• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengarusutamaan Gender Dalam Pengelolaan Haji Di Kota Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengarusutamaan Gender Dalam Pengelolaan Haji Di Kota Pontianak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DOI: http://dx.doi.org/10.19105/karsa.v23i1.611

PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENGELOLAAN HAJI

DI KOTA PONTIANAK

Syarifah Ema Rahmaniah

Universitas Tanjungpura Pontianak

Jl. Prof. Dr. Haji Hadari Nawawi, Pontianak Kalimantan Barat 78115

e-mail: ema_rahmaniah@yahoo.com

Abstrak:

Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional yang melibatkan berbagai instansi dan lembaga, baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi. Pemerintah berkewajiban untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dalam bentuk pelayanan administrasi pendaftaran, bimbingan manasik dan perjalanan haji, dokumen perjalanan, transportasi udara dan darat baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi, pelayanan kesehatan baik sebelum keberang-katan, selama di perjalanan, selama di Arab Saudi maupun saat kembali ke tanah air, pelayanan akomodasi dan konsumsi baik di tanah air maupun di Arab Saudi, dan keamanan serta perlindungan bagi jemaah haji. Penelitian ini meng-identifikasi beberapa permasalahan dalam pengelolaan haji, seperti pengelolaan keuangan dan pelayanan penyelenggaraan haji yang belum transparan, adil, dan partisipatif, masa tunggu yang panjang hingga 10 tahun bahkan lebih, tran-sportasi dan pemondokan yang kurang layak bagi jemaah di Mekah dan Madinah, dan pengelolaan haji yang belum responsif gender.

Abstract:

To organize pilgrimage (hajj) has been a national task involving multi-institutions both in Indonesia and in Saudi Arabia. The Indonesion government is obliged to accelerate the quality of pilgrimage organization in forms of the service of registration administration, manasik advisory, pilgrimage trip, travel documents, air and land transportations, medic, accommodation, food, and security. The study identifies several problems in the pilgrimage management, such as finance and service problems that are not transparent, fair, participative, long waiting list, transportation, accommodation, and the problem of managements that is not responsive gender

Kata Kunci:

Pengelolaan haji, transparan, adil, partisipasi, responsif gender

Pendahuluan

Haji menurut bahasa adalah senga-ja mengunjungi Baitullah (Ka·bah) untuk membesarkan Allah. Sedangkan menurut

syara· haji adalah sengaja mengunjungi Baitullah untuk melaksa-nakan tawaf, sai, wukuf di Arafah, dan ibadah lainnya da-lam masa tertentu untuk memenuhi

(2)

panggilan Allah dan berharap mem-peroleh rida-Nya.1 Ibadah haji adalah perintah Allah dan termasuk dalam ru-kun Islam, sehingga umat Muslim yang merupakan penduduk mayoritas di Indo-nesia memiliki motivasi besar untuk me-laksanakannya. Tak heran bila animo ma-syarakat untuk melaksanakan ibadah haji terus meningkat setiap tahun.

Penyelenggaraan ibadah haji men-jadi tugas nasional bangsa Indonesia. Ka-rena itu, pemerintah sebagai pemegang otoritas pelayanan publik memiliki tang-gung jawab paling besar dalam melayani kebutuhan umat Islam di Indonesia un-tuk melaksanakan ibadah haji. Tanggung jawab pemerintah ini berada di bawah koordinasi Menteri Agama RI (UU No. 17 1999). Selain partisipasi pemerintah, salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji adalah Ke-lompok Bimbingan Haji (KBH). KBH merupakan lembaga bimbingan haji yang didirikan oleh swasta maupun perorang-an yperorang-ang memberikperorang-an pelatihperorang-an dperorang-an bim-bingan manasik bagi para jemaah sebe-lum mereka berangkat menunaikan iba-dah haji ke tanah suci maupun pada saat di tanah suci.2

Dalam rangka mewujudkan akun-tabilitas publik, penyelenggaraan ibadah haji harus dilaksanakan dengan menge-depankan prinsip efektifitas, efisiensi, ke-adilan, dan profesionalitas. Penyeleng-garaan ibadah haji selayaknya dikelola dengan mengutamakan kepentingan

1 Elbi Hasan Basri, Fiqhul Hajji: Pendekatan

Pelaksanaan Berdasarkan Dalil al-4XU·DQ GDQ +DGLV (Yogyakarta: AK. Group, 2005), hlm. 8.

2 Kebijakan mengenai KBH diatur secara khusus

oleh Kementerian Agama RI, yakni melalui Kepu-tusan Menteri Agama RI No. 396 Tahun 2003 dan Surat Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Pe-nyelenggaraan Haji No. D/348 Tahun 2003, ten-tang Petunjuk Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

maah sesuai dengan hak dan kewajiban-nya agar dapat melaksanakan ibadah haji sesuai dengan tuntutan syariat dan pelak-sanaannya dapat berjalan dengan aman dan nyaman. Meskipun penyelengga-raan ibadah haji menjadi tanggung jawab pemerintah, masyarakat didorong berpar-tisipasi dalam penyelenggaraan ibadah haji melalui bimbingan ibadah haji, baik secara perseorangan maupun kelompok, dan penyelenggaraan ibadah haji khusus bagi jemaah haji yang memerlukan pela-yanan khusus.

Demikian pula, masyarakat diberi-kan peluang untuk menyelenggaradiberi-kan perjalanan ibadah umrah di luar musim haji. Dalam rangka memberikan perlin-dungan bagi jemaah haji dan jemaah umrah dan untuk menjamin terlaksana-nya peran serta masyarakat dengan baik dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, pemerintah melakukan pengatu-ran, pengawasan, dan pengendalian.3

Mengingat jumlah jemaah haji yang paling banyak adalah jemaah pe-rempuan, pemerintah harus mengupa-yakan tindakan pelayanan dan perlindu-ngan bagi jemaah haji yang responsif gender. Gender sebagai konsep sosial yang membedakan peran laki-laki dan perempuan yang sangat tergantung pada faktor sosial, geografis, dan kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai hasil dari konstruksi sosial, gender bukan suatu kodrat atau ketentuan Tuhan yang tidak dapat diubah. Gender dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain dan

3 Untuk melaksanakan penyelenggaraan ibadah

haji sesuai dengan amanat Undang-Undang No-mor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, pemerintah perlu menetapkan pera-turan perundang-undangan yang mencakup ke-bijakan umum penyelenggaraan ibadah haji, penyelenggaraan ibadah haji khusus, dan penye-lenggaraan perjalanan ibadah umrah.

(3)

102 | KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015

pat berubah dari waktu ke waktu.4 Ber-kaitan dengan jumlah jemaah haji perem-puan, berikut ini adalah data jemaah haji Provinsi Kalimantan Barat tahun 2012-2013:

Tabel 1

Jemaah Haji Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2012-2013 N o Kabupaten/ Kota Jemaa h Haji Perem puan (2012) Jemaah Haji Laki-laki (2013) Jemaah Haji Peremp uan (2012) Jemaah Haji Laki-laki (2013) 1 Kota Pontianak 249 199 405 334 2 Kab. Sambas 121 114 143 123 3 Kab. Sanggau 45 40 62 51 4 Kab. Sintang 48 55 58 54 5 Kab. Pontianak 69 65 80 76 6 Kab. Kapuas Hulu 47 48 50 62 7 Kab. Ketapang 95 90 116 108 8 Kab. Landak 23 17 19 29 9 Kab. Bengkayang 24 22 22 27 10 Kota Singkawang 43 36 71 59 11 Kab. Melawi 31 45 36 46 12 Kab. Sekadau 21 23 21 26 13 Kab. Kubu Raya 31 26 30 37 14 Kab Kayong Utara 124 101 91 90 Jumlah 976 889 1204 1122 Sumber: Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat 2014

Dari data pada 2012-2013 menun-jukan secara keseluruhan jemaah haji perempuan jumlahnya lebih banyak di-bandingkan dengan jemaah haji laki-laki. Sementara itu, berdasarkan Keputusan Gubernur dan Keputusan Sekretaris Dae-rah Provinsi Kalimantan Barat pada 2011-2013 tentang Pembentukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIHD) dan Penetapan Petugas Tim Pemandu Haji

4 Trisakti Handayani dan Sugiarti, Konsep dan

Teknik Penulisan Gender (Malang: UMM Press, 2002).

Daerah (TPHD) dan Tim Kesehatan Da-erah (TKHD) Provinsi Kalimantan Barat, menunjukan bahwa tim laki-laki lebih banyak bahkan lebih dominan diban-dingkan dengan tim perempuan. Padahal jemaah haji perempuan tentunya memer-lukan pelayanan dan upaya perlindung-an yperlindung-ang lebih spesifik, mengingat perma-salahan yang dihadapi oleh jemaah haji perempuan tentu memiliki beberapa per-bedaan dengan jemaah haji laki-laki, te-rutama yang berkaitan dengan prosesi haji yang dijalankan, kesehatan repro-duksi, dan upaya perlindungan semasa menjalankan haji mengingat sistem peme-rintahan dan hukum yang ada di Arab Saudi yang tentunya sangat jauh berbeda dengan yang ada di Indonesia dan cen-derung lebih patriarchy.

Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengungkapkan pelak-sanaan haji yang dilaksanakan pada 2012-2013. Objek penelitian ini adalah bagai-mana agenda pengarusutamaan gender dalam pengelolaan haji dapat diupaya-kan. Untuk itu, penelitian ini menggu-nakan metode deskriptif yang membe-rikan gambaran tentang suatu gejala atau hubungan dua gejala atau lebih. Dalam pengumpulan data, ada dua macam tek-nik pengumpulan data yang digunakan:

pertama, wawancara mendalam (

indepth-interview) yang dilakukan untuk

menda-patkan informasi (data empiris). Kedua, observasi non-partisipatif untuk melihat dan memeriksa objek yang diteliti.

(4)

Gender dan Analisis Gender5

Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara laki-laki yang tidak di-tentukan oleh perbedaan biologis, tapi oleh lingkungan sosial-budaya, politik, dan ekonomi sehingga tidak bersifat kod-rati atau mutlak.6 Gender dan jenis kelamin (sex) memiliki konsep yang ber-beda. Gender merupakan bentuk manu-sia yang tidak mutlak dan dapat berubah tergantung situasi, kondisi, dan waktu, serta dipengaruhi oleh budaya dan kehi-dupan sosial, seperti perempuan mema-sak, mengurus rumah tangga, mengurus anak, dan kegiatan lainnya, sedangkan jenis kelamin (sex) merupakan sesuatu yang bersifat kodrat yang tidak dapat diubah seperti perempuan menstruasi, hamil, menyusui, dan ciri-ciri biologis perempuan lainnya, dan laki-laki meng-hamili, memiliki sperma, dan ciri-ciri bio-logis lainnya.7

Analisis gender merupakan suatu kunci bagi gender mainstreaming untuk memperoleh pemahaman lebih utuh me-ngenai dampak dan manfaat dari suatu kegiatan dan prakarsa pember-dayaan masyarakat bagi perempuan dan laki-laki. Analisis gender menjadi himpunan dan analisis informasi dan data

5 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2000 Tanggal 19 Desember 2000 tentang pedoman pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, yaitu yang dimaksud dengan gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.

6 Hubeis AVS., Pemberdayaan Perempuan dari Masa

ke Masa (Bogor: IPB Press, 2010).

7 Simatauw M, Simanjuntak L, dan Kuswardono

PT., Gender & Pengelolaan Sumberdaya Alam (Yogyakarta: Yayasan PIKUL, 2001).

nai: 1) Peran, kewajiban, dan hak-hak berbeda bagi perempuan dan laki-laki; 2) Kebutuhan, prioritas, peluang, dan ham-batan berbeda bagi perempuan dan laki-laki; 3) Alasan mengapa terjadi perbe-daan tersebut; dan 4) Peluang-peluang serta strategi untuk meningkatkan keseta-raan gender.

Terdapat lima komponen kunci dalam analisis gender tersebut, yaitu: a. Data yang dipilah-pilih berdasarkan

jenis kelamin: data sosial-ekonomi yang dipilah berdasarkan jenis kela-min dan variabel demografis, seperti umur, kelompok sosial, dan etnis (ku-antitatif maupun kualitatif).

b. Analisis pembagian tugas: apa, di ma-na, kapan, dan berapa banyak yang dikerjakan oleh laki-laki maupun pe-rempuan untuk menggambarkan tun-tutan yang berbeda-beda terhadap waktu dan tenaga perempuan dan la-ki-laki, beberapa pekerjaan mereka dihargai, pola kerja musiman, dan strategi dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

c. Analisis akses kontrol.

d. Analisis kebutuhan strategis dan ke-butuhan praktis.

e. Analisis konteks sosial: meneliti dan memahami konteks sosial setempat (hukum, sosial-kultural, agama, insti-tusi, dan kebijakan pemerintah) yang memengaruhi peran dan hubungan gender.

Pengarusutamaan Gender dalam Penge-lolaan Ibadah Haji

Keadilan dan kesetaraan gender telah menjadi isu global. Perubahan terjadi sejalan dengan pergeseran para-digma pembangunan dari pendekatan keamanan dan kestabilan (security) me-nuju pendekatan kesejahteraan dan kea-dilan (prosperity and equity) atau dari

(5)

104 | KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015

pendekatan produksi (production centered

development) dalam suasana yang lebih

demokratis dan terbuka. Keadilan dan kesetaraan gender sejalan dengan sema-ngat undang-undang perlindungan dan pemberdayaan jemaah haji dalam rangka tanggung jawab negara memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara khu-susnya. Pelaksanaan haji selama ini se-ring memiliki berbagai kendala yang dihadapi, seperti masih rendahnya keter-bukaan informasi calon jemaah haji, be-lum adanya pembatasan kesempatan per-gi haji baper-gi yang sudah melaksanakan-nya sehingga mereka yang belum pergi haji harus menunggu hingga 10 tahun bahkan lebih, transportasi dan pemon-dokan yang kurang layak bagi jemaah di Mekah dan Madinah, dan belum optimal-nya petugas haji di kloter dalam penge-lolaan jemaah.8

Untuk itu diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan holistik, yang salah satunya dengan menekankan pada pengarusutamaan gender dalam pe-ngelolaan/pelaksanaan ibadah haji. Peng-arusutamaan gender menjadi garis kebi-jakan yang ditegaskan melalui INPRES No. 9 Tahun 2000 yang menyatakan bah-wa pengarusutamaan gender adalah stra-tegi yang dibangun untuk meng-integ-rasikan gender menjadi satu dimensi in-tegral dari perencanaan, penyusunan, pe-laksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Tujuan pengarusutamaan gen-der ini adalah terselenggaranya perenca-naan, penyusunan, pelaksaperenca-naan, peman-tauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka

8 Syarifah Ema Rahmaniah, Dinamika Demokratisasi

Konteks Keindonesiaan (Yogyakarta: Bimotry, 2013), hlm. 48.

wujudkan kesetaraan dan keadilan gen-der dalam kehidupan berkeluarga, ber-masyarakat, berbangsa, dan bernegara.9 Munculnya dasar hukum ini merupakan satu bentuk komitmen pemerintah Indo-nesia untuk mengikuti kesepakatan inter-nasional, serta desakan masyarakat sipil agar pemerintah melakukan tindakan-tin-dakan konkret dan sistematis dalam me-wujudkan kesetaraan dan keadilan gen-der.

Pengarusutamaan gender ditetap-kan pertama kali oleh Konferensi Perem-puan Dunia Ke-4 di Beijing tahun 1995. Menurut definisi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, PUG adalah strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak terpi-sahkan dari desain, implementasi,

mon-itoring, dan evaluasi kebijakan, dan

prog-ram dalam seluruh lingkup politik, eko-nomi, dan sosial sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan, dan tidak ada lagi ketidak-adilan.10 Dengan kata lain, pengarusuta-maan gender merupakan suatu strategi untuk menjamin bahwa seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi dari seluruh kebijakan prog-ram dan proyek di seluruh sektor pem-bangunan telah memperhitungkan di-mensi/aspek gender.

Dimensi/aspek gender melihat la-ki-laki dan perempuan sebagai pelaku (subyek dan obyek) yang setara dalam akses, partisipasi, dan kontrol atas pem-bangunan serta dalam memanfaatkan ha-sil pembangunan. Berkaitan dengan hal ini, terdapat tiga prinsip utama pengarus-utamaan gender, yaitu:

a. Menumbuhkan individu sebagai ma-nusia seutuhnya. Prinsip ini berasal

9 Ibid., hlm. 49. 10 Ibid., hlm. 20.

(6)

dari paradigma politics of difference (po-litik perbedaan) yang melihat laki-laki dan perempuan sebagai orang yang mampu memikul tanggung jawab ma-sing-masing. Kemanusiaan laki-laki dan perempuan harus mendapatkan penghargaan dan penghormatan yang sama, karena mereka sama-sama lahir sebagai manusia yang berhak untuk hidup mulia.

b. Demokrasi. Perlu diselenggarakan fo-rum-forum di mana perempuan dan laki-laki dapat menyuarakan kebutu-han dan aspirasinya. Merekalah yang bisa memastikan agar sumber daya di-alokasikan berdasarkan kebutuhan pe-mangku kepentingan.

c. Fairness, justice, dan equity. Inti dari

prinsip fairness, justice, dan equity (pe-merataan, penegakan hukum, dan ke-setaraan) ini adalah keadilan sosial. Inilah alasan utama mengapa penga-rusutamaan gender harus dilakukan. Prinsip ini mengakui adanya ketidak-adilan sosial dalam pengalokasian sumber daya, yang akan memudahkan kita melakukan langkah-langkah un-tuk menghilangkannya.11

Dari tiga prinsip di atas, jelas bah-wa keadilan gender adalah nilai funda-mental dalam pemenuhan dan promosi hak-hak asasi manusia. Mengarusutama-kan keadilan gender berarti membawa laki-laki dan perempuan ke dalam proses pengambilan keputusan tentang alokasi sumber daya dan manfaat pembangunan. Bimbingan Manasik Haji

Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penye-lenggaraan Haji Nomor D/377 Tahun

11 +DUWLDQ 6LODZDWL ´3HQJDUXVXWDPDDQ *HQGHU

MulaL GDUL 0DQD"µ Jurnal Perempuan, Vol. 50, 2006, hlm. 21.

PHQ\HEXWNDQ ´3HQ\HOHQJJDUDDQ

penyuluhan dan informasi haji melibat-kan semua unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal dan unit kerja lain yang terkait di lingkungan Departemen Agama, baik di pusat maupun di daerah serta lembaga-lembaga keagamaan Islam dan tokoh-tokoh masyarakat yang diko-ordinasikan oleh Direktur Jenderal, Kepa-la Kantor WiKepa-layah, dan KepaKepa-la Kantor

.DEXSDWHQ .RWD µ 3DVDO 'HQJDQ

demikian, di tingkat kabupaten/kota, lembaga atau instansi penyelenggara bimbingan calon jemaah haji adalah Kantor Departemen Agama Kabupa-ten/Kota maupun organi-sasi keagamaan Islam/tokoh Islam yang dikoordinasi Ke-pala Kantor Departemen Agama Ko-ta/Kabupaten.12

Untuk memberikan bimbingan ke-pada calon jemaah haji sebagaimana dia-manatkan Undang-Undang No. 17 Tahun 1999, penyelenggara haji Kota Pontianak menyelenggarakan bimbingan manasik haji kepada calon jemaah haji Kota Pontianak.13 Bimbingan manasik haji

12 Salah satu kegiatan dan tahapan

penye-lenggaraan ibadah haji setelah pendaftaran adalah pembinaan manasik calon jemaah haji. Pelak-sanaan bimbingan calon jemaah haji dapat dilaku-kan secara perorangan maupun kelompok. Dalam keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masya-rakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Nomor D/377 Tahun 2002 dinyatakan: 1) Bimbingan da-pat dilakukan secara perseorangan, kelompok, dan massal; 2) Bimbingan perseorangan dilaku-kan secara perseorangan terhadap calon jemaah haji yang jumlahnya kurang dari 11 orang; 3) Bim-bingan kelompok dilakukan terhadap calon jema-ah haji dalam bentuk regu 11 orang dan rom-bongan 4 regu oleh pembimbing yang ditetapkan; 4) Bimbingan perseorangan dan kelompok dilak-sanakan oleh pemerintah dan dapat dilakukan oleh lembaga dakwah/ormas Islam/kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) (Pasal 13 ayat 1,2,3, dan 4).

13 Pelaksanaan bimbingan calon jemaah haji Kota

(7)

106 | KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015

laksanakan melalui beberapa tahapan: 1) Bimbingan manasik haji missal I; 2) Bimbingan manasik haji kelompok; dan 3) Bimbingan manasik haji missal II.14

Dalam laporan tersebut dijelaskan tahapan-tahapan bimbingan manasik haji yang dilaksanakan penyelenggara ibadah haji Kota Pontianak sebagai berikut: 1. Bimbingan manasik missal I

dilak-sanakan pada hari Sabtu 10 September 2013 di Aula Walikota Pontianak di-ikuti oleh ketua rombongan dan ketua regu berjumlah 102 orang.

2. Bimbingan manasik haji kelompok dilaksanakan secara berkelompok mi-nimal 10 kali pertemuan. Setiap ke-lompok terdiri dari 45 orang dengan seorang pembimbing manasik haji. Bimbingan kelompok ini dimaksudkan agar calon jemaah haji mengetahui se-cara mendalam tentang manasik haji. 3. Bimbingan manasik haji missal II

dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 2013 dan diikuti 446 calon jemaah haji.Tahap kedua dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 2013 dan diikuti 456 jemaah haji di asrama haji Pontianak dan dibuka oleh Walikota Pontianak.15

Agama RI Nomor 371 Tahun 2002 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Islam dan Penyelenggaraan Haji Nomor D/377 Tahun 2002.

14 Laporan penyelenggaraan ibadah haji Kota

Pontianak tahun 2013.

15 Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor

290 Tahun 2013 tentang Alokasi Porsi Haji, Kalimantan Barat tahun 2013 mendapat alokasi porsi haji sebanyak 2.229 orang ditambah 15 orang petugas TPHD/TKHD. Dari alokasi itu, sesuai Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 196 Tahun 2013 tentang kuota/porsi haji untuk kabupaten/kota, Kota Pontianak mendapatkan alokasi haji sebanyak 894 jemaah. (Laporan penyelenggaraan ibadah haji Provinsi Kalimantan Barat Tahun 1427 H/2006 M)

Dengan demikian, kelompok pem-binaan manasik haji tahun 2013 ada de-lapan kelompok dan sisa lebih 34 orang harus digabung dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan terdekat. Pembagian kelompok bimbingan manasik haji ini berdasarkan surat Keputusan Kepala Kantor Departemen Agama Kota Pontia-nak. Pelaksanaan bimbingan haji dila-kukan sebanyak 12 kali tanpa biaya dan dilaksanakan pada hari Sabtu yang diatur oleh koordinator Kantor Urusan Agama Kecamatan.

Pembinaan dan bimbingan calon jemaah haji tidak saja dilakukan oleh pe-merintah, tapi ada juga pihak swasta yang melakukan bimbingan yang sering disebut dengan KBIH (Kelompok Bim-bingan Ibadah Haji). Para calon jemaah haji yang ingin melakukan bimbingan ibadah haji dengan KBIH sebanyak 14 kali yang dilakukan setiap hari Minggu. Bimbingan manasik haji selain diseleng-garakan penyelenggara haji Kota Pon-tianak, juga dilaksanakan oleh sejumlah kelompok pembimbing ibadah haji (KB-IH) yang ada di Kota Pontianak. Di Kota Pontianak telah berdiri 11 KBIH, namun yang telah beroperasi pada tahun 2013 baru empat, yaitu: 1) KBIH Al-Arafah de-ngan jumlah jemaah 134 orang; 2) KBIH Zadaa Rezki dengan jumlah jemaah 180 orang; 3) KBIH Darul Khairat dengan jemaah 86 orang; dan 4) KBIH Al-Hara-main dengan jumlah jemaah 45 orang.16

Seorang pembimbing manasik haji diharuskan menggunakan sarana bim-bingan untuk memberikan gambaran pe-laksanaan haji bagi calon jemaah haji. Oleh karena itu, sarana atau alat bantu bimbingan ini diharapkan lengkap dan

16 Laporan penyelenggaraan ibadah haji Kota

(8)

dapat memberikan kesan nyata bagi calon jemaah haji agar benar-benar bisa mema-hami dan menghayati rangkaian seluruh kegiatan perhajian. Dalam bimbingan yang dilakukan dibentuk petugas-petu-gas haji yang dikelompokkan menjadi: 1. Tenaga Pembimbing Ibadah

Ha-ji/TPIH, dengan konsentrasi ibadah bertugas ke Arab Saudi.

2. Tenaga Petugas Ibadah Haji Indone-sia/TPIH, dengan konsentrasi umum dan administrasi bertugas ke Arab Saudi.

3. Tenaga Panitia Pemberangkatan dan Pemulangan Haji/P3H, bertugas di Indonesia.

4. Tenaga Panitia Operasional Haji Pu-sat/TPOHP, sebagian bertugas di In-donesia, sebagian lagi bertugas ke Arab Saudi.

5. Tenaga Haji Indonesia/TKHI bertugas ke Arab Saudi.

6. Tenaga Petugas Haji Daerah/TPHD Provinsi bertugas di provinsi.

7. Tenaga Petugas Haji Daerah/TPHD Kabupaten/Kota bertugas di kabu-paten/kota.

8. Tenaga Kesehatan Haji Dae-rah/TKHD bertugas di kabupa-ten/kota.

Setelah ditelusuri, dari petugas-petugas haji yang telah dikelompokkan tersebut terungkap bahwa petugas pe-rempuan masih kurang sehingga me-merlukan upaya rekrutmen. Upaya rek-rutmen petugas haji untuk PPIH di Arab Saudi dari Indonesia berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Penyeleng-garaan Haji dan Umrah kepada eselon I di lingkungan Departemen Agama Pusat dan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi, kemudian diusulkan calon PPIH melalui pejabat tersebut dan dilakukan tes oleh panitia seleksi di lingkungan pelaksana pengusul.

Adapun jumlah jemaah haji di Indonesia berdasarkan data dari Kemen-terian Agama pada 2012 laki-laki seba-nyak 89.869 orang (45%) perempuan 108.030 orang (55%), pada 2012 jemaah haji laki-laki berjumlah 86.283 orang (48.8%) perempuan 106.289 orang (55.2%). Namun jumlah pembimbing haji perempuan hanya delapan orang saja (5%) dari 150 pembimbing haji yang ada. Mengingat besarnya jemaah haji perem-puan di Indonesia setiap tahun tentu diperlukan pembimbing haji yang kapa-sitas dan kuantitasnya sesuai dengan permasalahan di lapangan, baik itu di tanah air maupun di Saudia Arabia.

Dengan demikian, perlu adanya peningkatan kapasitas dan kuantitas pembimbing haji perempuan, materi bim-bingan haji yang sesuai dengan kondisi dan permasalahan perempuan terutama sekali berkaitan hak reproduksi, dan bimbingan pengetahuan sosial budaya Arab Saudi mengingat perbedaan sosial budaya dan sistem pemerintahan yang berbeda antara Indonesia dan Saudi Ara-bia. Pembimbing haji perempuan penting ditingkatkan kapasitas dan kuantitasnya, karena pembimbing perempuan lebih mampu menjalin hubungan emosional antara pembimbing dan jemaah perem-puan, mampu melakukan pendamping-an jemaah saat ibadah maupun kebutu-han personal lainnya, dan memiliki pe-ngetahuan kesehatan reproduksi.

Setelah bimbingan, proses penye-lenggaraan ibadah haji berikutnya adalah pemberangkatan jemaah haji. Dalam hal pemberangkatan jemaah haji, tugas pe-nyelenggara haji Kota Pontianak hanya mengantarkan jemaah sampai di asrama haji Pontianak. Setelah jemaah haji tiba di asrama haji Pontianak, tanggung jawab selanjutnya dilimpahkan kepada Panitia

(9)

108 | KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015

Penyelenggara Ibadah Haji Provinsi Kali-mantan Barat.17

Kebijakan Biaya Transportasi Daerah Dalam Keputusan Menteri Agama No. 371 tentang penyelenggaraan ibadah

KDML GDQ XPUDK GLVHEXWNDQ ´7UDQVSRUWDVL

calon jemaah haji dan jemaah haji dari daerah asal ke asrama embarkasi pergi-pulang dikoordinasikan oleh koordinator penyelenggaraan ibadah haji

kabupa-WHQ NRWD µ %DE 9,,, 3Dsal 371). Adapun biaya tambahan/lokal sebagaimana Ke-putusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 787 Tahun 2006 tentang peneta-pan tambahan calon jemaah haji di luar biaya penyelenggaraan ibadah haji mu-sim haji 1427 H/2006 M. Keputusan gu-bernur terkait biaya tambahan calon je-maah haji di luar biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) musim haji 1427 H/2006 M, seperti biaya transportasi lokal Pontia-nak-Batam (PP). Adapun biaya transpor-tasi lokal Pontianak-Batam dan lainnya bagi calon jemaah haji Kota Pontianak sebesar Rp. 2.065.000 tidak termasuk bia-ya konsumsi di asrama haji Pontianak, sedangkan untuk kabupaten lain sebesar Rp. 2.110.000.

Dalam undang-undang No. 17

7DKXQ GLVHEXWNDQ ´7UDQsportasi a-dalah pengangkutan jemaah haji mulai dari tempat embarkasi, selama berada di

17 Keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam

dan Penyelenggaraan haji Nomor D/377 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penye-lenggaraan Ibadah Haji dan Umrah pasal 35 menyebutkan: 1. Jadwal pemberangkatan dan pe-mulangan jemaah haji disusun dan ditanda-tangani oleh direktur pelayanan haji dan umrah atas nama Direktur Jenderal berdasarkan jadwal penerbangan/schedule yang disampaikan oleh pe-rusahaan penerbangan pelaksana transportasi udara. 2. Jadwal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikoordinasikan dengan Kepala Kantor Wilayah pada setiap embarkasi haji.

Arab Saudi, dan pemulangan kembali ke

WHPSDW HPEDUNDVL DVDO ,QGRQHVLD µ 1D -mun yang dimaksud tranportasi dalam penelitian ini adalah tranportasi lokal, ya-itu pengangkutan jemaah haji dari daerah asal embarkasi.18 Sesuai KMA Nomor 371 Tahun 2002, transportasi calon jemaah haji maupun jemaah haji, secara opera-sional di Kalimantan Barat besarannya ditentukan berdasarkan SK Gubernur se-laku koordinator penyelenggara ibadah haji daerah Kalimantan Barat.

Adapun proses penetapan standar biaya lokal dimulai dari penetapan pa-nitia lelang yang ketuanya dari unsur pengadaan barang Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Peserta lelang penerbangan terdiri dari Garuda Indo-nesia, Sriwijaya Air, dan Batavia Air. Bia-ya lokal ini berdasarkan pada hasil pele-langan terendah seperti: tiket pesawat Pontianak-Batam (PP) Rp. 1.774.500. Di-tambah komponen lain seperti airport tax

Rp. 38.000, kabin Rp. 5000, sewa gedung di Pontianak Rp. 2.500, porter airport PNK dan BTH Rp. 10.000, ground handling

PNK dan BTH Rp. 10.000, katering PNK-BTH, biaya angkutan darat (bus) Rp. 80.000, biaya angkutan domestik di Batam Rp. 100.000, biaya porter di asrama haji Pontianak Rp. 15.000, dan biaya konsumsi asrama haji Pontianak Rp. 45.000 yang tertuang dalam SK Gubernur

18 Secara lebih teknis, transportasi lokal dijelaskan

dalam keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji No-mor D/377 Tahun 2002 bahwa: 1. Transportasi ca-lon jemaah haji atau jemaah haji dan barang ba-waannya dari daerah asal ke asrama embarkasi dan sebaliknya dilaksanakan dan dioordinasikan oleh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Departemen Agama selaku kepala staf penye-lenggara ibadah/haji setempat. 2. Biaya trans-portasi haji dalam negeri ditanggung oleh calon jemaah haji/jemaah haji yang bersangkutan (Pasal 34 ayat 1 dan 3).

(10)

Nomor 787 Tahun 2006. Kota Pontianak dikurangi Rp. 45.000, karena tidak di-kenakan biaya konsumsi asrama haji Pontianak.

Berdasarkan pernyataan Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji Kota Pontia-nak, biaya tambahan atau lokal calon jemaah haji Kota Pontianak ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur Kali-mantan Barat yang juga disetujui DPRD Kalimantan Barat. Berkaitan dengan itu, Kandepag Kota hanya membantu dalam sosialisasi kebijakan, terutama biaya tam-bahan (lokal) Kota Pontianak-Batam.19 Penyelenggaraan Haji yang Adil Gen-der20

19 Penetapan biaya transportasi haji daerah

Kali-mantan Barat tahun 2013 berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 787 Tahun 2006 Tanggal 30 November 2006 tentang pene-tapan biaya tambahan terhadap calon jemaah haji di luar biaya penyelenggaraan ibadah haji musim haji tahun 1427 H/2006 M.

20 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelak-sanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam Pa-ragraf 3 mengenai Penetapan Kuota Haji pada Pasal 10 dijelaskan bahwa:

(1) Penetapan kuota haji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b didasarkan pada kebijakan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

(2) Menteri menetapkan kuota haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam kuota nasional dan kuota provinsi dengan memperhatikan prin-sip adil dan proporsional.

(3) Menteri menetapkan kuota provinsi seba-gaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada pertimbangan: a. proporsi jumlah penduduk Mus-lim di setiap provinsi; dan/atau b. proporsi jum-lah daftar tunggu jemaah haji di setiap provinsi. (4) Gubernur dapat menetapkan kuota provinsi ke dalam kuota kabupaten/kota didasarkan pada pertimbangan:

a. Proporsi jumlah penduduk muslim di setiap kabupaten/kota; dan/atau

b. Proporsi jumlah daftar tunggu Jemaah Haji di setiap kabupaten/kota

Penyelenggaraan haji yang gender

responsive menuntut adanya manifestasi

salah satu prinsip good governance seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan adil. Dengan upaya kebijakan gender

responsive secara khusus

mempertim-bangkan manfaat kebijakan secara adil terhadap perempuan dan laki-laki, baik menurut kelompok umur (tua-muda), ke-lompok ekonomi (kaya-miskin) mau-pun kelompok marginal (cacat-normal).

Tabel 2

Kuota Haji di Kalimantan Barat

No Kota/Kabupaten Kuota Penabung Perkiraan Masa Tunggu (Tahun) 1. Kota Pontianak 561 7.405 13,2 2. Kab. Sambas 294 2.004 6,8 3. Kab. Sanggau 106 751 7,1 4. Kab. Sintang 129 989 7,7 5. Kab. Pontianak 167 1.388 8,3 6. Kab. Kapuas Hulu 119 946 7,9 7. Kab. Ketapang 232 1.410 6,1 8. Kab. Landak 50 211 4,2 9. Kab. Bengkayang 59 314 5,3 10. Kota Singkawang 100 1.133 11,3 11. Kab. Melawi 95 732 7,7 12. Kab. Sekadau 55 393 7,1 13. Kab. Kayong Utara 71 102 1,4 14. Kab. Kubu Raya 285 2.523 8,9 Jumlah 2.339 20.301

Sumber: Siskohat Kalimantan Barat, pertanggal 16 Desember 2013 pukul 09.05

Dari data tabel 2 masa tunggu paling lama adalah di kota Pontianak yaitu 13,2 tahun. Sementara itu, jumlah penabung dibandingkan dengan kuota tersedia sangat jauh berbeda perban-dingannya. Jumlah penabung di kota Pontianak sebanyak 7.405 orang, semen-tara kuota haji yang disediakan hanya 561

Pasal 10 ini tidak menjelaskan secara rinci dengan memperhatikan aspek transparansi dan equity mengenai kuota bagi jemaah haji laki-laki dan perempuan. Apalagi gubernur memiliki hak un-tuk menetapkan kuota provinsi. Artinya, kemung-kinan terjadinya ketidakadilan dalam menetapkan kuota bisa saja terjadi, terutama jika ini menjadi kepentingan politik para penguasa.

(11)

110 | KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015

calon jemaah haji. Dengan demikian, ma-sih tersisa 6.844 orang yang belum men-dapatkan kesempatan untuk melaksana-kan haji dengan jadwal tunggu 13 tahun lamanya. Permasalahannya adalah me-ngenai transparansi pengelolaan keuang-an haji ykeuang-ang telah disetorkkeuang-an. Selain ber-kaitan dengan suku bunga yang ada, juga berkaitan dengan nilai kurs rupiah sela-ma 13 tahun berjalan.21

Dengan demikian, diperlukan re-formasi birokrasi penyelenggaraan haji, seperti: pertama, peningkatan kualitas pa-nitia penyelenggara haji, reformasi pe-ngelolaan keuangan haji. Kedua, perlunya rancangan undang-undang pengelolaan keuangan yang lebih profesional,

accoun-table, transparan, dan amanah, dan

per-lunya rancangan undang-undang penge-lolaan keuangan, karena di antara peme-rintah sendiri masih ada perbedaan an-tara badan layanan ataupun badan hu-kum publik. Oleh karena itu, diperlukan

road map dari pengelolaan keuangan

pe-laksanaan haji mulai dari pengelolaan arus kas, penempatan dana atau inves-tasi, kemudian pembentukan bank

coor-dinator, trush tee, prosedur penempatan,

dan lain sebagainya. Ketiga, integrasi sis-tem informasi haji. Keempat, revitalisasi asrama haji. Kelima, pembinaan petugas haji. Faktor ketidaksetaraan gender dia-nalisis berda-sarkan aspek akses, kontrol, manfaat, dan partisipasi perempuan dan laki-laki sebagai panitia penyelenggara haji baik di tingkat pusat maupun

21 Berbeda dengan pengelolaan haji yang

dilak-sanakan Tabung Haji Malaysia pada tahun 2014 yang memberikan bonus tahunan sebesar 6.25%, ditambah 2% bonus haji. Artinya, jemaah haji yang sudah pergi haji mendapatkan 6.25% bonus, sementara yang belum pergi haji (masa tunggu) mendapat total 8.25% pertahun dari tabungan haji yang mereka setorkan yaitu RM 9.980 (http://www.tabunghaji.gov.my/web/guest/bo nus-pendeposit-th).

rah,22 sebagaimana dijelaskan dalam diagram 1.

Diagram 1

Identifikasi Pelaksanaan Haji yang Adil Gender

Identifikasi System

1.mengidentifikasi pelaksanaan haji yg responsive gender; 2.menentukan nilai indeks responsive gender PH; 3.mengidentifikasi pola relasi gender pada PH 4. merumuskan arahan kebijakan dan strategi PH berbasis gender LUARAN DIINGINKAN {Praktek KKN {Kesenjang-an gender karena budaya patriaki

LUARAN TIDAK DIINGINKAN

PELAKSANAAN HAJI RESPONSIF GENDER

UMPAN BALIK

{Sosial Budaya, Kebijakan dan Perda tentang pelaksanaan haji yang kurang responsive gender

INPUT LINGKUNGAN

{Kebijakan Pemerintah Saudi dn struktur sosial budaya {Kurs international INPUT TIDAK TERKONTROL {Kualitas panitia penyelenggara haji {Sistem informasi {Penyediaan infrastruktur penunjang.

{Metode dan modul bimbingan haji.

{Birokrasi dan sistem keuangan INPUT TERKONTROL 1. Akses 2. Manfaat 3. Kontrol 4. Partisipasi Sumber: Rahmaniah (2014: 93)

Diagram 1 menjelaskan upaya me-wujudkan pengelolaan haji yang adil gen-der dimulai dengan mengidentifikasi in-put lingkungan dan kontruksi sosial bu-daya untuk memahami peran perempu-an dalam penyelenggaraperempu-an haji yperempu-ang di-dukung oleh kebijakan dan perda penge-lolaan haji yang selama ini masih kurang

gender responsive. Salah satunya adalah

penetapan kuota haji dan jumlah pen-damping haji perempuan yang masih kecil jumlahnya. Selanjutnya mengiden-tifikasi dua aspek input terkontrol dan ti-dak terkontrol. Aspek input terkontrol, misalnya, upaya meningkatkan kualitas penyelenggara haji terutama sekali pem-bimbing haji perempuan. Peningkatan sistem informasi yang memberikan masi proses pengelolaan haji dari infor-masi teknis pendaftaran, keuangan haji, proses bimbingan sampai kepada pengi-riman dan kembalinya jemaah haji ke tanah air. Selanjutnya, penyediaan

22 Syarifah Ema Rahmaniah, Dinamika

Demokra-tisasi Konteks Keindonesiaan (Yogyakarta: Bimotry, 2013), hlm. 52-53.

(12)

struktur penunjang keamanan dan ke-nyamanan sistem pemondokan, katering, dan transportasi jemaah haji di tanah air maupun di Saudi Arabia.

Upaya rekonstruksi modul dan metode bimbingan haji dan pendamping haji yang lebih adil gender juga diperlu-kan. Modul yang ada perlu direvisi agar lebih gender responsive, memberikan pen-jelasan seputar dinamika permasalahan reproduksi perempuan terutama jika je-maah haji perempuan yang memerlukan bantuan khusus. Upaya perbaikan penge-lolaan keuangan terutama transparansi keuangan sehingga membuat calon jema-ah haji merasa aman dan nyaman dengan uang yang telah disetorkan. Selanjutnya,

input yang tidak dapat dikontrol. Hal ini

berkaitan dengan kebijakan Arab Saudi, struktur sosial budaya, dan dinamika na-ik turutnya nilai kurs Rupiah. Input ter-sebut tidak dapat dikontrol karena me-merlukan perbincangan yang lebih lanjut dalam perspektif hukum, politik, dan ekonomi internasional sehingga mengha-silkan luaran yang diinginkan.

Adapun luaran yang tidak diingin-kan misalnya UU atau kebijadiingin-kan pengelo-laan haji justru memicu terjadi ketidak-adilan gender dan meningkatnya praktik KKN. Meskipun jumlah jemaah haji pe-rempuan dari tahun ke tahun lebih ba-nyak, namun jumlah pembimbing dan pendamping haji perempuan masih jauh dari angka yang sesuai dengan kebu-tuhan dan permasalahan yang dihadapi jemaah haji perempuan. Fakta di lapa-ngan memperlihatkan jemaah haji perem-puan banyak mendapatkan permasala-han, seperti sering tersesat kembali ke tenda/pemondokan dan pelecehan sek-sual ketika melakukan aktivitas belanja ke pasar. Praktik KKN tidak dapat dihin-darkan ketika penentuan kuota diten-tukan oleh pemerintah daerah terutama

sekali sebagai alat mempertahankan ke-pentingan politiknya. Adapun indikator untuk mengukur pengelolaan haji telah adil gender atau belum dilihat dari empat indikator dari aspek partisipasi, akses, kontrol dan manfaat. Tinggi ren-dahnya aspek partisipasi, akses, kontrol, dan manfaat ini menjadi feed back untuk me-rumuskan input baru yang akan men-jadi model untuk perbaikan pengelolaan haji yang lebih transparan, partisipatif, dan adil.

Penutup

Agenda pengarusutamaan gender dalam pengelolaan haji masih belum ba-nyak diupayakan. Meskipun jemaah haji perempuan lebih besar dari jemaah haji laki-laki, namun belum ada upaya yang konkret untuk mengupayakan pengarus-utamaan gender dalam pengelolaan haji. Ditambah lagi masih tingginya resistansi pemerintah Saudi Arabia sebagai impli-kasi sistem patriarchy yang ada. Oleh ka-rena itu, upaya terciptanya pengelolaan haji yang gender responsive masih menjadi tantangan besar negeri ini. Pelimpahan wewenang pengelolaan haji kepada pe-merintah daerah juga memicu permasa-lahan yang menjadi catatan penting agar haji tidak menjadi alat politik menge-kalkan kekuasaan. Diperlukan kajian yang lebih terarah dengan pendekatan yang multi-perspektif agar mampu men-desain model pengelolaan haji yang adil gender dengan melibatkan stakeholder ter-kait seperti perumus kebijakan di tingkat pusat dan daerah, perguruan tinggi, dan kementerian agama.[]

Daftar Pustaka

Basri, Elbi Hasan. Fiqhul Hajji: Pendekatan Pelaksanaan Berdasarkan Dalil

al-Quran dan Hadis. Yogjakarta: AK.

(13)

112 | KARSA, Vol. 23 No. 1, Juni 2015

Handayani, Trisakti dan Sugiarti. Konsep

dan Teknik Penulisan Gender.

Ma-lang: UMM Press, 2002.

Hubeis AVS. Pemberdayaan Perempuan dari

Masa ke Masa. Bogor: IPB Press,

2010.

Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 ten-tang Pengarusutamaan Gender. Jakarta: Sekretariat Negara. Keputusan Gubernur Kalimantan Barat

Nomor 266/KESSOS/2013 ten-tang Pembentukan Panitia Penye-lenggara Ibadah Haji Daerah (PPIHD) Provinsi Kalimantan Ba-rat Tahun 2013 Kegiatan Fasi-litasi Pemberangkatan dan Pemu-langan Jemaah Haji Kalimatan Barat Tahun 1434 H/2013 M. Keputusan Sekretaris Daerah Provinsi

Kalimantan Barat Nomor 26-4/KESSOS/2013 tentang Pene-tapan Petugas Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) dan Tim Keseha-tan Haji Daerah (TKHD) Pro-vinsi Kalimantan Barat Tahun 1434 H/ 2013 M.

Koeswinarno. Pembimbing Perempuan

Tan-tangan dan Peluang. Artikel

disam-paikan pada Seminar Nasional Pengelolaan Haji Berbasis Gender Bagi Pengelola KBIH Provinsi Ka-limantan Barat. Hotel Kapuas Pa-lace Pontianak 17 Desember 2013. Kustini. Problema Seputar Masalah Haji

Perempuan. Artikel disampaikan

pada Seminar Nasional Pengelo-laan Haji Berbasis Gender bagi Pengelola KBIH Provinsi Kali-mantan Barat. Hotel Kapuas Pa-lace Pontianak 17 Desember 2013. Lampiran Keputusan Direktur Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Nomor D/78 Tahun 2013 tentang Pedoman Rekrutmen Petugas Ha-ji Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pe-laksanaan Undang-Undang No. 13 Tahun 2008.

Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kese-hatan. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2010.

Puspitawati, Herien. Konsep, Teori dan

Analisis Gender. Bogor:

Departe-men Ilmu Keluarga dan Kon-sumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian, 2013.

Rahmaniah, Syarifah Ema. Dinamika

De-mokratisasi Konteks Ke-Indonesiaan.

Yogjakarta: Bimotry, 2013.

---. Pelaksanaan Haji yang Adil Gender,

Mungkinkah? Proseding Seminar

Nasional dan Rapat Tahunan Ba-dan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat (BKS PTN-B) Bi-dang Sosial. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2014.

6LODZDWL +DUWLDQ ¶3HQJDUXVXWamaan

*HQGHU 0XODL GDUL 0DQD"· Jurnal

Perempuan, Vol. 50, tahun 2006.

Simatauw M, Simanjuntak L, dan Kus-wardono PT. Gender &

Pengelo-laan Sumberdaya Alam.

Yogya-karta: Yayasan PIKUL, 2001. UU No. 14 Tahun 2008 tentang

Keter-bukaan Informasi Publik

UU No. 34 Tahun 2009 tentang Penye-lenggaraan Haji dan Umrah UU No. 13 Tahun 2008 tentang

Pe-laksanaan Haji

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini juga sering kelompok kehilangan arah untuk memecahkan masalah dan mereka juga kehilangan kesempatan menemukan cara yang lebih baik maka dari itu

Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa impulsive buying konsumen pada produk teh botol sosro kemasan 200 mL disebabkan karena desain kemasan

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Asuransi Jiwasraya (Persero) Wilayah Malang yaitu sebanyak 41 orang.Alat analisis yang digunakan adalah regresi

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini yaitu kuisioner yang merupakan teknik pengumpulan data dari responden yang diberikan kertas pertanyaan secara terstruktur

TOGAF merupakan metodologi yang lengkap, penelitian-penelitian diatas yang mengimplementasikan TOGAF pada perancangan arsitektur enterprise sistem informasi pengadaan barang

Dari permasalahan ii, dapat dilihat bahwa penelitian ini mengkaji bagaimana kompetensi komunikasi antar budaya dikalangan mahasiswa stambuk 2015 & 2016 yang

Hasil Kompetensi Penguasaan Cyber awareness siswa SMKN 2 Ponorogo Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam bidang memiliki prosentase yang sangat

Maka dari itu perhitungan sisa umur transformator dalam studi ini hanya dapat diperkirakan berdasarkan data temperatur hospot minyak transformator daya yang diakibatkan