• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Dalam Bisnis Internasional dpcx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika Dalam Bisnis Internasional dpcx"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Etika Dalam Bisnis Internasional

BAB 9

ETIKA DALAM BISNIS INTERNASIONAL

Berulang kali dapat kita dengar bahwa kini kita hidup dalam era globalisasi ekonomi: kegiatan ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua negara tercantum dalam “pasar” sebagaimana dimengerti sekarang dan merasakan akibat pasang surutnya pasar ekonomis. Gejala globalisasi ekonomi ini bisa berakibat positif maupun negatif. Disatu pihak globalisasi dapat meningkatkan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan antara bangsa-bangsa dan dengan demikian melanjutkan tradisi perdagangan internasional sejak dulu. Di lain pihak, gejala yang sama bisa berakhir dalam suasan konfrontasi dan permusuhan, kerna mengakibatkan pertentangan ekonomi dan perang dagang, melihat kepentingan-kepentingan raksasa yang di pertaruhkan di situ.

Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek etis yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diber perhatian khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Dalam bab ini akan dibaha beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis pada taraf internasional.

Norma-Norma Moral yang Umum Pada Taraf Internasional?

Richard De George menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang harus kita lakukan jika di bidang bisnis norma moral di negara lain berbeda dengan norma-norma yang kita anut, yaitu:

1. Menyesuaikan diri

Seperti peribahasa Indonesia: “Dimana bumi berpijak, disana langit dijunjung”. Maksudnya adalah kalau sedang mengadakan kegiatan ditempat lain bisnis harus menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di tempat itu. Diterapkan di bidang moral, pandangan ini mengandung relativisme ekstrem.

2. Rigorisme moral

(2)

tempat lain. Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan rigorisme moral ini adalah bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang bersifat umum. Yang buruk di satu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di tempat lain.

3. Imoralisme naif

Menurut pandangan ini, dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang pada norma-norma etika. Memang kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum tetapi selain itu, kita tidak terikat oleh norma-norma moral. Malah jika perusahaan terlalu memperhatikan etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya saingnya akan terganggu. Perusahaan-perusahaan lain yang tidak begitu scrupulous dengan etika akan menduduki posisi yang lebih menguntungkan. Sebagai argumen untuk mendukung sikap itu sering dikemukakan: “semua perusahaan melakukan hal itu”.

Masalah “Dumping” Dalam Bisnis Internasional

Yang dimaksudkan dengan dumping adalah menjual sebuah produk dalam kuantitas besar di suatu negara lain dengan harga dibawah harga pasar dan kadang-kadang malah di bawah biaya produksi. Yang akan merasa keberatan terhadap praktek dumping ini bukannya para konsumen, melainkan para produsen dari produk yang sama di negara di mana dumping dilakukan. Dumping produk bisa diadakan dengan banyak motif yang berbeda. Salah satu motif adalah bahwa si penjual mempunyai persediaan terlalu besar, sehingga ia memutuskan untuk menjual produk bersangkutan di bawah harga saja. Motif lebih jelek adalah berusaha untuk merebut monopoli dengan membanting harga.

(3)

Melanjutkan perbandingan tadi, sebagaimana kita memiliki metode-metode yang objektif dan pasti untuk membuktikan adanya bpraktek doping dalam bidang olah raga, demikian juga kita membutuhkan prosedur yang jelas untuk memastikan adanya dumping. Kita membutuhkan suatu instansi supranasional yang sanggup bertindak dan sekaligus diakui sebagai wasit yang objektif. Tetapi dalam situasi dunia sekarang instansi seperti itu belum dimungkinkan. Dalam rangka Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah dibuat sebuah dokumen tentang dumping, tetapi hanya sebagai model untuk membuat peraturan hukum di negara-negara anggotanya.

Aspek-Aspek Etis Dari Korporasi Multinasional

Yang dimaksud dengan korporasi multinasional adalah perusahaan yang mempunyai investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi perusahaan yang mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, dengan demikian belum mencapai status korporasi multinasional (KMN), tetapi perusahaan yang memiliki pabrik di beberapa negara termasuk di dalamnya. Kita semua mengenal KMN seperti Coca-Cola, Johnson & Johnson, AT & T, General Motors, IBM, Mitsubishi, Toyota, Sony, Philips, Unilever yang mempunyai kegiatan di seluruh dunia dan menguasai nasib jutaan orang.

Karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar dan karena beroperasi di berbagai tempat yang berbeda dan sebab itu mempunyai mobilitas tinggi, KMN menimbulkan masalah-masalah etis sendiri. Di sini kita membatasi diri pada masalah-masalah yang berkaitan dengan negara-negara berkembang. Tentu saja, negara-negara berkembang sudah mengambil berbagi tindakan untuk melindungi diri. Misalnya, mereka tidak mengijinkan masuk KMN yang bisa merusak atau melemahkan suatu industri dalam negeri. Beberapa negara berkembang hanya mengijinkan KMN membuka suatu usaha di wilayahnya, jika mayoritas saham (sekurang-kurangnya 50,1%) berada dalam tangan warga negara setempat.

Karena kekosongan hukum pada taraf internasional, kesadaran etis bagi KMN lebih mendesak lagi. De George merumuskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak dalam konteks ini. Tujuh norma pertama berlaku untuk semua KMN, sedangkan tiga aturan terakhir terutama dirumuskan untuk industri berisiko khusus seperti pabrik kimia atau instalasi nuklir. Sepuluh aturan itu adalah:

1. Korporasi Multinasional tidak boleh dengan segaja mengakibatkan kerugian langsung.

(4)

3. Dengan kegiatannya, Korporasi Multinasional itu harus memberi konstribusi kepada pembangunan negara di mana ia beroperasi.

4. Korporasi Multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua karyawannya.

5. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, Korporasi Multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama dengannya, bukan menentangnya.

6. Korporasi Multinasional harus membayar pajak yang “fair”.

7. Korporasi Multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam mengembangkan dan menegakkan “background institutions” yang tepat.

8. Jdhsa

9. Jika suatu Korporasi Multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia wajib menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.

10. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang, Korporasi Multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa, sehingga dapat dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum berpengalaman.

Masalah Korupsi Pada Taraf Internasional

Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun perhatian yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis terutama diarahkan kepada konteks internasional. Masalah korupsi dapat menimbulkan kesulitan moral besar bagi bisnis internasional, karena di negara satu bisa saja dipraktekkan apa yang tidak mungkin diterima di negara lain. Berdasarkan pemikiran De George, terdapat empat alasan mengapa praktek suap harus dianggap tidak bermoral.

(5)

pesaing mempunyai produk sama baik dengan harga lebih menguntungkan, tidak sedikit pun dapat mempengaruhi proses penjualan. Karena itu baik yang memberi suap maupun yang menerimanya berlaku kurang fair terhadap orang bisnis lain. Pasar yang didistorsi oleh praktek suap adalah pasar yang tidak efisien. Karena praktek suap itu, pasar tidak berfungsi seperti semestinya.

 Alasan kedua adalah bahwa orang yang tidak berhak, mendapatkan imbalan juga. Dalam sistem ekonomi kita, mereka yang bekerja atau berjasa mendapat imbalan.

 Alasan ketiga berlaku untuk banyak kasus suap di mana uang suap diberikan dalam keadaan kelangkaan. Misalnya, dalam keadaan kekurangan kertas seorang penerbit mendapatkan persediaan kertas baru dengan memberi uang suap. Pembagian barang langka dengan menempuh praktek suap mengakibatkan bahwa barang itu diterima oleh orang yang tidak berhak menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak menjadi tidak kebagian. Hal ini jelas bertentangan dengan asas keadilan.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pertahanan Negara dikembangkan untuk menghadapi segala bentuk ancaman yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa,

Hasil penelitian menunjukkan parameter statistik entropy dengan standart error menggunakan variasi kernel Radial Basis Function (RBF), Polynomial dan Linear

Pengajaran model adalah pengajaran yang dilakukan praktikan dengan cara mengamati guru pamong mengajar. Kegiatan ini juga dilakukan pada minggu pertama PPL II. Hal ini

[r]

Simulasi yang sama dilakukan untuk mesin 2 s/d mesin 7 dimana menunjukkan bahwa tanpa metoda Linear quadratic Regulator (LQR), perubahan frekuensi pada masing- masing

(2) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Return On Asset, Debt to Equity Ratio, dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Perusahaan LQ 45 yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)”

1. Semua anak kelas X berpakaian seragam Pramuka, artinya setiap anak kelas X memakai seragam Pramuka. Ada bilangan prima yang genap, artinya di antara seluruh bilangan prima