A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Pada penelitian pendahuluan ini dicari waktu optimum blanching untuk masing-masing buah serta rasio penam-bahannya terhadap yoghurt.
~. Waktu Optimum B~ancbing
Pada pene1itian pendahuluan dilakukan pengamatan waktu optimum blanching untuk masing-masing jenis buah yang digunakan, yaitu nenas bogor, pepaya bangkok, pisang ambon, dan pisang raja bulu, masing-masing dalam bentuk pure/pulp dan kubus, serta bentuk bola untuk pepaya.
Panas yang diberikan kepada bahan ketika blanch-ing harus cukup untuk menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan. Namun panas ini tidak boleh berlebihan karena dapat merusak bahan itu sendiri. Karena itu waktu blanching yang optimum perlu diketahui agar kondisi di atas dapat tercapai.
Uji kecukupan blanching dilakukan dengan uji peroksidase (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Enzim peroksidase merupakan enzim yang tahan panas. Kare-nanya jika enzim ini diketahui sudah tidak aktif lagi, maka dapat dipastikan enzim-enzim lain pun sudah tidak
nakan 2 pereaksi, yaitu larutan guaiakol 0,5 % dan Jika enzim peroksidase masih aktif, enzim tersebut akan memecah H2 0 2 menjadi H20 Oksigen yang terlepas ini kemudian akan mengoksidasi guaiakol sehingga warnanya berubah menja-di kuning-kemerahan. Sebaliknya, jika enzim peroksi-dase sudah tidak aktif lagi maka reaksi di atas tidak akan terjadi sehingga warna sampel tidak berbeda dengan blangko. Hasil uji peroksidase dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Hasil Uji Peroksidase Jenis buah
/
Waktu blanching (menit) bentuk buah 1 2 3 4 5 6 7 Nenas potongan + + + -pure + + + -Pepaya potongan -pure -Pisang raja potongan + + + -pure + + -Pisang ambon potongan + + + + + + -pure + + +-Kecukupan blanching ditandai dengan reaksi nega-tif pada uji peroksidase. Perbedaan waktu blanching yang diperlukan untuk masing-masing buah terjadi karena perbedaan kadar enzim peroksidase dalam
masing-masing jenis buah. Untuk pisang raja dan pisang
ambon, perbedaan waktu blanching antara ke-2 bent uk
buah terjadi karena pada bentuk pure penetrasi panas ke dalam sel lebih mudah daripada bentuk potongan.
Waktu optimum blanching yang dipilih pada penelitian
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Waktu Optimum Blanching
Jenis buah
I
bentuk Waktu blanching(menit) Nenas potongan 4 pure 4 Pepaya potongan 1 pure 1 Pisang raja potongan 4 pure 3 Pisang ambon potongan 7 pure 4
2. Rasie Penambahan Buah terhadap Yoghurt
Buah ditambahkan ke dalam yoghurt dengan rasio 10
.. (bib), 20 .. (bib), dan 30 .. (bib). Rasio yang
digunakan ditentukan seeara visual yaitu berdasarkan
penampakan yang paling baik. Buah nenas bogor, pisang
ambon, dan pisang raja bulu ditambahkan dalam bentuk
kubus dengan panjang sisi ~ em - 1 em, sedangkan buah
pepaya bangkok ditambahkan dalam bentuk bola dengan
bentuk pure/pulp untuk semua jenis buah. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Rasio Penambahan Buah terha-dap Yoghurt
Jenis buah / bentuk Rasio (% bib)
Nenas potongan 20 pure 30 Pepaya potongan 20 pure 30 Pisang raja potongan 30 pure 30 pisang ambon potongan 20 pure 20 B. PENELITIAN UTAMA
Pada pembuatan yoghurt susu skim bubuk ditambahkan
ke dalam susu murni sebanyak 5 % (b/v) untuk kemudian
dihomogenisasi. Homogenisasi susu ini diperlukan untuk
menyeragamkan butiran-butiran lemak susu sehingga sta-bi1itas fisik yoghurt yang dihasi1kan akan meningkat. Kroger (1976) menyatakan bahwa lemak susu turut menjaga stabilitas tekstur yoghurt jika susu dihomogenisasi
terlebih dulu. Buckle et al. (1985) menyebutkan bahwa
homogenisasi unsur-unsur sebelum pasteurisasi dapat meningkatkan stabilitas fisik yoghurt dengan menghasilkan
stabilitas fisik tersebut, maka peristiwa terpisahnya emulsi (whey sineresis) dapat dicegah.
Pemanasan (pasteurisasi) susu dilakukan pada suhu 80 sampai 85°C selama 30 menit. Pemanasan susu ini bertu-juan untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globu-lin) agar yoghurt yang dihasilkan lebih kental, mengu-rangi jumlah mikroba awal yang terdapat dalam susu, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar kultur yoghurt yang secara normal bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh baik, serta untuk merusak protein susu dalam batas-batas tertentu sehingga dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh kultur yoghurt untuk pertumbuhannya. Berkurangnya jumlah oksigen dalam susu terjadi karena kelarutan oksigen akan menurun seiring dengan naiknya suhu sehingga akan
terle-pas ke udara. Di samping itu, pemanasan akan menguapkan sebagian kandungan air dari susu sehingga secara tidak langsung meningkatkan kandungan padatan yang akan mengha-silkan yoghurt dengan tekstur yang lebih baik. Untuk tujuan ini pula susu skim bubuk ditambahkan sebelum proses homogenisasi. Selain itu, penambahan susu skim bubuk akan meningkatkan nilai nutrisi susu (Kroger, 1976) dan akan merangsang pertumbuhan bakteri (Buckle et al., 1985; Ajam et al., 1993).
Setelah proses pasteurisasi susu didinginkan sampai suhu 37°C, dan kemudian diinokulasikan dengan kultur murni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilluS dengan perbandingan 1 : 1. Inkubasi dila-kukan pada suhu 37°C selama satu malam.
Gula pasir (sukrosa) ditambahkan sebanyak 4 % (bib) setelah inkubasi. Penambahan sukrosa ini bertujuan untuk meningkatkan rasa yoghurt. Buah-buahan dalam bentuk potongan maupun pure juga ditambahkan setelah inkubasi. Penambahan buah-buahan dapat meningkatkan nilai peneri-maan yoghurt (Buckle et al., 1985; Ajam et al., 1993).
Setelah penambahan buah-buahan tersebut yoghurt segera disimpan pada suhu 4°C. Pendinginan ini segera dilakukan agar pertumbuhan kultur terhenti. Jika tidak segera didinginkan, Laktobasili akan terus tumbuh sehing-ga pH menurun sampai kurang dari 4. Pada kondisi ini Streptokoki tidak dapat bertahan hidup sehingga rasio kultur starter menjadi tidak seimbang dan akibatnya produk menjadi sangat masam.
1. Uji Organo1eptik
Menurut Winarno (1991), penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung kepada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan ni1ai gizinya; di samping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis.
Menurut Soekarto (1985), uji organoleptik terha-dap suatu makanan adalah penilaian dengan menggunakan alat indera, yaitu indera penglihat, pencicip, pembau,
dan indera pendengar. Dengan uji organoleptik ini dapat diketahui tingkat penerimaan terhadap suatu makanan.
Uji kesukaan dilakukan untuk melihat tingkat
penerimaan terhadap yoghurt. Yoghurt disajikan kepada
21 orang panelis agak terlatih yaitu dari mahasiswa. Penilaian dilakukan dengan skor kesukaan yaitu sangat suka (5), suka (4), biasa/netral (3), tidak suka (2),
dan sangat tidak suka (1) Uji kesukaan (hedonik)
organoleptik terhadap rasa, aroma, dan tekstur dilaku-kan secara metode Soekarto (1985).
a. Skor Rasa
Tabel 8 menunjukkan bahwa skor rata rata kesukaan panelis terhadap rasa yoghurt menurun
selama penyimpanan, yaitu berkisar antara 4,O
sampai 2,2 pada minggu ke - 0 hingga 3,7 sampai l . '.
pada minggu ke-3. Penurunan nilai penerimaan ini
mungkin berhubungan dengan akumulasi asam laktat
selama penyimpanan. Rasa masam yang timbul dari
akumulasi asam laktat tersebut tampaknya tidak disukai oleh panelis sehingga memberikan penilaian yang lebih rendah.
Penurunan skor penerimaan terhadap rasa pada yoghurt dengan buah nenas dan pepaya relatif
Tabel 8. Hasil Uji Kesukaan terhadap Rasa Yoghurt selama Penyimpanan
Skor rasa selama penyimpanan
Sampel (minggu) 0 1 2 3 Nenas 3,6 cd h 2,sl potongan 3,S~ 3,3. pure 2,S 2,6 e 2,3l. 2,lm Pepaya b 2,4 ef 2, o~j 1,6n potongan 2,Sb pure 2,2 1,9 f 1,6J 1,Sn P. raja 3,Scd h 3 1 kl potongan 3,6 a 3,l h pure 3,Sa 3,2 d 3,2 3:0 1 P. ambon k potongan 4,Oa 4,OC
d 3,9 gh 3,6k
pure 3,Sa 3,Sc 3,6 g 3,7
Keterangan :
1. Analisa statistik terhadap data dilakukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu)
2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata
maupun pisang ambon. Hal ini karena sifat buah pisang raja dan pisang ambon yang relatif lebih manis daripada nenas maupun pepaya sehingga dapat mengurangi rasa masam dari yoghurt.
Uji kesukaan terhadap rasa yoghurt pada minggu ke-O menunjukkan bahwa yoghurt tersebut disukai sampai tidak disukai, yaitu skor rata-rata 4,0 sampai 2,2. Skor rata-rata di atas 3 (kategori biasa sampai suka) diperoleh sampel yoghurt dengan potongan buah nenas serta sampel dengan buah pisang raja dan pisang ambon (kedua macam bentuk). Sampel yoghurt dengan pure nenas dan buah pepaya memiliki skor di bawah 3 (tidak disukai) .
Uji beda nilai tengah yang dilakukan menunjuk-kan adanya perbedaan penerimaan antara yoghurt dengan buah pisang raja, pisang ambon, dan potongan buah nenas dengan yoghurt dengan buah pepaya dan
pure nenas. Hasil uji organoleptik terhadap rasa
yoghurt pada minggu ke-O selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 14.
Uji kesukaan terhadap rasa pada minggu pertama menunjukkan bahwa sampel yoghurt dengan potongan buah pisang ambon memiliki nilai penerimaan ter-tinggi (4,0) sedangkan sampel yoghurt dengan pure
pepaya memperoleh nilai terendah, yaitu 1,9
(Lampiran 3). Uji beda nilai tengah pada taraf 5 %
yang dilakukan menunjukkan yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan nenas dan potongan pisang raja tidak berbeda nyata; demikian pula yoghurt dengan buah pisang raja, pure pisang ambon, dan
potongan nenas. Perbedaan yang nyata tampak pada
yoghurt dengan potongan pisang ambon dan pure pisang raja (Lampiran 15) .
Pada minggu ke-2 yoghurt dengan potongan buah pisang ambon tetap memiliki nilai penerimaan rasa yang paling tinggi (skor rata-rata 3,9), sedangkan yoghurt dengan pure pepaya memiliki nilai terendah
(skor 1,6). Uji beda nilai tengah yang dilakukan
potongan nenas, dan pure pisang ambon tidak berbeda nyata. Yoghurt dengan pisang raja dan potongan nenas berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang ambon, sementara yoghurt dengan pisang ambon sendiri tidak berbeda nyata antara bentuk potongan dengan bentuk pure. Hasil uji selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 16.
Uji beda nilai tengah skor penerimaan terhadap rasa yoghurt pada minggu ke-3 menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah pisang ambon tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan yoghurt dengan potongan buah pisang raja. Yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan nenas pun tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang raja. Namun yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan nenas berbeda nyata dengan yoghurt dengan pisang ambon (Lampiran 17). Yoghurt dengan pure pisang ambon ini memiliki tingkat penerimaan yang paling tinggi dibanding per1akuan yang lain, yaitu 3,7 (Lampiran 5)
Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma, dan tekstur baik namun bila rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan tersebut.
Rasa dari yoghurt sangat dipengaruhi oleh fermentasi yang dilakukan. Cita rasa spesifik
yoghurt dibentuk oleh asam laktat serta komponen~
komponen seperti asetaldehida, diasetil, dan asam
asetat (Kroger, 1976; Buckle et aI., 1985). Di
samping itu, penambahan buah-buahan dapat mening-katkan rasa yoghurt (Helferich dan Westhoff, 1980; Buckle et al., 1985; dan Ajam et al., 1993). Kroger
(1976) dan Vedamuthu (1982) menyebutkan bahwa buah-buahan yang ditambahkan sangat berpengaruh terhadap mutu yoghurt yang dihasilkan.
b. Skor Aroma
Uji kesukaan terhadap aroma yoghurt menunjuk-kan skor rata-rata 4,2 sampai 3,2 (kategori suka sampai biasa) pada minggu ke-O hingga 3,7 sampai
2,9 pada minggu ke-3 (Tabel 9) Walaupun nilai
penerimaan ini menurun s"elama penyimpanan, secara umum panelis masih menyukai aroma yoghurt pada
akhir masa penyimpanan. Penurunan yang terj adi
berhubungan dengan menguapnya sebagian komponen-komponen volatil pembentuk cita rasa.
Uji organoleptik terhadap aroma yoghurt pada minggu ke-O memberikan hasil antara suka sampai
biasa, yaitu skor rata-rata 4,2 sampai 3,2. Nilai
tertinggi diperoleh sampel yoghurt dengan potongan buah nenas, sedangkan yoghurt dengan pure pepaya
Tabel 9. Hasil Uji Kesukaan terhadap Aroma Yoghurt selama Penyimpanan
Skor aroma selama penyimpanan
Sampel (minggu)
°
1 2 3Nenas
d f
3,7~k
potongan 4, 2a b 4,Od 4,of
pure 3,9 a 3,7 e 3,8 g 3,7J Pepaya 3,6 bc 3,1 e 3,2J:li 3,1 k1m potongan pure 3,2 c 3,1e 3,0J. 2,9 m P. raja 3,9 ab d 3 7 fg 3,sjkl potongan 4,Od pure 3,sbc 3,7 e 3:4 gh 3,1 1m P. ambon d 3,9 fg 3,6~kl potongan 4,1 a 4,Od pure 4,2 a 3,8 4,Of 3,7J Keterangan :
1. Analisa statistik terhadap data dilakukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu)
2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata
nilai tengah pada tarat S % menunjukkan yoghurt dengan buah nenas dan pisang ambon tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang raja. Yoghurt dengan buah pisang raja juga tidak berbeda dengan yoghurt dengan potongan pepaya dan pure nenas. Perbedaan nyata tampak pada yoghurt dengan potongan pepaya dan pure pisang raja dengan yoghurt dengan buah pisang ambon dan potongan nenas (Lam-piran 18) .
Pada minggu pertama yoghurt dengan potongan pisang ambon memperoleh nilai tertinggi (skor rata-rata 4, 0) sedangkan nilai terendah diperoleh yoghurt dengan potongan pepaya (skor rata-rata
3,1). Uji beda nilai tengah yang dilakukan menun-jukkan terdapat dua kelompok dalam tingkat peneri-maan terhadap aroma yoghurt, yaitu kelompok yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan pisang raja, dan potongan nenas serta kelompok yoghurt dengan buah
pepaya. Anggota masing-masing kelompok tidak
berbeda nyata satu sarna lain, namun kelompok
perta-rna berbeda nyata dengan kelompok kedua. Sedangkan
yoghurt dengan pure nenas dan pure pisang raja tidak berbeda nyata dengan kelompok pertama maupun
kelompok kedua. Hasil lengkap uji organoleptik
terhadap aroma yoghurt pada minggu pertama dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 19.
Pada minggu ke-2 hasil terbaik diperoleh yoghurt dengan pure pisang ambon yaitu dengan skor
rata-rata 4,0. Yoghurt dengan pure pepaya
mem-peroleh nilai terendah yaitu dengan skor rata-rata
3,0 (Lampiran B). Uji beda nilai tengah
menunjuk-kan bahwa yoghurt dengan buah pisang ambon dan nenas tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan
potongan pisang raja. Yoghurt dengan potongan
pisang ambon dan pure nenas tidak berbeda nyata
dengan yoghurt dengan pisang raja. Namun yoghurt
dengan pure pisang raja berbeda nyata dengan yoghurt dengan pure pisang ambon maupun potongan buah nenas (Lampiran 20) .
Uji kesukaan pada minggu ke-3 menunjukkan bahwa yoghurt tersebut secara umum masih bisa diterima aromanya oleh panelis, dengan nilai teren-dah diperoleh yoghurt dengan pure pepaya (skor rata-rata 2,9). Skor tertinggi diperoleh yoghurt
dengan pure pisang ambon, yaitu 3,7. Uji beda
nilai tengah menunjukkan bahwa yoghurt dengan pisang ambon, nenas, dan potongan pisang raja tidak
berbeda nyata. Yoghurt dengan potongan pisang
ambon dan potongan pisang raja tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pepaya dan pure pisang raja namun berbeda nyata dengan yoghurt
dengan pure pepaya. Yoghurt dengan pure nenas
tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pepaya namun berbeda nyata dengan yoghurt dengan
pure pisang raja. Yoghurt dengan pure pepaya tidak
berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pepaya dan pure pisang raja namun berbeda nyata dengan
ke1ima per1akuan yang lain. Hasil 1engkap uji
kesukaan terhadap aroma pada minggu ke-3 dapat di1ihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 21.
Cita rasa bahan pangan sesungguhnya terdirl dari tiga komponen yaitu bau, rasa, dan rangsangan
mulut. Aroma (bau) bahan makanan banyak menentukan
kelezatan bahan pangan tersebut (Winarno, 1991). Aroma yoghurt ditentukan oleh komponen-komponen
volatil yang terbentuk selama inkubasi, yaitu karbonil, asetaldehida, aseton, asetoin, dan diase-t i l (Helferich dan Wesdiase-thoff, 1980). Di samping itu, buah-buahan yang ditambahkan juga turut mem-pengaruhi aroma yoghurt yang dihasilkan.
C. Skor Tekstur
Hasil pengujian kesukaan terhadap tekstur menunjukkan penilaian yang menurun selama penyim-panan (Tabel 10). Hal ini terjadi karena yoghurt mengalami sineresis se1ama penyimpanan sehingga
tekstur yang semula lembut menjadi berair.
Tabel 10. Hasil Uji Kesukaan terhadap Tekstur Yoghurt selama Penyimpanan
Skor tekstur selama penyimpanan
Sampe1 (minggu) 0 1 2 3 Nenas h k potongan 4,1~ 3,6 e 3,7 h · 3,71 pure 3,4 c 3,6 e 3,2 l. 3,2 Pepaya 3 3bc 3,2 ef 3,2 hi 3,2 kl potongan pure 2;6 d 2,4 g 2,5 J 2,4 n P. raja 3,7 ab 3,3l;i 3,4 kl potongan 3,5~ pure 2,9 cd 2,8 g 2,5J 2,6 mn I P. ambon 3,3 bc 3,3 hi potongan 3,6 e f 3,5 k1 pure 3,3 c 3,3 e 3,1l. 3,11m Keterangan :
1. Analisa statistik terhadap data di1akukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu)
2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata
Yoghurt dengan potongan buah nenas memperoleh nilai terbaik selama penyimpanan, yaitu dengan skor rata-rata 4,1, 3,6, 3,7, dan 3,7 berturut-turut untuk minggu ke-O, 1, 2, dan minggu ke-3. Sebaliknya, yoghurt dengan pure pepaya memperoleh nilai terendah (skor 2,6, 2,4, 2,5, dan 2,4).
Uji beda nilai tengah pada minggu ke-O menun-jukkan bahwa yoghurt dengan potongan pisang raja, potongan pisang ambon, potongan pepaya, dan pure nenas tidak berbeda nyata. Yoghurt dengan pure nenas, potongan pepaya, pure pisang raja, dan buah pisang ambon juga tidak berbeda nyata. Perbedaan yang nyata pada taraf uji 5 % tampak pada yoghurt dengan pure pisang ambon dan pure pisang raja terhadap yoghurt dengan potongan pisang raja. Hasil lengkap uji organoleptik terhadap tekstur pada minggu ke-O dapat di"iihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 22.
Uji beda ni1ai tengah pada minggu pertama menunjukkan bahwa yoghurt dengan pure pi sang ambon dan potongan buah pepaya tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang ambon dan potongan pisang raja; hal yang sama tampak pada yoghurt dengan pure pisang raja. Namun yoghurt dengan pure pisang raja ini berbeda nyata dengan yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang ambon,
dan potongan pisang raja. Hasil lengkap uji or·
ganoleptik dapat dilihat pada Lampiran 11 dan
Lampiran 23.
Uji beda nilai tengah yang dilakukan pada minggu ke-2 menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang raja, potongan pisang ambon,
dan potongan pepaya tidak berbeda nyata. Yoghurt
dengan buah pisang ambon, potongan pisang raja, potongan pepaya, dan pure nenas juga tidak berbeda
nyata. Namun yoghurt dengan pure pisang ambon dan
potongan nenas berbeda nyata. Yoghurt dengan pure pisang raja tidak berbeda nyata yoghurt dengan pure pepaya namun berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. Hasil lengkap uji organoleptik dapat
dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 24.
Pada minggu ke-3 uji beda nilai tengah yang dilakukan tidak menunjukkan adanya beda yang nyata antara sampel yoghurt dengan potongan nenas, po-tongan pisang ambon, popo-tongan pisang raja, dan
potongan pepaya. Hal yang sarna juga tampak pada
sampel yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan pisang raja, potongan pepaya, dan pure nenas. Perbedaan yang nyata tampak pada yoghurt dengan pure nenas dan pure pisang ambon dengan yoghurt
organoleptik terhadap tekstur pada minggu ke-3 dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 25.
Tekstur suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut (Winarno, 1991). Karakteristik tekstur yoghurt dipengaruhi oleh kandungan lemak dan padatan tanpa lemak dalam susu serta perlakuan panas yang diberikan (Kroger, 1976; Vedamuthu, 1982). Helferich dan Westhoff
(1980) menyebutkan bahwa susu dengan kandungan lemak yang tinggi akan menghasilkan yoghurt dengan tekstur yang lembut seperti krim. Di samping itu, kandungan lemak dalam susu yang dihomogenisasi terlebih dulu akan membantu menjaga stabilitas tekstur dan mencegah sineresis (Kroger, 1976).
2. Total Asam Tertitrasi
Total asam tertitrasi dihitung sebagai persen asam 1aktat karena asam laktat merupakan asam yang dominan dalam yoghurt sehingga menentukan derajat keasamannya. Hasil yang d~peroleh menunjukkan bahwa total asam tertitrasi yoghurt pada minggu ke-O berki-sar antara 0,86 % sampai 0,95 %. Kedua ni1ai ini masing-masing dimiliki oleh yoghurt dengan pure pi sang ambon dan yoghurt dengan pure nenas. Selama penyim-panan nilainya bergerak naik sampai mencapai 1,29 %
dengan potongan nenas) . Peningkatan ini berhubungan dengan akumulasi asam laktat yang terus terbentuk selama penyimpanan. Secara lengkap hasil analisa total asam tertitrasi dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Total Asam Tertitrasi Yoghurt selama Penyimpanan
Total a8am tertitrasi 8e1ama penyimpanan Irninggu)
Sampel
°
1 2,
Nenas 0,94±0,03a b 1,31±0,04c 1,61±0,0I d potongan 1,18±0,02b pure 0,95±0,03a 1,21±0,03 1,37±0,03 C 1,53±O,02 d Pepaya 0,90±0,02e f 1,16±0,04g 1.40±O,O2~ potongan 1, 01±0, 02f pure 0,89±0,04e 0,98±0,02 1,20±0,03g 1,34±0,Ol P. raja i 1,01±0,04) k k potongan 0,87±0,04. 1,23±0,02 k 1, 30±0, 0 \ pure 0,89±0,03 ' 1,02±0,03) 1,24±0,01 1,30±0,01 P. ambon 1 1 1,18±0,03m 1,31-tO,04m potongan 0,88±0,0\ 0, 96±0, 04 1 pure 0,86±0,03 0,94±0,05 1,19±0,05m 1,29±O,04[fi Keterangan1. Setiap nilai merupakan hasil rata-rata dari 2 ulangan
2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah)
Ana1isa statistik yang di1akukan menunjukkan bahwa perlakuan penyimpanan (B) berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap nilai total asam tertitrasi untuk semua jenis buah yang digunakan (nenas, pepaya, pisang raja, dan pisang ambon), sedangkan bentuk buah (A) tidak berpengaruh nyata (Lampiran 26, 28, 30, dan 32) .
Uji lanjutan Duncan pada taraf 1 % menunjukkan bahwa seluruh taraf perlakuan penyimpanan (0, 1, 2,
dan 3 minggu) berbeda nyata untuk yoghurt dengan buah nenas (Lampiran 27) dan yoghurt dengan buah pepaya
(Lampiran 29) .
Penyimpanan yoghurt dengan pisang raja selama 2 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan selama 3 minggu, namun keduanya berbeda nyata dengan sampel segar (penyimpanan 0 minggu) maupun sampel yang disim-pan selama 1 minggu. Sampel segar sendiri berbeda nyata dengan sampel yang disimpan selama 1 minggu
(Lampiran 31)
Yoghurt dengan buah pisang ambon menunjukkan bahwa penyimpanan 0 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan selama 1 minggu. Penyimpanan 2 minggu juga tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu. Namun di antara kedua kelompok tersebut terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 1 % (Lampiran 33) .
Pada Standar Industri Indonesia untuk yoghurt (SII no. 0717-90) disebutkan bahwa kadar asam untuk yoghurt adalah 0,5 2,0 % dihitung sebagai asam laktat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selama penyimpanan nilai total asam tertitrasi seluruh sampel yoghurt masih memenuhi batasan tersebut di atas.
3. Nilai pH
Nilai pH selama penyimpanan cenderung menurun, yaitu dari 4,42 4,57 pada minggu keO sampai 3,96
-4,02 pada minggu ke-3 (Tabel 12) Penurunan lni sesuai dengan meningkatnya kadar asam (total asam tertitrasi) akibat akumulasi asam laktat selama penyimpanan.
Tabel 12. Nilai pH Yoghurt selama Penyimpanan
Nilai pH selama penyirnpanan Iminggu) Sampel
°
1 2 3Nenas
b d
potongan 4,48±O,03a 4,21±O,oob 4,06±O,03c 3,97±O,04d
pure 4,42±O,02 a 4,19±O,O2 4,05±O,Olc 3,96,0,01
Pepaya
f fg
potongan 4,48±O,04 e 4,28±O,05
f 4,13±O,Olf 4,02±O,02 g
pure 4,47±O,03e 4,25±O,O4 4,1l±O,02 g 4,Ol±O,Olg
p. raja
h i 4,lO±O,03j
potongan 4,52±O,05
h 4,26±O,Ol, 4,Ol±O,06
J
pure 4,52±O,Ol 4,32±O,03 ' 4,11±O,03J 4,02±O,OSJ
p, ambon
k 1
potongan 4,53±0,03
k 4,27±O,O51 4,10±O,03
m 3,97±O,O3"
pure 4,57±O,O3 4,31±O,O5 4,12±O,04m 4,Ol±0,04m
Keterangan
1. Setiap nilai merupakan hasil rata-rata dari 2 ulangan
2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah Itidak membandingkan antar buah)
Analisa statistik menunjukkan bahwa untuk semua jenis buah yang digunakan perlakuan bentuk buah tidak berpengaruh nyata sedangkan per1akuan penyimpanan berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap nilai pH yoghurt. Hasil analisa sidik ragam nilai pH yoghurt secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 34, 36, 38, dan 40.
Uji Duncan pada taraf 1 % terhadap waktu penyim-panan yoghurt dengan buah nenas menunjukkan bahwa
masing-masing taraf penyimpanan (0, 1, 2, dan 3
ming-gu) saling berbeda nyata (Lampiran 35). Untuk yoghurt
dengan buah pepaya uji Duncan yang dilakukan menunjukkan bahwa penyimpanan 0 minggu berbeda nyata
dengan ketiga taraf penyimpanan yang lain.
Penyim-panan selama 2 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 1 minggu maupun 3 minggu, namun penyim-panan 1 minggu berbeda nyata dengan penyimpenyim-panan selama
3 minggu. Hasil uji Duncan pengaruh penyimpanan
terhadap nilai pH yoghurt dengan buah pepaya dapat
dilihat pada Lampiran 37. Yoghurt dengan buah pisang
raja dan pisang ambon menunjukkan pola yang sama pada uji Duncan yang dilakukan, yaitu adanya perbedaan yang
nyata pada taraf 1 % antara sampel segar dengan sampel
yang disimpan selama 1 minggu serta sampel yang
disimpan selama 2 dan 3 minggu. Namun penyimpanan
selama 2 minggu ini tidak berbeda nyata dengan penyim-panan selama 3 minggu (Lampiran 39 dan 41) .
4. Total Mikroba
Total mikroba pada minggu ke-O berkisar antara
2,7X10 9 sampai 3,5x10 9 . Jumlah total mikroba ini
terus meningkat selama penyimpanan sampai mencapai
1,2x10 10 - 2,4x10 10 pada minggu ke-3 (Tabel 13).
Meningkatnya jumlah total mikroba ini sesuai dengan
suhu 4°C.
Tabel 13. Total Mikroba Yoghurt selama Penyimpanan
Total mikroba eelama peny~mpanan IMlnggu)
sampel -.~-.--. _. -._- - - ---
---0 1
,
,
Nenao
9 7a 9 Sa 10 9b 10 9c
potongan 3,3x10 .:I:5,Ox10 3,8x10 .:I:1 ,5x10 1,1x10 12,9x10 1,9x10 ±2,Ox10
9 Sa 9 Sa 10 9b 10
'0
pure 3,5x10 .:I:1,Ox10 4,Ox10 ii,OxlO 1,5x10 ±i,OxlO 2,2x10 11, ox10
Pepaya
9 sd 10 9. 10
"
10" potongan 3,2X10 ±1, OxlO 1,Oxl0 11,5x10 2,Ox10 ±1,Ox10 2,)x10 ±1,~xl0 y
9 7d 9 s. 10 9f 10 S
pure 3,3x10 1 5 ,Oxl0 9,6x10 1 3 ,5x10 2,1x10 ±1, Oxl0 2.4X10 15, Ox10 9
p raJa
9 7h 9 Sh 9
"
10OX1091 potongan 2,7x10 ±5, Ox10 3,2x10 i1,Ox10 9,5x10 ±2,Ox10 1, "xl0 t l .
9 Sh 9 7h 9
"
10 s·,pure 2,8x10 ±1, Ox10 3,1x10 ±5,Ox10 8,5x10 ±S. 5x10 1.2x10 ±5, Ox10 '
P ambon
9 S. 9 7k 9 81 11:
""
potongan 2,9x10 t1,5x10 J.3x10 1 5 ,Ox10 8,4X10 ±9,Oxl0 l, 2X1 () d , '>Xlil
9 7' 9 7' 9 S1 10 8
pure 3,Ox10 ±5,Ox10 ],3x10 ±2,4X10 9,Ox10 :!:"', OxlO 1, 5xl 0 :!:5, OxlO
-Keterangan
1. Setiap nilai merupakan hasil rata-rata dari 2 ulangan
2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah)
Hasil analisa statistik terhadap total mikroba untuk semua jenis buah yang digunakan menunjukkan adanya beda yang nyata pada taraf 1 % pada perlakuan penyimpanan, sedangkan perlakuan bentuk buah tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap total mikroba yoghurt (Lampiran 42, 44, 46, dan 48) .
Uji lanjutan dengan uji Duncan terhadap perlakuan penyimpanan untuk yoghurt dengan buah pepaya menunjuk-kan bahwa keempat taraf penyimpanan (0, 1, 2, dan 3
minggu) seluruhnya berbeda nyata pada taraf 1 %
(Lampiran 45).
Untuk yoghurt dengan buah nenas, pisang raja, dan pisang ambon, uji Duncan yang dilakukan menunjukkan
pola yang sama, yaitu penyimpanan
°
minggu dan 1minggu tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan penyimpanan 2 dan 3 minggu. Penyimpanan 2 minggu sendiri berbeda nyata dengan penyimpanan 3
minggu. Hasil lengkap uji Duncan untuk yoghurt dengan
buah nenas, pisang raja, dan pisang ambon berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 43, 47, dan 49.
5. Total Kapang dan Khamir
Yoghurt merupakan bahan pangan berasam tinggi. Karenanya kerusakan yoghurt terutama disebabkan oleh mikroba yang tahan asam, yaitu kapang dan khamir
(Helferich dan Westhoff, 1980; Vedamuthu, 1982).
Kontaminasi kapang dan khamir dapat berasal dari wadah, buah, udara, serta sirup yang ditambahkan
Tabel 14. Total Kapang dan khamir Yoghurt selama Penyimpanan
-.---.-~~-~~.~
-Total kapang dan khamir aelama penylrnpanan (Minggu)
Sampel
0 1
,
,
Nenas
a 1 Oa ' b 1
,
Oepotongan 0 ),2xlO ±),5xlO 1, 5xl0 t1. 5xlO 3,Oxl0 ±S,OxIO
0 O. 1 1. ,b 1 , 1c
pure 2,5xlO t2,SxlO 3,SxlO il,2xlO 1,7xlO +3,SxlO - 3,2xlO it,OxlO
Pepaya
1 Od
,
1e"
0 2'"
potongan 5,2xlO ±4,Oxl0 1,4xlO ±l,SxlO 2,OxlO ±S,OXIO 3,4xlO ±l,5xlO
1 Od 2 Oe 2f 0 2 09
pure 5,6xlO ±),OxiO 1,5x10 15,Ox10 2,lxlO ±S,OxIO J.5xlO tS.OxIO
P raJa
h 1 0,
1.SXI02J±1,OXIOl 2
"
potongan 0 4,2xlO ±4,OxlO 2, 9xl 0 ±2,OxlO
h 1 Oi
1, SXI02j±2, 5XIOO 2 1k
pure 0 4,6xIO t4,SxlO 3,OxlO 1:1.5x10
P ambon
1 1 01 2m 1 2 10
potongan 0 J,lxlO ±4,OxlO 1,SxlO ±t,OxiO 2.6xl0 ±2, 5xlO
pure 0 ' 4,OXIOt±4,5xIOOl 1,6xlO 2m ±2,5xlO 0 2,9x10 2 ~l, <:';.::lD 1n
-Keterangan
1. Setiap nilai merupakan ~asil rata-rata dari 2
ulangan
2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah)
Pada Tabel 14 tampak bahwa pada minggu ke-O kapang dan khamir hanya ditemukan pada yoghurt dengan pure nenas, potongan pepaya, dan pure pepaya, yaitu
berturut-turut sebesar 2,5x10 ,
o
5,2x10 , dan 1 5,6x10 . 1Pada minggu pertama seluruh perlakuan telah menunjuk-kan pertumbuhan kapang dan khamir, yaitu dengan nilai
penyimpanan jumlah total kapang dan khamir meningkat mencapai 2,6XI0 2 (yoghurt dengan potongan pisang ambon) sampai 3,5x10 2 (yoghurt dengan pure pepaya).
Analisa statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa bentuk buah tidak berpengaruh nyata terhadap total kapang dan khamir, sedangkan perlakuan penyim-panan berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap total kapang dan khamir untuk semua jenis buah yang diguna-kan (Lampiran 50, 52, 54, dan 56) .
Uji lanjutan dengan uji Duncan terhadap yoghurt dengan buah nenas menunjukkan pola yang sama dengan hasil uji terhadap yoghurt dengan pisang ambon, yaitu penyimpanan selama 1 minggu tidak berbeda nyata dengan sampel segar (penyimpanan 0 minggu), namun berbeda nyata dengan penyimpanan selama 2 dan 3 minggu. Penyimpanan 2 minggu sendiri berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu (Lampiran 51 dan 57). Inl berar-ti jumlah total kapang dan khamir bergerak naik secara landai pada minggu pertama untuk kemudian lebih cepat menanjak pada minggu berikutnya. Untuk yoghurt dengan buah pepaya dan pisang ambon, uji Duncan yang dilaku-kan menunjukdilaku-kan bahwa semua taraf penyimpanan (0, 1, 2, dan 3 minggu) saling berbeda nyata pada taraf 1 %
(Lampiran 53 dan 55) .
Kroger (1976) menyatakan bahwa batas maksimum total kapang dan khamir bagi campuran yoghurt dengan
batasan ini pada minggu pertama. 6. Bakteri Koli
Uji bakteri koli menunjukkan bahwa pada minggu ke-O yoghurt dengan buah pisang ambon tidak mengandung bakteri tersebut, sementara perlakuan lain mengandung dengan nilai berkisar antara 9,OXIO O sampai 4,OXI0 2 . Bakteri koli dapat dibedakan at as dua grup yaitu koliform fekal yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia serta koliform nonfekal yang terdapat pad a
hewan atau tanaman yang telah mati. Bakteri koli
tersebut kemudian dapat terbawa ke dalam saluran air
dan akhirnya mengkontaminasi bahan pang an jika air
tersebut digunakan dalam pengolahan bahan pangan. Hal
tersebut terjadi pada penelitian ini di mana buah-buahan yang ditambahkan telah terkontaminasi bakteri koli melalui air yang digunakan untuk mencuci buah-buahan tersebut.
Pada minggu pertama yoghurt dengan buah pisang ambon dan pure pisang raja tidak menunjukkan pertum-buhan bakteri tersebut; perlakuan lain masih
menunjuk-kan pertumbuhannya namun jumlahnya menurun. Pada
minggu ke-2 yoghurt dengan pure pisang raja dan po-tongan pisang ambon menunjukkan adanya pertumbuhan
bakteri 3,lX10 2
koli, yaitu 2 dan 1,2x10 .
dengan nilai berturut-turut Pertumbuhan ini menunjukkan
adanya kontaminasi dari lingkungan. Secara lengkap
hasil uji bakteri koli dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Total Bakteri Koli Yoghurt selama
Penyim-panan
Total bakteri koli selama penyimpanan (Minggu) Sampel
0 1 .
-Nenaa
2 , . 1 Ob
potongan I,OxlO tl,2xlO 3,2xlO :l::4,Ox10 0 0 00
1 1. Ob 0 00 c
pure 9,3x10 11,1x10 2,9xl01t 5 ,Ox10 3,5xl0 ±1. 5x10 0
Pepaya
2 1d 2 0. 1 Of 0 of
potongan 4,Ox10 11,5x10 1,1x10 ±5,SxlO 4,2x10 ±3.5x10 4,Ox10 ,2 ox10
2 1d 2 o. 1 Of 0 of
pure 4,Ox10 1:4,Ox10 1,oxl0 f),Oxl0 4,9x10 ±7,Ox10 6,Ox10 t 1, Oxl0
P. raJa
potongan 2,1X101:1::1 ,4X1019 1,OX101:1::1 ,OX1019 og og
0
±9,OX100 9 og 2 ±3.1X1029 1 19
pure 9,Ox10 3,1x10 9,5x10 ±9,5xlO
P. ambon
h h 2 2h 1 1h
potongan 0 0 1,2x10 ±1,2x10 4,Ox10 1:4,Ox10
0"
h h hpure 0 0 0
~.
--~---
,-.--~-.---Keterangan
1. Setiap nilai merupakan hasil rata-rata dari 2 ulangan
2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah)
Secara umum jumlah total bakteri koli menurun
sifat antimikroba. Sifat ini diteliti oleh Goel et al. (1971) yang menginokulasikan Enterobacter aerogenes dan Escherichia coli secara terpisah ke
dalam produk yoghurt (Suarni, 1990). Kadar asam yang tinggi serta suhu penyimpanan yang rendah menghambat pertumbuhan bakteri ini. Frazier dan Westhoff (1980) yang dikutip oleh Nuraeni (1994) menyebutkan bahwa kisaran suhu untuk pertumbuhannya adalah 100e - 40oe,
dengan keasaman optimum untuk tumbuh pada pH 7 - 7,5 tetapi masih dapat hidup pada pH 4 - 8,5.
Analisa statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk sampel yoghurt dengan buah pisang raja dan pisang ambon tidak ada perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap total bakteri koli selama penyimpanan (Lampiran 62 dan 63). Untuk yoghurt dengan buah nenas dan pepaya, perlakuan penyimpanan menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 1 % terhadap total bakteri koli, sementara perlakuan bentuk buah tidak berpengaruh nyata (Lampiran 58 dan 60) .
Uji Duncan yang dilakukan menunjukkan pola yang sarna antara yoghurt dengan buah nenas dan pepaya, yaitu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan 1 minggu. Kedua taraf penyimpanan ini juga berbeda nyata dengan penyimpanan 2. dan 3 minggu, namun penyimpanan 2 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu. Hasil lengkap uji Duncan
yoghurt dengan buah nenas dan pepaya dapat dilihat pada Lampiran 59 dan 61.
Pada Standar Industri Indonesia untuk yoghurt (SII no. 0717-90) disebutkan bahwa batas maksimum
total koliform adalah 10/g. Pada masa akhir
penyim-panan ada dua perlakuan yang tidak memenuhi kedua per-syaratan di atas, yaitu yoghurt dengan pure pisang raja (9,5xlO l ), dan yoghurt dengan potongan pisang
ambon (4,0 x 10 1 ) Yoghurt dengan potongan dan pure
pepaya mengandung bakteri koli dengan jumlah berturut-turut 4,OxlO O dan 6,OX100 sementara perlakuan yang lain tidak mengandung bakteri koli.
7. Salmonella
Salmonella merupakan mikroflora alami dan kadang-kadang bersifat patogen pada saluran pencernaan
hewan/manusia (Budnik, 1990). Karena sifatnya yang
tidak tahan suhu pasteurisasi (Budnik, 1990; Jay, 1978
yang dikutip oleh Julyastuti, 1992) maka pada yoghurt kontaminasi Salmonella merupakan kontaminasi pasca pasteurisasi.
Uji pendugaan Salmonella dilakukan secara metode Jenie dan Fardiaz (1989), dimana uji yang dilakukan
bersifat kualitatif. Uji kualitatif ini dilakukan
tidak diperbolehkan berada dalam bahan pangan walaupun
hanya sebagai sel tunggal. Karena itu uji kualitatif
(yang relatif lebih sederhana daripada uji kuantita-tif) diterapkan pada uji Salmonella ini.
Uji pendugaan Salmonella pada ulangan pertama dan ulangan kedua menunjukkan pola yang sarna, yaitu Salmo-nella diduga terdapat pada yoghurt dengan buah pepaya
(kedua bentuk) pada minggu ke-O dan menu run selama penyimpanan sampai tidak terdapat pada minggu ke-3. Ada dua hal yang menyebabkan menurunnya kandungan Salmonella selama penyimpanan, yaitu kandungan asam yang tinggi dari yoghurt dan suhu penyimpanan yang rendah sehingga Salmonella tidak dapat bertahan hidup. Hasil lengkap uji pendugaan Salmonella dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.
Budnik (1990) menyatakan bahwa Salmonella dapat terbawa oleh air, debu, tanah, kotoran, dan manusia untuk kemudian mengkontaminasi bahan pangan lain. Pada penelitian ini kontaminasi Salmonella tampaknya berasal dari air yang digunakan untuk mencuci
buah-buahan. Selanjutnya, karena buah pepaya diblanching
hanya 1 menit sedangkan buah-buahan lain diblanching
dalam waktu tidak kurang dari 3 menit, maka bakteri Salmonella yang menempel pada buah pepaya belum se-luruhnya mati sehingga kemudian mengkontaminasi yoghurt.
Tabel 16. Hasil Uj i Pendugaan Salmonella Yoghurt selama Penyimpanan
Hasil uji Salmonella selama penyimpanan Sampel Ulangan 1 0 1 2 Nenas potongan - -
-pure - - -Pepaya potongan ++ + -pure +-
-P. raja potongan --
-pure-
-
-P. ambon potongan-
- -pure-
- -Keterangan :+ = ada pertumbuhan Salmonella
- = tidak ada pertumbuhan
3
-(minggu) Ulangan 0 1 2