• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi

IV.1 Kekayaan dan Kematangan Batuan Induk IV.1.1 Kekayaan

Kekayaan batuan induk pada daerah penelitian dinilai berdasarkan kandungan material organik yang ada pada batuan yang diekspresikan sebagai nilai TOC. Sejumlah conto batuan diambil dari lima sumur untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan nilai TOC (Tabel IV.1).

Tabel IV.1 Kandungan karbon organik total masing-masing formasi pada sumur Rembang-1, Padi-1 dan Ngawi-1.

Sumur Formasi TOC (%)

Rembang-1 Lidah/Mundu Tuban Kujung CD Ngimbang 0,22-0,39 0,26-1,95 0,23-2,69 1,06-5,09 0,40-71,88 Padi-1 Lidah Tuban Kujung (Prupuh) Kranji CD Ngimbang 0,13-0,24 0,29-1,89 0,70 0,67-1,81 0,09-3,26 1,27-58,16 Ngawi-1 Early Pliocene Globigerinid Marl

(ekuivalen dengan Formasi Ledok atau Mundu) Banyak Kerek 0,58-0,76 0,20-1,00 0,05-1,14

Lokasi sumur Ngawi-1 terletak paling timur di daerah penelitian dan masuk pada Zona Kendeng (Gambar II.4) sehingga kolom stratigrafinya berbeda dengan ke empat sumur yang ada (Padi-1, Rembang-1, Rembang-2 dan Tengis-1)

IV.1.2 Kematangan

Kematangan batuan induk pada daerah penelitian dinilai berdasarkan nilai Tmaks yang didapatkan dari hasil analisis Rock-Eval, nilai reflektansi vitrinit ditambah dengan menggunakan biomarker. Diagram Tmaks terhadap indeks hidrogen digunakan agar dapat memberikan gambaran mengenai tahap kematangan dan kecenderungan hidrokarbon yang dihasilkan, sedangkan diagram indeks oksigen

(2)

terhadap indeks hidrogen digunakan agar dapat memberikan gambaran mengenai tipe kerogen dan kecenderungan hidrokarbon yang dihasilkan.

Berdasarkan diagram Tmaks terhadap indeks hidrogen dan diagram indeks oksigen terhadap indeks hidrogen dari sumur Padi-1 maka diketahui bahwa sebagian besar conto batuan berada pada tahap kurang matang (Gambar IV.1). Sumur Padi-1 menunjukkan beberapa formasi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan minyak dan gas yang berasal dari kerogen tipe II dan tipe III meskipun ada beberapa batuan dalam Formasi Ngimbang yang berada pada best fit line kerogen tipe I (Gambar IV.2) tetapi berdasarkan diagram Tmaks terhadap Indeks Hidrogen terlihat bahwa semua batuan di formasi mempunyai reflektansi vitrinit (Ro) kurang dari 0.35 sehingga kerogen yang terbentuk adalah kerogen tipe II.

Gambar IV.1 Diagram Tmaks terhadap indeks hidrogen dari sumur Padi-1 yang menunjukkan sebagian besar conto batuan dari beberapa formasi berada pada tahap kurang matang dan cenderung menghasilkan minyak dan gas.

(3)

Gambar IV.2 Diagram indeks oksigen terhadap indeks oksigen dari sumur Padi-1 yang menunjukkan conto batuan dari beberapa formasi cenderung menghasilkan minyak dan gas yang berasal dari kerogen tipe II dan III.

Berdasarkan diagram Tmaks terhadap indeks hidrogen dan diagram indeks oksigen terhadap indeks hidrogen dari sumur Rembang-1 maka diketahui bahwa sebagian besar conto batuan berada pada tahap kurang matang dan ada sebagian kecil dari Formasi Kujung dan Ngimbang yang mulai menghasilkan minyak (Gambar IV.3). Sumur Rembang-1 menunjukkan beberapa formasi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan minyak dan gas yang berasal dari kerogen tipe II dan tipe III meskipun ada beberapa batuan dalam Formasi Ngimbang yang berada pada best fit line kerogen tipe I (Gambar IV.4) tetapi berdasarkan Gambar IV.3 terlihat bahwa semua batuan di formasi mempunyai reflektansi vitrinit (Ro) kurang dari 1.35 sehingga kerogen yang terbentuk adalah kerogen tipe II.

(4)

Gambar IV.3 Diagram Tmaks terhadap indeks hidrogen dari sumur Rembang-1 yang menunjukkan sebagian besar conto batuan dari beberapa formasi berada pada tahap kurang matang dan cenderung menghasilkan minyak dan gas.

Gambar IV.4 Diagram indeks oksigen terhadap indeks oksigen dari sumur Rembang-1 yang menunjukkan conto batuan dari beberapa formasi cenderung menghasilkan minyak dan gas yang berasal dari kerogen tipe II dan III.

(5)

Berdasarkan hasil analisis vitrinit yang dilakukan terhadap sejumlah conto batuan yang diambil dari sumur Rembang-1 dan Padi-1 maka didapatkan nilai reflektansi vitrinit, data reflektansi vitrinit untuk sumur Rembang-2, Tengis-1 dan Ngawi-1 tidak tersedia. Diagram reflektansi vitrinit terhadap kedalaman dapat memberikan gambaran mengenai tahap kematangan dari batuan induk. Sejumlah conto batuan diambil dari sumur Rembang-1 dan Padi-1 untuk selanjutnya dianalisis nilai reflektansi vitrinitnya (Tabel IV.2, Gambar IV.5 dan Gambar IV.6).

Tabel IV.2 Nilai reflektansi vitrinit (Ro) masing-masing formasi pada sumur Rembang-1, Padi-1 dan Ngawi-1.

Sumur Formasi Ro (%) Kematangan

Rembang-1 Lidah/Mundu Tuban Kujung CD Ngimbang 0,39 0,31-0,58 0,31-0,42 0,34-0,38 0,34-69 Belum matang Belum matang Belum matang Belum matang

Belum matang-jendela minyak Padi-1 Lidah Tuban Kujung (Prupuh) Kranji CD Ngimbang 0,36 0,32-0,41 0,40 0,36-0,43 0,38-0,41 0,39-0,46 Belum matang Belum matang Belum matang Belum matang Belum matang Belum matang

Gambar IV.5 Diagram reflektansi vitrinit terhadap kedalaman dari sumur Padi-1 yang menunjukkan bahwa formasi-formasi pada sumur tersebut berada pada tahap belum matang.

(6)

Gambar IV.6 Diagram reflektansi vitrinit terhadap kedalaman dari sumur Rembang-1 yang menunjukkan bahwa Formasi Ngimbang berada pada tahap awal matang.

Berdasarkan analisis kematangan dari parameter triterpana pada sumur-sumur Rembang-1 kedalaman 4867 kaki, Tengis-1 kedalaman 7800 kaki dan Rembang-2 kedalaman 2638 kaki merupakan batuan induk yang belum matang, pada rembesan minyak Kedung Jati dan Rembang-2 kedalaman 2635,5 kaki merupakan batuan induk dan minyak pada tahap awal matang sedangkan pada rembesan minyak Galeh, sumur Rembang-1 kedalaman 3110-3120 kaki dan 5500 kaki merupakan batuan induk yang masuk pada jendela minyak (Gambar IV.7)

(7)

Gambar IV.7 Plotsilang kematangan dengan parameter triterpana, terlihat sumur-sumur Rembang-1 (4867 kaki), Tengis-1 (7800 kaki) dan Rembang-2 merupakan batuan induk belum matang, rembesan minyak Kedung Jati dan sumur Rembang-2 minyak tahap awal matang, rembesan minyak Galeh, Rembang-1 (5500 kaki) dan (3110-3120 kaki) merupakan batuan induk yang matang.

Berdasarkan analisis kematangan dari parameter sterana pada sumur-sumur Rembang-1 kedalaman 4867 kaki, Tengis-1 kedalaman 7800 kaki, Rembang-2 kedalaman 2638 kaki, rembesan minyak Kedung Jati, Rembang-2 kedalaman 2635,5 kaki, rembesan minyak Galeh, sumur Rembang-1 kedalaman 3110-3120 kaki, merupakan batuan induk dan minyak yang mulai matang serta merupakan kerogen Tipe II-III, pada sumur Rembang-1 kedalaman 4901 kaki merupakan batuan induk belum matang dan pada kedalaman 5500 kaki merupakan batuan induk mulai matang, pada kedalaman 4901 kaki dan 5500 kaki merupakan kerogen Tipe III (Gambar IV.8)

(8)

Gambar IV.8 Plotsilang kematangan dengan parameter sterana, terlihat sumur-sumur Rembang-1 (4867 kaki), Tengis-1 (7800 kaki) dan Rembang-2, Rembang-1 (3110-3120 kaki), rembesan minyak Kedung Jati, rembesan minyak Galeh merupakan minyak tahap awal matang dan kerogen Tipe II-III, dan, Rembang-1 (4901 kaki) batuan induk belum matang dan Rembang-1 (5500 kaki) dan merupakan batuan induk awal matang dan kerogen Tipe III.

IV.2 Korelasi Minyak – Minyak

Korelasi minyak – minyak adalah perbandingan antara minyak dan minyak lainnya untuk menentukan ada atau tidak adanya suatu hubungan genetik antarminyak. Korelasi diselesaikan dengan membandingkan unsur, molekul dan parameter isotopik dengan menggunakan teknik seperti gas chromatography (GC), gas chromatography mass spectrometry (GC/MS) dan penentuan rasio isotop karbon.

Berdasarkan hasil analisis alkana normal yang dilakukan terhadap sejumlah conto minyak yang diambil dari sumur-sumur Padi-1, Rembang-1, Rembang-2 dan Ngawi-1 maka didapatkan berbagai bentuk distribusi alkana normal yang menunjukkan perbedaan asal material organiknya, untuk sumur Tengis-1 tidak ada data.

(9)

Pada sumur Padi-1 conto minyak dari Formasi Prupuh pada kedalaman 2086 kaki mempunyai bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C27 menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari darat (Gambar IV.9) sedangkan pada kedalaman 2216 kaki mempunyai bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C17 menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari alga laut (Gambar IV.9). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari campuran antara tumbuhan tingkat tinggi dan alga sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada Formasi Prupuh mencirikan perubahan lingkungan pengendapan dari laut berubah ke arah darat.

Gambar IV.9 Distribusi alkana normal pada Formasi Prupuh yang menunjukkan perubahan lingkungan pengendapan dari laut (B) berubah ke arah darat (A) (sumber data Anonim, 2005).

Formasi Prupuh Kedalaman 2086 ft A C25 C30 C27 Formasi Prupuh Kedalaman 2216 ft B C17

(10)

Conto minyak dari Formasi CD klastik pada kedalaman 3537 kaki mempunyai bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C17 menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari alga laut (Gambar IV.10) Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari alga sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada Formasi CD klastik mencirikan lingkungan pengendapan laut.

Gambar IV.10 Distribusi alkana normal pada Formasi CD Clastics yang menunjukkan lingkungan pengendapan laut (sumber data Anonim, 2005).

Pada sumur Rembang-1 conto minyak Formasi Kujung pada kedalaman 2537 kaki menunjukkan bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C17 (Gambar IV.11). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya lebih banyak berasal dari alga laut sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada formasi ini mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah laut.

Conto minyak pada Formasi Ngimbang pada kedalaman 5500 kaki menunjukkan bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C14 (Gambar

Formasi CD klastik Kedalaman 3537 ft

(11)

IV.12). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya lebih banyak berasal dari alga laut sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada formasi ini mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah laut.

Gambar IV.11 Distribusi alkana normal dari minyak pada sumur Formasi Kujung yang menunjukkan adanya satu puncak yaitu pada C17 (sumber data Davis, 1999).

Gambar IV.12 Distribusi alkana normal dari minyak pada Formasi Ngimbang yang menunjukkan adanya satu puncak yaitu pada C14 (sumber data Davis, 1999).

Formasi Kujung Kedalaman 2537 ft

Formasi Ngimbang Kedalaman 5500 ft

(12)

Pada sumur Rembang-2 conto minyak dari Formasi Kujung pada kedalaman 2635,5 kaki menunjukkan bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C14 (Gambar IV.13). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya lebih banyak berasal dari alga laut sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada formasi ini mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah laut.

Gambar IV.13 Distribusi alkana normal dari minyak pada Formasi Kujung yang menunjukkan adanya satu puncak yaitu pada C14 (sumber data Jatmiko dan Harrington, 2001).

Pada sumur Ngawi-1 conto minyak dari Formasi Kerek pada kedalaman 5864 kaki menunjukkan bentuk distribusi alkana normal dengan satu puncak yaitu pada C20 (Gambar IV.14). Bentuk distribusi alkana normal seperti ini menunjukkan bahwa material organiknya lebih banyak berasal dari alga laut sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada formasi ini mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah laut.

Formasi Kujung Kedalaman 2635,5 ft

(13)

Gambar IV.14 Distribusi alkana normal dari minyak pada Formasi Kerek yang menunjukkan adanya satu puncak yaitu pada C20 (sumber data Jatmiko dan Harrington, 2002).

Berdasarkan hasil analisis isoprenoid yang dilakukan terhadap sejumlah conto minyak yang diambil dari sumur-sumur Padi-1, Rembang-1 dan Rembang-2 (data isoprenoid dari sumur Ngawi-1 dan Tengis-1 tidak tersedia) maka didapatkan beberapa kelompok minyak yang menunjukkan asal material organiknya. Diagram fitana/C18 terhadap pristana/C17 digunakan agar dapat memberikan gambaran mengenai lingkungan pengendapan dari asal material organiknya.

Conto minyak pada sumur Rembang-1 (kedalaman 4867 kaki dan 5500 kaki), Rembang-2 (kedalaman 1440 kaki), Padi-1 (kedalaman 3537 kaki, 3540 kaki, 3558 kaki dan 3856 kaki) serta dua rembesan minyak yaitu di Galeh dan Lawen menunjukkan fitana lebih rendah dibandingkan pristana (Gambar IV.15). Perbandingan ini menunjukkan bahwa material organiknya berasal dari campuran antara lingkungan pengendapan yang berasosiasi dengan kandungan oksigen banyak dan lingkungan pengendapan yang berasosiasi dengan kandungan oksigen sedikit, sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk yang menghasilkan minyak pada ketiga sumur dan rembesan minyak tersebut mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah deltaik. Sumur Rembang-1 (conto kondensat, kedalaman 2537 kaki, dan 4901 kaki), Rembang-2 (kedalaman 2632 kaki, 2638 kaki dan conto minyak) dan Padi-1 (kedalaman 2216 kaki) menunjukkan perbandingan fitana terhadap pristana yang lebih rendah akibat dari nilai fitana

Formasi Kerek Kedalaman 5864 ft

Gambar

Tabel IV.1 Kandungan karbon organik total masing-masing formasi pada sumur  Rembang-1, Padi-1 dan Ngawi-1
Gambar IV.1  Diagram  T maks  terhadap indeks hidrogen dari sumur Padi-1 yang  menunjukkan sebagian besar conto batuan dari beberapa formasi  berada pada tahap kurang matang dan cenderung menghasilkan  minyak dan gas
Gambar IV.2  Diagram indeks oksigen terhadap indeks oksigen dari sumur Padi-1  yang menunjukkan conto batuan dari beberapa formasi cenderung  menghasilkan minyak dan gas yang berasal dari kerogen tipe II dan  III
Gambar IV.3  Diagram  T maks  terhadap indeks hidrogen dari sumur Rembang-1  yang menunjukkan sebagian besar conto batuan dari beberapa  formasi berada pada tahap kurang matang dan cenderung  menghasilkan minyak dan gas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang akan dicapai dalam pembuatan media pembelajaran interaktif pada mata pelajaran matematika ini adalah bahwa siswa dapat memahami materi dan meningkatkan

1 kg berasal karantina yang dilakukan terhadap media pembawa tersebut antara lain tindakan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan karantina dan pemeriksaan

Strategi yg dpt dijalankan Antar- organisasi Pertukaran Data Elektronik Metodologi yg dpt dijalankan Siklus hidup sistem Desain ulang Proses Bisnis Teknologi yg

Bidang pelaksanaan kuliah kerja praktek yang dilaksanakan selama satu bulan. Divisi keuangan memiliki kegiatan yang salah satunya yaitu membiayai perjalanan dinas

Setelah media sosialisasi ditayangkan, anak- anak diberi pertanyaan yang sama dan didapati hasil bahwa anak-anak yang sebelumnya tidak mengetahui pemanfaatan dan

berusaha untuk menemukan fungsi pemisah(klasifier) yang optimal yang bisa memisahkan dua set data dari dua kelas yang berbeda..

Siswi kelas XI SMK PGRI Sooko Mojokerto sebagian besar menjawab benar bahwa tujuan pemberian kompres hangat yaitu menurunkan ketegangan otot, namun dari mereka ada

sama huria ni tuhatta amєn addoraŋ so tajaha jamita on adoŋ go sada carita ni paddita nami tikki naposo au tariŋot tu parpasar pagi ŋa leleŋ on ŋa tahapal ra on alai apala pas