• Tidak ada hasil yang ditemukan

USULAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USULAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Kode/Nama Bidang Ilmu: 699 Bidang Ilmu : Kepariwisataan

USULAN

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

EVALUASI DAMPAK KEGIATAN WISATA PESISIR TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI PULAU NUSA PENIDA KECAMATAN NUSA PENIDA

KABUPATEN KLUNGKUNG

TIM PENGUSUL

Ida Bagus Suryawan, ST, M.Si (NIDN: 0029127802) Made Sukana, SST. Par.,M.Par. (NIDN: 0031127904) I Gede Anom Sastrawan, S.Par. (NIK: 517103050392001)

PROGRAM STUDI S1 DESTINASI PARIWISATA FAKULTAS PARIWISATA UNIVERSITAS

UDAYANa

(2)
(3)

DAFTAR ISI Hal BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan penelitian ... 3 1.4 Manfaat penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pariwisata ... 6

2.2. Potensi Wisata... 8

2.3. Pariwisata Kerakyatan... 9

2.4. Pembangunan Ekonomi Pariwisata... 12

2.5. Penelitian Sebelumnya ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Jenis Penelitian... 22

3.2. Data Penelitian ... 22

3.3. Variabel Penelitian ... 22

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 23

3.4.1. Definisi Operasional ... 23

3.4.2. Pengukuran Variabel... 24

3.5 Teknisk Analisis Data ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN I JUSTIFIKASI ANGGARAN LAMPIRAN II DUKUNGAN PRASARANA

LAMPIRAN III SUSUNAN ORGANISASI PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS

LAMPIRAN IV BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENELITI SERTA MAHASISWA

(4)

DAFTAR GAMBAR

(5)

RINGKASAN

Pulau Nusa Penida didominasi oleh kegiatan wista berbasis wisata pesisir. Dengan kegiatan ini, pengelolaan wisata pantai harus mengacu kepada kaidah pembangunan berkelanjutan yang terdiri atas keberlanjutan secara ekonomi, lingkungan dan sosial (Susilo, 2003). Mengacu kepada perkembangan kepariwisataan di Nusa Penida, sejumlah permasalahan. Peran serta masyarakat dan pemerintah yang dapat mewujudkan keberhasilan ini, dengan bergerak secara sinergis, sehingga akan lebih memberikan manfaat positif terhadap kehidupan masyarakat khususnya manfaat ekonomi. Manfaat yang diharapkan bisa diambil dalam penelitian ini dalam aspek teoritis, secara global akan bisa memberikan awareness pada semua pihak yang bergerak pada sektor perekonomian pariwisata khususnya. Diketahuinya dampak kegiatan pariwisata terhadap ekonomi masyarakat diharapkan sekaligus dapat menjawab kondisi ideal yang diharapkan bahwa setiap kegiatan pariwisata yang berkembang disebuah daerah, memberikan kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran (mixed method), yang mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatifdan bentuk kuantitatif. Dalam pendekatan ini akan mengandung asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta pencampuran kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian. Kegiatan pariwisata yang dimaksud dalam penellitian ini didefinisikan menjadi sejumlah variable yaitu : Atraksi Wisata yang dibagi menjadi atraksi alam, atraksi budaya, atraksi buatan. Tiap jenis atraksi akan dibagi kedalam tipologi atraksi yaitu atraksi berbasis site ataulokasi dan atraksi berbasis event atau kegiatan. Aksesbilitas wisata terdiri atas sarana transportasi dan prasarana transportasi yang memuat informasi kwalitas dan kuantitas. Ancilary yang didefinisikan kedalam kelembagaan yang ada di Nusa Penida terkait dengan pengelolaan potensi wisata baik kelembagaan adat maupun kelembagaan professional.

Amenities yang dijabarkan terkait dengan ketersediaan dan lokasi akomodasi dan fasilitas pendukung pariwisata. Definisi kehidupan masyarakat lebih ditekankan pada karakteristik demografi dan kegiatan ekonomi masyarakat. Karakteristik demografi dijabarkan menjadi jumlah penduduk, pekerjaan penduduk dan tingkat pendidikan penduduk. Kebutuhan masyarakat di definisikan kedalam kebutuhan fisik (Physiological need), ebutuhan memperoleh keamanan atau keselamatan (security or safety need), kebutuhan bermasyarakat (social need), kebutuhan untuk memperoleh kehormatan (Esteem need), kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagaimana seharusnya mengelola pariwisata, sangat tergantung siapa dan ingin ke mana konsep pengembangan pariwisata diarahkan.Banyak praktisi dan akademisi telah mencoba mensintesa beberapa konsep dengan mengkombinasikan ilmu pariwisata modern dengan kebiasaan dan tradisi lokal. Bila dicermati, bahwa kecenderungan trend pariwisata dunia ke depan adalah back to nature, to the indigenous.Modernisasi, kapitalisme, dan globalisasi akan memakan dirinya sendiri dan orang akan mencari sesuatu yang hilang, yaitu keunikan lokal.

Konsep yang bisa dijadikan landasan pendukung pariwisata kerakyatan yang salah satunya bermotifkan pelestarian alam adalah konsep yang sudah ada sejak dahulu di Bali sebagai filosofi kehidupan , yaitu konsep “Tri Hita Karana “. Dalam modul pembelajaran “Tropical Plant Curriculum Project (Made S.Utama dan Kohdrata, 2011), “Tri Hita Karana” (THK) berasal dari bahasa sansekerta, dimana Tri berarti tiga, Hita berarti sejahtera, dan Karana berarti penyebab. Tri Hita karana memiliki arti tiga hubungan harmonis yang menyebabkan kebahagiaan. Pengelolaan pariwisata lebih cenderung memanfaatkan sumber daya local yang ada baik sumber daya berbasis alam, budaya maupun buatan. Kajian tentang hubungan antara penduduk dengan sumberdaya alam dan lingkungan mempunyai arti penting, karena pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan oleh penduduk apabila kurang memperhatikan karakteristiknya, akan mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya dan lingkungan (Verstappen, 1983; Dietz, 2000).

Kearifan lokal erat kaitannya dengan pencapaian konsep “Ajeg Bali” yang sampai saat ini keberhasilannya belum juga terlaksana dengan maksimal. Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam tema “Menggali Kearifan Lokal untuk AjegBali” dalam http://www.balipost.co.id (2003) ;bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hokum

(7)

adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam- macam.Jika dilihat dari sudut kacamata budaya, Fuad Hasan menyampaikan bahwa budaya Nusantara yang plural merupakan kenyataan hidup (living reality) yang tidak dapat dihindari.Kebhinekaan ini harus dipersandingkan bukan dipertentangkan.Keberagaman ini merupakan manifestasi gagasan dan nilai sehingga saling menguat dan untuk meningkatkan wawasan dalam saling apresiasi. Kebhinekaannya menjadi bahan perbandingan untuk menemukan persamaan pandangan hidup yang berkaitan dengan nilai kebajikan dan kebijaksanaan (virtue and wisdom).

Dalam pandangan sosial dan budaya, peran kearifan lokal pada sektor pariwisata kerakyatan khususnya di kancah pariwisata sangatlah penting. Menurut pandangan penulis, kunci penting dari keberhasilan pelaksanaan pariwisata kerakyatan adalah sinergi antara dua golongan, yaitu partisipasi antara pemerintah dan masyarakat. Pencapaian sukses tidak akan terwujud, jika hanya diimplementasikan pada satu sisi golongan saja. Berikutnya adalah kontinyuitas dari program-program penunjang pariwisata kerakyatan perlu diperhatikan. Tanpa memperhatikan kontinyuitas, maka program akan tidak berjalan dengan baik sesuai harapan kita bersama.

Pada kasus sejumlah daerah, sector pariwisata memberikan kontribusi ekonomi yang cukup bagi sebuah daerah. Dampak pariwisata secara umum dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu dampak terhadap devisa denagara secara makro dan dampak ekonomi mikro terhadap masyarakat dan daerah. Terhadap masyarakat dan daerah, pariwisata memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan sektor swasta, pembangunan infrastruktur, mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja (Nizar, 2011). Hubungan komplementer perdagangan dan pariwisata dapat diperlihatkan dengan hubungan substitusi sebagai bentuk wujud nyata perdagangan antar daerah. Wisata untuk tujuan berlibur dikatakan dapat mempengaruhi perdagangan akibat adanya kebutuhan konsumsi wisatawan yang tidak ada di tempat tujuan wisata. Hal ini mendorong kebutuhan impor bagi daerah tujuan wisata dari daerah lain untuk memenuhi

(8)

kebutuhan wisatawan (Gallego, 2011). Hal yang sangat berbeda dijabarkan oleh Kadir dan Yusoff (2010) yang menjabarkan bahwa tidak terdapat hubungan jangka panjang antara perdagangan dengan pariwisata, namun diperoleh hubungan satu arah (pengaruh kausalitas) dari perdagangan terhadap pariwisata. Shan dan Wilson (2001) berpendapat bahwa ada hubungan saling mempengaruhi antara perjalanan dengan perdagangan. Dengan sejumlah teori dan pendapat para pakar tersebut, diharapkan kegiatan pariwisata berpengaruh atau bahkan memberikan kontribusi positif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat yang ada disekitar daya tarik wisata.

1.2 Rumusan Masalah

Banyak pendapat dari berbagai kalangan kurang memperhatikan pentingnya peranan pariwisata kerakyatan sebagai tonggak mewujudkan kemajuan sektor pariwisata di Bali yang berkelanjutan. Hal ini disebabkan belum maksimalnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan program penerapan pariwisata kerakyatan. Pulau Nusa Penida didominasi oleh kegiatan wista berbasis wisata pesisir. Dengan kegiatan ini, pengelolaan wisata pantai harus mengacu kepada kaidah pembangunan berkelanjutan yang terdiri atas keberlanjutan secara ekonomi, lingkungan dan social (susilo, 2003). Mengacu kepada perkembangan kepariwisataan di Nusa Penida, sejumlah permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kegiatan wisata yang ada di Nusa Penida ?

2. Sejauh mana korelasi antara pariwisata dengan kehidupan masyarakat Pulau Nusa Penida ?

3. Apakah kegiatan wisata pesisir di Nusa Penida telah memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat ?

1.3 Tujuan Penelitian

Hingga saat ini, sektor pariwisata merupakan sektor yang menjadi andalan perekonomian di Bali. Perlu ditindak lanjuti suatu program yang kontinyu

(9)

berbasis ekowisata untuk lebih memantapkan perkembangan sektor ini. Peran serta masyarakat dan pemerintah yang dapat mewujudkan keberhasilan ini, dengan bergerak secara sinergis, sehingga akan lebih memberikan manfaat positif terhadap kehidupan masyarakat khususnya manfaat ekonomi.

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kegiatan wisata yang ada di Nusa Penida sebagai dasar penentuan besaran potensi ekonomi yang ada.

2. Hubungan antara pariwisata dengan kehidupan masyarakat Pulau Nusa Penida baik dari sector industry, pengelolaan dan kelembagaan potensi wisata

3. Informasi terkait kontribusi pariwisata terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat mulai kebutuhan terendah hingga kebutuhan yang lebih tinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan bisa diambil dalam penelitian ini dalam aspek teoritis, secara global akan bisa memberikan awareness pada semua pihak yang bergerak pada sektor perekonomian pariwisata khususnya. Diketahuinya dampak kegiatan pariwisata terhadap ekonomi masyarakat diharapkan sekaligus dapat menjawab kondisi ideal yang diharapkan bahwa setiap kegiatan pariwisata yang berkembang disebuah daerah, memberikan kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan:

1. Menggali potensi wisata dan pengggambaran kegiatan pariwisata yang ada dan peran serta masyarakat dalam perkembangannya

2. Meningkatkan kesadaran pemerintah dan masyarakat akan pentingnya suatu sinergi dalam keberhasilan sektor pariwisata yang dapat memberikan kontribusi nyata baik pihak yang ada didalamnya

3. Dengan memadukan proteksi destinasi wisata pada pengembangan ekonomi pariwisata, yaitu berupa undang-undang atau kebijakan tertentu

(10)

yang dikeluarkan dari pemerintah, maka pembangunan ekonomi pariwisata yang berkelanjutan akan tercapai.

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata

Secara etimologi, pariwisata terdiri dari dua kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, lengkap, berkali-kali, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Maka pariwisata artinya adalah suatu perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali.

Definisi pariwisata telah banyak dikemukakan oleh para ahli di bidang pariwisata, namun dalam definisi tersebut masih terdapat beberapa perbedaan dalam pendefinisian. Beberapa pengertian atau definisi pariwisata yang pernah dikemukakan oleh para ahli dalam bidang pariwisata, antara lain:

1. Menurut Hunzieker dan Kraf (1942), pariwisata adalah keseluruhan fenomena dan hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya, dengan maksud bukan untuk menetap di tempat yang disinggahinya dan tidak berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan upah. Perjalanan yang dilakukan biasanya didorong oleh rasa ingin tahu untuk keperluan yang bersifat rekreatif dan edukatif. (dalam Kohdyat, 1996:2)

2. Menurut McIntosh dan Gupta (1980:8), pariwisata didefinisikan sebagai gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya.

3. Menurut Wahab (1996), pariwisata merupakan suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang di dalam negara itu dan daerah lain (daerah tertentu) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya di tempat ia memperoleh pekerjaan tetap (dalam Andy Aryawan,2002:10). Dari beberapa pengertian

(12)

pariwisata di atas terdapat satu kesamaan dalam pengertian tentang pariwisata yaitu bahwa kegiatan ini merupakan fenomena yang ditimbulkan oleh salah satu bentuk kegiatan manusia yaitu kegiatan perjalanan/travelling. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, kegiatan manusia yang dilakukan dalam rangka rekreasi atau untuk mencari menikmati suasana yang berbeda membutuhkan suatu obyek atau tempat untuk singgah. Pemandangan alam, dalam hal ini adalah pemandangan rawa berperan sebagai suatu obyek atau atraksi untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam melakukan kegiatan wisata. Segala hal yang berhubungan dengan kegiatan wisata dengan obyek pemandangan alam berupa perairan selanjutnya dapat disebut sebagai pariwisata air.

Definisi luas tentang pariwisata yaitu perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain yang bersifat sementara dan dilakukan oleh perorangan maupun kelompok sebagai usaha untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dan dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu (Kodhyat dalam Spillane, 1987:35).

Dalam UU No.10/2009 tentang kepariwisataan , dinyatakan bahwa pariwisata adalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Dalam undang – undang yang sama dinyatakan bahwa kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas pada dasarnya pariwisata timbul sebagai akibat dari aktivitas manusia yang berkaitan dengan kebutuhan manusia yaitu perjalanan. Perjalanan yang dilakukan adalah bersifat sementara waktu, tidak untuk melakukan pekerjaan tetap dan tidak dalam usaha

(13)

untuk mencari upah/nafkah.

2.2. Potensi Wisata

Dalam perekonomian masyarakat yang sedang berkembang, arti kebudayaan dalam keseluruhannya akan terkait juga dengan identitas masyarakat yang menghasilkannya. Masalah tersebut menjadi perlu mendapat perhatian jika dikaitkan dengan dan dimasukkan dalam perspektif pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, tidak terkecuali bagi kita, sebagai masyarakat post-colonial, kebudayaan yang merupakan bagian inti mempunyai peran dannilai-nilai atau konsep-konsep dasar yang memberikan arah bagi berbagai tindakan.

Nilai-nilai budaya bercitra Indonesia karena dipadu dengan nilai-nilai lain yang sesungguhnya diderivasikan dari nilai-nilai budaya lama yang terdapat dalam berbagai sistern budaya etnik local.Kearifan lokal pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pernbentukan jatidiri bangsa secaranasional.Kearifan-kearifan lokal merupakan indikator yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar.Pengembangan pariwisata kerakyatan yang relevan dan kontekstual memiliki arti penting bagi berkembangnyasuatu bangsa.Dalam sudut ketahanan budaya, di samping juga mempunyai arti penting bagi identitas daerah itu sendiri.Karya-karya seni budaya yang digali dan sumber-sumber lokal menjadi potensi yang mampu membangkitkan potensi pada sektor ekonomi pariwisata dari berbagai pengaruh yang merintangi jalan berkembangnya sektor ini. Beberapa faktor yang menentukan dari kearifan lokal yang menjadikannya berpotensi untuk dijadikan daya tarik wisata, bisa ditinjau dari sudut ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi (Kallayanamitra, 2012: 8):

- Bernilai ekonomis bagi wisatawan (produk unik dan harga yang murah) - Pengembangan pariwisata berbasis kemasyarakatan(keunikan sosial) - Pengembangan budaya lokal (mengangkat budaya khas suatu daerah) - Kelestarian alam (menyajikan keindahan desa atau alam)

(14)

2.3. Pariwisata Kerakyatan

Pariwisata kerakyatan pada hakekatnya berlandaskan sistem ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang berbasis kekuatan ekonomi rakyat. Ini mengandung makna dimana kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang secara swadaya mengelola sumber daya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya (Setiawina, Materi V, 2013). Hal ini berhubungan dengan pariwisata khususnya di Ubud, yang kecendrungan perekonomiannya berbasis pariwisata kerakyatan.

Perbandingan antara citra wisatwan dan bentuk layanan jasa membantu meningkatkan sikap positif wisatawan terhadap produk wisata sehingga keinginan untuk membeli produk meningkat (sirgy, 1985). Kondisi ini sudah banyak terjadi pada sjeumlah daerah yang mengembangkan pariwisata kwalitas (bukan kuantitas).

Pariwisata kerakyatan merupakan konsep pariwisata alternatif sebagai antisipasi teerhadap pariwisata konvensional. Pariwisata alternatif (alternative tourism) mempunyai pengertian ganda, di satu sisi dianggap sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang ditimbulkan sebagai reaksi terhadap dampak-dampak negatif dari pengembangan pariwisata konvensional. Di sisi lain dianggap sebagai bentuk kepariwisataan yang berbeda dari pariwisata konvensional untuk menunjang kelestarian lingkungan (Kodyat, 1997).

Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisatayang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan (id.wikipedia.org). Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional.Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri.Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat, serta banyak lagi efek negatif lainnya.

(15)

Local genius dan kearifan lokal mengambil peranan penting dalam pengembangan ekowisata. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius, Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (lihat Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa localgenius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asingsesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19).

Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.Beberapa contoh yang bisa mendukung pernyataan tersebut, yaitu:

1. mampu bertahan terhadap budaya luar.

2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.

3. mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli.

4. mempunyai kemampuan mengendalikan.

5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Beberapa bentuk kearifan lokal yang berkaitan dengan pelestarian alam juga diungkapkan oleh Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam http://www.balipost.co.id (2003), bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat- istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam. Beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu:

1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.

2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate.

3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya

(16)

pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji. 4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan. 5. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat. 6. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.

7. Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian roh leluhur.

8. Bermakna politik, misalnya upacara nangluk merana dan kekuasaan patron Client

Sejumlah kasus pengelolaan pariwisata berbasis alam telah menjadi pelajaran yang berharga bagi hubungan antara manusia dengan lingkungan. Rodger et al. (2007) menyoroti kebutuhan untuk lebih memahami pertemuan antara pengunjung dan satwa liar. Mereka mencatat bahwa pemahaman tentang konteks sosial dan lingkungan, pariwisata satwa liar umumnya harus memberikan kontribusi penting bagi keberlanjutan satwa liar. Wells (1997) membedakan antara dampak ekonomi dari wisata alam, yang ia mendefinisikan sebagai jumlah uang yang dihabiskan oleh alam turis dalam perekonomian tentang wisata, akomodasi, makanan, souvenir, dll, dan nilai ekonomi total, yang meliputi manfaat ekonomi luas, konservasi yang dapat dikaitkan dengan tujuan wisata alam. Penggunaan langsung oleh wisatawan adalah hanya salah satu dari nilai- nilai ekonomi yang mengalir dari tujuan wisata alam '(Wells, 1997).

Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah kearifan lokal, mulai dari yang sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis dan teknis. Pada kenyataannya semua hal dalam kehidupan masyarakat Hindu -Bali khususnya, tidak bisa lepas dari peranan kearifan lokal.

Pariwisata kerakyatan hendaknya pengetahuan dasar yang diperoleh dari hidup dalam menjaga keseimbangan alam. Hal ini terkait dengan budaya dalam masyarakat yang terakumulasi dan diteruskan. Kebijaksanaan ini dapat menjadi abstrak dan konkret, tetapi karakteristik penting adalah bahwa itu berasal dari pengalaman atau kebenaran yang diperoleh dari kehidupan. Kebijaksanaa yang nyata dari pengalaman mengintegrasikan tubuh, jiwa dan lingkungan. Ini menekankan menghormati orang yang lebih tuadan pengalaman kehidupan

(17)

mereka. Selain itu, nilai-nilai moral lebih dari hal-hal materi (Nakorntap etal. dalam Mungmachon, 2012: 176).

Penerapan pariwisata kerakyatan pada sektor ekowisata di era globalisasi, merupakan masalah terbesar manusia untuk dihadapi zaman sekarang, dimana adanya ketidakmampuan untuk mengoptimalkan pelestarian alam. Kemampuan ini dapat berasal dari menggunakan kearifan lokal. Masyarakat yang tinggal dikota-kota modern harus mempelajari kearifan lokal lama dan disesuaikan dengan keadaan mereka (Na Thalang dalam Mungmachon, 2001: 177). Masalah yang ditimbulkan oleh globalisasi memprovokasi banyak orang untuk mencari cara-cara untuk lebih baik mengelola hidup mereka. Ini merupakan cara berbeda tergantung pada pilihan yang dibuat oleh individu. Sifat yang bijaksana dan berpengetahuan yang sangat diperlukan untuk penelitian ini, sehingga memungkinkan untuk memilih kerangka yang tepat bagi masyarakat untuk belajar hidup bertanggung jawab dan bijaksana. Selain itu, efek langsung adalah hanya salah satu dari tiga kelas efek multiplier dalam perekonomian: dua lainnya adalah efek tidak langsung yang timbul dari pendirian yang menerima barang pembelian pengeluaran wisatawan dan jasa dari sektor-sektor lain dalam ekonomi lokal; dan efek yang terjadi dari penduduk lokal menghabiskan mereka upah, gaji, laba didistribusikan, sewa dan bunga atas barang dan jasa dalam perekonomian lokal (Cooper et al., 1998) diinduksi.

Dengan pendayagunaan aspek sosial, budaya, dan pelestarian pada lingkungan berbasis ekowisata, maka akan bisa meningkatkan minat bagi wisatawan untuk mengunjungi suatu objek wisata. Akan menambah nilai tersendiri bagi masyarakat Bali umumnya, bahwa perekenomian yang berkembang dan bermutu adalah perekonomian yang selalu berpegang pada dasar penjagaan lingkungan yang menjadi penggerak pariwisata kerakyatan.

2.4. Pembangunan Ekonomi Pariwisata

Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental

(18)

pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara.

Berdasarkan beberapa jenis pengembangan pariwisata oleh Pearce (1992), destinasi merupakan gabungan dari produk dan pelayanan yang tersedia di satu lokasi yang dapat menarik pengunjung diluar wilayah bersangkutan.

Franch and Martini menjelaskan pengertian manajemen destinasi: as the strategic, organizational and operative decisions taken to manage the process of definition, promotion and commercialisation of the tourism product [originating from within the destination], to generate manageable flows of incoming tourists that are balanced, sustainable and sufficient to meet the economic needs of the local actors involved in the destination (2002:5). Inti pemikiran diatas menegaskan bahwa manajemen destinasi berkenaan dengan keputusan strategis, organisasional dan operatif yang dilakukan untuk mengelola proses pendefinisian, promosi dan komersialisasi produk pariwisata untuk mewujudkan arus turis yang seimbang, berkelanjutan dan berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi disuatu destinasi. Segala sesuatau yang berhubungan dengan pengembangan, pemasaran, layanan dan aktivitas pendukung harus diidentifikasi secara tepat sesuai dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam perencanaan wisata. Perencanaan tersebut tentunya jangan sampai menghilangkan keunikan dari kawasan wisata, yaitu pemandangan alam, kawasan perairan, taman-taman, dan lain-lain. Diharapkan secara bersama-sama, para pelaku tersebut dapat membangun serta mengembangkan elemen-elemen kepariwisataan sesuai dengan peran, tanggungjawab, dan motivasi masing-masing.

Pariwisata akan terwujud dengan adanya suasana dan fasilitas pendukung, lingkungan alam dan sosial ekonomi serta masyarakat dan pengunjung dengan berbagai macam ketertarikan. Ada lima pendekatan untuk perencanaan wisata yang diidentifikasikan oleh para ahli. Lima pendekatan ini dapat diterapkan pula dalam perencanaan wisata air. Empat diantaranya dikemukakan oleh Getz (1987:45) dan ditambah lagi satu pendekatan yang dikemukakan oleh Page (1995:185). Pendekatan-pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

(19)

1. Boosterism. Merupakan suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai suatu atribut positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Obyek- obyek yang terdapat di suatu lingkungan ditawarkan sebagai aset bagi pengembangan kepariwisataan tanpa memperhatikan dampaknya, yang menurut Hall (1991:22) nyaris dapat dikatakan bukan sebagai suatu bentuk dari perencanaan pariwisata. Masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah yang ada tidak begitu dipertimbangkan.

2. The Economic-Industry Approach. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang sangat luas digunakan oleh kota-kota yang menganggap pariwisata sebagai suatu industri yang dapat mendatangkan manfaat-manfaat ekonomi bersama-sama dengan penciptaan lapangan kerja serta munculnya kesempatan- kesempatan dalam pembangunan. Konsep pariwisata dengan pendekatan ini adalah sebagai suatu ekspor bagi sistem perkotaan, dan pemasaran digunakan untuk menarik pengunjung yang merupakan pembelanja tertinggi. Tujuan-tujuan ekonomi lebih dinomorsatukan daripada tujuan-tujuan sosial dan lingkungan, yaitu dengan menetapkan sasaran utama berupa pengalaman menarik bagi pengunjung dan tingkat kepuasan yang dialami oleh para wisatawan.

3. The Physical-Spatial Approach Pendekatan ini didasarkan pada tradisi “penggunaan lahan” geografis dan perencana- perencana dengan pendekatan rasional untuk perencanaan lingkungan perkotaan. Kepariwisataan dilihat di dalam suatu range konteks, tetapi dimensi lingkungan dianggap juga sebagai isu kritis dari daya dukung sumber daya wisata di dalam kota. Strategi- strategi perencanaan yang berbeda berdasarkan prinsip-prinsip keruangan digunakan di sini, misalnya pengelompokan pengunjung di kawasan-kawasan utama, atau pemecahan untuk menghindarkan terlalu terkonsentrasinya pengunjung di satu kawasan, dan pemecahan untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya konflik-konflik. Hanya saja satu kritik bagi pendekatan ini adalah masih kurang mempertimbangkan dampak sosial dan

(20)

kultural dari wisata perkotaan.

4. The Community Approach Merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada pentingnya keterlibatan maksimal dari masyarakat setempat di dalam proses perencanaan. Perencanaan tradisional top-down, dimana perencana menetapkan agenda yang perlu dimodifikasi untuk memasukkan kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal di dalam proses perencanaan dan penentuan keputusan. Jadi, community tourism planning ini menganggap penting suatu pedoman pengembangan pariwisata yang dapat diterima secara sosial (social acceptable). Pendekatan ini menekankan pada pentingnya manfaat-manfaat sosial dan kultural bagi masyarakat lokal bersama-sama dengan suatu range pertimbangan ekonomi dan lingkungan. Menurut Haywood (1988), dalam penerapan rencana, “bentuk politis” dari proses perencanaan tersebut seringkali terjadi penurunan derajat misalnya dari kemitraan (partnership) menjadi penghargaan (tokenism).

5. Sustainable Approach (Sustainable tourism planning) Pendekatan ini adalah pendekatan yang diidentifikasi oleh Page, merupakan pendekatan keberlanjutan berkepentingan dengan masa depan yang panjang atas sumber daya dan efek-efek pembangunan ekonomi pada lingkungan yang mungkin juga menyebabkan gangguan kultural dan sosial untuk memantapkan pola- pola kehidupan dan gaya hidup individual. Dalam konteks perencanaan pariwisata, pembangunan berkelanjutan didasarkan pada beberapa prinsip yang ditetapkan oleh the World Commission on the Environment and Development (the Brundtland Commission) pada tahun 1987 yang menurut Hall (1991) berhubungan dengan eguity, the needs of economically marginal populations, and the idea of technological and social limitations on the ability of the environment to meet present and future needs.

Untuk menindaklanjuti adanya beberapa prinsip tersebut diatas, Dutton dan Hall (1989) mengidentifikasikan mekanisme-mekanisme yang dapat digunakan sebagai pedoman pencapaian suatu pendekatan berkelanjutan yang realistik untuk perencanaan pariwisata, yaitu sebagai berikut:

(21)

1. Mendorong kerjasama dan saling perhatian untuk meningkatkan manfaat dari setiap pendekatan, sehingga perencanaan pariwisata harus kooperatif dan didasarkan pada sistem pengendalian terpadu.

2. Mengembangkan mekanisme koordinasi industri.

3. Meningkatkan kepedulian konsumen mengenai pilihan-pilihan yang berkelanjutan dan tidak-berkelanjutan, termasuk manfaat-manfaat dari manajemen pengunjung.

4. Meningkatkan kepedulian produsen atas manfaat-manfaat perencanaan pariwisata yang berkelanjutan.

5. Menggantikan pendekatan-pendekatan perencanaan konvensional dengan perencanaan strategik, untuk ini disyaratkan semua pihak yang berkepentingan membuat komitmen yang pasti untuk tujuan-tujuan yang berkelanjutan.

6. Memberi perhatian yang lebih besar atas keperluan perencanaan kualitas pengalaman wisatawan, dengan suatu pandangan atas keberlanjutan jangka panjang dari produk wisata, bersama-sama dengan memantapkan atraksi dari kawasan tujuan wisata. Pariwisata berkelanjutan dapat dikatakan sebagai pembangunan yang mendukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya alam dan budaya secara berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pembangunan kepariwisataan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan memberi manfaat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang (Puslitbang BP. Budpar, 2003).

Pariwisata budaya mempunyai peran penting dalam membantu masyarakat lokal mencapai potensi penuh mereka. Adanya kesepakatan tentang

(22)

tantangan dan peluang yang dihadapi masyarakat setempat dalam menggunakan pariwisata sebagai alat untuk pengembangan ekonomi, budaya dan sosial. Pemerintah perlu aktif membantu masyarakat lokal untuk mencapai pembangunan pariwisata berkelanjutan. Menurut laporan Konferensi Internasional WTO (2006: 21-23) tentang pariwisata budaya dan komunitas lokal, terdapat beberapa unsur yang direkomendasikan untuk memperluas penggunaan pariwisata budaya sebagai alat yang efektif dalam pembangunan ekonomi lokal, yaitu:

1. Membantu masyarakat dan pejabat publik dalam memahami sifat sistem pariwisata alam.

2. Membantu masyarakat dan pejabat publik agar bisa menentukan pengalaman pengunjung dengan lebih baik.

3. Mengadopsi proses analisis dan dokumentasi yang menyangkut masyarakat yang memiliki beragam ukuran.

4. Mengembangkan proyek interdisipliner meneliti isu yang membawa kapasitas dan batasan-batasan dalam pertumbuhan.

5. Meningkatkan basis pengetahuan yang ada tentang pariwisata budaya dan masyarakat lokal.

6. Mengembangkan perencanaan berbasis masyarakatdan teknik manajemen. 7. Mengembangkan kasus persatuan pariwisata budaya berbasis bantuan

masyarakat.

8. Mengadaptasikan model tujuan wisata kewisata budaya di masyarakat daerah. Dari penjelasan tersebut dapat diuraikan, bahwa masyarakat memiliki kendali utama dalam pengembangan sektor pariwisata yang berbasis ekowisata. Sebagian besar fasilitas wisata disediakan oleh masyarakat, dimana semua fasilitas tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila semua ruang lingkup bersatu padu, maka system ekonomi pariwisata yang berkelanjutan akan berjalan dengan baik. Masyarakatlah pemegang kunci utama perkembangan ekonomi pariwisata berbasis ekowisata. Dapat dikatakan bahwa masyarakat berperan sebagai jumlah keseluruhan pengalaman wisatawan yang berwisata pada suatu daerah, hal ini bisa dilihat pada gambar 2.1:

(23)

Gambar 2.1 Masyarakat sebagai pengalaman berwisata

Sumber: Konfererensi Internasional WTO (2006)

Berdasarkan beberapa wacana dalam konferensi tersebut, maka peran pariwisata kerakyatan dalam pembangunan ekonomi pariwisata , dapat dijabarkan sebagai berikut:

- Penambahan pada pendapatan penduduk lokal

- Adanya banyak peluang bagi penduduk yang masih remaja maupun yang belum bekerja

- Menyebabkan peningkatan permintaan produk lokal - Adanya budaya revitalisasi

- Menyebabkan peningkatan kebanggaan masyarakat

- Peningkatan kapasitas dalam pengambilan keputusan masyarakat

2.5 Penelitian sebelumnya

Konferensi internasional WTO (2006) melaporkan tentang “Pariwisata Budaya dan Komunitas Lokal telah meneliti dan menghasilkan suatu deskripsi Tentang peluang yang ditawarkan oleh kegiatan wisata budaya berkelanjutan untuk kontribusi ekonomin pembangunan; kewajiban etis untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, dan kebutuhan untuk melestarikan nilai-nilai spiritual, seni dan budaya situs warisan dan tradisi yang ada disemua negara.Dari sudut pandang komunitas, tujuan penting dari pembangunan pariwisata

(24)

diharapkan bisa menghasilkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan arus devisa. Setiap perkembangan tersebut juga diharapkan bisa melindungi lingkungan dan terutama budaya lokal, wisatawan yang tertarik di tempat pertama yang mereka kunjungi. Potensi wisata budaya di masyarakat lokal diharapkan bisa menjadi pertimbangan utama dalam diskusi mengenai kebijakan tentang pengentasan kemiskinan.

Vipriyanti (2008) meneliti mengenai “Banjar Adat dan Kearifan Lokal”, yang menjelaskan tentang norma ketegasan adalah faktor yang paling penting untuk sukses dari Bali untuk mempertahankan ruang publik yang dikelola oleh masyarakat. Ketegasan norma cenderung untuk mendorong kelanjutan kegiatan dalam kehidupan sosial, sumber daya, dan pelestarian lingkungan hidup, serta kepercayaan pada Tuhan. Frekuensi dalam kegiatan umum di Bali pada masing- masing banjar adat minimal 12 kali selama enam bulan. Ini membuat fungsi kontrol sosial secara efektif terutama pada perilaku anggota banjar adat yang menyimpang atau kerusakan pada sumber daya properti umum yang memiliki oleh banjar adat.

Secara garis besar kegiatan pariwisata didominasi pertukaran barang dari daerah asal menuju ke daerah tujuan wisata. Dengan kondisi ini seharusnya perkembangan kegiatan ekonomi tidak hanya berlangsung di sumber wisatawan tetapi juga terjadi di daerah tujuan wisatawan. Namun, ini dampak positif dari pengganda ekonomi hanya merupakan cerminan sebagian dari nilai ekonomi total wisata alam karena ada juga nilai-nilai non-penggunaan yang signifikan untuk menambahkan ke dalam persamaan. Nilai-nilai ini termasuk nilai eksistensi yang merupakan jumlah individu akan siap untuk membayar untuk mengetahui bahwa daerah atau spesies terus ada (Tisdell, 2003). Penelitian Pendleton dan Rooke (2006) menunjukkan bahwa nilai-nilai non-pasar untuk scuba-diving atau snorkeling hari di perairan hangat rangers dari US $ 3 sampai US $ 199 per hari untuk snorkeling dan US $ 31 sampai US $ 319 per hari untuk scuba-diving, dengan surplus konsumen untuk non-penduduk umumnya melebihi bahwa bagi warga mereka mengutip karya leeworthy et al. Dengan cara yang sama bahwa efek langsung dan tidak langsung dapat dilihat dalam manfaat ekonomi pariwisata

(25)

satwa laut demikian juga, yang mereka terwujud dalam biaya membangun dan mempertahankan tujuan wisata alam dan atraksi. Biaya langsung adalah mereka yang terlibat dalam 'pembelian tanah, penyusunan rencana pengelolaan, belanja modal, pengembangan dan pemeliharaan jalan dan fasilitas, dan semua manajemen dan administrasi biaya berulang' (Wells, 1997, hal. 21).

Biaya tidak langsung menyangkut dampak negatif yang timbul, seperti kerusakan properti atau cedera pribadi yang disebabkan oleh satwa liar. Sementara ini mungkin kurang jelas daripada di lokasi terestrial mana kerusakan tanaman dan predasi ternak di pinggiran Taman Nasional telah banyak didokumentasikan (lihat, misalnya Newmarket al., 1994).

Keprihatinan menggambarkan kekuatan diferensial nyata tidak hanya antara berbagai jenis pemangku kepentingan tetapi juga di dalam masyarakat lokal itu sendiri, itu jauh dari membangun homogen dan, sebagai Burke y (1993) berpendapat, ada kebutuhan untuk mengungkap model keharmonisan masyarakat hidup. Anggota masyarakat dibedakan oleh etnis, kelas, jenis kelamin dan usia.

Tidak hanya ada ditandai perpecahan antara orang-orang di masyarakat dengan status istimewa dan miskin, tetapi bahkan di antara orang miskin, baris divisi yang tajam ditarik sesuai dengan acces ke sumber daya, pasar dan lapangan kerja, baik formal maupun informal. Dalam kasus perikanan pesisir di negara- negara berkembang, misalnya, situasinya mungkin mirip dengan yang dijelaskan oleh Ellis dan Allison (2004) untuk danau dan lahan basah di Afrika di mana rumah tangga wealtheir aset sendiri yang berkaitan dengan perikanan (kapal, jaring, perangkap) , serta lahan pesisir dan bisnis, dan mungkin memiliki kontrol atas daerah memancing terbaik.

Salah satu cara di mana marginalisasi lapisan masyarakat, termasuk orang tua dan cacat, dapat berbagi di ambil dari pendapatan ekowisata adalah melalui penjualan cinderamata wisata. Healy (1994) merangkum keuntungan dari rumah dan produksi kerajinan berbasis desa di bawah lima judul: kompatibilitas dengan

(26)

kegiatan pedesaan; manfaat ekonomi (khususnya distribusi yang lebih adil); pengembangan produk, keberlanjutan; dan pendidikan wisata.

Mungmachon (2012) dalam penelitiannya yang mempunyai tema “Pengetahuan dan Kearifan Lokal”, menjabarkan bahwa terabaikan pentingnya pengetahuan dan kearifan lokal. Dalam usia pendidikan sekolah, pengembangan globalisasi berfokus pada pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menguji pengetahuan dankearifan lokal di masyarakat dengan masalah akibat pembangunan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa orang-orang tidak sadar karena pengaruh yang masuk dan kemudian menyebar di dalam masyarakat. Pengaruh ini menyebabkan banyak masalah lingkungan dan sosial, termasuk hilangnya pengetahuan tradisional dan kearifan. Era globalisasi telah tiba, namun dampak negatif yang dirasakan. masalah mereka perlu dipelajari secara kolektif untuk memulihkan kearifan tradisional dan pengetahuan yang tetap,dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Kemasyarakatan merupakan suatu kekayaan, dan memiliki dampak lingkungan dan sosial yang positif.

Sutarso (2012: 505) menyampaikan tentang kaitan kearifan lokal dengan dunia pariwisata dengan tema “Menggagas Pariwisata Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal”, yang memberikan pendapat bahwa nilai lokal disamping mampu menginspirasi tumbuhnya kearifan lokal (local indigeneus), di satu sisi tumbuh menjadi nilai-nilai kehidupan yang memberi makna pada kehidupan dan interaksi sesama mereka. Nilai strategis budaya lokal telah menginpirasi berbagai daerah untuk mengembangkan potensi lokalitas dalam pengembangan pariwisata. Dengan pertimbangan tersebut, dijelaskan bahwa pengembangan pariwisata tidak boleh meminggirkan budaya dan spirit lokal.Perlu adanya gagasan pengembangan pariwisata yang sejalan dengan pengembangan budaya dan semangat manusia beserta cipta, rasa dan karsanya. Gagasan tersebut dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pembangunan daya tarik wisata didasarkan pada pembangunan masyarakat dan budayanya.

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran (mixed method), yang mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatifdan bentuk kuantitatif. Dalam pendekatan ini akan mengandung asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta pencampuran kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian (Creswell dan Clark, 2007). Penelitian ini juga menjelaskan hubungan kausalitas antara variabel independen (variabel kegiatan pariwisata) dengan variabel dependen (sumber daya pariwisata, proteksi destinasi wisata dan dampak ekonomi pariwisata).

3.2 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berasal dari data primer di lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari hasil survey lapangan, data instansional maupun survey sekunder dari buku / dokumen teknis.

3.3 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung atau unobserved variable yang sering juga disebut dengan variabel laten atau konstruk. Variabel penelitian ini meliputi :

A. Variabel Kegiatan Pariwisata 1. Atraksi Wisata a. Atraksi alam b. Atraksi budaya c. Atraksi buatan 2. Aksesbilitas wisata a. Sarana transportasi

(28)

b. Prasarana Transportasi 3. Ancilary a. Kelembagaan adat b. Kelembagaan profesional 4. Amenities a. Akomodasi b. Pendukung pariwisata B. Variabel kehidupan masyarakat

1. Karakteristik demografi a. Jumlah penduduk b. Pekerjaan penduduk

c. Tingkat pendidikan penduduk 2. Kegiatan Ekonomi

a. Penghasilan penduduk b. Pengeluaran penduduk

c. Penguasaan kegiatan ekonomi C. Variabel kebutuhan masyarakat

1. Kebutuhan fisik (Physiological need).

2. Kebutuhan memperoleh keamanan atau keselamatan (security or safety need),

3. Kebutuhan bermasyarakat (social need),

4. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan (Esteem need), 5. Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.4.1 Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, terdapat variabel eksogen dan endogen dalam penelitian ini. Definisi operasional dalam penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut :

(29)

1. Kegiatan pariwisata yang dimaksud dalam penellitian ini didefinisikan menjadi sejumlah variable yaitu : Atraksi Wisata yang dibagi menjadi atraksi alam, atraksi budaya, atraksi buatan. Tiap jenis atraksi akan dibagi kedalam tipologi atraksi yaitu atraksi berbasis site / lokasi dan atraksi berbasis even / kegiatan. Aksesbilitas wisata terdiri atas sarana transportasi dan prasarana transportasi yang memuat informasi kwalitas dan kuantitas. Ancilary yang didefinisikan kedalam kelembagaan yang ada di Nusa Penida terkait dengan pengelolaan potensi wisata baik kelembagaan adat maupun kelembagaan professional. Amenities yang dijabarkan terkait dengan ketersediaan dan lokasi akomodasi dan fasilitas pendukung pariwisata

2. Definisi kehidupan masyarakat lebih ditekankan pada karakteristik demografi dan kegiatan ekonomi masyarakat. Karakteristik demografi dijabarkan menjadi jumlah penduduk, pekerjaan penduduk dan tingkat pendidikan penduduk.

3. Kebutuhan masyarakat di definisikan kedalam kebutuhan fisik (Physiological need), ebutuhan memperoleh keamanan atau keselamatan (security or safety need), kebutuhan bermasyarakat (social need), kebutuhan untuk memperoleh kehormatan (Esteem need), kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan

3.4.2 Pengukuran Variabel

Dalam penelitian terdapat 2 (dua) jenis angket yaitu angket terbuka dan angket tertutup. Penelitian ini menggunakan angket tertutup, yaitu angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa, sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan memberikan tanda silang (x) atau tanda check list (v). Check list atau daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang diamati (Riduwan, 2008: 99-100). Angket ini disebarkan kepada masyarakat yang bergerak pada sektor pariwisata di Nusa Penida. Pengukuran merupakan hal yang wajib

(30)

dilaksanakan dalam penelitian ilmiah, karena pengukuran adalah jembatan untuk menuju observasi. Penelitian selalu mengharuskan pengukuran variabel dalam bidang yang diteliti. Prosedur pengukuran variabel dimulai dari pembuatan definisi operasional variabel. Di dalam kerangka pemikiran telah dikemukakan mengenai variabel-varibel penelitian.Untuk mempermudah analisis data, maka variabel yang digunakanharus terukur terlebih dahulu, pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah menggunakan skala likert. Skala Likert adalah skala pengukuran dengan lima kategori respon yang berkisar antara “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju” yang mengharuskan responden menentukan derajat persetujuan atau ketidak setujuan mereka terhadap masing-masing dari serangkaian pernyataan mengenai obyek stimulus (Malhotra, 2005: 298). Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dengan lima tingkat degradasi nilai. Alternatif jawaban mempunyai bobot atau skor nilai sebagai berikut:

Sangat Tidak Setuju (STS) = diberi skor 1 Tidak Setuju (TS) = diberi skor 2 Netral (N) = diberi skor 3 Setuju (S) = diberi skor 4 Sangat Setuju (SS) = diberi skor 5

Indikator- indikator yang terukur dapat dijadikan landasan untuk membuat item instrument yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab oleh responden yang bersangkutan. Penggunaan skala likert pada variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian dijadikan sebagai ukuran untuk menyusun instrument berupa pertanyaan atau pernyataan. Skala likert ini kemudian menskala individu yang bersangkutan dengan menambah bobot dari jawaban dipilih. Nilai rata-rata dari masing-masing responden dapat dikelompokkan dalam kelas interval dengan jumlah kelas = 5, sehingga interval tersebut dapat dihitung sebagai berikut:

(31)

Nilai maksimum - nilai minimum Interval = Jumlah kelas

= 5 – 1 / 5 = 0,80

Dari informasi diatas diketahui kriteria pendapat responden mengenai penerapan pariwisata kerakyatan, partisipasi masyarakat dan pemerintah, potensi wisata, proteksi destinasi wisata , dan pembangunan ekonomi pariwisata,adalah sebagai berikut:

a. Nilai jawaban 1 ,00 - 1 ,79 = Sangat Tidak Setuju b. Nilai jawaban 1 ,80 - 2,59 = Tidak Setuju

c. Nilai jawaban 2,60 - 3,39 = Netral d. Nilai jawaban 3,40 - 4, 1 9 = Setuju e. Nilai jawaban 4,20 - 5,00 = Sangat Setuju

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah analisis SEM. Penelitian ini diolah menggunakan program SPSS dan AMOS. SPSS digunakan untuk input data yang diperoleh dari hasil penelitian, sedangkan aplikasi AMOS digunakan untuk tampilan hasil penelitian yang mudah agar bisa dilihat hubungan antar variabelnya. Adapun asumsi-asumsi penggunaan SEM menurut Ferdinand (2002: 51), bahwa asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis dengan pemodelan SEM adalah sebagai berikut:

1. Ukuran Sampel

Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan ini adalah minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan 5 observasi untuk setiap estimated parameter. Karena itu bila kita mengembangkan model dengan 20 parameter, maka minimum sampel yang harus digunakan adalah sebanyak 100 sampel.

(32)

Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik. Uji normalitas ini perlu dilakukan baik untuk normalitas terhadap data tunggal maupun normalitas multivariat dimana beberapa variabel digunakan sekaligus dalam analisis akhir. Uji linearitas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas. Dengan menggunakan kriteria critical ratio sebesar ± 2,58, pada tingkat signifikansi 0, 01 (1%) dapat disimpulkan bahwa berdistribusi normal (Ferdinand, 2002: 174).

3. Outliers

Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya. Evaluasi outliers univariat yang mempunyai z- score ≥ 3.0 akan dikategorikan sebagai outliers, sedangkan evaluasi outliers multivariat memiliki tingkat signifikansi 0,001 berdasarkan nilai chi-square pada derajad bebas yang ditentukan (Ferdinand, 2002: 174-175).

4. Multicollinearity dan Singularity

Multikolinearitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians sangat kecil (extremely small) memberi indikasi adanya problem multikolinearitas atau singularitas. Nilai determinan matriks kovarians sampel yang jauh dari angka nol mencerminkan bahwa tidak ada mutikolinearitas atau singularitas (Ferdinand, 2002: 176).

(33)

NO JENIS KEGIATAN TAHUN 2015 M AR A P R ME I

JUN JUL AGS SE

P OKT 1. Penjajagan 2. Pengumpulan Data 3. Pengolahan Data 4. Draf Laporan 5. Lokakarya/Seminar 6. Penyusunan Laporan

7. Laporan Akhir dan Penggandaan

BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN 4.1 Pembiayaan (TAHUN I)

No. Jenis Pengeluaran Biaya (Rp) Ket. (%)

1. Gaji dan Upah Rp. 7.500.000 30%

2. Bahan Habis Pakai dan Peralatan Rp. 10.000.000 40%

3. Perjalanan Rp. 2.500.000 10% 4. Lain-Lain (Adminintrasi, Laporan, Lokakarya/Seminar, dan Publikasi) Rp. 5.000.000 20% JUMLAH Rp. 25.000.000 100% 4.2 Jadwal Penelitian

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Ekowisata. http://id.wikipedia.org/wiki/Ekowisata. Anonim.2003. Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg

Bali.http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/9/17/bd1hl.htm.

Buckley, R. (2003) Case Studies in Ecotourism. CAB International, Wallingford, UK.

Cooper, C., Fletcher, J., Gilbert, D., Shepherd, R. And Wanhill, S.(1998) Tourism: Principles and Practice. Prentice-Hall, Harlow, UK>

Fachruddin Hari A.P., Achmad Fahrudin, Niken T M Pratiwi, Setyo Budi S. Kajian Kejerlanjutan Pengelolaan Wisata Pantai di Pantai Pasir Putih Bira, Bulukumba Sulawesi Selatan. Jurnal kepariwisataan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan Badan Pengembangan Sumber Daya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi kreatif. Vol 8 Nomor 3 September 2013.

Ferdinand, A. 2002.Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen.Semarang : Fakultas Ekonomi Undip.

Gallego, Maria SantanaRodriguez, Francisco J. Ledesma., and rodriguez, Jorge V. Perez (2011). On The Relationship Between Tourism and Trade, In Fabio Cerina, Anil Markandya and Michael McAleer (Eds.) Economics of Sustainable Tourism, Newyork : Routledge.

Healy, R. (1994) Tourist merchandise as a means of generating local benefits from ecotourism. Journal of Sustainable Tourism 2(3), 137-151. http ://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/35.joko-sutarso-ums.pdf

Kadir, N. and Jusoff K. (2010). The Cointegrasion and causality test for tourism and trade in Malaysia. International Journal of Economics and Finance. Vol 2(1)

Kallayanamitra, C. 2012. Sustainability of Community-Based Tourism: Comparison of Mae Kam Pong Village at Chiang Mai Province and Ta Pa Pao Village. Lamphun Province.

(35)

King, P. 2000. Protecting Local Heritage Places.Australian Heritage Commission.Planning Excellence Award 1999-2000.

Kongprasertamorn, K. 2007. Local Wisdom, Environmental Protection and CommunityDevelopment : The Clam Farmers In Tambon Bangkhunsai, Phetchaburi Province, Thailand.MANUSYA: Journal of Humanities 10.1. Mungmachon, M.R. 2012.Knowledge and Local Wisdom: Community Treasure.

International Journal of Humanities and Social Science.Ubon Ratchathani University, Thailand. Vol. 2 No. 13.

Newmark, W.D., Manyanza, D.N., Gamassa, D.-G.M. and Sariko, H.I. (1994) The conflict between wildlife and local people living adjacent to protected areas in Tanzania: human density as a predictor. Conservation Biology 8, 249-255.

Nizar, Muhammad Afdi. (2011, Juni) Pengaruh Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

Pedleton, L.H. and Rooke, J. (2006) Understanding the potential economic impact of SCUBA diving and snorkelling: California. Available at:

http://linwoodp.bol.ucla.edu/dive.pdf

Putra, K.G.D. 2009.Tinjauan Strategis, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya dan Masyarakat Lokal di Indonesia. http://kgdharmaputra.blogspot.com/2009/08/tinjauan-strategis-peluang- dan.html.

Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika. Bandung : Alfabeta

Rodger, K., Moore, S.A. and Newsome, D. (2007) Wildlife tours in Australia: characteristics, the place of science and sustainable futures. Journal of SustainableTourism 15(2), 160-179.

Setiawina, N.D. 2013. Sistem Ekonomi Kerakyatan. Denpasar: Universitas Udayana.

Shan J. and Wilson K. (2001) Causality between trade and tourism : empirical evidence from china. Applied Economics Letters. Vol. 8 pp 279 – 283

SIRGY M. J. (1985). Using Self-Congruity And Ideal Congruity To Predict Purchase Motivation. Journal of business research, 13, 195 – 200.

(36)

Susilo, S.B. (2003), Keberlanjutan pembangunan pulau – pulau kecil : Studi kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari Kepulauan Seribu (Disertasi). Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2003. 233p

Sutarso, J. t.t.MengagasPariwisata Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal.

Tisdell, C. (2003) Economic aspects of ecotourism: wildlife-based tourism and its contribution to nature. Sri Lankan Journal of Agricultural Economics 5(1), 83-95.

Utama, M.S. dan Kohdrata, N. 2011.Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan Kearifan Lokal (Modul Pembelajaran). Denpasar: Universitas Udayana. Vipriyanti, N.U. 2008. Banjar Adat and Local Wisdom : Community Management

for Public Space Sustainability in Bali Province. Konferensi Biennial IASC ke-12.England 14-18 Juli.

Wells, M.P. (1997) Economic perspectives on nature tourism, conservation and development. Environment Department Papers No. 55. Environmental Economic Series. Environmentally Sustainable Development. The World Bank. Available at:

http://www.icrtourism.org/publications/Economicperspectivestourism.pdf Wisnawa, M.B. 2012. Pariwisata Kerakyatan.

http://madebayu.blogspot.com/2012/02/pariwisata-kerakyatan.html.

World Tourism Organization. 2006. Cultural Tourism and Local Communities. UNWTO International Conference on Cultural Tourism and Local Communities.Yogyakarta 8-10 Februari.

(37)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. JUSTIFIKASI PENGUNAAN ANGGARAN

TAHUN 2015

No. Uraian Volume

Harga Satuan

Jumlah

(Rp.) %

20.00%

1 Ketua Peneliti (1 orang, 8 bulan) 8 OB 300.000 2.400.000

2 Anggota Peneliti (2 orang, 8 bulan) 19 OB 200.000 3.800.000

3 Pengolah Data (1 penelitian) 1 Paket 1.3000.000 1.300.000

7.500.000 II BAHAN HABIS PAKAI DAN

PERALATAN

Alat Tulis Kantor

40.00%

1 Kertas HVS A4 70 gram Cap Sinar

Dunia isi 500 lbr 20 Buah 40.000 800.000

2 Bateray Alkaline AA 20 Buah 5.000 100.000

3 CD-RW isi 5 buah 30 Buah 3000 90.000

4 Ballpoint Biasa Merk Pilot Isi 12 20 Buah 1500 30.000

5 Map Box File Bantex 40 Buah 5000 200.000

6 Map Holder Plastik 40 Buah 5000 200.000

7 Buku Kwitansi Besar Isi 100 4 Buah 15000 60.000

8 Binder Clips 70 Kotak 1000 70.000

9 Tinta HP Laserjet C8061 X Colour 2 Buah 2.000.000 4.000.000

10 Tinta HP Laserjet C8061 X Black 2 Buah 1.850.000 3.700.000

11 Kertas C.D. Folio 10 Buah 35.000 350.000

12 Kertas F4 Sinar Dunia 70 gram 10 Buah 40.000 400.000

10.000.000

III PERJALANAN

1 Sewa Kendaraan (Kota Denpasar- Kab.Klungkung) (3 orang, 3hari/bulan, 8 bulan)

30 OH 55.000 1.650.000 10.00%

2 Sewa Boat Penyebrangan Sanur –

Nusa Penida 10 OH 85.000 850.000

2.500.000 IV LAIN-LAIN (administrasi, publikasi,

lokakarya/seminar, laporan)

1 Administrasi Kelembagaan 1 Paket 500,000 100,000

25.00%

2 Publikasi (Jurnal Nasional,

Internasional, HaKI) 1 Paket 1.400.000 1,000,000

3 Seminar 1 Paket 2.500.000 1,000,000

4 Laporan 1 Paket 855,000 400,000

5.000.000

(38)

2. DUKUNGAN PRASARANA

Penelitian menggunakan Laboratorium Destinasi Pariwisata, Program Studi (S1) Destinasi Pariwisata, Fak. Pariwisata, Universitas Udayana. Ada pun yang disediakan oleh laboratorium adalah data based, peminjaman alat perekam (3 Unit), Kamera Pro (1 Unit), LCD (1 Unit), Layar (1 Unit) dan Laptop (2 Unit). Termasuk pula peminjaman ruangan laboratorium untuk rapat tim peneliti dan presentasi-presentasi hasil sementara penelitian.

3. SUSUNAN ORGANISASI PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS

No Nama / NIDN Instansi Asal Bidang ilmu

Alokasi waktu

(jam/minggu) Uraian Tugas

1. Ida Bagus Suryawan, ST, M.Si PS. S1 Destinasi Pariwisata, Fak. Pariwisata, Univ. Udayana Kepariwisataan (699) 10 jam/minggu -Koordinasi -Riset Lapangan -Interpretasi Data 2. Made Sukana, SST. Par.,M.Par. PS. S1 Industri Perjalanan Wisata, Fak. Pariwisata, Univ. Udayana Kepariwisataan (699) 6 jam/minggu -Riset Lapangan -Pengayaan Konseptua- Teoritis Pariwisata -Interpretasi Data

3. I Gede Anom Sastrawan, S.Par PS. S1 Destinasi Pariwisata, Fak. Pariwisata, Univ. Udayana Kepariwisataan (699) 6 jam/minggu -Riset Lapangan -Pengolahan Data -Interpretasi Data

(39)

4. BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENELITI SERTA MAHASISWA YANG TERLIBAT

3.1. KETUA PENELITI A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) Ida Bagus Suryawan, ST, M.Si L 2. Jabatan Fungsional Asisten Ahli

3. Jabatan Struktural III a

4. NIP/NIK/No.Identitas lainnya 197812292005 01 001

5. NIDN 0029127802

6. Tempat dan Tanggal Lahir Palangkaraya, 29 Desember 1978

7. Alamat Rumah Jl. Cokroaminoto gang Jempiring No.3 Ubung - Denpasar Utara

8. Nomor Telepon/Faks /HP 08123806658 9. Alamat Kantor Jl. R Goris No. 7 10. Nomor Telepon/Faks 0361 223798

11. Alamat e-mail inigusmail@yahoo.com

12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= 12 orang; S-2= 0 Orang; S-3= 0 Orang 13. Mata Kuliah yg diampu 1. Kebijakan Pembangunan Pariwisata

2.Perencanaan Kawasan Wisata 3.Proses Perencanaan Pariwisata 4.Pengantar Statistik

5.Statistik Pariwisata 6. Metodelogi Penelitian

7. Pembiayaan Pembangunan Pariwisata 8. Studi Dampak Pariwisata

9. Studi Kelayakan Pariwisata 10. Geografi Pariwisata 11. Wisata Perkotaan

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Institut Teknologi Nasional Malang

Universitas Udayana

Bidang Ilmu Teknik Planologi Ilmu Lingkungan

Tahun Masuk 1997 2007

Tahun Lulus 2002 2012

Judul Skripsi/Thesis/Disertasi Arahan

Pemanfaatan Ruang dalam Penanganan Arus Migrasi masuk di Kota Denpasar

Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di Desa Cau Belayu

(40)

Nama Pembimbing/Promotor Agustina Nurul Hidayati, Ibu Sasongko

Prof. Made Antara, Prof. Kasa

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi,

Thesis dan Desertasi)

No. Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2013 Pengembangan desa Wisata di Kecamatan Sebatik induk kabupaten

APBD 87

2. 2013 Pemetaan Pola Guna Lahan di kawasan Mangupura Kabupaten

APBD 180

3. 2013 Revisi Tata Ruang Jalur Hijau di Kabupaten Jembrana

APBD 170

4. 2013 Pengembangan dan Pemutahiran Web BIPR

APBN 460

5. 2012 Penyusunan RIPPDA Kabupaten Nunukan

APBD 350

6. 2012 Pemetaan Pencemaran Limbah B3 di Denpasar Timur

APBD 44

7. 2011 Pengembangan Sumber Daya Manusia di Kawasan Geopark Kintamani

APBN 350

8. 2011 Penyusunan Ranperda Ketenagalistrikan Provinsi Bali

APBD 78

9. 2011 Evaluasi Kinerja SPAM di Provinsi Bali

APBN 170

10 2011 Penyusunan Ranperda Pertambangan Batuan Provinsi Bali

APBD 86

11 2010 Pengembangan Kelembagaan dalam APBD 80 12 2010 Percepatan Penyediaan Infrastruktur di

Provinsi Bali (Jalan Tol Soka - Seririt, IPLT Suwung)

APBD 94

13 2009 Penyusunan Database Subak Sawah APBD 72

14 2009 Penyusunan Database Subak Abian APBD 74

15 2009 Monitoring dan Evaluasi Program CBD 140 desa adat di Kabupaten

Tabanan

(41)

16 2009 Penyusunan Standar Harga Barang di Kabupaten Klungkung

APBD 44

17 2009 Penyusunan Data Tata Ruang Provinsi Bali

APBD 92

18 2008 Penyusunan SLHD Kabupaten Klungkung

APBD 75

19 2008 Penyusunan RPIJM Provinsi Bali APBD 170 20 2008 Fasilitasi perumahan Swadaya di

Provinsi Bali

APBD 45

21 2008 Evaluasi pemanfaatan lahan di Kabupaten Buleleng

APBD 89

22 2008 Penyusunan Sistem Informasi Manajemen Jalan di Kabupaten Bangli

APBD 148

23 2008 Penyusunan Sistem Informasi Pendidikan di Kabupaten Buleleng

APBD 146

24 2008 Pemetaan dan Penelitian Pasir di Provinsi Bali

APBD 42

25 2008 Penyusunan Sistem Informasi Pariwisata di Kabupaten Bangli

APBD 41

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun

Judul Pengabdian

Pendanaan

Sumber Jml (Juta Rp.)

1. 2013 Pendampingan penyusunan UPL UKL Queen Hotel

Pemrakarsa 15

2. 2013 Pendampingan penyusunan UPL UKL MA Hotel

Pemrakarsa 15

3. 2013 Pendampingan penyusunan UPL UKL Hotel Aniyar

Pemrakarsa 15

4. 2013 Pendampingan penyusunan UPL UKL Queen Hotel

Pemrakarsa 15

5. 2013 Pendampingan penyusunan UPL UKL Hotel Fortune

Pemrakarsa 15

6. 2012 Pengembangan Belulang Spiritual Dreamland

Swadaya desa

2

7. 2012 Penyusunan jalur / tracking sungai di Cau Belayu

Swadaya 0,5

8. 2012 Penentuan harga paket wisata di Formadat -9. 2011 FGD Pengelolaan Pusat Kuliner di

Lempenge

Swadaya DPRD

6

10. 2011 Sosialisasi Mitigasi Bencana di Lombok Utara

APBD 30

Gambar

Gambar 2.1 Masyarakat sebagai pengalaman berwisata  Sumber: Konfererensi Internasional WTO (2006)

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi publik adalah proses menggunakan pesan untuk menghasilkan makna dalam situasi di mana satu sumber mengirimkan pesan ke banyak penerima yang disertai komunikasi

Elaboration Likehood Theory merupakan teori persuasi yang populer dan dikemukakan oleh Richard Petty & John Cacioppo (1986) yang berasumsi bahwa orang

Pemberian parit pada areal tidak meningkatkan berat biji per hektar dibandingkan tanpa parit namun pemberian bahan organik di dalam parit meningkatkan berat biji per

Bila dalam pengambilan keputusan secara aklamasi teijadi kemacetan (dead klock) yang berarti ada yang setuju dan tidak setuju, maka musyawarah diskors / ditunda untuk

Dengan tujuan menghasilkan potensi gas Landfill yang dihasilkan dari penguraian limbah organik Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang Kabupaten Bekasi sebagai

Scanned

EFEKTIFITAS FLASH CARD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS TK-A2 DI SLB NEGERI CICENDO KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Laporan Tugas Akhir ini mengkaji tentang masalah potensi wisata yang terdapat di Pasar Jumat Karanganyar, strategi pengembangan Pasar Jumat Karanganyar, dan