• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem penghantaran lepas lambat sedang dikembangkan untuk mengatasi kekurangan dari sistem penghantaran obat konvensional. Sistem lepas lambat dapat bekerja dengan material seperti mikropartikel yang dapat mengenkapsulasi obat dan melepaskannya secara terkontrol pada waktu yang relatif lama (Muhaimin, 2013). Mikropartikel berpotensi besar meminimalkan

toksisitas, mengurangi frekuensi pemberian dosis dan meningkatkan

bioavailabilitas relatif obat (Parida et al., 2013). Pemanfaatan mikropartikel dalam tisssue engineering scaffold yaitu sebagai sistem penghantaran obat yang kompleks dan dikemas dengan profil degradasi tertentu. Scaffold dapat dimanfaatkan sebagai faktor pertumbuhan dan/ atau untuk membantu pelepasan obat secara terkontrol sehingga dapat memfasilitasi perbaikan dan regenerasi jaringan target (Chau et al., 2008). Deksametason dikenal sebagai molekul signal yang penting untuk diferensiasi di sumsum tulang dan mesenchymal stem cells. Evaluasi in vivo dari deksametason memberikan penurunan yang signifikan terhadap respon inflamasi dan dapat menaikkan osteogenesis (Webber et al., 2012).

Polivinil alkohol (PVA) merupakan polimer bersifat non toksik dan biodegradable. Surfaktan PVA pada penelitian ini digunakan sebagai bahan penstabil emulsi. Penelitian medis dan farmasi baru-baru ini mengungkapkan bahwa PVA dapat digunakan dalam formulasi sediaan lepas lambat sebagai agen pengemulsi dalam penyusunan polimer nano/ mikropartikel/ scaffold untuk pengobatan penyakit yang berhubungan dengan jantung, otot dan tulang (Aina et al., 2014).

Sukmawati et al. pada 2015 melakukan formulasi mikropartikel deksametason dengan variasi konsentrasi PVA sebagai surfaktan. Penelitian tersebut menghasilkan mikropartikel dengan diameter rata-rata 7,1 μm, 9,85 μm

(2)

dan 7,35 μm pada mikropartikel dengan konsentrasi PVA 0,1%, 0,5%, dan 2,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi PVA cenderung menyebabkan ukuran partikel meningkat. Profil pelepasan deksametason dari MP pada penelitian tersebut yang dianalisis menggunakan spektrofotometer UV menunjukkan ketidaksesuaian hasil dengan obat yang seharusnya terlepas. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan mengganti analisisnya menggunakan alat High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang diharapkan akan memberikan hasil analisis lebih akurat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut maka dapat diperoleh rumusan masalah yaitu bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi polivinil alkohol sebagai surfaktan dalam pembuatan mikropartikel deksametason dengan matriks etil selulosa terhadap profil pelepasan obat yang dianalisis menggunakan HPLC?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi surfaktan polivinil alkohol dalam formulasi mikropartikel deksametason dengan matriks etil selulosa terhadap profil pelepasan obat dengan analisis menggunakan HPLC.

D. Tinjauan Pustaka 1. Penerapan Mikropartikel dalam Tissue Engineering

Mikropartikel berukuran sangat kecil yaitu 1-1000 µm dan merupakan salah satu kandidat yang baik sebagai pembawa obat pada sediaan lepas lambat. Mikropartikel telah menjadi sistem penghantaran obat yang akurat dengan cara mengurangi konsentrasi obat di area yang bukan jaringan target dan efektif untuk obat yang tidak larut atau sedikit larut air (Parida et al., 2013).

(3)

Pemanfaatan mikropartikel dapat diterapkan dalam tisssue engineering sebagai sistem penghantar obat lepas lambat. Tissue engineering merupakan bidang yang memfokuskan pada perbaikan, penggantian, dan regenerasi jaringan yang terpapar penyakit atau yang dirusak oleh biomaterial, molekul biologis dan sel-sel terkait. Prinsip utama dalam tissue engineering melibatkan pertumbuhan sel-sel yang sesuai secara in vitro untuk tujuan pengobatan yang diinginkan sebelum diberikan ke dalam tubuh pasien (Chau et al., 2008).

2. Metode Pembuatan Mikropartikel

Metode pembuatan mikropartikel hendaklah memenuhi persyaratan yaitu: (1) Aktivitas biologis dan stabilitas obat tidak terpengaruh oleh proses pembuatan mikropartikel; (2) Mikropartikel yang dihasilkan harus memiliki bermacam ukuran yang diinginkan dan efisiensi enkapsulasi obat harus tinggi; dan (3) Profil pelepasan obat dan kualitas partikel harus reprodusibel. Pembuatan mikropartikel memiliki beberapa metode menurut Muhaimin (2013):

a. Presipitasi Partikel dengan Penambahan Non Pelarut (Koaservasi)

Mikropartikel dibuat dengan cara mendispersikan baik kristal partikel padat atau larutan obat dalam larutan polimer organik yang diikuti oleh pemisahan kedua fase dengan penambahan pelarut organik kedua dan polimer tidak dapat larut. Partikel yang dihasilkan oleh metode ini memiliki distribusi ukuran partikel besar yang tidak sesuai untuk penggunaan klinis yang diinginkan.

b. Presipitasi Partikel dengan Partisi Pelarut

Larutan atau suspensi obat dalam polimer diinjeksikan ke dalam aliran minyak. Pelarut organik akan larut dalam minyak tapi obat dan polimer tidak akan larut. Obat dan polimer akan mengendap bersama jika obat larut dalam larutan polimer. Polimer akan mengendap disekitar partikel obat jika obat tersuspensi dalam larutan polimer. Mikropartikel yang terbentuk biasanya relatif besar.

c. Spray Drying

Obat dilarutkan atau disuspensikan dalam larutan polimer organik dan campuran yang dihasilkan disemprot kering untuk membentuk mikrosfer. Kekurangan dari metode ini yaitu partikel yang terpapar udara panas dalam skala

(4)

besar dapat mempengaruhi stabilitas oksidasi-sensitif obat atau obat menjadi termolabil.

d. Ekstraksi Fluida Superkritis

Penggunaan cairan superkritis sebagai media ekstraksi merupakan alternatif untuk pembentukan mikropartikel. Selama fase ini kristal dapat tumbuh dalam ukuran yang tidak terkendali. Kelemahan lainnya yaitu prosesnya memakan waktu lama dan mahal, dihasilkan polidisper dengan berbagai ukuran besar, dan beracun karena pelarut organik yang digunakan saat rekristalisasi dapat melebihi batas yang ditentukan.

e. Penguapan Pelarut

Metode penguapan pelarut telah digunakan secara luas untuk preparasi mikropartikel berbasis polimer. Metode penguapan pelarut terdiri dari metode emulsi tunggal dan emulsi ganda. Metode emulsi tunggal merupakan proses yang melibatkan emulsi minyak dalam air (O/W). Emulsi O/W terdiri dari fase organik yang berisi pelarut mudah menguap, larutan polimer dan obat yang akan dienkapsulasi, dan fase air yang berisi larutan surfaktan. Metode emulsi ganda digunakan untuk obat hidrofilik yang tidak larut dalam pelarut organik.

Percobaan ini menggunakan metode emulsi tunggal tipe O/W karena metode ini paling umum untuk pembuatan mikrokapsul. Mikroenkaspsulasi dengan metode penguapan pelarut memiliki konsep yang sederhana. Konsep yang pertama yaitu emulsifikasi larutan polimer yang mengandung obat terlarut dan surfaktan untuk membentuk dispersi obat. Kedua, pelarut dihilangkan dengan pemanasan, vakum atau dengan penguapan pada suhu ruang untuk menghasilkan suspensi yang akan disentrifugasi untuk mendapatkan endapan mikropartikel. Konsep yang terakhir yaitu mikropartikel dicuci dan dikeringkan untuk memperoleh mikropartikel kering (Kumar et al., 2011).

3. Mekanisme dan Kinetika Pelepasan Obat dari Sediaan

Pelepasan obat adalah proses ketika obat diubah menjadi bentuk yang dapat diabsorpsi, didistribusi, dimetabolisme dan diekskresikan di dalam tubuh sehingga dapat menunjukkan aktivitas farmakologi. Model matematika berperan

(5)

penting dalam memprediksi mekanisme pelepasan obat. Berikut merupakan beberapa model perhitungan pelepasan obat dari sediaan menurut Shaikh et al. (2015):

a. Fick’s First Law of Diffusion

Fick’s First Law of Diffusion merupakan hukum yang berhubungan dengan difusi fluktuatif dari daerah konsentrasi tinggi ke rendah, yang dirumuskan dengan Persamaan 1.

J = -D(dc/dx) (1)

J = jumlah zat yang secara tegak lurus melalui permukaan per waktu D = koefisien difusi

dc/dx = konsentrasi gradien b. Fick’s second law of diffusion

Fick’s second law of diffusion merupakan hukum yang menunjukkan perubahan konsentrasi dalam volume bidang difusi sebanding dengan laju

perubahan konsentrasi spasial, dirumuskan dengan Persamaan 2.

dc/dt = D d2c/dx2 (2)

J = jumlah zat yang secara tegak lurus melalui permukaan per waktu D = koefisien difusi

dc/dx = konsentrasi gradien

Kekurangan dari Fick’s law yaitu terdapat keterbatasan dalam difusi obat yang memiliki struktur heterogen, pergerakan terbatas, difusi non-Fickian dan jenis ion, dalam hal jenis seperti koefisien difusi tidak dapat dianggap konstan pada semua sistem.

c. Orde Nol

Model orde nol menjelaskan sistem pelepasan obat yang tidak tergantung pada konsentrasi obat, dirumuskan dengan Persamaan 3.

C = C0-K0 t (3)

C = jumlah obat yang terlepas atau terlarut (diasumsikan bahwa pelepasan obat terjadi secara cepat setelah obat terlarut)

(6)

C0 = jumlah awal obat dalam larutan (biasanya nol)

K0 = konstanta orde nol

t = waktu

Persamaan ini dapat diterapkan untuk menggambarkan pembubaran obat dari beberapa obat sediaan modified release tertentu seperti sistem transdermal serta tablet dengan matriks obat kelarutan rendah, sistem osmotik, dan lain-lain. d. Orde Satu

Model orde satu menggambarkan absorbsi dan eliminasi beberapa obat, dirumuskan dengan Persamaan 4.

Log C = Log C0-Kt/2,303 (4)

C0 = konsentrasi awal obat dalam larutan

K = konstanta orde satu t = waktu

Data yang diperoleh diplotkan sebagai log kumulatif persentase obat yang tersisa versus waktu dalam persamaan garis lurus dengan slop = K/2,303. Persamaan ini dapat digunakan untuk menggambarkan obat terlarut dalam sediaan seperti obat-obat yang larut air dalam material berpori.

e. Higuchi

Model Higuchi biasanya digunakan untuk menghitung pelepasan obat dari sistem matriks, dirumuskan dengan Persamaan 5.

Qt = KH x t1/2 (5)

Qt = jumlah obat yang terlepas pada waktu (t) tertentu

KH = konstanta Higuchi

t= waktu

Higuchi menjelaskan pelepasan obat sebagai proses difusi berdasarkan hukum Fick yang tergantung akar kuadrat waktu. Proses difusi Q terhadap akar kuadrat dari waktu adalah linier (Salome et al., 2013).

Penelitian ini menggunakan Persamaan 5 yaitu model matematika Higuchi. Model Higuchi digunakan karena model ini dikenal sebagai perhitungan yang sederhana dan biasa digunakan untuk mengetahui laju pelepasan obat sediaan lepas terkontrol.

(7)

4. Deskripsi Bahan a. Deksametason

Deksametason (DXM) adalah salah satu obat antiinflamasi dan imunomodulasi yang potensial dan telah secara luas diterapkan pada sejumlah strategi biomaterial untuk mengurangi respon imun (Webber et al., 2012). Deksametason berkhasiat untuk sebagian besar penyakit kronis yang berhubungan dengan penyakit fibronektin-kardiovaskuler, inflamasi dan rheumatoid artritis (Tsung and Burgess, 2001). Pemerian berupa serbuk atau hablur, berwarna putih, tidak berbau dan berasa agak pahit. Kelarutannya tidak larut dalam air, larut dalam 165 bagian kloroform P dan 42 bagian etanol 95% P (Depkes RI, 1979). Struktur kimia deksametason dapat dilihat di Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia Deksametason b. Etil Selulosa

Etil selulosa (EC) adalah polimer rantai panjang unit b-anhidroglukosa yang dihubungkan melalui hubungan asetal. Pemerian berupa serbuk tidak berasa, berwarna putih dan free flowing. Kelarutannya larut dalam kloroform, etanol 95%, etil asetat dan toluene, dan tidak larut dalam propilen glikon, air dan gliserin. Penyimpanannya pada suhu tidak melebihi 32°C dan tidak disimpan di samping peroksida atau agen pengoksidasi lainnya. Penggunaan EC dalam formulasi oral dapat digunakan sebagai agen pelapis hidrofobik untuk tablet, memodifikasi pelepasan obat, menutupi rasa yang tidak menyenangkan, atau untuk meningkatkan stabilitas formulasi. Formulasi tablet lepas terkontrol dapat dibuat menggunakan EC sebagai matriks. Etil selulosa yang viskositasnya tinggi dapat

(8)

digunakan dalam mikroenkapsulasi obat. Pelepasan obat dari mikrokapsul etilselulosa tergantung dari ketebalan dan luas permukaan dinding mikrokapsul (Dahl, 2009).

c. Polivinil Alkohol

Polivinil alkohol (PVA) ialah polimer sintesis semi-crystaline, bersifat biodegradable, dan memiliki rumus (C2H4O)n (Aina et al., 2014; AbuBaker,

2009). Pemerian berupa serbuk granul, tidak berbau, dan berwarna putih-krem. Kelarutannya larut dalam air, sedikit larut dalam etanol 95%, dan tidak larut dalam pelarut organik. Polivinil alkohol stabil bila disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat yang sejuk dan kering, dan tetap sabil saat terkena cahaya. Polivinil alkohol mengalami degradasi lambat pada suhu 100˚C dan cepat pada suhu 200˚C. Polivinil alkohol dapat terurai di asam kuat, larut dalam asam lemah dan basa. (AbuBaker, 2009).

d. Diklorometana

Diklorometana (DCM) adalah hidrokarbon terklorinasi yang memiliki

rumus molekul CH2Cl2. Pemerian pada suhu kamar berupa cairan tidak berwarna

dan berbau manis mirip kloroform. Kelarutannya larut dalam air, alkohol, eter, dimetil formamida, dan karbon tetraklorida. Diklorometana umumnya stabil pada tekanan dan temperatur normal, namun dapat menjadi senyawa yang mudah meledak ketika berada pada lingkungan tinggi oksigen. Diklorometana dapat digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan obat-obatan (NTP, 2014).

E. Landasan Teori

Berdasarkan penelitian Sukmawati et al. pada 2015 mengenai pengaruh variasi konsentrasi PVA pada mikropartikel deksametason menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi PVA yang digunakan maka pelepasan obat juga semakin besar dan cepat. Persentase kumulatif pelepasan obat deksametason dari mikropartikel dengan matriks EC dalam waktu 6 jam dengan variasi konsentrasi surfaktan PVA 0,1%, 0,5% dan 2,5% hasilnya berturut-turut 85,4±7,77%,

(9)

99,9±6,91% dan 116,1±0,69% dengan analisis menggunakan spektrofotometer UV. Hasil tersebut tidak sesuai dengan yang seharusnya yakni persentase pelepasan obat seharusnya tidak lebih dari 100%, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengganti alat analisisnya menggunakan HPLC yang memiliki sensitivitas lebih baik.

Pachuau dan Mazumder pada 2009 melakukan percobaan mengenai pengaruh surfaktan yaitu tween 80 dan span 80 dengan variasi konsentrasi masing-masing 0,2%, 0,6% dan 1% terhadap mikrosfer etilselulosa. Studi pelepasan in vitro menunjukkan bahwa kecepatan dan jumlah pelepasan obat meningkat dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan dengan rasio polimer dan obat dibuat konstan.

Choi et al. pada 2011 melakukan penelitian untuk menentukan profil pelepasan optimal mikropartikel SKL-2020 dengan polimer PLGA (poly (lactic-co-glycolic acid). Penelitian tersebut menggunakan surfaktan PVA dengan berbagai konsentrasi yaitu 0,2%, 2% dan 5%. Persentase pelepasan obat pada hari ke-4 menunjukkan bahwa laju pelepasan SKL-2020 dari mikropartikel meningkat dengan meningkatnya konsentrasi PVA.

F. Hipotesis

Semakin besar konsentrasi polivinil alkohol dalam formulasi mikropartikel diduga akan menyebabkan laju pelepasan obat deksametason dari mikropartikel menjadi lebih cepat.

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia Deksametason

Referensi

Dokumen terkait

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan manajemen strategi untuk mengetahui lingkungan perusahaan

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.

[r]

Bambang Warsita (2008: 272), mengemukakan secara garis besar komponen strategi pembelajaran dapat dikelompokan sebagai berikut: a) Urutan kegiatan pembelajaran yang

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik kelas XII AP 3 pada mata pelajaran administrasi humas dan keprotokolan di