• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian pendahuluan ini dicari waktu optimum. blanching untuk masing-masing buah serta rasio penambahannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian pendahuluan ini dicari waktu optimum. blanching untuk masing-masing buah serta rasio penambahannya"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Pada penelitian pendahuluan ini dicari waktu optimum blanching untuk masing-masing buah serta rasio penam-bahannya terhadap yoghurt.

~. Waktu Optimum B~ancbing

Pada pene1itian pendahuluan dilakukan pengamatan waktu optimum blanching untuk masing-masing jenis buah yang digunakan, yaitu nenas bogor, pepaya bangkok, pisang ambon, dan pisang raja bulu, masing-masing dalam bentuk pure/pulp dan kubus, serta bentuk bola untuk pepaya.

Panas yang diberikan kepada bahan ketika blanch-ing harus cukup untuk menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan. Namun panas ini tidak boleh berlebihan karena dapat merusak bahan itu sendiri. Karena itu waktu blanching yang optimum perlu diketahui agar kondisi di atas dapat tercapai.

Uji kecukupan blanching dilakukan dengan uji peroksidase (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Enzim peroksidase merupakan enzim yang tahan panas. Kare-nanya jika enzim ini diketahui sudah tidak aktif lagi, maka dapat dipastikan enzim-enzim lain pun sudah tidak

(2)

nakan 2 pereaksi, yaitu larutan guaiakol 0,5 % dan Jika enzim peroksidase masih aktif, enzim tersebut akan memecah H2 0 2 menjadi H20 Oksigen yang terlepas ini kemudian akan mengoksidasi guaiakol sehingga warnanya berubah menja-di kuning-kemerahan. Sebaliknya, jika enzim peroksi-dase sudah tidak aktif lagi maka reaksi di atas tidak akan terjadi sehingga warna sampel tidak berbeda dengan blangko. Hasil uji peroksidase dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Hasil Uji Peroksidase Jenis buah

/

Waktu blanching (menit) bentuk buah 1 2 3 4 5 6 7 Nenas potongan + + + -pure + + +

-Pepaya potongan -pure

-Pisang raja potongan + + +

-pure + +

-Pisang ambon potongan + + + + + +

-pure + + +

-Kecukupan blanching ditandai dengan reaksi nega-tif pada uji peroksidase. Perbedaan waktu blanching yang diperlukan untuk masing-masing buah terjadi karena perbedaan kadar enzim peroksidase dalam

(3)

masing-masing jenis buah. Untuk pisang raja dan pisang

ambon, perbedaan waktu blanching antara ke-2 bent uk

buah terjadi karena pada bentuk pure penetrasi panas ke dalam sel lebih mudah daripada bentuk potongan.

Waktu optimum blanching yang dipilih pada penelitian

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Waktu Optimum Blanching

Jenis buah

I

bentuk Waktu blanching

(menit) Nenas potongan 4 pure 4 Pepaya potongan 1 pure 1 Pisang raja potongan 4 pure 3 Pisang ambon potongan 7 pure 4

2. Rasie Penambahan Buah terhadap Yoghurt

Buah ditambahkan ke dalam yoghurt dengan rasio 10

.. (bib), 20 .. (bib), dan 30 .. (bib). Rasio yang

digunakan ditentukan seeara visual yaitu berdasarkan

penampakan yang paling baik. Buah nenas bogor, pisang

ambon, dan pisang raja bulu ditambahkan dalam bentuk

kubus dengan panjang sisi ~ em - 1 em, sedangkan buah

pepaya bangkok ditambahkan dalam bentuk bola dengan

(4)

bentuk pure/pulp untuk semua jenis buah. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Rasio Penambahan Buah terha-dap Yoghurt

Jenis buah / bentuk Rasio (% bib)

Nenas potongan 20 pure 30 Pepaya potongan 20 pure 30 Pisang raja potongan 30 pure 30 pisang ambon potongan 20 pure 20 B. PENELITIAN UTAMA

Pada pembuatan yoghurt susu skim bubuk ditambahkan

ke dalam susu murni sebanyak 5 % (b/v) untuk kemudian

dihomogenisasi. Homogenisasi susu ini diperlukan untuk

menyeragamkan butiran-butiran lemak susu sehingga sta-bi1itas fisik yoghurt yang dihasi1kan akan meningkat. Kroger (1976) menyatakan bahwa lemak susu turut menjaga stabilitas tekstur yoghurt jika susu dihomogenisasi

terlebih dulu. Buckle et al. (1985) menyebutkan bahwa

homogenisasi unsur-unsur sebelum pasteurisasi dapat meningkatkan stabilitas fisik yoghurt dengan menghasilkan

(5)

stabilitas fisik tersebut, maka peristiwa terpisahnya emulsi (whey sineresis) dapat dicegah.

Pemanasan (pasteurisasi) susu dilakukan pada suhu 80 sampai 85°C selama 30 menit. Pemanasan susu ini bertu-juan untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globu-lin) agar yoghurt yang dihasilkan lebih kental, mengu-rangi jumlah mikroba awal yang terdapat dalam susu, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar kultur yoghurt yang secara normal bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh baik, serta untuk merusak protein susu dalam batas-batas tertentu sehingga dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh kultur yoghurt untuk pertumbuhannya. Berkurangnya jumlah oksigen dalam susu terjadi karena kelarutan oksigen akan menurun seiring dengan naiknya suhu sehingga akan

terle-pas ke udara. Di samping itu, pemanasan akan menguapkan sebagian kandungan air dari susu sehingga secara tidak langsung meningkatkan kandungan padatan yang akan mengha-silkan yoghurt dengan tekstur yang lebih baik. Untuk tujuan ini pula susu skim bubuk ditambahkan sebelum proses homogenisasi. Selain itu, penambahan susu skim bubuk akan meningkatkan nilai nutrisi susu (Kroger, 1976) dan akan merangsang pertumbuhan bakteri (Buckle et al., 1985; Ajam et al., 1993).

Setelah proses pasteurisasi susu didinginkan sampai suhu 37°C, dan kemudian diinokulasikan dengan kultur murni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

(6)

thermophilluS dengan perbandingan 1 : 1. Inkubasi dila-kukan pada suhu 37°C selama satu malam.

Gula pasir (sukrosa) ditambahkan sebanyak 4 % (bib) setelah inkubasi. Penambahan sukrosa ini bertujuan untuk meningkatkan rasa yoghurt. Buah-buahan dalam bentuk potongan maupun pure juga ditambahkan setelah inkubasi. Penambahan buah-buahan dapat meningkatkan nilai peneri-maan yoghurt (Buckle et al., 1985; Ajam et al., 1993).

Setelah penambahan buah-buahan tersebut yoghurt segera disimpan pada suhu 4°C. Pendinginan ini segera dilakukan agar pertumbuhan kultur terhenti. Jika tidak segera didinginkan, Laktobasili akan terus tumbuh sehing-ga pH menurun sampai kurang dari 4. Pada kondisi ini Streptokoki tidak dapat bertahan hidup sehingga rasio kultur starter menjadi tidak seimbang dan akibatnya produk menjadi sangat masam.

1. Uji Organo1eptik

Menurut Winarno (1991), penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung kepada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan ni1ai gizinya; di samping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis.

Menurut Soekarto (1985), uji organoleptik terha-dap suatu makanan adalah penilaian dengan menggunakan alat indera, yaitu indera penglihat, pencicip, pembau,

(7)

dan indera pendengar. Dengan uji organoleptik ini dapat diketahui tingkat penerimaan terhadap suatu makanan.

Uji kesukaan dilakukan untuk melihat tingkat

penerimaan terhadap yoghurt. Yoghurt disajikan kepada

21 orang panelis agak terlatih yaitu dari mahasiswa. Penilaian dilakukan dengan skor kesukaan yaitu sangat suka (5), suka (4), biasa/netral (3), tidak suka (2),

dan sangat tidak suka (1) Uji kesukaan (hedonik)

organoleptik terhadap rasa, aroma, dan tekstur dilaku-kan secara metode Soekarto (1985).

a. Skor Rasa

Tabel 8 menunjukkan bahwa skor rata rata kesukaan panelis terhadap rasa yoghurt menurun

selama penyimpanan, yaitu berkisar antara 4,O

sampai 2,2 pada minggu ke - 0 hingga 3,7 sampai l . '.

pada minggu ke-3. Penurunan nilai penerimaan ini

mungkin berhubungan dengan akumulasi asam laktat

selama penyimpanan. Rasa masam yang timbul dari

akumulasi asam laktat tersebut tampaknya tidak disukai oleh panelis sehingga memberikan penilaian yang lebih rendah.

Penurunan skor penerimaan terhadap rasa pada yoghurt dengan buah nenas dan pepaya relatif

(8)

Tabel 8. Hasil Uji Kesukaan terhadap Rasa Yoghurt selama Penyimpanan

Skor rasa selama penyimpanan

Sampel (minggu) 0 1 2 3 Nenas 3,6 cd h 2,sl potongan 3,S~ 3,3. pure 2,S 2,6 e 2,3l. 2,lm Pepaya b 2,4 ef 2, o~j 1,6n potongan 2,Sb pure 2,2 1,9 f 1,6J 1,Sn P. raja 3,Scd h 3 1 kl potongan 3,6 a 3,l h pure 3,Sa 3,2 d 3,2 3:0 1 P. ambon k potongan 4,Oa 4,OC

d 3,9 gh 3,6k

pure 3,Sa 3,Sc 3,6 g 3,7

Keterangan :

1. Analisa statistik terhadap data dilakukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu)

2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata

maupun pisang ambon. Hal ini karena sifat buah pisang raja dan pisang ambon yang relatif lebih manis daripada nenas maupun pepaya sehingga dapat mengurangi rasa masam dari yoghurt.

Uji kesukaan terhadap rasa yoghurt pada minggu ke-O menunjukkan bahwa yoghurt tersebut disukai sampai tidak disukai, yaitu skor rata-rata 4,0 sampai 2,2. Skor rata-rata di atas 3 (kategori biasa sampai suka) diperoleh sampel yoghurt dengan potongan buah nenas serta sampel dengan buah pisang raja dan pisang ambon (kedua macam bentuk). Sampel yoghurt dengan pure nenas dan buah pepaya memiliki skor di bawah 3 (tidak disukai) .

(9)

Uji beda nilai tengah yang dilakukan menunjuk-kan adanya perbedaan penerimaan antara yoghurt dengan buah pisang raja, pisang ambon, dan potongan buah nenas dengan yoghurt dengan buah pepaya dan

pure nenas. Hasil uji organoleptik terhadap rasa

yoghurt pada minggu ke-O selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 14.

Uji kesukaan terhadap rasa pada minggu pertama menunjukkan bahwa sampel yoghurt dengan potongan buah pisang ambon memiliki nilai penerimaan ter-tinggi (4,0) sedangkan sampel yoghurt dengan pure

pepaya memperoleh nilai terendah, yaitu 1,9

(Lampiran 3). Uji beda nilai tengah pada taraf 5 %

yang dilakukan menunjukkan yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan nenas dan potongan pisang raja tidak berbeda nyata; demikian pula yoghurt dengan buah pisang raja, pure pisang ambon, dan

potongan nenas. Perbedaan yang nyata tampak pada

yoghurt dengan potongan pisang ambon dan pure pisang raja (Lampiran 15) .

Pada minggu ke-2 yoghurt dengan potongan buah pisang ambon tetap memiliki nilai penerimaan rasa yang paling tinggi (skor rata-rata 3,9), sedangkan yoghurt dengan pure pepaya memiliki nilai terendah

(skor 1,6). Uji beda nilai tengah yang dilakukan

(10)

potongan nenas, dan pure pisang ambon tidak berbeda nyata. Yoghurt dengan pisang raja dan potongan nenas berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang ambon, sementara yoghurt dengan pisang ambon sendiri tidak berbeda nyata antara bentuk potongan dengan bentuk pure. Hasil uji selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 16.

Uji beda nilai tengah skor penerimaan terhadap rasa yoghurt pada minggu ke-3 menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah pisang ambon tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan yoghurt dengan potongan buah pisang raja. Yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan nenas pun tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang raja. Namun yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan nenas berbeda nyata dengan yoghurt dengan pisang ambon (Lampiran 17). Yoghurt dengan pure pisang ambon ini memiliki tingkat penerimaan yang paling tinggi dibanding per1akuan yang lain, yaitu 3,7 (Lampiran 5)

Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma, dan tekstur baik namun bila rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan tersebut.

Rasa dari yoghurt sangat dipengaruhi oleh fermentasi yang dilakukan. Cita rasa spesifik

(11)

yoghurt dibentuk oleh asam laktat serta komponen~

komponen seperti asetaldehida, diasetil, dan asam

asetat (Kroger, 1976; Buckle et aI., 1985). Di

samping itu, penambahan buah-buahan dapat mening-katkan rasa yoghurt (Helferich dan Westhoff, 1980; Buckle et al., 1985; dan Ajam et al., 1993). Kroger

(1976) dan Vedamuthu (1982) menyebutkan bahwa buah-buahan yang ditambahkan sangat berpengaruh terhadap mutu yoghurt yang dihasilkan.

b. Skor Aroma

Uji kesukaan terhadap aroma yoghurt menunjuk-kan skor rata-rata 4,2 sampai 3,2 (kategori suka sampai biasa) pada minggu ke-O hingga 3,7 sampai

2,9 pada minggu ke-3 (Tabel 9) Walaupun nilai

penerimaan ini menurun s"elama penyimpanan, secara umum panelis masih menyukai aroma yoghurt pada

akhir masa penyimpanan. Penurunan yang terj adi

berhubungan dengan menguapnya sebagian komponen-komponen volatil pembentuk cita rasa.

Uji organoleptik terhadap aroma yoghurt pada minggu ke-O memberikan hasil antara suka sampai

biasa, yaitu skor rata-rata 4,2 sampai 3,2. Nilai

tertinggi diperoleh sampel yoghurt dengan potongan buah nenas, sedangkan yoghurt dengan pure pepaya

(12)

Tabel 9. Hasil Uji Kesukaan terhadap Aroma Yoghurt selama Penyimpanan

Skor aroma selama penyimpanan

Sampel (minggu)

°

1 2 3

Nenas

d f

3,7~k

potongan 4, 2a b 4,Od 4,of

pure 3,9 a 3,7 e 3,8 g 3,7J Pepaya 3,6 bc 3,1 e 3,2J:li 3,1 k1m potongan pure 3,2 c 3,1e 3,0J. 2,9 m P. raja 3,9 ab d 3 7 fg 3,sjkl potongan 4,Od pure 3,sbc 3,7 e 3:4 gh 3,1 1m P. ambon d 3,9 fg 3,6~kl potongan 4,1 a 4,Od pure 4,2 a 3,8 4,Of 3,7J Keterangan :

1. Analisa statistik terhadap data dilakukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu)

2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata

nilai tengah pada tarat S % menunjukkan yoghurt dengan buah nenas dan pisang ambon tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang raja. Yoghurt dengan buah pisang raja juga tidak berbeda dengan yoghurt dengan potongan pepaya dan pure nenas. Perbedaan nyata tampak pada yoghurt dengan potongan pepaya dan pure pisang raja dengan yoghurt dengan buah pisang ambon dan potongan nenas (Lam-piran 18) .

Pada minggu pertama yoghurt dengan potongan pisang ambon memperoleh nilai tertinggi (skor rata-rata 4, 0) sedangkan nilai terendah diperoleh yoghurt dengan potongan pepaya (skor rata-rata

(13)

3,1). Uji beda nilai tengah yang dilakukan menun-jukkan terdapat dua kelompok dalam tingkat peneri-maan terhadap aroma yoghurt, yaitu kelompok yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan pisang raja, dan potongan nenas serta kelompok yoghurt dengan buah

pepaya. Anggota masing-masing kelompok tidak

berbeda nyata satu sarna lain, namun kelompok

perta-rna berbeda nyata dengan kelompok kedua. Sedangkan

yoghurt dengan pure nenas dan pure pisang raja tidak berbeda nyata dengan kelompok pertama maupun

kelompok kedua. Hasil lengkap uji organoleptik

terhadap aroma yoghurt pada minggu pertama dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 19.

Pada minggu ke-2 hasil terbaik diperoleh yoghurt dengan pure pisang ambon yaitu dengan skor

rata-rata 4,0. Yoghurt dengan pure pepaya

mem-peroleh nilai terendah yaitu dengan skor rata-rata

3,0 (Lampiran B). Uji beda nilai tengah

menunjuk-kan bahwa yoghurt dengan buah pisang ambon dan nenas tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan

potongan pisang raja. Yoghurt dengan potongan

pisang ambon dan pure nenas tidak berbeda nyata

dengan yoghurt dengan pisang raja. Namun yoghurt

dengan pure pisang raja berbeda nyata dengan yoghurt dengan pure pisang ambon maupun potongan buah nenas (Lampiran 20) .

(14)

Uji kesukaan pada minggu ke-3 menunjukkan bahwa yoghurt tersebut secara umum masih bisa diterima aromanya oleh panelis, dengan nilai teren-dah diperoleh yoghurt dengan pure pepaya (skor rata-rata 2,9). Skor tertinggi diperoleh yoghurt

dengan pure pisang ambon, yaitu 3,7. Uji beda

nilai tengah menunjukkan bahwa yoghurt dengan pisang ambon, nenas, dan potongan pisang raja tidak

berbeda nyata. Yoghurt dengan potongan pisang

ambon dan potongan pisang raja tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pepaya dan pure pisang raja namun berbeda nyata dengan yoghurt

dengan pure pepaya. Yoghurt dengan pure nenas

tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pepaya namun berbeda nyata dengan yoghurt dengan

pure pisang raja. Yoghurt dengan pure pepaya tidak

berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pepaya dan pure pisang raja namun berbeda nyata dengan

ke1ima per1akuan yang lain. Hasil 1engkap uji

kesukaan terhadap aroma pada minggu ke-3 dapat di1ihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 21.

Cita rasa bahan pangan sesungguhnya terdirl dari tiga komponen yaitu bau, rasa, dan rangsangan

mulut. Aroma (bau) bahan makanan banyak menentukan

kelezatan bahan pangan tersebut (Winarno, 1991). Aroma yoghurt ditentukan oleh komponen-komponen

(15)

volatil yang terbentuk selama inkubasi, yaitu karbonil, asetaldehida, aseton, asetoin, dan diase-t i l (Helferich dan Wesdiase-thoff, 1980). Di samping itu, buah-buahan yang ditambahkan juga turut mem-pengaruhi aroma yoghurt yang dihasilkan.

C. Skor Tekstur

Hasil pengujian kesukaan terhadap tekstur menunjukkan penilaian yang menurun selama penyim-panan (Tabel 10). Hal ini terjadi karena yoghurt mengalami sineresis se1ama penyimpanan sehingga

tekstur yang semula lembut menjadi berair.

Tabel 10. Hasil Uji Kesukaan terhadap Tekstur Yoghurt selama Penyimpanan

Skor tekstur selama penyimpanan

Sampe1 (minggu) 0 1 2 3 Nenas h k potongan 4,1~ 3,6 e 3,7 h · 3,71 pure 3,4 c 3,6 e 3,2 l. 3,2 Pepaya 3 3bc 3,2 ef 3,2 hi 3,2 kl potongan pure 2;6 d 2,4 g 2,5 J 2,4 n P. raja 3,7 ab 3,3l;i 3,4 kl potongan 3,5~ pure 2,9 cd 2,8 g 2,5J 2,6 mn I P. ambon 3,3 bc 3,3 hi potongan 3,6 e f 3,5 k1 pure 3,3 c 3,3 e 3,1l. 3,11m Keterangan :

1. Analisa statistik terhadap data di1akukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu)

2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata

(16)

Yoghurt dengan potongan buah nenas memperoleh nilai terbaik selama penyimpanan, yaitu dengan skor rata-rata 4,1, 3,6, 3,7, dan 3,7 berturut-turut untuk minggu ke-O, 1, 2, dan minggu ke-3. Sebaliknya, yoghurt dengan pure pepaya memperoleh nilai terendah (skor 2,6, 2,4, 2,5, dan 2,4).

Uji beda nilai tengah pada minggu ke-O menun-jukkan bahwa yoghurt dengan potongan pisang raja, potongan pisang ambon, potongan pepaya, dan pure nenas tidak berbeda nyata. Yoghurt dengan pure nenas, potongan pepaya, pure pisang raja, dan buah pisang ambon juga tidak berbeda nyata. Perbedaan yang nyata pada taraf uji 5 % tampak pada yoghurt dengan pure pisang ambon dan pure pisang raja terhadap yoghurt dengan potongan pisang raja. Hasil lengkap uji organoleptik terhadap tekstur pada minggu ke-O dapat di"iihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 22.

Uji beda ni1ai tengah pada minggu pertama menunjukkan bahwa yoghurt dengan pure pi sang ambon dan potongan buah pepaya tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang ambon dan potongan pisang raja; hal yang sama tampak pada yoghurt dengan pure pisang raja. Namun yoghurt dengan pure pisang raja ini berbeda nyata dengan yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang ambon,

(17)

dan potongan pisang raja. Hasil lengkap uji or·

ganoleptik dapat dilihat pada Lampiran 11 dan

Lampiran 23.

Uji beda nilai tengah yang dilakukan pada minggu ke-2 menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang raja, potongan pisang ambon,

dan potongan pepaya tidak berbeda nyata. Yoghurt

dengan buah pisang ambon, potongan pisang raja, potongan pepaya, dan pure nenas juga tidak berbeda

nyata. Namun yoghurt dengan pure pisang ambon dan

potongan nenas berbeda nyata. Yoghurt dengan pure pisang raja tidak berbeda nyata yoghurt dengan pure pepaya namun berbeda nyata dengan perlakuan

lainnya. Hasil lengkap uji organoleptik dapat

dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 24.

Pada minggu ke-3 uji beda nilai tengah yang dilakukan tidak menunjukkan adanya beda yang nyata antara sampel yoghurt dengan potongan nenas, po-tongan pisang ambon, popo-tongan pisang raja, dan

potongan pepaya. Hal yang sarna juga tampak pada

sampel yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan pisang raja, potongan pepaya, dan pure nenas. Perbedaan yang nyata tampak pada yoghurt dengan pure nenas dan pure pisang ambon dengan yoghurt

(18)

organoleptik terhadap tekstur pada minggu ke-3 dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 25.

Tekstur suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut (Winarno, 1991). Karakteristik tekstur yoghurt dipengaruhi oleh kandungan lemak dan padatan tanpa lemak dalam susu serta perlakuan panas yang diberikan (Kroger, 1976; Vedamuthu, 1982). Helferich dan Westhoff

(1980) menyebutkan bahwa susu dengan kandungan lemak yang tinggi akan menghasilkan yoghurt dengan tekstur yang lembut seperti krim. Di samping itu, kandungan lemak dalam susu yang dihomogenisasi terlebih dulu akan membantu menjaga stabilitas tekstur dan mencegah sineresis (Kroger, 1976).

2. Total Asam Tertitrasi

Total asam tertitrasi dihitung sebagai persen asam 1aktat karena asam laktat merupakan asam yang dominan dalam yoghurt sehingga menentukan derajat keasamannya. Hasil yang d~peroleh menunjukkan bahwa total asam tertitrasi yoghurt pada minggu ke-O berki-sar antara 0,86 % sampai 0,95 %. Kedua ni1ai ini masing-masing dimiliki oleh yoghurt dengan pure pi sang ambon dan yoghurt dengan pure nenas. Selama penyim-panan nilainya bergerak naik sampai mencapai 1,29 %

(19)

dengan potongan nenas) . Peningkatan ini berhubungan dengan akumulasi asam laktat yang terus terbentuk selama penyimpanan. Secara lengkap hasil analisa total asam tertitrasi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Total Asam Tertitrasi Yoghurt selama Penyimpanan

Total a8am tertitrasi 8e1ama penyimpanan Irninggu)

Sampel

°

1 2

,

Nenas 0,94±0,03a b 1,31±0,04c 1,61±0,0I d potongan 1,18±0,02b pure 0,95±0,03a 1,21±0,03 1,37±0,03 C 1,53±O,02 d Pepaya 0,90±0,02e f 1,16±0,04g 1.40±O,O2~ potongan 1, 01±0, 02f pure 0,89±0,04e 0,98±0,02 1,20±0,03g 1,34±0,Ol P. raja i 1,01±0,04) k k potongan 0,87±0,04. 1,23±0,02 k 1, 30±0, 0 \ pure 0,89±0,03 ' 1,02±0,03) 1,24±0,01 1,30±0,01 P. ambon 1 1 1,18±0,03m 1,31-tO,04m potongan 0,88±0,0\ 0, 96±0, 04 1 pure 0,86±0,03 0,94±0,05 1,19±0,05m 1,29±O,04[fi Keterangan

1. Setiap nilai merupakan hasil rata-rata dari 2 ulangan

2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah)

Ana1isa statistik yang di1akukan menunjukkan bahwa perlakuan penyimpanan (B) berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap nilai total asam tertitrasi untuk semua jenis buah yang digunakan (nenas, pepaya, pisang raja, dan pisang ambon), sedangkan bentuk buah (A) tidak berpengaruh nyata (Lampiran 26, 28, 30, dan 32) .

Uji lanjutan Duncan pada taraf 1 % menunjukkan bahwa seluruh taraf perlakuan penyimpanan (0, 1, 2,

(20)

dan 3 minggu) berbeda nyata untuk yoghurt dengan buah nenas (Lampiran 27) dan yoghurt dengan buah pepaya

(Lampiran 29) .

Penyimpanan yoghurt dengan pisang raja selama 2 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan selama 3 minggu, namun keduanya berbeda nyata dengan sampel segar (penyimpanan 0 minggu) maupun sampel yang disim-pan selama 1 minggu. Sampel segar sendiri berbeda nyata dengan sampel yang disimpan selama 1 minggu

(Lampiran 31)

Yoghurt dengan buah pisang ambon menunjukkan bahwa penyimpanan 0 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan selama 1 minggu. Penyimpanan 2 minggu juga tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu. Namun di antara kedua kelompok tersebut terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 1 % (Lampiran 33) .

Pada Standar Industri Indonesia untuk yoghurt (SII no. 0717-90) disebutkan bahwa kadar asam untuk yoghurt adalah 0,5 2,0 % dihitung sebagai asam laktat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selama penyimpanan nilai total asam tertitrasi seluruh sampel yoghurt masih memenuhi batasan tersebut di atas.

3. Nilai pH

Nilai pH selama penyimpanan cenderung menurun, yaitu dari 4,42 4,57 pada minggu keO sampai 3,96

(21)

-4,02 pada minggu ke-3 (Tabel 12) Penurunan lni sesuai dengan meningkatnya kadar asam (total asam tertitrasi) akibat akumulasi asam laktat selama penyimpanan.

Tabel 12. Nilai pH Yoghurt selama Penyimpanan

Nilai pH selama penyirnpanan Iminggu) Sampel

°

1 2 3

Nenas

b d

potongan 4,48±O,03a 4,21±O,oob 4,06±O,03c 3,97±O,04d

pure 4,42±O,02 a 4,19±O,O2 4,05±O,Olc 3,96,0,01

Pepaya

f fg

potongan 4,48±O,04 e 4,28±O,05

f 4,13±O,Olf 4,02±O,02 g

pure 4,47±O,03e 4,25±O,O4 4,1l±O,02 g 4,Ol±O,Olg

p. raja

h i 4,lO±O,03j

potongan 4,52±O,05

h 4,26±O,Ol, 4,Ol±O,06

J

pure 4,52±O,Ol 4,32±O,03 ' 4,11±O,03J 4,02±O,OSJ

p, ambon

k 1

potongan 4,53±0,03

k 4,27±O,O51 4,10±O,03

m 3,97±O,O3"

pure 4,57±O,O3 4,31±O,O5 4,12±O,04m 4,Ol±0,04m

Keterangan

1. Setiap nilai merupakan hasil rata-rata dari 2 ulangan

2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah Itidak membandingkan antar buah)

Analisa statistik menunjukkan bahwa untuk semua jenis buah yang digunakan perlakuan bentuk buah tidak berpengaruh nyata sedangkan per1akuan penyimpanan berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap nilai pH yoghurt. Hasil analisa sidik ragam nilai pH yoghurt secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 34, 36, 38, dan 40.

Uji Duncan pada taraf 1 % terhadap waktu penyim-panan yoghurt dengan buah nenas menunjukkan bahwa

(22)

masing-masing taraf penyimpanan (0, 1, 2, dan 3

ming-gu) saling berbeda nyata (Lampiran 35). Untuk yoghurt

dengan buah pepaya uji Duncan yang dilakukan menunjukkan bahwa penyimpanan 0 minggu berbeda nyata

dengan ketiga taraf penyimpanan yang lain.

Penyim-panan selama 2 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 1 minggu maupun 3 minggu, namun penyim-panan 1 minggu berbeda nyata dengan penyimpenyim-panan selama

3 minggu. Hasil uji Duncan pengaruh penyimpanan

terhadap nilai pH yoghurt dengan buah pepaya dapat

dilihat pada Lampiran 37. Yoghurt dengan buah pisang

raja dan pisang ambon menunjukkan pola yang sama pada uji Duncan yang dilakukan, yaitu adanya perbedaan yang

nyata pada taraf 1 % antara sampel segar dengan sampel

yang disimpan selama 1 minggu serta sampel yang

disimpan selama 2 dan 3 minggu. Namun penyimpanan

selama 2 minggu ini tidak berbeda nyata dengan penyim-panan selama 3 minggu (Lampiran 39 dan 41) .

4. Total Mikroba

Total mikroba pada minggu ke-O berkisar antara

2,7X10 9 sampai 3,5x10 9 . Jumlah total mikroba ini

terus meningkat selama penyimpanan sampai mencapai

1,2x10 10 - 2,4x10 10 pada minggu ke-3 (Tabel 13).

Meningkatnya jumlah total mikroba ini sesuai dengan

(23)

suhu 4°C.

Tabel 13. Total Mikroba Yoghurt selama Penyimpanan

Total mikroba eelama peny~mpanan IMlnggu)

sampel -.~-.--. _. -._- - - ---

---0 1

,

,

Nenao

9 7a 9 Sa 10 9b 10 9c

potongan 3,3x10 .:I:5,Ox10 3,8x10 .:I:1 ,5x10 1,1x10 12,9x10 1,9x10 ±2,Ox10

9 Sa 9 Sa 10 9b 10

'0

pure 3,5x10 .:I:1,Ox10 4,Ox10 ii,OxlO 1,5x10 ±i,OxlO 2,2x10 11, ox10

Pepaya

9 sd 10 9. 10

"

10

" potongan 3,2X10 ±1, OxlO 1,Oxl0 11,5x10 2,Ox10 ±1,Ox10 2,)x10 ±1,~xl0 y

9 7d 9 s. 10 9f 10 S

pure 3,3x10 1 5 ,Oxl0 9,6x10 1 3 ,5x10 2,1x10 ±1, Oxl0 2.4X10 15, Ox10 9

p raJa

9 7h 9 Sh 9

"

10

OX1091 potongan 2,7x10 ±5, Ox10 3,2x10 i1,Ox10 9,5x10 ±2,Ox10 1, "xl0 t l .

9 Sh 9 7h 9

"

10 s·,

pure 2,8x10 ±1, Ox10 3,1x10 ±5,Ox10 8,5x10 ±S. 5x10 1.2x10 ±5, Ox10 '

P ambon

9 S. 9 7k 9 81 11:

""

potongan 2,9x10 t1,5x10 J.3x10 1 5 ,Ox10 8,4X10 ±9,Oxl0 l, 2X1 () d , '>Xlil

9 7' 9 7' 9 S1 10 8

pure 3,Ox10 ±5,Ox10 ],3x10 ±2,4X10 9,Ox10 :!:"', OxlO 1, 5xl 0 :!:5, OxlO

-Keterangan

1. Setiap nilai merupakan hasil rata-rata dari 2 ulangan

2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah)

Hasil analisa statistik terhadap total mikroba untuk semua jenis buah yang digunakan menunjukkan adanya beda yang nyata pada taraf 1 % pada perlakuan penyimpanan, sedangkan perlakuan bentuk buah tidak

(24)

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap total mikroba yoghurt (Lampiran 42, 44, 46, dan 48) .

Uji lanjutan dengan uji Duncan terhadap perlakuan penyimpanan untuk yoghurt dengan buah pepaya menunjuk-kan bahwa keempat taraf penyimpanan (0, 1, 2, dan 3

minggu) seluruhnya berbeda nyata pada taraf 1 %

(Lampiran 45).

Untuk yoghurt dengan buah nenas, pisang raja, dan pisang ambon, uji Duncan yang dilakukan menunjukkan

pola yang sama, yaitu penyimpanan

°

minggu dan 1

minggu tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan penyimpanan 2 dan 3 minggu. Penyimpanan 2 minggu sendiri berbeda nyata dengan penyimpanan 3

minggu. Hasil lengkap uji Duncan untuk yoghurt dengan

buah nenas, pisang raja, dan pisang ambon berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 43, 47, dan 49.

5. Total Kapang dan Khamir

Yoghurt merupakan bahan pangan berasam tinggi. Karenanya kerusakan yoghurt terutama disebabkan oleh mikroba yang tahan asam, yaitu kapang dan khamir

(Helferich dan Westhoff, 1980; Vedamuthu, 1982).

Kontaminasi kapang dan khamir dapat berasal dari wadah, buah, udara, serta sirup yang ditambahkan

(25)

Tabel 14. Total Kapang dan khamir Yoghurt selama Penyimpanan

-.---.-~~-~~.~

-Total kapang dan khamir aelama penylrnpanan (Minggu)

Sampel

0 1

,

,

Nenas

a 1 Oa ' b 1

,

Oe

potongan 0 ),2xlO ±),5xlO 1, 5xl0 t1. 5xlO 3,Oxl0 ±S,OxIO

0 O. 1 1. ,b 1 , 1c

pure 2,5xlO t2,SxlO 3,SxlO il,2xlO 1,7xlO +3,SxlO - 3,2xlO it,OxlO

Pepaya

1 Od

,

1e

"

0 2

'"

potongan 5,2xlO ±4,Oxl0 1,4xlO ±l,SxlO 2,OxlO ±S,OXIO 3,4xlO ±l,5xlO

1 Od 2 Oe 2f 0 2 09

pure 5,6xlO ±),OxiO 1,5x10 15,Ox10 2,lxlO ±S,OxIO J.5xlO tS.OxIO

P raJa

h 1 0,

1.SXI02J±1,OXIOl 2

"

potongan 0 4,2xlO ±4,OxlO 2, 9xl 0 ±2,OxlO

h 1 Oi

1, SXI02j±2, 5XIOO 2 1k

pure 0 4,6xIO t4,SxlO 3,OxlO 1:1.5x10

P ambon

1 1 01 2m 1 2 10

potongan 0 J,lxlO ±4,OxlO 1,SxlO ±t,OxiO 2.6xl0 ±2, 5xlO

pure 0 ' 4,OXIOt±4,5xIOOl 1,6xlO 2m ±2,5xlO 0 2,9x10 2 ~l, <:';.::lD 1n

-Keterangan

1. Setiap nilai merupakan ~asil rata-rata dari 2

ulangan

2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah)

Pada Tabel 14 tampak bahwa pada minggu ke-O kapang dan khamir hanya ditemukan pada yoghurt dengan pure nenas, potongan pepaya, dan pure pepaya, yaitu

berturut-turut sebesar 2,5x10 ,

o

5,2x10 , dan 1 5,6x10 . 1

Pada minggu pertama seluruh perlakuan telah menunjuk-kan pertumbuhan kapang dan khamir, yaitu dengan nilai

(26)

penyimpanan jumlah total kapang dan khamir meningkat mencapai 2,6XI0 2 (yoghurt dengan potongan pisang ambon) sampai 3,5x10 2 (yoghurt dengan pure pepaya).

Analisa statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa bentuk buah tidak berpengaruh nyata terhadap total kapang dan khamir, sedangkan perlakuan penyim-panan berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap total kapang dan khamir untuk semua jenis buah yang diguna-kan (Lampiran 50, 52, 54, dan 56) .

Uji lanjutan dengan uji Duncan terhadap yoghurt dengan buah nenas menunjukkan pola yang sama dengan hasil uji terhadap yoghurt dengan pisang ambon, yaitu penyimpanan selama 1 minggu tidak berbeda nyata dengan sampel segar (penyimpanan 0 minggu), namun berbeda nyata dengan penyimpanan selama 2 dan 3 minggu. Penyimpanan 2 minggu sendiri berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu (Lampiran 51 dan 57). Inl berar-ti jumlah total kapang dan khamir bergerak naik secara landai pada minggu pertama untuk kemudian lebih cepat menanjak pada minggu berikutnya. Untuk yoghurt dengan buah pepaya dan pisang ambon, uji Duncan yang dilaku-kan menunjukdilaku-kan bahwa semua taraf penyimpanan (0, 1, 2, dan 3 minggu) saling berbeda nyata pada taraf 1 %

(Lampiran 53 dan 55) .

Kroger (1976) menyatakan bahwa batas maksimum total kapang dan khamir bagi campuran yoghurt dengan

(27)

batasan ini pada minggu pertama. 6. Bakteri Koli

Uji bakteri koli menunjukkan bahwa pada minggu ke-O yoghurt dengan buah pisang ambon tidak mengandung bakteri tersebut, sementara perlakuan lain mengandung dengan nilai berkisar antara 9,OXIO O sampai 4,OXI0 2 . Bakteri koli dapat dibedakan at as dua grup yaitu koliform fekal yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia serta koliform nonfekal yang terdapat pad a

hewan atau tanaman yang telah mati. Bakteri koli

tersebut kemudian dapat terbawa ke dalam saluran air

dan akhirnya mengkontaminasi bahan pang an jika air

tersebut digunakan dalam pengolahan bahan pangan. Hal

tersebut terjadi pada penelitian ini di mana buah-buahan yang ditambahkan telah terkontaminasi bakteri koli melalui air yang digunakan untuk mencuci buah-buahan tersebut.

Pada minggu pertama yoghurt dengan buah pisang ambon dan pure pisang raja tidak menunjukkan pertum-buhan bakteri tersebut; perlakuan lain masih

menunjuk-kan pertumbuhannya namun jumlahnya menurun. Pada

minggu ke-2 yoghurt dengan pure pisang raja dan po-tongan pisang ambon menunjukkan adanya pertumbuhan

(28)

bakteri 3,lX10 2

koli, yaitu 2 dan 1,2x10 .

dengan nilai berturut-turut Pertumbuhan ini menunjukkan

adanya kontaminasi dari lingkungan. Secara lengkap

hasil uji bakteri koli dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Total Bakteri Koli Yoghurt selama

Penyim-panan

Total bakteri koli selama penyimpanan (Minggu) Sampel

0 1 .

-Nenaa

2 , . 1 Ob

potongan I,OxlO tl,2xlO 3,2xlO :l::4,Ox10 0 0 00

1 1. Ob 0 00 c

pure 9,3x10 11,1x10 2,9xl01t 5 ,Ox10 3,5xl0 ±1. 5x10 0

Pepaya

2 1d 2 0. 1 Of 0 of

potongan 4,Ox10 11,5x10 1,1x10 ±5,SxlO 4,2x10 ±3.5x10 4,Ox10 ,2 ox10

2 1d 2 o. 1 Of 0 of

pure 4,Ox10 1:4,Ox10 1,oxl0 f),Oxl0 4,9x10 ±7,Ox10 6,Ox10 t 1, Oxl0

P. raJa

potongan 2,1X101:1::1 ,4X1019 1,OX101:1::1 ,OX1019 og og

0

±9,OX100 9 og 2 ±3.1X1029 1 19

pure 9,Ox10 3,1x10 9,5x10 ±9,5xlO

P. ambon

h h 2 2h 1 1h

potongan 0 0 1,2x10 ±1,2x10 4,Ox10 1:4,Ox10

0"

h h h

pure 0 0 0

~.

--~---

,-.--~-.---Keterangan

1. Setiap nilai merupakan hasil rata-rata dari 2 ulangan

2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah)

Secara umum jumlah total bakteri koli menurun

(29)

sifat antimikroba. Sifat ini diteliti oleh Goel et al. (1971) yang menginokulasikan Enterobacter aerogenes dan Escherichia coli secara terpisah ke

dalam produk yoghurt (Suarni, 1990). Kadar asam yang tinggi serta suhu penyimpanan yang rendah menghambat pertumbuhan bakteri ini. Frazier dan Westhoff (1980) yang dikutip oleh Nuraeni (1994) menyebutkan bahwa kisaran suhu untuk pertumbuhannya adalah 100e - 40oe,

dengan keasaman optimum untuk tumbuh pada pH 7 - 7,5 tetapi masih dapat hidup pada pH 4 - 8,5.

Analisa statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk sampel yoghurt dengan buah pisang raja dan pisang ambon tidak ada perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap total bakteri koli selama penyimpanan (Lampiran 62 dan 63). Untuk yoghurt dengan buah nenas dan pepaya, perlakuan penyimpanan menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 1 % terhadap total bakteri koli, sementara perlakuan bentuk buah tidak berpengaruh nyata (Lampiran 58 dan 60) .

Uji Duncan yang dilakukan menunjukkan pola yang sarna antara yoghurt dengan buah nenas dan pepaya, yaitu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan 1 minggu. Kedua taraf penyimpanan ini juga berbeda nyata dengan penyimpanan 2. dan 3 minggu, namun penyimpanan 2 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu. Hasil lengkap uji Duncan

(30)

yoghurt dengan buah nenas dan pepaya dapat dilihat pada Lampiran 59 dan 61.

Pada Standar Industri Indonesia untuk yoghurt (SII no. 0717-90) disebutkan bahwa batas maksimum

total koliform adalah 10/g. Pada masa akhir

penyim-panan ada dua perlakuan yang tidak memenuhi kedua per-syaratan di atas, yaitu yoghurt dengan pure pisang raja (9,5xlO l ), dan yoghurt dengan potongan pisang

ambon (4,0 x 10 1 ) Yoghurt dengan potongan dan pure

pepaya mengandung bakteri koli dengan jumlah berturut-turut 4,OxlO O dan 6,OX100 sementara perlakuan yang lain tidak mengandung bakteri koli.

7. Salmonella

Salmonella merupakan mikroflora alami dan kadang-kadang bersifat patogen pada saluran pencernaan

hewan/manusia (Budnik, 1990). Karena sifatnya yang

tidak tahan suhu pasteurisasi (Budnik, 1990; Jay, 1978

yang dikutip oleh Julyastuti, 1992) maka pada yoghurt kontaminasi Salmonella merupakan kontaminasi pasca pasteurisasi.

Uji pendugaan Salmonella dilakukan secara metode Jenie dan Fardiaz (1989), dimana uji yang dilakukan

bersifat kualitatif. Uji kualitatif ini dilakukan

(31)

tidak diperbolehkan berada dalam bahan pangan walaupun

hanya sebagai sel tunggal. Karena itu uji kualitatif

(yang relatif lebih sederhana daripada uji kuantita-tif) diterapkan pada uji Salmonella ini.

Uji pendugaan Salmonella pada ulangan pertama dan ulangan kedua menunjukkan pola yang sarna, yaitu Salmo-nella diduga terdapat pada yoghurt dengan buah pepaya

(kedua bentuk) pada minggu ke-O dan menu run selama penyimpanan sampai tidak terdapat pada minggu ke-3. Ada dua hal yang menyebabkan menurunnya kandungan Salmonella selama penyimpanan, yaitu kandungan asam yang tinggi dari yoghurt dan suhu penyimpanan yang rendah sehingga Salmonella tidak dapat bertahan hidup. Hasil lengkap uji pendugaan Salmonella dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.

Budnik (1990) menyatakan bahwa Salmonella dapat terbawa oleh air, debu, tanah, kotoran, dan manusia untuk kemudian mengkontaminasi bahan pangan lain. Pada penelitian ini kontaminasi Salmonella tampaknya berasal dari air yang digunakan untuk mencuci

buah-buahan. Selanjutnya, karena buah pepaya diblanching

hanya 1 menit sedangkan buah-buahan lain diblanching

dalam waktu tidak kurang dari 3 menit, maka bakteri Salmonella yang menempel pada buah pepaya belum se-luruhnya mati sehingga kemudian mengkontaminasi yoghurt.

(32)

Tabel 16. Hasil Uj i Pendugaan Salmonella Yoghurt selama Penyimpanan

Hasil uji Salmonella selama penyimpanan Sampel Ulangan 1 0 1 2 Nenas potongan - -

-pure - -

-Pepaya potongan ++ +

-pure +

-

-P. raja potongan -

-

-pure

-

-

-P. ambon potongan

-

-

-pure

-

-

-Keterangan :

+ = ada pertumbuhan Salmonella

- = tidak ada pertumbuhan

3

-(minggu) Ulangan 0 1 2

-

-

--

-

-+

-

-++ ++ +

-

-

--

-

--

-

-- -

-2 3

Gambar

Tabel  5.  Hasil  Uji  Peroksidase  Jenis  buah  /  Waktu  blanching  (menit)  bentuk  buah  1  2  3  4  5  6  7  Nenas  potongan  +  +  +   -pure  +  +  +   -Pepaya  potongan   -pure   -Pisang  raja  potongan  +  +  +   -pure  +  +   -Pisang  ambon  poton
Tabel  6.  Waktu  Optimum  Blanching  Jenis  buah  I  bentuk  Waktu  blanching
Tabel  7.  Rasio  Penambahan  Buah  terha- terha-dap  Yoghurt
Tabel  8.  Hasil  Uji  Kesukaan  terhadap  Rasa  Yoghurt  selama  Penyimpanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desa pasir panjang merupakan salah satu desa penghasil Sumber Daya Alam berupa kayu, pertanian, dan hasil bumi lainnya, serta memiliki potensi masyarakat untuk

Peserta diberikan dua jenis google form, google form yang pertama untuk soal kompetisi dan input hasil akhir jawaban, dan google form kedua untuk menginput hasil

1. Fungsi tepat, misalnya dengan memepunyai bentang lebar yang panjang sehingga memungkinkan dalam pemaksimalan ruang. Pengaruh tampilan eksotis yang diterapkan pada

Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah

Penelitian yang berjudul Laras Penulisan Kolom Surat Pembaca “Redaksi Yth” Bidang Teknologi Informasi dalam harian Kompas dilatarbelakangi oleh belum adanya acuan

Perseroan mengajukan usul kepada RUPST untuk menyetujui Laporan Tahunan Perseroan Tahun 2020 termasuk didalamnya Laporan Pengawasan Dewan Komisaris, Laporan Direksi mengenai

Nilai koefisien regresi untuk variabel kualitas pelayanan (X 3 ) yaitu sebesar 0,291, artinya kualitas pelayanan ber- pengaruh positif terhadap keputusan pembelian,