Ni Made Pujani1, Ketut Suma2
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Kegiatan praktikum dan pengamatan merupakan kegiatan istimewa yang berfungsi untuk melatih dan memperoleh umpan balik serta meningkatkan motivasi belajar siswa (Liem, 2007). Pembelajaran melalui kegiatan praktikum tidak hanya meningkatkan ranah psikomotorik siswa, tetapi juga kognitif dan afektif. Seperti dinyatakan oleh Pabelon dan Mendosa (2000), bahwa: “Kerja laboratorium berperan dalam mengembangkan kognitif, psikomotor, dan afektif”. Ranah kognitif antara lain keterampilan berpikir, ranah psikomotorik antara lain keterampilan
melaksanakan kegiatan praktikum, dan ranah afektif antara lain belajar bekerja sama dengan orang lain dan menghargai hasil kerja orang lain. Oleh karena itu, praktikum seyogianya memperhatikan ketiga aspek tersebut dan guru pengajar IPBA perlu diberikan pelatihan keterampilan praktikum.
Hasil penelitian terdahulu dari Pujani dan Liliasari (2011) terhadap pembelajaran IPBA menemukan bahwa pembelajaran IPBA (khususnya Astronomi) di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi belum menyelenggarakan kegiatan laboratorium. Pembelajaran IPBA didominasi oleh ceramah, tanya jawab dan penugasan. Hal
PELATIHAN PENGAMATAN OBJEK LANGIT MALAM BAGI
GURU-GURU FISIKA SMA DI KOTA SINGARAJA
1,2Jurusan Fisika dan Pengajaran IPA
FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha e-mail: (made.pujani, ketut.suma)@undiksha.ac.id.
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Guru-guru Fisika SMA di Kota Singaraja dalam melaksanakan pengamatan objek langit malam sebagai persiapan menuju Olimpiade Astronomi. Sasaran kegiatan adalah 10 orang guru-guru Fisika SMA di Kota Singaraja yang dipilih oleh MGMP Fisika SMA Kabupaten Buleleng. Kegiatan pelatihan dan pendampingan dilakukan secara daring dan praktek langsung sebanyak empat kali yaitu tanggal 18, 19, 21 dan 24 Agustus 2020. Pelatihan secara daring meliputi pembekalan materi teknik melakukan pengamatan, pengenalan objek langit malam, pengenalan rasi bintang, dan praktek pengamatan secara langsung terhadap bintang dan rasi bintang penanda langit. Pengamatan objek langit malam dilakukan oleh guru-guru secara langsung dengan bantuan “stellarium”. Hasil kegiatan menunjukkan kualifiaksi keterampilan guru dalam melakukan pengamatan objek langit terkategori baik (M= 84,6). Tanggapan peserta terhadap kegiatan ini sangat positif dan guru-guru antusias mengikuti pelatihan.
ini sejalan dengan temuan Depdiknas (2002), bahwa pembelajaran sains di sekolah umumnya bersifat teoritis, melalui ceramah, diskusi, dan penyelesaian soal, tanpa eksperimen ataupun demonstrasi. Terhadap hal ini banyak alasan umum yang dikemukakan, antara lain karena guru tidak pernah dilatih melaksanakan praktikum IPBA, tidak adanya ruang laboratorium, dan tidak ada alat-alat praktikum IPBA. Hasil penelitian Balitbang (Rustad et al.,
2004) menunjukkan bahwa sekitar 51% guru IPA SMP dan sekitar 43% guru fisika SMA di Indonesia tidak dapat menggunakan alat-alat laboratorium yang tersedia di sekolahnya, akibatnya tingkat pemanfaatan alat-alat itu dalam pembelajaran cenderung rendah. Timbul dugaan bahwa inti persoalan mengapa guru tidak melakukan pembelajaran dengan kegiatan praktikum terletak pada kurangnya kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan praktikum dan membuat alat-alat percobaan sederhana. Pelatihan praktikum bagi guru sejalan dengan pergeseran paradigma dalam pembelajaran sains. Paradigma baru dalam belajar sains yaitu pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih banyak mempelajari sains melalui pengalaman langsung daripada hafalan, sehingga siswa dapat menggunakan pengetahuan sainsnya tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Gallagher, 2007). Pendidikan sains dapat membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman dan kebiasaan berpikir, sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk menjamin kelangsungan hidupnya (Rutherford & Ahlgren, 1990). Melalui
pembelajaran sains dengan kegiatan praktikum siswa akan memperoleh pengalaman secara langsung, sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep, kemampuan memecahkan masalah dan keterampilan-keterampilan ilmiah, memahami bagaimana sains dan ilmuwan bekerja, menumbuhkan minat dan motivasi, serta melatih keterampilan berpikir (Hofstein & Mamlok-Naaman, 2007). Di sisi lain materi IPBA (khususnya Astronomi) merupakan mata pelajaran yang sering dikompetisikan melalui kegiatan Olimpiade, sehingga para guru IPBA dituntut untuk mampu membina para siswanya memberikan pembekalan bidang teori dan keterampilan praktikum. Praktikum astronomi yang diberikan pada olimpiade adalah pengamatan objek langit malam. Dalam tes praktikum ini peserta diwajibkan mengetahui dan mengenali nama-nama bintang, nama-nama rasi yang istimewa, mengamati fase-fase bulan, dan objek langit lainnya.
Hasil survai oleh tim pelaksana, diperoleh gambaran bahwa salah satu permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kota Singaraja adalah terbatasnya dana untuk melaksanakan program in-service training bagi para guru. Di sisi lain, kualifikasi dan profesionalisme para tenaga pendidik (guru) yang ada di Kabupaten Buleleng, khususnya guru bidang studi Fisika (Astronomi) di SMA banyak yang belum sesuai dengan bidang tugasnya, termasuk pula masih kurangnya kemampuan dan keterampilan-keterampilan profesional guru dalam mengajar Astronomi dan membimbing siswa
melakukan praktik pengamatan objek langit malam. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan pelatihan praktikum pengamatan objek langit malam bagi siswa dan guru-guru fisika SMA yang ada di Kota Singaraja sebagai persiapan menuju Olimpiade Astronomi 2020. Dengan keterampilan yang dimiliki diharapkan para guru mampu membina siswanya dalam menghadapi olimpiade astronomi.
Hasil penelitian Wirta, dkk., 1990 (dalam Pujani, 2014) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan bermakna antara kualitas guru dengan prestasi belajar siswanya. Khusus dalam bidang Kebumian dan Astronomi (IPBA), hasil penelitian Pujani dan Liliasari (2011) menemukan bahwa pembekalan keterampilan laboratorium IPBA bagi calon guru fisika dapat meningkatkan keterampilan calon guru dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan praktikum IPBA serta dapat meningkatkan kemampuan generik sains dan penguasaan materi IPBA. Selain itu hasil penelitian Pujani (2014) menemukan bahwa pembelajaran IPBA dengan menggunakan alat peraga praktikum sederhana dapat meningkatkan penguasaan konsep calon guru sains.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pokok yang hendak diurai melalui program ini adalah: “Perlunya peningkatan kemampuan Guru-guru Fisika SMA di Kota Singaraja dalam mengamati objek langit malam sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi? Adapun tujuan kegiatan ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan guru-guru Fisika SMA di
Kota Singaraja dalam melaksanakan pengamatan objek langit malam sebagai persiapan menuju Olimpiade Astronomi., sedangkan manfaat kegiatan bagi guru-guru Fisika SMA adalah dapat meningkatkan penguasaan bidang Astronomi sehingga nantinya mereka dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan pengamatan objek langit malam yang memadai mengingat pengajar Astronomi SMA umumnya adalah guru Fisika, serta mampu membina siswa dalam persiapan menghadapi Olimpiade Astronomi.
METODE
Kegiatan P2M diawali dengan orientasi lapangan oleh tim pelaksana. Masalah yang ada di lapangan kemudian diidentifikasi sehingga ditemukan ada masalah yang perlu mendapat penanganan yaitu guru kurang terampil dalam melakukan praktikum pengamatan objek langit malam. Setelah itu dilakukan pengkajian literatur, ditemukan alternatif yang visibel untuk dilaksanakan yaitu melalui program refreshing berupa pemberian pelatihan praktikum pengamatan objek langit malam.
Khalayak sasaran antara yang strategis dalam kegiatan ini adalah para guru Fisika SMA yang ada di Kota Singaraja. Jumlah guru yang dilibatkan sebanyak 10 orang yang mengajar Fisika di SMA yang ada di Kota Singaraja. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan sistem kader. Guru Fisika SMA perwakilan yang ditunjuk oleh MGMP Fisika SMA Kabupaten Buleleng nantinya diberikan pelatihan dan pendampingan. Mereka yang dijadikan
kader dipersyaratkan agar mampu dan mau bekerja sama, serta dapat menyebarkan hasil kegiatan kepada guru lainnya.
Model pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara daring mengingat saat ini dunia sedang menghadapi pandemi covid-19 dengan bidang kajian yang terkonsentrasi pada 2 (dua) hal yang mendasar yaitu, (1) pembekalan materi astronomi terkait pengamatan, meliputi pengenalan objek langit, pengenalan rasi bintang dan pengenalan “stellarium”; (2) pelatihan dan
pendampingan dalam melakukan
pengamatan objek langit malam dengan panduan peta langit dan stellarium. kegiatan
dilakukan sebanyak 4 (empat) kali bekerjasama dengan MGMP Fisika SMA Kabupaten Buleleng. Pada akhir program setiap peserta ditugaskan melaporkan hasil pengamatan secara langsung pada langit malam sesuai lembar kerja yang diberikan dibandingkan dengan pengamatan dengan peta lngit atau pun stellarium. Dengan demikian, diharapkan para guru Fisika SMA memperoleh penyegaran wawasan dan peningkatan keterampilan melakukan pengamatan objek langit malam. Metode yang sebagimana tertuang pada Tabel 1 berikut
Tabel 1. Metode Kegiatan
Jenis Kegiatan Tujuan yang ingin dicapai
Presentasi dilanjutkan Tanya jawab Untuk menambah wawasan guru tentang objek langit malam, rasi bintang dan pengenalan stellarium.
Diskusi Untuk memantapkan pemahaman peserta terhadap
materi yang dibahas.
Pelatihan Melatih keterampilan guru dalam mengidentifikasi
bintang dan rasi bintang yang dapat digunakan sebagai
sky mark penanda arah dan penanda musim dan melakukan pengamatan langit malam menggunakan peta langit dan atau “stellarium”
Pendampingan Melatih keterampilan guru dalam mengidentifikasi
bintang dan rasi bintang yang dapat digunakan sebagai
sky mark penanda arah dan penanda musim dan melakukan pengamatan langit malam secara langsung dan lebih intensif.
Sesuai dengan metode kegiatan di atas, maka evaluasi dilaksanakan pada awal, akhir dan selama pelaksanaan kegiatan (proccess evaluation). Indikator yang digunakan sebagai parameter keberhasilan program ini ada dua. Untuk pelaksanaan p2m digali melalui respon peserta, dan diobservasi dari antusiasme guru mengikuti kegiatan pelatihan. Untuk keterampilan guru dalam melakukan pengamatan objek langit malam dengan ‘stellarium’ ditentukan dari skor rata-rata pengerjaan LKM 1 dan LKM 2 minimal terkategori baik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan p2m dilakukan empat kali yaitu tanggal 18, 19, 21, dan 24 Agustus 2020. Jumlah peserta yang direncanakan sebanyak 10 orang guru Fisika SMA dengan tingkat kehadiran mencapai 100%. Hal ini berkat dukungan pihak sekolah dan MGMP Fisika SMA Kabupaten Buleleng. Hasil-hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Hari pertama, dilakukan kegiatan pembekalan materi pelatihan tentang pengenalan objek langit malam, pngenalan rasi bintang dan pengenalan stellarium. Diskusi berjalan lancar dan guru sangat antusias mengikuti kegiartan secara daring.
Hari kedua, pelatihan dan pendampingan pengamatan langit malam difasilitasi LKM 1 berupa praktikum mengidentifikasi rasi bintang penanda langit. Guru-guru sangat antusias melakukan kegiatan dan berhasil menemukan rasi crux penanda arah selatan, rasi Ursa mayor penanda arah utara, rasi orion penanda musim hujan dan rasi scorpio penanda musim kemarau.
Hati ketiga dilakukan pelatihan dan pendampingan pengamatan secara langsung di lapangan saat malam hari. Kegiatan ini difasilitasi LKM 2 untuk melakukan pengamatan dengan menggunakan stellarium. Para guru mengirimkan dokumen saat mereka melakukan pengamatan dan berhasil mengamati rasi penanda langit, serta dapat meenmukan planet Jupiter dan Saturnus.
Beberapa dokumen kegiatan pengamatan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Pengamatan Langit Malam
Dari foto-foto tersebut kita mengetahui kalau guru-guru melakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh. Hasil pengamtan guru di langit malam yang sesunggguhnya dicocokkan dengan peta langit dan atau “stellarium”.
Hari keempat dilakukan presentasi dan diskusi. Guru-guru dengan bangga memaparkan hasil pengamatannya dan saling bertukar pengalaman saat melakukan pengamatan Beberapa rasi penanda arah dan musim berhasil diidentifikasi. Di langit selatan berhasil diidentifikasi keberadaan rasi scorpius, centaurus, crux dengan baik. Tetapi untuk bulan agustus, dilangit utara, rasi ursa mayor sebagai penanda arah utara posisinya agak di horison sehingga yang teramati hanya ekornya saja. Di akhir pertemuan dilakukan evaluasi terhadap LKM 1 dan LKM 2 yang dikerjakan guru. Penguasaan guru dinilai dari rata-rata skor LKM1 dan LKM 2. Data yang diperoleh seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Skor Keterampilan melakukan pengamatan langit malam
Kode Guru Skor LKM Skor LKM 2 Rata-rata 01 85 80 82,5 02 90 95 92,5 03 90 88 89 04 88 88 88 05 06 80 80 85 80 82,5 80 07 80 80 80 08 80 80 80
09 87 80 83,5
10 88 88 88
Rata-rata 84,8 84,4 84,6
Kategori Baik Baik Baik
Berdasarkan Tabel 1, dapat diletahui kualitas keterampilan guru dalam melakukan pengamatan terkategori baik
Peningkatan keterampilan guru dalam melakukan pengamatan objek langit didukung beberapa hal. Diawali adanya persiapan yang matang oleh tim pelaksana. Persiapan yang sudah dilakukan adalah: penyiapan materi pelatihan, menyiapkan LKM dan instrumen lainnya, menyiapkan link untuk pertemuan daring dengan google meets, berkoordinasi dengan MGMP Fisika SMA, dan penyiapan stellarium dan manual penggunaannya. Dengan persiapan yang baik diharapkan diperoleh hasil yang baik pula.
Beberapa kendala yang ditemukan adalah saat diskusi materi, pembahasan berjalan cukup alot Kendala guru disebabkan materi ini dipandang abstrak, dan guru-guru masih agak sulit membayangkan garis-garis hayal di bola langit. Namun karena diberi pengulangan-pengulangan dan dikenalkan dengan media stellarium sebagai simulasi langit sesungguhnya, akhirnya secara kemampuan guru menunjukkan adanya peningkatan secara signifikan.
Saat praktikum pengenalan rasi bintang dan objek langit lainnya, bagian yang agak lama dipahami adalah ketika mengenali dan memahami cara kerja alat pengamatan, dan mengenali rasi dan bintang terang dengan baik. Untuk mengatasi kendala tersebut, tim memberikan software stellarium dn manual penggunaannya untuk memudahkan peserta. Dengan antisipasi tersebut pelatihan dan pendampingan akhirnya berjalan lancar. Kendala saat pengamatan di langit sesungguhnya pada malam hari, disebabkan faktor cuaca dan banyaknya lampu penerangan.
Ditinjau dari kehadiran peserta, dari 10 orang guru peserta, semua bisa hadir sampai acara
selesai, sehingga kehadiran peserta mencapai 100%. Dengan demikian target peserta terpenuhi sesuai rencana. Demikian pula selama pelaksanaan kegiatan, respon guru sangat positif, di mana guru-guru tetap mengikuti kegiatan ini hingga selesai. Capaian ini sejalan dengan hasil p2m Pujani & Rapi (2012).
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan guru-guru Fisika dalam melakukan pengamatan objek langit malam terkategori baik. Ini berarti, pelatihan dan pendampingan berjalan baik, dapat memberi manfaat yang cukup besar bagi guru-guru Fisika SMA, serta tepat sasaran. Respon guru selama pelatihan begitu antusias, kerjasama pada saat melakukan pengamatan sangat solid walaupun komunikasi dilakukan secara daring. Guru melakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh sehingga para guru merasa cukup memiliki pemahaman tentang cara melakukan pengamatan objek langit malam dengan benar.
Disarankan bagi guru yang akan melakukan pengamatan langsung, agar mempersiapkan alat dengan baik, memilih tempat pengamatan di ketinggian yang tidak terlalu banyak dipengaruhi cahaya lampu.
Sebagai tindak lanjut: perlu dilakukan pelatihan lebih intensif khususnya dalam mengggunakan peralatan pendukung pengamatan seperti penggunaan teleskop, pencitraan menggunakan kamera, penentuan arah mata angin dll. Selain ituperlu dibentuk club astronomi untuk memberi wadah bagi pecinta astronomi di Kabupaten Buleleng dan untuk memudahkan koordinasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke-21 (SPTK-21). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Gallagher, J.J., 2007. Teaching Science for Understanding: A Practical Guide for
School Teachers. New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall.
Hofstein, A. and Mamlok-Naaman, R. (2007). “The Laboratory in Science Education: The State of The Art”. Chemistry Education Reserach and Practice. 8, (2), 105-107.
Liem, T.L. (2007). Invitations to Science Inquiry (Asyiknya Meneliti Sains) (Jilid 1,2,3). Bandung: Pudak Scientific. Pabellon J.L. and Mendoza, A.B. (2000).
Sourcebook on Practical Work for Teacher Trainers: High School Physics Volume 1. Quezon City: Science and
Math Education Manpower
Development Project (SMEMDP) University of The Phillipine.
Pujani, N.M., & Liliasari. (2011). Keefektifan Program Pembelajaran Berbasis Kemampuan Generik Sains dalam
Mengembangkan Keterampilan
Laboratorium IPBA. Jurnal PMIPA FKIP UNILA. 12 (2)
Pujani. N.M. 2012..Pelatihan Praktikum IPBA. Bagi Guru SMP/SMA di Kota Singaraja Menuju Olimpiade Astronomi. Jurnal Widya Laksana. Universitas Pendidikan Ganesha. I(2)
Pujani, N.M. 2014. Pengembangan Perangkat Praktikum Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa Berbasis Kemampuan Generik Sains Untuk Meningkatkan Keterampilan Laboratorium Calon Guru Fisika, Jurnal Pendidikan Indonesia, Undiksha, 3(2) 471-484 Rustad, S., Munandar, A. dan Dwiyanto.
(2004). Analisis Prasarana dan Sarana Pendidikan SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/SMK/MA. Jakarta: Balitbangnas, Departemen Pendidikan Nasional. Rutherford, F.J. and Ahlgren, A. (1990).
Science for All Americans. New York: Oxford University Press.
Tim Pembina Olimpiade Astronomi. 2010.
Bahan Ajar Menuju Olimpiade Sains
Nasional/Internasional SMA,