• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mikropropagasi Tunas Stroberi (Fragaria Sp.) Dengan Pemberian NAA Dan BAP Pada Media Ms

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mikropropagasi Tunas Stroberi (Fragaria Sp.) Dengan Pemberian NAA Dan BAP Pada Media Ms"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

MIKROPROPAGASI TUNAS STROBERI (Fragaria sp.) DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP PADA MEDIA MS

SKRIPSI

Oleh :

HENDRI GUNAWAN SITEPU 020307013

BDP-PET

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

MIKROPROPAGASI TUNAS STROBERI (Fragaria sp.) DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP PADA MEDIA MS

SKRIPSI

Oleh :

HENDRI GUNAWAN SITEPU 020307013

BDP-PET

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Mikropropagasi Tunas Stroberi dengan Pemberian NAA dan BAP pada Media MS

Nama : Hendri Gunawan Sitepu

NIM : 020307013

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Khairunnisa Lubis, SP, MP Ketua

Luthfi A M. Siregar, SP, MSc, PhD Anggota

Mengetahui

Ketua Jurusan

Ir. Edison Purba, Ph.D.

(4)

ABSTRACT

The objective of this research was to know the effect of strawberry bud micropropagation to BAP and NAA in MS medium. The research took place in Tissue Culture Laboratory on Kebun Percontohan Tanaman Buah, Tongkoh Berastagi + 1430 metres above sea surface from March until Mei 2007. The research was using randomized block design factorial with two factors. The first factor was NAA with three levels : 0, 0.5 and 1 ppm. The second factor was BAP with five levels : 0, 0.5, 1, 1.5 and 2 ppm. The result showed BAP gave that total bud, total roots, total leafs and explant weight significant affected, but no significant to age of bud initiation, age of roots initiation, hight bud, length of roots. NAA gave that age of roots initiation, total bud, total roots, total leafs, hight bud, length of roots, explant weight significant affected, but no significant to age of bud initiation. The interaction between BAP and NAA has significant for parameters total roots, total leafs, hight bud, but no significant to age of bud initiation, age of roots initiation, total bud, length of roots and explant weight.

(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP terhadap multiplikasi tunas stroberi pada media MS. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun Percontohan Tanaman Buah, Tongkoh Berastagi yang berada + 1430 meter diatas permukaan laut dari bulan Maret sampai Mei 2007. Sedangkan penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah pemberian zat pengatur tumbuh NAA dengan tiga taraf yaitu : 0, 0.5 dan 1 ppm, serta faktor kedua adalah pemberian zat pengatur tumbuh BAP dengan lima taraf yaitu : 0, 0.5, 1, 1.5 dan 2 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh BAP berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah tunas, jumlah akar, jumlah daun, berat eksplan namun tidak berpengaruh nyata terhadap parameter umur muncul tunas, umur muncul akar, tinggi tunas, panjang akar. Pemberian zat pengatur tumbuh NAA berpengaruh nyata terhadap parameter umur muncul akar, jumlah tunas, jumlah akar, jumlah daun, tinggi tunas, panjang akar, berat eksplan namun berpengaruh tidak nyata terhadap parameter umur muncul tunas. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar, jumlah daun, tinggi tunas namun berpengaruh tidak nyata terhadap parameter umur muncul tunas, umur muncul akar, jumlah tunas, panjang akar, berat eksplan.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Hendri Gunawan Sitepu dilahirkan di Berastagi pada tanggal 8 Agustus

1984 dari Ayahanda (Alm) K. Sitepu dan Ibunda W. Br. Ginting. Penulis

merupakan putra ketiga dari 4 bersaudara.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh adalah SD Inpres di Perumahan

Korpri lulus tahun 1996, SLTP Negeri 1 Berastagi lulus tahun 1999, SMUN 1

Berastagi lulus pada tahun 2002. Terdaftar sebagai mahasiswa Pemuliaan

Tanaman Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara pada tahun 2002 melalui jalur PMP.

Selama perkuliahan aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA

Mbuah Page FP USU) dari tahun 2003-2007, pernah menjabat sebagai ketua

Badan Pengurus Harian periode 2005-2007. Menjabat sebagai Asisten

Laboratorium Pengantar Pemuliaan Tanaman tahun 2004-2006. Penulis

melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun Balimbingan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan

rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Mikropropagasi

Tunas Stroberi Dengan Pemberian BAP dan NAA Pada Media MS ” yang

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Ibu Khairunnisa Lubis, SP, MP dan

Bapak Luthfi Aziz M. Siregar, SP, MSc, PhD selaku dosen pembimbing. Penulis

juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala BPTP Tongkoh,

Ibu Karsina SP, MS, Kak Rina, Kak Fetri, Kak Siska, Kak Ruth, dan staff yang

telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Ucapan terima

kasih sebesar-besarnya yang tulus dan tak dapat diungkap dengan apapun penulis

sampaikan kepada Ayahanda (Alm) K. Sitepu dan Ibunda W. Ginting tercinta

yang telah membesarkan penulis dengan segenap cinta, kasih sayang dan

pengertian serta pengorbanan yang tak terhingga, juga kepada kakak tercinta

Juliawati Br Sitepu beserta abang iparku Jusman Riadi Sembiring, Desfitria Br

Sitepu dan adikku tersayang Muhammad Ridwan Sitepu serta keponakanku Via

yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama melakukan studi.

Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan

(8)

kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu dalam melaksanakan penelitian

dan penulisan skripsi ini.

Medan, Oktober 2007

(9)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunan Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Botani Tanaman ... 6

Syarat Tumbuh ... 10

Iklim ... 10

Tanah ... 10

Metoda Kultur Jaringan ... 11

Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan ... 13

Auksin ... 14

Sitokinin ... 16

Kultur Jaringan Stroberi ... 17

BAHAN DAN METODE ... 19

Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 19

PELAKSANAAN PENELITIAN ... 22

Sterilisasi Bahan dan Alat ... 22

Pembuatan Media ... 22

Penanaman ... 23

Pemeliharaan ... 24

Parameter Yang Diamati ... 24

Saat Muncul Tunas ... 24

Saat Muncul Akar ... 24

Jumlah Tunas ... 24

Jumlah Akar ... 24

(10)

Tinggi Tunas ... 25

Panjang Akar ... 25

Berat Planlet ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Hasil ... 26

Pembahasan... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

Kesimpulan ... 53

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(11)

DAFTAR TABEL

No Hal.

1. Rataan Umur Muncul Tunas Pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √X + 0.5) ... 27

2. Rataan Umur Muncul Akar Pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √X + 0.5) ... 27

3. Rataan Jumlah Tunas Pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √X + 0.5) ... 29

4. Rataan Jumlah Akar Pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √X + 0.5) ... 30

5. Rataan Jumlah Daun Pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √X + 0.5) ... 33

6. Rataan Tinggi Tunas Pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √X + 0.5) ... 36

7. Rataan Panjang Akar Pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √X + 0.5) ... 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Struktur Senyawa Auksin Tiruan ... 15

2. Struktur Senyawa Sitokinin Sintetik Benziadeninpurin ... 16

3. Hubungan Antara Umur Muncul Akar dengan Konsentrasi NAA ... 28

4. Hubungan Antara Jumlah Tunas dengan Konsentrasi NAA ... 29

5. Hubungan Antara Jumlah Tunas dengan Konsentrasi BAP ... 30

6. Hubungan Interaksi Jumlah Akar dengan Konsentrasi NAA ... 31

7. Hubungan Interaksi Jumlah Akar dengan Konsentrasi BAP ... 32

8. Hubungan Antara Jumlah Akar dengan Konsentrasi NAA ... 32

9. Hubungan Antara Jumlah Akar dengan Konsentrasi BAP ... 33

10.Hubungan Interaksi Jumlah Daun dengan Konsentrasi NAA ... 34

11.Hubungan Interaksi Jumlah Daun dengan Konsentrasi BAP ... 34

12.Hubungan Antara Jumlah Daun dengan Konsentrasi NAA ... 35

13.Hubungan Antara Jumlah Daun dengan Konsentrasi BAP ... 35

14.Hubungan Interaksi Tinggi Tunas dengan Konsentrasi NAA ... 36

15.Hubungan Interaksi Tinggi Tunas dengan Konsentrasi BAP ... 37

16.Hubungan Antara Tinggi Tunas dengan Konsentrasi NAA ... 37

17.Hubungan Antara Panjang Akar dengan Konsentrasi NAA ... 39

18.Hubungan Antara Berat Eksplan dengan Konsentrasi NAA ... 40

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal.

1. Data Pengamatan Umur Muncul Tunas ... 58

2. Data Transformasi Umur Muncul Tunas √ X + 0.5 ... ... 58

3. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Umur Muncul Tunas √X+0.5 ... 59

4. Data Pengamatan Umur Muncul Akar ... 60

5. Data Transformasi Umur Muncul Akar √ X + 0.5 ... ... 60

6. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Umur Muncul Akar √X+0.5.. 61

7. Data Pengamatan Jumlah Tunas ... 62

8. Data Transformasi Jumlah Tunas √ X + 0.5 ... ... 62

9. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Jumlah Tunas √X+0.5 ... 63

10.Data Pengamatan Jumlah Akar ... 64

11.Data Transformasi Jumlah Akar √ X + 0.5 ... ... 64

12.Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Jumlah Akar √X+0.5 ... 65 13.Data Pengamatan Jumlah Daun ... 66

14.Data Transformasi Jumlah Daun √ X + 0.5 ... 66

15.Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Jumlah Daun √X+0.5 ... 67

16.Data Pengamatan Tinggi Tunas ... 68

17.Data Transformasi Tinggi Tunas √ X + 0.5 ... ... 68

18.Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Tingg i Tunas √X+0.5 ... 69

19.Data Pengamatan Panjang Akar ... 70

20.Data Transformasi Panjang Akar √ X + 0.5 ... ... 70

(14)

22.Data Pengamatan Berat Eksplan ... 72

23.Data Transformasi Berat Eksplan √ X + 0.5 ... ... 72

24.Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Berat Eksplan √X+0.5 ... 73

25.Rangkuman Uji Beda Rataan ... 74

26.Komposisi Media Murashige Skoog... 75

27.Bagan Penelitian ... 76

28.Jadwal Kegiatan Penelitian ... 77

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis

yang dikenal saat ini. Stroberi yang dibudidayakan saat ini disebut juga stroberi

modern (komersial) dengan nama ilmiah Fragaria x ananassa L. var Duschene

dari Amerika Utara dengan Fragaria chiloensis L. var Duschene dari Chili,

Amerika Latin. Persilangan kedua jenis stroberi tersebut dilakukan pada tahun

1750. Persilangan-persilangan lebih lanjut menghasilkan jenis stroberi dengan

buah berukuran besar, harum dan manis (Budiman dan Saraswati, 2006).

Stroberi merupakan tanaman buah yang berupa herba dan ditemukan

pertama kali di Chili, Amerika Latin. Salah satu species tanaman stroberi,

Fragaria chiloensis L. telah menyebar ke berbagai negara di Amerika, Eropa dan

Asia. Sementara itu, species Fragaria vesca L. menyebar lebih luas dibanding

dengan species lainnya. Jenis stroberi ini pula yang pertama kali masuk ke

Indonesia. Di Indonesia, stroberi dikenal juga dengan nama arbei. Stroberi ini

dibudidayakan secara besar-besaran di sebagian negara besar (Kurnia, 2005).

Selain mengandung berbagai vitamin dan mineral, buah stroberi terutama

biji dan daunnya diketahui mengandung ellagic acid. Senyawa ini ternyata

berperan sebagai anti karsinogen dan anti mutagen yang sangat penting untuk

kesehatan manusia. Ellagic acid adalah suatu persenyawaan fenol yang berpotensi

sebagai penghambat kanker akibat dari persenyawaan-persenyawaan kimia

(16)

Dua studi terkini yang dipresentasikan pada konferensi dan pameran

American Dietelic Association Food and Nutrition menunjukkan bahwa selain

rendah lemak dan kalori, stroberi secara alami mengandung serat, vitamin C, asam

folat, kalium dan anti oksidan dalam jumlah tinggi. Kandungan tersebut

menjadikan alternatif yang bagus untuk meningkatkan kesehatan jantung,

mengurangi resiko terserang beberapa kanker, dan memberikan dorongan positif

terhadap kesehatan tubuh (Kurnia, 2005).

Tanaman stroberi diperbanyak dengan stolon/sulur. Namun untuk tanaman

hibrida tidak layak diperbanyak karena kualitas dan kuantitas hasilnya tidak

sebaik tanaman induk. Stolon sebenarnya tunas yang tumbuh dari bonggol batang

yang menjalar hingga mencapai 30 cm. Pada satu stolon biasanya muncul 4-5

anakan. Namun, yang baik digunakan untuk bibit adalah stolon pertama dan kedua

dari induknya. Stolon berikutnya tidak baik karena sifatnya sudah tidak sama lagi

dengan induknya (Budiman dan Saraswati, 2006).

Salah satu kelemahan perbanyakan secara vegetatif ini adalah masalah

potensi produktivitasnya dan daya tumbuh yang terus menerus menurun pada

generasi berikutnya. Hal ini disebabkan tanaman hasil perbanyakan vegetatif

adalah bagian dari tanaman induk yang tumbuh memisah. Jadi, jika perbanyakan

terus-menerus dilakukan, akan muncul tanaman baru yang sudah berumur tua.

Karena itu, sebaiknya ada batasan perlakuan perbanyakan vegetatif yang

dilakukan dari satu indukan (Kurnia, 2005).

Untuk memperbanyak tanaman stroberi sulit atau lambat diperbanyak

secara konvensional. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan menawarkan

(17)

waktu yang relatif singkat sehingga lebih ekonomis. Dari satu pucuk kecil dapat

dihasilkan rata-rata 15-20 pucuk per-8 minggu, tergantung kultivar. Pucuk akan

membentuk akar sehingga diperoleh tanaman lengkap. Ukuran tanaman lengkap

yang dihasilkan jauh lebih kecil dibandingkan tanaman dari anakan tinggi

tanaman kira-kira 2,5-3 cm dengan 4-6 helai daun. Namun, setelah beberapa

minggu ditanam dilapangan, tanaman hasil teknik in vitro dapat mengejar

pertumbuhan tanaman hasil anakan. Pucuk yang diperoleh dapat dipecah dan

ditanam lagi. Demikian seterusnya hingga dari satu pucuk diperoleh

berpuluh-puluh tanaman baru (Budiman dan Saraswati, 2006).

Pada tahun 1957, Skoog dan Miller mengemukakan bahwa regenerasi

tunas dan akar in vitro melalui proses organogenesis atau morfogenesis dikontrol

secara hormonal oleh zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin. Organogenesis

adalah proses terbentuknya organ seperti tunas atau akar, baik secara langsung

maupun melalui pembentukan kalus terlebih dahulu (Yusnita, 2003).

Media tumbuh berupa gula, vitamin, asam-asam amino, garam-garam

anorganik, air, fitohormon, dan bahan pemadat media berupa agar-agar.

Media tumbuh untuk kultur stroberi terdiri dari 4 macam yaitu:

media untuk inisiasi yang terdiri dari garam makro dari media Knop

(Knop didalam Budiman dan Saraswati, 2006) ditambahkan garam mikro dari

media MS. Media multiplikasi terdiri dari garam-garam makro dan mikro dari

media MS. Media pengakaran berupa media MS dan zat pengatur tumbuh yang

digunakan berupa 6-benzylamino purine (BAP), naphtaleneacetic acid (NAA),

(18)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh terhadap mikropropagasi

tunas stroberi secara in vitro.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP

dan NAA terhadap mikropropagasi tunas stroberi pada media MS.

Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pemberian konsentrasi auksin NAA terhadap pertumbuhan

tunas pada kultur jaringan stroberi.

2. Ada hubungan pemberian konsentrasi sitokinin BAP terhadap

pertumbuhan tunas stroberi pada kultur jaringan.

3. Ada hubungan pemberian konsentrasi sitokinin dan konsentrasi auksin

NAA terhadap pertumbuhan tunas stroberi pada kultur jaringan.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam kultur

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Lawrence (1960) tanaman stroberi diklasifikasikan kedalam:

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Family : Rosaceae

Genus : Fragaria

Species : Fragaria sp.

Tanaman stroberi dewasa biasanya memiliki 20 - 35 akar primer,

meskipun ada beberapa jenis yang memiliki akar primer lebih dari itu. Akar

primer ini umumnya berfungsi sekitar satu tahun dan selanjutnya akan muncul

akar-akar baru yang tumbuh dari ruas yang paling dekat dengan akar primer.

Akar-akar tanaman stroberi dewasa bisa mencapai kedalaman satu meter,

meskipun sebagian besar tidak berada jauh dari bagian atas tanaman

(Kurnia, 2005).

Tanaman stroberi dewasa umumnya mempunyai 20 - 35 akar primer

dengan panjang akar sekitar 40 cm. Namun, ada juga jenis stroberi yang

mempunyai 100 akar primer. Akar primer dapat bertahan lebih dari 1 tahun.

Akar-akar baru menggantikan Akar-akar primer tumbuh dari ruas paling dekat dengan Akar-akar

primer. Hal ini dapat mengurangi kontak akar dengan tanah pada

(20)

akar berkumpul pada lapisan atas media tanam dengan kedalaman sekitar 15 cm.

Pada media yang berdrainase baik, 50% dari akar berkumpul pada kedalaman

antara 15 - 45 cm (Budiman dan Saraswati, 2005).

Tanaman stroberi berbatang pendek sekali seolah-olah tidak berbatang,

bersifat merayap dan dapat hidup sampai bertahun-tahun. Namun, kadang-kadang

hanya ditumbuhkan sebagai tanaman semusim. Beberapa jenis ada yang selalu

berdaun, namun ada juga yang meranggas, tergantung tempat dibudidayakan

(Ashari, 1995).

Batang yang dimaksud disini adalah batang utama tempat daun-daun

tersusun. Stroberi memiliki batng utama yang tersusun dengan daun-daun yang

melingkari batang dengan jarak yang sangat rapat. Batang stroberi sangat pendek,

bertekstur lunak dan tidak berkayu. Batang ini tersembunyi diantara

tangkai-tangkai daun stroberi (Kurnia, 2005).

Daun stroberi berupa daum majemuk trifoliat atau terdiri dari satu daun

dan 3 anakan daun dengan tepi bergerigi. Daun majemuk yang beranak daun 3,

mempunyai panjang tangkai 1.5 - 1.7 cm dan berbulu halus, anakan daun

berukuran (1.8 - 7) cm x (1.3 - 6) cm. tangkai daun pendek atau hampir tidak ada,

pinggiran anak daun bergerigi, lembaran bawah berwarna hijau tua. Permukaan

atas berbulu halus berwarna hijau dan hijau tua (Prihatman, 2005). Permukaan

bawah berwarna hijau keabu-abuan dan memiliki 300 - 400 stomata per mm2.

Artinya, tanaman ini sangat mudah kekurangan air karena tinggi laju transpirasi

pada saat udara panas. Tajuk daun di batangnya cukup unik, yakni melingkari

batang secara spiral dengan jarang yang sangat rapat. Susunan ini dikenal

(21)

meristem apikal membentuk daun-daun baru setiap 8 - 12 hari pada suhu

rata-rata 220 C. Daunnya dapat bertahan selama 1 - 3 bulan, kemudian kering

(Budiman dan Saraswati, 2006).

Stolon adalah perpanjangan tunas yang tumbuh horizontal sejajar dengan

permukaan tanah (menjalar) yang merupakan organ perbanyakan vegetatif. Pada

stolon terdapat ruas yang dapat mencapai 30 cm. pada ruas terdapat tunas/pucuk

aksilar yang dilindungoi oleh bractea yang berkembang menjadi anakan-anakan

stroberi. Anakan ini membentuk akar pada saat pucuk membentuk daun trifoliat

(Budiman dan Saraswati, 2006). Anakan yang terbentuk dari stolon adalah anakan

vegetatif yang karakter dan sifatnya akan sama dengan induknya (true to type)

(Kurnia, 2005).

Bunga stroberi berbentuk klaster (tandan) pada beberapa tangkai bunga.

Biasanya bunga mekar tidak bersamaan, bunga yang terbuka awal biasanya lebih

besar ukurannya. Individu bunga berwarna putih, 2.5 - 3.5 cm diameternya terdiri

dari 5 - 10 kelopak bunga berwarna hijau, 5 mahkota bunga, sejumlah tangkai

putik dan 2 - 3 lusin benang sari. Benangsari tumbuh pada 3 lingkaran kedudukan.

Jika benang sari berisi tepung sari fertil, benangsari tersebut berwarna kuning

emas. Sementara itu, cairan nektar dihasilkan didaerah tangkai buah, bagian dasar

benangsari atau disebelah luar bunga betina (Ashari, 1995).

Pembungaanya tegak, panjangnya 0 - 14 cm, gagang bunga sampai 9 cm

panjangnya. Bunga secara fungsional berkelamin tunggal atau ganda.

Cawan bunga berdiameter 4-6 mm, daun kelopak tambahan berukuran

5 - 8 mm x 2.5 - 3.5 mm. Daun kelopak berukuran 7 - 12 mm x 3 - 4.5 mm.

(22)

Benangsarinya berjumlah 25 - 37 helai. Pada bunga betina benangsari itu steril.

Cakramnya berupa cincin yang menebal. Bercuping 5 - 6, putiknya banyak, pada

bunga jantan bakal buah tidak berkembang. Buah sejati tenggelam dalam torus

yang halus dan membengkak (Prihatman, 2005).

Buah stroberi berwarna merah. Buah yang biasa dikenal adalah buah

semu, yang sebenarnya merupakan receptacle yang membesar. Buah sejati yang

berasal dari ovul yang diserbuki berkembang menjadi buah kering dengan biji

keras. Struktur buah keras ini disebut achene yang terbentuk ditentukan oleh

jumlah pistil dan keefektifan penyerbukan. Bunga primer mempunyai pistil

terbanyak, yaitu lebih dari 400 buah, jumlah pistil pada bunga sekunder

antara 200 - 300 buah, sedangkan pada bunga tersier hanya 50 - 150 buah

(Budiman dan Saraswati, 2006).

Buah yang sebenarnya adalah biji-biji kecil yang berwarna putih yang

disebut achene. Achene berasal dari ovul yang diserbuki dan kemudian

berkembang menjadi buah kerdil. Struktur achene kerdil dan keras. Achene

menempel dipermukaan receptacle yang membesar (Kurnia, 2005).

Buahnya berukuran 2.5 - 5 cm berwarna agak merah hingga merah gelap.

Buah tersebut merupakan buah agregat yang terdiri dari beberapa achene (biji).

Masing-masing achene berisi satu biji. Apabila achene tersebut tidak diserbuki

buah tidak akan terbentuk. Ukuran dan berat buahnya berkorelasi dengan

(23)

Syarat Tumbuh

Iklim

Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik

didataran tinggi tropis. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat iklim tersebut

adalah 1000 – 1500 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan adalah 600 –

700 mm/tahun. Lama penyinaran matahari yang dibutuhkan adalah 8 – 10 jam per

hari. Sedangkan kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman

stroberi antara 80 – 90% (Budiman dan Saraswati, 2006).

Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan didaerah tropis pada ketinggian

lebih dari 600 meter diatas permukaan laut. Diketinggian ini suhu udara pada

siang hari 22 – 250 C dan malam hari 14 – 180 C. Pada suhu sejuk dan

kelembaban udara relatif yang tinggi atau 80 – 90% (Kurnia, 2005)

Tanaman ini menghendaki suhu sejuk dan dingin, sehingga di Indonesia

ditanam pada lahan dataran tinggi, seperti dipegunungan (hingga diatas 1000

meter diatas permukaan laut). Fotoperioditas (panjang penyinaran) sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Suhu tinggi

dengan lama penyinaran panjang mendorong pembentukan stolon, sebaliknya

pada hari pendek dan suhu rendah akan membantu pembungaan (Ashari, 1995).

Tanah

Tanah yang dibutuhkan adalah tanah liat berpasir, subur, gembur,

mengandung banyak bahan organik, tata air dan udara yang baik. Derajat

(24)

sedangkan di pot adalah 6.5 - 7. Kedalaman air tanah yang disyaratkan adalah

50 - 100 cm dari permukaan tanah (Anonimous, 2006).

Tanaman ini akan tumbuh baik jika ditanam dengan tanah yang kaya

bahan organik yang memiliki porositas yang baik, sehingga akar bisa tumbuh

dengan optimal (Kurnia, 2005).

Tempat yang cocok untuk bertanam stroberi adalah lahan berpasir yang

mengandung tanah liat dilereng pegunungan. Bila ditanam dikebun, tanah yang

dibutuhkan adalah tanah liat berpasir, subur, gembur, dan mengandung banyak

bahan organik. Pengairan dan sirkulasi udara yang baik juga dibuthkan agar

pertumbuhan tanaman optimal (Budiman dan Saraswati, 2006).

Metoda Kultur Jaringan

Kultur jaringan pada dasarnya merupakan suatu sistem pertumbuhan

sel-sel yang belum berdiferensiasi, sehingga mampu menghasilkan bagian-bagian

tanaman antara lain daun, batang dan akar (Welsh, 1991).

Kultur meristem pertama kali ditemuka n oleh Dr. G. Morel dari INRA,

Versailles, Prancis pada tanaman anggrek, bunga dahlia dan kentang.

Ia menyerang jaringan muda dari tanaman meninggalkan infeksi dari virus atau

bagian yang bertahan dari serangan patogen. Berasal dari kondisi ini tanaman

bebas virus diperoleh dengan menggunakan tunas untuk inokulasi. Selain itu

diperoleh klon bebas virus dari kultur meristem yang digunakan untuk tanaman

komersial karena waktu yang relatif singkat (Reinert dan Bajaj, 1989).

Potensi kultur jaringan dalam pemuliaan tanaman somaklonal mencakup

(25)

manipulasi genetik tanaman tanpa melibatkan siklus seksual. Pada dasarnya kultur

somaklonal merupakan suatu proses perbanyakan sel, jaringan organ atau

protoplas dengan teknik steril (Nasir, 2002).

Media tumbuh berupa hara makro, hara mikro dan gula serta yang lain

perlu disterilisasi. Hal ini karena media tersebut merupakan tempat pertumbuhan

yang baik bagi cendawan dan bakteri. Bila lingkungan mendukung,

mikroorganisme akan tumbuh dengan cepat dan menutupi permukaan kultur

bahan tanaman. Disamping itu, mikroorganisme juga akan merusak bahan

tanaman yang menyebabkan kematian tanaman (Budiman dan Saraswati, 2006).

Media kultur fisiknya dapat berbentuk padat dan cair. Media berbentuk

padat menggunakan pemadat media, seperti agar-agar atau gelrite. Komponen

media kultur yang lengkap sebagai berikut: aquades, hara makro, hara mikro, gula

sebagai sumber energi (umumnya sukrosa), vitamin, asam amino, zat pengatur

tumbuh. Suplemen berupa bahan-bahan alami, dan agar-agar atau gelrite sebagai

pemadat media (Yusnita, 2003).

Media padat maupun cair disiapkan dalam botol Erlenmeyer yang ditutup

dengan kasa steril dan aluminium foil. Botol yang berisi media disterilkan dengan

cara memanaskan dalam autoklaf yang bersuhu 1210 C dan tekanan 17.5 psi

selama 20 menit. Setelah disterilkan, media kultur disimpan dalam tempat steril

atau kulkas. Ruangan dan peralatan yang dipakai harus disterilkan dengan larutan

antiseptik atau alkohol. Lampu ultra violet dalam ruangan enkas atau laminar air

flow dinyalakan 1 jam sebelum digunakan, tujuannya untuk mensterilkan ruangan

(26)

Untuk mendukung keberhasilan kultur tanaman yang akan dikulturkan

berupa jaringan muda yang sedang dalam kondisi tumbuh. Jaringan yang akan

dikulturkan biasanya berupa ujung akar, tunas atau daun muda. Jaringan yang

diambil dan ditumbuhkan melalui kultur jaringan disebut eksplan. Sejak diambil

dari tumbuhan induk sampai dengan dikulturkan, eksplan harus berada dalam

keadaan steril. Persiapan eksplan sampai penanaman dalam media buatan harus

dilakukan di dalam enkas atau laminar air flow (Rahardja dan Wiryanata, 2003).

Umur fisiologis dan umur eksplan sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Eksplan dari jaringan

tanaman yang masih muda secara fisiologis, umumnya lebih baik daripada

jaringan tanaman tua. Eksplan dari dari tanaman muda juga mempunyai daya

regenerasi yang lebih tinggi daripada eksplan tanaman dewasa. Kondisi

lingkungan yang menentukan keberhasilan pembiakan tanaman dengan kultur

jaringan meliputi cahaya, suhu dan komponen atmosfer. Cahaya dibutuhkan untuk

mengatur proses morfogenetik tertentu (Yusnita, 2003).

Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan

Hormon (dari kata Yunani hormaein yang berarti menguatkan) pada

khususnya dibentuk disuatu tempat, akan tetapi melaksanakan fungsinya ditempat

lain. Pada tumbuhan tidak diketahui adanya berjenis-jenis hormon seperti pada

hewan dan manusia. Diantara zat-zat yang telah agak banyak diketahui ialah

auksin, hetero-auksin, asam indol asetat, asam traumatat, kinin, giberelin,

(27)

Zat tumbuh nabati, sebagai istilah kolektif untuk hormon dan pengatur

zat-zat itu pada proses fisiologi tertentu. Hal ini secara tidak langsung dinyatakan

dengan nama beberapa kelompok misalnya absisin (absisins) mengatur absisi,

auksin mengatur perpanjangan sel, sitokinin mempengaruhi sitokinesis dan

florigen terlibat dalam menginduksi pertumbuhan bunga (Loveless, 1991).

Pola perkembangan tanaman kultur jaringan dipengaruhi oleh jenis,

jumlah dan perbandingan zat-zat pengatur tumbuh yang digunakan. Zat pengatur

tumbuh auksin dan sitokinin tidak hanya menentukan tumbuhnya jaringan yang

dikulturkan, tetapi bagaimana jaringan itu tumbuh (Yusnita, 2003).

Agar hormon tumbuh yang terdapat dalam mikrometer atau sub

mikromolar itu bersifat aktif dan khas, dapat dipastikan harus ada tiga bagian

utama pada sistem respirasi. Yang pertama, hormon harus ada dalam jumlah yang

cukup disel yang tepat. Yang kedua, hormon harus dikenali dan diikat erat oleh

setiap sekelompok sel yang tanggap terhadap hormon (sel sasaran). Yang ketiga,

protein penerima tersebut (konfigurasinya diduga berubah saat mengikat hormon)

harus menyebabkan perubahan metabolik lain yang mengarah pada penguatan

isyarat atau kurir hormon (Salisbury dan Ross, 1995).

Auksin

Istilah auksin (dari bahasa Yunani auxein, meningkatkan) pertama kali

digunakan oleh Frits Went, seorang mahasiswa pasca sarjana di negeri Belanda

pada tahun 1926, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat

dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan ini, yang disebut fotoperiodisme

(28)

Auksin dan kadang-kadang sitokinin dibutuhkan untuk merangsang

pembelahan sel dan pembentukan kalus. Untuk merangsang terbentuknya

embrio somatik umumnya digunakan auksin yang kuat, seperti 2.4-D, picloram

atau NAA (Yusnita, 2003).

Nishi dan Osawa (1973) menambahkan auksin (10-5 M - 10-6 M IAA, NAA

atau 2.4 - D) atau BAP (10-5 M) ke media tanam mereka, meristem terbentuk

2 sampai 3 minngu kemudian dan membentuk kalus yang disubkulturkan dan

tunas terbentuk dari kalus 10 - 12 minggu kemudian (Reinert dan Bajaj, 1989).

IAA memacu pertumbuhan awal akar pada stek batang, dan dari situlah

berkembang pertama kali penggunaan auksin dalam praktek. Auksin tiruan NAA

biasanya lebih efektif daripada IAA, tampaknya karena NAA tidak dirusak oleh

IAA oksidase atau enzim lain, masih dalam fase juwana (yang menjelang

berbunga), stek batangnya jauh lebih mudah berakar dengan adanya auksin,

khususnya IBA (Salisbury dan Ross, 1995).

Struktur senyawa auksin tiruan NAA adalah:

CH2 – COOH

Gambar 1. Struktur Senyawa Auksin Tiruan NAA

Menurut Sommer dan Caldas (1981) pada kultur jaringan tanaman tropik,

(29)

Sitokinin

Sitokinin ditemukan pada tahun 1950-an, dan Skoog (1957) berhasil

mengungkap, bahwa bukanlah suatu zat tunggal, melainkan kumpulan

senyawa-senyawa yang fungsinya mirip satu dengan yang lainnya. Zat ini meningkatkan

pembelahan sel. Jelas juga pengaruhnya terhadap pertumbuhan tunas-tunas serta

akar-akar (Dwidjoseputro, 1980).

Sitokinin adalah senyawa-senyawa yang berasal dari senyawa yang

mengandung nitrogen, yaitu adenin. Senyawa-senyawa ini ditemukan ketika sel

tumbuhan dalam kultur membesar tetapi gagal membelah diri bila hanya auksin

yang hadir. Pembelahan sel ternyata dirangsang oleh berbagai ekstrak alami yang

kegiatannya sekarang diketahui disebabkan sitokinin (Loveless, 1991).

Golongan sitokinin yang aktif adalah BAP dan thidiazuron. Penggunaan

BAP dengan konsentrasi tinggi dalam waktu yang lama seringkali menyebabkan

regeneran sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakan pucuk abnormal.

Secara umum konsentrasi sitokinin yang digunakan berkisar dari 0.1 - 10 mg/l

(Gunawan, 1992).

Struktur sitokinin benziladenin menurut Salisbury dan Ross (1995)

NH – CH2

N

CH

NH

(30)

Pada irisan kotiledon tanaman labu kuning benziladenin mengubah jenis

mRNA yang terbentuk. Disitu sitokinin mendorong pembesaran sel dan

pembentukan sel. Jumlah beberapa jenis mRNA ditingkatkan oleh benziladenin,

sementara jenis lainnya diturunkan (Salisbury dan Ross, 1995).

Kultur Jaringan Stroberi

Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan secara konvensional dan

nonkonvensional. Melalui perbanyakan ini dapat diperoleh tanaman yang

seragam. Namun demikian, untuk menghasilkan bibit dalam jumlah besar,

perbanyakan vegetatif secara konvensional, misalnya dengan menggunakan umbi

lili, memerlukan waktu lama. Oleh karena itu, perbanyakan vegetatif dapat

dilakukan secara nonkonvensional, yaitu teknik in vitro (Suyadi, dkk, 2007).

Salah satu tahapan dalam teknik kultur in-vitro adalah penggandaan tunas.

Tunas yang digandakan dapat berasal dari tunas mikro hasil induksi meristem

apikal sebagai sumber eksplan, sehingga disebut kultur meristem. Kelebihan

kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang identik dengan

induknya dan bebas virus. Rice et al. (1992) mengatakan bahwa kultur meristem

mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki

mutu bibit yang dihasilkan, mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang

positif (Suyadi, dkk, 2007).

Tanaman stroberi dapat diperbanyak dengan cara kultur jaringan

menggunakan bagian kecil dari tanaman dengan memanfaatkan sifat totipotensi

sel tanaman, yaitu bagian tanaman yang memiliki potensi menjadi sebuah

(31)

tanam buatan yang aseptik (steril) didalam wadah berupa botol kecil, tabung selai

yang terbuat dari gelas/kaca, atau wadah plastik (Kurnia, 2005).

Dari satu pucuk kecil dapat dihasilkan rata-rata 15-20 pucuk per 8 minggu,

tergantung kultivar. Pucuk akan membentuk akar sehingga diperoleh tanaman

lengkap. Ukuran tanaman lengkap yang dihasilkan jauh lebih kecil dibandingkan

dari anakan. Tinggi tanaman kira-kira 2.5 – 3 cm dengan 4 – 6 lembar daun

(Budiman dan Saraswati, 2006).

Dalam media multiplikasi, pucuk kecil akan membentuk tunas-tunas baru

dalam 12-15 hari. Multiplikasi pertama menghasilkan 5-7 tunas. Tunas yang

diperoleh kemudian dipecah dan ditanam secara terpisah dan ditanam secara

terpisah pada media multiplikasi. Proses pemecahan dan penanaman dalam media

baru disebut subkultur. Dalam subkultur, pelipatan tunas berulang kembali

(Budiman dan Saraswati, 2006).

Gunawan (1992) menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang

berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan tunas adalah keseimbangan

antara ZPT (auksin dan sitokinin), di dalam media. Percobaan ini bertujuan untuk

mencari konsentrasi benzylamino purine (BA) dan naphthylacetic acid (NAA)

yang tepat untuk perbanyakan.

Keberhasilan penggandaan tunas melalui kultur meristem sangat

tergantung pada keseimbangan ZPT auksin dan sitokinin, terutama keseimbangan

antara 6-Benzilamino Purin (BAP) dan Asam Naftalen Asetat (NAA). BAP adalah

ZPT sintetik yang berperan dalam pembelahan sel dan morfogenesis sedangkan

NAA adalah ZPT sintetik yang mampu mengatur berbagai proses pertumbuhan

(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun Percobaan

Tanaman Buah, Berastagi. Mulai bulan Maret sampai Mei 2007, pada ketinggian

1430 meter diatas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah tunas stroberi umur + 3 bulan yang

diinisiasi pada media MS (Murashige and Skoog, 1962) dari eksplan luar,

media MS, zat pengatur tumbuh NAA dan BAP, Betadhine© 10%, alkohol 70%,

HCl 0.1 N, NaOH 0.1 N, agar sukrosa, aquades, detergen, spiritus dan

bahan-bahan lain yang dibutuhkan dalam penelitian.

Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, gelas ukur, petridish, scalpel,

pinset, lampu bunsen, laminar air flow cabinet (LAFC), handsprayer, timbangan,

pemanas, kertas pH, batang pengaduk, gelas Erlenmeyer, botol kultur, aluminium

foil, kertas steril, label, penggaris, dan alat-alat lain yang dibutuhkan dalam

(33)

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial

dengan 2 faktor, yaitu:

I. Faktor konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh NAA dengan 3 taraf, yaitu

N0 = 0 ppm

N1 = 0.5 ppm

N2 = 1 ppm

II. Faktor konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh BAP dengan 5 taraf, yaitu:

B0 = 0 ppm

B1 = 0.5 ppm

B2 = 1 ppm

B3 = 1.5 ppm

B4 = 2 ppm

Dengan kombinasi perlakuan

N0B0 NOB1 N0B2 N0B3 N0B4

N1B0 N1B1 N1B2 N1B3 N1B4

N2B0 N2B1 N2B2 N2B3 N2B4

Dari kombinasi perlakuan maka diperoleh:

Jumlah Ulangan : 3 ulangan

Jumlah Eksplan/Botol : 1 eksplan

Jumlah Perlakuan : 15 perlakuan

Jumlah Plot : 45 Plot

Jumlah Eksplan/Perlakuan : 5 eksplan

Jumlah Sampel/Perlakuan : 5 eksplan

Jumlah Eksplan Sampel : 225 eksplan

(34)

Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan

model linear sebagai berikut:

Y

ijk

=

µ

+

ρ

i

+

α

j

+

k

+ (

α

)

jk

+

ε

ijk

Dimana :

Yijk = Data pengamatan pada plot di blok ke-i yang mendapat perlakuan zat

pengatur tumbuh NAA pada taraf ke-j dan konsentrasi BAP pada taraf

ke-k.

µ = Nilai tengah

ρi = Efek blok ke-i

αj = Efek zat pengatur tumbuh NAA pada taraf ke-j

k = Efek zat pengatur tumbuh BAP pada taraf ke-k

(α )jk = Efek interaksi antara konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA pada taraf

ke-j dan konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP pada taraf ke-k.

εijk = Efek galat percobaan pada blok ke-i dengan konsentrasi zat pengatur

tumbuh NAA pada taraf ke-j dan konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP

pada taraf ke-k.

Data penelitian dianalisis dengan metode analisis rataan, uji beda nyata

(35)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Sterilisasi Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan seperti aquades dimasukkan kedalam gelas

Erlenmeyer dan ditutup dengan aluminium foil, kemudian disterilisasi di dalam

autoklaf pada tekanan 17.5 psi, pada suhu 1210 C selama 30 menit.

Alat-alat yang digunakan pada penanaman harus dalam keadaan steril agar

terbebas dari hal-hal yang dapat menimbulkan kontaminasi. Sterilisasi diawali

dengan pencucian semua alat dengan detergen dan dicuci dengan air mengalir.

Setelah dikeringkan, alat-alat seperti scalpel, pinset, cawan petri, kertas merang,

kertas tisu, aluminium foil terlebih dahulu dibungkus dengan kertas sampul

setelah itu disterilisasikan dalam autoklaf dengan suhu 1210 C, pada tekanan

17.5 psi selama + 30 menit. Alat tanam seperti pinset dan gunting serta pisau

dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau pemanasan dalam oven pada suhu

1210 C selama 4 jam, sementara untuk laminar air flow (LAF) dapat disterilkan

dengan menggunakan alkohol 70% dan lampu ultra violet.

Pembuatan Media

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS yang

dikombinasikan dengan perlakuan zat pengatur tumbuh BAP dan NAA.

Untuk mempermudah pembuatan media maka bahan-bahan yang akan

digunakan dibuat dalam larutan stok. Larutan stok ini terdiri dari unsur makro,

(36)

pengatur tumbuh NAA. Untuk sukrosa, myoinositol dan agar ditimbang sesuai

kebutuhan perlakuan. Setelah selesai pembuatan larutan stok maka media kultur

dapat dibuat dimana untuk pembuatan media 1 liter dilakukan dengan mengisi

beaker glass dengan aquades sebanyak 500 ml. Kemudian ditambahkan 40 gram

gula pasir dan 0.1 gram myoinositol. Setelah itu ditambahkan hara makro, mikro,

iron, dan vitamin secara berurutan sesuai dengan ketentuan dalam pembuatan

stok, beberapa yang harus dipipet untuk pembuatan 1 liter media. Kemudian

ditambahkan lagi aquades hingga volume mencapai 1 liter dam diaduk hingga

merata. Larutan kemudian dibagi dan ditambahkan zat pengatur tumbuh BAP dan

NAA sesuai perlakuan masing-masing. Larutan diukur pH-nya sebesar 5.8 dengan

penambahan NaOH 0.1 N, jika pH media terlalu rendah dan penambahan

HCl 0.1 N jika pH-nya terlalu tinggi. Terakhir ditambahkan agar sebanyak

7 gram. Kemudian diaduk hingga merata dan dipanaskan hingga air menjadi larut

dan larutan terlihat bening. Setelah bening + 30 ml media larutan dipindahkan

kedalam botol kultur yang telah diberi label secara merata dan ditutup dengan

alumunium foil. Media dalam botol kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada

suhu 1210 C dan tekanan 17.5 psi selama 30 menit. Setelah itu ditempatkan di

rak-rak kulur.

Penanaman

Laminar Air Flow (LAF) disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70%

dengan menggunakan kertas tisu yang bersih. Penanaman dilakukan dengan

menggunakan pinset untuk mengeluarkan bahan eksplan berupa tunas stroberi dari

(37)

Bethadine10% dan dibilas kembali, selanjutnya ditiris pada kertas tisu didalam

cawan petri. Setiap botol kultur berisi satu eksplan stroberi. Kemudian ditutup

dengan menggunakan kertas alumunium foil demikian seterusnya.

Pemeliharaan

Botol-botol kultur disusun dirak kultur didalam ruangan inkubasi.

Ruangan ini tetap dijaga agar tetap steril, botol-botol kultur dan rak-rak kultur

disemprotkan dengan alkohol 70% setiap hari agar terhindar dari kontaminasi.

Kultur diinkubasi pada ruang yang bersuhu 19 - 230 C dengan penyinaran lampu.

Peubah Amatan

1. Saat Muncul Tunas (HST)

Eksplan diamati setiap hari hingga hari pertama terbentuk tunas, dengan

kriteria telah memiliki satu helai daun yang membuka sempurna.

2. Saat Muncul Akar (HST)

Eksplan diamati setiap hari hingga hari pertama terbentuk akar. Dengan

kriteria telah memiliki tonjolan berwarna merah.

3. Jumlah Tunas (Buah)

Jumlah tunas dihitung dengan cara menghitung jumlah tunas yang tumbuh

dari seluruh eksplan, dilakukan pada akhir penelitian, dengan kriteria telah

mempunyai satu helai daun yang telah membuka sempurna.

4. Jumlah Akar (Buah)

Jumlah akar dihitung secara visual dengan menghitung jumlah akar

(38)

5. Jumlah Daun (Helai)

Jumlah daun dihitung dengan cara menghitung jumlah daun yang

terbentuk dari satu eksplan, dengan kriteria telah membuka sempurna,

dilakukan pada akhir penelitian.

6. Tinggi Tunas (cm)

Tinggi tunas dihitung dengan menggunakan kertas milimeter, pengukuran

dilakukan dari pangkal tunas tempat munculnya tunas sampai ujung tunas

yang tertinggi, dilakukan pada akhir penelitian.

7. Panjang Akar (cm)

Panjang akar diukur dengan menggunakan kertas milimeter yang diukur

mulai pangkal akar sampai ujung akar yang terpanjang, dilakukan pada

akhir penelitian.

8. Berat Planlet (g)

Berat planlet diambil dengan cara menimbang planlet yang telah

dibersihkan dari kotoran-kotoran dan sisa media yang melekat pada

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil analisis data secara statistik diperoleh bahwa pemberian

perlakuan NAA berpengaruh nyata terhadap peubah amatan umur muncul akar,

jumlah tunas, jumlah akar, tinggi tunas, jumlah daun, panjang akar, berat eksplan

namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah amatan umur muncul tunas.

Sedangkan pemberian perlakuan BAP berpengaruh nyata terhadap peubah amatan

jumlah tunas, jumlah akar, jumlah daun, berat eksplan namun berpengaruh tidak

nyata terhadap peubah amatan umur muncul tunas, umur muncul akar, tinggi

tunas, panjang akar. Interaksi antara pemberian perlakuan NAA dan pemberian

perlakuan BAP berpengaruh nyata terhadap peubah amatan jumlah akar, jumlah

daun, tinggi tunas namun tidak berpengaruh nyata terhadap peubah amatan umur

muncul tunas, umur muncul akar, jumlah tunas, panjang akar, berat eksplan.

Umur Muncul Tunas

Hasil pengamatan umur muncul tunas pada akhir penelitian disajikan pada

Lampiran 1, 2 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 3 yang

menunjukkan bahwa pemberian perlakuan NAA dan pemberian perlakuan BAP

(40)
[image:40.595.114.513.115.205.2]

Tabel 1. Rataan Umur Muncul Tunas pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √ X + 0.5)

B0 B1 B2 B3 B4 TOTAL RATAAN

N0 3.55 3.56 3.47 3.24 3.52 17.33 3.47

N1 3.38 3.62 3.59 3.54 3.35 17.49 3.50

N2 3.33 3.23 3.36 3.21 3.29 16.42 3.28

TOTAL 10.26 10.41 10.42 9.99 10.16

RATAAN 3.42 3.47 3.47 3.33 3.39

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom dan baris menunjukkan beda nyata pada taraf 5% pada Uji Beda Nyata Terkecil

Umur muncul tunas tercepat untuk perlakuan NAA yaitu pada perlakuan

N2 (3.28 hari) dan terlama pada perlakuan N1 (3.50 hari). Umur muncul tunas

tercepat pada perlakuan BAP pada perlakuan B3 (3.33 hari) dan terlama pada

perlakuan B1 dan B2 (3.47 hari). Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, umur

muncul tunas tercepat pada perlakuan N2B3 (3.21 hari) sedangkan terlama pada

perlakuan N1B2 (3.59 hari).

Umur Muncul Akar

Hasil pengamatan umur muncul akar pada akhir penelitian disajikan pada

Lampiran 4, 5 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 6 yang

menunjukkan bahwa pemberian perlakuan NAA berpengaruh nyata dan

pemberian perlakuan BAP berpengaruh tidak nyata serta interaksi kedua

[image:40.595.115.442.375.454.2]

perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Tabel 2. Rataan Umur Muncul Akar pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √ X + 0.5)

B0 B1 B2 B3 B4 TOTAL RATAAN

N0 3.79 3.90 3.48 3.31 3.38 17.85 3.57b

N1 3.49 3.35 3.18 3.16 3.09 16.26 3.25a

N2 3.19 3.28 3.15 3.55 3.54 16.71 3.34a

TOTAL 10.46 10.52 9.81 10.02 10.01

RATAAN 3.49 3.51 3.27 3.34 3.34

(41)

Umur muncul akar tercepat untuk perlakuan NAA yaitu pada perlakuan

N1 (3.25 hari) dan terlama pada perlakuan N0 (3.57 hari). Umur muncul akar

tercepat pada perlakuan BAP pada perlakuan B2 (3.27 hari) dan terlama pada

perlakuan B1 (3.51). Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, umur muncul akar

tercepat pada perlakuan N1B4 (3.09 hari) sedangkan terlama pada perlakuan

N0B1 (3.90 hari).

Hubungan antara umur muncul akar pada berbagai perlakuan NAA dapat

dilihat pada gambar 3.

= 0.8172N2- 1.0443N + 3.5695

R2 = 1

Y min = 3.23 Pada N = 0.64 ppm

3.20 3.30 3.40 3.50 3.60

0 0.5 1

Konse ntra si NAA (ppm)

Um

ur

M

un

cu

l A

kar

(H

ar

[image:41.595.127.486.302.462.2]

i)

Gambar 3. Hubungan Antara Umur Muncul Akar dengan Konsentrasi NAA

Hubungan antara umur muncul akar dengan konsentrasi NAA bersifat

parabola terbuka dengan persamaan = 0.8172N2 - 1.0443N + 3.5695, dan

diperoleh titik minimum 3.23 pada N = 0.64 ppm dengan R2 = 1.

Jumlah Tunas

Hasil pengamatan jumlah tunas pada akhir penelitian disajikan pada

Lampiran 7, 8 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 9 yang

(42)

pemberian perlakuan BAP berpengaruh nyata serta interaksi kedua perlakuan

[image:42.595.105.518.175.264.2]

berpengaruh tidak nyata.

Tabel 3. Rataan Jumlah Tunas pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √ X + 0.5)

B0 B1 B2 B3 B4 TOTAL RATAAN

N0 1.31 1.37 1.61 1.80 1.65 7.74 1.55a

N1 1.69 2.22 1.89 1.83 1.80 9.44 1.89b

N2 1.43 1.95 2.16 2.09 2.29 9.92 1.98b

TOTAL 4.43 5.55 5.66 5.72 5.74

RATAAN 1.48a 1.85b 1.89b 1.91b 1.91b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom dan baris menunjukkan beda nyata pada taraf 5% pada Uji Beda Nyata Terkecil

Untuk perlakuan NAA, jumlah tunas terbanyak terdapat pada perlakuan

N2 (1.98 buah) dan paling sedikit pada perlakuan N0 (1.55 buah). Jumlah tunas

terbanyak pada perlakuan BAP pada perlakuan B3 dan B4 (1.91 buah) dan paling

sedikit pada perlakuan B0 (1.48 buah). Sedangkan kombinasi kedua perlakuan,

jumlah tunas terbanyak pada perlakuan N2B4 (2.29 buah) sedangkan paling

sedikit pada perlakuan N0B0 (1.31 buah).

Hubungan antara jumlah tunas pada berbagai perlakuan NAA dapat

dilihat pada gambar 4.

= 0.4356N + 1.5889

r = 0.9048

1.40 1.60 1.80 2.00 2.20

0 0.5 1

Konsentrasi NAA (ppm)

Ju

m

la

h T

un

as

(B

ua

h)

[image:42.595.124.511.408.674.2]
(43)

Hubungan antara jumlah tunas dengan konsentrasi NAA bersifat linear

positif dengan persamaan garis = 0.4356N + 1.5889 dan diperoleh nilai

r sebesar 0.9048

Hubungan antara jumlah tunas pada berbagai perlakuan BAP dapat dilihat

pada gambar 5.

= -0.2154B2

+0.6177B + 1.5121

R2 = 0.9168

Ymaks = 1.95 P ada B = 1.43 ppm

1.00 1.50 2.00

0 0.5 1 1.5 2

Konse ntra si BAP (ppm)

Ju

m

la

h T

un

as

(B

ua

[image:43.595.128.494.235.353.2]

h)

Gambar 5. Hubungan Antara Jumlah Tunas dengan Konsentrasi BAP

Hubungan antara jumlah tunas dengan konsentrasi BAP bersifat parabola

tertutup dengan persamaan garis = -0.2154B2 + 0.6177B + 1.5121, maka

diperoleh titik maksimum 1.95 pada B = 1.43 ppm dengan nilai R2 = 0.9168

Jumlah Akar

Hasil pengamatan jumlah akar pada akhir penelitian disajikan pada

Lampiran 10, 11 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 12

yang menunjukkan bahwa pemberian perlakuan NAA berpengaruh nyata dan

pemberian perlakuan BAP berpengaruh nyata serta interaksi kedua perlakuan

berpengaruh nyata.

Tabel 4. Rataan Jumlah Akar pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √ X + 0.5)

B0 B1 B2 B3 B4 TOTAL RATAAN

(44)

N1 3.62cd 2.86b 1.63a 0.88a 0.88a 9.86 1.97a

N2 3.57bcd 2.79b 4.05d 4.30de 4.60de 19.32 3.86c

TOTAL 10.09 8.98 8.57 8.55 6.92

RATAAN 3.36b 2.99b 2.86ab 2.85ab 2.31a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom dan baris menunjukkan beda nyata pada taraf 5% pada Uji Beda Nyata Terkecil

Untuk perlakuan NAA, jumlah akar terbanyak terdapat pada perlakuan

N2 (3.86 buah) dan paling sedikit pada perlakuan N1 (1.97 buah). Jumlah akar

terbanyak pada perlakuan BAP pada perlakuan B0 (3.36 buah) dan paling sedikit

pada perlakuan B4 (2.31 buah). Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, jumlah

akar terbanyak pada perlakuan N2B4 (4.60 buah) sedangkan paling sedikit pada

[image:44.595.110.514.85.143.2]

perlakuan N1B3 dan N1B4 (0.88 buah).

Grafik interaksi antara perlakuan NAA terhadap jumlah akar dapat dilihat

pada gambar 6.

= -1.5173N2

+ 2.1833N + 2.905 R2

= 1

= -0.5414N + 3.2634 r = 0.8401

= 7.3869N2 - 6.2277N + 2.8921

R2 = 1

= 8.5643N2 - 5.3962N + 1.4367

R2 = 1

= 11.829N2

- 10.903N + 3.3738 R2 = 1 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

0 0.5 1

Konsentrasi NAA (ppm)

Ju m lah A kar ( B u ah ) B0 B1 B2 B3 B4 Poly. (B0) Linear (B1) Poly. (B2) Poly. (B4) Poly. (B3)

Gambar 6. Hubungan Interaksi Jumlah Akar dengan Konsentrasi NAA

Hubungan interaksi perlakuan dapat kita lihat dengan adanya perpotongan

antara garis B0 dengan B1 pada NAA 0.14 ppm, B0 dengan B2 pada NAA 0.94

ppm, B0 dengan B3 pada NAA 0.94 ppm, B0 dengan B4 pada NAA 0.91 ppm,

[image:44.595.115.507.376.603.2]
(45)

B1 dengan B4 pada NAA 0.825 ppm, B2 dengan B3 pada NAA 0.92 ppm,

B2 dengan B4 pada NAA 0.81 ppm dan garis B3 dengan B4 pada NAA 0.51 ppm.

Grafik interaksi antara perlakuan BAP terhadap jumlah akar dapat dilihat

pada gambar 7.

=0.7155B + 3.1479

r = 0.6358

= -1.0875B2 + 1.5962B + 2.8229

R2 = 0.7523

=0.5737B2 - 2.6378B + 3.7488

R2 = 0.9742

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

0 0.5 1 1.5 2

Konse ntra si BAP (ppm)

[image:45.595.125.512.210.313.2]

Ju m lah A kar (B uah ) N0 N1 N2 Linear (N2) Poly. (N0) Poly. (N1)

Gambar 7. Hubungan Interaksi Jumlah Akar dengan Konsentrasi BAP

Hubungan interaksi perlakuan dapat kita lihat dengan adanya perpotongan

garis. Adapun perpotongan antara N0 dengan N1 yaitu pada BAP 0.35 ppm

sedangkan perpotongan antara N1 dengan N2 pada BAP 0.19 ppm.

Hubungan antara jumlah akar pada berbagai perlakuan NAA dapat dilihat

pada gambar 8.

=5.4161N2 - 4.3406N + 2.7878

R2 = 1

Y min = 1.92 Pada N = 0.40 ppm

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00

0 0.5 1

Konse ntra si NAA (ppm)

[image:45.595.120.503.457.621.2]

Ju m lah A kar (B uah )

Gambar 8. Hubungan Antara Jumlah Akar dengan Konsentrasi NAA

Hubungan antara jumlah akar dengan konsentrasi NAA bersifat parabola

terbuka dengan persamaan garis = 5.4161N2 - 4.3406N + 2.7878, dan diperoleh

(46)
(47)

Hubungan antara jumlah akar pada berbagai perlakuan BAP dapat dilihat

pada gambar 9.

= -0.4513B +3.3255

r =0.8825

2.00 2.50 3.00 3.50

0 0.5 1 1.5 2

Konse ntra si BAP (ppm)

Ju

m

lah

A

kar

(B

uah

[image:47.595.115.504.144.246.2]

)

Gambar 9. Hubungan Antara Jumlah Akar dengan Konsentrasi BAP

Hubungan antara jumlah akar dengan konsentrasi BAP bersifat linear

negatif dengan persamaan garis = -0.4513B + 3.3255 dengan nilai r = 0.8825.

Jumlah Daun

Hasil pengamatan jumlah daun pada akhir penelitian disajikan pada

Lampiran 13, 14 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 15

yang menunjukkan bahwa pemberian perlakuan NAA berpengaruh nyata dan

pemberian perlakuan BAP berpengaruh nyata serta interaksi kedua perlakuan

berpengaruh nyata.

Tabel 5. Rataan Jumlah Daun pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √ X + 0.5)

B0 B1 B2 B3 B4 TOTAL RATAAN

N0 2.56ab 2.85ab 2.93b 3.37bc 2.40a 14.11 2.82a

N1 3.34bc 3.66c 3.00b 2.97b 2.80ab 15.76 3.15b

N2 2.66ab 3.78c 4.02cd 4.09cd 4.53d 19.08 3.82c

TOTAL 8.56 10.29 9.95 10.43 9.73

RATAAN 2.85a 3.43b 3.32b 3.48b 3.24b

[image:47.595.112.514.584.672.2]
(48)

Untuk perlakuan NAA, jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan N2

(3.82 buah) dan paling sedikit pada perlakuan N0 (2.82 buah). Jumlah daun

terbanyak pada perlakuan BAP pada perlakuan B3 (3.48 buah) dan paling sedikit

pada perlakuan B0 (2.85 buah). Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, jumlah

daun terbanyak pada perlakuan N2B4 (4.53 buah) sedangkan paling sedikit pada

[image:48.595.116.504.284.437.2]

perlakuan N0B4 (2.40 buah).

Grafik interaksi antara perlakuan NAA terhadap jumlah daun dapat dilihat

pada gambar 10.

= -2.9203N2

+ 3.0213N +2.5589 R2 = 1 =- -1.364N2 + 2.2878N +2.8539

R2 = 1

= 1.9028N2 - 0.8064N + 2.9282 R2

= 1 =3.0437N2

-2.3203N + 3.3688 R2 = 1

= 2.6727N2

- 0.5498N + 2.4034 R2

= 1

1.50 3.00 4.50

0 0.5 1

Konse ntra si NAA (ppm)

Ju m lah D au n ( Hel ai ) B0 B1 B2 B3 B4 Poly. (B0) Poly. (B1) Poly. (B2) Poly. (B3) Poly. (B4)

Gambar 10. Hubungan Interaksi Jumlah Daun dengan Konsentrasi NAA

Hubungan interaksi perlakuan dapat kita lihat dengan adanya perpotongan

antara garis B0 dengan B2 pada NAA 0.68 ppm, B0 dengan B3 pada NAA 0.70

ppm, B0 dengan B4 pada NAA 0.68 ppm, B1 dengan B2 pada NAA 0.92 ppm,

B1 dengan B3 pada NAA 0.92 ppm, B1 dengan B4 pada NAA 0.83 ppm,

B2 dengan B3 pada NAA 0.89 ppm, B2 dengan B4 pada NAA 0.68 ppm dan garis

(49)

Grafik interaksi antara perlakuan BAP terhadap jumlah daun dapat dilihat

pada gambar 11.

= -0.4419B2 + 1.6933B + 2.7857

R2 = 0.9218

= -0.3546B + 3.5072

r = 0.6653

= -0.6156B2

+ 1.2719B + 2.4741 R2

= 0.6041

0.00 2.50 5.00

0 0.5 1 1.5 2

Konse ntra si BAP (ppm)

[image:49.595.125.507.127.245.2]

Ju m lah D au n ( Hel ai ) N0 N1 N2 Poly. (N2) Linear (N1) Poly. (N0)

Gambar 11. Hubungan Interaksi Jumlah Daun dengan Konsentrasi BAP

Hubungan interaksi perlakuan dapat kita lihat dengan adanya perpotongan

garis. Adapun perpotongan antara N0 dengan N2 yaitu pada BAP 1.06 ppm

sedangkan perpotongan antara garis N1 dengan N2 pada BAP 0.38 ppm.

Hubungan antara jumlah daun pada berbagai perlakuan NAA dapat dilihat

pada gambar 12.

= 0.9935N + 2.767

r = 0.9638

0.00 2.00 4.00

0 0.5 1

Konsentrasi NAA (ppm)

Ju m lah D au n ( H el ai )

Gambar 12. Hubungan Antara Jumlah Daun dengan Konsentrasi NAA

Hubungan antara jumlah daun dengan konsentrasi NAA bersifat linear

[image:49.595.113.507.404.545.2]
(50)

Hubungan antara jumlah daun pada berbagai perlakuan BAP dapat dilihat

pada gambar 13.

= -0.3864B2

+ 0.9379B+ 2.9054

R2

= 0.811

Ymaks = 3.47 pada B = 1.21 ppm

2.00 2.50 3.00 3.50

0 0.5 1 1.5 2

Konse ntrasi BAP (ppm)

[image:50.595.116.501.144.251.2]

Ju m lah D au n ( H el ai )

Gambar 13. Hubungan Antara Jumlah Daun dengan Konsentrasi NAA

Hubungan antara jumlah daun dengan konsentrasi NAA bersifat parabola

tertutup dengan persamaan garis = -0.3864B2 + 0.9379B + 2.9054, titik

maksimum 3.47 pada B = 1.21 ppm dan nilai R2 = 0.811

Tinggi Tunas

Hasil pengamatan jumlah daun pada akhir penelitian disajikan pada

Lampiran 16, 17 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 18

yang menunjukkan bahwa pemberian perlakuan NAA berpengaruh tidak nyata

dan pemberian perlakuan BAP berpengaruh nyata serta interaksi kedua perlakuan

[image:50.595.112.516.645.732.2]

berpengaruh nyata

Tabel 6. Rataan Tinggi Tunas pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √ X + 0.5)

B0 B1 B2 B3 B4 TOTAL RATAAN

N0 2.52bc 2.26b 1.95ab 2.27b 2.02ab 11.01 2.20b

N1 2.31b 1.87a 1.96ab 1.76a 2.04ab 9.94 1.99a

N2 2.07ab 1.88a 2.34b 2.31b 2.42bc 11.03 2.21b

TOTAL 6.90 6.01 6.24 6.34 6.48

(51)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom dan baris menunjukkan beda nyata pada taraf 5% pada Uji Beda Nyata Terkecil

Untuk perlakuan NAA, tinggi tunas tertinggi terdapat pada perlakuan

N2 (2.21 cm) dan paling rendah pada perlakuan N1 (1.99 cm). Tinggi tunas

tertinggi pada perlakuan BAP pada perlakuan B0 (2.30 cm) dan paling rendah

pada perlakuan B1 (2.00 cm). Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, tinggi tunas

tertinggi pada perlakuan N0B0 (2.52 cm) sedangkan paling rendah pada perlakuan

[image:51.595.130.511.327.474.2]

N1B3 (1.76 cm).

Grafik interaksi antara perlakuan NAA terhadap tinggi tunas dapat dilihat

pada gambar 14.

= -0.4482N + 2.5253 r =0.999

= 0.8074N2 - 1.1886N + 2.2626

R2

= 1 = 0.7188N2 - 0.3306N + 1.9469

R2 = 1 = 2.1312N

2 -2.085N +2.2673

R2 = 1

=0.702N2 -0.2963N + 2.0167

R2 = 1

1.40 1.80 2.20 2.60

0 0.5 1

Konse ntra si NAA (ppm)

Ti ng gi T un as (c m ) B0 B1 B2 B3 B4 Linear (B0) Poly. (B1) Poly. (B2) Poly. (B3) Poly. (B4)

Gambar 14. Hubungan Interaksi Tinggi Tunas dengan Konsentrasi NAA

Hubungan interaksi perlakuan dapat kita lihat dengan adanya perpotongan

antara garis B0 dengan B2 pada NAA 0.82 ppm, B0 dengan B3 pada NAA 0.90

ppm, B0 dengan B4 pada NAA 0.75 ppm, B1 dengan B2 pada NAA 0.38 ppm, B1

dengan B3 pada NAA 0.005 ppm, B1 dengan B4 pada NAA 0.28 ppm, B2 dengan

B3 pada NAA 0.22 ppm, dan garis B3 dengan B4 pada NAA 0.16 ppm.

Grafik interaksi antara konsentrasi BAP terhadap tinggi tunas dapat dilihat

(52)

= 0.2262B + 1.9789

r =0.6456

=0.1863B2 - 0.5734B +2.4969

R2 = 0.6272

= 0.3305B2 -0.7897B + 2.2825

R2 = 0.7864

1.50 2.00 2.50 3.00

0 0.5 1 1.5 2

Konse ntra si BAP (ppm)

[image:52.595.129.506.92.203.2]

Ti ng gi T un as (c m ) N0 N1 N2 Linear (N2) Poly. (N0) Poly. (N1)

Gambar 15. Hubungan Interaksi Tinggi Tunas dengan Konsentrasi BAP

Hubungan interaksi perlakuan dapat kita lihat dengan adanya perpotongan

garis. Adapun perpotongan antara N0 dengan N2 yaitu pada BAP 0.79 ppm

sedangkan perpotongan antara garis N1 dengan N2 pada BAP 0.34 ppm.

Hubungan antara tinggi tunas pada berbagai perlakuan BAP dapat dilihat

pada gambar 16.

=0.8454N2

-0.8533N + 2.2038 R2

= 1

Ymin = 1.99 Pada N = 0.50 ppm

1.50 2.00 2.50

0 0.5 1

Konsentrasi NAA (ppm)

T in g g i T u n as ( cm )

Gambar 16. Hubungan Antara Tinggi Tunas dengan Konsentrasi NAA

Hubungan antara tinggi tunas dengan konsentrasi NAA bersifat parabola

terbuka dengan persamaan garis = 0.8454N2 - 0.8533N + 2.2038, dengan titik

minimum 1.99 pada N = 0.50 ppm, dengan nilai R2 = 1.

Panjang Akar

Hasil pengamatan panjang akar pada akhir penelitian disajikan pada

(53)

yang menunjukkan bahwa pemberian perlakuan NAA berpengaruh nyata dan

pemberian perlakuan BAP berpengaruh tidak nyata serta interaksi kedua

[image:53.595.112.514.203.296.2]

perlakuan berpengaruh tidak nyata

Tabel 7. Rataan Panjang Akar pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √ X + 0.5)

B0 B1 B2 B3 B4 TOTAL RATAAN

N0 2.93 2.84 2.45 2.69 2.16 13.08 2.62b

N1 2.61 2.19 1.50 0.80 1.93 9.03 1.81a

N2 2.96 2.10 2.96 2.77 2.99 13.78 2.76b

TOTAL 8.50 7.13 6.92 6.26 7.08

RATAAN 2.83 2.38 2.31 2.09 2.36

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom dan baris menunjukkan beda nyata pada taraf 5% pada Uji Beda Nyata Terkecil

Untuk perlakuan NAA, panjang akar terpanjang terdapat pada perlakuan

N2 (2.76 cm) dan paling pendek pada perlakuan N1 (1.81 cm). Panjang akar

terpanjang pada perlakuan BAP pada perlakuan B0 (2.83 cm) dan paling pendek

pada perlakuan B3 (2.09 cm). Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, panjang

akar terpanjang pada perlakuan N2B4 (2.99 cm) sedangkan paling pendek pada

(54)

Hubungan antara panjang akar pada berbagai konsentrasi NAA dapat

dilihat pada gambar 17.

= 3.5209N2

- 3.381N + 2.6164 R2 = 1

Y min = 1.80 Pada N = 0.48 ppm

1.50 2.00 2.50 3.00

0 0.5 1

Konse ntra si NAA (ppm)

Pan

jan

g A

kar

(cm

[image:54.595.144.500.149.258.2]

)

Gambar 17. Hubungan Antara Panjang Akar dengan Konsentrasi NAA

Hubungan antara panjang akar dengan konsentrasi NAA bersifat parabola

terbuka dengan persamaan garis = 3.5209N2 - 3.381N + 2.6164, dengan titik

minimum 1.80 pada N = 0.48 ppm dan nilai R2 = 1.

Berat Eksplan

Hasil pengamatan berat eksplan pada akhir penelitian disajikan pada

Lampiran 22, 23 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 24

yang menunjukkan bahwa pemberian perlakuan NAA berpengaruh nyata dan

pemberian perlakuan BAP berpengaruh nyata serta interaksi kedua perlakuan

[image:54.595.110.514.614.701.2]

berpengaruh tidak nyata

Tabel 8. Rataan Berat Eksplan pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √ X + 0.5)

B0 B1 B2 B3 B4 TOTAL RATAAN

N0 1.07 1.14 1.11 1.18 1.42 5.92 1.18a

N1 1.19 1.44 1.41 1.49 1.46 6.99 1.40c

N2 1.12 1.37 1.37 1.36 1.45 6.65 1.33b

TOTAL 3.37 3.95 3.88 4.03 4.33

RATAAN 1.12a 1.32b 1.29b 1.34b 1.44c

(55)

Untuk perlakuan NAA, berat eksplan terberat terdapat pada perlakuan

N1 (1.40 g) dan paling ringan pada perlakuan N0 (1.18 g). Berat eksplan terberat

pada perlakuan BAP pada perlakuan B4 (1.44 g) dan paling ringan pada perlakuan

B0 (1.12 g). Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, berat eksplan terberat pada

perlakuan N1B3 (1.49 g) sedangkan paling ringan pada perlakuan N0B0 (1.07 g).

Hubungan antara berat eksplan pada berbagai konsentrasi NAA dapat

dilihat pada gambar 19.

= -0.5613N2 +0.7083N + 1.1839

R2 = 1

Y maks = 1.41 Pada N = 0.63

1.00 1.25 1.50

0 0.5 1

Konse ntra si NAA (ppm)

Ber

at

eksp

lan

(g

[image:55.595.143.506.283.411.2]

)

Gambar 19. Hubungan Antara Berat Eksplan dengan Konsentrasi NAA

Hubungan antara berat eksplan dengan konsentrasi NAA bersifat parabola

tertutup dengan persamaan garis = -0.5613N2 + 0.7083N + 1.1839, dengan

titik maksimum 1.41 pada N = 0.63, dan R2 = 1.

Hubungan antara berat eksplan pada berbagai konsentrasi BAP dapat

(56)

= 0.1326B + 1.1716

r = 0.8268

0.60 1.10 1.60

0 0.5 1 1.5 2

Konsentrasi BAP (ppm)

B

er

at

E

ksp

lan

(

g

[image:56.595.131.491.99.239.2]

)

Gambar 18. Hubungan Antara Berat Eksplan dengan Konsentrasi BAP

Hubungan antara berat eksplan dengan konsentrasi BAP bersifat linear

Gambar

Gambar 1. Struktur Senyawa Auksin Tiruan NAA
Tabel 2.  Rataan Umur Muncul Akar pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP              (Transformasi √ X + 0.5)
Gambar 3. Hubungan Antara Umur Muncul Akar dengan Konsentrasi NAA
Tabel 3.  Rataan Jumlah Tunas pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP (Transformasi √ X + 0.5)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel desire (minat) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk Djarum Super di Kota Semarang yang berarti semakin tinggi

Dari sekian banyak permasalahan yang ada pada mitra UKM, yang menjadi prioritas yang akan ditangani meliputi manajemen operasi perusahaan, masalah pembukuan dan

Sampel digunakan berukuran 50 x 50 mm sebanyak 12 buah yang akan mendapat perlakuan berbeda variasi jumlah mata sayat end mill cutter , kedalaman pemakanan dan

Karena F hitung 41,855 > F Tabel 2,47 dan probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi Keputusan Pembelian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Team Assisted Individualization (TAI) dilengkapi dengan kartu soal pada materi hukum dasar dan konsep mol kelas X MIA 3 SMA

Kadar kolesterol total serum darah tikus putih jantan setelah diinduksi pakan tinggi lemak dapat dilihat bahwa semua tikus pada semua kelompok mengalami

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan pengujian perbandingan kadar fenolik total pada tanaman daun afrika (Vernonia amygdalina Del.) dari dua tempat tumbuh yang

Tinggi rendahnya lama penyalaan sampai menjadi abu disebabkan karena ukuran partikel dari serbuk limbah arang serbuk gergajian kayu yang lebih halus sehingga