• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN BREAKWATER DI LAMONGAN JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN BREAKWATER DI LAMONGAN JAWA TIMUR"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN BREAKWATER DI LAMONGAN JAWA TIMUR

Nama mahasiswa : Marines Febriani

NRP : 3107 100 099

Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen pembimbing : Ir. Fuddoly, MSc

Prof.Dr.Ir. Herman Wahyudi

ABSTRAK

Luas wilayah perairan di Indonesia sangatlah besar, Indonesia membutuhkan fasilitas penunjang transportasi melalui jalur laut. Komponen-komponen utama transportasi jalur laut adalah laut kapal serta fasilitasnya. Namun kebutuhan fasilitasnya di Indonesia masih sangat minim. Oleh karena itu perlu direncanakan pembangunan fasilitas perawatan dan perbaikan kapal. Rencananya fasilitas tersebut akan dibangun di Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, propinsi Jawa Timur. Dengan dibangunnya fasilitas perawatan dan perbaikan ini diharapkan dapat mengurangi pengantrian kapal yang akan menggunakan fasilitas serupa di Tanjung Perak Surabaya sehingga pengoperasian kapal untuk mendukung kegiatan distribusi barang melalui jalur laut dapat berjalan cepat, efektif serta efisien.

Direncanakan breakwater pada fasilitas perawatan dan perbaikan kapal dikarenakan kapal-kapal yang akan memasuki fasiltas tersebut merupakan kapal dengan muatan kosong (draft kosong) sehingga kapal tersebut mudah oleng terkena gelombang. Oleh karena itu alas an tersebut breakwater pada fasilitas ini dibangun.

Breakwater ini dibangun menggunakan dua tipe struktur yaitu rubble mound dengan armour layer berupa tetrapod yang dibangun mulai elevasi +2 mLWS sampai dengan -8.5 mLWS dan monolith atau dinding tegak menggunakan tiang pancang berupa steel pipe piles Ø120 cm yang disusun secara berjajar dimulai pada elevasi -8.5 mLWS sampai dengan -9 mLWS. Biaya total yang dibutuhkan dalam pembangunan breakwater ini sebesar Rp. 354.599.439.000,00.

Kata kunci : Lamongan, Breakwater, Monolith, Rubble mound, Tetrapod.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan luas daratan 1.922.507 Km2 yang terdiri dari 17.504 pulau besar dan kecil, dan luas perairan 3.257.483 Km2. Karena luas wilayah perairan yang begitu besar, Indonesia membutuhkan fasilitas penunjang transportasi melalui jalur laut. Kelebihan transportasi melalui jalur laut yaitu dapat melakukan pendistribusian barang dalam jumlah yang cukup besar dengan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan transportasi jalur darat maupun udara. Komponen-komponen utama transportasi laut adalah laut, kapal serta fasilitasnya. Namun untuk kebutuhan fasilitasnya di Indonesia masih sangat minim. Oleh karena itu perlu direncanakan pembangunan fasilitas perawatan dan perbaikan kapal.

Fasilitas perawatan dan perbaikan kapal tersebut rencananya akan dibangun di wilayah pantai utara Jawa. Posisi tersebut dipilih karena semakin banyak armada kapal yang

beroperasi di area Jawa timur dan tidak memungkinkan lagi untuk menggunakan fasilitas perawatan dan perbaikan kapal di Tanjung Perak Surabaya, karena akan terjadi pengantrian yang cukup lama. Selain itu lokasi ini juga memiliki aksesibilitas yang baik untuk kapal dari sisi laut maupun darat serta tidaklah memiliki gelombang sebesar pantai selatan Jawa. Walaupun demikian lokasi tersebut juga memiliki gelombang yang cukup besar

sehingga diperlukan sebuah penahan

gelombang (Breakwater) yang dapat meredam gelombang masuk ke dalam area perawatan dan perbaikan kapal. Oleh karena itu dibutuhkan perencanaan struktur yang kuat untuk menahan gelombang dan pemilihan tipe

breakwater yang tepat mengingat fungsi dari

fasilitas ini sebagai tempat perawatan dan perbaikan kapal yang rusak sehingga dibutuhkan kondisi laut yang tenang agar tidak mengganggu pekerjaan di dalam fasilitas tersebut.

Dengan dibangunnya breakwater ini diharapkan fasilitas perawatan dan perbaikan tersebut dapat beroperasi semaksimal mungkin agar kapal yang rusak dapat segera

(2)

memperlancar pengoperasian armada kapal untuk mendukung kegiatan distribusi barang melalui jalur laut dapat berjalan cepat, efektif serta efisien.

1.2 Lokasi

Lokasi rencana fasilitas perawatan dan perbaikan kapal beserta breakwaternya terletak di Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur dengan posisi geografis 11225’15,38” BT dan 652’29,25” LS (lihat Gambar 1.1 dan 1.2).

Gambar 1.2 Peta Hydral Desa Kemantren (Sumber :Bakorsurtanal 2006) 1.3 Tujuan

1. Mampu mengevaluasi layout (Lihat Gambar 1.3) serta kebutuhan dimensi breakwater. 2. Mampu merencanakan detail breakwater

menggunakan dua tipe struktur yaitu

Monolith dan Rubble mound.

3. Perhitungan struktur breakwater tipe Rubble

mound menggunakan dua alternatif primary layer yaitu batu dan tetrapod.

4. Mampu merencanakan metode pelaksanaan yang efisien.

5. Mampu menghitung rencana anggaran biaya.

Gambar 1.3 Layout perencanaan breakwater

1.4. Lingkup Pekerjaan

1. Evaluasi layout alur pelayaran dan breakwater.

2. Perencanaan detail struktur breakwater. 3. Perencanaan metode pelaksanaan. 4. Perhitungan rencana anggaran biaya.

1.5. Batasan Masalah

1. Data-data yang digunakan dalam analisis adalah data sekunder

2. Layout yang digunakan merupakan layout yang disepakati oleh owner dan perencana sehingga tidak membuat layout baru.

3. Tidak merencanakan dan mengkaji

pengerukan.

4. Tidak menghitung besarnya sedimentasi

yang terjadi.

1.6. Metodologi

Terlihat pada Gambar 1.4.

K EP AL A BR EA KW ATER   BM1 1 U -9.00 -8.00 -7.00 -6.00 -4.00 -2.00 0.00 +2.00 +5.00 +10.00+7.00 -8.00 -7.00 -6.00 -4.00 -2.00 0.00 +2.00 +5.00 +7.00 +10.00 +15.00 B re ak w ate r tip e Rubbl e M ound B re ak w ate r tipe M onol it h +15.00 2 3 570,32 553,12 Pendahuluan Tinjauan Pustaka Evaluasi Layout Kriteria Perencanaan Breakwater Perhitungan Struktur Breakwater Perencanaan Metode Pelaksanaan Perhitungan Rencana Anggaran Biaya Penutup

Mempelajari latar belakang dan permasalahan yang ada di proyek

Mempelajari dasar teori, konsep, dan perumusan yang akan dipakai dalam perencanaan Data yang digunakan berupa data sekunder :

 Data topografi dan bathymetri

 Data pasang surut

 Dara arus

 Data angin

 Data tanah

Analisis data meliputi :

 Analisis data topografi dan bathymetri

 Analisis pasang surut

 Analisis arus

 Analisis angin

 Analisis gelombang

 Analisis data tanah

Pengumpulan dan Analisis Data

 Evaluasi alur pelayaran

 Evaluasi layout breakwater

 Peraturan yang digunakan

 Kriteria kapal rencana

 Kualitas bahan dan material

 Pemilihan tipe struktur yang

digunakan

 Penentuan tinggi gelombang rencana

 Perhitungan gaya-gaya yang bekerja

 Perencanaan struktur bagian atas dan

bawah

 Penentuan elevasi puncak breakwater

 Gambar rencana

 Masa Prakonstruksi

 Masa Konstruksi

 Harga material

 Analisis harga satuan

 Perhitungan volume pekerjaan

 Perhitungan rencana anggaran biaya

(3)

Gambar 1.4 Metodologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan secara garis besar teori-teori yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Beberapa teori yang perlu dijelaskan yaitu :

BAB III

PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 3.1. Umum

Breakwater ini berada di wilayah pantai utara Jawa, tepatnya di perairan Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Propinsi

Jawa Timur. Posisi geografisnya sekitar

11225’15,38” BT dan 652’29,25” LS. Rencana pembangunan breakwater ini didasarkan pada layout yang telah ditetapkan.

Sebelum dilakukan perencanaan detail breakwater ini, terlebih dahulu perlu dilakukan pengumpulan dan analisis data. Data-data yang digunakan merupakan data sekunder.

3.2. Data Bathymetri dan Topografi 3.2.1. Data Bathymetri

Peta bathymetri seluas ±40 Ha (1000 m melebar sepanjang pantai dan 400 m ke arah laut) diperoleh dari survey pada tahun 2008. Dari kondisi kedalaman di sekitar wilayah perairan Desa Kemantren bervariasi hingga kedalaman -9.2 m LWS pada sisi perairan terluar yang merupakan ujung breakwater. Peta bathymetri secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.1.

3.2.2. Data Topografi

Berdasarkan hasil pemetaan Topografi seluas ±30 Ha, kondisi topografi di areal rencana pembangunan merupakan tanah kosong serta perkebunan berbukit dengan variasi ketinggian hingga ketinggian maksimum ±45 m LWS. Peta Topografi secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.1 dan koordinat titik patok BM (Bench Mark) dapat dilihat pada tabel 3.1

Gambar 3.1 Peta Bathymetri dan Topografi Tabel 3.1 – Koordinat Titik patok BM

3.3. Data Arus

Data arus pada daerah perairan Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan bisa diambil berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan 30-31 maret 2004 di Tanjung Pakis Lamongan, gambar 3.2.

Gambar 3.2 – Data Arus Tanjung Pakis

Lamongan

Secara umum, dari data pengamatan arus laut yang dilakukan pada tanggal tersebut dapat disimpulkan bahwa :

 Kecepatan bervariasi antara 0.01-0.13 m/s dengan arah Barat laut dan Timur Laut.

Pada kondisi spring tide arah arus secara dominan menuju arah Barat Laut dengan kecepatan maksimum 0.08 m/s.

Pada kondisi neap tide arah arus secara dominan menuju arah Timur Laut dengan kecepatan maksimum 0.13 m/s.

Kecepatan arus relatif tenang karena kecepatan maksimum adalah 0.13 m/s, jauh lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan arus maksimum untuk pelabuhan agar tidak mengganggu kapal bermanuver, yaitu 1.5 m/s (3 knot). Sehingga besar kecepatan arus ini tidak menjadi masalah.

K EP AL A BR EA KW ATER   BM1 1 U -9.00 -8.00 -7.00 -6.00 -4.00 -2.00 0.00 +2.00 +5.00 +10.00+7.00 -8.00 -7.00 -6.00 -4.00 -2.00 0.00 +2.00 +5.00 +7.00 +10.00 +15.00 B re ak w ate r tip e Rubbl e M ound B re ak w ate r tipe M onol it h +15.00 2 3 570,32 553,12

(4)

3.4. Data Pasang Surut

Data pasang surut dianalisis pada kondisi spring

tide dan neap tide. Pengamatan dilakukan pada

tanggal 2-16 januari 2008 dan menghasilkan kondisi

spring pada tanggal 8-13 januari 2008 serta kondisi neap pada tanggal 14-16 januari 2008, Lihat gambar

3.3.

Dari data hasil pengamatan didapatkan bahwa perilaku pasang surut pada perairan Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan memiliki tipe pasang surut campuran dan cenderung harian ganda (mixed, dominantly semi diurnal tides) dengan F =0.73.

Dari pembacaan Peal Schaal (lihat gambar 3.4) didapatkan data sebagai berikut :

Beda pasang surut sebesar 2.20 m.

Elevasi HWS (High Water Spring) pada +2.20 mLWS.

 Elevasi MSL (Mean Sea Level) pada +1.10 mLWS. Elevasi LWS (Low Water Spring) pada ±0.00

mLWS.

Gambar 3.3 – Grafik pasang surut

Gambar 3.4 – Pembacaan Peal Schaal 3.5. Data Angin

Data angin diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Juanda Surabaya seperti yang terlihat pada Tabel 3.2. Data angin yang didapat yaitu selama tahun 2001-2010. Berdasarkan informasi bahwa gelombang yang terjadi pada bulan Desember-Maret cukup besar, sedangkan pada bulan Mei-Oktober gelombang yang terjadi relative lebih kecil.

Kecepatan Angin yang berhembus rata-rata sebesar 4.3-11.7 knots (2.21-6.02 m/s) dari arah utara. Sedangkan kecepatan angin maksimum sebesar 10-40 knots (5.14-20.58 m/s). Angin dengan kecepatan maksimum dominan datang dari arah barat laut tetapi berdasarkan data tersebut angin maksimum sebesar 40 knots (20.58 m/s) datang dari arah timur laut.

3.6. Analisis Gelombang 3.6.1. Panjang Fetch

Panjang fetch dihitung berdasarkan arah angin yang berpengaruh pada lokasi pantai Tanjung Pakis. Secara geografis, pantai Tanjung Pakis ini terletak di pantai Utara Jawa dengan orientasi pantai menghadap kearah Utara, maka arah angin yang berpengaruh pada perhitungan fetch adalah Barat Laut, Utara dan Timur Laut. Sedangkan untuk arah lainnya tidak perlu diperhitungkan karena merupakan daratan dan bukan daerah bangkitan gelombang.

Dengan menganalisa posisi geografis Pantai maka panjang fetch efektif dari arah angin yang berpengaruh dapat di gambar dan ditentukan. Sketsa perhitungan fetch dapat dilihat pada gambar 3.5 sampai dengan gambar 3.7, sedangkan perhitungan fetch efektif dapat dilihat pada tabel 3.3.

Gambar 3.5 – Fetch Efektif arah Barat Laut

Gambar 3.6 – Fetch Efektif arah Utara

Gambar 3.7 – Fetch Efektif Timur Laut Tabel 3.3 – Perhitungan Panjang Fetch efektif

(5)

3.6.1. Tinggi dan Periode Gelombang pada Laut Dalam

Berdasarkan hasil perhitungan panjang fetch pada Tabel 3.3 dapat dilakukan perhitungan tinggi dan periode gelombang yang terjadi di laut dalam dengan menggunakan metode Sverdrup Munk Bretschneider (SMB) yang telah dimodifikasi (Shore Protection Manual, 1984).

Dalam perhitungan tinggi dan periode gelombang laut dalam data angin pada Tabel 3.2. diperlukan tambahan faktor koreksi terhadap kecepatan angin yang ada. Faktor koreksi yang digunakan yaitu koreksi terhadap suhu (RT) dan terhadap perbedaan ketinggian antara di laut dan di darat (RL). Untuk mendapatkan besarnya faktor koreksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan 2.8.

Perhitungan tinggi dan periode gelombang dapat dilihat pada Tabel 3.4 sampai Tabel 3.5.

Dari Tabel 3.4 dapat kita rangkum selama pertahun tinggi gelombang maksimum yang didapatkan dari perhitungan teoritis menggunakan metode SMB dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5 – Tinggi Gelombang maksimum

pertahun yang didapat dari perhitungan metode SMB

Pada Tabel 3.5 didapatkan tinggi gelombang maksimum selama sepuluh tahun sejak 2001-2010 sebesar 10.44 meter dengan lama berhembusnya angin sebesar 18 jam dan dari arah Timur Laut. Hasil tersebut sangat tidak mungkin terjadi pada keadaan

nyata dilapangan dikarenakan angin maksimum sebesar 10.44 meter berhembus selama 18 jam. Angin tersebut datang dari arah Timur Laut yang terpengaruh oleh angin musim timur. Angin musim timur dikenal tidak membahayakan karena kecepatan anginnya tidak terlalu besar. Jadi sangat amat tidak memungkinkan hasil dari perhitungan secara teoritis tersebut. Selai dari itu juga didapatkan hasil perhitungan yang datang dari arah Utara dengan ketinggian gelombang sebesar 6.86 m berhembus selama 20 jam. Angin yang berhembus dari arah utara tidaklah besar karena jarak fetchnya tidak terlalu besar. Sehingga sangat tidak mungkin angin tersebut berhembus selama 20 jam atau bisa dikatakan hampir satu hari satu malam (24 jam).

Berdasarkan hasil perhitungan secara teoritis yang sangat tidak masuk akal tersebut lalu dibandingkan dengan keadaan di lokasi studi. Pada lokasi tersebut angin yang sangat berpengaruh yaitu angin barat yang biasa bertiup pada musim penghujan. Oleh karena itu dilakukan peninjauan kembali dengan waktu hembus angin yang telah disesuaikan berdasarkan data angin yang telah didapat. Seperti terlihat pada Tabel 3.6- 3.8.

Tabel 3.6 – Tinggi Gelombang dengan Waktu

Hembus Angin di Lapangan dari Arah Barat Laut

Tahun

U

A

Hmax arah

t

m/s

m

(

o

)

jam

2001 16.32 2.50

BL

7

2002 12.46 2.00

BL

8

2003 17.55 2.40

BL

6

2004 19.57 2.75

BL

6

2005 19.57 2.75

BL

6

2006 20.94 3.00

BL

6

2007 20.94 3.00

BL

6

2008 21.37 2.70

BL

5

2009 22.28 2.80

BL

5

2010 19.57 2.75

BL

6

Tabel 3.7 – Tinggi Gelombang dengan Waktu

Hembus Angin di Lapangan dari Arah Utara

Tahun UA Hmax arah t

m/s m (o) jam 2001 19.63 2.40 U 5 2002 - - - - 2003 - - - - 2004 - - - - 2005 19.57 2.4 U 5 2006 19.57 2.4 U 5 2007 - - - - 2008 14.02 1.6 U 5 2009 14.02 1.6 U 5 2010 14.02 1.6 U 5 BL U TL BL U TL 42 0,743 376,69 414,373 10,0455 279,937 307,9391 7,46524 36 0,809 365,47 390,777 1000 295,67 316,1453 809,017 30 0,866 423,34 416,234 1000 366,625 360,4691 866,025 24 0,914 431,87 406,831 1000 394,535 371,6584 913,545 18 0,951 469,33 407,642 1000 446,36 387,6906 951,057 12 0,978 661,52 109,218 250,39 647,066 106,8315 244,918 6 0,995 1000,00 379,518 494,26 994,522 377,4393 491,552 0 1,000 593,27 365,65 457,859 593,273 365,6504 457,859 6 0,995 626,94 367,964 369,684 623,51 365,9487 367,659 12 0,978 725,08 415,973 415,784 709,237 406,8832 406,698 18 0,951 235,90 424,681 415,903 224,356 403,896 395,547 24 0,914 730,62 445,768 387,386 667,454 407,2292 353,894 30 0,866 0,00 681,692 111,369 0 590,3628 96,4487 36 0,809 0,00 1000 114,199 0 809,017 92,3886 42 0,743 0,00 1000 377,671 0 743,1448 280,664 Total 13,511 6242,54 6320,305 6734,74 462,037 467,7925 498,466

FETCH EFEKTIF (dalam Km)

Xi Cos Xi

cos  

(6)

Tabel 3.8 – Tinggi Gelombang dengan Waktu

Hembus Angin di Lapangan dari Arah Timur Laut

Tahun UA Hmax arah t

m/s m (o) jam 2001 16.32 1.60 TL 4 2002 12.46 1.35 TL 5 2003 - - - - 2004 28.93 1.9 TL 2 2005 28.93 1.9 TL 2 2006 16.32 2.75 TL 8 2007 15.35 2.55 TL 8 2008 19.57 1.625 TL 3 2009 19.57 1.625 TL 3 2010 14.65 2.4 TL 8

Dari perhitungan berdasarkan waktu hembus angin perkiraan di lapangan di dapatkan hasil yang lebih logis. Tabel 3.6 dari arah Barat laut kecepatan angin 20.94 m/s dari arah Barat Laut berhembus selama 6 jam sehingga menghasilkan tinggi gelombang sebesar 3 meter. Sedangkan berdasarkan Tabel 3.7 dari arah Utara kecepatan angin maksimumnya19.63 m/s berhembus selama 5 jam sehingga menghasilkan tinggi gelombang sebesar 2.4 m. Tabel 3.8 dari arah Timur Laut kecepatan angin maksimumnya 28.93 m/s berhembus selama 3 jam menghasilkan tinggi gelombang sebesar 1.9 meter. Dari ketiga tabel tersebut lalu didapatkan tinggi gelombang maksimum yang paling berpengaruh tiap tahunnya dari berbagai arah.(Tabel 3.9).

Tabel 3.9 – Tinggi Gelombang Maksimum

PerTahun

Tahun UA Hmax arah t

m/s m (o) jam 2001 16.32 2.50 BL 4 2002 12.46 2.00 BL 5 2003 17.55 2.4 BL 6 2004 28.93 2.75 BL 6 2005 28.93 2.75 BL 6 2006 20.94 3 BL 6 2007 20.94 3 BL 6 2008 19.57 2.7 BL 5 2009 19.57 2.8 BL 5 2010 19.57 2.75 BL 6

Setelah dilakukan perhitungan tinggi gelombang lalu dilakukan perhitungan berdasarkan periode ulang gelombang. Perhitungan periode ulang ini menggunakan metode Weibul. Perhitungan dilakukan untuk memprediksi tinggi gelombang sampai dengan 100 tahun mendatang.

3.6.3. Tinggi Gelombang Rencana

Dalam perencanaan breakwater, penentuan tinggi gelombang rencana didasarkan pada umur rencana

breakwater. Hal ini berfungsi untuk mengetahui tinggi gelombang maksimum yang mungkin akan terjadi selama periode umur rencana breakwater. Pada perhitungan kali ini, umur rencana dibuat dalam beberapa alternatif untuk memperoleh hasil yang optimum.

Dalam menentukan perilaku gelombang terutama tinggi gelombang maksimum yang pernah terjadi serta interval kejadiannya merupakan dasar untuk melakukan perhitungan selanjutnya. Analisis tersebut dibutuhkan untuk menentukan tinggi gelombang yang paling berpengaruh pada kestabilan breakwater selama periode umur rencana yang ditentukan. Perhitungan tinggi gelombang rencana dengan menggunakan analisis statistik atau lebih dikenal dengan metode Weibull berdasarkan frekuensi kejadian angin bertiup. Perhitungan metode ini dapat dilihat pada Tabel 3.10 dan Tabel 3.11. Setelah didapatkan tinggi gelombang rencana berdasarkan umur tertentu maka dibuat grafiknya, dapat dilihat pada Gambar 3.8. Langkah-langkah perhitungan dan penjelasan perumusan metode ini dapat dilihat dalam bab 2.

Konstanta-Konstanta yang digunakan untuk perhitungan pada Tabel 3.9 :

 Parameter bentuk untuk Weibull(K) : - m : 10 - NT : 10 - K : 1  Nilai A dan B : 𝐴 = 10 ∙ 28.5246 − 26.65 ∙ 9.991 10 ∙ 17.291 − 9.991 2 = 0.2598 Hmsm = ∑Hsm =26.6510 = 2.665 ymm = ∑ym=9.99110 = 0.999 B = 2.665 − 0.2598 ∙ 0.999 = 2.4055 𝜎𝐻𝑠= 1 10 − 1 𝐻𝑠𝑚 − 𝐻𝑚𝑠𝑚 2 10 1 1 2 = 0.186

Dari kedua tabel tersebut didapatkan tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang 50 tahunan sebesar 3.93 meter dan harga T (periode) dihitung dengan menggunakan persamaan :

𝑇𝑝 = 0.506 𝐻0′= 0.506 393 = 10.03 𝑑𝑡

(7)

Tabel 3.10– Perhitungan Periode Ulang

Gelombang Menggunakan Metode Weibull arah Barat Laut

Tabel 3.11 – Tinggi Gelombang Berdasarkan

Periode Ulang dengan Metode Weibull Arah Barat Laut Periode ulang yr Hsr σnr σr 1.28σHs -r Hs+1.28σr (Tahun) (Tahun) (m) (m) (m) 1 0.0000 2.41 0.3614 0.0673 2.32 2.49 2 0.6931 2.59 0.3906 0.0727 2.49 2.68 5 1.6094 2.82 0.8264 0.1539 2.63 3.02 10 2.3026 3.00 1.2097 0.2252 2.72 3.29 20 2.9957 3.18 1.6033 0.2985 2.80 3.57 50 3.9120 3.42 2.1297 0.3965 2.91 3.93 100 4.6052 3.60 2.5300 0.4711 3.00 4.20

Gambar 3.8 – Grafik Tinggi Gelombang

berdasarkan Umur Rencana Tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang 50 tahunan sebesar 4.43 meter dan harga T (periode) dihitung dengan menggunakan persamaan :

𝑇𝑝 = 0.506 𝐻0′= 0.506 393 = 10.03 𝑑𝑡

Keterangan : H0’ = 3.93 m = 393 cm L0 = 1.56 x T02 = 1.56 x 10.032 = 156.94 m Untuk laut dalam berlaku :

𝑑 𝐿≥ 1 2→ 𝑑 156.94≥ 1 2 d ≥78.47 meter 3.6.4. Refraksi Gelombang

Perhitungan refraksi gelombang dilakukan berdasarkan gelombang yang datang dari laut dalam menuju kedalaman 9.2 meter yaitu posisi mulut breakwater. Tabel 3.12 di bawah ini merupakan penabelan hasil perhitungan refraksi gelombang yang datang dari laut dalam menuju beberapa kedalaman. Besarnya breaking index yang digunakan untuk mengetahui gelombang tersebut sudah pecah sebesar 0.7.

𝛾 =𝐻𝑠

𝑑 = 0.7

Selain menghitung besarnya refraksi pada beberapa elevasi juga dicari posisi elevasi pada saat gelombang sebesar 4.43 meter pecah pada laut dangkal.(Tabel 3.13). Perhitungan berhenti apabila Hb/db sama dengan besarnya breaking index yang ditentukan yaitu sebesar 0.7.

 Asumsi awal perhitungan :

γ = 0.7

φ0 = 42

T0 = 10.03

H0 = 3.93

Tabel 3.12 – Refraksi Gelombang dari Laut Dalam

Tabel 3.13 – Kedalaman Gelombang Pecah

3.7. Data Tanah

Data tanah yang digunakan yaitu tanah asli. Pengambilan data tanah asli meliputi pengambilan

undisturbed sample, dan standar penetrasi test (SPT).

Data SPT dan undisturbed sample pada lokasi didapat melalui tiga titik bor, yaitu B1 dan B2 sampai kebalaman -80m dari seabed. Posisi titik pengeboran dapat dilihat pada gambar 3.9.

Secara umum jenis lapisan tanah didominasi oleh batu kapur (lime stone). Nilai NSPT pada ketiga titik tersebut menunjukkan rata-rata 80 hingga kedalaman -30m. Untuk resume nilai SPT dan data tanah dapat dilihat pada lampiran, sedangkan stratigrafi data tanah secara lengkap dapat diihat pada gambar 3.10.

Dari kedua gambar tersebut dapat diketahui parameter-parameter tanah yang digunakan :

Tanah berupa Lime Stone  Cohesionless soil

 N-SPT = 15

γs = 1.2 t/m3

Ø = 31o

Koefisien tekanan tanah aktif

𝐾𝑎1= 𝑡𝑎𝑛2 45 −312 = 0.32 No urut m Hsm Fm ym Hsm.ym ym2 (Hsm-∑Hsm)2 Ĥsm Hsm-Ĥsm (Hsm-Ĥsm)2 1 3.00 0.9494 2.983 8.9502 8.9006 0.1122 3.180483 -0.18 0.0326 2 3.00 0.8539 1.923 5.7697 3.6989 0.1122 2.905077 0.09 0.0090 3 2.80 0.7584 1.420 3.9768 2.0172 0.0182 2.774419 0.03 0.0007 4 2.75 0.6628 1.087 2.9898 1.1820 0.0072 2.687891 0.06 0.0039 5 2.75 0.5673 0.838 2.3039 0.7019 0.0072 2.623095 0.13 0.0161 6 2.75 0.4718 0.638 1.7554 0.4075 0.0072 2.571278 0.18 0.0319 7 2.70 0.3763 0.472 1.2747 0.2229 0.0012 2.528097 0.17 0.0296 8 2.50 0.2808 0.330 0.8240 0.1086 0.0272 2.491081 0.01 0.0001 9 2.40 0.1853 0.205 0.4918 0.0420 0.0702 2.458688 -0.06 0.0034 10 2.00 0.0898 0.094 0.1881 0.0088 0.4422 2.42989 -0.43 0.1848 Jumlah 26.65 5.1958 9.991 28.5246 17.2905 0.8053 0.3120

(8)

Gambar 3.9 – Posisi Titik Bor

Gambar 3.10 – Stratigrafi Tanah pada B1 dan B2

BAB IV

KRITERIA PERENCANAAN 4.1. Peraturan yang Digunakan

Dalam tugas akhir ini digunakan beberapa peraturan sebagai dasar dalam perencanaan, antara lain :

 Peraturan Beton Indonesia (PBI) 1971

 PPKGURG 1987

 SNI 1976-2002

 Bridge Management System (BMS) 1992

4.2. Kualitas Bahan dan Material 4.2.1. Mutu Beton

Berdasarkan Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan, BMS 1992 bagian 6, Tabel 6.2, untuk beton yang keadaan permukaan bagian komponennya berada dalam air dan terletak dalam lingkungan daerah pasang surut, termasuk dalam klasifikasi C. Dalam tipe tersebut mutu beton yang digunakan harus memiliki kuat tekan karakteristik (f’c) tidak kurang dari 35 MPa. Maka spesifikasi beton yang digunakan dalam perencanaan adalah :

 f’c : 35 MPa

: 350 Kg/cm2

 Modulus Elastisitas berdasarkan PBI 1971 Persamaan 11.1.1.

4.2.2. Mutu Baja Tulangan

Mutu baja tulangan diambil kelas U32 berdasarkan BMS 1992 Tabel 6.12 dengan spesifikasi sebagai berikut :

 Modulus Elastisitas (Ea) : 2 x 106 kgfcm-2  Tegangan tarik baja untuk pembebanan tetap

berdasarkan PBI 1971 Tabel 10.4.1 : a = 1850 kgfcm-2

 Tegangan tarik atau tekan baja rencana berdasarkan PBI 1971 Tabel 10.4.3 :

’au = 2780 kgfcm-2

4.3. Kriteria Kapal Rencana

Data kapal rencana yang digunakan merupakan rencana kapal yang akan dilayani oleh graving dock yaitu kapal jenis General Cargo dan Petikemas atau kapal multipurpose, dengan spesifikasi sebagai berikut:

 Bobot mati : 10000-35000 DWT

Panjang kapal (LOA) : 142-197 meter Lebar kapal (Width) : 19-28.5 meter Lunas penuh (Full Draft) : 8.3-11.1 meter

 Draft kosong : 7-9 meter

Tinggi (Depth) : 11.1-14.8 meter

4.4. Asumsi Dimensi

4.4.1. Poer Breakwater Monolith

Direncanakan :

Tebal poer = 300 cm

Panjang poer = 150 cm

Lebar poer = 356.4 cm ( jarak antar As) Decking = 8 cm

Diameter sengkang = 10 mm Diameter tul.pokok = 19 mm

Gambar 4.1 – Perencanaan Poer 4.4.2. Tiang Pancang Breakwater Monolith

Digunakan tiang pancang berupa sheet pile dengan spesifikasi mengikuti JIS 5525 dengan data-data sebagai berikut :

- Diameter,D = 1200 mm=120 cm

- Tebal,t =25mm=2.5 cm

- Menggunakan BJ 50 dengan σijin = 2100 k/cm2

Gambar 4.2 – Penampang Tiang Pancang

Ec  6400 350kgf cm 2 1.197 10 5kgf cm 2 1.75 1.75 1.75 1.75 5.20 3.45 D D1

(9)

4.4.3. Tetrapod Breakwater Rubble Mound

Digunakan tetrapod dengan data-data sebagai berikut :

Keterangan ukuran :

Gambar 4.3 – Perencanaan Tertapod

(Sumber : SPM, 1984)

BAB V EVALUASI LAYOUT 5.1. Umum

Evaluasi layout yang akan dilakukan pada bab ini hanya evaluasi fasilitas wilayah perairan saja. Fasilitas tersebut berupa alur pelayaran dan layout breakwater. Pada dasarnya prinsip perencanaan lokasi perairan adalah agar kapal dapat bernavigasi secara aman dan nyaman di areal pelabuhan serta meminimalkan perawatan akibat sedimentasi di perairan pelabuhan, sehingga didapatkan layout pelabuhan yang paling efektif dan efisien

5.2. Evaluasi Alur Pelayaran

Alur Pelayaran

Alur pelayaran direncanakan berdasarkan arah datang gelombang dan arus, dimana gelombang diharapkan tidak mengenai tegak lurus kapal dan arus yang ada juga tidak berupa cross current. Untuk mengurangi tinggi gelombang yang masuk ke area pelabuhan, alur pelayaran harus dibuat berdasarkan ukuran yang diperlukan. Hal ini bertujuan untuk menyediakan pelayaran yang aman dan juga mencegah pengaruh arus yang ditimbulkan oleh gelombang pasang.

Selain panjang alur, lebar alur juga harus diperhatikan. Kebutuhan lebar alur sangat bergantung pada kondisi lingkungan, seperti arus yang tegak lurus terhadap alur, gelombang swell, angin dan jarak pandang. Perhitungan alur masuk dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 – Koordinat Titik Patok BM

Kedalaman Perairan

Kedalaman perairan pada prinsipnya harus lebih dalam dari draft penuh kapal terbesar. Tipe perairan pada lokasi studi ini dianggap berupa perairan terbuka bergelombang, sehingga dapat digunakan rumus :

1.2*draft kapal =1.2*9= 10.8 ≈ 11 meter Kolam Putar(turning basin)

Pada area ini kapal diharapkan bermanuver dengan kecepatan rendah. Area yang disediakan dibatasi

dengan bentuk lingkaran berdiameter (Db).

Sedangkan kedalaman perairan disamakan dengan alur masuk.

Db = 2*LOA = 2*197 = 394 ≈400 meter (dengan dipandu).

5.3. Evaluasi Layout Breakwater

5.3.1.FaktoryangBerpengaruhdalam Perencanaan

Dalam merencanakan layout breakwater ada beberapa factor yang mempengaruhi diantaranya : a. Tinggi, arah dan frekuensi dari gelombang datang

berpengaruh pada letak mulut pelabuhan, sehingga direkomendasikan agar posisi mulut berada pada arah datang gelombang tinggi dengan frekuensi terendah yaitu Timur laut.

b. Kemudahan bagi kapal yang akan memasuki posisi mulut pelabuhan.

c. Lebar dan posisi mulut pelabuhan mempengaruhi efek difraksi (perubahan tinggi gelombang yang diakibatkan adanya gangguan seperti bangunan penghalang). Makin lebar mulut pelabuhan maka makin tinggi pula gelombang dari luar tidak berkurang di dalam pelabuhan. Oleh karena itu, sangat direkomendasikan lebar mulut sesuai kebutuhan lebar alur.

d. Rencana elevasi puncak dari struktur breakwater, apakah over topping atau non over topping. Penentuan elevasi ini bergantung pada biaya yang tersedia, kesibukan lalu lintas dan kegiatan di pelabuhan, dan fungsi dari breakwater. Tipe elevasi puncak over topping ini dipilih karena fungsi dari pelabuhan yang akan dibangun

(10)

sebagai fasilitas perawatatan dan perbaikan kapal sehingga tidak ada proses bongkar muat di dalamnya. Selain dari pada itu tipe ini dipilih karena lebih murah.

5.3.1.Evaluasi Perencanaan Layout Breakwater

Dalam tugas akhir ini layout yang digunakan berupa layout yang telah disepakati oleh owner sebagai patokannya dan tidak membuat layout baru hanya membuat segmentasi pada layout asli. Layout tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan 5.2. Dasar-dasar evaluasi layout yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Mulut breakwater menghadap ke arah Timur Laut.

2. Kedalaman perairan sebesar 11 meter. Karena terlalu jauh jaraknya jika mencapai kedalaman tersebut maka akan dibuat sampai pada kedalaman 9.2 meter lalu dilakukan pengerukan sampai kedalamnnya tersebut.

3. Lebar alur diasumsikan untuk alur yang tidak panjang dan kapal jarang berpapasan sebesar 200 meter, sedangkan panjang alurnya diasumsikan untuk kapal general cargo dan multipurpose kosong dengan kecepatan 5 knots sebesar 1000 meter.

4. Diameter kolam putar (turning basin) sebesar 400 meter.

Gambar 5.1 – Layout Rencana 5.4. Difraksi Gelombang

Peninjauan difraksi dilakukan pada empat posisi titik yaitu pada titik A, B, dan C. Berikut ini merupakan perhitungan Difraksi pada tiap titik tersebut. Sebelum memulai perhitungan, telah didapatkan beberapa data yang diperlukan dari perhitungan refraksi di bab sebelumnya. Difraksi dihitung berdasarkan gelombang yang datang dari arah Timur Laut karena mulut breakwater menghadap kea rah Timur Laut. Hal itu dikarenakan Indonesia

sangat terpengaruh oleh angin barat sedangkan angin timur merupakan angin kering yang tidak memiliki durasi yang lama saat bertiup. Data-data perhitungan difraksi yaitu

:

Ditinjau dari arah Timur Laut

-

𝜑 = 600 - 𝐻 = 1.37 𝑚 - L = 57.223 m Titik A - β = 35.790 - Panjang = 350 m - Tinggi = 263.122 m - r = 3502+ 263.1222 = 437.873 - α = 𝐴𝑡𝑎𝑛 263.122350 = 36.935 - Jadi koordinat A = (437.873;36.935) - Pembacaan Grafik (Gamabar 5.3 dan 5.4) :

β = 300  K D = 0.71 β = 450  K D = 0.35 𝐾𝐷= 0.71 + 35.79 − 30 34 − 35.79 ∙ 0.35 − 0.71 = 0.484 - H di A = 0.484 x 1.37 = 0.66 m

Perhitungan di titik-tik selanjutnya lihat dalam Tabel 5.2.

Tabel 5.2 – Difraksi Gelombang

Gambar 5.3 – Grafik difraksi gelombang dengan

(11)

Gambar 5.4 – Grafik difraksi gelombang

dengan arah gelombang 450

BAB VI

STRUKTUR BREAKWATER 6.1. Breakwater Tipe Monolith

6.1.1.Perhitungan Gaya yang Bekerja

Beban yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah beban yang diakibatkan oleh tekanan gelombang sedangkan tekanan hidrostatis tidak diperhitungkan karena gaya hidrostatis yang datang dari berbagai arah yang berlawanan akan saling

menghilangkan. Untuk perhitungan tekanan

gelombang digunakan perumusan menggunakan metode Goda (1985). Rumusan ini dapat digunakan untuk berbagai kondisi gelombang. Distribusi tekanan yang diberikan oleh Goda, yang berbentuk trapesium.(Gambar 6.1). Pada Tabel 6.1 merupakan hasil perhitungan gaya dan momen menggunakan metode Goda.

Gambar 6.1- Rencana Struktur Breakwater Tipe

Monolith

Breakwater tipe monolith ini dihitung berdasarkan lokasi -9 mLWS. Tinggi gelombang refraksi dari laut dalam didapat dari penabelan refraksi pada Bab 3, Tabel3.8.

Berikut ini merupakan data-data yang digunakan untuk menghitung gaya-gaya gelombang berdasarkan metode Goda :

 Data gelombang :

H1/3 : 3.46 m

T : 10.03 dt γw : 1.03 t/m3

 Kedalaman air dan tinggi bangunan : h : 11.2 m h’ : 11.2 m d : 11.2 m hc : 3 m hb : h’+ (5 + (H1/3 x 1/100 ) : 11.2 + (5 + (3.46 x 0.01) : 11.373 m ≈ 11.4 m  Berdasarkan Tabel d/Lo :

4𝜋𝑑 𝐿 = 1.1963 𝑠𝑖𝑛𝑕4𝜋𝑑 𝐿 = 1.5028 𝑐𝑜𝑠𝑕2𝜋𝑑 𝐿 = 1.1843

Hasil perhitungan gaya gelombang berdasarkan Metode Goda dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 – Perhitungan Gaya dan Momen dengan

Metode Goda

6.1.2. Beban Gempa

Lokasi breakwater terletak di Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur yang berada pada wilayah gempa 2 berdasarkan peta zona gempa Indonesia pada SNI 03-1726-2002 seperti yang terlihat pada Gambar 6.2.

Perhitungan gaya gempa berdasarkan PPKGURG 1987 dengan memakai metode static ekuivalen, perumusan yang digunakan yaitu :

V = C x I x K x Wtotal

Gambar 6.2- Peta Zona Wilayah Gempa Indonesia

(Sumber : SNI Gempa 1726)

Beban gempa yang bekerja pada struktur breakwater dianggap terpusat.

 Menghitung Berat Struktur Breakwater

o Tiang pancang : Digunakan tiang pancang baja

dengan penampang bulat (Pipe Section). Spesifikasi tiang pancang didapat dari JIS A 5525 sebagai berikut : - Diameter : 1200 mm - Tebal : 25 mm LWS HWS 14.2 mLWS -9.0 mLWS SEABED 5.77 ton 8.80 ton 7.27 ton

(12)

- Luas penampang : 883.125 cm2

- Berat : 693.25 kg/m

- Section Modulus : 23297 cm3

- Inertia Moment : 1397821.29 cm4

- Panjang : 12 m

Berat Tiang pancang

Wtiang = 693 x (2x12) x 5 = 83190 Kg

o Berat Poer Ganda

Wpoer = 6.51 x 3 x 2400 = 46875 Kg Berat total struktur breakwater = 130062 Kg

 Menghitung Periode Getar Alami Struktur

T = 0.06 H3/4 dimana : H = Zf + ds H = Tinggi struktur

Tinggi struktur diambil dari titik jepit tiang (point of fixity) ke elevasi tertinggi dari struktur breakwater. Perhitungan titik jepit tiang tanah terhadap tiang adalah : Zf = 1.8 x T dimana : 𝑇 = 𝐸.𝐼𝑛𝑕 15 E = 2.1 x 106 kg/cm2 Ø = 120 cm t = 25 cm I = 641 𝜋 [Ø4 – (Ø-2t)4] I =641 𝜋[71.124 – (71.12-2x1.4)4]=1397821.29cm4 nh = 5 MN/m3 = 5000 KN/ m3

Diambil nh sebesar tersebut dikarenakan tanah dilokasi breakwater merupakan tanah keras.

T = 2.1 x 105000 x 106∙1397821 .29 −4 1/5= 357.88cm =3.5788 m

Z = 1.8 x 3.5788 m = 6.44 m

Sehingga besarnya tinggi struktur, H = 14.2 + 6.44 = 20.64 m Maka diperoleh nilai T sebesar :

T = 0.06 x H3/4

= 0.06 x 20.64/4 = 0.5725 detik

 Gaya Geser Horisontal Total Akibat Gempa Berdasarkan PPKGURG 1987 lamongan termasuk wilayah gempa 2 dehingga didapatkan beberapa koefisien sebagai berikut :

I = Faktor keutamaan struktur = 1 K = Faktor jenis struktur = 1 C = Koefisian gempa dasar = 0.09 Maka : V = C x I x K x Wtotal V = 0.09 x 1 x 1 x 130062kg V = 11705.58 kg = 11.71 ton 6.1.3.Perencanaan Poer

Poer pada breakwater monolith ini merupakan poer menerus menahan deretan tiang pancang.

Berdasarkan perhitungan gaya gelombang

menggunakan Metode Goda didapatkan data sebagai berikut : P = 109.04 ton Mtotal = 760.99 t.m = 76099000 kg.cm Direncanakan : Tebal poer = 300 cm Panjang poer = 350 cm

Lebar poer = 520 cm ( jarak antar As)

T= 300/520 = 0.52 > 0.4 , maka untuk perhitungan tulangan, poer dianalisis sebagai balok dengan data-data sebagai berikut :

- Tinggi balok, hb : 300 cm

- Lebar, bb : 520 cm

- Decking,d : 8 cm

- Diameter sengkang,Ø : 10 mm

- Diameter tulangan pokok,D: 19 mm

- σa` : 1850 kg/cm2 - σb : 1/3 x 350 kg/cm2 : 116.667 kg/cm2 - h = hb – d – Ø – 0.5 D = 300 – 8 – 10 – ½ 19 = 290.05 cm Penulangan Lapangan 𝐶𝑎 = 𝑕 𝑛 ∙ 𝑀 𝑏 ∙a = 290.05 16.71 ∙ 76083000 356.4 ∙ 1850 = 7.978

Diambil δ= 0.4, untuk Ca = 7.978, dari tabel lentur “n” PBI 1971 diperoleh Ф = 5.061; 100nw = 1.683; Ф’= 12.85. Ф0= a 𝑛 ∙b= 1850 16.71 ∙ 116.667= 0.948 Ф0< Ф = 4.13... OK! 𝜔 = 1.683 16.71𝑥100= 0.001007

Luas tulangan tarik yang diperlukan : A = 𝛚 x b x h

= 0.001007 x 520 x 290.05 = 151.88 cm2

Dipakai tulangan 55 –D19 mm

(Apakai=155.86 cm2)

Luas tulangan tekan yang diperlukan : A’ = δ x A

= 0.4 x 151.88 = 60.752 cm2

Dipakai tulangan 22 –D19 mm

(Apakai=62.3447 cm2)

Luas Tulangan Samping diambil sebesar 10% dari luas tulangan tarik (PBI 1971 9.3.5) : Asd = 10% x A = 0.1 x 151.188 = 15.1188 cm2 Dipakai tulangan 6 –D19 mm (Apakai=17.0031 cm2) Cek jarak tulangan tari :

(13)

𝑆𝑡 =𝑏𝑏 − 2𝑑 − 2∅ − 55 ∙ 𝐷 55 − 1

=5200 − 2 ∙ 80 − 2 ∙ 10 − 55 ∙ 19 55 − 1

= 73.611 > 𝐷 + 1 = 19 + 10 = 29𝑚 Karena St > D+1, maka digunakan tulangan 1 baris. Hasil perhitungan kemudian dibuat gambar detailin poer seperti terlihat pada Gambar 6.3.

Kontrol Retak

Lebar retak maksimum pada

pembebanan tetap akibat beban kerja untuk beton di luar ruang bangunan yang tidak terlindungi oleh air hujan, terik matahari langsung serta continue berhubungan dengan air dan tanah atau benda di lingkungan agresif adalah 0.01 cm berdasarkan PBI 1971 pasal 10.7 ayat 1.b. 𝑤 =∝ 𝐶3∙ 𝑐 + 𝐶4∙ 𝑑 𝜔𝑝 ∙ a − 𝐶5 𝜔𝑝

dimana nilai dari koefisien C dapat dilihat pada tabel 10.7.1 PBI 1971.

𝜔𝑝 = 𝐴𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 𝑏 ∙ 𝑕 = 151.88 520 ∙ 290.05= 9.45𝑥10−4 a = 1850 5.601= 330.298 C3 = 1.5 C4 = 0.04 C5 = 7.5 dengan c = 8 cm dan α = 1.2

Berat baja tulangan per mater adalah wbar=2.226 kg/m. 𝑑 = 12.8 𝑤𝑏𝑎𝑟 = 12.8 2.226 = 19.1 𝑚𝑚 𝑤 = 1.2 1.5 ∙ 8 + 0.04 ∙ 1.91 9.45𝑥10−4 ∙ 330.298 − 7.5 9.45𝑥10−4 ∙ 10−6 𝑤 = −0.847 ≤ 0.01 𝑐𝑚 ...OK

Nilai minus (-) menunjikkan bahwa lebar retaknya adalah nol (0).

Berdasarkan PBI 1971 pasal 11.9.2 perhitungan tegangan geser pons sebagai berikut :

𝜏𝑏𝑝 =

𝑃𝑢

2 ∙ (𝑎 + 𝑏 + 2𝑕𝑡) ∙ 𝑕𝑡 ≤ 𝜏𝑏𝑝𝑚

𝜏𝑏𝑝 = 2 ∙ 5.2 + 3.5 + 2 ∙ 3 ∙ 3 109.04 ≤ 1.94 350

𝜏𝑏𝑝 = 1.236 ≤ 36.294... OK

Gambar 6.3 – Detail Penulangan Poer 6.1.4. Perencanaan Tiang Pancang

6.1.4.1. Perhitungan kebutuhan kedalaman tiang

Perhitungan daya dukung tanah memakai perumusan Luciano Decourt. Daya dukung tiang dihitung dari kedalaman -9 mLWS, yaitu kedalaman lokasi breakwater.

Mutu tiang pancang baja adalah BJ50, dan pada ujung tiang digunakan sepatu tiang dengan perlindungan cast steel point pada ujung sepatu tiang. Untuk perlindungan terhadap korosi, tiang dilapisi dengan cat anti karat yang banyak mengandung seng (zinc-rich paint), disamping dilapisi juga dengan epoxy.

Dari perhitungan menggunakan program SAP 2000 didapat gaya-gaya yang terjadi pada tiang pancang (Tabel 6.2). berdasarkan data tersebut kemudian dicari kedalaman tiang pancang dari grafik antara daya dukung tiang dan kedalaman.

Tabel 6.2 – Gaya Dalam Maksimum Rencana

Tiang Pancang

Dalam perhitungan tiang pancang menggunakan Metode Luciano Decourt menggunakan data-data sebagai berikut : Diameter : 1.2 m 4B : 4.8 m K : 40 t/m2 Ap : 0.25 x 3.14 x 1.22 = 1.1304 m2 As : 3.14 x 1.2x t = 3.768 x t 1.75 1.75 1.75 1.75 5.20 3.45 B B A A 55 D19 antar As

Steel Pipe Pile Ø120 cm t : 2.5 cm AT Interlocking

(Baja AT)

0.0 mLWS

Steel Pipe Pile Ø120 cm t : 2.5 cm -1.0 mLWS Triplek Tulangan Spiral Ø12 Tulangan Poer 55 D19 Tulangan Samping 6 D19 +5.2 mLWS 12 D25

(14)

Gambar 6.4 – Grafik Daya Dukung Tiang

Pancang

Dari grafik hubungan daya dukung dengan kedalaman tiang pancang (Gambar 6.4), maka direncanakan tiang pancang baja dengan kedalaman -9 m LWS, dimana :

QL =2238.82 ton > Pmax tiang =723.98 ton>SF=3.

6.1.4.1. Kontrol kekakuan bahan tiang pancang

Tiang pancang yang digunakan mengikuti spesifikasi dari JIS 5525(Gambar 6.5) dengan data-data sebagai berikut :

 Diameter, D= 1200mm = 120cm

 Tebal, t = 25mm = 2.5 cm

 Asumsi kecepatan korosi = 0.3mm/1tahun Korosi tiang diasumsikan terjadi sampai tiang ditumbuhi karang yaitu selama 10 tahun. Dengan asumsi tingkat korosi = 0.3 mm/tahun, maka untuk perencanaan 10tahun, tebal tiang yang digunakan adalah : 25-(0.3x10) = 22mm. Metode perawatan digunkan dengan menyediakan alokasi tebal tiang yang terkorosi yaitu setebal 3mm.

Diameter rencana, D =1200mm - 2.22mm =1156mm =115.6 cm Diameter dalam,D1 = 1150mm – 2.22mm =1106mm =110.6 cm Luas penampang,A= 0.25 ∙ 𝜋 ∙ 𝐷2− 𝐷12 =0.25 ∙ 𝜋 ∙ 115.62− 110.62 = 887.835 cm2 Momen Inersia,I =641 ∙ 𝜋 ∙ 𝐷4− 𝐷14 =641 ∙ 𝜋 ∙ 115.64− 110.64 = 1420298.504 cm4 Section Modulus,w=𝑟𝐼 =1420298 .504 0.5∙120 = 23671.647cm3 Tegangan Ijin,Mijin=2100x23671.647 =49710447.64 kg.cm =497.104 ton.m  Kontrol tiang pancang tegak

Gaya dalam tiang pancang tegak didapat dari Tabel 6.2. Berikut ini adalah kontrol tiang pancang tegak :

- Kontrol momen

Mmax =475.425 ton.m< Mijin=497.104 ton.m..OK - Kontrol gaya horizontal (Hu)

Untuk tiang dengan ujung tetap (fixed headed

pile). 𝐻𝑢 = 2𝑀𝑢 (𝑒 + 𝑧𝑓)= 2 ∙ 497.104 (14.2 + 6.44)= 48.168 𝑡𝑜𝑛 - Kontrol tegangan 𝜎𝑚𝑎𝑥 = 𝑃 𝐴+ 𝑀 𝑤 = 154449 887.835+ 475425 23671.647 𝜎𝑚𝑎𝑥 =194.058 kg/cm2< 𝜎ijin=2100 kg/cm2 ..OK

 Kontrol tiang pancang miring

Gaya dalam tiang pancang miring didapatkan dari Tabel 6.2. Berikut ini adalah kontrol tiang pancang miring :

- Kontrol momen

Mmax =334.962ton.m< Mijin=497.104 ton.m..OK

- Kontrol gaya horizontal (Hu)

Untuk tiang dengan ujung tetap (fixed headed

pile). 𝐻𝑢 = 2𝑀𝑢 (𝑒 + 𝑧𝑓)= 2 ∙ 497425 (14.2 + 6.44) = 48.168𝑡𝑜𝑛 - Kontrol tegangan 𝜎𝑚𝑎𝑥 =𝑃𝐴+𝑀𝑤 =887.835723980+23671.647 334962 𝜎𝑚𝑎𝑥 =829.59 kg/cm2< 𝜎ijin=2100 kg/cm2 ..OK 6.1.4.3. Perhitungan Kalendering

Perumusan kalendering yang dipakai adalah Alfred

Hiley formula (1930).

𝑄𝑢 =𝑆 + 0.5 ∙ 𝐶∝∙ 𝑊 ∙ 𝐻 ∙

𝑊 + 𝑛2∙ 𝑊 𝑝

𝑊 + 𝑊𝑝

Karena perhitungan dilakukan sebelum

pemancangan, maka yang dihitung adalah nilai S atau penetrasi/blow, yaitu pengamatan yang dilakukan rata-rata di tiga set terakhir, dengan 10 pukulan tiap setnya. Dan disyaratkan apabila untuk kedalaman yang sama S>S’, maka pemancangan dihentikan. Dimana :

S= nilai penetrasi/blow rencana dari perhitungan S’= nilai penetrasi/blow saat pemancangan - Kalendering tiang pancang tegak

Data asumsi awal perhitungan kalendering adalah :

Hhammer = 2m (hydraulic hammer) Øtiang = 71.12 cm t = 1.4 cm P = 154.449 t SF = 3 Qu = 3 x 154.449 = 463.347 ton Qu=463.347 <QL=2238.82 maka , Qu = QL=2238.82 t

W = 10 ton (hydraulic hammer)

α = 2.5 (hydraulic hammer)

Panjang tiang pancang tegak yang dibutuhkan (L)=19m

Wp =0.25π (D2-D

12)x Ltiang x γtiang

=0.25π (115.62-110.62)x2220x7.85x10-6 =15.475 t

n =0.32(untuk compact wood cushion on

steel pile)

S =set/pile penetration for last blow(cm or

mm.blow)

C1 =5mm(untuk hard cusgion+packing)

C2 =10mm(untuk steel pile)

C3 =1mm(hard ground SPT) C = C1 + C2 + C3 = 5 + 10 + 1 = 16mm = 0.016 m 2238.82 = 2.5 ∙ 10 ∙ 2 𝑆 + 0.5 ∙ 0.016∙ 10 + 0.322∙ 15.475 10 + 15.475 2238.82 = 50 𝑆 + 0.5 ∙ 0.016∙ 0.455 2238.82(𝑆 + 0.5 ∙ 0.016) = 22.75

(15)

𝑆 = 0.00216𝑚 = 2.2𝑚𝑚

Jadi setting kalendering yang digunakan untuk tiang pancang tegak adalah 2.2 mm.

- Kalendering tiang pancang miring

Data asumsi awal perhitungan kalendering adalah Hhammer = 2m (hydraulic hammer)

Øtiang = 120 cm t = 25 cm P = 723.98 t SF = 3 Qu = 3 x 723.98 = 2171.94 ton Qu=2171.94 <QL=2238.82 maka , Qu = QL=2238.82 t

W = 10 ton (hydraulic hammer)

α = 2.5 (hydraulic hammer)

Panjang tiang pancang tegak yang dibutuhkan (L)= 𝐿 = 22.22+ 22.2 8 2 = 22.37 𝑚 Wp =0.25π (D2-D 12)x Ltiang x γtiang =0.25π (115.62-110.62)x2237x7.85x10-6 =15.475 t

n =0.32(untuk compact wood cushion on steel

pile)

S =set/pile penetration for last blow(cm or

mm.blow)

C1 =5mm(untuk hard cusgion+packing) C2 =10mm(untuk steel pile)

C3 =1mm(hard ground SPT) C = C1 + C2 + C3 = 5 + 10 + 1 = 16mm = 0.016 m 2238.82 = 2.5 ∙ 10 ∙ 2 𝑆 + 0.5 ∙ 0.016∙ 10 + 0.322∙ 15.475 10 + 15.475 2238.82 = 50 𝑆 + 0.5 ∙ 0.016∙ 0.455 2238.82(𝑆 + 0.5 ∙ 0.016) = 22.75 𝑆 = 0.00216 𝑚 = 2.16𝑚𝑚 Jadi setting kalendering yang digunakan untuk tiang pancang tegak adalah 2.2 mm.

6.1.4.4. Stabilitas tiang pancang terhadap frekuensi gelombang

Tiang pancang pada saat pelaksanaan harus dikontrol terhadap frekuensi gelombang. Sehingga tiang akan stabil walaupun pada saat berdiri sendiri. 𝛚 gelombang diambil sebesar 1/6s. Adapun cara menghitung 𝛚 tiang adalah dengan perumusan berikut : 𝜔𝑡 = 1.73 𝑤𝑖𝐸𝐼3 𝑔 ≥ 𝜔 dimana : E = 2.1x106 kg/cm2 I = 1420298.504 cm4 w =berat tiang (kg)

- Untuk tiang tegak = 15472 kg - Untuk tiang miring=15475 kg i =tinggi tiang di atas tanah (m)

=14.2m

G =10m/s2

𝛚 tiang pancang tegak : 𝜔𝑡= 1.73 2.1 ∙ 10 6∙ 1420298.504 15472 ∙ 14203 1000 ≥ 𝜔 = 14.195 ≥ 𝛚gelombang =1/ 6s 𝛚 tiang pancang miring : 𝜔𝑡= 1.73 2.1 ∙ 10 6∙ 1420298.504 15475 ∙ 14203 1000 ≥ 𝜔 = 14.194≥ 𝛚gelombang =1/ 6s Jadi dapat disimpulkan bahwa tiang pancang tegak dan tiang pancang miring stabil terhadap frekuensi gelombang.

6.1.4. Transmisi Gelombang

Transmisi gelombang pada breakwater ini diperlukan karena dalam perencanaannya breakwater dibuat over topping. Perhitungannya melihat Gambar 2.4. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 6.4.

Tabel 6.4 – Transmisi Gelombang

Titik

tinjau H Hdifraksi Htransmisi Htotal

A 1.37 0.66 0.53 1.19

B 1.37 1.00 0.53 1.53

C 1.37 1.37 0.53 1.90

6.2 Breakwater Tipe Rubble Mound

Breakwater tipe rubble mound ini dipilih karena mempunyai sifat yang fleksibel. Kerusakan yang terjadi karena serangan gelombang tidaklah mengakibatkan hal yang fatal sebab gelombang tersebut akan terserap pori-pori antar beberapa lapis batuan yang ada. Meskipun beberapa batuan terkadang longsor tetapi bangunan masih dapat berfungsi. Kerusakan yang terjadipun mudah diperbaiki.

Pada tugas akhir ini, tipe rubble mound akan dibangun mulai elevasi -8.5 mLWS sampai dengan +2 mLWS dan dibagi menjadi 3 segmen. Selain itu armour yang digunakan untuk primary layer juga akan dipilih berdasarkan perbandingan antara batu alam dengan tetrapod.

6.2.1. Stabilitas Armour Lapis Pelindung

Di dalam perencanaan berat armour breakwater tipe rubble mound, ditentukan menggunakan rumus

(16)

Hudson. Berat dari armour ini sangat menentukan kekuatan dari breakwater. Armour yang digunakan yaitu batu alam dan tetrapod.

6.2.1.1. Armour jenis Batu Alam

Batu alam masi digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pembuatan breakwater karena di Indonesia ini masih banyak ditemukan batu-batu besar. Berikut ini merupakan hasil perhitungannya yang dapat dilihat pada Tabel 6.5. Setelah diketahui berat dari armournya maka dapat ditentukan pula berat batuan yang akan digunakan pada secondary layer, core layer dan berm(kaki breakwater). Lapisan pada breakwater ini memiliki ukuran yang berbeda-beda di tiap layernya Penabelan berat pada tiap leyer tersebut dapat dilihat dalam Tabel 6.5.

Tabel 6.5 - Berat Batu Alam untuk

Armour Layer

Tabel 6.6 - Berat Batuan Tiap Layer

dengan Armour Layer berupa Batu Pecah

6.2.1.2. Armour jenis Tetrapod

Tetrapod merupakan salah satu dari tipe armour yang diperhitungkan karena bentuknya yang stabil. Berikut ini merupakan hasil perhitungannya yang dapat dilihat pada Tabel 6.6. Setelah diketahui berat dari armournya maka dapat ditentukan pula berat batuan yang akan digunakan pada secondary layer, core layer dan berm. Walaupun armour layer menggunakan tetrapod tetapi lapisan dibawahnya yaitu secondary layer, core layer dan berm tetap menggunakan batu alam. Penabelan berat pada tiap leyer tersebut dapat dilihat dalam Tabel 6.7.

Tetrapod yang digunakan memiliki data-data sebagai berikut :

- Berat jenis : 140 pcf

- Berat : 5 ton

- Tebal rata-rata untuk dua lapis : 8.63 ft - Simbol dan Dimensi tiap Unit :

- A = 0.58 m - B = 0.29 m - C = 0.92 m - D = 0.91 m - E = 0.45 m - F = 1.24 m - G = 0.41 m - H = 1.93 m - I = 1.17 m - J = 0.59 m - K = 2.11 m - L = 2.32 m

Gambar 6.7 – Detailing Tetrapod Tabel 6.7 - Berat Tetrapod untuk Armour

Layer

Tabel 6.8 - Berat Batuan Tiap Layer dengan

Armour Layer berupa Tetrapod

6.2.2. Tebal Lapisan Tiap Layer

Perhitungan ketebalan tiap layer breakwater bergantung pula pada berat dari armour unit tiap layernya. Selain itu juga koefisien empiris tiap layer dan jumlah lapis armour pada tiap layer. Pada Tabel 6.9 dan Tabel 6.10 merupakan penabelan untuk tebal layer bila menggunakan armour berupa batu alam, sedangkan pada Tabel 6.11 dann 6.12 menggunakan armour berupa tetrapod.

Tabel 6.9 - Tebal Tiap Layer dengan Armour Layer

berupa Batu Pecah

232

(17)

Tabel 6.10 - Tebal Tiap Layer dengan

Armour Layer berupa Batu Pecah Rencana

Tabel 6.11 - Tebal Tiap Layer dengan

Armour Layer berupa Tetrapod

Tabel 6.12 - Tebal Tiap Layer dengan

Armour Layer berupa Tetrapod Rencana

6.2.3. Lebar Lapisan Permukaan

Perhitungan lebar tiap layer breakwater bergantung pula pada berat dari armour unit tiap layernya. Selain itu juga koefisien empiris tiap layer dan jumlah lapis armour pada tiap layer. Pada Tabel 6.13 dan Tabel 6.14 merupakan penabelan untuk tebal layer bila menggunakan armour berupa batu alam, sedangkan pada Tabel 6.15 dan 6.16 menggunakan armour berupa tetrapod.

Tabel 6.13 - Lebar Tiap Layer dengan

Armour Layer berupa Batu Pecah

Tabel 6.14 - Lebar Tiap Layer dengan

Armour Layer berupa Batu Pecah Rencana

Tabel 6.15 - Lebar Tiap Layer dengan

Armour Layer berupa Tetrapod

Tabel 6.16 - Lebar Tiap Layer dengan

Armour Layer berupa Tetrapod Rencana

6.2.4. Lapisan Filter Layer

Lapisan filter ini berada di atas lapisan tanah dasar asli yang berfungsi untuk meratakan beban. Pada lapisan ini digunakan gedek guling atau batang bambu yang disusun secara bersilang. Pada saat pemasangan, gedek guling harus diberi pemberat agar bisa tenggelam dan tidak terbawa oleh arus dan gelombang laut. Lebar lapisan ini yaitu sebesar lebar bagian bawah breakwater yang direncanakan atau bahkan dibuat lebih panjang dengan memberikan batu seukuran core layer sampai dengan 4 kali kedalaman perairan.

6.2.5. Perbandingan Material Batu Pecah dengan Tetrapod

Berdasarkan hasil perhitungan tinggi breakwater, lebar breakwater, tebal tiap layer dan berat tiap armour antara kedua material maka dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang sangat signifikan. Oleh karena itu dilakukan perbandingan terhadap metode pelaksanaan antara material batu pecah dengan tetrapod.(Tabel 6.16)

Berdasarkan perbandingan pada metode

pelaksanaan dipilihlah tetrapod sebagai material untuk armour layer. Pemilihan ini dikarenakan juga pada pertimbangan sulitnya mencari material batu alam yang berukuran besar saat ini di wilayah Pulau Jawa. Walaupun diperkirakan harga material breakwater bila menggunakan tetrapod ini lebih mahal tapi mendapatkan material tersebut lebih mudah sehingga dapat mempercepat jadwal pekerjaan dikarenakan materialnya lebih mudah didapat.

6.2.6. Elevasi Puncak Breakwater

Penentuan elevasi puncak breakwater didasarkan boleh atau tidaknya terjadi overtopping. Pada breakwater dengan kondisi non overtopping akan didapatkan dimensi yang lebih tinggi, sehingga membutuhkan biaya pembangunan yang lebih besar.

Pada Fasilitas perawatan dan perbaikan kapal ini tidak terjadi proses bongkar muat barang serta kapal yang akan memasuki area ini merupakan kapal kosong tanpa muatan. Oleh karena kapal ini kosong sehingga mudah terganggu oleh gelombang yang datang apabila terlalu besar. Jadi breakwater dibangun agar mempermudah kapal yang akan memasuki fasilitas perawatan dan perbaikan kapal dengan mudah dan tidak terganggu oleh gelombang.

Penentuan elevasi puncak harus memperhitungkan besarnya pasang surut, besarnya settlement dan transmisi gelombang. Elevasi puncak rencana dapat dilihat pada Tabel 6.17.

(18)

Tabel 6.17 – Elevasi Puncak Breakwater

6.2.7. Stabilitas Breakwater 6.2.7.1. Stabilitas Terhadap Sliding

Berdasarkan perhitungan didapatkan hasil melebihi dari safety factornya sebesar 1.2 sehingga stabilitasnya dapat dikatakan stabil dan aman untuk menahan sliding atau tergelincirnya armour. Hasil perhitungan menggunakan XSTABL dapat dilihat pada lampiran. Gambar di bawah ini merupakan salah satu hasil perhitungannya pada Segmen 1.

Gambar 6.7 – Bidang Keruntuhan pada Segmen 1

6.2.7.2. Stabilitas Terhadap Settlement

Perhitungan Immediate Settlement pada tugas akhir ini menggunakan prinsip teori dari Biarez dan Giround.Gambar 6.8. Perumusan itu adalah sebagai berikut :

𝑆𝑖 = 𝑃𝐻

2𝑎𝑝 𝐸

Gambar 6.8 – Pemodelan Breakwater

Berikut ini merupakan perhitungan immediate settlement di tiap segmen.

1. Segmen 1 pada kedalaman -9 mLWS Pada segmen 1 ini merupakan bagian Head breakwater.  Kondisi Tanah Tebal lapisan (H)= 4 m γsat =1.2 t/m3 E = 30000 KN/m2 υ = 0.4  Kondisi Breakwater(Gambar 6.9) a = 32.4 m b = 69.8 m → 0.5 b = 34.9 m h = 14.2 m γbatu = 2.4 t/m3

Gambar 6.9 – Dimensi Head

Breakwater  Perhitungan 𝛽 = 𝐻 0.5 ∙ 𝐵= 4 34.9= 0.115 𝑚 υ = 0.40

dari kedua nilai diatas didapatkan nilai PH sebesar 0.05 dengan melihat grafik Giroud dan Biarez. p = γtimb.x Htimb. = 2.65 x 14.2 = 34.08 t/m2 𝑆 =2 𝑥 0.5 𝑥 69.8 𝑥 34.08 30000 𝑥0.05 = 0.004 𝑚  Kesimpulan :

Jadi penurunan akibat immediate settlement adalah sebesar 0.004 m = 0.4 cm. Untuk keamanan digunakan penurunan sebesar 10 cm.

2. Segmen 2 pada kedalaman -6 mLWS

 Kondisi Tanah Tebal lapisan (H)= 4 m γsat =1.2 t/m3 E = 30000 KN/m2 υ = 0.4  Kondisi Breakwater(Gambar 6.10) a = 26.6 m b = 58.2 m → 0.5 b = 29.1 m h = 11.3 m γbatu = 2.4 t/m3  Perhitungan 𝛽 = 𝐻 0.5 ∙ 𝐵= 4 29.1= 0.138 𝑚 υ = 0.40

dari kedua nilai diatas didapatkan nilai PH sebesar 0.08 dengan melihat grafik Giroud dan Biarez,

h b a 69.8 32.4 14.2 5

(19)

Gambar 6.10 – Dimensi Segmen dua Breakwater p = γtimb.x Htimb. = 2.4 x 11.3 = 27.12 t/m2 𝑆 =2 𝑥 0.5 𝑥 58.2 𝑥 27.12 30000 𝑥0.08 = 0.0042 𝑚  Kesimpulan :

Jadi penurunan akibat immediate settlement adalah sebesar 0.0042 m = 0.42 cm. Untuk keamanan digunakan penurunan sebesar 10 cm.

3. Segmen 1 pada kedalaman -4 mLWS

 Kondisi Tanah Tebal lapisan (H)= 4 m γsat = 1.2 t/m3 E = 30000 KN/m2 υ = 0.4  Kondisi Breakwater(Gambar 6.11) a = 21.4 m b = 46.3 m → 0.5 b = 23.15 m h = 9.2 m γbatu = 2.4 t/m3

Gambar 6.11 – Dimensi Segmen tiga Breakwater

 Perhitungan 𝛽 = 𝐻 0.5 ∙ 𝐵= 4 23.15= 0.173 𝑚 υ = 0.40

dari kedua nilai diatas didapatkan nilai PH sebesar 0.1 dengan melihat grafik Giroud dan Biarez, p = γtimb.x Htimb. = 2.4 x 9.2 = 22.08 t/m2 𝑆 =2 𝑥 0.5 𝑥 46.3 𝑥 22.08 30000 𝑥0.1 = 0.0034 𝑚 Kesimpulan :

Jadi penurunan akibat immediate settlement adalah sebesar 0.0034 m = 0.34 cm. Untuk keamanan digunakan penurunan sebesar 10 cm.

Berdasarkan perhitungan settlement tersebut, tampak bahwa settlement terbesar yang terjadi sebesar 10 cm. Besarnya settlement ini ternyata jauh lebih kecil dari yang diasumsikan yaitu 1 m . Oleh karena itu breakwater ini sudah sangat cukup stabil untuk mengantisipasi terjadinya settlement.

Dari hasil perhitungan settlement yang di dapatkan maka harus di evaluasi kembali elevasi puncak yang telah di asumsikan di awal. Besarnya settlement di awal sebesar 1 m harus disesuaikan dengan perhitungan settlement yang di dapat agar tidak terjadi pemborosan. Perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 6.19.

Tabel 6.19 – Elevasi Puncak yang

Telah Disesuaikan dengan Besarnya Settlement

6.2.7.3 Stabilitas Terhadap Puncture Failure

Berikut ini merupakan perhitungan puncture

failure pada setiap segmen dari breakwater.

1. Head pada kedalaman -9 mLWS

 Parameter tanah dibawah

breakwater : γs = 1.2 t/m3 → γ’ =(1.2-1) =0.2t/m3 Cu = 1 kg/cm2=10 t/m2  Kondisi breakwater : B = 61.8 m H = 14.2 m  Perhitungan : B/H = 61.8/14.2 = 4.35,sehingga Nc = 6.476 𝑆𝐹 =𝑞𝑚𝑎𝑥 𝑞 = 10∙6.476 0.2∙14.2 = 22.8 > 3...OK

2. Segmen 1 pada kedalaman -6 mLWS

 Parameter tanah dibawah

breakwater : γs = 1.2 t/m3 → γ’ =(1.2-1) =0.2t/m3 Cu = 1 kg/cm2=10 t/m2  Kondisi breakwater : B = 50.2 m H = 11.3 m  Perhitungan : B/H = 50.2/11.3 = 4.44,sehingga Nc = 6.521 𝑆𝐹 =𝑞𝑚𝑎𝑥 𝑞 = 10∙6.521 0.2∙11.4 = 28.6 > 3...OK

3. Segmen 2 pada kedalaman -4 mLWS

46.3 21.4 9.2 3.5 58.2 26.6 11.3 5

(20)

 Parameter tanah dibawah breakwater : γs = 1.2 t/m3 → γ’ =(1.2-1) =0.2t/m3 Cu = 1 kg/cm2=10 t/m2  Kondisi breakwater : B = 40.3 m H = 9.2 m  Perhitungan : B/H = 40.3/9.2 = 4.38,sehingga Nc = 6.49 𝑆𝐹 =𝑞𝑚𝑎𝑥 𝑞 = 10∙6.49 0.2∙9.2 = 35.27 > 3...OK

Berdasarkan perhitungan tersebut diatas diketahui bahwa safety factor lebih besar dari yang

disayaratkan yaitu 3, sehingga dapat dikatakan bahwa lapisan tanah atau lapisan di bawah timbunan cukup kuat untuk menahan timbunan tersebut.

BAB VII

METODE PELAKSANAAN

Dalam bab 7 ini, akan dibahas mengenai metode pelaksanaan pekerjaan breakwater untuk fasilitas perawatan dan perbaikan kapal di perairan Desa

Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten

Lamongan, Propinsi Jawa Timur yang mengacu pada hasil perencanaan pada bab-bab sebelumnya.

Konstruksi breakwater di fasilitas perawatan dan perbaikan kapal ini mempunyai panjang keseluruhan 937 m yang terdiri atas dua tipe yaitu rubble mound sepanjang 450 m yang terletak mulai kedalaman -8.5 mLWS sampai dengan +2 mLWS dan tipe monolith sepanjang 487 m yang terletak mulai kedalaman -9.2 mLWS sampai dengan -8.5 mLWS. Kemiringan breakwater rubble mound digunakan 1:2 dan material yang digunakan terdiri dari tetrapod sebagai primary layer dan batu alam sebagai secondary layer serta core layer serta lapisan filter layer menggunakan gedeg guling.

Metode pelaksanaan perencanaan breakwater ini meliputi beberapa tahapan pekerjaan sebagai berikut :

 Pekerjaan persiapan  Pekerjaan Struktur

o Breakwater Rubble Mound

- Pekerjaan pemasangan gedek guling

- Pekerjaan pemasangan material inti (core stone)

- Pekerjaan pemasangan

secondary layer

- Pekerjaan pemasangan primary layer

o Breakwater Monolith - Pekerjaan pemancangan - Pekerjaan pengecoran poer

BAB VIII

RENCANA ANGGARAN BIAYA Tabel 8.7 – Rekapitulasi Anggaran Biaya Total

BAB IX KESIMPULAN 9.1. Evaluasi Layout

Layout rencana yang dibuat oleh owner menunjukkan bahwa bagian breakwater rubble mound dimulai pada elevasi +2 mLWS sampai dengan -8.5 mLWS sedangkan pada breakwater monolith dimulai pada elevasi -8.5 mLWS sampai dengan -9 mLWS. Dengan kondisi layout tersebut dirasa breakwater dapat melayani kriteria kapal yang akan memasuki wilayah perawatan dan perbaikan kapal dengan spesifikasi kapal sebagai berikut :

- Bobot mati : 10000-35000 DWT - Panjang kapal (LOA) : 142-197 meter - Lebar kapal (Width) : 19-28.5 meter

- Lunas Penuh(Full Draft) :

8.3-11.1 meter

- Draft kosong : 7-9

meter

- Tinggi(Depth) :

11.1-14.8 meter

Breakwater pada perencanaan fasilitas perawatan dan perbaikan kapal ini selain berfungsi sebagai pemecah gelombang datang agar tidak masuk wilayah pelabuhan tetapi juga sebagai pengarah kapal yang akan memasuki wilayah pelabuhan.

9.2. Struktur Breakwater

9.2.1. Struktur Breakwater Rubble Mound

Struktur breakwater rubble mound menggunakan armour layer berupa tetrapod. Dari hasil perencanaan didapatkan hasil :

- Head Breakwater (-9 mLWS)

Tinggi total breakwater : 13 meter

Lebar primary layer : 5 meter

Berat armour : 3.83 ton

Tebal primary layer : 3.5 meter

- Segmen 1 (-6 mLWS)

Tinggi total breakwater : 10 meter

Lebar primary layer : 5 meter

Berat Armor : 3.57 ton

Tebal primary layer : 3.5 meter

- Segmen 2 (-4 mLWS)

No Uraian Total (Rp)

I Pekerjaan Persiapan Rp 624,100,000.00

II Breakwater Rubble Mound Rp 153,652,528,805.591

III Breakwater Monolith Rp 164,231,230,928.565

318,507,859,734.16 Rp 31,850,785,973.42 Rp 350,358,645,707.57 Rp 350,358,646,000.00 Rp Total+PPn Jumlah akhir(pembulatan)

Terbilang : Tiga Ratus Lima Puluh Milyar Tiga Ratus Lima Puluh Delapan Juta Enam Ratus Empat Puluh Enam Ribu Rupiah

Jumlah Total PPN 10%

(21)

Tinggi total breakwater : 8 meter

Lebar primary layer : 3.5 meter

Berat Armor : 2.53 ton

Tebal primary layer : 3 meter

9.2.2. Struktur Breakwater Monolith

Dari hasil perencanaan pada Bab VI, didapatkan hasil sebagai berikut :

- Tiang Pancang Ø120 cm dengan tebal 2.5 cm hingga kedalaman -16 mLWS. - Poer menerus : 520 cm x 350cm x 300 cm - Diameter tulangan Poer : D19 dan Ø10 - Elevasi puncak : +5.2 mLWS 9.3. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan pekerjaan struktur secara keseluruhan dilakukan dari laut menggunakan tongkang dan crane sebagai alat pemindah material. Pada breakwater rubble mound perletakan materialnya menggunakan kapal-kapal seperti suction trailing hopper

dredger untuk penimbunan core layer.

Sedangkan pada secondary layer

menggunakan backhoe yang mengapung pada

tongkang dan pada primary layer

menggunakan crane yang mengapung pada tongkang. Dalam pengontrolan perletakkan armour berupa tetrapod harus benar-benar diatur dan diawasi agar panataannya random tapi rapih.

Pada pekerjaan Struktur Monolith menggunakan hydraulic hammer sebagai alat bantu pemancangan tiang pancangnya. Pembuatan poer tiang pancang dilakukan menggunakan cast in situ.

9.4. Anggaran Biaya

Total anggaran biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan breakwater berdasarkan perhitungan Bab VIII adalah sebesar Rp. 350.358.646.000,00. ( Tiga ratus lima puluh milyar tiga ratus lima puluh delapan juta enam ratus empat puluh enam ribu rupiah).

9.5. Saran

Pada perhitungan difraksi dan transmisi gelombang dari arah Timur Laut didapatkan tinggi gelombang yang masih cukup besar di dalam pelabuhan. Berdasarkan hasil tersebut maka sebaiknya breakwater monolith yang ada harus diperpanjang sekitar 100 meter sampai dengan 150 meter agar gelombang dari arah Timur Laut tidak terlalu besar masuk ke dalam wilayah pelabuhan.

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat frekuensi dan intensitas serangan hama dan penyakit pada Shorea balangeran di areal persemaian Tumbang Nusa BPDASHL Kahayan Kalimantan Tengah Bintil Daun

Artinya bahwa keluaran sistem sudah sesuai dengan perancangan yang diinginkan baik pada setpoint tetap maupun dengan setpoint berubah-ubah dan dari hasil

Dalam proses belajar terdapat beberapa kelemahan yang mempengaruhi keberanian mengemukakan pendapat dan hasil belajar siswa menjadi menurun.Latar belakang karekter

Hasil: Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KPD pada ibu bersalin tahun

Tanggal pencatatan Penghapusan, biaya dan

Galur IR61242- 3B-B-2 memiliki penampilan lebih baik dan ber- beda nyata dibandingkan dengan varietas pemban- ding untuk karakter tinggi tanaman, jumlah gabah isi, dan bobot

Setiap orang yang terdapat sebagai penulis pada naskah tersebut telah berkontribusi substansi dan intelektual dengan ini menyatakan memberikan persetujuan untuk

Untuk permasalahan inverse kinematics menggunakan metode solusi closed form dalam pendekatanya menggunakan solusi geometri, maka akan dibuat persamaan pada tiap-tiap