• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DEBIT BANJIR PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) BATANG MERAO KABUPATEN KERINCI AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA DEBIT BANJIR PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) BATANG MERAO KABUPATEN KERINCI AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA DEBIT BANJIR PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS )

BATANG MERAO KABUPATEN KERINCI AKIBAT PERUBAHAN

TATA GUNA LAHAN

Amalia Rosyada1, Mawardi Samah2, Lusi Utama3 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta Padang.

Email : amel_rosya@yahoo.co.id, Bappeda_kotapariaman@yahoo.co.id,

lusi_utamaindo115@yahoo.co.id

Abstrak

Banjir adalah peristiwa terjadinya genangan di dataran sebagai akibat limpasan air hujan, hal ini manyebabkan debit air yang dihasilkan oleh air hujan melebihi kapasitas pengalirannya. Percepatan pembangunan pada suatu daerah memberikan konsekuensi terhadap peningkatan penggunaan lahan. Dengan pesatnya laju pembangunan selama 10 tahun ini (tahun 2003 – 2012) terutama didaerah DAS Batang Merao, Kabupaten Kerinci, dimana lahan yang semulanya berupa areal pertanian dan lahan terbuka hijau sekarang berubah fungsi menjadi lahan pembangunan fasilitas masyarakat seperti perumahan dan infrastruktur lainnya. Hal inilah yang nantinya akan menyebabkan terjadinya perubahan tata guna lahan sehingga perubahan ini akan memperbesar aliran permukaan dan debit air pada Batang Merao. Pada penenelitian ini, perhitungan curah hujan dari 3 stasiun pencatat curah hujan menggunakan 3 metode yaitu Gumbel, Hasper, dan Weduwen dengan hasil R10 adalah 142,561 mm dan perhitungan debit banjir yang dipengaruhi tata guna lahan menggunakan metoda Rasional dengan hasil untuk tahun 2003 debit banjir adalah 367,159 m3/dtk dan tahun 2012 adalah 452,657 m3/dtk. Dari perhitungan debit banjir tahun 2003 dan 2012 terjadi peningkatan sebesar 85,49 m3/detik, karena debit yang terjadi lebih besar dari daya tampung sungai maka dibutuhkan perencanaan dimensi penampang ulang dengan hasil untuk tahun 2003 dimensi penampang trapesium, tinggi 2,3 m, dan lebar 28,5 m dan untuk tahun 2012 penampang trapesium, tinggi 2,3 m dan lebar 35,2 m.

(2)

ANALYSIS ON FLOOD DISCHARGE RIVER BASIN BATANG MERAO

KABUPATEN KERINCI DUE TO CHANGES IN LAND USE

Amalia Rosyada1, Mawardi Samah2, Lusi Utama3 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta Padang.

Email : amel_rosya@yahoo.co.id, Bappeda_kotapariaman@yahoo.co.id, lusi_utamaindo115@yahoo.co.id

Abstract

Flooding is the inundation on the occurrence of an event as a result of runoff rainwater, it is caused produced water discharge by rainwater exceeds the capacity of the drainage. Acceleration of development in a region give consequences to increased land use. With the rapid pace of development for 10 years ( 2003 - 2012), especially in the area of DAS Batang Merao, Kabupaten Kerinci, which it’s original land of agricultural areas and field now turns function into land development community facilities such as housing and other infrastructure. This would later lead to the occurrence of change of land use so that this change will increase the flow of water discharge on the surface and the Batang Merao. On this research, calculation of precipitation from 3 stations note taker rainfall using 3 methods that Gumbel, Hasper, and Weduwen the result for R10 is 142,561 mm and the calculation of flood discharge-influenced land use using the Rational method with the results for 2003 flood discharge was 367,159 m3/sec and year 2012 was 452,657 m3/sec. Calculation of flood discharge in 2003 and 2012 occur an increase of 85,49 m3/s, as a debit to occur is greater than the capacity of the required cross-sectional dimensions of planning with the results for the 2003 cross section dimension of trapezoid, height 2.3 m, width and 28.5 m and trapezoidal cross section for the year 2012, height 2.3 m wide and 22 m.

(3)

PENDAHULUAN

Hujan yang turun di muka bumi merupakan suatu rahmat yang tidak terhitung nilainya. Karena hujan tumbuh-tumbuhan dapat hidup dengan subur, sawah-sawah tadah hujan biasanya diairi dan sumur-sumur masyarakat terisi kembali dengan meresapnya air hujan kedalam tanah.

Namun dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan maka pemanfaatan sumber daya alam akan semakin meningkat pula, seperti terjadinya pengundulan hutan yang merupakan daerah tangkapan air suatu sungai maupun tempat pertanian, perkebunan, peruntukan lahan yang tidak mengikuti aspek konservasi tanah dan air serta penggunaan lahan yang semula terbuka dan bersifat lolos air sehingga berfungsi sebagai daerah resapan berubah menjadi kawasan tertutup yang bersifat kedap air.

Berdasarkan data dari pihak BWS VI Propinsi Jambi bahwa banjir yang terjadi di sungai Batang Merao disebabkan adanya penurunan kapasitas tampung debit sungai dan terjadinya penambahan debit sungai akibat terjadinya perubahan fungsi lahan di daerah tangkapan air hujan (DAS). Secara umum penyebab terjadinya banjir dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Terjadinya penambahan debit sungai, yang diakibatkan oleh koefisien run-off,

penambahan koefisien ini disebabkan terjadinya perubahan peruntukan tata guna lahan yang ada, sehingga air hujan yang seharusnya meresap kedalam tanah akan langsung masuk kedalam alur sungai.

b. Terjadinya pendangkalan sungai yang diakibatkan oleh sedimentasi yang terjadi, sehingga kapasitas tampung debit sungai Batang Merao menurun.

c. Berkurangnya daerah resapan alami ( situ dan rawa ) yang ada didaerah tangkapan, sehingga air hujan tidak mampu ter-retensi secara alami, hal ini menyebabkan debit banjir menjadi lebih besar.

d. Bangunan pengendali banjir yang telah dibangun kemampuannya dalam mereduksi banjir telah mengalami penurunan, penurunan fungsi bangunan ini umumnya disebabkan terjadinya kerusakan bangunan yang disebabkan banjir.

Tujuan studi Analisa Peningkatan Debit Banjir DAS Batang Merao Akibat Perubahan Tata Guna Lahan ini adalah mengkaji seberapa besar pengaruh tata guna lahan pada daerah aliran sungai ( DAS ) Batang Merao terhadap peningkatan debit banjir di sungai Batang Merao serta perhitungan perencanaan dimensi sungai untuk daya tampung debit maksimum sungai.

(4)

METODOLOGI

Untuk metode penelitian, kegiatan yang akan dilakukan secara garis besar dibedakan atas:

™ Studi literature.

Dalam studi literatur didapatkan teori-teori yang diperoleh melalui buku – buku untuk analisa hidrologi yang berhubungan dengan penulisan tugas akhir.

™ Pengumpulan data.

Data yang dibutuhkan adalah peta DAS, data curah hujan10 tahun (tahun 2003 sampai tahun 2012) yang berasal dari 3 ( tiga ) stasiun yaitu stasiun Siulak, Semurup, dan Sungai Penuh, data penggunan lahan pada DAS Batang Merao 10 tahun ( tahun 2003 dan 2012 ) serta data lainnya.

™ Analisa dan perhitungan. • Curah hujan maksimum

Pada analisa ini, data curah hujan yang akan digunakan adalah data curah hujan rata – rata maksimum yang diperoleh dengan menghitung data curah hujan 10 tahun dari 3 stasiun dengan menggunakan rumus Poligon Thiessen.

• Curah hujan rencana Untuk menghitung curah hujan rencana penulis menggunakan 3 metode yaitu metode Gumbel, Hasper, dan Weduwen. Dari ketiga metode tersebut di ambil nilai

curah hujan rata-rata. Untuk menghitung nilai curah hujan rencana digunakan nilai curah hujan maksimum dari metode Poligon Thiessen.

• Analisa Debit Banjir Rencana.

Untuk perhitungan Debit Banjir Rencana dilakukan dengan metode Rasional. Data untuk kedua metode tersebut di ambil dari nilai curah hujan rencana.

• Analisa Debit Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Dengan Metoda Rasional.

Pemilihan metoda Rasional dalam menghitung besarnya debit puncak pada suatu aliran sungaiini berkaitan erat dengan adanya variabel koefisien aliran permukaan ( C ) dalam rumus metoda Rasional. Koefisien aliran permukaan ( C ) pada metoda Rasional merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan banjir, karena koefisien ini ditentukan berdasarkan jenis dan fungsi tata guna lahan pada suatu daerah aliran sungai ( DAS ).

• Perhitungan Dimensi.

Perhitungan dimensi berguna untuk mengetahui seberapa besar debit yang mampu ditampung oleh sungai dengan menggunakan data dimensi yang ada dilapangan pada saat ini selanjutnya hasil perhitungan akan menunjukkan apakah

(5)

diperlukan dimensi baru untuk sungai atau tidak. Perhitungan dimensi sungai menggunakan rumus trapesium untuk saluran dan rumus manning.

HASIL DAN PEMBAHASAN

• Perhitungan Curah Hujan Harian Maksimum

Rata-rata

Digunakan metode Poligen Thiessen dengan data curah hujan dari 3 stasiun, dengan rumus : Rrata = C B A L L L + + + C C B B A A .L +R .L R .L R  

hasil perhitungan ditabelkan sebagai berikut : Tabel 1 Curah Hujan Maksimum Rata-rata

Tahun Curah Hujan Merata (mm) 2003 57,42 2004 87,33 2005 74,45 2006 70,57 2007 71,73 2008 156,94 2009 60,17 2010 73,19 2011 84,03 2012 61,23

( Sumber Data : Hasil Perhitungan )

• Curah hujan rencana. Untuk curah hujan rencana penulis menggunakan 3 metode yaitu metode Gumbel, Hasper, dan Weduwen.

ƒ Metode Gumbel Rumus : R = Sx Sn Yn Yt R+ − * Dimana :

R = Curah hujan kala ulang T tahun (mm)

ܴത = Curah hujan maksimum rata-

rata

YT = Reduced variate (hubungan dengan return periode, t) Yn = Reduced mean (hubungan Dengan banyaknya data, n) Sn = Reduced standar deviasi (hubungan dengan banyak

data, n)

Sd = Standar deviasi

n = Banyak data tahun

pengamatan

Untuk perhitungan selanjutnya penulis berikan dalam bentuk penabelan yang terdapat pada tabel 2 dibawah ini :

(6)

Tabel 2 Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Gumbel

(Sumber Data: Hasil Perhitungan)

ƒ Metode Hasper.

Data-data tersebut diurut dari curah hujan terbesar ke yang terkecil.

Rumus :

RT =ܴത + Sd * UT Dimana :

RT = Curah hujan rencana periode ulang Sd = Standar deviasi = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − + − 2 2 ! 1 2 1 μ μ R R R R

R = Curah hujan rata-rata R1 = Hujan maksimum pertama R2 = Hujan maksimum kedua U = Variabel standar

UT = Konstanta Hasper

sehubungan dengan

periode ulang yang di

kehendaki.

Selain yang diatas variabel lain adalah: Tm =

m n 1+

m = Urutan rangking

n = Jumlah tahun pengamatan Perhitungan untuk periode ulang tahun berikutnya ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 3 Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Hasper

(Sumber Data: Hasil Perhitungan)

ƒ Metode Weduwen Rumus:

Rn = Mn x RP Dimana:

Rn = Hujan rencana dengan perode ulang RP = mp R Æ RP diambil R70 Sehingga: Rp = mp R

R = Harga terbesar dari R2 atau 5/6 R1

R1 = Hujan maksimum pertama R2 = Hujan maksimum kedua Mn = mp = dari tabel (n: periode

ulang dan, p: lama pengamatan) Periode Ulang R Yn Sn Sx Yt Rn 2 79,7 0,4925 0,9696 28,82 0,3665 75,9 5 79,7 0,4925 0,9696 28,82 1,4999 109,7 10 79,7 0,4925 0,9696 28,82 2,2502 131,9 25 79,7 0,4925 0,9696 28,82 3,1985 160,1 50 79,7 0,4925 0,9696 28,82 3,9019 181,1 100 79,7 0,4925 0,9696 28,82 4,6001 201,8 T R R1 R2 U1 U2 Sd UT RT 2 79,7 156,9 87,3 1,35 0,73 67,6 -0,22 64,82 5 79,7 156,9 87,3 1,35 0,73 67,6 0,64 123 10 79,7 156,9 87,3 1,35 0,73 67,6 1,26 164,9 25 79,7 156,9 87,3 1,35 0,73 67,6 2,10 221,7 50 79,7 156,9 87,3 1,35 0,73 67,6 2,75 265,7 100 79,7 156,9 87,3 1,35 0,73 67,6 3,43 311,7

(7)

Dari data sebelumnya maka perhitungan bisa dilakukan, dengan p = 10.

= 92,383 mm

Perhitungan untuk periode ulang tahun berikutnya ditabelkan sebagai berikut:

Tabel 4 PerhitunganCurah Hujan Rencana Metode Weduwen No T Mn Rp Rn 1 2 0,498 185,508 92,383 2 5 0,602 185,508 111,676 3 10 0,705 185,508 130,783 4 25 0,845 185,508 156,754 5 50 0,948 185,508 175,862 6 100 1,05 185,508 194,783

(Sumber data: hasil perhitungan)

Dari perhitungan curah hujan rencana dengan 3 metode di atas, maka akan didapat curah hujan rencana rata-rata adalah :

Tabel 5 Rekapitulasi Curah Hujan Rencana Rata–Rata Metode Gumbel, Hasper, Weduwen

ƒ Analisa Debit Banjir Rencana Rumus : Q = f . C . I . A Waktu kosentrasi (t) = V L1 = 352 , 2 4 , 50 = 21,428 jam

Curah hujan rata-rata :

(R ) = 24 R [ t 24 ]2

Selanjutnya hasil perhitungan sampai Q100 ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 6 Debit Banjir Rencana Metode Rasional T (thn) R (mm) I (mm/jam) Q (m3/dtk) 2 3.49 0.162 24.4 5 5.155 0.24 36.15 10 6.402 0.299 45.035 25 8.065 0.376 56.633 50 9.322 0.435 65.519 100 10.605 0.494 74.406

(Sumber data: hasil perhitungan)

ƒ Analisa Debit Banjir yang Dipengaruhi Tata Guna Lahan.

Rumus :

Qp = 0.278 x C x I x A Dimana :

C = Koefisien aliran permukaan dengan jenis penutup lahan I = Intensitas curah hujan

(mm/jam)

A = Luas total lahan ( Km2 ) Qp = Debit puncak ( m3/ detik ) Data untuk perhitungan :

a. Intensitas curah hujan. Rumus Mononobe : I = 24 R [ t 24 ] 2/3 Mtde/Thn 2 5 10 25 50 100 Gumbel 75,9 109,7 131,9 160,1 181,1 201,8 Hasper 64,8 123 164,9 221,7 265,8 311,8 Weduwen 92,3 111,7 130,8 156,7 175,9 194,8 Rata-rata 77,7 114,7 142,6 179,6 207,6 236,1

(8)

Maka :

Intensitas curah hujan 2003 I = 24 42 , 57 x [ 659 . 9 24 ]2/3 = 4.389 mm/jam Intensitas curah hujan 2012

I = 24 23 . 61 x [ 659 . 9 24 ]2/3 = 4.68 mm/jam b. Luas catchment area

Luas ( A ) = 677.25 km2

c. Koefisien aliran permukaan yang terdiri dari

berbagai macam penggunaan / fungsi lahan ( C )

Tabel 7 Analisa tata Guna Lahan dan Koefisien Aliran Permukaan Tahun 2003

Lahan Luas ( Ai ) C ( km2 ) Pemukiman 21,35 0,70 Sawah 161,25 0,50 Lahan pertanian 130,72 0,45 Kebun campuran 114,55 0,40 Hutan 242,00 0,40 Semak belukar 7,65 0,50 Jumlah 677,52 ( sumber data : BPDAS Prop.Jambi McGuen,1989 )

Tabel 8 Analisa tata Guna Lahan dan Koefisien Aliran Permukaan Tahun 2012

Lahan Luas ( Ai ) Cdas ( km2 ) Pemukiman 68,4 0,90 Sawah 112,83 0,50 Lahan pertanian 72,6 0,40 Kebun campuran 192,62 0,50 Hutan 220,66 0,45 Semak belukar 10,41 0,50 Jumlah 677,52

( Sumber Data : BPDAS Prop.Jambi dan McGuen,1989 )

Maka dari data diatas debit banjir maksimum yang dipengaruhi perubahan tata guna lahan yang dihitung per peruntukan lahan adalah :

d. Debit maksimum untuk tahun 2003 • Pemukiman Q = 18,35 m3/dtk • Sawah Q = 98,37 m3/dtk • Lahan Pertanian Q = 71,77 m3 /dtk • Kebun Campuran Q = 55,9 m3 /dtk • Hutan Q = 118,109 m3/dtk • Semak Q = 4,66 m3/dtk Qp2003 ( total ) = 367,159 m3/dtk

e. Debit banjir maksimum untuk tahun 2012

• Pemukiman Q = 80,09 m3/dtk • Sawah Q = 73,52 m3/dtk

(9)

• Lahan Pertanian Q = 37,78 m3/dtk • Kebun Campuran Q = 125,30 m3 /dtk • Hutan Q = 29,19 m3/dtk • Semak Q = 6,77 m3/dtk Qp2012 ( total ) = 452,657 m3/dtk • Perhitungan Dimensi.

Untuk keadaan Existing, Diketahui :

Data dilapangan sekarang:

b : 22 m

h : 2,3 m

m : 1,5

S : 0,016

Sesuai dengan data yang dilapangan, maka daya tampung maksimum sungai adalah : Penampang saluran trapesium.

A = ( b + m . h ) h P = b + 2h . 2 m 1+ R = A / P V = 1/n R2/3.S1/2 Q = A . V A = ( 22 + 1,5 x 2,3 ) 2,3 = 58,535 m2 P = 22 + 2 x 2,3 2 1,5 1+ = 30,28 m R = 30,28 58,535 = 1,93 m V = 0,040 1 x 1,930,667 x 0,0160,5 = 4,908 m3/detik Q = 58,535 x 4,908 Q = 287,31 m3/dtk

Debit maksimum akibat curah hujan yang telah dipengaruhi oleh perubahan tata guna lahan pada tahun 2003 dan 2012 adalah Qp2003 = 367,159 m3/detik dan Qp2012 = 452,657 m3/detik, sedangkan kemampuan penampang sungai untuk menampung debit maksimum adalah Qp = 287,31 m3/detik. Oleh sebab itu, dibutuhkan perencanaan dimensi penampang yang baru.

ƒ Dimensi Sungai untuk Qp2003 : Diketahui : Qp2003 = 367,159 m3/detik Diketahui: Dicoba b = 28,5 m Dicoba h = 2,3 m m = 1,5 Maka : A = ( 28,5 + 1,5 x 2,3 ) 2,3 = 73,5 m2 P = 28,5 + 2 x 2,3 . 1+1,52 = 36,78 m R = 36,78 73,5 = 1,998 m V = 0,040 1 x 1,9980,667 x 0,0160,5 = 5,018 m3/detik Q = 73,5 x 5,018 = 368,714 m3/detik > Qp2003 367,159 m3/detik ... ok !

(10)

Qp2003 = 367,159 m3/dt h=2,3 m Q=287,31 m3/dt b = 22 m b = 28,5 m

Gambar 1 Bentuk Penampang Sungai Tahun 2003

ƒ Dimensi Sungai untuk Qp2012 : Diketahui :

Qp2012 = 452,657 m3/detik Rumus:

Penampang saluran trapesium. Diketahui: Dicoba b = 35,2 m Dicoba h = 2,3 m m = 1,5 Maka : A = ( 30,7 + 1,5 x 2,3 ) 2,3 = 78,5 m2 P = 30,7 + 2 x 2,3 ( 2 1,5 1+ ) = 38,98 m R = 38,98 78,5 = 2,015 m V = 0,035 1 x 2,0450,667 x 0,0160,5 = 5,7769 m3/detik Q = 88,9 x 5,7769 = 452,969 m3/detik > Qp2012 = 452,657 m3/detik. Qp2012 = 452,657 m 3 /d h=2,3m Q=287,31 m3 /dt b = 22 m b = 35,2 m

Gambar 2 Bentuk Penampang Sungai Tahun 2012

(11)

 

KESIMPULAN • Kesimpulan

a. Daerah resapan aliran Sungai Batang Merao semakin berkurang akibat perubahan tata guna lahan seperti bertambah luasnya daerah pemukiman pada tahun 2003 luasnya adalah: 2.135 ha sedangkan pada tahun 2012 adalah: 6.840 ha. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9 Luas Penggunaan Lahan

No Penggunan Lahan Luas Lahan (Ha) Perubahan Luas Penggunaan Lahan (Ha) Tahun 2003 Tahun 2012 1 Pemukiman 2.135 6.840 4.705 2 Sawah 16.125 11.283 4.842 3 Lahan pertanian 13.072 7.260 5.812 4 Kebun campuran 11.455 19.262 7.807 5 Hutan 24.200 22.066 8.834 6 Semak belukar 765 1.041 276 Jumlah 67.752 67.752

(Sumber data: BPDAS Prop Jambi, Tahun 2003 - 2012)

b. Dengan adanya perubahan tata guna lahan pada daerah aliran sungai ( DAS ) Batang Merao misalnya: merubah fungsi penggunaan lahan dulunya untuk daerah resapan air sekarang menjadi pemukiman. Sehingga koefisien run-off berubah akibatnya aliran permukaan menjadi besar ini menyebabkan meningkatnya debit banjir, Hal ini disebabkan

oleh berkurangnya kapasitas daya serap tanah terhadap air, sehingga air hujan yang jatuh akan lebih banyak menjadi aliran permukaan yang nantinya akan langsung menuju ke saluran – saluran pembuangan dan akan bermuara kesungai sehingga pada musim hujan akaan menyebabkan naiknya debit banjir.

Hal di atas dapat dilihat dari hasil analisa dan perhitungan debit banjir pada aliran permukaan akibat perubahan tata guna lahan pada tahun 2003 dan tahun 2012 sebagai berikut:

Tabel 10 Debit banjir maksimum tahun 2003 dan 2012 No Tahun Qp (m³/dtk) 1 2003 367,159 2 2012 452,657 (sumber: hasil perhitungan)

c. Dari tabel diatas maka dimensi saluran pada tahun 2003 dan 2012 akan berubah tinggi dan lebar penampang untuk menampung debit banjir yang makin besar. Perubahan dimensi pada tahun 2003 dan tahun 2012 adalah :

(12)

   

   

Tabel 11 Dimensi rencana Qp2003

(Sumber data: Hasil Perhitungan )

Tabel 12 Dimensi Rencana Qp2012

No Penampang

Existing Parameter Angka

1 Trapesium b ( m ) 22 h ( m ) 2,3 S 0,016 N 0,04 M 1,5 A ( m2 ) 58,54 P ( m ) 30,28 R ( m ) 1,933 V (m/dtk) 4,908 Q ( m3/dtk ) 287,31 No Penampang

Rencana Parameter Angka

2 Trapesium b ( m ) 35,2 h ( m ) 2,3 S 0,016 N 0,04 M 1,5 A ( m2 ) 88,9 P ( m ) 43,48 R ( m ) 2,044 V( m/dtk) 5,059 Q ( m3/dtk ) 452,657

(Sumber data: Hasil perhitungan )

No Penampang

Existing Parameter Angka

1 Trapesium b ( m ) 22 h ( m ) 2,3 S 0,016 N 0,04 M 1,5 A ( m2 ) 58,54 P ( m ) 30,28 R ( m ) 1,933 V (m/dtk) 4,908 Q ( m3/dtk) 287,31 No Penampang

Rencana Parameter Angka

2 Trapesium b ( m ) 28,5 h ( m ) 2,3 S 0,016 N 0,04 M 1,5 A ( m2 ) 73,49 P ( m ) 36,78 R ( m ) 1,998 V (m/dtk) 5,018 Q ( m3/dtk) 367,159

(13)

   

   

• Saran

a. Diharapkan pada Dinas Tata Ruang Kota untuk memperhatikan penataan DAS (Daerah Aliran Sungai) Batang Merao agar tidak terjadi penyempitan pada daerah yang diperuntukkan untuk resapan air supaya tidak terjadi banjir pada daerah tersebut. Bagi masyarakat yang berada pada daerah tersebut perlu menyadari pentingnya daerah resapan air seperti halaman terbuka dan kolam penampung air, agar tidak tejadi banjir.

b. Proses peresapan air sangat bergantung sekali kepada nilai koefisien serap, oleh sebab itu sangat perlu dipertahankan dearah resapan air agar aliran permukaan menjadi lebih kecil, sehingga meminimalkan terjadinya banjir. c. Jika data lengkap yaitu tinggi tebing diketahui, sebaiknya bentuk rencana penampang sungai dibuat bertingkat agar lebih ekonomis dan tidak banyak menggunakan luas lahan yang berada disepanjang sungai.

d. Begitu besarnya perubahan tata guna lahan dan pengaruhnya terhadap aliran permukaan dan debit banjir, penulis berharap agar diperhatikan penataan lahan untuk yang akan datang dan Tugas Akhir ini dapat digunakan sebagai gambaran.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ( BPDAS ) Prop. Jambi.

Badan Wilayah Sungai VI ( BWS VI ) Prop. Jambi.

Lusi Utama, Ir. MT. Himpunan Kuliah

Hidrolog,2010.

Nazwar Djali, Drs. ST. Sp-1. Himpunan

Drainase Perkotaan,2010.

Suripin, Dr. Ir. M. Eng, Sistem Drainase

Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi,

Yogyakarta,2004.

Paulus Joseph, L.H. 1996. Hidrologi untuk

Insinyur Edisi ke 3. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Soemarto. C.D. 1999. Hidrologi Teknik Jilid

Gambar

Tabel 2 Perhitungan Curah Hujan  Rencana Metode Gumbel
Tabel 4 PerhitunganCurah Hujan Rencana                Metode Weduwen  No T  Mn  Rp  Rn  1 2  0,498  185,508 92,383  2 5  0,602  185,508 111,676  3 10 0,705  185,508 130,783  4 25 0,845  185,508 156,754  5 50 0,948  185,508 175,862  6 100  1,05 185,508 194,
Tabel 7 Analisa tata Guna Lahan dan  Koefisien Aliran Permukaan Tahun 2003
Tabel 9 Luas Penggunaan Lahan

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian ini menggunakan perhitungan neraca air Thronthwaite Matter , sumber data hidrometereologi berupa curah hujan dan temperatur 3 stasiun sekitar Sub

Hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan debit aliran sungai diakukan secara deskriptif yaitu dengan melihat pola debit aliran sungai terhadap curah hujan dan perubahan

Analisis frekuensi hujan dihitung dengan beberapa metode untuk menghitung besarnya hujan rancangan antara lain, Metode Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Pearson Tipe III.. Analisi

Machairiyah (2007), Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan. Metode Rasional Pada DAS Percut Kabupaten

Karena adanya perubahan tata guna lahan yang terjadi di lokasi penelitian mengakibatkan perubahan iklim sehingga menyebabkan menurunnya intensitas hujan dan penurunan

Penelitian ini bertujuan untuk mengananalisis karakteristik curah hujan (CH harian, bulanan, dan tahunan), menganalisis erosivitas hujan (EI 30 ), dan untuk mengkaji

Untuk menghitung curah hujan rencana penulis menggunakan 2 metode yaitu :metode Hasper dan metode Gumbel. 3) Analisa debit banjir rencana Untuk perhitungan debit

3.2 Data 3.2.1 Data Curah Hujan Data yang digunakan dalam penelitian pada Daerah Aliran Sungai Sampean, Kabupaten/kota Bondowoso, Provinsi Jawa Timur sebagai berikut: 1.. Data