• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DAS JENEBERANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DAS JENEBERANG"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

JENEBERANG

OLEH :

MUH. SYUKUR 10581 1006 09

SUPARDI AHZAN YUSUF 10581 955 09

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014

(2)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknik Pengairan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Makassar

Disusun dan diajukan Oleh :

MUH. SYUKUR 10581 1006 09

SUPARDI AHZAN YUSUF 10581 955 09

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun tugas akhir ini, dan dapat kami selesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini disusun sebgai slah satu persyaratan penelitian akademik yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun Judul tugas akhir kami adalah :

”Pengaruh Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir DAS Jeneberang”

Tugas akhir ini terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. H. Irwan Akib, Spd., M.pd. sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Hamzah Al Imran, ST., MT. Sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, ST. Sebagai Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak Dr. Eng. Mukhsan Putra Hatta, ST., MT. selaku pembimbing I dan Bapak Muh. Idris, ST., MT. selaku pembimbing II, yang telah banyak

(5)

meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga terwujudnya tugas akhir ini.

5. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai Fakultas Teknik atas segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Orang Tua, Istri dan Saudara-saudaraku yang tercinta, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan kasih sayang, do’a, dorongan dan pengorbanannya.

7. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku Angkatan 2009 dengan keakraban dan persaudaraannya banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat ganda di sisi Allah SWT dan tugas akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan negara. Amin

Makassar,...2014

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….

HALAMAN PENGESAHAN .……….

KATA PENGANTAR ……….

DAFTAR ISI ……….

DAFTAR TABEL ……….

DAFTAR GAMBAR ………..

BAB I PENDAHULUAN ………

A. Latar Belakang ……….

B. Rumusan Masalah ………

C. Tujuan Penulisan ………..

D. Manfaat Penulisan ………

E. Batasan Masalah ……….

F. Sistimatika Penulisan ………

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………..

A. Daerah Aliran Sungai ………

B. Penggunaan Lahan dan Perubahannya ……….

C. Analisa Hidrologi ………

1. Curah hujan daerah ……….

2. Curah hujan rencana ……….

i ii iii v viii xi 1 1 2 2 2 3 3

5 5 6 10 10 11

(7)

3. Pemeriksaan Uji kesesuaian distribusi ………..

4. Debit banjir rencana ……….

5. Intensitas curah hujan ………

6. Pengaruh penggunaan lahan ………

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...………...………..

A. Tempat dan waktu penelitian ………

B. Jenis penelitian dan sumber data ……….

C. Teknik Analisa Data ………

D. Deskripsi DAS Jeneberang ………..

E. Bagan Alir Penelitian ……….

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….

A. Penggunaan Lahan DAS Jeneberang ………

B. Analisa Hodrologi ………..

1. Curah hujan rerata daerah ..………

2. Curah hujan rancangan ………

3. Uji distribusi kesesuaian frekuensi ……….

4. Koefisien pengaliran ……….

5. Perhitungan intensitas hujan jam-jaman ………

6. Debit banjir rencana ……….

16 19 20 28

33 33 33 34 36 37

38 38 40 40 41 45 51 52 56

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..

A. Kesimpulan .………

B. Saran ………..….………

DAFTAR PUSTAKA ………..………

58 58 58 60

(9)

DAFTAR TABEL Nomor

1. Tabel Distribusi Jenis tata guna lahan DAS Jeneberang ( Tahun 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012 ) ...

2. Tabel hujan rerata daerah DAS Jeneberang ...

3. Tabel perhitungan parameter statistik curah hujan Metode Gumbel ..

4. Tabel perhitungan curah hujan rancangan Metode Gumbel ...

5. Tabel perhitungan parameter statistik curah hujan Metode Log Person Type III ...

6. Tabel perhitungan curah hujan rancangan Metode Log Person Type III ...

7. Tabel pengujian distribusi Frekwensi Metode EJ. Gambel Type I dengan Metode Smirnov – Kolmograf ...

8. Tabel pengujian distribusi Frekwensi Metode Log Person Type III dengan Metode Smirnov – Kolmograf ...

9. Tabel pengujian distribusi Frekwensi Metode Gambel dengan Metode Chi Kuadrat ...

10. Tabel Koefisien Pengaliran ...

11. Tabel perhitungan intensitas hujan Metode Wononobe ...

12. Tabel perhitungan hubungan antara T,I dan Logaritman ...

13. Tabel hasil rekapitulasi perhitungan Metode Sherman ...

halaman

39 40 42 43

44

45

46

48

50 51 53 54 55

(10)

DAFTAR GAMBAR Nomor

1. Polygon theisen ...

2. Peta lokasi penelitian ...

3. Bagan alir penelitian ...

4. Grafik antara luas lahan dan tata guna lahan persawahan ...

5. Analisis Frekwensi CH. Rancangan DAS Jeneberang dengan Metode gumbel ...

6. Analisis Frekwensi CH. Rancangan DAS Jeneberang dengan

Metode Log Person Type III ...

7. Grafik hubungan antara intensitas dan waktu ...

halaman 11 33 37 39

47

49 53

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masalah erosi dan sedimentasi di DAS Jeneberang tidak lepas dari faktor kondisi fisik wilayah, yaitu tanah, topografi (panjang dan kemiringan lereng) dan iklim terutama curah hujan dan faktor kondisi sosial ekonomi masyarakat yaitu kependudukan, kepemilikan lahan dan mata pencaharian. Pertumbuhan manusia yang cepat menyebabkan perbandingan antara jumlah penduduk dengan lahan pertanian tidak seimbang. Hal ini menyebabkan kepemilikan lahan pertanian menjadi semakin sempit. Keterbatasan lapangan kerja dan kendala keterampilan yang terbatas menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Keadaan ini seringkali mendorong sebagian petani untuk merambah hutan dan lahan tidak produktif lainnya sebagai lahan pertanian. Lahan yang kebanyakan marjinal apabila diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah-kaidah konservasi tanah rentan terhadap erosi dan tanah longsor. Kesemuanya itu berdampak pada terjadinya lahan kritis yang bermula dari kurang idealnya penutupan lahan oleh vegetasi yang mampu menahan erosi. Penutupan lahan pada kondisi pemilikan dan cara bertani intensif dan kurang konservatif merupakan salah satu masalah yang saling berkaitan denganerosi dan sedimentasi.

Pengaruh atau interaksi manusia pada suatu DAS yang mencakup pengelolaan tanaman dan praktek konservasi tanah yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi, sangat mempengaruhi erosi, yaitu adanya percepatan erosi (accelerated erotion). Apabila pada suatu DAS dilakukan penebangan terhadap

(12)

berbagai pohon-pohonan maka ini berarti pengurangan terhadap vegetasi penutup tanah, dan penambahan luas bagian yang terbuka. Apabila terjadi presipitasi maka akan terjadi peningkatan daya pukul curah hujan, limpasan,dan terjadi erosi. Meningkatnya erosi dan tanah longsor di daerah tangkapan air pada akhirnya akan meningkatkan muatan sedimen yang dibawa oleh air hujan.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa pada lahan sungai Jeneberang sering terjadi perubahan penggunaan lahan. Dengan demikian penulis mencoba mengangkat suatu judul penelitian “ PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DAS JENEBERANG ”

B. Rumusan Masalah

1. Perubahan-perubahan yang terjadi pada tata guna lahan di DAS Jeneberang mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012.

2. Pengaruh perubahan terhadap tata guna lahan dengan debit banjir di DAS Jeneberang.

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada tata guna lahan di DAS Jeneberang mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012.

2. Untuk mengetahui pengaruh perubahan terhadap tata guna lahan dengan debit banjir di DAS Jeneberang.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

(13)

Untuk mengetahui perubahan tata guna lahan terhadap debit banjir yang terjadi pada DAS Jeneberang.

E. Batasan Masalah

Untuk menghindari cakupan penulisan yang lebih luas dan capaian yang diinginkan maka penulisan dibatasi pada.

Perubahan tata guna lahan pada DAS Jeneberang yang meliputi hutan lahan sekunder, hutan tanaman,pemukiman, perkebunan, pertanian semak belukar dan tambak yang berada di kabupatem Gowa

F. Sistimatika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran umum isi tulisan, penulis membuat sistimatika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan mencakup pembahasan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, batasan masalah metode penulisan dan sistimatika penulisan.

Bab II Kajian pustaka mencakup, daerah aliran sungai,penggunaan lahan dan perubahannya, daur hidrologi, analisa hidrologi,

Bab III Metodologi penelitian mencakup lokasi penelitian, jenis penelitian dan sumber data, teknik analisa data, deskripsi DAS Jeneberang, Penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang DAS Jeneberang, bagan alir penelitian.

(14)

Bab IV Pembahasan mencakup perubahan tata guna lahan tehadap debit banjir.

Bab V Kesimpulan dan Saran.

(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya di bagi menjadi daerah hulu, tengah, hilir dan pesisir. Sistem ekologi DAS bagian hulu pada umumnya dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan. Ekosistem DAS hulu terdiri atas empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Di dalam ekosistem DAS terdapat hubungan timbal-balik antar komponen. Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor / komponen yang ada di dalam DAS. Apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen maka akan mempengaruhi ekosistem DAS tersebut. Sedangkan perubahan ekosistem juga akan menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS.

Gangguan terhadap suatu ekosistem DAS dapatbermacam-macam terutama berasal dari penghuni suatu DAS yaitu manusia. Apabila fungsi dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidrologi yang merupakan fungsi utama DAS terganggu, penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnyapun menjadi berkurang, atau sistem penyalurannya menjadi boros. Kejadian tersebut akan menyebabkan melimpahnya air pada musim hujan, dan sebaliknya sangat berkurangnya air pada musim kemarau. Hal ini menyebabkan fluktuasi debit sungai antara musim kemarau dan musim hujan berbeda tajam. Jadi jika fluktuasi debit sungai sangat tajam, berarti fungsi DAS tidak bekerja dengan baik, apabila ini terjadi berarti bahwa kualitas DAS rendah.

(16)

Tanggapan DAS merupakan proses-proses yang terjadi di dalam DAS yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik fisik DAS, seperti topografi, geologi, geomorfologi, tanah dan juga tata penggunaan lahan serta sistem pengelolaannya.

Dilihat dari segi curah hujan wilayah DAS dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu wilayah yang berfungsi sebagai wilayah peresapan dan wilayah yang berfungsi sebagai wilayah pengatusan (drainase). Berfungsi tidaknya wilayah tersebut sangat terkait dengan penggunaan lahan.

B. Penggunaan Lahan dan Perubahannya

Pada pengelolaan lahan sering terjadi adanya benturan kepentingan antara pihak-pihak pengguna lahan atau sektor-sektor pembangunan yang memerlukan lahan. Hal ini seringkali mengakibatkan penggunaan lahan kurang sesuai dengan kapabilitasnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kapabilitas lahan adalah : (1) jenis tanah dan kesuburannya, (2) keadaan lapangan, relief, topografi, dan ketinggian tempat, (3) aksesbilitas, (4) kemampuan dan kesesuaian tanah dan (5) besarnya tekanan penduduk.

Besarnya tekanan penduduk dapat mengakibatkan degradasi lahan yang diakibatkan oleh kekeliruan-kekeliruan dalam penggunaan dan pemanfaatan sumber daya lahan. Degradasi tersebut dapat terjadi berupa terjadinya erosi tanah, pencemaran tanah serta akibat yang ditimbulkan oleh interaksi-interaksi antara penggunaan lahan untuk pertanian dan penggunaan lahan untuk kepentingan lainnya di luar pertanian.

(17)

Penggunaan lahan pertanian biasanya dibedakan berdasarkan komodit yang diusahakan seperti sawah, tegalan, kebun kopi dan sebagainya. Penggunaan lahan di luar pertanian dapat dibedakan dalam penggunaan perkotaan, perdesaan, pemukiman, industri, rekreasi dan sebagainya. Penggunaan lahan ini sifatnya sangat dinamis sewaktu-waktu bisa berubah. Perubahannya dapat disebabkan oleh campur tangan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhannya menyebabkan terjadinya bencana alam. Peningkatan jumlah penduduk dapat berarti pula peningkatan kebutuhan akan lahan baik untuk pertanian maupun untuk pemukiman. Peningkatan kebutuhan lahan ini akan diimbangi dengan mengintensifkan penggunaan lahan maupun perluasan. Kedua usaha ini merubah lahan baik berupa luasan maupun jenisnya.

Kebutuhan sumber daya lahan menjadi faktor proses perubahan penggunaan lahan, yang secara garis besar dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu (1) deforestasi baik ke arah pertanian maupun ke non pertanian, (2) konversi lahan pertanian ke non pertanian dan (3) penelantaran lahan. Pada dasarnya aspek permintaan lahan berkaitan dengan kebijakan dan program pemerintah untuk meningkatkan efesiensi sosial ekonomis, peningkatan efisiensi industri dan kelembagaan, penurunan tingkah laku spekulatif dan pengelolaan jumlah penduduk.

Secara umum struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) struktur permintaan atau kebutuhan lahan, (2) struktur penawaran atau ketersediaan lahan dan (3) struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktivitas sumber daya lahan (Saefulhakim, 1999).

(18)

Menurut Irianto (2006: 126), bentuk dan degradasi lahan yang terjad sangat beragam mulai dari : (1) penurunan kerapatan dan jenis vegetasi, (2) perubahan tipe vegetasi penutup lahan (land cover type), (3) impermiabilitas yaitu perubahan lahan budidaya (cultivated land) menjadi lahan pemukiman yang permukaannya kedap air (non cultivated land yang impermiable). Ketiga pola tersebut masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda dalam hal : pelaku, luas areal, dan dampak yang ditimbulkan. Pola pertama umumnya dilakukan masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar dan sekedar menyambung hidupnya yang sangat terbatas. Sementara pola kedua dilakukan oleh masyarakat yang lapar tanah akibat distribusi, alokasi dan pemilihan lahan yang timpang dalam masyarakat. Pola kedua juga bisaterjadi akibat pemanfaatan masyarakat lokal oleh pemodal kuat untuk menguasai tanah negara (hutan lindung). Sedangkan pola ketiga, umumnya dilakukan oleh pemodal kuat, penguasa, mantan pejabat dengan areal yang sangat luas dengan karakteristik permukaannya tidak meloloskan air (impermeable area). Pola ketiga mempunyai dampak yang paling merusak terhadap: siklus hidrologi, produksi air dan dalam jangka panjang dapat memicu terjadinya krisis air (water crisis) yang akut dan berkepanjangan. Pola ketiga umumnya susah dicegah dan dikendalikan, karena umumnya mereka mempunyai akses yang kuat terhadap pengambil kebijakan baik di tingkat pusat, propinsi maupun ditingkat kabupaten/kota.

Problematika perubahan penutupan lahan yang tidak mengikuti kaidah pengelolaan DAS yang benar ternyata dipengaruhi pula oleh pemahaman yang keliru atas teknologi konservasi tanah. Akibatnya, teknologi konservasi tanah

(19)

diterapkan tidak pada tempatnya. Misalnya, pada lahan-lahan yang terjal yang hanya diperbolehkan untuk hutan oleh masyarakat tetap diusahakan untuk usaha tani tanaman semusim yang membutuhkan pengolahan lahan yang intensif.

Meskipun masyarakat dalam berusaha tani telah menggunakan teknologi konservasi tanah, namun erosi masih akan tetapi tinggi.

Masalah perubahan penutupan lahan menjadi lebih rumit lagi apabila dimasukkan pula unsur sumber pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam suatu DAS. Seringkali ditemui di beberapa daerah terjadi konflik kepentingan antara ekonomi yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengatur daerahnya. Hal tersebut ternyata hanya tertuju pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akibatnya perhatian terhadap kelestarian lingkungan menjadi terabaikan.

Konflik kepentingan antara kepentingan ekonomi dan kelestaria lingkungan semakin diperparah dengan adanya paradigma bahwa kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan adalah suatu hal yang tidak mungkin dipertemukan. Padahal baik ekonomi maupun kelestarian lingkungan, keduanya memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat, yaitu yang satu tidak bisa mengabaikan yang lain. Bahkan keduanya haruslah dilakukan seiring dan sejalan.

Pembangunan yang ditopang dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa memperdulikan kelestarian lingkungan hasilnya akan sia-sia, karena kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan akan memerlukan biaya yang mahal untuk penanganannya. Demikian juga halnya, kelestarian lingkungan sangat sulit tercapai apabila masih banyak warga masyarakat yang miskin dan bodoh.

(20)

Faktor lain yang tidak kalah hebatnya dalam mempengaruhi perubahan penutupan lahan adalah pasar. Dalam masyarakat yang terbuka dan masuknya ekonomi uang dalam kehidupan masyarakat, faktor pasar sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengusahakan lahannya. Masyarakat, khususnya petani akan mengusahakan lahan untuk komoditas-komoditas yang menguntungkan. Hutan rakyat merupakan salah satu strategi pemerintah dalam rangka memperluas areal berhutan ternyata ikut terimbas oleh adanya pasar.

Ketika harga kayu tinggi, sebagian besar masyarakatmerubah lahannya menjadi hutan rakyat misalnya pada saat harga sengon tinggi melambung tinggi. Namun pada saat harga jatuh petani beramai-ramai menebang kayunya walaupun belum masa tebang

C. Analisa Hidrologi

1. Curah Hujan Daerah

Data hujan yang diperoleh dari penakar dan pencatat hujan memberikan informasi besar curah hujan di satu titik tertentu, untuk mendapatkan curah hujan daerah dapat diambil nilai rata-ratanya. Ada beberapa macam metode untuk mendapatkan nilai rata-rata curah hujan, yaitu:

a. Metode Polygon Theissen

Tiap pos penakar hujan mempunyai daerah pengaruh sendiri, letak pos penakar dihubungkan untuk dapat menggambarkan polygon dengan panjang sisi yang sama terhadap garis penghubung kemudian mengukur luas daerah pengaruh tersebut.

(21)

Gambar 1 Polygon theissen

………. (1) Dimana :

R = tinggi curah hujan rata-rata daerah A = Luas daerah

Ai = Luas daerah pengaruh pada pos penakar hujan R I = tinggi curah hujan pada pos penakar hujan

2. Curah Hujan Rencana

Curah hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi pada periode ulang tertentu, dalam kaitannya dengan analisa hidrologi, perhitungan ini biasa disebut sebagai analisa frekuensi curah hujan. Perhitungan curah hujan rencana secara sistematis mempunyai beberapa langkah dalam penyelesaiannya :

(22)

Ada berbagai macam distribusi teoritis yang dapat dibagi menjadi dua yaitu distribusi diskrit dan distribusi kontinyu. Yang diskrit adalah binomial dan poisson, sedangkan yang kontinyu adalah Normal, Log Normal, Pearson dan Gumbel (Soewarno, 1995).

Berikut ini adalah beberapa macam distribusi yang sering digunakan : 1. Metode Gumbel Type 1

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumbel Tipe I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soewarno, 1995) :

1. Persamaan distribusi empiris, dengan persamaan sebagai berikut : XT Xk.Sn ………. (2) Dimana:

XT = besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang tertentu.

X = harga rerata dari data

=

n 1 i Xi

n

1 ………. (3)

Sn = standart deviasi

=

 

1 n

X X

n 1 i

2 i

……….. (4)

k = faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return periode) dan tipe distribusi frekuensi.

Untuk menghitung faktor frekuensi E.J. Gumbel Type I mengambil harga :

(23)

n n T

S Y

k Y  ... (5)

dimana:

YT = reduced variate sebagai fungsi periode ulang.

= ln

ln

 

Tr1

/Tr

 

……….. (6) Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya/ banyaknya data n.

Sn = reduced standart deviation yang tergantung dari besarnya/ banyaknya data n.

Dengan mensubstitusikan persamaan di atas diperoleh :

T n

n

T X.Y Y

S X S

X    ……….. ... (7)

jika :

n X

S S a

1  , dan n

n X.Y S X S

b  ………... ... (8)

maka persamaan tersebut menjadi :

T

T .Y

a b 1

X   ……… ... (9)

Tabel 1. dan 2. di bawah ini menunjukkan hubungan antara waktu balik dengan reduced variate.

Sedangkan Tabel 3 di bawah ini memuat hubungan antara Yn dengan n (banyaknya data), sedangkan Tabel 4. memuat hubungan Sn dengan n.

(24)

2. Persamaan garis lurus model Matematik Distribusi Gumbel Type I yang ditentukan dengan menggunakan metode momen, dengan persamaan sebagai berikut :

X Xo

a

Y  ……… (10)

σ 1,283

a ……….. (11)

a 0,577 μ

Xo   , atau ……….. (12)

0,455σ μ

Xo  ……… (13)

Nilai Y, faktor reduksi gumbel merupakan fungsi dari besarnya peluang atau periode ulang seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5 (lampiran)

2. Metode Distribusi Log Person III

Distribusi Log Pearson Type III banyak digunakan dalam analisis hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrem. (Soewarno, 1995:141)

Metode ini sering dipakai dengan pertimbangan bahwa metode ini lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data, yang mana besarnya harga parameter statistiknya (Cs atau Ck) tidak ada ketentuan (Sri Harto, 1993: 252).

Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Log Pearson Type III adalah : (CD. Soemarto, 1987:243)

a. Harga rata-rata.

b. Standart deviasi.

(25)

c. Koefisien kemencengan.

Distribusi frekuensi komulatif akan tergambar sebagai garis lurus pada kertas log-normal jika koefisien asimetri Cs = 0.

Prosedur untuk menentukan kurva distribusi Log Pearson Type III, adalah : a. Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3, ………., Xn

menjadi log X1, log X2, log X3, ………….., log Xn. b. Menghitung nilai rata-rata dengan rumus :

n X X log

log

……… (14)

dimana :

n = jumlah data.

c. Menghitung nilai Deviasi standar dari log X, dengan rumus sebagai berikut :

 

 

n 1 X log X X log

log S

2

 ……… (22)

d. Menghitung nilai koefisien kemencengan, dengan rumus sebagai berikut :

 

    

3

3

X log S 2 n 1 n

X log X log CS n

……… (15)

e. Menghitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan rumus sebagai berikut :

X log S G X log X

log   ……….(16)

Harga-harga G dapat dilihat dari Tabel 6. dan Tabel 7 (lampiran) dengan tingkat peluang atau periode tertentu sesuai dengan nilai CS nya.

(26)

f. Mencari anti log X untuk mendapatkan debit banjir dengan waktu balik yang dikehendaki

3. Pemeriksaan Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi.

Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran suatu hipotesa.

Dengan pemeriksaan ini akan didapatkan :

a. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau yang diperoleh secara teoritis.

b. Kebenaran hipotesa diterima atau tidak.

Untuk mengadakan pemeriksaan tersebut terlebih dahulu harus diadakan plotting data hasil pengamatan pada kertas probabilitas.

Ada 2 cara untuk melakukan uji kesesuaian distribusi, yaitu cara Smirnov Kolmogorov (uji data horisontal) dan cara uji Chi Square (uji data vertikal).

a. Uji Smirnov Kolmogorov

Pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa distribusi frekuensi.

Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui :

1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau yang diperoleh secara teoritis.

2. Kebenaran hipotesa diterima atau ditolak.

(27)

Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. (Soewarno, 1995 :198)

Tahap-tahap pengujian Smirnov Kolmogorof adalah sebagai berikut : 1. Plot data dengan peluang agihan empiris pada kertas probabilitas, dengan

menggunakan persamaan Weibull (Subarkah, 1980: 120) :

n 1

x 100%

P m

  ... (17)

Dimana :

m = nomor urut dari nomor kecil ke besar.

n = banyaknya data.

2. Tarik garis dengan mengikuti persamaan : s

. G X log X

Log T   ……… (18)

3. Dari grafik ploting diperoleh perbedaan perbedaan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris :

Pt -

max  Pe

 ... (19)

Dimana :

max = selisih maksimum antara peluang empiris dengan teoritis Pe = peluang empiris

(28)

Pt = peluang teoritis Keterangan :

1. Taraf signifikan diambil 5% dari jumlah data (n), didapat ΔCr dari tabel.

2. Dari tabel Uji Smirnov Kolmogorov, bila Δ maks < ΔCr, maka data dapat diterima.

b. Uji Chi-Kuadrat

Pada penggunaan Uji Smirnov-Kolmogorov, meskipun menggunakan perhitungan metematis namun kesimpulan hanya berdasarkan bagian tertentu (sebuah variat) yang mempunyai penyimpangan terbesar, sedangkan uji Chi- Kuadrat menguji penyimpangan distribusi data pengamatan dengan mengukur secara metematis kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi teoritisnya.(Indra Karya, 1995:IV-29)

Uji Chi-Kuadrat dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai berikut :

 

 Ef

Of X Ef

2

2 ……….. (20)

dengan :

X2 = harga Chi-Kuadrat.

Ef = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan pembagian kelasnya.

Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama.

Nilai X2 yang terhitung ini harus lebih kecil dari harga X2cr (yang didapat dari tabel. 15

(29)

Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan :

DK = K – (P + 1) ... (21)

Dimana :

DK = derajat kebebasan.

K = banyaknya kelas.

P = banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter, yang untuk sebaran Chi-Kuadrat adalah sama dengan 2 (dua).

4. Debit Banjir Rencana

Ada beberapa macam metode yang digunakan untuk menghitung debit banjir rencana antara lain :

a. Metode Rasional

Metode rational merupakan hubungan empiris antara curah hujan-limpasan air hujan, berdasarkan rumus rational sebagai berikut (Sosrodarsono & Takeda, 1984):

Qr C I A 6

. 3

 1 ... (22)

dimana :

Qr = debit banjir dalam m3/det

C = koefisien limpasan air hujan (run off)

I = Intensitas hujan pada kala ulang T (mm/jam) A = Luas daerah aliran sungai, km2

(30)

5. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau (Loebis, 1987).

a. Menurut Wononobe

Rumus yang dipakai (Soemarto, 1999)

... (23) I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) t = lamanya curah hujan (jam)

b. Menurut Sherman

Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999) :

... (24)

... (25)

... (26)

I = intensitas curah hujan (mm/jam) T = lamanya curah hujan (menit)

(31)

a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah pengaliran

n = banyaknya pasangan data i dan t 6. Erosi dan Sedimentasi

Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi tanah berpengaruh negatif terhadap produktivitas lahan melalui pengurangan ketersediaan air, nutrisi, bahan organik dan menghambat kedalaman perakaran.

Selama proses erosi tanah, sebagian besar air menghilang dalam bentuk aliran permukaan yang sangat cepat. Dilaporkan bahwa karena adanya erosi tanah, laju infiltrasi ke dalam tanah mengalami penurunan sampai 90 %tahun (Pimmentel, 1993 dalam Suripin 2004). Erosi tanah mengurangi kemampuan tanah menahan air karena partikel-partikel lembut dan bahan organik pada tanah terangkut.

Selain mengurangi produktivitas lahan dimana erosi terjadi, erosi tanah juga menyebabkan problem lingkungan yang serius di daerah hilirnya. Sedimen hasil erosi mengendap dan mendangkalkan sungai-sungai, danau, dan waduk, sehingga mengurangi kemampuan untuk irigasi, pembangkit listrik, perikanan dan rekreasi.

Eutropika dari penambahan nutrisi yang terkandung dalam sedimen ke waduk dan danau juga menjadi masalah tersendiri bagi produksi perikanan darat.

Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia dengan rata-rata curah hujan melebihi 1500 mm per tahun maka hujan merupakan penyebab utama terjadinya erosi. Tetesan air hujan yang menghantam muka bumi menyebabkan terlemparnya partikel tanah ke udara. Karena gravitasi bumi, partikel tersebut

(32)

jatuh kembali ke bumi dan sebagian partikel halus menutup pori-pori tanah sehingga porositas tanah menurun.

Tetesan air hujan juga menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras (crust formation) pada lapisan permukaan, akibatnya kapasitas infiltrasi tanah berkurang sehingga air yang mengalir di permukaan (surface runoff), sebagai faktor penyebab terjadinya erosi. Selain itudengan tertutupnya pori-pori tanah, maka laju maupun kapasitas infiltrasi tanah berkurang, akibatnya aliran permukaan yang dapat mengikis dan mengangkut butir-butir tanah meningkat terus menerus. Proses pengangkutan butir-butir tanah ini akan terhenti baik untuk sementara atau tetap, sebagai pengendapan atau sedimentasi.

Proses pengendapan sementara terjadi pada lereng yang bergelombang, yaitu bagian lereng yang cekung akan menampung endapan partikel yang hanyut untuk sementara dan pada hujan berikutnya endapan ini akan terangkat kembali menuju dataran rendah atau sungai.Pengendapan akhir atau sedimentasi terjadi pada kaki bukit yang relatif datar, sungai dan waduk.

Proses erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap / proses yang terjadi, yaitu pelepasan (detachment), penghanyutan (transportation) dan pengendapan (deposition).

Secara umum erosi merupakan fungsi dari iklim, topografi, vegetasi, tanah dan aktivitas manusia. Perubahan yang terjadi pada salah satu faktor tersebut akan mempengaruhi besarny aerosi dan sedimentasi.

(33)

a. Iklim ( Hujan )

Faktor iklim yang paling menentukan dalam hal ini adalah hujan yang dinyatakan dalam ”nilai indeks erosivitas hujan”

Salah satu unsur iklim yang sangat penting mempengaruhi proses erosi adalah hujan. Hujan dengan intensitas tinggi akan memberikan daya pukul air hujan terhadap butiran tanah semakin tinggi. Hujan akan menyebabkan erosi apabila intensitasnya cukup tinggi dan jumlahnya banyak dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu ukuran butir hujan sangat berperan dalam menentukan erosi. Energi kinetik air hujan yang merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat-agregat tanah besarnya tergantung pada diameter air hujan, sudut datang dan kecepatan jatuhnya. Kecepatan jatuh butir-butir hujan ditentukan oleh ukuran butir dan angin. Energi kinetik mencapai maksimal pada intensitas 50 –100 mm/jam dan > 250 mm/jam., sehinggga kekuatan untuk merusak tanah juga semakin besar.

b. Topografi

Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume limpasan permukaan. 2 (dua) unsur topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah panjang dan kemiringan lereng. Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang terakumulasi dan melintas di atasnya menjadi lebih besar.

Pengaruh panjang lereng bervarisi, tergantung bentuknya, yaitu cekung, cembung atau datar.

Sedangkan pengaruh kemiringan lebih besar dibandingkan pengaruh panjang lereng karena pergerakan air serta kemampuannya memecahkan dan

(34)

membawa partikel tanah akan bertambah dengan bertambahnya sudut kemiringan. Peningkatan kemiringan lereng menyebabkan kemampuan tanah untuk meresapkan air hujan semakin rendah, sehingga lebih banyak air yang mengalir di permukaan. Hal ini menyebabkan tanah dan bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas lereng.

c. Vegetasi

Keberadaan vegetasi akan mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi, melalui fungsinya melindungi tanah terhadap pukulan langsung oleh tenaga butir-butir air hujan.

Peranan vegetasi dalam mengurangi erosi melalui :

1. Intersepsi dan absorpsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi air hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Namun sebaliknya tinggi tanaman / tajuk mempunyai pengaruh yang berlawanan, makin tinggi tajuk dari permukaan tanah, energi kinetik yang ditimbulkan dari (akumulasi) butir hujan (setelah intersepsi mencapai titik jenuh, sehingga ukurannya menjadi besar) akan semakin besar sehingga erosivitasnya semakin besar.

2. Penyebaran akar dalam mempengaruhi struktur tanah. Perakaran tanaman akan memantapkan agregat tanah serta memperbesar porositas tanah disekitarnya. Perakaran dapat menembus lapisan tanah serta menghasilkan eksudat yang menjadi perekat antar tanah sehingga membentuk ikatan antar butir tanah yang akan membentuk struktur tanah.

(35)

3. Penghasil bahan organik dari seresah yang merupakan : pelindung tanah dari pukulan butiran air hujan dan limpasan permukaan, perbaikan struktur tanah, dan menjadi salah satu sumber energi fauna tanah untuk aktivitasnya.

d. Tanah

Kepekaan tanah terhadap laju erosi tergantung sifat-sifat tanah itu sendiri yang dinyatakan sebagai faktor ”erodibilitas tanah”. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh texture, struktur, permeabilitas dan kandungan bahan organik. Nilainya berkisar antara 0,0 hingga 0,99. makin tinggi nilainya, berarti tanah makin mudah tererosi. Laju erosi tergantung pada ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar karena pukulan air hujan dan limpasan permukaan, serta kemampuan tanah untuk menyerap air hujan, sehingga akan menentukan volume air permukaan yang mengikis dan mengangkut hancuran tanah.

Sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah : 1. Tekstur tanah

Tekstur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel partikel tanah dan tanahdan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama tanah adalah pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay). Di lapangan tanah terbentuk oleh kombinasi ketiga unsur tersebut di atas.

Misalnya, tanah dengan unsur dominan liat, ikatan antar partikel-partike tanah tergolong kuat sehingga tidak mudah tererosi.Hal yang sama juga berlaku untuk tanah dengan unsur dominan pasir (tanah dengan tekstur

(36)

kasar), kemungkinan untuk terjadinya infiltrasi pada jenis tanah ini besar dan, dengan demikian menurunkan lajuair larian. Sebaliknya pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut serta sedikit unsur organik, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya erosi.

2. Unsur organik

Bahan organik berfungsi sebagai perekat antara butir tanah sehingga memantapkan agregat tanah. Unsur organik terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air tanah,dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organik di atas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian, dengan demikian menurunkan potensi terjadinya erosi.

3. Struktur tanah

Struktur tanah adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat. Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah. Misalnya, struktur tanah granuler dan lepas mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air larian, dan dengan demikian menurunkan laju air larian dan memacu pertumbuhan tanaman.

4. Permeabilitas tanah

Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan tekstur tanah serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menentukan permeabilitas tanah. Tanah dengan

(37)

permeabilitas tinggimenaikkan infiltrasi, dengan demikian menurunkan laju air limpasan.

e. Manusia

Manusia menentukan apakah tanah yang diusahakan akan rusak atau menjadi lebih baik. Manusia yang memperlakukan tanah tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat.

Faktor kegiatan manusia memegang peranan yang sangat penting terutama dalam usaha-usaha pencegahan erosi, sebab manusia dapat memperlakukan faktor-faktor penyebab erosi lainnya, kecuali faktor iklim.

Erosi tanah merupakan problem lingkungan yang paling serius di seluruh belahan bumi saat ini. Jika tekanan utama bidang pertanian terfokus pada peningkatan produksi, maka laju erosi tanah akan meningkat disemua belahan bumi.Laju erosi tanah hebat terjadi pada sebagian besar lahan pertanian dunia, dan problem ini akan meningkat terus karena tanah menjadi marginal. Perkiraan kuantitatif kehilangan tanah di Eropa berkisar 10-20 ton/ha/tahun, di Amerika Serikat pada lahan pertanian kurang lebih 16 ton/ha/tahun, sedangkandi Asia, Afrika dan Amerika Selatan berkisar antara 20 –40 ton/ha/tahun (Pimmentel, 1993 dalamSuripin 2004:61).

Sedimentasi adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit atau jenis erosi lainnya (Asdak, 2004:392). Sedimentasi terjadi akibat terjadinya erosi. Oleh karena itu faktor-faktor yang memperngaruhi erosi juga akan berpengaruh terhadap sedimentasi. Selain ke 5 (lima) faktor penyebab erosi

(38)

tersebut, sedimentasi juga dipengaruhi oleh energi yang ditimbulkan oleh kecepatan aliran air, debit air yang mengalir dan juga mudah tidaknya material- material (partikel-partikel) terangkut. Semakin besar energi yang ada, semakin besar tenaga yang ditimbulkan untuk menggerus material (tanah, batuan) yang dilalui. Demikian juga semakin besardebit (volume) aliran semakin banyak pula bahan-bahan yang terangkut. Mudah tidaknya material terangkut tergantung dari ukuran besar butir, bahan yang halus akan lebih mudah terangkut daripada bahan- bahan yang lebih besar. Akibat terjadinya erosi tidak hanya dirasakan di daerah atas (hulu) dimana erosi terjadi (on site) tetapi juga berakibat sama jeleknya pada daerah bawah (hilir)yang terkena penimbunan sedimentasi material (off site)

7. Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Debit Banjir

Pengaruh penggunaan lahan terhadap aspek debit banjir pada suatu DAS terutamaerat kaitannya dengan fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Disamping itu secara fisik vegetasi akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan (depression storage, surface detention) sehingga menurunkan besarnya aliran permukaan dan pada akhirnya menurunkan besarnya aliran yang masuk ke sungai.

Selain itu vegetasi yang lebat mampu menahan laju derasnya air hujan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan tanah dan mengurangi terjadinya erosi.

(39)

Apabila terjadi proses alih fungsi lahan misalnya dari hutan ke fungsi yang lainnya (pemukiman ) maka kondisi hidrologi pada DAS tersebut akan berubah drastik, karena hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain hidro-orologi, penyimpan sumber genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim (Soemarwoto, 2004). Pembukaan hutan (clearing) yang membuat lapisan top soil hilang dapat merusak struktur dan tekstur tanah, memperbesar jumlah dan kecepatan aliran permukaan akibatnya daya serap (infiltrasi)berkurang atau terhambat sehingga terjadi erosi.

Komponen hidrologi yang saling berinteraksi diantaranya adalah intersepsi, evaporasi, jumlah dan kecepatan aliran, infiltrasi dan kapasitas tampungan. Uraian masing-masing komponen adalah sebagai berikut :

a. Intersepsi

Air hujan yang jatuh pada tajuk vegetasi akan mencapai permukaan tanah melalui dua proses mekanis, yaitu air lolos (throughfall) dan aliran batang (steam flow). Air lolos jatuh langsung ke permukaan tanah melalui ruangan antar tajuk / daun atau menetes melalui daun, batang dan cabang. Sedangkan aliran batang adalah air hujan yang dalam perjalanannya mencapai permukaan tanah mengalir melalui batang vegetasi. Sehingga intersepsi hujan (rainfall interception) adalah beda antara curah hujan total dan hasil pertambahan antara air lolos dan aliran batang. Besarnya intersepsi di hutan hujan tropis berkisar antara 10-35 % dari curah hujan total (Bruijnzell, 1990 dalamAsdak, 2004:81). Perubahan tegakan penutup tanah dari suatu jenis vegetasi menjadi vegetasi lain dapat mempengaruhi neraca air tahunan pada suatu DAS

(40)

b. Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses masuknya air ke permukaan tanah. Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampur-adukkan dengan pengertian perkolasi (percolation). Perkolasi merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertkal akibat gaya berat. Terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi yaitu : kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) dan laju infiltrasi (infiltrationrate).

Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, sedangkan laju infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu.

Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi, akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai sekitarnya. Meningkatnya kecepatan dan luas wilayah infiltrasi dapat memperbesar debit aliran selama musim kemarau (base flow) dan merupakan hal yang penting untuk memasok kebutuhan air pada musim kemarau. Faktor- faktor penentu infiltrasi antara lain :tekstur dan struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban awal), kegiatan biologi dan unsur organik, jenis tanah dan kelembaban seresah, dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah (Asdak, 2004).

Penelitian yang dilakukan Mulyana (2000) dalam Sinaga (2007) memperlihatkan bahwa semakin tua umur tegakan semakin besar kemampua hutan untuk meresapkan air ke dalam tanah, bahkan total air yang mampu dimasukkan ke dalam tanah pada tegakan pinus merkusii berumur 34 tahun lebih dua kali lipat dibandingkan dengan tegakan umur 10 tahun. Ini

(41)

disebabkan pada tegakan Pinus merkusii tua banyak dijumpai tumbuhan bawah, seresah dan kandungan bahan organik yang menutupi lantai hutan sehingga dapat memperbaikistruktur tanah, yang memungkinkan air hujan masuk kedalam tanah.

1. Evapotranspirasi (ET) merupakan kehilangan air total sebagai akibat evavorasi dan transpirasi dari permukanan tanah dan vetetasi. Besarnya ET bervariasi tergantung jenis vegetasi, kemampuannya dalam menguapkan air (ketersediaan energi) dan persediaan air dalam tanah di tempat tersebut.

Makin baik kondisi hutan, maka kelembabannya tinggi sehingga penguapan dari permukaan tanah dapat mendekati nol.

2. Jumlah dan kecepatan limpasan dan waktu puncak debit aliran permukaan tergantung vegetasi (tipe dan kerapatan). Besarnya jumlah dan kecepatan limpasan permukaan berbanding terbalik dengan besarnya tampungan air tanah.

3. Tampungan air tanah merupakan perbandingan antaa evapotranspirasi dan intensitas hujan sehingga apabila tingkat evapotranspirasi lebih besar dari intensitas curah hujan maka besarnya tampungan bernilai negatif dan sebaliknya.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa fungsi hutan sangat besar dalam memperkecil aliran permukaan, di sisi lain tampungan air tanah akan lebih banyak untuk dapat menjaga tersediaan jumlah aliran air tanah sepanjang tahun.

Dengan memperlakukan DAS sebagai suatu sistem yang pengembangannya bertujuan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan,

(42)

maka pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri DAS yang baik sebagai berikut : (1) mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi, (2) mampu menjamin kelestarian DAS yang diindikasikan oleh produktivitas yang tinggi, erosi / sedimentasi yang rendah dan fungsi DAS sebagai penyimpan air dapat memberikan ”water yield” yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, (3) mampu menjaga adanya pemerataaan pendapatan petani (equity) dan (4) mampu mempertahankan kelenturan DAS terhadap goncangan yang terjadi (resilient) (Paimin, 2005).

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian sungai adalah DAS Jeneberang untuk perubahan tata gunan lahan terhadap debit banjir di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian langsung di lokasi DAS Jeneberang dengan mengambil data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Pada penelitian ini menggunakan dua sumber data yakni :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari lokasi penelitian yaitu peta topografi, data hidroklimatologi, data hutan, data pertanian dan perkebunan, data pemukiman, data penduduk,data perubahan tata guna lahan, data-data

(44)

tersebut diatas diolah untuk dijadikan acuan dalam menentukan debit banjir yang terjadi akibat perubahan tata guna lahan.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur atau laporan peneliti sebelumnya tentang lokasi penelitian. Selain itu dikumpulkan juga data kepustakaan yaitu mengumpulkan data yang bersifat teoritis, dokumen, diperoleh melalui buku-buku kepustakaan, diklat, majalah, jurnal, serta buku lain yang sesuai dengan materi penelitian

C. Teknik Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kuantitatif. Penelitian Deskriptif bermaksud meneliti status sekelompok manusia, suatu subyek, suatu situasi kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian jenis ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti. Dalam metode deskriptif diselidiki juga kedudukan (status)/fenomena atau faktor dan melihat hubungan satu faktor dengan faktor yang lain (Natsir,1988). Menurut Arikunto (1996), jenis pendekatan dalam penelitian ini adalah termasuk pendekatan non eksperimen dan deskriptif, karena dalam penelitian ini tidak melakukan suatu percobaan tetapi lebih ke arah pendalaman suatu kasus atau keadaan dan dideskripsikan secara mendalam.

1. Perubahan Penggunaan lahan di DAS Jeneberang 2. Pengaruh penggunaan lahan terhadap debit banjir

(45)

Data penggunaan lahan yang digunakan pada penelitian ini adala penggunaan lahan tahun 2007 dan 2012. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan di DAS Jeneberang selama kurun waktu tahun ( tahun 2007 – 2012 ) dengan teknik pendugaan pertumbuhan secara matematis yaitu dengan fungsi pertumbuhan atau peluruhan (growth/decay function) dari segala aspek.

Model ini dapat digunakan untuk menduga perubahan seiring dengan waktu atau jarak dari posisi referensi. Penelitian ini menggunakan model pertumbuhan umum dengan persamaan sebagai berikut (Dumairi, 1995) :

Pt = P0 (1+r)t-1 Dimana :

Pt = Luas Penggunaan lahan tahun 2012 (ha) Po = Luas Penggunaan lahan tahun 2007 (ha)

t = Periode pengukuran perubahan penggunaan lahan dari tahun 2007-2012 r = Laju pertumbuhan setiap tahun (% per tahun)

Model ini adalah untuk mengukur laju konversi lahan dari tahun 2007 – 2012

3. Analisis Hubungan Perubahan penggunaan Lahan dengan keadaan debit banjir yang terjadi pada DAS Jeneberang

Pada penelitian ini keadaan debit banjir yang dianalisis yaitu : limpasan, debit aliran, besarnya erosi dan sedimentasi. Data yang digunakan merupakan data selama 5 tahun mulai tahun 2007 – 2012. Sedangan data penggunaan lahan per tahun diperoleh dari besarnya laju pertumbuhan luas lahan per tahun dari tahun 2007 – 2012

(46)

D. Deskripsi DAS Jeneberang

Secara administratif, DAS Jeneberang berada pada wilayah sungai (WS) Jeneberang berada di Propinsi Sulawesi Selatan dengan luas DAS 860 km2 dengan panjang sungai 80 km

Sungai Jeneberang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (Catchment Area), sumber air baku, kegiatan pertanian dan perikanan dengan potensi air

permukaan 13.229 juta m3/tahun dan potensi air tanah 1.504 m3/tahun. Selain itu, di Sungai Jeneberang juga terdapat Bendungan Bili-bili yang berada di Desa Bili- bili Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, dimana bendungan ini merupakan salah satu bendungan yang menjadi pengendali banjir Sungai Jeneberang yang mampu menyediakan air baku sebesar 3.300 lt/dt dengan luas areal irigasi 24.585 Ha dan mampu menyediakan listrik dengan kapasitas terpasang 20,1 MW.

Secara geografis, Sungai Jeneberang yang berada pada posisi antara 4°25’15,6”LS – 6°28’40”LS dan 119°20’20,4”BT – 120°19’12”BT. Batas-batas Wilayah Sungai Jeneberang adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : DAS Maros Sebelah timur : DAS Buah

Sebelah selatan : DAS Kelara Karalloe Sebelah barat : Selat Makassar

(47)

E. Bagan Alir penelitian DAS Jeneberang

Gambar 3 Bagan alir penelitian Mulai

Pengumpulan Data

Data Curah Hujan

Analisa Curah Hujan Wilayah

Analisa Curah Rancangan

Analisa Debit Rencana

Data pengguna Lahan

Analisa Tata Guna Lahan

Analisa Debit Banjir Terhadap Tata Guna

Lahan

Selesai

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penggunaaan Lahan DAS jeneberang

Perkembangan penduduk dan kegiatannya, kemajuan perekonomian masyarakat Kabupaten Gowa dan pengaruh kemajuan akan teknologi dan informasi serta perubahan nasional dan global mendorong terjadinya perubahan pemilihan lokasi permukiman dan kegiatan, perkembangan kegiatan dan fungsi suatu lokasi dan wilayah pada akhirnya akan merubah pemanfaatan ruang.

Perubahan pemanfaatan ruang permukiman untuk kebutuhan rumah, bangunan perdagangan dan jasa, dan perlengkapan permukiman lainnya terjadi sejalan dengan penyebaran penduduk dari kondisi yang ada, sehingga pemanfaatan ruang permukiman akan semakin ekpansif dari lokasi yang sudah ada.

Perubahan tata guna lahan di DAS Jeneberang,mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 sangat signifikan terutama pada lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman. Persentase tiap jenis penggunaan lahan di DAS Jeneberang dapat dilihat pada tabel berikut:

(49)

Tabel 1 Distribusi jenis tata guna lahan DAS Jeneberang (Tahun 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012

Sumber : Bakosurtanal

Gambar 4. Grafik antara luas lahan dan tata guna lahan per tahun

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

1 Hutan lahan kering sekunder 6.713 7,81 6.573 7,64 6.433 7,48 6.293 7,32 6.153 7,15 6.012 6,99 2 Hutan tanaman 3.213 3,74 3.180 3,70 3.150 3,66 3.120 3,63 3.089 3,59 3.059 3,56 3 Pemukiman 2.331 2,71 2.435 2,83 2.539 2,95 2.643 3,07 2.747 3,19 2.851 3,32 4 Perkebunan 1.112 1,24 1.239 1,44 1.366 1,59 1.493 1,74 1.621 1,88 1.751 2,04 5 Pertanian lahan kering 1.821 2,12 1.802 2,10 1.783 2,07 1.764 2,05 1.745 2,03 1.724 2,00 6 Pertanian lahan kering campur 39.481 45,91 39.355 45,76 39.229 45,62 39.103 45,47 38.977 45,32 38.851 45,18 7 Savana 1.122 1,3 1.122 1,30 1.122 1,30 1.122 1,30 1.122 1,30 1.122 1,30 8 Sawah 19.789 23,01 20.165 23,45 20.541 23,88 20.917 24,32 21.293 24,76 21.672 25,20 9 Semak belukar 9.153 10,64 8.896 10,34 8.639 10,05 8.382 9,75 8.125 9,45 7.868 9,15 10 Tambak 1.268 1,47 1.233 1,43 1.198 1,39 1.163 1,35 1.128 1,31 1.090 1,27 86.000 100 86.000 100,00 86.000 100,00 86.000 100,00 86.000 100,00 86.000 100,00 Jumlah

Tahun 2011 Tahun 2012

Luas Luas Luas Luas Luas Luas

No Jenis Tata Guna Lahan

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000

Hutan lahan kering sekunder

Hutan tanaman Pemukiman Perkebunan Pertanian lahan kering

Pertanian lahan kering campur

Savana Sawah Semak belukar Tambak Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

LuasLahan (Ha)

TataGuna Lahan

(50)

B. Analisis Hidrologi

1. Curah hujan rerata daerah

Berdasarakan sebaran lokasi stasiun hujan yang berpengaruh pada DAS Jeneberang, stasiun hujan yang digunakan adalah stasiun Allukeke,Stasiun Bontomanai, stasiun Senre, stasiun Kampili, stasiun Tetebatu, dan stasiun Tinggimae . Dari hasil analisis hujan daerah dengan menggunakan polygon Teissen, maka curah hujan harian maksimum yang diproleh seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 3 Hujan rerata daerah DAS Jeneberang.

No Tahun Hujan Rerata Daerah (mm)

1 1988 110

2 1989 85

3 1990 120

4 1991 80

5 1992 67

6 1993 139

7 1994 110

8 1995 175

9 1996 124

10 1997 165

11 1998 98

12 1999 137

13 2000 70

14 2001 116

15 2002 150

16 2003 90

(51)

17 2004 125

18 2005 153

19 2006 134

20 2007 125

21 2008 170

22 2009 150

23 2010 225

24 2011 200

25 2012 210

Sumber : Hasil perhitungan (data terlampir)

2. Curah Hujan Rancangan

Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan suatu peluang tertentu yang mungkin terjadi di suatu daerah pada periode ulang tertentu.

Dalam perhitungan ini curah hujan rancangan dihitung dengan menggunakan metode E.J. Gumbel dan Log Pearson Type III.

a. Metode Gumbel

Dari hasil analisis curah hujan maksimum rerata daerah, untuk mendapatkan curah hujan rancangan dengan metode Gumbel, maka dua pendekatan persamaaan yang digunakan yaitu persamaan distribusi empiris, dan persamaan garis lurus matematis.

(52)

Tabel 4 Perhitungan parameter statistik metode Gumbel

Tahun

Data Curah Hujan No.

Curah

Hujan diurutkan [ X - Xrt ] [ X - Xrt ] 2

(mm) ( mm )

1 1988 110 67 -66,12 4371,85

2 1989 85 70 -63,12 3984,13

3 1990 120 80 -53,12 2821,73

4 1991 80 85 -48,12 2315,53

5 1992 67 90 -43,12 1859,33

6 1993 139 98 -35,12 1233,41

7 1994 110 110 -23,12 534,53

8 1995 175 110 -23,12 534,53

9 1996 124 116 -17,12 293,09

10 1997 165 120 -13,12 172,13

11 1998 98 124 -9,12 83,17

12 1999 137 125 -8,12 65,93

13 2000 70 125 -8,12 65,93

14 2001 116 134 0,88 0,77

15 2002 150 137 3,88 15,05

16 2003 90 139 5,88 34,57

17 2004 125 150 16,88 284,93

18 2005 153 150 16,88 284,93

19 2006 134 153 19,88 395,21

20 2007 125 165 31,88 1016,33

21 2008 170 170 36,88 1360,13

22 2009 150 175 41,88 1753,93

23 2010 225 200 66,88 4472,93

24 2011 200 210 76,88 5910,53

25 2012 210 225 91,88 8441,93

Jumlah 3328,000 0,000 42306,640

X rerata 133,120 0,000 1692,266

Maximum 225,000 91,880 8441,934

Minimum 67,000 -66,120 0,774

Stadard Deviasi 41,985 41,985 2187,886

Koef. Skewness 0,455 0,455 1,698

Koef. Kurtosis -0,203 -0,203 2,660

Sumber : Hasil perhitungan

(53)

Hubungan jumlah data, reduced mean (Yn) dan reduced standar deviasi (Sn) Data = 25

Sn = 1,0915 Yn = 0,5309 1/a = 38,466 b = 112,699

Perhitungan curah hujan rancangan dicari dengan rumus : Xt = b + 1/a. Yt

Tabel 5 Perhitungan curah hujan rancangan metode. Gumbel

No

Periode ulang (T)

(Tahun)

Reduced Variate

(Yt)

Harga Ekstrapolasi (Xt) (mm)

1 1,0101 -1,5272 54

2 2 0,3665 127

3 5 1,4999 170

4 10 2,2504 199

5 20 2,9702 227

6 25 3,1985 236

7 50 3,9019 263

8 100 4,6001 290

10 1000 6,9073 378

Sumber : Hasil perhitungan

b. Metode Log person Type III

Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Log Pearson Type III adalah : (CD. Soemarto, 1987:243)

- Harga rata-rata.

- Standart deviasi.

- Koefisien kemencengan.

Gambar

Tabel 1. dan 2. di bawah ini menunjukkan hubungan antara waktu balik  dengan reduced variate
Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Gambar 3  Bagan alir penelitian Mulai
Tabel 1 Distribusi jenis tata guna lahan DAS Jeneberang (Tahun 2007, 2008, 2009,  2010, 2011, 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengurangan durasi hanya bisa dilakukan pada lintasan kritis, karena pengurangan durasi atau perpendekan waktu yang dilakukan pada aktivitas- aktivitas yang tidak pada

Banyak fenomena yang menarik berkaitan dengan keluhan warga terhadap radiasi elektromagnetik yang berasal dari Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Saluran Udara

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa (1) pelaksanaan pembelajaran menulis deskripsi dengan teknik rantaian kata dilakukan mulai dari prasiklus, siklus I, dan

Dari hasil penelitian dengan penilaian PKPR dengan menggunakan format buku pedoman PKPR dapat disimpulkan bahwa kedua Puskesmas tidak ada yang memiliki nilai lebih dari 74

Jika auditor memperoleh bukti audit bahwa saldo awal mengandung kesalahan penyajian yang dapat secara material berdampak terhadap laporan keuangan periode

2 Setelah mempelajari pokok bahasan variable dan type data, maka mahasiswa dapat mengidentifikasikan, tentang variable dan macam-macam type data dengan benar

Beton mutu tinggi berserat tembaga metode dreux yakni beton yang terdiri dari agregat kasar (kerikil), agregat halus (pasir), semen portland, air ditambah dengan

This recipe creates an EMR job flow using the AWS CLI to execute the WordCount sample from the Running Hadoop MapReduce computations using Amazon Elastic MapReduce recipe of