1998. Appropriate Biomass Energy Technologies: Issues and Problems. Invited Paper for Seminar on Renewable Energy Sources for Rural Areas, Nadi, Fiji, 20-25 July, 1998.

Gambar

Gambar 1. Alur proses Pembuatan Biopellet Bahan baku Perlakuan pendahuluan (pre-treatment) Pengecilan ukuran (size reduction) Pengayakan (dust collector)  Pencetakan biopellet (pelletization) Pendinginan (cooling) Bio pellet pengemasan Uji Emisi  Uji stnda
Tabel 1. Bahan baku dengan berbagai ukuran (size)
Tabel 5. Hasil uji pada limbah biopellet TKKS
Tabel 7. Hasil uji pada limbah biopellet PPKS

Referensi

Dokumen terkait

Analisis uji t untuk menguji signifikan secara parsial yaitu gaya kepemimpinan, promosi jabatan, dan kompensasi finansial terhadap kinerja karyawan ( Y ) PT Grand Mega

Tujuan dari studi ini yaitu untuk menguji aktivitas antibakteri dari ekstrak kokon Attacus atlas terhadap bakteri Gram-negatif (Escherichia coli) dan Gram-positif

Walaupun penerapan sangsi pukulan yang memang harus dilakukan sudah tidak diperselisihkan lagi, ternyata aplikasinya tidak sepenuhnya seperti itu. Kenyataan

Penetrasi pasif: patogen tidak berpartisipasi aktif, misalnya ketika bakteri terbawa oleh film air melalui stomata masuk ke dalam jaringan

Inti permasalahan dalam penelitian ini adalah mengkaji lebih lanjut mengenai " Relevansi Kurikulum SMK 1999 Bidang Keahlian Teknik Elektro Program Keahlian Teknik Instalasi

Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif merupakan wujud kedaulatan rakyat adalah suatu hal yang sangat fundamental dalam proses demokrasi, suatu

Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang

Untuk mengetahui keberhasilan suatu perusahaan, maka perlu diadakan analisis terhadap laporan kuangan, dimana dalam menganalisis laporan keuangan menggunakan rasio keuangan, yang