• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Harmonic Mean Filter dan Fuzzy C Means Clustering Pada Segmentasi Citra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Harmonic Mean Filter dan Fuzzy C Means Clustering Pada Segmentasi Citra"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Citra

Menurut arti secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi.

Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue)

dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Sumber cahaya menerangi objek,

objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya

ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, seperti mata pada manusia, kamera, pemindai

(scanner), dan lain-lain sehingga bayangan objek dalam bentuk citra dapat terekam. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat :

a.Optik berupa foto,

b.Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi,

c.Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.

Citra dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu citra diam (still images) dan

citra bergerak (moving images). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak.

Sedang citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun

(sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata sebagai gambar yang bergerak.

Setiap citra didalam rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang tampak pada

film layar lebar atau televisi pada hakekatnya terdiri dari ratusan sampai ribuan frame

(Sitorus, at. all, 2006).

2.2 Citra Digital

Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y adalah

koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) yang merupakan

tingkat kecemerlangan atau intensitas cahaya citra pada titik tersebut. Citra digital

adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada

(2)

sebuah pixel dinyatakan dalam bilangan bulat (integer). Sebuah pixel merupakan sampel dari pemandangan yang mengandung intensitas citra yang dinyatakan dalam

bilangan bulat. Untuk menunjukkan lokasi suatu pixel, koordinat (0,0) digunakan

untuk posisi kiri atas dalam bidang citra, dan koordinat (m-1, n-1) digunakan untuk

posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n pixel dimana m adalah kolom dan n

adalah baris. Untuk menunjukkan tingkat pencahayaan suatu pixel, seringkali

digunakan bilangan bulat yang besarnya 8 bit dengan lebar selang nilai 0-255 dimana

0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih, dan tingkat abu-abu berada di antara

nilai 0 dan 255 (Ahmad, 2005).

2.2.1 Representasi Citra Digital

Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M kolom dan

N baris, di mana perpotongan antara kolom dan baris disebut pixel (pixel = picture

element), yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Pixel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y)

adalah f(x,y), yaitu besar intensitas atau warna dari pixel di titik itu. Oleh karena itu,

sebuah citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut.

Berdasarkan gambaran tersebut, secara matematis citra digital dapat dituliskan

sebagai fungsi intensitas f(x,y), di mana harga x (baris) dan y (kolom) merupakan

koordinat posisi dan f(x,y) adalah nilai fungsi pada setiap titik (x,y) yang menyatakan

besar intensitas citra atau tingkat keabuan atau warna dari pixel di titik tersebut. Pada

proses digitalisasi (sampling dan kuantitasi) diperoleh besar baris M dan kolom N

hingga citra membentuk matriks MxN dan jumlah tingkat keabuan pixel G. Biasanya

(3)

M = 2m, N = 2n, G = 2k ……….………(2)

yang dalam hal ini m, n, dan k adalah bilangan bulat positif. Jika b menyatakan

jumlah bit yang diperlukan untuk menyimpan citra digital dalam memori, maka:

(Sutoyo, at. all, 2009)

b = M x N x k ...(3)

Keterangan:

M : Baris dalam matriks

N : Kolom dalam matriks

G : Jumlah tingkat keabuan pixel

m,n,k : Bilangan bulat positif

b : Jumlah bit

Gambar 2.1.menunjukan sebuah citra digital dan nilai dari pixel citra

101 103 101

112 102 105

160 108 103

Pixel 3x3

Gambar 2.1.Contoh Citra Digital

2.2.2 Elemen Citra Digital

Elemen-elemen citra digital dapat dibedakan menjadi enam elemen (Sutoyo, at. all, 2009).

Berikut elemen-elemen yang terdapat pada citra digital, yaitu :

1. Kecerahan (Brightness)

Kecerahan (Brightness) merupakan intensitas cahaya yang dipancarkan pixel

(4)

sebuah sebuah pixel didalam citra merupakan intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupinya.

2. Kontras (Contrast)

Kontras (Contrast) menyatakan sebaran tingkatan terang dan gelap dalam

sebuah citra. Pada citra yang baik, komposisi citra gelap dan terang tersebar

secara merata.

3. Kontur (Contour)

Kontur (Contour) adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas

pada pixel-pixel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah

mata mampu mendeteksi tepi-tepi objek di dalam citra.

4. Warna

Warna sebagai persepsi yang ditangkap sistem visual terhadap panjang

gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek.

5. Bentuk (Shape)

Bentuk (Shape) adalah properti intrinsik objek tiga dimensi, dengan

pengertian bahwa bentuk merupakan properti intrinsik objek utama untuk

sistem visual manusia.

6. Tekstur (Texture)

Tekstur (Texture) dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan

didalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga. Tekstur adalah sifat-sifat

atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu daerah yang cukup besar sehingga

secara alami sifat-sifat tadi dapat berulang dalam daerah tersebut.

2.3 Jenis-jenis Citra Digital

Ada banyak cara untuk menyimpan citra. Cara penyimpanan menentukan jenis citra

digital yang dibentuk, dimana suatu citra tersusun atas pixel – pixel. Suatu pixel memiliki

nilai dalam rentang tertentu, mulai dari nilai minimum sampai nilai maksimum.

Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya. Namun secara

umum jangkauannya adalah 0 – 255, citra dengan penggambaran seperti ini digolongkan

ke dalam citra integer. Beberapa jenis citra digital yang sering digunakan berdasarkan

(5)

2.3.1 Citra Biner (Monokrom)

Citra biner adalah citra dengan setiap pixel hanya dinyatakan dengan sebuah nilai

dari dua kemungkinan (yaitu nilai 0 dan 1). Nilai 0 menyatakan warna hitam dan 1

menyatakan warna putih. Citra jenis ini banyak dipakai dalam pemrosesan citra, misalnya

untuk kepentingan memperoleh tepi bentuk suatu objek. Dibutuhkan 1 bit di memori

untuk menyimpan kedua warna ini (Kadir dan Susanto, 2013).

Gradasi warna :

Salah satu contoh gambar dari citra biner dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Contoh Citra Biner

Dibutuhkan satu bit untuk menyimpan kedua warna ini. Setiap pixel pada citra bernilai 0

untuk warna hitam dan 1 untuk warna putih (Fadila, 2014).

2.3.2 Citra Grayscale (Skala Keabuan)

Citra grayscale menggunakan warna tingkatan keabuan. Warna abu-abu merupakan satu-

satunya warna pada ruang RGB dengan komponen merah, hijau, dan biru yang

mempunyai nilai intensitas yang sama. Citra grayscale memiliki kedalaman warna 8 bit

(256 kombinasi warna keabuan) (Prasetyo, 2011). 1

(6)

Banyaknya warna yang ada tergantung pada jumlah bit yang disediakan di

memori untuk menampung kebutuhan warna ini (Sutoyo, at. all, 2009).

Citra 2 bit mewakili 4 warna dengan gradasi warna berikut:

0 1 2 3

Citra 3 bit mewakili 8 warna dengan gradasi warna berikut:

0 1 2 3 4 5 6 7

Contoh salah satu gambar dari citra grayscale dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Contoh Citra Grayscale

2.3.3 Citra Berwarna (True Color)

Citra berwarna, atau biasa dinamakan citra RGB, merupakan jenis citra yang menyajikan

warna dalam bentuk komponen R (merah), G (hijau), B (biru). Setiap komponen warna

menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte, yang berarti setiap warna mempunyai gradasi

sebanyak 255. Dengan demikian, kemungkinan warna yang dapat disajikan mencapai 255

x 255 x 255 atau 16.581.375. Itulah sebabnya format ini dinamakan true color karena

mempunyai jumlah warna yang cukup besar sehingga bisa dikatakan hampir mencakup

semua warna di alam (Kadir dan Susanto, 2013) .

Penyimpanan citra true color di dalam memori berbeda dengan citra grayscale.

(7)

pixel citra true color diwakili oleh 3 byte, dinamakan masing – masing byte

mempresentasikan warna merah (Red), hijau (Green), biru (Blue) (Fadilah,2014).

Tabel 1. menunjukkan contoh warna dan nilai R, G dan B.

Tabel 2.1. Warna dan Nilai Penyusun Warna

Warna R G B

Merah 255 0 0

Hijau 0 255 0

Biru 0 0 255

Hitam 0 0 0

Putih 255 255 255

Kuning 0 255 255

Contoh salah satu gambar dari citra RGB dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4.Contoh Citra berwarna (RGB)

2.4 Format File Citra Digital

2.4.1 Bitmap (*.bmp)

Citra Bitmap sering disebut juga dengan citra raster. Citra bitmap menyimpan data code

citra secara digital dan lengkap (cara menyimpannya adalah per pixel). Citra bitmap

dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan menggunakan bilangan

biner atau sistem bilangan lain (Sutoyo, at. all, 2009).

Format file microsoft windows bitmap (BMP) adalah format file dasar untuk

(8)

tabel warna, dan data citra. File header menempati 14 byte pertama dari semua file BMP.

Citra bitmap direpresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan

menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan lain. Citra ini memiliki kelebihan

untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek lebih sulit. Tampilan bitmap

mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar. Oleh

karena itu, bitmap merupakan media elektronik yang paling tepat untuk gambar-gambar

dengan perpaduan gradasi warna yang rumit, seperti foto dan lukisan digital. Format .bmp

adalah format penyimpanan standart tanpa kompresi yang umum dapat digunakan untuk

menyimpan citra biner hingga citra warna. Format ini terdiri dari beberapa jenis yang

setiap jenisnya ditentukan dengan jumlah bit yang digunakan untuk menyimpan sebuah

nilai pixel. Format ini juga memiliki ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan

format yang lain (Nasir, 2014).

2.4.2 Portable Network Graphics (*.png)

PNG adalah format gambar bitmap yang menggunakan kompresi data lossless. PNG

diciptakan untuk memperbaiki dan menggantikan format GIF. Format file PNG dianggap,

dan dibuat sebagai penerus gratis dan open source ke format file GIF. Format file PNG

mendukung true color (16 juta warna), sedangkan format file GIF hanya memungkinkan

256 warna. PNG unggul ketika gambar memiliki area besar warna yang seragam. Format

PNG lossless paling cocok untuk mengedit gambar, sedangkan format PNG lossy seperti JPG baik digunakan untuk distribusi final foto-tipe gambar karena ukuran file yang lebih

kecil. Namun banyak browser sebelumnya sepenuhnya mendukung format file PNG,

namun dengan merilis internet explorer 7 semua browser modern yang populer tidak

mendukung PNG. Fitur khusus dari file PNG mendukung hingga 48 bit informasi warna.

Format PNG memanfaatkan skema interlacing 2D, yang semakin menampilkan gambar

jauh lebih cepat dari file gambar GIF. Gamma koreksi memungkinkan nilai-nilai yang

ditampilkan pada platform apapun menjadi sama dengan yang asli (Nasir, 2014).

Fitur penting dari gambar PNG adalah sebagai berikut (Nasir, 2014):

1.Gambar PNG menggunakan skema kompresi lossless.

2.Gambar PNG merupakan gambar yang saling berhubungan.

(9)

2.5 Noise

Ketika sebuah citra ditangkap oleh kamera , sering kali terdapat beberapa gangguan yang

mungkin terjadi, seperti kamera tidak fokus, muncul bintik-bintik yang disebabkan oleh

proses capture yang tidak sempurna , pencahayaan yang tidak merata mengakibatkan

intensitas tidak seragam , kontras citra terlalu rendah sehingga objek sulit untuk

dipisahkan dari latar belakanganya, atau gangguan yang disebabkan oleh kotoran-kotoran

yang menempel pada citra, dan lain sebagainya. Setiap gangguan pada citra dinamakan

noise. Citra mengandung noise seperti ini memerlukan langkah-langkah proses analisis citra ( Sutoyo, at. all, 2009).

Noise pada citra dapat terjadi karena beberapa sebab. Efek masing – masing Noise

tentunya berbeda – beda. Ada yang efeknya sangat mempengaruhi tampilan citra, tetapi

ada juga yang tidak begitu berpengaruh terhadap citra. Noise biasanya terjadi karena

kondisi lingkungan ( misalnya cahaya, tempratur, dll ), kualitas sensor dan gangguan

manusia. Noise muncul biasanya sebagai akibat dari pembelokan pixel yang tidak baik.

Gangguan tersebut umumnya berupa variasi intensitas suatu pixel yang tidak berkorelasi

dengan pixel-pixel tetangganya. Secara visual, gangguan mudah dilihat oleh mata karena

tampak berbeda dengan pixel tetangganya. Pixel yang mengalami gangguan umumnya

memiliki frekuensi tinggi. Noise yang di maksud pada pembahasan ini adalah noise yang

terjadi karena karakteristik dari derjat keabuan atau karena adanya variabel acak yang

terjadi karena karakterisitik Fungsi Probabilitas Kepadatan (Probability Density Function

(PDF)) (Sitorus, at. all, 2009). Beberapa noise yang terjadi karena PDF antara lain:

2.5.1 Gaussian Noise

Gaussian noise adalah noise yang yang terjadi karena pencahayaan yang buruk, suhu

yang tinggi, dan transmisi. Efek dari Gaussian Noise pada citra adalah munculnya titik-

titik berwarna yang jumlahnya sama dengan persentase noise. Dalam pengolahan citra

digital, Gaussian noise dapat dikurangi dengan menggunakan tapis ruang, meskipun

ketika memperbaiki gambar, hasil yang tidak diinginkan dapat mengakibatkan kaburnya

tepi gambar baik skala dan detail gambar karena tidak sesuainya pemblokiran yang

(10)

Gaussian Noise juga merupakan jenis noise yang mengikuti distribusi normal

standar dengan rata-rata 0 dan standard deviasi 1. Gaussian Noise dapat dibangkitkan

dengan cara membangkitkan bilangan acak dengan nilai berkisar antara 0 dan 1.

Kemudian pada titik-titik yang terkena noise, nilai fungsi citra ditambahkan dengan noise

yang ada (Sutoyo, at. all, 2009).

PDF variabel acak Gaussian, z dinyatakan sebagai berikut.

p(z) =

√ �� − �−µ ̸��² ………...…………..(4)

dimana z merepresentasikan tingkat keabu-abuan dan µ adalah mean dari rata-rata nilai z

dan �adalah deviasi standar. �² disebut variance dari z.

Keterangan:

z : Tingkat keabuan

µ : Mean dari nilai z

� : deviasi standar

�² : variance dari z

2.5.2 Uniform Noise

Uniform noise adalah noise yang penyebarannya sama tinggi. PDF (Probability Density Function) dari uniform noise (Prasetyo, 2011) adalah

= {

,

��

...(5)

Rata-rata dan varian dari kepadatan ini adalah :

(11)

Keterangan:

z : tingkat keabuan

a,b : bilangan bulat positif

ẑ : nilai rata-rata

�2

: nilai varian

Gambar 2.5. menunjukkan contoh citra yang terkena Gaussian Noise dan Uniform

Noise.

(a) (b) (c)

Gambar 2.5. (a) Citra Asli , (b) Citra dengan Gaussian Noise , (c) Citra dengan Uniform Noise

2.6 Pixel

Pixel (Picture Elements) adalah nilai tiap-tiap entri matriks pada bitmap. Rentang nilai-

nilai pixel ini dipengaruhi oleh banyaknya warna yang dapat ditampilkan. Jika suatu

bitmap dapat menampilkan 256 warna maka nilai-nilai pixel-nya dibatasi dari 0 hingga

255. Suatu citra bitmap akan mampu menampilkan warna lebih banyak, karena bitmap

mempunyai kerapatan pixel yang tinggi (Prasetyo, 2011).

Setiap pixel mewakili tidak hanya satu titik dalam sebuah citra melainkan sebuah

bagian berupa kotak yang merupakan bagian terkecil (sel). Nilai dari sebuah pixel

haruslah dapat menunjukkan nilai rata – rata yang sama untuk seluruh bagian dari sel

(12)

2.7 Pengolahan Citra Digital

2.7.1 Pengertian Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan

dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi

citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometri), melakukan

pemilihan ciri citra (feature images) yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan

proses penarikan informasi atau dekripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung

dalam citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data,

transmisi data, dan waktu proses data. Input dari pengolahan citra adalah citra, dan

output-nya adalah citra hasil pengolahan (Sutoyo, at. all, 2009).

2.7.2 Operasi Pengolahan Citra

Pengolahan citra memiliki beragam operasi-operasi yang dapat dilakukan di dalam

pengolahan citra. Secara umum, operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam

beberapa jenis sebagai berikut (Sitorus, at. all, 2006):

1. Perbaikan kualitas (image enhancement).

Operasi perbaikan kualitas citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra

dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Melalui operasi ini,ciri-ciri

khusus yang terdapat didalam citra dapat ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan

citra antara lain: perbaikan kontras gelap/terang, perbaikan tepian objek,

penajaman, pemberian warna semu, dan penapisan derau.

2. Pemugaran citra (image restoration)

Operasi pemugaran citra bertujuan untuk menghilangkan atau meminimumkan

cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan

citra. Perbedaannya adalah pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar

diketahui. Contoh dari pemugaran citra yaitu penghilangan kesamaran

(deblurring) dan penghilangan derau (noise).

3. Penampatan citra (image compression)

Operasi pemampatan citra bertujuan untuk dapat mempresentasikan citra dalam

(13)

Yang menjadi perhatian penting dalam pemampatan adalah mempertahankan

kualitas citra agar tetap baik.

4. Segmentasi citra (image segmentation)

Operasi segmentasi citra bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa

segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan

pengenalan pola.

5. Analisis citra (image analysis)

Operasi analisis citra bertujuan untuk menghitung besaran kuantitatif dari citra

untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra adalah mengekstraksi ciri-

ciri tertentu yang sangat membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi

juga diperlukan untuk melokalisasi objek dari seklilingnya. Contoh dari operasi

analisis citra yaitu pendeteksian tepi objek, ekstraksi batas, dan representasi

daerah.

6. Rekonstruksi citra ( image reconstruction)

Operasi rekonstruksi citra bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa

citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan didalam bidang

medis.

2.7.3 Tujuan pengolahan citra digital

Tujuan dari pengolahan citra digital adalah

1. Mermperbaiki kualitas gambar dilihat dari aspek radiometrik (peningkatan

kontras, transformasi warna, restorasi citra) dan dari aspek geometrik (rotasi,

translasi, skala, transformasi geometrik).

2. Melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengenalan

objek yang terkandung pada citra.

3. Melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data,

transmisi data, dan waktu proses data (Hermawati, 2013).

2.8 Perbaikan Kualitas Citra

Perbaikan kualitas citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara

(14)

terdapat didalam citra dapat ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan citra antara lain

(Munir, 2007):

1. Perbaikan kontras gelap/terang.

2. Perbaikan tepian objek (edge enhancement).

3. Penajaman (sharpening).

4. Pemberian warna semu (pseudocoloring),dan

5. Penapisan derau (noise filtering).

2.8.1 Nonlinear Filter

Sebagian besar filter pengolahan citra jatuh dibawah kategori Nonlinear filters.

Nonlinear filter beroperasi pada sebuah gambar dengan menghitung fungsi

Nonlinear pada sebuah jendela-jendela di setiap pixel dan menggantikan nilai-nilai

yang ada pada jendela-jendela tersebut dengan nilai pixel yang sudah di hitung

menggunakan fungsi nonlinear. Salah satu yang paling penting dari Nonlinear filter

yang didasarkan pada median filter lainnya. Biasanya digunakan untuk

menghilangkan salt and pepper noise dari sebuah gambar dengan memberikan

keunggulan di bandingkan menggunakan Aritmetic mean filter untuk memberikan

hasil informasi dari sebuah 19 tepi yang telah di filter dalam sebuah gambar.

Nonlinear filters tidak terbatas dalam penghapusan sebuah noise dari sebuah

gambar. Nonlinear Filter memiliki beberapa jenis, antara lain Harmonic mean filter,

Contra-Harmonic Mean Filter dan sebagiannya (Chairy, 2014).

2.8.2 Kernel (mask)

Kernel adalah matrik yang pada umumnya berukuran kecil dengan elemen-

elemennya adalah berupa bilangan. Kernel digunakan pada proses konvolusi. Oleh

karena itu kernel juga disebut dengan convolution window (jendela konvolusi).

Ukuran kernel dapat berbeda-beda seperti 2x2, 3x3, 5x5, dan sebagainya. Elemen-

elemen kernel juga disebut sebagai bobot (weight) merupakan bilangan-bilangan

yang membentuk pola tertentu. Kernel juga biasa disebut dengan tapis (filter),

(15)

Gambar 2.6. Berikut merupakan contoh kernel 2x2 dan kernel 3x3

(a) (b)

Gambar 2.6. (a) Kernel 2x2 (b) Kernel 3x3

2.8.3 Konvolusi

Konvolusi merupakan operator sentral pengolah citra dan telah digunakan secara luas

pada berbagai piranti lunak pengolah citra. Proses konvolusi terjadi dengan cara kernel

diletakkan pada setiap pixel dari citra input dan menghasilkan pixel baru. Nilai pixel baru

dihitung dengan mengalikan setiap nilai pixel tetangga dengan bobot yang berhubungan

pada kernel dan kemudian menjumlah hasil perkalian tersebut. Berikut ini di disajikan

citra input 4x5 yang dikonvolusikan dengan kernel 2x2 dan dihasilkan citra input 3x4.

[ ]*

=

Nilai pixel baru didapat setelah melakukan proses perhitungan sebagai berikut :

f(0,0) : ((1x1)+(0x1)+(0x1)+(1x1)) : 2 f(0,2) : ((1x3)+(0x3)+(0x4)+(1x4)) : 7

f(0,1) : ((1x1)+(0x3)+(0x1)+(1x4)) : 5 f(0,3) : ((1x3)+(0x4)+(0x4)+(1x3)) : 6

f(1,0) : ((1x1)+(0x1)+(0x2)+(1x1)) : 2 f(1,2) : ((1x4)+(0x4)+(0x3)+(1x3)) : 7

1 0

0 1

1 -1 1

-1 4 -1

(16)

f(2,0) : ((1x2)+(0x1)+(0x1)+(1x1)) : 3 f(2,2) : ((1x3)+(0x3)+(0x1)+(1x4)) : 7

f(2,1) : ((1x1)+(0x3)+(0x1)+(1x1) : 2 f(2,3) : ((1x3)+(0x3)+(0x4)+(1x4) : 7

Nilai 0 pada hasil keluaran diatas dinyatakan sebagai bukan nilai karena untuk melakukan

proses konvolusi pada pixel tersebut, sebagian kernel berada diluar batas ukuran citra

sementara tidak ada nilai pixel diluar batas ukuran citra (Putra, 2010).

2.8.4Harmonic Mean Filter

Harmonic mean filter adalah anggota dari bagian Nonlinear filter yang lebih baik dalam

menghilangkan Gaussian noise dari pada metode Aritmetic mean filter (Chairy, 2014).

Harmonic Mean Filter bekerja dengan baik untuk noise salt, tetapi gagal untuk noise pepper. Filter ini juga bekerja baik dengan tipe noise yang lain, seperti noise Gaussian

(Sutoyo, at. all, 2009).

Operasi Harmonic Mean Filter diberikan persamaan :

,

=

∑ , ∈� � ,

………...(7)

Keterangan :

f (x,y) : hasil harmonic mean filter

m : ukuran panjang window

n : ukuran lebar window

g (s,t) : sub-image Sxy

Sxy : window daerah yang diliputi oleh filter

Contoh perhitungan digital dari Harmonic Mean Filter. Misalkan Sxy adalah subimage

dari sebuah citra dan Sxy berukuran 3x3 yang mempunyai nilai-nilai intensitas seperti

(17)

5 5 4

7 2 6

6 4 2

Maka

,

=

+ + + + + + + + ≈ 3,79 = 4

Sehingga bagian dari citra ini menjadi:

5 5 4

7 4 6

6 4 2

2.9 Segmentasi Citra

Segmentasi citra bertujuan untuk membagi wilayah wilayah yang homogen. Segmentasi

adalah salah satu metode penting yang digunakan untuk mengubah citra input kedalam

citra output berdasarkan atribut yang diambil citra tersebut. Segmentasi membagi citra ke

dalam daerah intensitasnya masing masing sehingga bisa membedakan antara objek dan

background-nya. Pembagian ini tergantung pada masalah yang akan diselesaikan. Segmentasi harus dihentikan apabila masing masing objek telah terisolasi atau terlihat

dengan jelas. Tingkat keakurasian segmentasi bergantung pada tingkat keberhasilan

prosedur analisis yang dilakukan. Algoritma dari segmentasi citra terbagi dalam dua

macam (Sutoyo, at. all, 2009), yaitu:

1. Diskontinuitas, yaitu pembagian citra berdasarkan perbedaan dalam

intensitasnya, contohnya: titik, garis, dan edge (tepi).

2. Similaritas, yaitu pembagian citra berdasarkan kesamaan kesamaan kriteria yang

dimilikinya, contohnya: thresholding, region growing, region splitting and

merging.

2.9.1 Segmentasi Citra Berbasis Wilayah

(18)

a. ⋃

memiliki karakteristik yang sama berupa perubahan warna antara titik yang berdekatan ,

nilai rata-rata, varian, standar deviasi dan lain-lain.

Formulasi dasar yang digunakan.R merepresentasikan seluruh wilayah gambar.

Proses segmentasi yang mempartisi R menjadi n subwilayah R1,R2,…,Rn yaitu:

=1 =

b. Ri adalah wilayah yang terkoneksi, i=1,2,…n

c. Ri Rj = ∅ untuk semua i dan j, dimana i j d. P(Ri) = true untuk i=1,2,…,n

e. P(Ri Rj) = false untuk i j

Keterangan:

P(Ri) merupakan logical predicate yang mendefinisikan semua titik pada kumpulan Ri

dan ∅ merupakan himpunan kosong. Syarat (a) menunjukan bahwa segmentasi harus

lengkap,semua pixel harus pada wilayah. Syarat (b) menyatakan bahwa titik-titik pada

sebuah wilayah harus terhubung. Syarat (c) menunjukan bahwa wilayah-wilayah harus

disjoint. Syarat (d) menyatakan bahwa kesepadanan antara sifat-sifat yang dimiliki harus

dipenuhi oleh pixel-pixel pada wilayah segmentasi. Contoh, P(Ri) = true jika Ri memiliki

intensitas yang sama. Syarat (e) menyatakan bahwa wilayah Ri dan Rj berbeda (Sutoyo,

at. all, 2009).

2.9.2 Pengenalan Pola

Pengenalan pola merupakan langkah perantaraan bagi proses menghilangkan dan

menormalkan gambar dalam satu cara (pemrosesan gambar (image processing), teks dll.),

pengiraan ciri-ciri, pengkelasan dan akhirnya post-pemrosesan berdasarkan kelas

pengenalan dan aras keyakinan. Pengenalan pola itu sendiri khususnya berkaitan dengan

langkah pengkelasan ( Sebayang, 2011).

Pengenalan pola (pattern recognition) merupakan konsep yang sangat luas

aplikasinya dalam banyak bidang antara lain: biomedical (EEG, ECG, Röntgen,

Nuclear, Tomography, Tissue, Cells, Chromosomes, meteorolgy (remote sensing),

industrial inspection (robotic vision) dan digital microscopy. Beberapa aplikasi dalam

(19)

character recognition, signature verification, image segmentation dan artificial intelligence. Pengenalan pola secara garis besar sebagai serangkaian kegiatan yang mencakup kegiatan pengukuran dunia nyata dengan alat ukur yang menggambarkan

fenomena yang akan diukur diikuti serangkaian kegiatan preprosesor, ekstrak feature,

klasifikasi atau diskripsi pola. Kegiatan yang vital dalam pengenalan pola adalah

kegiatan klasifikasi dari ruang feature yang diperoleh dari kegiatan seleksi dan ekstrak

feature. Metode yang lebih baik dari metode clustering secara tegas adalah aplikasi teori

fuzzy dalam proses cluster (fuzzy clustering) (Prayudha, 2011).

Proses fuzzy clustering memberikan hasil yang lebih baik dan lebih alami

dibandingkan dengan proses cluster dengan pendekatan tegas. Pada fuzzy clustering

berbasis fungsi tujuan persoalan mencari cluster terbaik akan identik dengan persoalan

optimasi fungsi tujuan. Penggunaan algoritma genetika untuk fuzzy clustering

dimungkinkan dapat meningkatkan unjuk kerja fuzzy clustering. Penerapan GFS pada

fuzzy clustering terutama Fuzzy-C-Means Clustering (FCM) adalah untuk mengoptimasi parameter-parameter dalam FCM (Hamzah, 2001).

2.9.3 Clustering

Cluster adalah kesatuan nilai-nilai dalam jarak tertentu pada kepadatan suatu daerah (relatif besar) dibandingkan dengan kepadatan nilai-nilai daerah sekitarnya. Teknik

klusterisasi bermanfaat untuk segmentasi citra dan klasifikasi data yang belum diolah

untuk menciptakan kelas-kelas. Warna diwakili dalam vektor 3 dimensi dari nilai

titiknya. Masing-masing komponen warna dihadirkan dalam warna merah, hijau dan biru

(RGB). Perlu dicatat bahwa penggunaan penyajian ini, jika dua garis vektor adalah saling

berdekatan, warna akan ditampilkan serupa, rata-rata dari dua garis vektor, jika warna

yang akan ditampilkan sangat berbeda, maka akan diambil jalan tengah dengan

menghadirkan suatu warna secara kasar dari warna aslinya. Acuan ini juga ketika rata-

(20)

2.9.4 Fuzzy clustering

Fuzzy clustering adalah perluasan dari teknik analisis cluster, di mana setiap obyek dapat

masuk ke dalam beberapa kelompok atau cluster tergantung pada tingkat atau derajat

keanggotaannya. Jadi pada Fuzzy clustering diperbolehkan adanya overlap. Konsep dasar

Fuzzy Clustering yang biasa dipergunakan yakni Fuzzy C-Means (FCM), pertama kali

adalah menentukan pusat cluster, yang akan menandai lokasi rata-rata untuk tiap – tiap

cluster. Pada kondisi awal, pusat cluster ini masih belum akurat. Tiap–tiap titik data

memiliki derajat keanggotaan untuk tiap-tiap cluster. Dengan cara memperbaiki pusat

cluster dan derajat keanggotaan tiap-tiap titik data secara berulang, maka akan dapat dilihat bahwa pusat cluster akan bergerak menuju lokasi yang tepat. Perulangan ini

didasarkan pada peminimalan fungsi obyektif yang menggambarkan jarak titik data ke

pusat cluster yang terbobot oleh derajat keanggotaan titik data tersebut. Namun fuzzy

clustering seperti yang diterangkan di atas (FCM), tidak dapat diaplikasikan ketika data yang diberikan berupa suatu set data kategori multivarian di mana biasanya data ini

ditampilkan dalam bentuk tabel kontingensi atau matriks kontingensi. Sehingga

dibutuhkan suatu teknik fuzzy clustering berbeda yang mampu memecahkan masalah

clustering ketika data yang diberikan berupa suatu set data kategori multivarian. Hasil

dari metode fuzzy clustering lain yang mampu mengelompokkan suatu set data kategori

multivarian ini mirip dengan hasil ketika kita menggunakan teknik analisis korespondensi

(Prayudha, 2011).

Fuzzy C Means adalah sebuah metode clustering yang mengijinkan satu data

menjadi milik dua atau lebih cluster. Metode ini sering digunakan dalam pengenalan pola

(pattern recoqnition). Metode Fuzzy C-Means adalah salah satu metode clustering yang

mengalokasikan kembali data ke dalam masing-masing cluster dengan memanfaatkan

teori Fuzzy. Dalam metode Fuzzy C Means dipergunakan variabel membership function,

yang merujuk pada seberapa besar kemungkinan suatu data bisa menjadi anggota ke

dalam suatu cluster (Bezdek, 1981).

Pada pendekatan tegas (crisp), untuk setiap objek ke-k (k=1...n) secara tegas

hanya dapat menjadi anggota cluster ke-I (i=1..c), dengan keputusan menjadi anggota

cluster ke-i berdasarkan jarak minimal objek ke-k dengan pusat-pusat cluster ke-i.

(21)

ditentukan dengan cara rata–rata, ini sering disebut sebagai K-Means. Pada pendekatan

fuzzy metode clustering berdasarkan kenyataan bahwa objek-objek tertentu mungkin

secara tegas tidak dapat dikelompokkan pada cluster tertentu. Dengan pendekatan fuzzy

setiap objek ke-k (k=1,2,..,n) dianggap menjadi anggota dari semua cluster ke-i

(i=1,2,..,c) dengan fungsi keanggotaan antara 0 sampai 1. Keputusan objek ke-i menjadi

anggota cluster ke-j berdasarkan fungsi keanggotaan yang terbesar. Model clustering

seperti ini terkenal dengan sebutan Fuzzy C Means Clustering (FCM).

Untuk menghasilkan formulasi yang presisi dalam menentukan kriteria clustering

dapat ditempuh dengan metode fungsi objektif (objective-function methods), yaitu

dengan mengukur kemampuan untuk dilibatkan dalam cluster sebagai fungsi dari c (yaitu

cacah cluster) dengan suatu fungsi objektif tertent. Fuzzy clustering FCM dengan fungsi

tujuan menggunakan jarak euclidean mengasumsikan bentuk fungsi tujuan spherical.

Untuk data tertentu kondisi spherical mungkin tidak terpenuhi. Pemilihan fungsi tujuan

dan kriteria jarak sangat tergantung pada sebaran data objek (Prayudha, 2011).

Metode Fuzzy K-Means (atau lebih sering disebut sebagai Fuzzy C-Means)

mengalokasikan kembali data ke dalam masing-masing cluster dengan melakukan proses

clustering dengan mengikuti algoritma sebagai berikut:

a. Tentukan jumlah cluster.

b. Alokasikan data sesuai dengan jumlah cluster yang ditentukan.

c. Hitung nilai centroid dari masing-masing cluster.

d. Hitung nilai membership function masing-masing data ke masing-masing cluster.

e. Kembali ke Step c apabila perubahan nilai membership function masih di atas nilai

threshold yang ditentukan, atau apabila perubahan pada nilai centroid masih di atas

nilai threshold yang ditentukan, atau apabila perubahan pada nilai objective function

(22)

Untuk menghitung centroid cluster ke-i, vi , digunakan rumus sebagai berikut:

=

� = ………...(8)

=

Keterangan:

N : Jumlah data

m : weighting exponent

: membership function data ke-k ke cluster ke-i

� : nilai centroid cluster ke-i

Untuk menghitung membership function data ke-k ke cluster ke-i digunakan rumus pada

persamaan:

= ∑

��,��

D ��,

=

... (9)

Keterangan:

: membership function data ke-k ke cluster ke-i

D : distance space

: Nilai centroid cluster ke-i

m : weighting exponent

Distance Space (euclidean distance) adalah jarak antara data dengan centroid dihitung dengan rumus:

(23)

Keterangan :

Penilaian kualitas citra dilakukan dengan cara penilaian secara objektif dengan

menggunakan besaran Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PSNR)

kedua besaran tersebut membandingkan pixel-pixel pada posisi yang sama dari dua citra

yang berbeda.

2.10.1 Mean square error (MSE)

Mean Square Error (MSE) adalah kesalahan kuadrat rata-rata. Nilai MSE didapat dengan

membandingkan nilai selisih pixel-pixel citra asal dengan citra hasil pada posisi pixel

yang sama. Semakin besar nilai MSE, maka tampilan pada citra hasil akan semakin

buruk. Sebaliknya, semakin kecil nilai MSE, maka tampilan pada citra hasil akan

semakin baik. Secara matematis dapat di rumuskan pada persamaan 11:

...(11)

Keterangan :

MSE : nilai Mean Squared Error

(24)

2.10.2 Peak signal to noise ratio (PNSR)

Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) merupakan nilai perbandingan antara harga maksimum

warna pada citra hasil filtering dengan kuantitas gangguan (noise), yang dinyatakan dalam

satuan desibel (dB). Nilai PSNR ditentukan oleh besar atau kecilnya nilai MSE yang

terjadi pada citra. Semakin besar nilai PSNR, semakin baik pula hasil yang diperoleh pada

tampilan citra hasil. Sebaliknya, semakin kecil nilai PSNR, maka semakin buruk pula hasil

yang diperoleh pada tampilan citra hasil. Secara matematis, nilai PSNR dapat dirumuskan

pada persamaan 12:

� = log ...(12)

Keterangan :

PSNR: nilai Peak Sgnal to Noise Ratio

MSE : nilai Mean Squared Error

255 : nilai skala keabuan citra

2.10.3 Running time

Proses waktu dari awal sampai akhir waktu biasa disebut dengan running time. Jika nilai

running-time semakin kecil maka waktu yang digunakan untuk proses akan semakin

cepat, dan sebaliknya jika nilai running time semakin besar waktu yang digunakan untuk

proses akan semakin lama (Nasir, 2014). Formula untuk mengestimasi running time T(n)

suatu program diumuskan pada persamaan

T(n) cop C (n) ... (13) Keterangan:

T(n) = running time

cop = waktu eksekusi sebuah basic operation

C (n) = jumlah basic operation

(25)

2.10 Penelitian yang Relevan

Berikut ini beberapa penelitian yang berkaitan dengan Metode Harmonic Mean Filter dan

Metode Fuzzy C Means Clustering:

1. Dalam penelitian oleh Nasir (2014) dengan judul “Implementasi Harmonic Mean

Filter untuk Mereduksi Noise pada Citra BMP dan PNG”. Harmonic Mean Filter

lebih baik digunakan pada citra dengan Gaussian Noise dibandingkan dengan citra

dengan Salt and Pepper Noise, baik itu dalam format .bmp maupun .png jika dilihat

berdasarkan nilai MSE dan PSNR-nya.

2. Pada penelitian oleh Prayudha, Muhammad (2011) dengan judul “Perancangan

Perangkat Lunak Segmentasi Citra Dengan Menggunakan Metode Fuzzy Clustering”.

Proses Clustering dapat menggunakan beberapa pusat cluster.

3. Pada penelitian oleh Chairy, Amalia (2014) dengan judul “Implementasi

Perbandingan Metode Harmonic-Mean Filter dan Contraharmonic-Mean Filter untuk Mereduksi Noise Pada Citra Digital”. Harmonic Mean Filter lebih baik dalam

Gambar

Gambar 2.1.menunjukan sebuah citra digital dan nilai dari pixel citra
Gambar 2.2 Contoh Citra Biner
Gambar 2.3. Contoh Citra Grayscale
Gambar 2.4.Contoh Citra berwarna (RGB)
+3

Referensi

Dokumen terkait

bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana  dimaksud  dalam  huruf  a  dan huruf  b  serta  untuk  melaksanakan  ketentuan  Pasal  21  ayat  (1)  Peraturan

Perencanaan Sistem Manajemen Mutu E.. Tanggung jawab, wewenang dan komunikasi

(1) Penutupan rekening di lingkungan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dapat dilakukan terhadap rekening yang tidak dibuka oleh bendahara unit kerja pengelola

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Metrologi pada Dinas

(2) Seksi Evaluasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan pelaksanaan program pemberdayaan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Bantul Nomor 34 Tahun

(2) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur menghimpun dan memeriksa kebenaran penerima bantuan kesejahteraan yang diusulkan oleh Bupati atau pejabat yang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bantul tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Bantul Nomor 17