• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk buah terpopuler di negara-negara ASEAN. Buah khas daerah tropis ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. termasuk buah terpopuler di negara-negara ASEAN. Buah khas daerah tropis ini"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tentang Durian

Menurut Untung (2008), durian (Durio zibethimus) termasuk buah terpopuler di negara-negara ASEAN. Buah khas daerah tropis ini termasuk ordo Malvaceae, family Bombacaceae, dan genus Durio. Durian bisa disebut buah termahal. Hal ini dikarenakan bagian yang bisa dimakan hanya 19-32% dari total bobot buah keseluruhan selain kulit dan biji yang juga dimanfaatkan sebagai kompos dan olahan lainnya.

Indonesia sebagai penghasil buah durian adalah Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat. Sumatera Utara tergolong penghasil buah durian terbesar di Indonesia

dengan angka sebesar 79.659 ton pada tahun 2011 seperti ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Provinsi penghasil durian terbesar di Indonesia

Sumber : Dinas pertanian (2012)

Kulit Durian

Kulit buah merupakan bagian terbesar dari buah durian (sekitar 60-75%) yang pada umumnya dibuang sebagai limbah. Meningkatnya produksi durian tentunya akan diikuti meningkatnya limbah yang berupa biji dan kulit buah

Provinsi Durian (ton)

Jawa Barat 157,030

Jawa Timur 111,207

Sumatera Utara 79,659

(2)

durian. Pemanfaatan limbah menjadi suatu produk yang mempunyai nilai ekonomi, merupakan aspek yang diharapkan oleh semua pihak (Wijayanti, 2011).

Kulit durian merupakan limbah yang mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin, unsur selulosa, lignin, serta kandungan pati. Kandungan dalam kulit durian tersebut mempunyai bau yang sangat khas dan sangat menyengat. Karena kandungan kimianya, kulit durian dapat digunakan sebagai obat dalam dunia farmasi, perekat kayu dalam olahan kayu, dan dari turunan karbohidratnya dapat diolah untuk menghasilkan pektin yang merupakan bahan perekat dan pengental dalam industri pangan (Widarto, 2009).

Kulit durian mengandung berbagai vitamin, karbohidrat, lemak, protein, serat, kalsium, fosfor, asam folat, magnesium, potasium/kalium (K), zat besi (Fe), zinc, mangan (Mn), tembaga (Cu), karoten, thiamin, niasin, dan riboflavin. Kandungan kimia kulit durian yang juga dapat dimanfaatkan adalah pektin. Pektin merupakan senyawa turunan dari karbohidrat yang baik digunakan sebagai pengental dalam makanan, sehingga pektin yang diperoleh dari kulit durian dapat dimanfaatkan sebagai pengental dalam pembuatan cendol. Pektin dari kulit durian tersebut tidak berbahaya karena pada proses pemisahannya jumlah asam yang ditambahkan telah dicuci menggunakan alkohol yang kemudian dinetralkan hingga layak untuk dikonsumsi (Herfiyanti, 2010).

Daging putih kulit durian masih mempunyai aroma khas durian dan kandungan pektinnya yang tinggi yaitu 17%. Menurut Yulianto (1989), pembuatan jeli merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah albedo kulit durian, karena kandungan pektinnya yang tinggi (Wijayanti, 2011). Kulit durian mengandung unsur kalium dan natrium tinggi yang bisa digunakan untuk mengalirkan ion positif dan negatif. Tegangan ini cukup untuk menghidupkan aliran listrik baterai yang sudah mati. Tegangan yang dapat dihasilkan dari kulit durian ini sebesar 1,25 volt (Yusuf, 2011).

(3)

Pektin

Pektin merupakan komponen utama dari lamella tengah pada tanaman, pektin berperan sebagai perekat dan menjaga stabilitas jaringan dan sel. Pektin ditemukan oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790, pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan tahun 1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat (Herbstreith dan Fox, 2005).

Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil. Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Asam pektinat ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai (Edahwati, dkk., 2013).

Pektin adalah polisakarida kompleks yang bersifat asam yang terdapat dalam jumlah bervariasi, terdistribusi secara luas dalam jaringan tanaman. Umumnya terdapat di dalam dinding sel primer khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Pektin juga berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lainnya. Substansi pektin tersusun dari asam poligalakturonat, dimana gugus karboksil dari unit asam poligalakturonat dapat teresterifikasi sebagian dengan metanol (Hanum,dkk., 2012).

Pektin merupakan serbuk halus atau sedikit kasar, berwarna putih sampai kecokelatan yang hampir tidak memiliki bau. Kelarutan pektin berbeda-beda, sesuai dengan kadar metoksilnya. Pektin dengan kadar metoksil tinggi larut dalam air dingin, pektin dengan kadar metoksil rendah larut dalam larutan alkali atau oksalat (Hanum, dkk., 2012). Menurut Haryati (2006) pektin terdiri dari monomer asam galakturonat yang berbentuk suatu rantai molekul panjang. Rantai utama ini diselingi oleh kelompok rhamnosa dengan rantai cabang menyusun gula netral (arabinosa, galaktosa). Sebagian besar pektin tersusun atas metil ester dari asam poligalakturonat dan sodium, potasium, kalsium, dan garam ammonium. Pektin berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih, kekuningan, kelabu

(4)

Penyusun utama pektin adalah polimer asam D-galakturonat yang terikat dengan ikatan α-1,4 glikosidik. Struktur molekul dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul pektin Sumber : Yusuf (2011)

Sumber Pektin

Pektin dapat ditemui dalam buah-buahan, seperti mangga, nanas, pepaya, markisa, dan buah kecapi. Beberapa diantaranya buah yang memiliki kandungan pektin tinggi yaitu biji jeruk nipis sebanyak 32%, bubur daging bit sejumlah 30%, dan daging nanas sebanyak 29%. Secara umum, pektin larut dalam air. Selain itu, pektin juga dapat diendapkan dalam larutan encer seperti etanol atau aseton (Puspitasari, dkk., 2008).

Kulit durian dapat digunakan sebagai sumber pektin. Hal ini terbukti pada penggunaan pektin kulit durian dalam pembuatan cendol. Pektin ini dapat menggantikan peran dari tepung kanji yang biasanya digunakan dalam pembuatan cendol. Pektin kulit durian juga dapat memberikan tekstur yang lebih baik (Herfiyanti, 2010).

(5)

Pektin dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat esterifikasinya antara lain :

a. High Methoxyl Pectin (HMP) adalah pektin dengan derajat esterifikasi diatas 50% dan dapat membentuk gel dalam satuan larutan yang mengandung

padatan terlarut (umumnya gula) lebih besar dari 55%, pada pH sekitar 2,0-3,5.

b. Low Methoxyl Pectin (LMP) adalah pektin yang menggunakan derajat esterifikasi di bawah 50%. Pembentukan gel dapat terjadi dengan kehadiran ion kalsium didalam media yang mengandung 10-20% padatan terlarut pada kisaran pH 2,5-6,5. LMP dapat membentuk gel yang baik dengan konsentrasi 0,5-1,55% (Wong, dkk, 1989 di dalam Lubis, 2003).

Standar Mutu Pektin

Standar mutu pektin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Faktor mutu pektin menurut standar mutu SI

Faktor mutu Standar mutu (SI)

Kandungan metoksil : Pektin metoksil tinggi Pektin metoksil rendah Kadar asam galakturonat Kadar air

Kadar abu

Derajat esterifikasi untuk : Pektin ester tinggi Pektin ester rendah Kandungan logam berat :

Arsen (As) Timbal (Pb) NaCH3SO4 7-12% ≤ 7% Minimum 35% 4-12% Maksimum 10% Minimum 50% Minimum 50% Maksimum 40 mg/kg Maksimum 3 mg/kg Maksimum 10 mg/kg Maksimum 0,1% Sumber : Ristek (2007)

(6)

Banyaknya kebutuhan pektin di Indonesia dari tahun 1998-2007 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan pektin di Indonesia

No Tahun Jumlah impor (kg/tahun)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 245.610 302.610 474.800 379.050 319.140 239.900 189.470 136.334 670.410 183.050 145.750 147.616 131.236 221.990 240.792 85.157 (Februari-Maret) Sumber : BPS (diolah Pusdatin Perdagangan, Kementerian Perdagangan) (2013)

Pektin digunakan dalam bidang industri makanan dan dalam bidang farmasi. Dalam bidang makanan pektin digunakan sebagai bahan pembentuk gel untuk pembuatan selai dan jeli. Dimana kemampuan pektin membentuk gel tergantung pada kandungan gugus metoksilnya. Kemampuan pektin untuk dapat membentuk gel merupakan sifat yang unik dari pektin. Penggunaan pektin selain sebagai pembentuk gel juga digunakan dalam produk buah-buahan kemasan, juice, dan es krim sebagai penstabil (Nasril, 2011).

Proses Produksi Pektin

Untuk memperoleh rendemen pektin yang maksimal dan bermutu baik, perlu dilakukan ekstraksi yang tepat. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap jumlah dan mutu pektin yang terekstrak adalah suhu, waktu, dan keasaman selama ekstraksi berlangsung (Hanifah, 2003).

(7)

Proses pembuatan pektin kering dari jaringan tumbuhan sebagai sumber pektin meliputi beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :

Sortasi dan Pencucian bahan

Pada tahap persiapan bahan ini dilakukan perlakuan pendahuluan yaitu sortasi dan pencucian bahan untuk menghilangkan kotoran, senyawa gula, menghilangkan pigmen dan bahan padat terlarut lainnya. Sortasi pada perlakuan pendahuluan bertujuan untuk menghindari adanya bahan dalam keadaan cacat yang akan mempengaruhi mutu pektin yang akan dihasilkan.

Pencucian merupakan salah satu cara proses yang bertujuan untuk proses inaktivasi enzim pektin esterase yang dapat menghidrolisis pektin menjadi pektat (Akhmalludin dan Arie, 2005).

Ekstraksi

Pektin diperoleh dari jaringan tanaman dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut, dalam hal ini berupa air yang diasamkan dengan asam klorida. Jumlah pektin yang dihasilkan tergantung pada jenis dan bagian tanaman yang diekstrak. Sebelum diekstrak, dilakukan persiapan bahan sehingga mempermudah terjadinya kontak bahan dengan larutan yang akan mempermudah proses ekstraksi (Haryati, 2006).

Asam klorida merupakan asam kuat dan banyak digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan hati-hati karena merupakan cairan yang sangat korosif (dapat menyebabkan pengikisan) dan berbau menyengat. HCl termasuk bahan kimia berbahaya. Pereaksi reduksi-oksidasi kuat (seperti HCl, H2SO4 dan HNO3) mengoksidasi dan mereduksi gugus aldehid dan

gugus hidroksil dari monosakarida (Fessenden, 1999 di dalam Mulyiono, 2007). Semakin lama waktu ekstraksi, rendemen pektin yang dihasilkan semakin besar. Waktu ekstraksi yang lama menyebabkan peningkatan energi kinetik larutan sehingga difusi pelarut ke dalam sel jaringan semakin meningkat pula. Hal ini berakibat terlepasnya pektin dari sel jaringan sehingga pektin yang dihasilkan semakin banyak (Yujaroen, dkk., 2008).

Apabila selama ekstraksi terjadi proses hidrolisis yang berlangsung cepat disertai dengan proses oksidasi dapat mempercepat terjadinya deesterifikasi, demetilasi, dan depolimerisasi dimana proses ini membutuhkan air. Sedangkan proses depolimerisasi dapat menimbulkan degradasi asam pektinat, sehingga

(8)

Kadar metoksil pektin semakin tinggi dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hal ini dapat disebabkan gugus karboksil bebas yang teresterifikasi semakin meningkat. Hal ini juga sama terhadap berat ekivalen dimana semakin lama ekstraksi maka berat dari pektin yang dihasilkan akan semakin besar. Dalam penelitian terhadap ekstraksi kulit cokelat, asam yang digunakan adalah HCl 5% dan dinyatakan bahwa pencucian dengan alkohol memiliki warna yang lebih cerah (Constenla dan Lozano, 2003 di dalam Akhmalludin dan Arie, 2005).

Eti dan Kemal (2001) menyatakan ekstraksi pektin dilakukan untuk mengeluarkan pektin dari jaringan tanaman dengan cara memanaskan bahan dalam larutan asam panas encer, karena selain melarutkan asam pektat dan pektinat (pektin) juga berfungsi untuk menghidrolisis selulosa yang tidak larut menjadi pektin dan asam pektat yang larut. Larutan asam yang digunakan adalah asam klorida. Ekstraksi pektin dilakukan pada suhu 70oC-80oC, konsentrasi pelarut HCl 2%, pH 2, dan waktu ekstraksi 60-90 menit (Widodo, dkk., 2006).

Pektin dapat diekstraksi dengan pemanasan selama 4 jam pada suhu 90°C dengan penambahan asam klorida 4% hingga pH 2. Filtrat yang diperoleh diendapkan dengan menggunakan etanol dan kemudian dicuci menggunakan etanol (Wong, dkk., 2008).

Kadar air pektin yang dihasilkan semakin rendah dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Kadar air yang tinggi disebabkan tidak mampu menguapkan air pada pektin pada waktu yang singkat, sebaliknya semakin lama waktu ekstraksi akan meningkatkan penguapan jumlah air pada bahan selama proses ekstraksi sehingga mempermudah proses pengeringan dan kadar air akan rendah (Yulianingsih dan Agus, 2008).

Lamanya waktu ekstraksi mampu menghidrolisis polimer pektin sehingga rantai molekulnya menjadi lebih pendek. Semakin pendek rantai polimer pektin akan semakin memudahkan pengeringan karena kandungan air yang terperangkap didalamnya semakin sedikit. Kadar abu dalam pektin semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asam, suhu, dan waktu ekstraksi. Kadar abu meningkat dengan semakin lamanya waktu ekstrasi yaitu semakin lama waktu ekstraksi semakin lama terjadinya kontak antara bahan dan pelarut yang dapat memperbesar kesempatan larutnya mineral-mineral dari bahan sehingga semakin tinggi kadar abu. Selain itu, mineral yang terlarut akan ikut mengendap bercampur dengan pektin pada saat pengendapan dengan alkohol. Salah satu yang menentukan mutu pektin adalah kadar galakturonat. Semakin tinggi nilai kadar galakturonat, maka mutu pektin semakin tinggi. Semakin lama waktu ekstraksi, kadar galakturonat semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin lamanya reaksi hidrolisis protopektin menyebabkan gugus karboksil yang teresterkan semakin banyak sehingga nilai dari kadar galakturonat yang dihasilkan juga semakin meningkat (Kalapathy dan Proctor, 2001 di dalam Haryati, 2006).

Semakin lama waktu ekstraksi akan memperbesar gugus karboksil bebas yang akan teresterkan sehingga kandungan galakturonat akan semakin meningkat pektin. Semakin banyak gugus karboksil yang teresterkan menunjukkan nilai

(9)

gugus karboksil yang bebas tidak teresterkan semakin rendah yang menunjukkan bahwa nilai berat ekivalen juga semakin rendah (Rosyadi, 2007).

Semakin lama ekstraksi maka kadar galakturonat yang diperoleh dari perlakuan ekstraksi pektin dari kulit durian akan semakin meningkat. Meningkatnya kadar galakturonat karena semakin lamanya waktu difusi larutan ke dalam sel jaringan bahan yang akan semakin optimal melarutkan pektin dari bahan, sehingga meningkatkan banyaknya pektin yang terlarut atau terlepas (Fitriani, 2003).

Lama ekstraksi memberikan pengaruh terhadap mutu pektin yang dihasilkan. Warna pektin juga dipengaruhi oleh lama ekstraksi, semakin lama ekstraksi maka warna pektin yang dihasilkan akan semakin gelap. Hal ini dikarenakan pemanasan selama ekstraksi menyebabkan waktu kontak antara bahan dan pelarut akan semakin lama yang menyebabkan penguapan air dari bahan sehingga warna dari bahan akan semakin gelap. Disamping itu, jenis bahan, kandungan dari bahan yang diekstrak, dan pengeringan pektin basah juga memberikan pengaruh terhadap warna bahan (Edahwati, dkk., 2013).

Pengendapan

Proses pengendapan pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin dari larutannya. Pada proses pengendapan ini biasanya yang digunakan adalah alkohol. Penambahan alkohol ini bertujuan untuk mendehidrasi pektin sehingga mengganggu stabilitas larutan koloidalnya dan akibatnya pektin akan terkoagulasi (Rouse, 1977 di dalam Haryati, 2006).

Pada umumnya pelarut yang sering digunakan adalah alkohol karena alkohol mempunyai polaritas yang tinggi. Etanol mempunyai titik didih yang rendah dan cenderung aman. Keuntungan menggunakan pelarut etanol dibandingkan dengan aseton yaitu etanol mempunyai kepolaran lebih tinggi sehingga mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak,

(10)

Presipitasi merupakan proses pemisahan pektin dari larutannya dengan cara mengendapkan senyawa pektin tersebut. Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat (2004) mengendapkan pektin dengan menggunakan etanol 95% akan menghasilkan rendemen yang lebih banyak daripada pengendapan dengan menggunakan etanol 80%.

Pencucian

Proses ini dimaksudkan agar pektin yang didapat bebas dari senyawa-senyawa lain yang dapat mengurangi mutu dari pektin. Pencucian ini dilakukan dengan penambahan alkohol ataupun aseton, kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan dari pektin basah (Cempaka, 2010).

Pemurnian dilakukan dengan cara pencucian endapan atau presipitasi pektin tersebut dengan larutan etanol 95%. Kemudian hasil presipitasi yang dimurnikan tersebut dikeringkan dengan pengeringan oven. Pektin yang dikeringkan dihaluskan (Smith and Bryant, 1967 di dalam Rosyadi, 2007).

Pengeringan

Pengeringan adalah proses penurunan kadar air suatu bahan sampai dengan tingkat kadar air tertentu. Selain untuk mengurangi kadar air akhir dari pektin juga berkaitan dengan warna dari bahan yang dikeringkan, karena penggunaan suhu dan lama pengeringan yang tidak sesuai akan mempengaruhi warna dari bahan (Hartulistiyoso, 2003).

Kadar air pektin yang dihasilkan semakin rendah dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Kadar air yang tinggi disebabkan waktu ekstraksi yang singkat tidak mampu menguapkan air pada pektin, sebaliknya semakin lama waktu ekstraksi akan meningkatkan penguapan jumlah air selama proses ekstraksi sehingga mempermudah proses pengeringan. Berdasarkan standar Food Chemical Codex (1996), semua perlakuan masih memenuhi standar dengan kadar air pektin di bawah 12% (Yulianingsih dan Agus, 2008).

Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat (2004), pengeringan pektin markisa dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40-60oC selama 6-10 jam. Menurut Glahn (2001) di dalam Lubis (2003), pengeringan pektin harus dilakukan dengan suhu rendah untuk mencegah degradasinya senyawa pektin yaitu sekitar suhu 50oC selama 7-10 jam. Menurut Rosyadi (2007), setelah presipitasi dilanjutkan dengan pengeringan dalam oven vakum pada suhu 37-40oC selama 16 jam. Pektin kering yang diperoleh dihaluskan dan diayak untuk menghasilkan ukuran pektin yang seragam.

Gambar

Gambar 1. Struktur molekul pektin

Referensi

Dokumen terkait

Pujian merupakan bagian dari reinforcement positif yang dapat meningkatkan frekuensi respon siswa dalam kegiatan belajar. Guru menggunakan pujian untuk menumbuhkan

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :“Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pencurian

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberlanjutan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan masih sama dengan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dilihat dari

Pokok masalah adalah apakah yang menjadi faktor penyebab perceraian suami istri di desa Nalumsari? Bagaimana perilaku anak akibat perceraian di desa Nalumsari Jepara? Jenis

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam peneliti limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena atas rahmat yang telah diberikan,

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisa upaya pengendalian kualitas yang diterapkan oleh PT.X, mengetahui jenis cacat apa saja