• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BAHAN PENGASAM DAN KONDISI SUSU SAPI TERHADAP HASIL/RENDEMEN, KEASAMAN, KADAR AIR DAN KETEGARAN (firmness) KEJU TIPE MOZARELLA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH BAHAN PENGASAM DAN KONDISI SUSU SAPI TERHADAP HASIL/RENDEMEN, KEASAMAN, KADAR AIR DAN KETEGARAN (firmness) KEJU TIPE MOZARELLA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BAHAN PENGASAM DAN KONDISI SUSU SAPI TERHADAP HASIL/RENDEMEN, KEASAMAN, KADAR AIR DAN KETEGARAN (firmness) KEJU TIPE MOZARELLA

(EFFECT OF ACIDULANTS AND MILK COW CONDITIONS ON YIELD, ACIDITY, MOISTURE CONTENT, AND FIRMNESS OF MOZARELLA TYPES CHEESE)

Aulia Fisqi Arinda, Juni Sumarmono, Mardiati Sulistyowati

Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto e-mail : aulia_fisqi@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh bahan pengasam (asam asetat dan asam sitrat) dan kondisi susu sapi (susu segar dan susu dalam pendingin 24 jam) terhadap hasil/rendemen, keasaman, kadar air dan ketegaran (firmness) keju mozarella. Pengambilan data dilaksanakan pada 28 Februari sampai 10 Maret 2013 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Materi penelitian yang digunakan adalah 30 liter susu sapi dari Experimental Farm, 1 tablet rennet, asam asetat, asam sitrat dan aquadest. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial 2 x 2. Faktor 1 bahan pengasam: asam asetat (P1) dan asam sitrat (P2). Faktor 2 kondisi susu: susu segar (T1) dan susu dalam pendingin 24

jam (T2). Sehingga ada 4 perlakuan (P1T1, P1T2, P2T1, dan P2T2) dan 5 ulangan. Data yang diperoleh

dianalisis dengan analisis variansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengasam dan kondisi susu serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil/rendemen, keasaman, kadar air dan ketegaran (firmness) keju tipe mozarella (P>0,05). Disimpulkan bahwa keju tipe mozarella dapat dibuat dengan menggunakan susu segar atau susu dalam pendingin 24 jam yang ditambahkan bahan pengasam asetat maupun asam sitrat.

Kata Kunci : Keju tipe mozarella, hasil/rendemen, keasaman, kadar air, ketegaran

ABSTRACT

The research aimed to examine the effects of types of acidulants (acetic acid and citric acid) and cow’s milk conditions (fresh milk and 24 hours refrigerated milk) on yield, acidity, moisture content and firmness mozarella cheese. The experiment was carried out from February 28th to March 10th, 2013 at Laboratory of Animal Products Technology, Faculty of Animal Science Jenderal Soedirman University, Purwokerto. Research materials were 30 liters of cow's milk from the Experimental Farm, 1 tablet rennet, acetic acid, citric acid and distilled water. Research was done experimentaly using a Completely Randomized Design 2 x 2 factorial. Factor 1 was acidulants types : acetic acid (P1) and citric acid (P2). Factor 2 was milk conditions : fresh milk (T1) and 24

hours refrigerated milk (T2). There were 4 treatment combinations (P1T1, P1T2, P2T1 and P2T2) and

each treatments has 5 replicates. Data were analyzed by analysis of variance. The results showed that types of acidulants, milk conditions and their interactions have no significant effects on yield, acidity, moisture content and firmness of mozzarella-types cheese. In conclution mozarella types cheese can be made with used fresh milk or 24 hours refrigerated milk with acidulants acetic acid and citric acid.

(2)

PENDAHULUAN

Keju merupakan salah satu produk olahan susu yang populer di Indonesia dan bernilai gizi tinggi sebagai sumber protein, mineral dan vitamin. Bahan dasar utama untuk membuat keju adalah susu, misalnya susu sapi yang dapat di peroleh dari peternak sapi perah didalam negeri. Namun, sebagian besar keju yang beredar dipasaran masih di impor dari negara lain. Pada tahun 2009 volume impor mencapai 10.603 ton (BPS, 2010) dengan pertambahan rata-rata 5,96% tiap tahun.

Selama 24 jam dalam suhu 150-220C susu sapi akan menurun kualitasnya ditandai dengan munculnya rasa asam dan kemudian akan terbentuk gumpalan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka kualitas susu akan semakin menurun. Sehingga kerusakan susu dapat diatasi sementara dengan suhu rendah (40C) untuk dilakukan pengolahan seperti keju.

Keju dapat dibuat dengan pengasaman langsung yang disebut keju tipe mozarella. Menurut Daulay (1991), pengasaman dapat dilakukan dengan penambahan bahan yang bersifat asam misalnya asam asetat ataupun asam sitrat (metode direct acidification) menghasilkan keju tipe mozarella yang biasanya berwarna putih dan dikonsumsi tanpa melalui proses pematangan, misalnya keju kesong puti dari Pilipina, queso blancho yang populer di negara-negara Amerika Selatan, chhana dan paneer dari India dan Pakistan, serta beberapa keju cottage dan ricotta yang popular di Eropa (Chandan, 1996).

Asam sitrat (citric acid) dan asam asetat telah banyak digunakan dalam pembuatan makanan karena berfungsi sebagai pengawet serta memberi rasa asam. Menurut Purwadi (2006), pemberian beberapa jenis pengasam yang berbeda akan mempengaruhi hasil rendemen, kekerasan, daya potong, dan elastisitas yang berbeda pada keju. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi kualitas keju yaitu jenis pengasam, konsentrasi pengasam dan kondisi susu. Berdasarkan hal-hal tersebut, diperlukan penelitian untuk mengungkap lebih lanjut penggunaan teknik pengasaman langsung dengan berbagai pengasam serta perbedaan kondisi susu terhadap kualitas hasil/rendemen, keasaman, kadar air dan ketegaran (firmness) keju yang dihasilkan.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Materi yang digunakan adalah susu sapi sebanyak 30 liter, 1 tablet rennet, asam asetat, asam sitrat dan aquades sebanyak 10 liter. Peralatan yang digunakan membuat keju meliputi panci stainless, timbangan analitik, sendok, pipet tetes, timbangan digital, gas LPG, penyaring, pengaduk dan gelas ukur. Peralatan pendukung lain meliputi tissue, alumunium foil dan kertas label.

Metode penelitian adalah eksperimental disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 x 2 dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Faktor pertama yaitu bahan pengasam (asam asetat dengan konsentrasi 25% dan asam sitrat dengan konsentrasi 25%) dan faktor kedua adalah kondisi susu (susu segar dan susu dalam pendingin 4oC selama ±24 jam). Perlakuan yang uji adalah sebagai berikut :

P1T1 : Susu segar + asam asetat sebanyak 0,5% dari volume susu

P1T2 : Susu segar + asam sitrat sebanyak 0,5% dari volume susu

P2T1 : Susu layu + asam asetat sebanyak 0,5% dari volume susu

P2T2 : Susu layu + asam sitrat sebanyak 0,5% dari volume susu

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) hasil/rendemen (2) keasaman (3)kadar air (4) ketegaran (firmness). Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis variansi dan diuji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Bahan Pengasam dan Kondisi Susu Sapi yang Berbeda Terhadap Hasil/Rendemen Keju Tipe Mozarella

Hasil penelitian keju mozarella menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengasam dan kondisi susu yang berbeda dihasilkan hasil/rendemen hampir sama. Rataan hasil/rendemen keju tipe mozarella tersebut berkisar antara 11,30% - 12,93% (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil/Rendemen Keju Tipe Mozarella dari Susu Sapi (%) (Rataan ± Sd)

Pengasam (A) Kondisi Susu (B) Rataan Signifikansi

Segar Pendingin 24 jam A B A x B

Asam Asetat 11,296 ± 1,3358 12,93 ± 1,5593 12,113 ns ns ns Asam Sitrat 11,89 ± 0,6561 11,794 ± 0,8379 11,842

Rataan 11,593 12,362

Keterangan: ns : non signifikan (P > 0,05).

Hasil/rendemen merupakan perbandingan antara bobot bahan yang digunakan, yaitu bobot keju tipe mozarella yang dihasilkan dengan volume susu yang digunakan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengasam dan kondisi susu sapi yang berbeda dalam pembuatan keju tipe mozarella memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap hasil/rendemen. Rataan tertinggi yaitu susu dalam pendingin dengan penambahan asam asetat diperoleh hasil/rendemen 12,93%. Hal tersebut diduga karena kemampuan menurunkan pH telah tercapai dahulu daripada susu segar. Susu dalam pendingin 24 jam telah sedikit menurunkan pH akibat penyimpanan. Penurunan pH akan mengakibatkan rennet menggumpal sempurna yang menghasilkan rendemen lebih banyak dari susu segar. Nilai keasaman yang diperoleh berbanding terbalik dengan hasil/rendemen. Terlihat bahwa hasil/rendemen yang tinggi (12,93%) akan menghasilkan nilai keasaman yang paling rendah (6,5). Penelitian Rahmawati (2006) dengan penambahan asam sitrat 0,16% mendapatkan rendemen 7,789%. Hasil ini sedikit rendah dengan hasil penelitian asam asetat dan asam sitrat sekitar 11,296% - 12,93% karena jumlah asam yang ditambahkan berbeda.

Selain itu penambahan jumlah asam asetat maupun asam sitrat pada susu sama, sehingga akan menghasilkan pH akhir yang sama pula untuk kerja optimal rennet. Kerja rennet memotong κ-kasein pada posisi Phe105 dan Met106 sehingga dihasilkan curd yang relatif seragam, dan secara tidak langsung komponen-komponen susu yang terikat dalam curd misalnya air juga relatif sama kadarnya. Fox et al. (2000) menyatakan bahwa aktivitas protease selama koagulasi juga dipengaruhi oleh keasaman susu dan mempengaruhi kekuatan curd, sehingga rendeman keju yang dihasilkan dipengaruhi pula oleh keasaman susu. Oleh karena keasaman susu dalam penelitian ini hampir sama, maka rendemen keju yang dihasilkan juga hampir sama. Keasaman susu saat penambahan bahan pengasam tidak jauh berbeda, begitu pula dengan keasaman dari susu segar dengan susu dalam pendingin 24 jam.

Hasil analisis ragam yang tidak berbeda juga dimungkinkan karena konsentrasi asam asetat dan asam sitrat yang ditambahkan sama. Jika level penambahan semakin tinggi maka akan menyebabkan terjadinya pelepasan air dalam keju dan terjadi penggabungan molekul-molekul

(4)

kasein untuk membentuk gumpalan kasein (curd) yang lebih banyak. Nurlaela (2010) pada penelitiannya melaporkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh menyebabkan rendemen yang dihasilkan semakin rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena ketidakstabilan protein terhadap asam saat proteolisis. Semakin rendah pH akibat penambahan yang semakin banyak akan mengakibatkan semakin tinggi pula proteolisis yang terjadi sehingga protein larut dalam whey semakin banyak. Semakin banyak protein yang terlarut menyebabkan rendemen yang tersaring semakin sedikit.

Uraian diatas menjelaskan bahwa penggunaan bahan pengasam asetat maupun sitrat akan diperoleh hasil/rendemen yang relatif sama dengan kondisi susu segar ataupun susu dalam pendingin 24 jam. Jumlah asam 5ml/lt dapat ditambahkan pada pembuatan keju agar efisien dengan kondisi susu pendingin 24 jam ataupun dalam keadaan segar, sehingga hipotesis yang dikemukakan bahwa kondisi susu berpengaruh ditolak atau tidak sesuai dengan hasil penelitian.

Pengaruh Bahan Pengasam dan Kondisi Susu Sapi yang Berbeda Terhadap Keasaman Keju Tipe

Mozarella

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh bahan pengasam dan kondisi susu sapi yang berbeda terhadap keasaman keju tipe mozarella dihasilkan keasaman relatif sama. Rataan yang diperoleh yaitu 6,5 – 6,74 (Tabel 2).

Tabel 2. Keasaman Keju Tipe Mozarella dari Susu Sapi (Rataan ± Sd)

Pengasam (A) Kondisi Susu (B) Rataan Signifikansi

Segar Pendingin 24 jam A B A x B

Asam Asetat 6,624 ± 0,1405 6,5 ± 0,1654 6,562 ns ns ns Asam Sitrat 6,606 ± 0,3533 6,612 ± 0,0311 6,609

Rataan 6,615 6,556

Keterangan: ns : non signifikan (P > 0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengasam dan kondisi susu sapi yang berbeda dalam pembuatan keju tipe mozarella memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap keasaman. Asam asetat dengan menggunakan kondisi susu sapi dalam pendingin menghasilkan keasaman yang tinggi 6,5. Kondisi susu dalam pendingin 24 jam dimungkinkan menekan pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga pH yang dihasilkan sedikit lebih rendah dibandingkan susu segar. McMahon et al. (2005) pada penelitian sebelumnya melaporkan bahwa pH keju dapat mempengaruhi sifat fungsional. Keju dengan pH dibawah 5,0 akan mengakibatkan keju kehilangan kemampuan untuk meleleh dan mulur meskipun kalsium terikat terus menerus karena hilangnya kelarutan kasein. Sedangkan susu segar dengan penambahan asetat nilai keasamannya rendah 6,624 karena penurunan pH tidak terlalu jauh dari susu segar yaitu sekitar 6,9 – 7,1 yang langsung dibuat keju mozarella.

Pembuatan keju pada level asam sitrat yang berbeda telah diteliti oleh Komar dkk. (2009) yaitu penambahan asam yang berbeda akan menghasilkan pH yang berbeda pula. Kenaikan level pH pada saat pemberian bahan pengasam berbanding lurus dengan kenaikan pH keju yang dihasilkan. Rataan keasaman yang didapatkan pada penelitian ini hampir sama karena jumlah dan konsentrasi yang diberikan tidak berbeda. Akibatnya kemampuan menurunkan pH 5,8 untuk

(5)

rennet bekerja optimal telah tercapai secara bersamaan dan mendapatkan nilai keasaman yang tidak jauh berbeda.

Keasaman sangat ditentukan oleh pH awal (7,1) dan pH akhir (6,9) yang dihasilkan. Kondisi susu yang berbeda memilki pH awal yang tidak jauh berbeda, sedangkan penambahan asam juga dilakukan pada pH yang sama serta dalam level dan konsentrasi yang sama pula. Alasan tersebut menyebabkan keasaman keju relatif sama yang mengandung hipotesis bahan pengasam tidak berpengaruh pada hasil keasaman diterima.

Pengaruh Bahan Pengasam dan Kondisi Susu Sapi yang Berbeda Terhadap Kadar Air Keju Tipe

Mozarella

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengasam dan kondisi susu yang berbeda terhadap kadar air tidak jauh berbeda. Rataan kadar air keju tipe mozarella tersebut berkisar antara 52,87% - 56,21% (Tabel 3).

Tabel 3. Kadar Air Keju Tipe Mozarella dari Susu Sapi (%) (Rataan ± Sd)

Pengasam (A) Kondisi Susu (B) Rataan Signifikansi

Segar Pendingin 24 jam A B A x B

Asam Asetat 54,194 ± 2,9288 56,214 ± 1,2452 55,204 ns ns ns Asam Sitrat 52,872 ± 2,5056 53,762 ± 2,7750 53,317

Rataan 53,533 54,988

Keterangan: ns : non signifikan (P > 0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengasam dan kondisi susu sapi yang berbeda dalam pembuatan keju tipe mozarella memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air. Berdasarkan data pada tabel 3, kadar air tertinggi diperoleh susu dalam pendingin dengan penambahan asam asetat yaitu sebesar 56,21% dan terendah pada susu segar dengan penambahan asam sitrat sebesar 52,87%. Kadar air 56,21% dari susu dalam pendingin karena hasil/rendemennya juga tinggi. Artinya, hasil/rendemen yang tinggi mampu mengikat air lebih banyak didalam keju karena permukaannya lebih luas. Namun belum tentu hasil rendemen tinggi selalu menghasilkan kadar air yang tinggi pula. Penyebab perbedaan karena perlakuan yang diberikan. Asam asetat dan asam sitrat memberikan pengaruh pada kondisi susu berbeda.

Perbedaan yang dihasilkan antar perlakuan hampir sama juga diduga tidak adanya perbedaan kandungan kalsium dalam keju yang dihasilkan masing-masing asam sehingga kemampuan dalam mengikat air dalam curd sama. Penelitian Purwadi (2008) menunjukkan bahwa pH susu setelah ditambah asam dengan interval sempit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan perlakuan dengan interval lebar menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap beberapa parameter penentu kualitas keju seperti kadar air. Penelitian ini menggunakan penambahan asam dengan interval atau level yang sama menyebabkan kadar air keju tidak jauh berbeda.

Asam yang ditambahkan dalam pembuatan keju akan menurunkan pH susu segar dari 6,9 - 7,1 menjadi 5,8 - 6 untuk kerja rennet optimal. Penambahan asam akan mempercepat proses penurunan pH bila dibandingkan dengan penambahan bakteri starter. Asam dapat menyebabkan peningkatan kalsium nonmicellar dan kalsium ini larut dalam whey, sedangkan kalsium yang

(6)

bertahan didalam keju adalah kalsium micellar. Makin tinggi kalsium nonmicellar yang terbentuk berarti makin rendah kalsium yang dipertahankan dalam keju. Menurut Metzger et al. (2000), penurunan kadar kalsium dalam keju ini mengakibatkan keju lebih lunak atau makin tinggi kadar airnya.

Shakeel et al. (2003) menyatakan bahwa keju mozarella mempunyai kadar air 45% - 52%. Pada penelitian ini didapatkan 52,87% - 56,81% sehingga masih memenuhi range kadar air keju mozarella dan dapat dimasukkan kedalam golongan keju lunak. Hasil kadar air 56,81% diduga karena penyimpanan susu dalam pendingin 24 jam memberikan pengaruh tidak nyata terhadap keju yang dihasilkan, artinya waktu penyimpanan susu 24 jam dalam pendingin sifat fisik dan kandungannya belum begitu berbeda. Kemungkinan waktu penyimpanan dalam pendingin juga akan mempengaruhi keju, semakin lama penyimpanannya maka hasilnya akan terlihat berbeda.

Penggunaan berbagai bahan pengasam dan kondisi susu sapi dalam penelitian ini dapat meningkatkan daya serap air sehingga kadar air yang dihasilkan relatif tinggi, dengan kadar air yang tinggi akan dapat mempengaruhi daya simpan keju. Semakin tinggi kadar air yang ada didalam keju maka daya simpan keju akan semakin pendek. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya interaksi antara bahan pengasam dan kondisi susu yang berbeda terhadap keasaman maka hipotesis ditolak.

Pengaruh Bahan Pengasam dan Kondisi Susu Sapi yang Berbeda Terhadap Ketegaran (firmness) Keju Tipe Mozarella

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh bahan pengasam dan kondisi susu sapi yang berbeda dihasilkan ketegaran (firmness) keju tipe mozarella yang relatif sama.

Tabel 4. Ketegaran (firmness) Keju Tipe Mozarella dari Susu Sapi (mm/g/dt) (Rataan ± Sd) Pengasam (A) Kondisi Susu (B) Rataan Signifikansi

Segar Pendingin 24 jam A B A x B

Asam Asetat 0,0739 ± 0,0152 0,076 ± 0,0114 0,075 ns ns ns Asam Sitrat 0,072 ± 0,0148 0,068 ± 0,0179 0,07

Rataan 0,073 0,072

Keterangan: ns : non signifikan (P > 0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bahan pengasam dan kondisi susu sapi yang berbeda dalam pembuatan keju tipe mozarella memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap ketegaran (firmness). Pengukuran keju menggunakan alat penetrometer modifikasi, keju dapat dikatakan lunak apabila jarum penetrometer yang digunakan semakin dalam masuk kedalam keju yang diukur (angka penunjuk jarum semakin besar). Rataan ketegaran (firmness) keju lunak susu sapi tidak jauh berbeda yaitu sekitar 0,068 mm/g/dt - 0,076 mm/g/dt (Tabel 4). Wulansari (2011) dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil keju lunak susu kambing dengan penambahan jeruk nipis mempunyai angka ketegaran (firmness) paling tinggi 0,012 mm/g/dt dan penambahan asam laktat paling rendah 0,009 mm/g/dt. Angka pada hasil keju susu dalam pendingin dengan penambahan asam asetat menghasilkan keempukan paling tinggi 0,076 mm/g/dt karena hasil kadar airnya juga paling tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lain. Artinya ketegaran (firmness) juga berbanding lurus dengan kadar air, jika ketegaran (firmness) tinggi atau empuk maka kadar air yang ada dalam keju juga akan besar. Ketegaran (firmness) ini

(7)

berperan dalam tingkat kesukaan konsumen keju lunak. Biasanya semakin empuk akan lebih disukai daripada keju mozarella yang bertekstur keras.

Teknik direct acidification menghasilkan keju lunak bila dibandingkan teknik starter acidification. Teknik pengasaman langsung atau direct acidification menghasilkan keju dengan kadar air lebih tinggi dibandingkan keju peram atau starter acidification. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas keju menurut Mulyani et al., (2009) yaitu rennet yang digunakan, jumlah kasein, kelembaban dan kalsium. Keju lunak menghasilkan kadar kalsium rendah karena akibat dari banyaknya kalsium yang ikut terlarut dengan whey pada saat proses pemisahan whey, namun peningkatan kadar air keju dapat menyebabkan kekerasan keju menurun (Farkye et al., 1995). Kekerasan keju tergantung pada kadar air. Salah satu yang mempengaruhi kadar air yaitu waktu penyimpanan, semakin lama waktu penyimpanan maka kadar air keju secara lambat akan meningkat.

Berdasarkan pembahasan mengenai penambahan bahan pengasam dan kondisi susu sapi yang berbeda diatas ketegaran (firmness) keju dipengaruhi oleh kadar air. Ketegaran (firmness) atau keempukaan bisa dirasakan dengan menggigit maupun mencicipi keju mozarella. Hipotesis yang dikemukakan bahwa ada interaksi pengaruh dari bahan pengasam dan kondisi susu yang berbeda ternyata ditolak karena bahan pengasam maupun kondisi susu yang berbeda tidak mempengaruhi hasil ketegaran (firmness) keju tipe mozarella.

SIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan bahan pengasam (asam asetat dan asam sitrat) dan kondisi susu (susu segar dan susu 24 jam dalam pendingin) yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap hasil/rendemen, keasaman, kadar air dan ketegaran (firmness) keju tipe mozarella.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih disampaikan kepada Fakultas Peternakan Unsoed, Sulis Setiyorini tim satu penelitian dan rekan-rekan angkatan 2009 Unsoed.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2010. Volume Ekspor dan Impor. www.bps.go.id. diakses tanggal 29 Maret 2013.

Chandan, R. C. 1996. Cheeses Made by Direct Acidification. In: Feta and Related Cheeses (Ed: A. Y. Tamime). Woodhead Publishing Limited. Cambridge, UK.

Daulay, D. 1991. Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Farkye, N. Y., B. Bhanu Prasad, R. Rossi, and O. R. Noyes. 1995. Sensory and Textural Properties of Queso Blanco-Type Cheese Influenced by Acid Type. Journal of Dairy Science 78: 1649-1656. Fox, D.F., T.P. Guinee, T.M. Logan and P.L.H. McSweeney. 2000. Fundamentals of Cheese Science.

An Aspen Publication. Gaithersburg. Maryland Hui, Y.H. 1991. Dictionary of Food Science and Technology. Willey, Inter Science Publication. New York.Barrow, P.A. 1992. Probiotics for chickens. Chapman and Hall, London.

(8)

Komar, N., L. C. Hawa, dan R. Prastiwi. 2009. Karakteristik Termal Produk keju Mozarella (Kajian Konsentrasi Asam Sitrat). Jurnal Teknologi Pertanian 10 (2): 78-87.

McMahon, D. J., B. Paulson and C. J. Oberg. 2005. Influence of Calcium, Ph and Moisture on Protein Matrix Structure and Functionality in Direct-Acidified Nonfat Mozarelle Cheese. Journal of Dairy Science 88: 3754-3763.

Metzger, L. E., D. M. Barbano, M. A. Rudan and P. S. Kindstedt. 2000. Effect of Milk Preacidification on Low Fat Mozzarella Cheese: I. Composition and Yield. Journal of Dairy Science 83:648-658. Mulyani, S., A. Azizah, and A. M. Legowo. 2009. Profil Kolesterol, Kadar Protein dan Tekstur Keju Menggunakan Mucor miehei Sebagai Sumber Koagulan. Makalah Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan 20 Mei 2009. Universitas Diponegoro. Semarang.

Nurlaela, L. 2010. Penggunaan Ekstrak Belimbing Wuluh (Avorrhea Bilimbi) pada Proses Pembuatan Keju Tipe Cottage ditinjau dari Presentase Produk, Kadar Protein dan Tingkat Kesukaan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Hal. 28-36.

Purwadi. 2006. Tinjauan Kualitas Fisik Keju Segar dengan Bahan Pengasam Jus Jeruk Nipis dan Asam sitrat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 1 (1): 18-23.

Purwadi. 2008. Konsentrasi Optimum Jus Jeruk Nipis Sebagai Bahan Pengasam pada Pembuatan Keju Mozarella. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 3(2): 32-38.

Rahmawati, E. 2006. Pembuatan Keju Segar (Kajian Pengaruh Konsentrasi Rennet dan Lama Koagulasi Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik). Skripsi. Universitas Brawijaya.Dwiloka, Bambang. 2003. Efek Kolesterolemik Berbagai Telur. Media Gizi & Keluarga 27(2): 58-65.

Shakeel-Ur-Rehman., N. Y. Farkye and B. Yim. 2003. Use of Dry Milk Protein Concentrate in Pizza Cheese Manufactured by Culture or Direct Acidification. Journal of Dairy Science 86(12): 3841 – 3848.

Wulansari, P. D., 2011. Pembuatan Keju Lunak Susu Kambing Peranakan Etawah dengan Teknik Direct Acidification. Laporan Penelitian Indofood Riset Nugraha 2010.

Gambar

Tabel 1. Hasil/Rendemen Keju Tipe Mozarella dari Susu Sapi (%) (Rataan ± Sd)  Pengasam (A)  Kondisi Susu (B)
Tabel 2. Keasaman Keju Tipe Mozarella dari Susu Sapi (Rataan ± Sd)  Pengasam (A)  Kondisi Susu (B)
Tabel 3. Kadar Air Keju Tipe Mozarella dari Susu Sapi (%) (Rataan ± Sd)  Pengasam (A)  Kondisi Susu (B)
Tabel 4. Ketegaran (firmness) Keju Tipe Mozarella dari Susu Sapi (mm/g/dt) (Rataan ± Sd)

Referensi

Dokumen terkait

Menu Utama Login Profil Keluar Kasir Marketing Programmer Perusahaan Masukan Data Keluaran Keluar Pemesanan Tiket Harga Tour Masukan Dokumen Kwitansi Pelunasan Kwitansi DP

Permendiknas RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Karja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan.. Permendiknas RI Nomor 35 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Internet of Things (IoT) pada dasarnya menghubungkan semua perangkat ke internet, IoT sering disebut teknologi masa kini yaitu teknologi yg memanfaatkan perangkat komputer

Motivasi Perawat dalam penelitian ini paling banyak adalah dengan motivasi kurang, hal ini mungkin bisa dilatarbelakangi oleh status pekerjaan Perawat yaitu paling

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Restiani dalam Puspitasari (2013) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pajak dan sosialisasi perpajakan memiliki pengaruh

(Jelaskan manfaat secara langsung/tidak langsung yang akan diperoleh jika usulan ini didanai. Mis: terciptanya lapangan kerja, meningkatnya produksi/pemasaran,

Fokus penelitian ini pada kegiatan Musrenbang pada tingkat desa dan kelurahan sebagai forum komunikasi stakeholder yang mewakili masyarakat desa/kelurahan untuk mengaspirasikan

Based on the research that has been done can be concluded that the use of laboratory-based inquiry learning model can significantly improve students' critical