• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Kimia Rumput Laut (Caulerpa lentillifera) dari Perairan Kei Maluku dengan Metode Pengeringan Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komposisi Kimia Rumput Laut (Caulerpa lentillifera) dari Perairan Kei Maluku dengan Metode Pengeringan Berbeda"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI KIMIA RUMPUT LAUT

Caulerpa lentillifera

DARI PERAIRAN KEI MALUKU DENGAN METODE PENGERINGAN

BERBEDA

Alfonsina Marthina Tapotubun

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Kampus Unpatti-Poka

Jalan. Mr. Chr. Soplanit Poka 97233 Ambon Maluku Telepon. (0911) 3825060, faks. (0911) 3825061

*Korespondensi:am.tapotubun@gmail.com; am.tapotubun@fpik.unpatti.ac.id Diterima: 31 Januari 2017/ Disetujui: 31 Maret 2018

Cara sitasi: Tapotubun AM. 2018. Komposisi kimia rumput laut Caulerpa lentillifera dari Perairan Kei Maluku dengan metode pengeringan berbeda. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 21(1): 13-23.

Abstrak

Caulerpa lentillifera merupakan salah satu rumput laut khas Maluku khususnya Kepulauan Kei, yang disediakan langsung oleh alam dengan populasi yang cukup padat dan dapat ditemukan sepanjang tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi kimia anggur laut C. lentillifera dari perairan Kepulauan Kei Maluku dengan metode pengeringan yang berbeda. Caulerpa lentillifera dikeringkan dengan metode pengeringan sinar matahari langsung selama 3 hari dan pengeringan tidak langsung (kering-angin) selama 7 hari. Analisis sampel meliputi komposisi kimia dan total mineral. Kadar air C. lentillifera berkisar 8,82-19,22%, protein 5,63-7,55%, abu 40,66-41,83%, lemak 0,88-0,99%, karbohidrat 29,82-37,76% dan serat kasar 23,02-24,14%. Pengeringan tidak langsung (kering-angin) menghasilkan C. lentillifera kering dengan komposisi kimia dan serat yang cenderung lebih tinggi, dibandingkan pengeringan sinar matahari langsung. Keunggulan komposisi kimia C. lentillifera kering dari perairan Kepulauan Kei Maluku adalah kandungan mineral, protein, karbohidrat dan serat kasar yang tinggi, tetapi kadar lemak rendah sehingga dapat dikembangkan sebagai makanan fungsional.

Kata kunci: makanan fungsional, pengeringan dengan udara, pengeringan sinar matahari, proksimat, serat kasar

Chemical Composition of Sea Grapes Caulerpa lentillifera from Kei Islands Maluku

with Different Drying Methods

Abstract

Caulerpa lentillifera is a kind of seaweeds grows in Maluku, especially in Kei Islands, highly populated and can be found throughout the year. The aim of this study was to identify proximate and crude fiber composition of sea grapes C. lentillifera of the Kei Islands, Maluku. Caulerpalentillifera was dried using two methods including sun and air dried methods. The samples were analysed for chemical composition, and total minerals. The result shows that proximate composition of C.lentillifera at both air and sun dried were: water content 8.82-19.22%, protein 5.63-7.55%, ash 40.66-41.83%, fat 0.88-0.99%, carbohydrate 29.82-37.76% and crude fiber 23.02-24.14%. Air dried method produced higher nutrition composition of dried C.lentillifera with lower water content, compared to that of direct sun dried method. Superiority of chemical composition in dried sea grapes C.lentillifera are: higher mineral, carbohydrate, protein and crude fiber contents, and lower fat content, so it can be developed as a functional food.

(2)

PENDAHULUAN

Anggur laut C. lentillifera adalah salah satu jenis rumput laut hijau yang tumbuh subur di perairan Kepulauan Kei Maluku dan dapat ditemukan sepanjang tahun (Tapotubun et al. 2016; Mailoa et al. 2017). Masyarakat lokal mengenal C. lentillifera dengan sebutan “lat” yang dimanfaatkan sebagai sayuran segar bahkan telah menjadi salah satu menu favorit khas Kepulauan Kei.

C. lentillifera segar didominasi air dan sangat mudah mengalami kerusakan. Komposisi kimia C. lentillifera penting untuk diketahui sehingga pemanfaatan dan pengembangannya sebagai bahan pangan dapat dilakukan secara tepat tanpa menghilangkan kandungan nutrisinya. Penjemuran dengan sinar matahari langsung dan tidak langsung adalah metode pengeringan yang sederhana dan murah sehingga selalu dilakukan oleh masyarakat pedesaan untuk suatu produk. Metode pengeringan akan mempengaruhi mutu dan komposisi kimia produk yang dikeringkan.

Beberapa penelitian untuk menentukan komposisi kimia anggur laut (Caulerpa sp.) segar maupun kering dari beberapa perairan telah dilakukan (Nufus et al. 2017; Nurjanah 2016 et al.; Masduqi et al. 2014; Murugaiyan and Narasiman 2013; Ma’aruf et al. 2013; Murugaiyan et al. 2012; Santi et al. 2012; Kumar et al. 2011; Nguyen et al. 2011; Matanjun et al. 2009; Ratana-arporn and Chirapart 2006).

Sifat fisika kimia Caulerpa sp. segar dari perairan Kepulauan Kei (Tapotubun 2016) dan Kepulauan Tual Maluku (Nurjanah et al. 2016) telah dilaporkan, (namun belum ada informasi tentang komposisi kimia C. lentillifera kering dari perairan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi kimia anggur laut C. lentillifera dengan metode pengeringan yang berbeda.

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah C. lentillifera dari perairan Kei Maluku, kertas saring (Whatman 42), HCL (Merck), NaOH (Merck), H2SO4 (Merck), pertoleum benzen (Merck), fenol (Merck),

etanol (Merck), carbon aktif (Merck), kertas lakmus (Mercherey-negel). Alat yang digunakan adalah timbangan analitik (Apel-PD-3.000UV), oven (Memmert), spektrofotometer (Boeco), oven pengabuan (Heraeus), hot plate (Cimarec), AAS (Atomic Absorbtion Spectrofotometer) (Shimatzu AA-700), desikator, perangkat alat refluks, destilasi dan destruksi (Pyrex).

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu pengambilan sampel C. lentillifera, preparasi dan pengeringan sampel, serta analisis komposisi kimia dan mineral.

Preparasi dan pengeringan C. lentillifera

Sampel C. lentillifera diambil dari perairan Desa Letman Kepulauan Kei Maluku Tenggara dengan ordinat (5;45;1 LS dan 132;43;41 BT), dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari kotoran yang menempel dan selanjutnya dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu penjemuran langsung dengan sinar matahari dan penjemuran tidak langsung dengan cara diangin-anginkan hingga kering.

Pengeringan C. lentillifera

Metode pengeringan langsung dengan sinar matahari dilakukan dengan menimbang sampel C. lentillifera segar sebanyak 2 kg dan ditebarkan di atas lantai yang diberi alas pada daerah terbuka sehingga terpapar sinar matahari secara langsung dan dibiarkan hingga kering. Pengeringan tidak langsung (kering angin) dilakukan dengan menebarkan 2 kg sampel C. lentillifera di atas para-para (terbuat dari bambu) pada tempat yang teduh dan biarkan hingga kering dan ditimbang untuk mengetahui rendemennya. Kedua metode pengeringan diulang sebanyak tiga kali. Perhitungan rendemen dinyatakan dalam rumus berikut:

Analisis komposisi kimia

Analisis komposisi kimia mengacu pada metode Sudarmadji (1997) yaitu kadar air

Berat kering

Rendemen = x 100% Berat segar

(3)

dengan metode oven, protein kasar dengan metode Kjedhal, lemak dengan metode Soxhlet, abu dengan metode oven pengabuan, karbohidrat (by different) dan serat kasar dengan metode gravimetrik.

Analisis kadar mineral

Preparasi sampel untuk analisis mineral Na, K, Ca, Mg, Mn, Zn, dan Fe dilakukan dengan prosedur pengabuan basah (AOAC 2005). Serbuk C. lentillifera kering (telah dihaluskan melewati ayakan 100 mesh) ditimbang 1 g dan masukan ke dalam erlenmeyer, kemudianditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan 1 mL H2SO4 pekat lalu dibiarkan selama 1 malam, kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HCL dan HNO3 dengan perbandingan 2:1. Larutan dipemanaskan pada suhu rendah sampai mengeluarkan gas berwarna coklat dan dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 150-200oC hingga larutan menjadi kuning

muda jernih dan didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Akuabides ditambahkan sedikit, disaring dengan kertas saring di dalam labu takar 100 mL, kemudian bilas dengan akuabides sebanyak 2–3 kali. HNO3 pekat dan akuabides ditambahkan sebanyak 1 mL hingga mencapai 100 mL, labu ditutup lalu aduk hingga homogen. Tahap pengukuran dengan Atomic Absorbtion Spectrofotometer (AAS) Shimatsu AA-700: larutan standar dibuat dari masing-masing mineral dengan seri konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 mg/L dan diukur absorbansi pada panjang gelombang masing-masing mineral antara lain: Na 589,0 nm, K 766,5 nm, Ca 422,7 nm, Mg 285,2 nm, Fe 248,3 nm, Mn 279,5 nm, dan Zn 213,9 nm. Limit deteksi untuk masing-masing mineral antara lain: Na 0,10 ppm, K 0,18 ppm, Ca 1,77 ppm, Mg 0,06 ppm, Fe 0,17 ppm, Mn 0,10 ppm dan Zn 0,10 ppm. Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang dari masing-masing mineral yang terkandung didalam sampel C. lentillifera kering.

Analisis Data

Data diolah menggunakan Microsoft office Excel (Microsoft Inc. USA), dianalisis secara deskriptif untuk menentukan komposisi kimia dan mineral C. lentillifera

yang dikeringkan dengan metode berbeda. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Perairan Kei Kecil

Wilayah pesisir kepulauan Kei Kecil secara geomorfologi merupakan pantai berpasir danberkarang (coral reef coast) dengan beberapa laguna dan teluk-teluk semi tertutup (estuary). Perairan ditumbuhi mangrove, lalang laut dan beberapa jenis rumput laut dan tergolong sebagai perairan yang subur dengan nilai klorofil-a fitoplankton antara 1,5–5 mg/m3. Perairan

Kei Kecil merupakan perairan teluk dengan kondisi oseanografi perairan didominasi oleh perairan dengan kedalaman dangkal <200 meter. Kelandaian perairan berkisar antara 2-6% sehingga dapat dikategorikan sebagai perairan landai. Kecerahan perairan bervariasi antara 4-13 meter dengan nilai rerata 9,5 meter. Kandungan padatan tersuspensi (TSS) berkisar antara 0,38-0,89 mg/L dengan nilai rata-rata 0,63 mg/L. Nilai TSS yang diperoleh masih dapat digolongkan rendah dan memungkinkan bagi penetrasi cahaya matahari masuk jauh ke dalam kolom perairan sehingga proses fotosintesis tumbuhan akuatik dapat berlangsung dengan baik.

Kadar salinitas permukaan perairan berkisar antara 34-35 ppt dengan nilai rerata 34,50 ppt, dan rata-rata pH 7,25 menunjukkan perairan bersifat cenderung basa (DKP 2010). Nilai salinitas dan pH mengindikasikan bahwa massa air di perairan umumnya di dominasi oleh massa air oseanik yang bersalinitas tinggi, sementara pengenceran oleh massa air tawar dari daratan relatif kecil karena tidak terdapat sungai pada wilayah ini.

Rendemen C. lentillifera

Bobot C. lentillifera segar didominasi air dan sebagian besar air menguap selama proses pengeringan atau terjadi kehilangan sebesar 81,9-82,1%. Kehilangan air pada bahan pangan menyebabkan perubahan kenampakan bahan pangan tersebut, selama proses pengeringan terjadi perubahan fisik C. lentillifera dari kondisi segar menjadi setengah kering, hampir kering dan kering (Gambar 1).

(4)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan dengan sinar matahari langsung membutuhkan waktu tiga hari dengan suhu udara 25-34oC sedangkan pengeringan tidak

langsung (kering angin) membutuhkan waktu enam hari dengan suhu udara 25-28oC. Suhu

pada metode tidak langsung lebih rendah sehingga membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan metode pengeringan langsung yang waktunya lebih pendek karena suhu yang lebih tinggi (Tabel 1).

C. lentillifera kering dengan metode pengeringan langsung dengan sinar matahari membutuhkan waktu yang lebih singkat dan menghasilkan rendemen yang lebih banyak dibandingkan metode pengeringan tidak langsung (kering angin), hal ini berhubungan dengan hilangnya air selama penjemuran berlangsung yang mengakibatkan susut bobot menjadi besar dan rendemen menjadi lebih kecil, hasil yang sama juga terjadi pada penelitian Zainuddin et al. (2012) dengan

(A) (B) (C) (D)

Gambar 1 Perubahan morfologi C. lentillifera selama proses pengeringan: (a) segar; (b) setengah kering (c) hampir kering (d) kering.

Figure 1 Morphological changes of C. lentillifera during the drying process: (a) fresh; (b) half dry (c) almost dry (d) dry.

rendemen Caulerpa kering pada kisaran 2,63-4,27%. Hardoko et al. (2015) menyatakan bahwa rendemen dipengaruhi oleh jumlah air dan komponen lainnya yang hilang selama proses pascapanen, pada kondisi segar C. lentillifera membutuhkan ruang yang cukup besar untuk penyimpanannya dan sangat mudah mengalami kerusakan. Kehilangan bobot (susut bobot) akibat pengeringan memberikan nilai manfaat pada proses penyimpanan C. lentillifera karena volume dan ruang penyimpanan menjadi yang lebih kecil serta dapat memperlama masa simpan. Komposisi Kimia C. lentillifera

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan cara pengeringan menghasilkan komposisi kimia anggur laut C. lentillifera yang berbeda pula, hal ini berkaitan dengan suhu dan waktu pengeringan. Komposisi kimia C. lentillifera dengan metode pengeringan tidak langsung (kering-angin) cenderung lebih Tabel 1 Rendemen C. lentillifera setelah pengeringan

(Table 1 Yield of C. lentillifera after drying) Parameter Pengeringan sinar Sample

matahari/Sun dried Pengeingan udara/dried Air

Berat awal/Initial weight 2000 2000

Berat awal/Final weight (gram) 88 73

Suhu/Temperature (oC) 25–34 25–28

Waktu/Time (day) 3 6

(5)

Tabel 2 Komposisi kimia C. lentillifera kering (Table 2 Chemical composition of dried C. lentillifera)

Sample

Proximate analysis Fresh ** Sun dried Air dried

Kadar air/Moisture (%) 94.84 18.82 9.22

Kadar abu/Ash (%) 3.29 40.66 41.83

Kadar protein/Protein (%) 1.29 5.63 7.55

Kadar lemak/Lipids (%) 0.76 0.88 0.99

Kadar karbohidrat/Carbohydrate (%)* 3.18 29.82 37.76

Kadar serat/Fiber (%) 0.002 23.02 24.14

Information: (*) = by different (**) = Tapotubun (2016)

tinggi dibandingkan dengan pengeringan langsung di bawah sinar matahari (Tabel 2).

Proses pengeringan dengan sinar matahari langsung maupun tidak langsung cenderung berlangsung lambat akibat dari suhu udara yang tidak konstan, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama proses pengeringan, kadar air semakin rendah dan komposisi kimia lainnya meningkat. C. lentilifera pada keadaan segar didominasi oleh air sedangkan pada kondisi kering komposisi C. lentillifera didominasi kadar abu, karbohidrat, serat kasar dan protein.

Komponen kimia yang terkandung pada C. lentillifera kering memperlihatkan bahwa C. lentillifera memiliki nutrisi yang baik dan dapat dijadikan sebagai bahan makanan fungsional yang baik. C. lentillifera mengandung karbohidrat, kadar abu dan serat kasar yang tinggi serta lemak yang rendah sehingga sangat baik untuk dikonsumsi sehari-hari (Santi et al. 2012; Kumar et al. 2011; Hong et al. 2007).

Kadar Air

Komposisi kimia Caulerpa spp segar didominasi oleh air yaitu 94,84% (Tapotubun 2016). Kadar air C. lentillifera setelah dikeringkan menjadi 9,22-18,22%. Proses pengeringan menguapkan sebagian besar air sehingga kadar air menurun drastis. Kehilangan air terjadi lebih banyak pada metode pengeringan tidak langsung (kering-angin) karena waktu pengeringan yang lebih panjang yaitu 7 hari, dibandingkan

dengan metode pengeringan sinar matahari langsung yang hanya membutuhkan waktu 3 hari. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengeringan udara dengan suhu rendah yang berlangsung dalam waktu yang panjang, menghasilkan kadar air yang lebih rendah. Kandungan air rumput laut segar yaitu 80-90% dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10-20% (Chaidir 2006).

Fadilah et al. (2010) menyatakan bahwa semakin lama waktu pengeringan, kadar air dalam bahan makin berkurang dan kecepatan penurunan yang semakin sedikit. Ma’aruf et al. (2013) juga menyatakan bahwa waktu pengeringan yang lama menyebabkan kadar air yang terdapat pada suatu bahan pangan akan semakin rendah.

Kadar air bahan pangan sangat penting diketahui agar penanganan dapat dilakukan secara tepat untuk mempertahankan mutu dan daya awet bahan pangan tersebut. C. lentillifera mengandung air yang sangat banyak, sehingga membutuhkan ruang yang cukup besar untuk penyimpanannya serta sangat mudah mengalami kerusakan. Pengeringan merupakan salah satu cara memaksimalkan pemanfaatan C. lentillifera dengan tetap mempertahankan potensi nutrisi yang terkandung pada C. lentillifera sehingga dapat disimpan lebih lama dengan ruang yang lebih kecil.

Protein

Kadar protein C. lentillifera kering dengan metode kering-angin cenderung lebih

(6)

tinggi yaitu 7,55% dibandingkan metode pengeringan langsung yaitu 5,63% (Tabel 2). Kandungan protein C. lentillifera pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein rumput laut Sargassum polycystum dengan metode pengeringan yang sama, protein kasar S.polycytum dengan metode kering angin yaitu 9,66±0,104% dan kering matahari langsung yaitu 8,32±0,104% (Masduqi et al. 2014). Penguapan air selama pengeringan menyebabkan komposisi kimia lainnya termasuk protein menjadi lebih terkonsentrasi.

C. lentillifera dari perairan Kei dengan kedua metode pengeringan memiliki kadar protein yang lebih rendah dibandingkan C. lentillifera dari kolam budidaya Station Amhor BanLam yang mencapai 12,49% (Ratana-arpon dan Chirapart 2006), kandungan protein C. lentillifera hasil budidaya di Taiwan yaitu 9,26% (Nguyen et al. 2011) dan C. lentillifera dari perairan bagian utara Borneo yaitu 10,41% namun relatif tidak berbeda dengan C. veravelensis yaitu 7, 77% (Matanjun et al. 2009). Kumar et al. (2011) melaporkan bahwa kisaran kadar protein tiga jenis Caulerpa dari pesisir pantai Vereval Gujarat India berkisar 7-13%.

Kadar protein C. lentillifera kering pada penelitian ini berada pada kisaran yang sama dengan hasil penelitian Matanjun et al. (2008) dan Hong et al. (2007) yaitu 5,8-10,41%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya variasi yang cukup tinggi pada kandungan protein rumput laut di berbagai wilayah perairan. Ratana-arpon dan Chirapart (2006) menyatakan bahwa variasi dalam kandungan protein rumput laut dapat terjadi akibat adanya perbedaan spesies, musim dan letak geografis.

Pengeringan dengan metode tidak langsung atau dengan cara kering-angin menghasilkan kadar protein C. lentillifera yang lebih tinggi dibandingkan pengeringan langsung dengan sinar matahari. Kadar protein C. lentillifera yang tinggi pada pengeringan tidak langsung berkaitan dengan kandungan air bahan,hembusan angin pada pengeringan tidak langsung (kering angin)

membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk menghilangkan sebagian besar kandungan air secara perlahan-lahan dan merata sehingga kandungan air menjadi lebih rendah dan protein lebih terkonsentrasi. Riansyah et al. (2015) dan Paggara (2008) melaporkan bahwa semakin lama waktu pengeringan akan meningkatkan kadar protein di dalam bahan sedangkan kandungan air semakin berkurang.

Protein sangat penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun, membentuk berbagai jaringan baru, mengganti jaringan yang rusak dan reproduksi. Protein berperan dalam pembentukan enzim dan hormon penjaga dan pengatur berbagai proses metabolisme di dalam tubuh (Matanjun et al. 2008). Protein dapat pula memanfaatkan unsur karbon yang terkandung didalamnya sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.

Karbohidrat

Senyawa organik yang terdiri dari serat kasar dan bahan bebas tanpa nitrogen (nitrogen free extract). Karbohidrat dalam bentuk sederhana umumnya lebih mudah larut dalam air dari pada lemak atau protein. Kandungan karbohidrat dalam bentuk serat kasar dalam jumlah tertentu diperlukan untuk membentuk gumpalan kotoran sehingga memudahkan dalam pengeluaran feses dari dalam usus.

Kandungan karbohidrat C. lentillifera dengan metode kering-angin cenderung lebih tinggi yaitu 37,76% dibandingkan pengeringan matahari langsung yaitu 29,82%, hal ini menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat C. lentillifera dari perairan Kei Maluku sedikit lebih rendah dibanding tiga jenis Caulerpa dari pesisir pantai Vereval Gujarat India yaitu 37,23-48,95% (Kumar et al. 2011) dan dari kolam budidaya di Taiwan yaitu 64,00% (Nguyen 2011), tetapi lebih tinggi dibandingkan kandungan karbohidrat Sargassum wightii yaitu 6,65%-15,18% (Murugaiyan et al. 2012).

Kandungan karbohidrat pada rumput laut umumnya berbentuk serat yang tidak bisa dicerna oleh enzim pencernaan sehingga

(7)

hanya memberikan sedikit asupan kalori dan cocok digunakan sebagai makanan diet (Kumar et al. 2011).

Lemak

Rumput laut tergolong bahan alam yang rendah kandungan lemak. Kadar lemak C. lentillifera dengan metode pengeringan sinar matahari langsung yaitu 0,88% dan tidak langsung yaitu 0,99% kedua metode pengeringan memberikan hasil kadar lemak yang relatif sama dan hanya mengalami sedikit kenaikan dibandingkan dalam keadaan segar yaitu 0,76%. Kadar lemak C. lentillifera dari perairan Kei lebih rendah dibandingkan kadar lemak dari tiga jenis Caulerpa di pesisir pantai Vereval Gujarat India yaitu 2,64-3,06% (Kumar et al. 2011), Caulerpa sp. yang dibudidayakan di Taiwan yaitu 1,57% (Nguyen et al. 2011) dan C. racemosa dari perairan Jepara sebesar 8,68% (Ma’aruf et al. 2013).

Kandungan lemak rumput laut C. lentillifera yang sangat rendah ini sangat baik untuk kesehatan manusia sehingga rumput laut ini aman dikonsumsi dalam jumlah banyak dan dapat dikembangkan pemanfaatannya sebagai salah satu bahan penyusun utama pada makanan diet rendah lemak. Ortiz et al. (2006) menyatakan bahwa lemak rumput laut umumnya tersusun oleh poli asam lemak tak jenuh (PUFA) khususnya PUFA C18 yang merupakan asam lemak tak jenuh yang sangat dibutuhkan tubuh. Kandungan lemak rumput laut pada umumnya kurang

dari 4% dan secara umum lebih rendah dari tanaman darat (Kumar et al. 2011).

Kadar Abu dan Mineral

Kadar abu C. lentillifera kering dengan metode pengeringan sinar matahari tidak langsung lebih tinggi yaitu 41,83% dibandingkan pengeringan langsung yaitu 40,66%, hasil kadar abu pada penelitian ini relatif tidak jauh berbeda dengan penelitain Matanjun et al. (2009) dengan kadar abu 37,15-46,19%; C. scappelliformis dari pesisir pantai Vereval di Gujarat India yaitu 40,77% (Kumar et al. 2011), kadar abu C. lentillifera dari kolam budidaya Taiwan yaitu 24,21% dan C.racemosa yaitu 22,20% (Ratana-arpon dan Chirapart 2006) C.racemosa dari perairan Jepara yaitu 20,91% (Ma’aruf et al. 2013). Kandungan abu pada rumput laut cukup tinggi dan bahkan lebih tinggi dari tumbuhan terestrial yaitu 5-10% (Kumar et al. 2011).

Kadar abu C. lentillifera yang cukup tinggi pada penelitian ini berhubungan dengan kandungan mineral yang tinggi yang diduga berasal dari habitatnya rumput laut serta salinitas tinggi. Kadar abu bahan pangan dapat dihubungkan dengan kandungan mineral pada bahan tersebut (Kumar et al. 2011; Ratana-arpon dan Chirapart 2006).

Hasil analisis menunjukkan bahwa C. lentillifera asal Kepulauan Kei mengandung mineral makro dan mikro. Kandungan mineral makro tertinggi yaitu Mg dan diikuti oleh K, Ca dan Na; sedangkan mineral

Tabel 3 Kandungan mineral C. lentillifera kering dengan metode pengeringan berbeda (Table 3 Mineral content of dried C. lentillifera with different drying methods)

Mineral Composition (mg/100 g)

Pengeringan sinar matahari/Sun dried Pengeringan udara/Air dried

Mg 387.5 426.7 Ca 47.392 53.536 K 446.0 453.0 Na 3.90 4.03 Zn 1.028 2.011 Mn 0.072 0.073 Fe 0.0016 0.0019

(8)

Tabel 4 Kandungan mineral beberapa jenis Caulerpa (Table 4 Mineral content of some types of Caulerpa)

Mineral (mg/100 g DW)C. lentillifera* (mg/10 g DW) C. racemosa** C. veravelensis**(mg/100 g DW) C. scalpelliformi** (mg/100 g DW)

Mg 630 161 - -Ca 780 476 - -K 970 503 - -Na - 1064 - -Fe 9.3 2.97 14.79±1.44 16.28±2.11 Cu 2200 (µg) 0.06 0.41±0.77 0.77±0.55 Zn 2.6 0.68 5.42±0.22 3.27±0.28 Mn 7.9 - 2.00±1.18 3.33±0.36 Ni - - 0.20±0.04 0.37±0.55 As - - 0.21±0.07 0.25±0.09 Mo - - 0.13±0.02 0.11±0.01 Se - - 0.27±0.04 0.15±0.03 P 1030 - - -I 1424 (µg) - -

-Information: (*) = Ratana-arpon and Chirapart (2006) (**) = Kumar et al. (2011)

(-) = Not analyzed

mikro tertinggi adalah Zn, Mn dan Fe (Tabel 3), hasil penelitian menunjukan bahwa C. lentillifera kering dengan metode kering angin menghasilkan komposisi mineral yang cenderung lebih tinggi dibandingkan pengeringan dengan sinar matahari langsung. Paparan sinar matahari langsung yang cukup lama menyebabkan berkurangnya kandungan gizi pada bahan pangan.

Metode pengeringan turut mempengaruhi kandungan mineral. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandunganmineral C. lentillifera dengan metodekering angin lebih tinggi dibanding metode pengeringan langsung dengan sinar matahari. Keunggulan mineral pada C. lentillifera asal Kepulauan Kei adalah Mg, K, dan Zn. Kandungan mineral C. lentilliefera asal Kepulauan Seribu yaitu Ca (119,20 g/ kg), Na (34,18 g/kg) dan Fe (0,34 g/kg) (Nufus et al. 2017). Mineral C. lentillifera yang asal Kepulauan Kei secara umum lebih tinggi dibandingkan beberapa spesies Caulerpa di perairan Veraval Gujarat India dan stasiun budiday Amphor Banhlam Bangkok (Tabel 4). Ruperez (2002) menyatakan bahwa kandungan mineral rumput laut dipengaruhi oleh perairan

habitatnya dan proses pengolahannya.

Mineral makro dan mikro sangat diperlukan untuk menunjang sistem metabolisme tubuh. Magnesium berguna untuk mencegah kerusakan gigi, aktivitas enzin, mengendorkan otot, transmisi syaraf, serta memiliki pengaruh yang signifikan pada sistem pencernaan dan ginjal (Srimariana et al. 2015).

Kalium penting untuk mengendalikan membran rangsangan, mengoptimalkan struktural fungsi dan regulasi (Nurjanal et al. 2013) serta berguna untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan membantu menjaga tekanan darah agar tetap normal. Natrium berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan, osmotik dan asam basa (Venugopal 2008). Zn merupakan kofaktor sistem enzim (sitokron C-oksidase), mentabilkan membran, hormon dan asam nukleat (Norziah dan Ching 2000).

Caulerpa merupakan salah satu jenis rumput laut yang kaya kandungan mineral, dengan komposisi yang berbeda sesuai kondisi perairan, hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral pada rumput laut turut dipengaruhi oleh habitat tumbuhnya.

(9)

Venugophal (2008) menyatakan bahwa besarnya variasi jumlah mineral dan komponen organik pada dasar perairan dan sifat kedalaman perairan, jarak dari tanah dan lingkungan mempengaruhi jumlah mineral yang ada pada rumput laut. Perairan Kepulauan Kei Kecil umumnya didominasi oleh massa air oseanik yang bersalinitas tinggi dengan nilai salinitas 34-35 ppt (DKP 2010).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa C. lentillifera mengandung mineral makro dan mikro yang tinggi sehingga dapat disubtitusikan pada bahan pangan rendah mineral. Keunggulan pada C. lentillifera dari perairan Kei yaitu pada kadar mineral makro yang tinggi terutama Mg, Ca dan K.

Serat Kasar

Serat kasar adalah karbohidrat yang tidak dapat dicerna dalam organ manusia atau hewan non-ruminansia, yang terdiri dari selulosa dan lignin, serat ditentukan sebagai bahan yang tak larut dalam alkali dan asam encer pada kondisi spesifik. Serat kasar bersumber dari sayuran dan buah-buahan serta diketahui sebagai zat non gizi namun diperlukan oleh tubuh untuk memperlancar pengeluaran feses.

Kandungan serat kasar C. lentillifera dengan metode pengeringan langsung dan tidak langsung cenderung menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar 23,02-24,24%, hasil pada penelitian ini menunjukan bahwa kandungan serat kasar pada C. lentillifera asal perairan Kepulauan Kei Maluku lebih tinggi dibandingkan C. lentillifera dari stasiun budidaya Amphor Ban Lam yaitu 3,17% (Ratan-arpon dan Chirapart 2006), kadar serat kasar C. racemosa dari perairan Jepara yaitu 8,43% (Ma’aruf et al. 2013) dan dari kolam budidaya Thailand yaitu 2,97% (Nguyen 2011).

Kandungan serat kasar yang tinggi menunjukkan bahwa C. lentillifera dapat digunakan sebagai makanan fungsional yang dapat dimanfaatkan untuk diet. Serat kasar merupakan dietary fiber dan functional fiber yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Rumput laut Caulerpa diketahui sebagai sumber serat

kasar yang dapat digunakan sebagai makanan fungsional dan terapi bagi penderita obesitas (Santi et al. 2012; Kumar et al. 2011).

KESIMPULAN

Pengeringan C. lentillifera tidak langsung (kering-angin) menghasilkan kandungan kimia kadar abu, protein, lemak, karbohidrat dan serat kasar yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari langsung. C. lentillifera kering dari perairan Kei Maluku mengandung mineral Mg, Ca, K, Na, Zn, Mn, Fe. C. lentillifera dapat dikembangkan sebagai makanan fungsional. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, yang telah membiayai penelitian ini melalui skema penelitian Hibah Bersaing.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Analytical Chemist Publisher. 2005. Official methods of analysis of the association of official analytical chemist. Arlington Virginia USA: The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2010. Kajian potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Kabupaten Maluku Tenggara. Ambon (ID): Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara.

Hardoko, Suprayitno E, Puspitasari YE, Amalia R. 2015. Study of ripe R. mucronata fruit flour as functional food for antidiabetic. International Food Research Journal. 22(3): 953-959.

Hong DD, Hein HM, Son PN. 2007. Seaweeds from Vietnam used for functional food, medicine and biofertilizer. Journal Applied of Phycology. 19(1):817-826. Kumar M, Gupta V, Kumari P, Reddy CRK,

Jha B. 2011. Assesment of nutrien composition and antioxidant pontential of Caulerpaceae seaweeds. Journal of Food Composition and Analysis. 24: 270-278.

(10)

Mailoa MN, Tapotubun AM, Matrutty THEAA. Analysis total plate counte (TPC) on fresh steak tuna applications edible coating Caulerpa sp. during stored at chilling temperature. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science. 89 (2017) 012010.

Masduqi AF, Izzati M, Prihastanti E. 2014. Efek metode pengeringan terhadap kandungan bahan kimia dalam rumput laut Sargassum polycystum. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 22(1): 1-9.

Ma’ruf AF, Ibrahim R, Dewi EN, Amalia U. 2013. Profil rumput laut C. racemosa dan G.verrucosa sebagai edible food. Jurnal Saintek. 9(1):68-74.

Matanjun P, Mohamed S, Mustapha NM, Muhammad KH. 2009. Nutrien content of tropical edible seaweeds, Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and Sargassum polycystum. Journal Applied of Phycology. 21(1):75-80.

Matanjun P, Mohamed S, Mustapha NM, Muhammad KH, Ing CH. 2008. Antioxidant activities and phenolics content of eight species of seaweeds from north Borneo. Journal Applied of Phycology. 20(1): 367-373.

Murugaiyan K, Narasimman S. 2013. Biochemical and Mineral contents of selected Green Seaweeds from Gulf of Mannar Coastal region, TamilNadu, India. International Journal of Research in Marine Science. 3(4):96-100.

Murugaiyan K, Narasimman S, Anatharaman P. 2012. Proximate composition of marine macro algae from Seeniappa Dharka, Gulf of Mannar region, Tamil Nadu. International Journal of Research in Marine Science. 1(1):1-3.

Nufus C, Nurjanah, Abdullah A. 2017. Karakteristik rumput laut hijau dari perairan Kepulauan Seribu dan Sekotong Nusa Tenggara Barat sebagai antioksidan. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 20(3): 620-632.

Nurjanah, Nurilmala M, Hidayata T, Fien Sudirdjo. Characteristics of seaweed as raw materials for cosmetics. Aquatic

Procedia. 7: 177–180.

Nurjanah, Jacoeb AM, Nurakhmatunnisa, Pujianti D. 2013. Kandungan asam amino, taurin, mineral makro-mikro dan vitamin B12 ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 16(2): 95-107. Nguyen VT, Ueng JP, Tsai GJ. 2011. Proximate

composition, total phenolic content, and antioxidant activity of seagrape (Caulerpa lentillifera). Journal of Food Science. 76:C950–C958.

Ortiz J, Romero N, Robert P, Araya J, Lopez-Hernandez J, Bozzo C. 2006. Dietary fiber, amino acid, fatty acid and tocopherol contents of the edible seaweeds Ulva lactuca and Durvillaea antarctica. Food Chemistry. 99: 98-104.

Paggara H. 2008. Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar protein ulat sagu (R. furregineus). Jurnal Bionature. 9(1):55-60. Riansyah A, Supriadi A, Nopianti R. 2013.

Pengaruh perbedaan suhu dan waktu pengeringan terhadap karakteristik ikan asin sepat siam (Trichogaster pectoralis) dengan menggunakan metode oven. Jurnal Fishtech. 2(1): 53-68.

Ratana-arporn P, Chirapart A. 2006. Nutritional evaluation of tropical green seaweed Caulerpa lentillifera and Ulva reticulata. Journal Natural Science. 40: 75-83.

Ruperez P. 2002. Mineral content of edible marine seaweeds. Food Chemistry. 79: 23-26.

Santi RA, Sunarti TC, Santoso D, Triwosari DA. 2012. Komposisi kimia dan profil polisakarida rumput laut hijau. Jurnal Akuatika. 3(2): 105-114.

Santoso J, Yoshie Y, Suzuki T. Mineral, fatty acid and dietary fiber compositions in several Indonesian seaweeds. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 11(1):45.

Srimariana E, Silaban B br, Lokollo E. Potensi kerang manis (Gafrarium tumidum) di pesisir pantai negeri Laha, Teluk Ambon sebagai sumber mineral. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversiti

(11)

Indonesia. 4(1): 843-847.

Sudarmadji S. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Pangan dan Pertanian. Yogyakarta (ID): Liberty.

Tapotubun AM. 2016. Lat (Caulerpa sp.), rumput laut khas maluku; inventarisasi potensi dan pemanfaatannya. Seminar Nasional Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Ambon, Maluku. International Standard Book Number. 978-602-61151-0-8

Tapotubun AM, Matrutty ThEAA, Savitri IKE. 2016. Penghambatan bakteri patogen pada ikan segar yang diaplikasi Caulerpa lentillifera. Jurnal Pengolahan Hasil

Perikanan Indonesia. 19 (3): 299-308. Venugopal V. 2008. Marine Products for

Healthcare: Functional and Bioactive Nutraceutical Compounds from the Ocean. Boca Raton, FL, USA: CRC Press. Zainuddin EN, Syamsuddin R, Sunusi H,

Abustang, Malina AC, Hidayani AA. 2012. Pemanfaatan ekstrak rumput laut caulerpa racemosa sebagai biokontrol penyakit infeksi pada organisme budidaya [Laporan Penelitian Berbasis Program Studi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.

Gambar

Gambar 1 Perubahan morfologi C. lentillifera selama proses pengeringan: (a) segar; (b)         setengah kering (c) hampir kering (d) kering.
Tabel 2 Komposisi kimia C. lentillifera kering  (Table 2 Chemical composition of dried C
Tabel 3 Kandungan mineral C. lentillifera kering dengan metode pengeringan berbeda (Table 3 Mineral content of dried C
Tabel 4  Kandungan mineral beberapa jenis Caulerpa (Table 4 Mineral content of some types of Caulerpa)

Referensi

Dokumen terkait

“Tujuan utama dalam menyusun kitab tafsir ini adalah mempererat hubungan antara seorang muslim dengan al-Qur’an berdasarkan ikatan akademik yang kuat, karena al-Qur’an

Efek Ekstrak Daun Singkong (Manihot utilissima) Terhadap Ekspresi COX-2 Pada Monosit yang Dipapar LPS E.coli.. Efek Penggunaan Siwak Pada Gigi

Pada tahun 2013, Pemerintah Kota Malang mendapatkan Piala Adipura Kencana karena keberhasilannya dalam program-program pengelolaan sampah, seperti Bank Sampah Malang

Pada proses pengelasan menggunakan arus 100 A nilai kekerasan pada daerah HAZ mempunyai nilai paling kecil yaitu sebesar 232,1 HB tetapi pada saat pengelasan ada beberapa

Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai kebijakan dan strategi dokumen rencana seperti amanat pembangunan nasional(RPJPN, RPJMN, MP3EI, MP3KI, KEK, dan Direktif

[r]

invesrsi pada divisi perlmbmem sed eld pada divGi indusd dsar dan kimia. seda eeka indstli tls tidal mempunyai penearuh yss