1 1.1. Latar Belakang
Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-undang No.10 tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Namun, dalam perkembangannya definisi tersebut tidak lagi dapat menggambarkan industri perbankan dengan tepat. Funding (penghimpunan dana) dewasa ini tidak harus bersumber dari simpanan masyarakat (Dana Pihak Ketiga). Bank dapat menggunakan alternatif lain sebagai sumber
funding, seperti kredit likuiditas, Call Money dan setoran modal (Ikatan
Bankir Indonesia, 2013). Bank tidak lagi hanya menyalurkan kredit, tapi juga
menyediakan berbagai berbagai jasa yang menghasilkan fee based income
untuk menambah pendapatan bank (Rose, Peter S dan Hudgins, Sylvia C, 2008).
Kinerja sektor perbankan pada tahun 2017 bergerak relatif moderat dengan pertumbuhan aset sektor perbankan tercatat 9,8% menjadi Rp 7.387 triliun sejalan dengan kondisi perekonomian yang belum pulih sepenuhnya.
Kinerja sektor perbankan selain pertumbuhan asset pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1
Kinerja Keuangan Perbankan di Tahun 2017
Keterangan 2016 2017 Year on Year/YoY (%)
Return on Assets (ROA) 2,2% 2,7% 22,73%
Kredit 4. 413 T 4.782 T 8,36%
Dana Pihak Ketiga (DPK) 4.837 T 5.289 T 9,34%
Net Interest Margin (NIM) 5,6% 5,3% -5,36%
Non Performing Loan (NPL) 2,9% 2,6% 10,34%
Capital Adequacy Ratio (CAR) 22,9% 23,2% 1,31%
Laba Bersih 107 T 131 T 22,43%
Sumber Data : Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Tahun 2017
Portofolio kredit sektor perbankan disumbang dari kredit modal kerja sebesar 46,9%, sedangkan kredit konsumsi dan kredit investasi masing-masing berkontribusi 28,2% dan 24,9%. Dana pihak ketiga sektor perbankan tercatat tumbuh karena tidak lepas dari kesuksesan program tax amnesty yang dicanangkan oleh Pemerintah, yang menghasilkan aliran dana masuk ke industri keuangan Indonesia. Berdasarkan jenis produk, giro dan tabungan (Current Accounts and Savings Accounts – CASA) sektor meningkat 9,6%. Dana giro dan tabungan masing-masing tumbuh 9,7% dan 9,6% serta dana deposito meningkat 9,0% pada akhir tahun 2017 (SPI, 2017).
Laba Bersih sektor perbankan tumbuh positif sejalan dengan meredanya tekanan terhadap kualitas kredit bermasalah sehingga perbankan dapat membukukan biaya cadangan kredit bermasalah yang lebih rendah dibandingkan tahun 2016. Pendapatan Bunga Bersih sektor perbankan Indonesia meningkat 4,4% menjadi Rp 358 triliun dari Rp 343 triliun pada tahun 2016 namun jika dilihat dari rasio NIM tahun 2017 lebih rendah dibandingkan pada tahun 2016 sejalan dengan penurunan tingkat suku bunga acuan. Sementara itu, Pendapatan Operasional Lainnya turun 8,3% menjadi Rp 133 triliun. Dengan demikian, total Pendapatan Operasional (Pendapatan Bunga Bersih dan Pendapatan Operasional Lainnya) naik 0,6% menjadi Rp 491 triliun. Beban Operasional sektor perbankan, dimana didalamnya terdapat Beban Cadangan kredit bermasalah, mengalami penurunan sebesar 7,4% menjadi Rp 326 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 352 triliun. Dengan demikian, Laba Bersih sektor perbankan pada tahun 2017 meningkat dibandingkan tahun 2016. Permodalan industri perbankan tetap solid tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio – CAR) pada tahun 2017 naik bila dibandingkan pada tahun 2016.
Unit bisnis tetap harus menjalankan fungsinya dalam generating profit, baik dari kegiatan bisnis maupun perbaikan pada sisi kualitas aktiva produktif yang dimiliki meskipun ditengah kondisi bisnis yang tertekan. CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang dibentuk akan semakin besar dan demikian sebaliknya apabila kualitas aktiva produktif (kredit) menurun, oleh karena itu dengan perbaikan kualitas kredit akan dapat mengurangi biaya
yang terbentuk sehingga meningkatkan profitabilitas. Menurunnya profitabilitas Perbankan pun terlihat dari lebih rendahnya pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 5,31% dibandingkan Biaya bunga sebesar 6,19% pada tahun 2017 (SPI, 2017).
Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) berharap bisa mendorong bunga kredit perbankan turun pada tahun 2017 ini serta merumuskan berbagai kebijakan dalam mendorong turunnya suku bunga perbankan dalam negeri, diantaranya penurunan BI rate yang terus secara bertahap, insentif bagi perbankan yang mampu melakukan efisiensi melalui penyesuaian margin, kebijakan maksimal suku bunga simpanan atas dana yang ditempatkan oleh lembaga pemerintah / BUMN pada perbankan, dan bunga kredit bank bisa berada di bawah level 10 persen atau berada pada single digit, dengan demikian diharapkan aktivitas perekonomian di Tanah Air bisa menjadi lebih bergerak dan bersaing dengan negara lain, khususnya di kawasan ASEAN.
Suku bunga pinjaman yang berlaku di Indonesia harus dapat setara dengan bunga pinjaman di negara ASEAN lain serta dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) agar pelaku ekonomi di Tanah Air dapat bersaing dengan negara-negara lain. Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam
Diskusi Tingkat Tinggi, The Economist Event's Indonesia Summit 2017 di
Jakarta menyampaikan bahwa untuk bersaing, Indonesia harus lebih efisien. mengingat tingkat bunga kredit Indonesia saat ini tertinggi di Asia.
PT. Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten, Tbk (sekarang dikenal sebagai bank bjb) adalah bank pembangunan daerah pertama yang melakukan Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2010. Bank yang memiliki asset sebesar 108,5T dan tertinggi di kelas bank pembangunan daerah dinilai belum maksimal dalam untuk mencapai target kinerja keuangan pada tahun 2017. Hal tersebut terjadi karena pertumbuhan biaya bunga sebesar 16,1% Year on
Year (YoY) lebih besar daripada pendapatan bunga sebesar 8,1% Year on
Year (YoY). Penggunaan metode Net Funding pada saat ini dimana Business
Unit mengumpulkan dan menggunakan dana sebagai kredit dan Treasury
akan mensupport hanya jika terjadi kekurangan / kelebihan dana. Treasury
akan mengenakan / dikenakan charge kepada Business Unit rate flat yang
simple sebesar total penggunaan / kelebihan dana tersebut, namun demikian Fund Transfer Price yang selama ini dilaksanakan diduga menjadi penyebab tidak tercapainya kinerja keuangan pada tahun 2017 dan belum dapat menstimulan secara maksimal masing-masing unit kerja profit center, seperti kantor cabang, kantor cabang pembantu untuk dapat meningkatkan kinerja usahanya secara maksimal. Gambar di bawah ini menjelaskan tentang metode
yang digunakan oleh bank bjb dalam melakukan Fund Transfer Pricing
Gambar 1.1 Metode Net Funding
Sumber : Data Internal bank bjb
Kinerja keuangan bank bjb yang tidak tercapai pada tahun 2017 yang
diduga penyebabnya dari penggunaan metode net funding/Rekening Antar
Kantor (RAK) dimana metode yang digunakan sekarang belum dapat memotivasi kantor cabang dalam memaksimalkan pengumpulan dana dan penggunaan dana serta metode perhitungannya terlalu sederhana sehingga laba yang dihasilkan oleh kantor cabang belum semuanya memenuhi target yang telah ditentukan. Kondisi ini pun didukung oleh penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Dinny Erlinda (2012). Penelitian tersebut mencoba untuk
menganalisis metode pengukuran kinerja kantor cabang Bank Mandiri. Teori
yang mendasari perubahan ini adalah fund transfer pricing (FTP). Metode
baru ini kinerja sebuah kantor cabang tidak lagi diukur berdasarkan kinerja pendanaan (funding) dan kredit (lending) seperti pada metode sebelumnya, yang dikenal sebagai metode Bunga Rekening Antar Kantor (RAK).
Hasil dari penelitian ini adalah pengukuran kinerja cabang dengan menggunakan perhitungan KPI menuntut cabang untuk lebih aktif mengumpulkan DPK yang sustain dan selalu meningkat disetiap bulannya karena rata-rata DPK berperan besar dalam perhitungan hasil akhir KPI
2.207 M, Kredit, 9,00% eff
Treasury 225 M Kurang Dana 1.982 M, Kredit, 9,00% eff
2.207 M, Dana Pihak Ketiga, 3,00% p.a 225 M Excess
Treasury
1.982 M, Dana Pihak Ketiga, 3,00% p.a
5, 00 % F TP 2 2 5 M E xc e ss LDR 89,81% 2 2 5 M K u ra n g D an a 5 ,0 0 % F TP LDR 111,35%
sehingga cabang tidak mampu untuk memaksimalkan sumber dana yang ada untuk disalurkan sebagai kredit. Cabang diberikan kewenangan menetapkan suku bunga dana namun harus tetap mempertimbangkan tingkat suku bunga FTP agar profit yang diterima dapat meningkat disetiap bulannya. Implikasi dari hasil penelitian adalah : Jangka pendek, cabang akan berusaha memelihara dana yang suistain dan murah serta menghindari praktek akrobatik untuk meningkatkan dana pada akhir bulan. Jangka panjang, cabang akan menjalankan operasionalnya secara terintegrasi memperhatikan faktor-faktor penunjang bisnisnya seperti service excellence, peningkatan fee base income, efisiensi dalam menjalankan operasional sehari-hari. Cabang harus meningkatkan loyalitas nasabahnya sehingga suku bunga tidak menjadi satu-satunya pilihan nasabah untuk tetap setia menjadi nasabah di cabang tersebut.
Penelitian yang sama dilakukan Iwan Herrijansyah (2009) dengan
mencoba untuk menelaah lebih jauh atas Penerapan Single pool Fund
Transfer Price di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dalam peningkatan (ekspansi) kinerja aktiva (Kredit/Pinjaman) dan pasiva (Simpanan/Dana Pihak Ketiga) bagi unit kerja bisnis Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Unit dalam rangka mencapai tujuan usaha yang
diinginkan perusahaan. Permasalahan dalam penerapan single pool pada
Fund Transfer Price yang selama ini dilaksanakan oleh BRI adalah metode ini tidak dapat menstimulan secara maksimal masing-masing unit kerja profit
center, seperti kantor cabang, kantor cabang pembantu dan BRI Unit untuk dapat meningkatkan kinerja usahanya secara maksimal.
Bank saling bersaing untuk mendapatkan market share. Persaingan
tersebut menyebabkan produk dan jasa bank harus memiliki fitur yang mampu bersaing di pasar. Salah satu fitur yang penting adalah pricing yang kompetitif. Bahkan, mengingat produk dan jasa bank sangat dinamis, umumnya pricing menjadi fitur yang mendominasi keberhasilan suatu bank.
Pricing yang kompetitif tidak hanya dimungkinkan karena volume yang besar, namun juga bagaimana cara suatu bank dalam menghitung harga pokok nya (Cost of Fund). Sumber dana bank dapat berasal dari banyak sumber seperti Dana Pihak Ketiga (Giro, Tabungan, Deposito), Obligasi, Interbank Borrowing, Pinjaman, dsb. Begitupun penyalurannya dilakukan kedalam berbagai instrumen seperti Kredit, Penempatan, Surat Berharga, dsb. Berbagai sumber dana dan penyaluran nya tersebut memiliki harga yang
bervariasi, sehingga Fund Transfer Pricing menjadi tools penting yang
menentukan apakah produk-produk bank khususnya penyaluran dana akan dapat bersaing atau tidak.
Industri perbankan menggunakan Fund Transfer Pricing (FTP) untuk menghitung harga pokok dikenal dengan beberapa metode perhitungan yaitu metode Cost of Funds, Net Funding, Pooled Funding dan Matched Maturity. Fund Transfer Pricing (FTP) digunakan juga untuk mengukur profitabilitas atas penempatan dana dan penyaluran kredit (Jean Dermine, 2012).
Industri perbankan cenderung konservatif dalam menjalankan bisnisnya ditengah iklim perekonomian yang masih tertekan. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2017 tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum per Desember 2017 tercatat sebesar 90,04%, turun dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 90,70%.
Fund Transfer Pricing (FTP) adalah mekanisme untuk menghitung net income sampai dengan level terendah dalam organisasi bank atau berdasarkan kriteria lain seperti net income per lini bisnis, produk dan lain-lain (Dermine, 2012). Terdapat 3 metode Fund Transfer Pricing (FTP) yang digunakan oleh
bank pada umumnya, yaitu Nett Funding Methods, Pool Method dan
Matched-Maturity Transfer Pricing (Early, 2005).
Fund Transfer Pricing (FTP) dengan metode Pool Method diharapkan dapat menjadi solusi dalam hal pecapaian laba kantor cabang yang telah
ditetapkan dalam Rencana Bisnis Bank. Metode Pool Method diharapkan
dapat memotivasi Kantor Cabang dalam hal memaksimalkan pengumpulan dana dan penggunaan dana sehingga dapat mencapai target laba yang telah ditentukan.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan bank bjb masih belum mencapai target yang telah ditentukan dalam Rencana Bisnis Bank Tahun 2017. Maka pertanyaan penelitian berdasarkan latar belakang adalah :
1. Apakah Fund Transfer Pricing (FTP) dengan metode Single Pool lebih baik dibandingkan dengan Fund Transfer Pricing (FTP) dengan metode Nett Funding?
2. Apakah Fund Transfer Pricing (FTP) dengan metode Split Pool lebih baik
dibandingkan dengan Fund Transfer Pricing (FTP) dengan metode Nett Funding?
3. Apakah Fund Transfer Pricing (FTP) dengan metode Multiple Pool lebih
baik dibandingkan dengan Fund Transfer Pricing (FTP) dengan metode Nett Funding?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode Fund Transfer
Pricing (FTP) yang sesuai untuk bank bjb dalam pencapaian target kinerja
keuangan bank bjb serta dapat lebih mendorong Business Unit untuk
berekspansi dan menjadi tools bagi manajemen untuk menentukan arah
bisnis.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Praktis
Penelitian mengenai Fund Transfer Pricing dengan metode
Pooled Funding ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Industri Perbankan
Memberikan rekomendasi kepada industri perbankan
mengenai penggunaan Fund Transfer Pricing dengan metode
Pooled Funding untuk dapat membantu bank dalam meningkatkan produktivitas bisnis dan mengarahkan bisnis sesuai dengan kebijakan manajemen.
b. Regulator
Sebagai tindak lanjut pengawasan, berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 15/6/DPNP tanggal 8 Maret 2013 perihal Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti, Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas dalam hal di kemudian hari berdasarkan hasil evaluasi Bank Indonesia salah satu nya berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank.
Dengan pemahaman yang lebih lanjut mengenai Fund
Transfer Pricing dengan metode Pooled Funding ini, dapat
membantu regulator dalam melakukan evaluasi sehingga lebih tepat dalam pengukurannya.
1.4.2. Manfaat Teoritis
Memperkaya informasi mengenai Fund Transfer Pricing
bermanfaat dalam pengelolaan assets & liabilities management perbankan serta bagaimana FTP diimplementasikan dalam suatu bank.
Selain itu, FTP juga dapat membantu dalam memahami
keputusan-keputusan strategis yang diambil oleh Top Management