• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Lingkungan, Organisasi, dan Individual Terhadap Stres Kerja dan Kinerja Karyawan Bagian Marketing Pada PT. Bank Mandiri Area Imam Bonjol Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Faktor Lingkungan, Organisasi, dan Individual Terhadap Stres Kerja dan Kinerja Karyawan Bagian Marketing Pada PT. Bank Mandiri Area Imam Bonjol Medan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Stres Kerja 2.1.1.1 Pengertian Stres

Menurut Charles D, Spielberg (dalam Andini, 2005:25) menyebutkan

bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya

obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah

berbahaya.

Menurut Robbins (2008:368) stres adalah suatu kondisi dinamis di mana

seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang

terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang

tidak pasti dan penting.

Stres juga diartikan sebagai tekanan,ketegangan atau gangguan yang tidak

menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Rice (2002:59) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus

lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000:83)

mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan

membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut

sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai

(2)

seseorang dalam upaya untuk menyesuaikan dari tekanan baik secara internal

maupun eksternal (Laurentius Panggabean, 2003:27).

Baum (dalam Taylor, 2006:40) yang menyatakan bahwa stres adalah

pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan biochemical,

fisiologis, kognitif, dan perubahan tingkah laku yang dapat diukur dan secara

langsung berubah atau terakomodasi karena adanya situasi yang menekan

(stresful event).

Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres

merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan

mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik

fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya,

dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara

individu yang satu dengan individu yang lain.

2.1.1.2Gejala Stres

Gejala- gejala stres kerja dapat berupa letih dan lelah, kecewa, perasaan

tidak berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ketegangan, kecemasan, cepat marah,

kehilangan rasa percaya diri, perasaan kesepian atau keterasingan, makan terlalu

sedikit, mudah tersinggung, berdebar- debar dan sulit berkonsentrasi (Bambang

Tarupolo, 2002:84).

Menurut Ashar Sunyoto (2001:19) gejala- gejala stres di tempat kerja

(3)

1. Tanda- tanda suasana hati (mood )

Berupa menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit tidur malam

hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi sangat tidak enak dan

gelisah, menjadi gugup.

2. Tanda- tanda otot kerangka (musculoskeletal)

Berupa jari- jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri

di tempat, mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja), kepala mulai sakit,

merasa otot menjadi tegang atau kaku, menggagap ketika bicara, leher

menjadi kaku.

3. Tanda- tanda organ- organ dalam badan (viseral)

Berupa perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan

berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami

kedinginan, wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar bunyi

berdering dalam telinga.

Cooper (2009:94-96) membagi gejala stres kerja menjadi tiga yaitu

1. Gejala fisik

Gejala stres menyangkut fisik bisa mencakup: nafas memburu, mulut dan

kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang,

pencernaan terganggu, mencret- mencret, sembelit, letih yang tak

beralasan, sakit kepala, salah urat, gelisah.

2. Gejala- gejala dalam wujud perilaku

(4)

- Perasaan, berupa: bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah paham,

tak berdaya, tak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal, tak menarik,

kehilangan semangat.

- Kesulitan dalam berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat keputusan.

- Hilangnya kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap orang

lain.

3. Gejala- gejala di tempat kerja

Sebagian besar waktu bagi pekerja berada di tempat kerja, dan jika dalam

keadaan stres , gejala- gejala dapat mempengaruhi kita di tempat kerja,

antara lain:

a. Kepuasan kerja rendah

b. Kinerja yang menurun

c. Semangat dan energi hilang

d. Komunikasi tidak lancar

e. Pengambilan keputusan jelek

f. Kreatifitas dan inovasi berkurang

g. Bergulat pada tugas- tugas yang tidak produktif.

2.1.1.3Indikator Stres

Indikator stres berat jika tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan

depresi, tidak bisa tidur, makan berlebihan, penyakit ringan, tidak harmonis

dalam berteman, merosotnya efisiensi dan produktifitas, konsumsi alkohol

(5)

Kehidupan saat ini dengan persaingan yang ketat bisa membuat orang

mengalami stres, salah satu penyebabnya adalah beban pekerjaan yang semakin

menumpuk. Adapun beberapa indikator yang bisa dijadikan acuan untuk

mengetahui stres yang disebabkan oleh pekerjaan, diantaranya :

1. Peran dalam organisasi

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organsasi, artinya

setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai

dengan aturan-aturan yang ada sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya.

Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan

perannya tanpa menimbulkan masalah. Jurang bauk berfungsinya peran, yang

merupakan pembangkit stres yaitu meliputi : konflik peran dan ketidaksamaan

peran (role ambiguity).

a. Konflik peran (role conflict)

Konflik peran timbul jika seorang tenaga kerja mengalami adanya :

- Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara

tanggungjawab yang ia miliki.

- Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya

bukan merupakan bagian dari pekerjaannya.

- Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan,

bawahannya, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya.

- Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu

(6)

b. Beban Kerja

Jika seorang pekerja tidak memilki cukup informasi untuk dapat

melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi

harapanharapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Faktor-faktor

yang dapat menimbulkan peran yang tidak jelas meliputi :

- Ketidakjelasan dari saran-saran (tujuan-tujuan kerja).

- Kesamaran tentang tanggung jawab.

- Ketidakjelasan tentang prosedur kerja.

- Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain.

- Kurang adanya balikan, atau ketidakpastian tentang produktifitas

kerja.

c. Pengembangan Karir

Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi :

- Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya.

- Peluang mengembangkan keterampilan yang baru.

- Penyuluhan karir memudahkan keputusan-keputusan yang

menyangkut karir.

Pengembangan karir merupakan aspek-aspek sebagai hasil dari interaksi

antara individu dengan lingkungan organisasi yang mempengaruhi persepsi

seseorang terhadap kualitas dari pengembangan karirnya. Stres ini dapat terjadi

jika pekerja merasakan kehilangan akan rasa aman terhadap pekerjaannya.

Promosi yang dirasakan tidak sesuai yang secara umum disebabkan karena adanya

(7)

atau juga tidak ada kejelasan perkembangan karir. Terbatasnya peluang karir tidak

akan menimbulkan stres pada tenaga kerja yang tidak memiliki aspirasi karir.

2. Hubungan dalam Pekerjaan

Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya

kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah

dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan

peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai

antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan

yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan

rekan-rekan kerjanya.

3. Struktur dan Iklim Organsasi

Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah stres yang timbul oleh

bentuk struktur organisasi yang berlaku di lembaga yang bersangkutan. Apabila

bentuk atau struktur organisasi kurang jelas dan jangka waktu yang lama tidak ada

perubahan atau pembaharuan, maka hal tersebut dapat menjadi sumber stres.

Posisi individu dalam suatu struktur organsiasi juga dapat menggambarkan

bagaimana stres yang dialami.

2.1.1.4Pengertian Stres Kerja

Stres (Gibson, dkk., 2000:71) adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin,

yaitu ‘stringere’, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini

menjelaskan sebuah kondisi susah atau penderitaan yang menunjukkan paksaan,

tekanan, ketegangan atau usaha yang kuat, diutamakan ditunjukkan pada

(8)

didefinisikan sebagai interaksi antara stimulus dan respons. Stres sebagai stimulus

adalah kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi

ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik individu. Stres sebagai

respons yaitu respons individu baik respons yang bersifat fisiologik,psikologik

terhadap stresor yang berasal dari lingkungan (Gibson,dkk.,2000:73), sehingga

Gibson, dkk (2000:74) merumuskan definisi kerja mengenai stres dan

mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan adaptif ditengahi oleh perbedaan

individual dan/atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan

(lingkungan), situasi, atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis

atau fisik yang berlebihan pada seseorang (Gibson,dkk.,2000:78).

Stres kerja oleh Riggio (2003:20) didefinisikan sebagai interaksi antara

seseorang dan situasi lingkungan atau stresor yang mengancam atau menantang

sehingga menimbulkan reaksi pada fisiologis maupun psikologis pekerja.

Kemudian Rice (2002:63) mempunyai definisi senada mengenai stres kerja

menambahkan bahwa stres kerja yang terjadi pada individu meliputi gangguan

psikologis, fisiologis, perilaku, dan gangguan pada organisasi.

Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya

ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir,

dan kondisi seorang karyawan (Rivai 2004:108).Sebagian stres bisa bersifat

positif dan sebagian lagi negatif. Dewasa ini para peneliti berpendapat bahwa

stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkugan kerja (seperti

(9)

stres hambatan, atau stres yang menghalangi mencapai tujuan (birokrasi, politik

kantor, kebingungan terkait tanggung jawab kerja).

Stres kerja merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap

emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang (Siagian, 2007:300).

Stres kerja mengakibatkan kelelahan kerja, seringkali tanda awal dari stres

kerja adalah suatu perasaan bahwa dirinya mengalami kelelahan emosional

terhadap pekerjaan-pekerjaan. Bila diminta menjelaskan yang dirasakan, seorang

karyawan yang lelah secara emosional akan merasa kehabisan tenaga dan lelah

secara fisik.

Beberapa aspek dalam stres kerja antara lain:

a. Kelelahan Emosional

Kelelahan emosional yang gawat dapat sangat melemahkan baik di

dalam maupun diluar pekerjaan, sehingga orang-orang yang

mengalami hal itu harus mencari cara untuk mengatasinya. Satu

cara yang umum mengatasi hal tersebut adalah dengan diri sendiri,

dengan orang lain, dan dengan mengurangi keterlibatan pribadi

terhadap persoalan-persoalan yang ada.

b. Perasaan tidak mampu

Bila digabungkan dengan kelelahan emosional, perasaan tidak

mampu akan menurunkan motivasi sampai suatu titik dimana

kualitas kerja karyawan akan menurun yang akhirnya menuju

(10)

Secara umum stres kerja dikelompokkan menjadi stresor individu dan

stresor organisasi, yaitu sebagai berikut :

1. Stresor Individu meliputi : sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, imnat dan

motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individu

lainnya.

2. Stresor Organisasi meliputi faktor fisik dan pekerjaan dan juga faktor sosial

dan organisasi

• Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari : metode kerja, kondisi dan desain

perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran,

temperature, dan fentilasi).

• Faktor sosial dan organisasi, meliputi : peraturan-peraturan organisasi,

sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan

sosial.

Maka dua faktor (stres kerja yang disebabkan oleh faktor Individu dan

faktor Organisasi) mengalami stres yang disebabkan oleh faktor organisasi bisa

berupa konflik peran jika seorang tenaga kerja mengalami pertentangan antara

tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki.

Spears (2008:85) mendefinisikan stres kerja sebagai reaksi seseorang

terhadap tekanan yang berlebihan atau tuntutan di tempat kerja yang bersifat

merugikan. Seyle (dalam Riggio, 2003:27) menambahkan definisi stres kerja

sebagai kurangnya ‘kesesuaian’ antara kemampuan dan keahlian seseorang

dengan tuntutan pekerjaan maupun lingkungannya di tempat kerja. Begitu pula

(11)

kerja juga dipandang sebagai kondisi psikologik yang tidak menyenangkan yang

timbul karena karyawan merasa terancam dalam bekerja. Perasaan terancam ini

disebabkan hasil persepsi dan penilaian karyawan yang menunjukkan ada

ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara karakteristik tuntuntan-tuntutan

pekerjaan dengan kemampuan dan kepribadian karyawan.

Definisi senada dikemukakan oleh Beehr dan Franz (dikutip Bambang

Tarupolo, 2002:28) menambahkan bahwa stres kerja adalah respons penyesuaian

terhadap situasi eksternal dalam perkerjaan yang menyebabkan penyimpangan

secara fisik, psikologis,dan perilaku pada orang-orang yang berpartisipasi dalam

organisasi. Shinn (dalam Rahayu, 2000:21) mempunyai pendapat senada

mengenai stres kerja dengan mengatakan bahwa stres kerja adalah kondisi

lingkungan kerja yang bersifat negatif yang dihadapi oleh karyawan dan

menimbulkan respons karyawan terhadap kondisi tersebut, baik respons yang

bersifat patologik maupun fisiologik, namun timbul atau tidaknya stres kerja ini

tergantung persepsi serta reaksi individu terhadap kondisi tersebut.

Stres kerja terjadi bila terdapat penyimpangan dari kondisi-kondisi

optimum yang tidak dapat dengan mudah diperbaiki sehingga mengakibatkan

suatu ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan kemampuan pekerjaannya.

Stres kerja adalah hasil dari interaksi karyawan dan lingkungan kerja yang

dipandang sebagai ancaman terhadap kemampuan dirinya untuk menyesuaikan

diri, dikarenakan ancaman itu menggangu keseimbangan fisiologis dan

(12)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja dalam penelitian

ini adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau

tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja tertentu serta reaksi

seseorang secara psikologi, fisiologi, maupun perilaku bila seseorang mengalami

ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk

memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu.

2.1.1.5Aspek Stres Kerja

Stres kerja dikategorikan dalam beberapa aspek-aspek stres kerja oleh Beehr

dan Newman (dalam Rice,2002:71) meliputi:

1. Aspek fisiologis bahwa stres kerja sering ditunjukkan pada simptoms

fisiologis. Penelitian dan fakta oleh ahli-ahli kesehatan dan kedokteran

menunjukkan bahwa stres kerja dapat mengubah metabolisme tubuh,

menaikkan detak jantung, mengubah cara bernafas, menyebabkan sakit

kepala, dan serangan jantung. Beberapa yang teridentifikasi sebagai

simptoms fisiologis adalah:

a. Meningkatnya detak jantung, tekanan darah,dan risiko potensial

terkena gangguan kardiovaskuler.

b. Mudah lelah fisik

c. Kepala pusing, sakit kepala

d. Ketegangan otot

e. Gangguan pernapasan, termasuk akibat dari sering marah (jengkel).

f. Sulit tidur, gangguan tidur

(13)

2. Aspek psikologis, stres kerja dan gangguan gangguan psikologis adalah

hubungan yang erat dalam kondisi kerja. Simptoms yang terjadi pada

aspek psikologis akibat dari stres adalah:

a. Kecemasan, ketegangan

b. Mudah marah, sensitif dan jengkel

c. Kebingungan, gelisah

d. Depresi, mengalami ketertekanan perasaan

e. Kebosanan

f. Tidak puas terhadap pekerjaan

g. Menurunnya fungsi intelektual

h. Kehilangan konsentrasi.

i. Hilangnya kreativitas.

j. Tidak bergairah untuk bekerja

k. Merasa tidak berdaya

l. Merasa gagal

m. Mudah lupa

n. Rasa percaya diri menurun

3. Aspek tingkah laku (behavioral). Pada aspek ini stres kerja pada karyawan

ditunjukkan melalui tingkah laku mereka. Beberapa symptoms perilaku

pada aspek tingkah laku adalah:

a. Penundaan, menghindari pekerjaan,dan absensi.

b. Menurunnya performansi dan produktivitas.

(14)

d. Tindakan berlebihan

e. Menurunnya hubungan dengan teman dan keluarga.

f. Tidak berminat berhubungan dengan orang lain.

Cox (dalam Gibson, dkk., 2000:50) juga mengemukakan situasi yang

menekan pada pekerja dapat menimbulkan respons pada subjek, perilaku,

kognitif, fisiologis maupun organisasi, yaitu:

a. Respons pada subjek, meliputi kecemasan, agresi, acuh, kebosanan,

depresi, keletihan, frustrasi, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup,dan

merasa kesepian.

b. Respons pada perilaku, meliputi kecenderungan mendapat kecelakaan,

alkoholik, penyalahgunaan obat-obatan, emosi yang tiba-tiba meledak,

makan berlebihan, merokok berlebihan, perilaku yang mengikuti kata hati,

dan tertawa gugup.

c. Respons pada kognitif, meliputi ketidakmampuan mengambil keputusan

yang jelas, konsentrasi yang buruk, rentang perhatian yang pendek, sangat

peka tehadap kritik,dan rintangan mental.

d. Respons pada fisiologis, misalnya meningkatnya kadar gula,

meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, kekeringan di mulut,

berkeringat, membesarnya pupil mata,dan tubuh panas dingin.

2.1.1.6Dampak Stres Kerja

Stres kerja tidak hanya berpengaruh pada individu, namun juga terhadap

(15)

perilaku organisasi telah dinyatakan sebagai agen penyebab dari berbagai masalah

fisik, mental, bahkan output organisasi.

Dampak dari stres kerja banyak dan bervariasi. Dampak positif dari stres

kerja diantaranya motivasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan

meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek

yang mengganggu dan secara potensial berbahaya. Cox membagi menjadi 5

kategori dampak dari stres kerja yaitu:

1) Subyektif berupa kekhawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa bosan,

depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kendali emosi, penghargaan diri yang

rendah, gugup, kesepian.

2) Perilaku berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol,

penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok secara

berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup.

3) Kognitif berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk

akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitiv terhadap

kritik, hambatan mental.

4) Fisiologis berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan

tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar,

panas, dan dingin.

5) Organisasi berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing, dari

mitra kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

Selain efek tersebut terdapat juga efek stres yang lain yaitu perilaku tidak

(16)

penyalahgunaan obat, dan tindakan legal (hukum) secara khusus mengganggu

dalam bentuk hilangnya produktivitas. Menurut Bambang Tarupolo (2002:18),

tenaga kerja yang tidak mampu bereaksi secara baik terhadap stres yang dialami,

kesehatan jiwanya akan tergangu dan karenanya kualitas hidup dan

produktivitasnya menjadi rendah. Karyawan tersebut akan menunjukkan:

(a) Sering mengeluh sakit dan berobat

(b) Malas dan sering mangkir

(c) Sering membuat kesalahan dalam pekerjaan dan cenderung mengalami

kecelakaan kerja

(d) Sering marah dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik

(e) Tidak peduli dengan lingkungan, bingung dan pelupa

(f) Cara pandang yang negatif dan rasa permusuhan

(g) Terlibat penyalahgunaan narkoba

(h) Terlibat tindak sabotase di lingkungan kerja.

Stres kerja dapat mengakibatkan hal- hal sebagai berikut:

a. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres yaitu penyakit jantung koroner,

hipertensi, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, mual, muntah, dan

sebagainya.

b. Kecelakaan kerja: terutama pada pekerjaan yang menuntut kinerja yang

tinggi, bekerja bergiliran (shift), penyalahgunaan zat aditif

c. Absen: pegawai yang sulit menyelesaikan pekerjaan sebab tidak hadir

karena pilek, sakit kepala.

(17)

e. Gangguan jiwa: mulai dari gangguan yang mempunyai efek yang ringan

dalam kehidupan sehari- hari sampai pada gangguan yang mengakibatkan

ketidakmampuan yang berat.Gangguan jiwa ringan seperti mudah gugup,

tegang, marah- marah, mudah tersinggung, kurang berkonsentrasi, apatis dan

depresi. Perubahan perilaku berupa kurang partisipasi dalam pekerjaan,

mudah bertengkar, terlalu mudah mengambil resiko. Gangguan yang lebih

jelas lagi dapat berupa depresi, gangguan cemas (Laurentius Panggabean,

2003:2).

Menurut Jacinta (2002:39), stres kerja dapat juga mengakibatkan hal- hal sebagai

berikut:

1) Dampak terhadap perusahaan yaitu:

(a)Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun

operasional kerja

(b) Mengganggu kenormalan aktivitas kerja

(c)Menurunnya tingkat produktivitas

(d) Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stres yang

dihadapi tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan

ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian pula

jika banyak diantara tenaga kerja di dalam organisasi atau perusahaan mengalami

stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.

2) Dampak terhadap individu.

(18)

(a)Kesehatan

Banyak penelitian yang menemukan adanya akibat-akibat stres terhadap

kesehatan seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan

beberapa penyakit lainnya.

(b)Psikologis

Stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus

menerus yang disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya menggerigoti dan

menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara

perlahan- lahan.

(c)Interaksi interpersonal

Orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam

kondisi stres. Oleh karena itu sering salah persepsi dalam membaca dan

mengartikan suatu keadaan, pendapat dan penilaian, kritik, nasehat, bahkan

perilaku orang lain. Orang stres sering mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya.

Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa

percaya diri dan harga diri.

2.1.2 Faktor Lingkungan, Organisasi, dan Individual 2.1.2.1Faktor Lingkungan

Pertumbuhan dan perkembangan suatu perusahaan tidak terlepas dari

kondisi lingkungan disekitarnya, baik pengaruh negative maupun pengaruh

positif. Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas

bekerja hariannya. Setiap pekerja pasti menginginkan lingkungan kerja yang

(19)

Karena secara phisikologis, lingkungan kerja mempengaruhi tingkat emosional

karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Jika karyawan menyenangi

lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan merasa betah

berada dalam tempat kerjanya dalam waktu yang cukup panjang untuk

menyelesaikan pekerjaannya, sehingga waktu kerja dapat dipergunakan secara

efektif dan efisien.

Hal ini mengakibatkan produktivitas karyawan menjadi tinggi dan

optimism terhadap prestasi kerja karyawan juga tinggi. Lingkungan kerja yang

dimaksudkan disini mencakup gaji dan tunjangan, fasilitas kerja dan hubungan

kerja yang terbentuk antara sesama karyawan, hubungan antara karyawan dan

bawahan serta lingkungan fisik tempat karyawan bekerja.

Menurut Nitisemito (dalam Intaghina, 2008:62), “Lingkungan kerja adalah

segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mmperngaruhi

dirinyadalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan.”

Menurut Sedarmayati (dalam Intaghina, 2008:37), “Lingkungan kerja

adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya

dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik

sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.” Menurut Suyotno (2012:43)

mendefinisikan, “ Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat

penting di dalam karyawan melakukan aktivitas bekerjanya.” Dari pendapat di

atas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di

sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik maupun berbentuk

(20)

dan pekerjaannya saat bekerja. Lingkungan kerja yang mendukung produktivitas

kerja akan menimbulkan kepuasan kerja dalam suatu organisasi.

Menurut Sedarmayanti (dalam Intaghina, 2008) yang menjadi indikator

lingkungan kerja adalah sebagai berikut : Penerangan, Suhu udara, Suara

kebisingan, Penggunaan warna, Ruang gerak yang diperlukan, Keamanan kerja,

Hubungan kerja.

Menurut Pattanayak (2002) motivasi kerja karyawan didorong lingkungan

kerja. Maksudnya lingkungan kerja yang mendukung akan menimbulkan

keinginan karyawan untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik

dan benar sesuai yang manajemen organisasi instruksikan. Keinginan ini tentu

akan terwujud dalam bentuk tindakan dan kreatifitas karyawan berdasarkan

persepsinya terhadap instruksi manajemen. Persepsi ini pun tidak lain dipengaruhi

oleh gaji dan tunjangan yang akan diterima karyawan tersebut berdasarkan hasil

kerja yang dicapainya.

Menurut Sedarmayanti (2009: 26) lingkungan ada dua bagian yaitu:

lingkungan kerja fisik dan non fisik.

a. Lingkungan Kerja Fisik

Pengertian dari lingkungan kerja fisik menurut Sedarmayanti (2009:26)

yaitu semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja dimana

dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Lingkungan kerja fisik sendiri dapat dibagi dalam dua kategori. Kategori yang

pertama adalah lingkungan yang berhubungan langsung dengan karyawan dan

(21)

kedua adalahlingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut

lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur,

kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau

tidak sedap, warna, dan lain-lain.

Sedangkan menurut Gie (2000:210) lingkungan kerja fisik merupakan

sekumpulan faktor fisik dan merupakan suatu suasana fisik yang ada di suatu

tempat kerja. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

lingkungan kerja fisik adalah kondisi fisik yang ada di sekitar yang dapat

mempengaruhi kinerja karyawan.

b. Lingkungan Kerja Non-fisik

Menurut Sedarmayanti (2009:26) “Lingkungan kerja non fisik adalah

semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik

hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun

hubungan dengan bawahan.”

Pendapat lain muncul mengenai lingkungan kerja non fisik dan serupa

dengan pendapat Sedarmayanti di atas yaitu diungkapkan oleh Nitisemito

(2000:171-173), perusahaan hendaknya mencerminkan kondisi yang mendukung

kerjasama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki jabatan yang

sama di perusahaan.

Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001:21) yang

dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan

dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah :

(22)

- Langsung Berhubungan dengan karyawan.

- Keamanan Kerja

Non Fisik Terdiri dari:

- Penerangan

- Suhu udara

- Suara bising

- Penggunaan warna

- Ruang gerak yang diperlukan

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja

non fisik adalah kondisi yang berkaitan dengan hubungan karyawan yang dapat

mempengaruhi kinerja karyawan.

2.1.2.2Faktor Organisasi

Organisasi sebagai kesatuan sosial terdiri dari orang atau kelompok orang

yang berinteraksi satu sama lain. Pandangan terhadap organisasi sangat tergantung

pada konteks dan perspektif tertentu dari seseorang yang merumuskannya.

Beberapa pandangan mengenai organisasi tersebut dapat diuraikan seperti yang

dikemukakan Thompson dalam Thoha (1992), bahwa organisasi adalah: “an

organization is a highly rationalized and impersonal integration of a large

member of specialists cooperating to achieve some announched specific objecti.”.

Sedangkan pandangan lain, seperti yang dikemukakan oleh Robbins

(2001:794), merumuskan bahwa:“an organization is a consciously coordinated

social entity, with a relatively indentiviable boundary, that functions on a

(23)

kesatuan sosial yang telah terkoordinasi secara sadar dengan adanya sebuah

batasan yang relatif dan dapat diidentifikasi serta bekerja berdasarkan yang relatif

secara terus-menerus agar dapat mencapai tujuan bersama).

Manajemen sangat berhubungan erat dengan organisasi sebagai suatu

wadah atau tempat manajemen itu akan berperan aktif. Organisasi tanpa

manajemen yang baik akan mengakibatkan rutinitas organisasi tidak dapat

bertahan lama. Untuk lebih jelas, dalam hal ini beberapa definisi yang menjadi

titik tolak dalam uraian-uraian selanjutnya, yakni:

1. Organisasi adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar,

terdiri atas dua orang atau lebih dan yang relatif terus-menerus guna

mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama (Robbins dan Judge,

2008:5).

2. Organisasi adalah suatu wadah yang dibentuk untuk mencapai tujuan

bersama secara efektif (Wibowo, 2007:1).

3. Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan

terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai

tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja

(Hasibuan, 2004:120).

Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui beberapa elemen dasar yang

menjadi ciri organisasi yaitu:

1 Kumpulan orang

2 Suatu wadah

(24)

4 Tujuan bersama

Berdasarkan ciri tersebut dapat dirumuskan definisi organisasi yaitu suatu

wadah yang terdiri dari kumpulan orang yang terikat dengan hubungan-hubungan

formal dalam rangkaian terstruktur untuk mencapai tujuan bersama secara efektif.

Organisasi merupakan suatu kumpulan tata aturan. Dengan adanya tata

aturan setiap organisasi maka dapat lebih mudah dibedakan suatu organisasi

dengan kumpulan kemasyarakatan. Organisasi merupakan suatu kerangka

hubungan yang berstruktur, yang di dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab,

dan pembagian kerja untuk menjalankan suatu fungsi tertentu. Adanya hirarkhi

atau tingkatan mulai dari pimpinan sampai pada bawahan atau staf.

Menurut Robbins (2003:794) faktor organisasi terdiri dari:

a. Tuntutan Tugas

Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang.

Tuntutan tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata

letak fisik pekerjaan.

b. Tuntutan Peran

Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang

sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam organisasi.

Konflik peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan

atau dipenuhi.

c. Tuntutan Antar Pribadi

Tuntutan antarpribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan. Tidak

(25)

meyebabkan stres, terutama di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan

sosial yang tinggi.

d. Struktur Organisasi.

Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian

serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam

menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan

diinginkan. Struktur organisasi yang ada akan menentukan tingkatan-tingkatan

jabatan atau diferensiasi dan menentukan tingkat peraturan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa orang-orang terlibat dalam

organisasi harus tunduk pada suatu aturan untuk mengadakan kerjasama dan

interaksi guna mencapai suatu tujuan bersama.

Indikator-indikator dari faktor organisasi sebagai berikut:

1. Tuntutan tugas adalah besarnya tugas yang harus diselesaikan oleh

karyawan dengan baik dan benar. Indikator empiriknya adalah beban

pekerjaan yang ditanggung oleh karyawan dapat diselesaikan dengan baik

dan benar.

2. Tuntutan peran adalah ketidaksesuaian jabatan dengan pekerjaan yang

harus dilakukan karyawan dan ketidakjelasan peran pekerjaan yang

dialaminya sehingga karyawan tidak dapat mengerti dengan pasti tentang

apa yang harus dikerjakannya. Indikator empiriknya adalah kesesuaian

tanggung jawab pekerjaan dengan jabatan yang diduduki oleh karyawan

serta kejelasan tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh

(26)

3. Tuntutan antar pribadi adalah tuntutan yang diciptakan oleh seorang

karyawan kepada karyawan lainnya sehingga dapat menimbulkan konflik

dalam bekerja. Indikator empiriknya adalah adanya konflik antar sesama

karyawan, maupun karyawan dengan atasan maupun bawahan.

4. Struktur organisasi yang ada akan menentukan tingkatan-tingkatan jabatan

atau diferensiasi dan menentukan tingkat peraturan yang ada. Indikator

empiriknya adalah tingginya peraturan yang berlaku di kantor.

2.1.2.3Faktor Individual

Menurut Hartomo (2004:64) Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya

memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya,malainkan juga mempunyai

kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Individu merupakan unit

terkecil pembentuk masyarakat. Dalam ilmu sosial, individu berarti juga bagian

terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian

yang lebih kecil. Sebagai contoh, suatu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

Ayah merupakan individu dalam kelompok sosial tersebut, yang sudah tidak dapat

dibagi lagi ke dalam satuan yang lebih kecil.

Individu berasal dari kata yunani yaitu “individium” yang artinya “tidak

terbagi”. Dalam ilmu sosial paham individu, menyangkut tabiat dengan kehidupan

dan jiwa yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia.

Individu merupakan kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan

bukan sebagai manusia keseluruhan. Maka dapat disimpulkan bahwa individu

adalah manusia yang memiliki peranan khas atau spesifik dalam kepribadiannya.

(27)

psikis rohaniah, dan aspek sosial. Dimana aspek aspek tersebut saling

berhubungan. Apabila salah satu rusak maka akan merusak aspek lainnya. Apabila

pola tingkah lakunya hampir identik dengan tingkah laku massa yang

bersangkutan. Proses yang meningkatakan ciri-ciri individualitas pada seseorang

sampai pada dirinya sendiri, disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri.

Dalam proses ini maka individu terbebani berbagai peranan yang berasal

dari kondisi kebersamaan hidup, yang akhirnya muncul suatu kelompok yang

akan menentukan kemantapan satu masayarakat. Individu dalam tingkah laku

menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan: pertama menyimpang dari norma

kolektif kehilangan individualitasnya. Kedua takluk terhadap kolektif, dan ketiga

mempengaruhi masyarakat (Hartomo, 2004: 64).

Faktor Individual menurut Hartomo (2004:67) adalah sebagai berikut:

1. Masalah Perekonomian

Masalah ini muncul dikarenakan individu tidak dapat mengelola sumber daya

keuangan mereka.

2. Kepribadian

Kepribadian, yaitu sifat, sikap, dan cara pandang individu yang merupakan

karakteristik pribadi bawaannya, seperti pesimis, optimis, extrovert, introvert,

dan sebagainya.

3. Pengetahuan.

Pengetahuan, yaitu pemahaman karyawan tentang apa yang akan dikerjakan

(28)

Dengan demikian manusia merupakan mahluk individual tidak hanya dalam

arti keseluruhan jiwa-raga, tetapi merupakan pribadi yang khas, menurut corak

kepribadiannya dan kecakapannya.

Indikator-indikator faktor individual sebagai berikut:

1. Masalah ekonomi adalah masalah yang muncul karena karyawan tidak dapat mengelola sumber daya keuangannya. Indikator empiriknya adalah

sumber daya keuangan yang ada dapat dikelola dengan baik oleh

karyawan.

2. Kepribadian adalah sifat, sikap, dan cara pandang karyawan yang merupakan karakteristik pribadi bawaannya. Indikator empiriknya adalah

sifat, sikap, dan cara pandang karyawan saat menghadapi dan

menyelesaikan suatu permasalahan.

3. Pengetahuan yaitu kemampuan karyawan memahami tugas-tugas yang akan dikerjakannya dan cara untuk mengerjakan tugas yang diberikan

kepadanya. Indikator empiriknya adalah pemahaman yang dimiliki

karyawan tentang apa yang harus dikerjakan dan cara untuk mengerjakan

tugas yang diberikan kepadanya.

2.1.3 Kinerja Karyawan 2.1.3.1Pengertian Kinerja

Kusriyanto, dalam Mangkunegara (2005: 9), mendefenisikan “kinerja

sebagai perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja

persatuan waktu (lazimnya per jam)”. Selanjutnya menurut Faustino Cadosa

(29)

karyawan sebagai : “Ungkapan seperti output, efisiensi serta efektifitas sering

dihubungkan dengan produktifitas”. Pengertian Kinerja merupakan suatu hasil

kerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai diartikan untuk mencapai tujuan

yang diharapkan. Adapun pendapat para ahli mengenai pengertian kinerja,

sebagai berikut :

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009:67)mengemukakan bahwa:

”Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya.” Menurut Sedarmayanti (2011:260) mengungkapkan

bahwa :“Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti Hasil

kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara

keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya

secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah

ditentukan).” Menurut Wibowo (2010 : 7) mengemukakan bahwa :“Kinerja

adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan

tersebut.” Menurut Soekidjo Notoatmodjo(2009:124) mengemukakan bahwa :

“Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan olehseseorang sesuai dengan tugas

dan fungsinya.”

Kinerja pada dasarnya merupakan perilaku nyata yang dihasilkan setiap

orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan

perannya dalam perusahaan. Untuk mendapatkan kinerja yang baik dari seorang

karyawan pada sebuah organisasi harus dapat memberikan sarana dan prasarana

(30)

Gibson dkk (2003:54) mengemukakan job performance adalah hasil dari

pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja. Pengertian

kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak (2005:98) yang mengemukakan

kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja

perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan

perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan

untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja

masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa

kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai

dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.

2.1.3.2Indikator Kinerja

Mangkunegara (2009 : 75) mengemukakan bahwa indikator kinerja, yaitu:

1. Kualitas

Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan apa yang

seharusnya dikerjakan.

2. Kuantitas

Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu

harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai

itu masing-masing.

3. Pelaksanaan tugas

Pelaksanaan Tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan

(31)

4. Tanggung Jawab

Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban

karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan.

2.1.3.3Defenisi Kinerja Karyawan

Menurut Hendry Simamora (1995:327), kinerja karyawan adalah tingkat

dimana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan.

a. Penilaian kinerja karyawan. Penilaian kinerja ialah proses yang mengukur

kinerja karyawan. Faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja

karyawan adalah :

1. Karakteristik situasi

2. Deskripsi pekerjaan,

3. spesifikasi pekerjaan dan

4. standar kinerja pekerjaan.

5. Tujuan-tujuan penilaian kinerja.

6. Sikap para karyawan dan manajer terhadap evaluasi.

b. Tujuan Penilaian Kinerja. Tujuan diadakannya penilaian kinerja bagi para

karyawan dapat kita ketahui sibagi menjadi dua, yaitu :

1. Tujuan evaluasi

Seorang manajer menilai kinerja dari masalalu seorang karyawan

dengan menggunakan ratings deskriptif untuk menilai kinerja dan

dengan data tersebut berguna dalam keputusan-keputusan promosi,

(32)

2. Tujuan pengembangan

Seorang manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang

karyawan dimasa yang akan datang.

2.1.3.4Karakteristik Karyawan yang memiliki Kinerja Yang Tinggi

Sebuah studi tentang kinerja menemukan beberapa karakteristik karyawan

yang memiliki kinerja yang tinggi. Mink dalam (Raharjo2005:23) menyebutkan

beberapa karakteristik karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi, meliputi :

1. Berorientasi Pada Prestasi. Karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi,

keinginan yang kuat membangun sebuah mimpi tentang apa yang mereka

inginka untuk dirinya.

2. Percaya Diri. Karyawan yang kinerja tinggi memiliki sikap mental positif

yang mengarahkannya bertindak dengan tingkat percaya diri yang tinggi.

3. Pengendalian Diri. Karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi mempunyai

rasa percaya diri yang sangat mendalam.

4. Kompetensi. Karyawan yang kinerjanya tinggi telah mengembangkan

kemampuan spesifik atau kompetensi berprestasi dalam daerah pilihan

mereka.

5. Persisten. Karyawan yang kinerjanya tinggi mempunyai piranti kerja,

didukung oleh suasana psikologis, dan pekerja keras terus-menerus.

2.1.3.5Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan

Para pemimpin organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja

antara satu karyawan dengan karyawan lainnya berada di bawah pengawasannya.

(33)

produktivitas mereka tidaklah sama. Menurut Tiffin dan Mc. Cornick ada dua

variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu :

1. Variabel Individu, meliputi : sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan

motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individu

lainnya.

2. Variabel Organisasi antara lain:

1. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari : metode kerja, kondisi dan desain

perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran,

temperature, dan fentilasi).

2. Faktor sosial dan organisasi, meliputi : peraturan-peraturan organisasi,

sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan

sosial.

Davis dan J.W Newstrom (1989: 40-41) mengemukakan pendapatnya,

bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

1 Faktor kemampuan

1. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minta

2. Keterampilan : kecakapan dan kepribadian

2 Faktor motivasi

1. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan

2. Serikat kerja kebutuhan inidvidu fisiologi, sosial dan egoistik, Kondisi

(34)

2.2 Peneliti Terdahulu

Adapun peneliti terdahulu sebagai bahan acuan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Hasil Penelitian

1 Ria Puspita

Sari (2015)

Pengaruh Stres Kerja dan Konflik Kerja terhadap

Kinerja Karyawan

Jambuluwuk Malioboro

Boutique Hotel

Yogyakarta

Variabel Stres Kerja dan Konflik Kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan.

2 Noviansyah dan Zunaidah (2011)

Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di PT.

Perkebunan Minanga

Ogan Baturaja

Variabel Stres Kerja dan Motivasi Kerja berpengaruh positif terhadap Variabel Kinerja Beban Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PDAM Surabaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja dan beban

kerja secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, hal ini dibuktikan dengan uji F yang menunjukkan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hasil uji t menunjukkan bahwa stres kerja dan beban kerja secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

4 We

Timangratuogi (2012)

Pengaruh Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja

Karyawan Bagian

Sales/Penjualan PT. Indomobil Trada Nasional Cabang Pajajaran Bogor

Stres Kerja bersignifikan negatif terhadap kepuasan kerja. Ada pengaruh antar kedua variable tersebbut.

5 Azhar Susanto (2012)

Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi kerja dan Kinerja karyawan

Pada PT. Asuransi

Jiwasraya (Persero) Medan

Variabel stres kerja

(35)

6 Retno Ambarsari (2011)

Faktor Lingkungan,

Faktor Organosasi, Faktor Individualyang

Mempengaruhi Kinerja Salesman PT. Enseval Putera Megatrading Tbk. Cabang Jakarta II

Berdasarkan hasil analisa memiliki pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor stress kerja dengan kinerja salesman.

7 Rio Radityo (2009)

Hubungan Sumber stress kerja dengan kinerja karyawan Perusahaan Teknologi Informasi pada PT. X

Dimensi sumber stress kerja memiliki hubungan dengan kinerja karyawan.

Hasil penelitian berhubungan positif pada stress kerja pada

Hasil Analisis Faktor-faktor stress kerja terhadap Kelelahan Emosional dan Dampaknya terhadap Kinerja Perawat berpengaruh positif.

10 Alusiana Sitinjak (2010)

Analisis Pengaruh Stres

Pekerjaan Terhadap

Perilaku Produktif

Karyawan Pada PT.

Infomedia Call Center 116 Telkomsel Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja terhadap perilaku produktif karyawan mempunya pengaruh positif signifikan pada PT Infomedia Call Center 116 Telkomsel Medan.

11. Johanna Beswick

Working Long Hours Investigating the impact of various faktors on accidents and safety is an inherently difficult area, with many faktors often combining to result in an accident and problems with retrospective analysis.

(36)

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah pondasi utama sepenuhnya dari proyek

penelitian yang dituju, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antar

variabel yang secara logis diterangkan, dikembangkan dan elabolarasi dari

perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara,

observasi, dan survei literatur (Kuncoro,2003:44).

Menurut Kranz et aldalam Tulus Winarsunu (2008:75) mendefinisikan

stres sebagai suatu keadaan internal individu ketika mempersepsi adanya suatu

ancaman baik fisik maupun psikologis yang ada di lingkungannya.

Lingkungan kerja Fisik menurut Sedarmayanti (2001:21),“Lingkungan

kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat

kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara

tidak langsung.Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :

- Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat

kerja, kursi, meja dan sebagainya)

- Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan

kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :temperatur,

kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau

tidak sedap, warna, dan lain-lain.

Lingkungan Kerja Non Fisik menurut Sadarmayanti (2001:31),

“Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan

(37)

rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”.Lingkungan non fisik ini juga

merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

Menurut Alex Nitisemito (2000:171-173) Perusahaan hendaknya dapat

mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan,

bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi

yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik,

dan pengendalian diri.

Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001:21) yang

dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan

dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah :

Fisik terdiri dari:

- Langsung Berhubungan dengan karyawan.

- Keamanan Kerja

Non Fisik Terdiri dari:

- Penerangan

- Suhu udara

- Suara bising

- Penggunaan warna

- Ruang gerak yang diperlukan

Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana

orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.(KBBI)

Terdapat berbagai alasan mengapa seorang individu selalu berkomitmen

(38)

tempati. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut dapat berasal dari individunya

sendiri dan dari organisasi. Misalnya individu yang telah berada dalam suatu

organisasi lebih dari dua tahun, dan individu yang memiliki keinginan untuk

berkembang, memiliki komitmen organisasi yang tinggi dibanding dengan

individu yang baru masuk didalam suatu organisasi.

Menurut Robbins (2003:794) faktor organisasi terdiri dari:

e. Tuntutan Tugas

f. Tuntutan Peran

g. Tuntutan Antar Pribadi

h. Struktur Organisasi

Menurut Suprihanto (2003:36) Individu adalah seorang manusia yang tidak

hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya,malainkan juga

mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.Individu

merupakan unit terkecil pembentuk masyarakat.

Menurut Moeheriono (2009:60) kinerja merupakan gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, visi, misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan

strategis suatu organisasi.

Melihat teori dan penjelasan tersebut, maka dibentuklah kerangka

konseptual yang menunjukkan gambaran hubungan antara variabel X1, X2,

(39)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian dan kerangka berfikir yang

telah dikemukakan sebelumnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai

berikut :

1. Faktor Lingkungan, Organisasi, dan Individual berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Stres Kerja.

2. Faktor Lingkungan, Organisasi, dan Individual berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Kinerja Karyawan.

3. Stres Kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan.

Faktor Lingkungan (X1) Stres Kerja (Z)

Kinerja Karyawan (Y) Faktor Organisasi (X2)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Analisa teknikal memfokuskan dalam melihat arah pergerakan dengan mempertimbangkan indikator-indikator pasar yang berbeda dengan analisa fundamental, sehingga rekomendasi yang

Bobot kering akar talas pada perlakuan komposisi media tanam dan dosis. pupuk NPK dapat dilihat pada

[r]

Konsep Perjuangan Bangsa Indonesia merebut Irian Barat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada mata pelajaran IPS di kelas IX-C SMP

[r]

Pada tahap ini aplikasi dijalankan dan dilakukan pengujian secara keseluruhan dari prosess pengelolaan data buku, member , transaksi, service , serta remmoting data

Patar Raja, Wijanto Heroe, Wahyu Yuyu, ”Perancangan Dan Realisasi Antena Mikrostrip Rectangular Bercelah Untuk Triple Band (900.. MHz, 1800 MHz, 2400

[r]