76 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh hasil penelitian penulis, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
1. Bentuk perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik
sebagaimana diatur dalam Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juncto Pasal 582 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah :
Apabila pembeli yang beritikad baik membeli benda bergerak tidak terdaftar, dan baru diketahui di kemudian hari bahwa ternyata barang tersebut barang hasil kejahatan, maka ia tidak dapat dipersalahkan apabila tidak menyelidiki lebih lanjut mengenai hak milik terhadap barang yang dikuasai penjual tersebut. Hal ini dikemukakan dalam legitimate-theorie oleh Paul Scholten, bahwa kelancaran dalam lalu-lintas hukum akan sangat terganggu, jika dalam tiap jual beli barang yang bergerak tidak terdaftar si pembeli harus menyelidiki apakah si penjual sungguh-sungguh mempunyai hak milik atas barang yang dijualnya. Untuk kepentingan lalu-lintas hukum itulah, Pasal 1977 KUHPerdata, menetapkan mengenai barang yang bergerak si penjual dianggap sudah
77 cukup membuktikan hak miliknya dengan mempertunjukkan bahwa ia menguasai barang itu seperti seorang pemilik
Apabila pemilik awal barang menuntut kembali benda bergerak tidak terdaftar miliknya yang telah dicuri/ hilang namun ternyata jangka waktu penuntutannya sudah lewat 3 (tiga) tahun terhitung sejak hilangnya atau dicurinya barang, maka barang tersebut tetap menjadi milik pembeli yang beritikad baik. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata
Apabila terhadap benda bergerak tidak terdaftar yang hilang atau dicuri tersebut telah beralih hak miliknya kepada pembeli yang beritikad baik, dan ternyata si pembeli yang beritikad baik itu membeli barang tersebut di pelelangan umum, pasar tahunan/pasar lainnya, ataupun dari pedagang yang biasa memperdagangkan barang sejenis itu, maka pembeli yang beritikad baik tersebut berhak atas penggantian uang dari pemilik awal barang tersebut atas pembelian yang telah dikeluarkannya dan pembeli yang beritikad baik wajib mengembalikan barang tersebut kepada pemilik awal barang. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 582 KUHPerdata.
Apabila pemilik awal barang telah lalai atau kurang berhati hati karena melepas benda bergerak tidak terdaftar miliknya secara sukarela kepada orang lain (penggelapan/penipuan), maka benda bergerak tersebut tetap menjadi milik pembeli yang beritikad baik, atau setidak-tidaknya pembeli
78 yang beritikad baik mendapatkan penggantian uang dari pemilik awal barang atas pembelian barang tersebut, apabila hakim memutus untuk menyerahkan barang tersebut kepada pemilik awal barang. Dengan demikian, perlindungan hukum bagi para pihak khususnya bagi pembeli yang beritikad baik telah terpenuhi.
2. Hambatan-hambatan yang terjadi di dalam praktek terkait penerapan Pasal 1977 Kitab Undang Hukum Perdata juncto Pasal 582 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diantaranya adalah sebagai berikut :
Hakim yang memutus dan mengadili perkara dalam Putusan Pengadilan Nomor : 307/PID.B/2014/PN.Smg, memutus untuk menyerahkan barang bukti berupa Blackberry Armstrong yang berasal dari tindak pidana pencurian, untuk dikembalikan kepada pemilik awal yaitu Fatih, dari tangan pembeli yaitu Triyoto. Triyoto merupakan pembeli yang beritikad buruk, karena :
- Triyoto membeli Handphone tersebut dibawah harga normal dan
masih dalam kondisi bagus
- Triyoto membeli Handphone terseut tanpa dilengkapi dos dan charger
- Triyoto membeli Handphone Blackberry Amstrong tersebut di depan
SPBU Karangjati Kabupaten Semarang, artinya Penjual menjual barang tersebut secara diam-diam
- Tujuan Triyoto membeli barang tersebut selain karena dijual murah dan masih dalam kondisi bagus, Triyoto ingin menjualnya kembali
79 Jangka waktu penuntutan pemilik barang yang dicuri tersebut tidak melewati jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 1977 KUH Perdata (3 tahun), dan Triyoto tidak berhak atas penggantian uang pembeliannya kepada pelaku pencurian Handphone tersebut, karena Triyoto dikategorikan sebagai pembeli yang beritikad buruk. Dengan demikian, menurut hemat penulis, putusan hakim tersebut sudah sesuai dengan kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan
Hakim yang memutus dan mengadili perkara dalam Putusan Pengadilan Nomor : 286/Pid.B/2013/PN.Smg, memutus untuk menyerahkan barang bukti yang berupa TV LED merk Samsung untuk dipergunakan dalam perkara lain. Asiyono merupakan pembeli yang beritikad baik karena alasan-alasan berikut ini :
- Asiyono membeli barang tersebut dari Rusmiyanto selaku salesman Toko Elektronik Modern
- Soleh, Fatkur, dan Rusmiyanto mengantar barang itu ke rumah Asiyono menggunakan mobil Toko Elektronik Modern
- Asiyono membeli TV tersebut dengan harga yang wajar, yaitu sebesar
Rp.2.600.000 (dua juta enam ratus ribu rupiah), dan TV tersebut dibungkus kardus bersama dengan buku-buku petunjuk, kartu garansi, dan surat-surat yang menyertai TV tersebut
Penulis dapat memperkirakan bahwa perkara lain yang dimaksud dalam putusan ini adalah dimana Asiyono selaku pembeli yang beritikad baik
80 didakwa sebagai Penadah sebagaimana Pasal 480 ke-1 KUHP. Padahal Asiyono merupakan pembeli yang beritikad baik dan Asiyono tidak dapat dipersalahkan apabila tidak menyelidiki lebih lanjut mengenai hak milik atas TV tersebut karena Pasal 1977 KUHPerdata juga telah mendukung keadaan tersebut. Berpijak dengan pendapat Paul Scholten, jika dikaitkan dengan kedudukan hukum Asiyono selaku pembeli yang beritikad baik, maka sudah sepatutnya hakim memutus bahwa barang bukti yang berupa TV LED merk Samsung yang dijual oleh pelaku kejahatan tersebut diserahkan kepada Asiyono selaku pembeli yang beritikad baik, atau setidak-tidaknya Asiyono selaku pembeli yang beritikad baik mendapatkan penggantian uang dari Toko Elektronik Modern atas pembelian TV tersebut apabila hakim memutus untuk menyerahkan TV tersebut kepada pemilik semula yaitu Toko Elektronik Modern. Dengan demikian, perlindungan hukum kepada para pihak khususnya terhadap pembeli yang beritikad baik telah terpenuhi secara adil.
Berdasarkan pandangan 2 (dua) hakim yang penulis dapatkan dari hasil wawancara, dan kisah klien advokat Bapak Ari Widyanto, yaitu bapak pedagang emas perhiasan selaku pembeli yang beritikad baik yang modal kerjanya habis akibat ketidakadilan putusan hakim, maka dapat penulis simpulkan bahwasanya hakim-hakim tersebut belum memahami dan menguasai sepenuhnya pasal 1977 juncto 582 KUH Perdata untuk mendudukan keadilan, ketertiban, serta kepastian hukum terhadap kasus-kasus dalam memeriksa dan mengadili perkara yang menyangkut kepada
81 siapa perlindungan hukum harus diberikan dan kepada siapa barang bukti tersebut harus diserahkan. Oleh karena itu menurut hemat penulis, hakim-hakim tersebut belum mewujudkan asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana ketentuan Pasal 2 UU no. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
B. Saran
1. Untuk Para Hakim
Apabila dalam perkara yang ditangani hakim menyangkut masalah kepemilikan atas suatu benda, hakim sudah seharusnya melihat ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata. Mengingat bahwa ketentuan-ketentuan-ketentuan-ketentuan hukum benda dalam KUH Perdata itu bersifat tertutup, maka hakim sebagai penegak hukum wajib memahami dan menguasai ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hak kebendaan tersebut, agar keadilan di kalangan masyarakat terpenuhi dan lalu lintas hukum dalam masyarakat tidak terganggu.
Hakim di samping memberikan perlindungan hukum bagi pemilik awal barang, juga harus memberikan perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik, agar asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 UU no. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, dapat terwujud.
Hakim selaku profesi yang mandiri sudah sepatutnya memahami ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku serta nilai-nilai yang hidup di dalam
82 masyarakat agar putusan hakim dapat bersifat responsif dengan kewenangan untuk menemukan hukum
2. Untuk Pemerintah
Pemerintah bersama DPR sebaiknya membuat UU yang memberi ketentuan berupa sanksi tegas dan pengawasan kepada para penegak hukum khususnya kepada para hakim yang secara nyata telah memberikan putusan yang tidak berpijak pada aturan yang telah ada guna memberikan efek jera. Melalui sanksi tegas dari UU tersebut diharapkan para penegak hukum khususnya para hakim dalam memutus suatu perkara dapat lebih cermat dan benar-benar memahami serta menguasai perkara yang ia tangani. Karena beberapa ketidakadilan hakim seperti yang telah penulis temukan dalam hasil penilitan, secara tidak langsung berdampak pada aspek pembangunan nasional. Contoh saja seperti hakim yang cenderung tidak cermat dalam memberikan putusan dalam suatu perkara, maka bilamana seorang pedagang yang beritikad baik menjadi korban, akan berakibat hilangnya modal yang dimilikinya, dan berdampak pada pelemahan program wirausaha yang sebenarnya merupakan solusi dalam mengatasi pengangguran di negara ini. Dengan adanya kehadiran UU tersebut maka diharapkan rasa keadilan, ketertiban, serta kepastian hukum di kalangan masyarakat dapat terpenuhi.