BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pola Makan
Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, agar tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan optimal. Diperkirakan ada lima puluh macam senyawa dan unsur yang harus diperoleh dari makanan dengan jumlah tertentu setiap harinya. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu (IDI, 2011).
Pola makan merupakan faktor penting yang berkontribusi pada gizi dan
status kesehatan. Modifikasi makan dapat diharapkan untuk mengurangi risiko
penyakit dan dalam beberapa kasus dapat mencegah penyakit. Pola makan yang
tidak memadai dalam energi dan nutrisi tertentu dapat menyebabkan menderita
penyakit serius bahkan kematian. Kekurangan makanan tetap menjadi prioritas di
banyak bagian dunia terutama pola makan yang mencerminkan asupan yang
berlebihan atau tidak seimbang (Atmarita, 2005).
2.1.1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber utama energi tubuh diet. Makanan kaya
karbohidrat, seperti buah, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan juga
merupakan sumber utama serat makanan. Diet rekomendasi menunjukkan bahwa
50% atau lebih dari total kalori harian harus berasal dari karbohidrat, dengan tidak
lebih dari 10-25% dari kalori berasal dari pemanis, seperti sukrosa dan fruktosa
2.1.2. Protein
Kebutuhan protein remaja dipengaruhi oleh jumlah protein yang
diperlukan untuk pemeliharaan massa tubuh tanpa lemak selama percepatan
pertumbuhan remaja. Ketika asupan protein tidak memadai, maka penurunan
pertumbuhan linear, keterlambatan seksual pematangan, dan akumulasi massa
tubuh tanpa lemak dapat dilihat (Story, 2005).
2.1.3. Lemak
Tubuh manusia membutuhkan lemak dan penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal. The Dietary Guidelines for Americans merekomendasikan
bahwa remaja mengkonsumsi tidak lebih dari 30% kalori dari lemak, dengan tidak
lebih dari 10% kalori berasal dari lemak jenuh (Story, 2005).
2.1.4. Mineral 2.1.4.1. Kalsium
Kebutuhan kalsium pada masa remaja lebih besar daripada di masa
kanak-kanak atau dewasa baik karena peningkatan dramatis dalam pertumbuhan tulang.
Sekitar 45% dari massa tulang puncak dicapai selama remaja, asupan kalsium
yang cukup penting bagi perkembangan massa tulang padat dan pengurangan
risiko seumur hidup dari patah tulang dan osteoporosis. Pada usia 17 tahun,
remaja telah mencapai sekitar 90% dari massa tulang dewasa mereka. Dengan
demikian, masa remaja merupakan pengembangan tulang yang optimal dan
kesehatan di masa depan (Story, 2005).
2.1.4.2. Besi
Besi sangat penting untuk mengangkut oksigen dalam aliran darah dan
mencegah anemia. RDA untuk besi 8 mg/hari untuk anak usia 9-13 tahun, 11
mg/hari untuk laki laki usia 18 tahun dan 15 mg/hari untuk perempuan usia
perempuan usia 11-14, 6- 7% untuk perempuan usia 15-19, dan 0,6% untuk
laki-laki usia 15-19 tahun (Story, 2005).
2.1.4.3. Seng
Seng dikaitkan lebih dari 100 enzim spesifik dan sangat penting untuk
pembentukan protein. Seng penting pada masa remaja karena perannya dalam
pertumbuhan dan pematangan seksual. Laki-laki yang mengalami kegagalan
pertumbuhan kekurangan seng maka perkembangan seksual tertunda. Hal ini
dikenal bahwa tingkat seng serum menurun dalam menanggapi pertumbuhan yang
cepat dan perubahan hormonal yang terjadi selama masa remaja. RDA seng untuk
pria dan wanita usia 9-13 tahun adalah 8 mg/hari. Untuk pria dan perempuan usia
14-18 tahun adalah 11 mg / hari dan 9 mg / hari (Story, 2005).
2.1.4.4. Vitamin A
Selain penting bagi penglihatan normal, vitamin A memiliki peran penting
dalam reproduksi, pertumbuhan, dan kekebalan. Tubuh harus memiliki vitamin A
yang cukup, anak laki-laki dan perempuan usia 9-13 tahun harus mengkonsumsi
600 mg / hari, perempuan usia 14-18 tahun, 700 mg / hari dan laki-laki usia 14-18
tahun, 900 mg / hari (Story, 2005).
2.1.4.5. Vitamin E
Memiliki sifat antioksidan yang penting bagi tubuh. RDA untuk vitamin E
untuk anak usia 9-13 tahun adalah 11 mg / hari dan 15 mg / hari untuk anak usia
14-18 tahun (Story, 2005).
2.1.4.6. Vitamin C
Berperan dalam sintesis kolagen dan jaringan ikat lain. Vitamin C adalah
gizi yang penting selama pertumbuhan dan perkembangan remaja. RDA untuk
vitamin C adalah 45 mg / hari untuk anak usia 9-13 tahun, 75 mg / hari untuk
laki-laki usia 14-18 tahun dan 65 mg / hari untuk perempuan usia 14-18 tahun (Story,
2.1.5. Golongan Bahan Makanan
2.1.5.1. Golongan I Bahan Makanan Sumber Karbohidrat
1 satuan penukar mengandung 175 kalori, 4 gram protein dan 40 gram
karbohidrat.
Tabel 2.1. Sumber Karbohidrat (RSUP HAM, 1991)
Bahan Makanan Berat URT
Tepung singkong (*)
Tepung sagu (*)
Ket : Bahan makanan yang ditandai (*) kurang mengandung protein hingga perlu
2.1.5.2. Golongan II Bahan Makanan Sumber Protein Hewani
1 satuan penukar mengandung 95 kalori, 10 gram protein dan 6 gram lemak.
Tabel 2.2. Sumber Protein Hewani (RSUP HAM, 1991)
Bahan Makanan Berat (gr) URT
Telur ayam biasa
Telur ayam negeri
2.1.5.3. Golongan III Bahan Makanan Sumber Protein Nabati
1 satuan penukar mengandung 80 kalori, 6 gram protein, 3 gram lemak,
dan 8 gram karbohidrat.
Tabel 2.3. Sumber Protein Nabati (RSUP HAM, 1991)
Bahan Makanan Berat (gr) URT Kacang ijo
Kacang kedele Kacang merah
Kacang tanah terkupas Keju kacang tanah Kacang tolo
2.1.5.4. Golongan IV Sayuran
Merupakan sumber vitamin terutama karotin dan vitamin C dan juga
mineral (zat kapur, zat besi, zat fosfor).
Tabel 2.4. Sumber Sayuran Kelompok A (RSUP HAM, 1991)
Baligo
Daun bawang
Daun kacang panjang Daun koro
Daun labu siam Daun waluh
Sayuran kelompok B, dalam satu satuan penukar mengandung 50 kalori, 3
gram protein dan 10 gram karbohidrat.
Yang termasuk kelompok ini adalah:
Tabel 2.5. Sumber Sayuran Kelompok B (RSUP HAM, 1991)
Bayam
Biet
Buncis
Daun bluntas
Daun ketela rambat
Daun kecipir
Daun leunca
Daun lompong
Daun mangkokan
Daun melinjau
Daun pakis
Daun singkong
Daun papaya
Jagung muda
Jantung pisang
Genjer
Kacang panjang
Kacang kapri
Katuk
Kucai
Labu siam
Labu waluh
Nangka muda
Pare
Tekokak
Wortel
2.1.5.5. Golongan V Sumber Buah-Buahan
Merupakan sumber vitamin terutama Karotin, Vitamin B1, B6 dan C.
satuan penukar mengandung 40 kalori dan 10 gram karbohidrat.
Tabel 2.6. Sumber Buah-Buahan (RSUP HAM, 1991)
2.1.5.6. Golongan VI Susu
Merupakan sumber protein lemak, karbohidrat, vitamin ( terutama vitamin
A dan niacin), serta mineral (zat kapur dan fosfor). Satuan penukar mengandung
130 kalori, 7 gram protein, 9 gram karbohidrat dan 7 gram lemak.
Tabel 2.7. Sumber Susu (RSUP HAM, 1991)
Bahan Makanan Berat URT Susu sapi
Susu kambing Susu kerbau
Susu kental tak manis Yoghurt
Tepung susu whole Tepung susu skim Tepung saridele
2.1.5.7. Golongan VII Minyak
Bahan makanan ini terdiri dari lemak. Satuan penukar mengandung 45
kalori dan 5 gram lemak.
Tabel 2.8. Sumber Minyak (RSUP HAM, 1991)
Tabel 2.9. Jumlah Kandungan Besi (CDC, 2013)
Makanan Jumlah Besi (miligram)
Daging
Daging sapi, tanpa lemak Daging lembu, tanpa lemak Daging domba, tanpa lemak Daging babi, tanpa lemak Daging ayam, tanpa lemak
100g
Kacang-kacangan panggang 2/3 cangkir 2,9
Kacang-kacangan dimasak 2/3 cangkir 2,9-3,4
Kacang
2.2. Status Gizi
Body Mass Index (BMI) adalah Quetelet’s index, yang telah umum
dipakai, yaitu berat badan(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2) (Kiess, 2004).
Menurut CDC (2000) Body Mass Index (BMI) adalah jumlah yang dihitung dari
berat badan anak dan tinggi badan. Setelah BMI dihitung untuk anak-anak dan
remaja, jumlah BMI diplot pada grafik pertumbuhan BMI-for-age CDC (anak
perempuan atau anak laki-laki) untuk mendapatkan persentile. Persentile adalah
indikator yang paling umum digunakan untuk menilai ukuran dan pertumbuhan
pola masing-masing anak. Persentil menunjukkan posisi relatif dari jumlah BMI
anak antara anak-anak dari jenis kelamin dan usia yang sama. Grafik pertumbuhan
menunjukkan kategori status berat badan anak dan remaja.
Kategori BMI dan P ercentile menurut CDC (2000), yaitu:
Underweight BMI < 5th percentile
Normal BMI 5th - 85th percentile
Overweight BMI 85th -95thpercentile
2.3. Anemia Defisiensi Besi
2.3.1. Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh sintesis
hemoglobin yang terganggu sehingga mengakibatkan sel darah merah yang lebih
kecil dari normal (mikrositik) dan mengandung sedikit hemoglobin (hipokromik)
(Provan, 2003).
2.3.2. Metabolisme Besi
Besi memiliki peranan penting dalam berbagai metabolisme. Pada orang
dewasa, terdapat 3-5 gram zat besi dalam tubuh, dimana 2/3 mg dari besi tersebut
merupakan hemoglobin pembawa oksigen. Pada orang normal, besi disediakan
oleh tubuh 15 mg perhari, dimana 5-10 % diserap terutama oleh duodenum dan
jejunum bagian atas. Suasana asam akan membantu proses penyerapan besi dalam
bentuk ferro. Penyerapan dibantu oleh bahan pereduksi lain seperti asam
hidroklorida dan asam askorbat. Tubuh memiliki kemampuan untuk
meningkatkan penyerapan zat besi untuk meningkatkan sediaan zat besi pada
suatu situasi tertentu misal saat kehamilan, menyusui, masa pertumbuhan, dan
pada saat tubuh mengalami defisiensi besi. Setelah diserap dari usus, besi
ditransport melalui sel mukosa ke dalam darah, dimana besi dibawa oleh protein
transferin untuk pematangan sel darah merah di sumsum tulang. Cadangan besi
mengandung feritin dan hemosiderin. Sekitar 1 mg besi dalam sehari dieksresikan
dari tubuh melalui urin, keringat, dan feses. Saat menstruasi, maka tubuh
kehilangan 20 mg dalam sebulan dan kebutuhan besi meningkat pada saat hamil
(500-1000 mg) sehingga insidensi tertinggi anemia defisiensi besi terjadi pada
Tabel 2.10. RDA Besi Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin (CDC, 2013)
Kategori Usia Besi (mg/hari)
Bayi 0-6 bulan 0,27
7-12 bulan 11
Anak 1-3 tahun 7
4-8 tahun 10
Laki-Laki 9-13 tahun 8
14-18 tahun 11
19-30 tahun 8
31-50 tahun 8
51-70 Ahun 8
>70 tahun 8
Wanita 9-13 tahun 8
14-18 tahun 15
19-30 tahun 18
31-50 tahun 18
51-70 Ahun 8
>70 tahun 8
Wanita hamil 14-18 tahun 27
19-30 tahun 27
31-50 tahun 27
Wanita menyusui 14-18 tahun 10
19-30 tahun 9
31-50 tahun 9
2.3.3. Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Etiologi anemia defisiensi besi menurut Balducci (2007) yaitu:
Penyerapan tidak baik
Diet bran (beras dengan kulit), tanin, asam phytate, atau zat tepung berlebihan
Bersaing dengan kandungan metal lain (contoh tembaga atau timah)
Kehilangan atau disfungsi penyerapan oleh enterosit
Reseksi usus
Penyakit usus halus
Penyakit inflamasi usus
Defek pada enterosit intrinsik
Peningkatan pengeluaran
Perdarahan gastrointestinal
Epistaksis
Varises
Gastritis
Ulkus
Tumor
Meckel’s diverticulum
Parasitosis
Susu-merangsang enteropati pada anak-anak
Malformasi vaskularisasi
Penyakit inflamasi usus
Diverticulosis
Hemorrhoids
Perdarahan genitourinari
Menorrhagia
Kanker
Infeksi kronis
Pulmonary hemosiderosis
Infeksi
Perdarahan lainnya
Trauma
Phlebotomy berlebihan
Malformasi pembuluh darah besar
2.3.4. Faktor Resiko Anemia Defisiensi Besi
Usia :bayi (terutama jika riwayat prematur); remaja; wanita menopause, usia tua
Sex : risiko lebih besar pada wanita
Reproduksi : menorrhagia
Ginjal : hematuria (jarang)
Saluran cerna : nafsu makan atau perubahan berat badan, perubahan kebiasaan buang air besar, perdarahan dari dubur/melena;
lambung atau operasi usus
Riwayat obat : terutama aspirin dan non-steroid anti-inflamasi
Pola makan : diet, terutama vegetarian
Fisiologis : kehamilan, masa kanak-kanak, remaja (Provan, 2003).
2.3.5. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi
Zat besi diperlukan untuk hemopoiesis (pembentukan darah) dan juga
diperlukan oleh berbagai enzim. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga
diperlukan untuk mengangkut elektro (sitikrom), untuk mengaktifkan oksigen
(oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang
khas (asimptomatik). Tanda-tanda dari anemia defisiensi besi dimulai dengan
simpanan zat besi (feritin) yang menipis dan peningkatan absorbsi zat besi yang
yaitu bila cadangan besi habis, transferin berkurang, jumlah protoporpirin
berkurang yang di ubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan penurunan kadar
serum feritin. Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan
mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat
menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian
kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan
anemia defisiensi gizi bila kadar feritin serum < 12ng/ml (Hilman, 1995).
2.3.6. Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
Gejala klinis dari defisiensi besi bergantung pada tingkat keparahan
anemia. Pada kasus kronis, ditandai dengan kehilangan darah yang lambat.
Kebanyakan pasien mengalami lemah dan dyspnea. Gejala lain yaitu sakit kepala,
tinnitus, dan gangguan pengecapan. Pada pemeriksaan dapat dilihat dari kulit,
kuku, dan epitel lain. Atrofi kulit terjadi pada sepertiga pasien dan kadang terlihat
kuku seperti koilonikia (kuku berbentuk sendok) yang berbentuk sendok dan rata.
Penderita juga mengeluhkan angular stomatitis dimana sudut mulut pecah-pecah
sehingga menyebabkan rasa sakit, kadang disertai dengan glossitis. Takikardi dan
gagal jantung dapat terjadi pada kondisi anemia yang sangat berat (Provan, 2003).
2.3.7. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi
Tabel 2.11. Diagnosis Anemia Defisiensi (Provan, 2003)
Reduced haemoglobin Men <135 g/l, women <115 g/l
Reduced mean cell volume <76 fl
Reduced mean cell
haemoglobin 29.5±2.5 pg
Reduced mean cell haemoglobin
concentration 325±25 g/l
Blood film Microcytic hypochromic red cells
with pencil cells and target cells
Reduced serum ferritin Men <10µg/l
women (postmenopausal)
>10µg/l, (premenopausal) <5µg/l
Elevated % hypochromic red cells (>2%)
Elevated soluble transferrin
receptor level
Tabel 2.12. Nilai Normal Hb (WHO, 2006)
Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)
Anak-anak
6-59 bulan
5-11 tahun
12-14 tahun
11
11,5
12
Dewasa
Wanita >15 tahun
Wanita hamil
Laki-laki >15 tahun
12
11
Mean Corpuscular Volume (MCV) merupakan pemeriksaan yang cukup
akurat dan merupakan parameter yang sensitif terhadap perubahan eritrosit bila
dibandingkan dengan pemeriksaan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
(MCHC) dan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya anemia defisiensi besi (Sandoval, 2004).
Salah satu cara untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan talasemia
minor adalah dengan pemeriksaan Indeks Mentzer yang merupakan hasil
perhitungan MCV/RBC. Indeks Mentzer >13 merupakan anemia defisiensi besi
dan bila <13 menunjukkan talasemia minor dengan spesifisitas sebesar 82%
(Irwin, 2001).
1.3.8. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi
Jika tidak ada perdarahan aktif, maka hanya diperlukan sulfat ferosus
200 mg dua kali sehari sebelum makan. Jumlah retikulosit adalah yang
pertama kali meningkat dan kemudian disusul hemoglobin (sekitar
1g/minggu) tetapi Fe harus dilanjutkan selama 3 bulan untuk mengisi ulang
cadangan Fe.
Bila anemia defisiensi besi yang tidak respon terhadap terapi Fe oral,
maka yang terjadi adalah:
Diagnosis yang tidak tepat atau merupakan defisiensi campuran Perdarahan berkelanjutan (retikulositosis menetap), misalnya
perdarahan mikroskopik akibat tumor usus Pasien tidak mengkonsumsi tablet
Artritis reumatoid, infeksi SLE dan penyakit kronis lainnya Malabsorbsi
Talasemia
Sindrom mielodiplastik, anemia refrakter ( jika ditemukan sideroblas bercincin pada sumsum tulang, anemia sideroblastik) (Rubenstein,