HASIL PENELITIAN
IbM KELOMPOK TANI PENGOLAHAN PISANG KELAPA DAN UBI-UBIAN DI DESA MERBAUN KECAMATAN AMARASI BARAT
KABUPATEN KUPANG NTT DALAM KAJIAN FAKTOR PENENTU KUALITAS MAKANAN SEMI BASAH JAM
Zainal Abidin
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana
Jl. Adisucipto Penfui, Kotak Pos 104, Kupang 85001,NTT
Email: faperta@undana.ac.id, Telp./Fax. (0380) 881085, http://www.Undana.ac.id
ABSTRAK/ABSTRACT
Aplikasi Prosedur Operasional Standar (POS) dalam pelaksanaan IbM pada Kelompok Tani
Pengolahan Pisang, Kelapa dan Ubi-Ubian telah dilaksanakan di Desa Merbaun Kecamatan Amarasi Barat Kabupaten Kupang. Penerapan POS ini bertujuan untuk memperoleh produk olahan berbasis pisang, kelapa dan ubi-ubian yang berkualitas, tahan lama dalam penyimpanan, aman dikonsumsi dan disukai konsumen. POS meliputi tahapan hygiene dan sanitasi bahan utama dan bahan tambahan, air yang digunakan, peralatan proses dan kemasan, sortasi bahan utama dan bahan tambahan, perbersihan bahan, pemisahan bagian yang tidak digunakan, pengecilan ukuran, penentuan komposisi bahan yang tepat, penentuan dosis/konsentrasi masing-masing bahan, blancing, proses pencampuran dengan bahan tambahan, pemasakan (penetapan suhu dan waktu), degassing, sterilisasi, pengemasan, pelabelan dan penyimpanan dengan persyaratan tertentu. Kajian ini difokuskan pada makanan semi basah (intermediate moisture food) yaitu selai/jam yang dibuat dari kelapa muda dan sirsak. Berdasarkan hasil analisis laboratorium dan analisis organoleptik menunjukkan bahwa factor penentu/variabel kualitas selai dapat dikendalikan sesuai dengan kriteria/syarat yang telah ditentukan untuk produk selai yang telah disimpan selama 2,5 bulan. Total mikroba selai rendah dan aman untuk dikonsumsi dan disimpan yaitu 1,91 x 10 5 – 2,06 x 10 5. Kadar air
selai 42% masih dalam kisaran yang menjamin keawetannya. Total padatan terlarut 64,8 – 67,1 %. Kisaran total padatan terlarut ini memenuhi syarat agar selai stabil, tidak mudah hancur atau meleleh dan tidak keras atau tidak terjadi kristalisasi gula. pH selai 3,5; membuat karakter selai stabil. Evaluasi sensoris atau organoleptik dengan variable rasa, aroma, tekstur dan penampakan menunjukkan bahwa selai tersebut sangat disukai hingga disukai (skala Likert 5-4) dengan dengan total skor 26-27. Berdasarkan nilai dari variable-variabel pengamatan tersebut baik variable kimia, mikrobiologis dan organoleptik maka disimpulkan bahwa selai tersebut mempunyai kualitas yang tinggi, aman dikonsumsi, tahan lama dalam penyimpanan dan diterima oleh konsumen.
[ Kata Kunci: IbM, Jam, Selai, Kelapa, Sirsak, Makanan Semi Basah ]
Abidin, Z. 2014. Study In Quality Determinants Of Jam Intermediated Moisture Food On The Farmers Group (Ibm) Of Processing The Banana, Coconut And Cassava Tuber In Merbaun Village, Subdistrict West Amarasi, Kupang Regency, East Nusa Tenggara. LEGUMINOSAE 20 (2): 83 – 93.
Application of Standard Operating Procedures (SOP) in the implementation of IbM at
storage with certain requirements. This study focuses on the semi-solid foods (intermediate moisture food) that is jam made from young coconut and sour soup. Based on the result of laboratory analysis and organoleptic shows that the determinant factor/variable quality of jam can be controlled in accordance with the requirements that have been defined for the jam that has been stored for 2.5 months. Total microbial jam low and kept safe for consumption and that is 1.91x 105 to 2.06 x 10 5; 42% water contents jam is still in the range that ensures
durability. Total soluble solids from 64.8 to 67.1 %. The range of total dissolved solids in order to qualify jam is stable, not easily crushed or melted and not hard or sugar crystallization does not occur. pH of jam 3,5 kept of the stability of jam properties. Sensory or organoleptic evaluation with variable flavor, aroma, texture and appearance suggest that the jam highly favored to favored with a total score of 25-30. Based on the value of the observation variables either variable chemical, microbiological and organoleptic then concluded that the jam has a high quality, safe for consumption, durable in storage and received by consumers.
[ Key Words : IbM, Jam, Coconut, Sour Soup, Intermediated Moisture Food ] PENDAHULUAN
Komoditi pertanian yang dihasilkan oleh petani di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih kecil nilai tambahnya bila dilihat dari segi ekonomi. Disamping itu tidak tahan lama dalam penyimpanan, mudah rusak, cepat busuk, nilai gizi tidak lengkap, cita rasa dan penampakan kurang menarik. Hal ini terjadi karena komoditi tersebut dijual dalam bentuk glondongan atau pengolahannya sedikit sekali bahkan ada yang belum diolah. Padahal dengan aplikasi teknologi pengolahan hasil pertanian maka nilai tambahnya dari segi ekonomi meningkat, tahan lama dalam penyimpanan atau dapat disimpan hingga beberapa bulan bahkan tahun, tidak mudah rusak, tidak mudah busuk, penampakan dan cita rasa menarik; disamping nilai gizinya juga dapat ditingkatkan dengan metode fortifikasi melalui bahan tambahan makanan yang fungsional seperti antioksidan, antibiotic, vitamin dan mineral lengkap.
Pengolahan komoditi pertanian tersebut di NTT belum baik atau belum tepat sehingga kualitasnya rendah dan tidak tahan lama dalam penyimpanan. Hal ini disebabkan karena petani atau Home industry belum menerapkan Prosedur Operasional Standar yang tepat dalam pengolahannya menjadi makanan dan minuman. Disamping itu selama ini Pemerintah daerah hanya memfokuskan pada produksi (on farm) dan melupahan
pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi pengolahan hasil pertanian (off Farm) sehingga pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang teknologi tersebut rendah.
air, juga bermanfaat untuk mereduksi jumlah populasi mikroba kontaminan, membentuk flavor, warna dan membentuk tekstur. sedangkan secara kimia menggunakan bahan-bahan humektan yang dapat mengikat air sehingga kadar air bebas dalam bahan pangan/produk pangan olahan dapat menurun dan tidak dapat IMF. IMF adalah golongan makanan yang kandungan airnya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah dan awet dalam penyimpanan dengan kadar yaitu 20% 50% dan dengan Aktivitas Air (Aw) 0,7 -0,9 . Berdasarkan pengalaman Aw makanan semi basah umumnya < 0,8. Dengan Aw yang rendah ini menunjukkan bahwa air yang ada dalam produk pangan tersebut tidak dapat digunakan oleh yaitu gula, garam dan tepung. Gula yang digunakan dapat berbentuk monosakarida, disakarida maupun polisakarida. Golongan gula yang dapat diaplikasi baik dalam bentuk padat maupun sirup yaitu glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa, mannose, selobiosa, sorbitol, mannitol,xilitol, gliserol, gliserin. Gula-gula ini disamping dapat menurunkan Aw, juga memperbaiki cita rasa, penampilan, kalori dan memperbaiki sifat fisik produk olahan.
Salah satu produk olahan yang dikaji yaitu selai atau jam. Produk ini di pasaran cukup mahal dan bisa menjadi usaha home industry yang layak atau feasible. Produk ini dapat dibuat dari
buah-buah, kacang-kacangan dan coklat. Buah-buahan yang bisa digunakan yaitu sirsak, mangga, nangka, nenas, mente, kelapa muda dan lain-lain.
Proses pembuatan produk olahan hasil pertanian yang dilakukan oleh masyarakat/kelompok tani seperti selai/jam sering tidak mengikuti Prosedur Operasional Standar (POS) yang tepat. Akibatnya produk olahan tersebut kualitasnya rendah, tidak tahan lama dalam penyimpanan dan kurang disukai konsumen. Padahal dengan penerapan POS yang tepat akan diperoleh produk olahan yang berkualitas tinggi.
POS dalam proses pengolahan selai meliputi: Penerapan POS ini bertujuan untuk memperoleh produk olahan berbasis pisang, kelapa dan ubi-ubian yang berkualitas, tahan lama dalam penyimpanan, aman dikonsumsi dan disukai konsumen. POS meliputi tahapan hygiene dan sanitasi bahan utama dan bahan tambahan, air yang digunakan, peralatan proses dan kemasan, sortasi bahan utama dan bahan tambahan, perbersihan bahan, pengecilan ukuran, penentuan komposisi bahan yang tepat, penentuan dosis/konsentrasi masing-masing bahan, blancing, proses pencampuran dengan bahan tambahan, pemasakan (penetapan suhu dan waktu), degassing, sterilisasi, pengemasan, pelabelan dan penyimpanan dengan persyaratan tertentu.
Buah kelapa muda dan sirsak
telah disortasi
Pencucian buah I
Pembilasan 1% SO
2/Perendaman NaOCl
0,4%; 5 menit
Pencucian buah II
Pengupasan buah, pemotongan
daging buah
dan pengeluaran biji dan
pengukusan 15 menit
Diblender hingga hancur+air matang (1:0,25)
selama 3 menit
Air matang relatif no diperlukan if buah
memiliki air yg cukup
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada POS/alur proses pada Gambar 1 di bawah ini. Analisis variable pengamatan dilakukan di laboratorium Faperta Undana Kupang. Analisis total mikroba menurut [11] dengan metode tuang cawan (Standard Plate Count/Pour Plate), kadar air dengan
Gambar 2. Prosedur operasional standar/Teknologi
tepat guna/alur proses produksi Selai/Jam
buah-buahan
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Organoleptik atau Kualitas
Sensoris Selai KelapaMuda dan Sirsak
Sifat yang menentukan diterima atau tidaknya suatu produk dalam suatu penilaian adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah penglihatan. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan [20].
Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.
Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk,
misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.
Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
Tujuan diadakannya uji
organoleptik terkait langsung dengan selera. Setiap orang di setiap daerah memiliki kecenderungan selera tertentu sehingga produk yang akan dihasilkan harus disesuaikan dengan selera komsumen. Tujuan uji organoleptik adalah untuk: pengawasan mutu, bahan mentah, produk dan komoditas; perbaikan produk; membandingkan produk dengan konsentrasi yang berbeda dan evaluasi penggunaan bahan, formulasi dan peralatan baru.
Berdasarkan hasil analisis organoleptik terhadap sampel selai kelapa muda dan sirsak yang dibuat kelompok tani berdasarkan POS pembuatan selai/jam dan didampingi oleh Tim Pelaksana IbM LPM Undana dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:
Table 1. Hasil analisis organoleptik sampel selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan selama 2,5 bulan
Panelis Rasa Tekstur Aroma Penampakan Keterangan
1 5 5 5 4 5= sangat suka/sangat enak/sangat
bagus/sangat menarik
2 4 4 4 5 4= suka/enak/ bagus/menarik
3 5 4 5 5 3= agak suka/agak enak/agak bagus/agak
menarik
4 4 4 5 4 2= tidak suka/tidak enak/tidak bagus/tidak
menarik
5 4 5 4 5 1= sangat tidak suka/sangat tdk
enak/sangat tdk bagus/sangat tdk menarik
6 4 5 4 4
Total skor
26 27 27 27
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa variable/sifat organoleptik selai kelapa muda dan sirsak yang meliputi rasa, aroma, tektur dan penampakan; penerimaan panelis berkisar antara sangat suka hingga suka (skala Likert 5 – 4). Hal ini memberikan gambaran bahwa walaupun telah disimpan selama 2,5 bulan kualitas organoleptiknya tetap tinggi tetap disukai konsumen. Kualitas organoleptik yang tinggi ini tidak terlepas dari penerapan POS/teknologi Tepat Guna dan pendampingan oleh Tim IbM. Parameter
organoleptik merupakan parameter subyektif yang sangat penting karena menyangkut selera konsumen. Semakin tinggi penerimaan konsumen maka mutu suatu produk semakin tinggi atau semakin laku di pasaran. Selera konsumen tidak selalu dikaitkan dengan kandungan gizi dari suatu produk makanan atau minuman. Walaupun gizinya tidak terlalu tinggi (mutu objektif) bila disukai konsumen maka mutu organoleptiknya nya akan tinggi yang diikuti oleh harganya yang bersaing dan laku di pasaran.
Untuk usaha dagang atau bisnis; angka penjualan yang tinggi akan membuat usaha tersebut berjalan tetap
berlangsung baik dan usaha tersebut akan
berkembang. Perusahan dapat
menggerakkan usahanya dan melakukan perencanaan yang tepat akan produksi dan penjualan serta keuntungannya.
Kadar Air Selai kelapa Muda dan Sirsak
Kadar air merupakan variable yang penting untuk makanan semi padat. Kadar air berkorelasi yang kuat dengan kerusakan kimia dan mikrobiologis produk. Kadar air berkaitan dengan Aw produk; yaitu kandungan air yang masih bisa digunakan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak. Kadar air tersebut pemicu kerusakan produk karena digunakan oleh mikroba sebagai sebagai media pelarut untuk memetabolisme substrat sebagai sumber energi. Akibat produk cepat rusak atau tidak tahan lama dalam penyimpanan. Akibat aktivitas mikroba produk tersebut menjadi busuk dan bila mikrobanya menghasilkan toksin maka akan mengganggu kesehatan konsumen bahkan menyebabkan kematian. Kadar air selai berdasarkan analisis laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Kadar air produk selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan selama 2,5 bulan
Produk olahan Kadar air (%)
Ulangan
1 2
Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air selai kelapa muda dan sirsak rata-rata 42%. Kadar air tersebut masih dalam kisaran kadar air yang disyaratkan oleh makanan semi basah yaitu 20 % - 50 % dengan Aw 0,7-0,9 [24]. Kadar air pada kisaran tersebut merupakan jaminan keawetan atau tahan lama dalam penyimpanan. Pada kadar air ini aktivitas mikroba penghasil toksin dan mikroba pembusuk ditekan aktivitasnya. Selai menggunakan gula sebagai bahan tambahannya. Dimana gula merupakan humektan yang akan mengikat air sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba [27].
pH Selai Kelapa Muda dan Sirsak
Dalam pembuatan selai, menggunakan asam sebagai pengendali pH system. Asam digunakan sebagai penguat rasa, memstabilkan karakter selai sehingga tidak mudah pecah, meleleh atau keras, pereduksi mikroba kontaminan baik mikroba pembusuk maupun mikroba penghasil toksin. Asam sebagai pengendali pH sistem sehingga pH berkisar antara 3,2-3,5 sebagai jaminan keamanan dari gangguan mikroba dan kestabilan karakter selai. pH yang rendah akan menonaktifkan enzim mikroba, merusak intisel mikroba sehingga mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembangbiak. pH selai kelapa muda dan sirsak dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3. pH produk selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan selama 2,5 bulan
Produk olahan pH
Ulangan
1 2
Selai kelapa muda dan sirsak 3,4 3,6
pH system berkisar antara 3,4 – 3,6 atau rata-rata 3,5. Kisaran pH tersebut masih dalam kisaran pH yang disyaratkan agar agar system menjadi stabil. Asam mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pembuatan selai berhubungan dengan pH system. pH system yang terlalu rendah maka selai akan keras. pH yang terlalu tinggi maka gel dalam selai tidak akan terbentuk. Asam terlalu banyak maka akan terjadi sineresis yaitu keluarnya cairan berberat molekul rendah dari dalam gel karena putusnya jaringan tiga dimensi yang membangun struktur gel dari selai. 1,5% dan tergantung pada kualitas pectin dan tingkat metilasinya [30]. Pectin akan membentuk gel dengan gula, asam dan air. Oleh karena itu kadar keempat komponen tersebut harus ditenttukan secara tepat agar diperoleh selai dengan kualitas yang baik dan stabil.
Dalam pembuatan selai digunakan natrium benzoate sebagai pengendali mikroba. Sodium benzoate akan aktif pada kisaran pH tersebut dan cukup efektif menekan pertumbuhan mikroba sehingga selai tidak cepat rusak.
diperpanjang. Natrium benzoat berbentuk kristal putih terasa manis, mudah larut dan efektif pada pH asam (pH 2,5-4). Aplikasi natrium benzoat pada kadar yang tepat tidak mempengaruhi rasa dan aroma produk. Natrium benzoat aktif pada pH 4 atau pH dibawahnya dengan kadar 0,05-0,1%; efektif terhadap khamir dan bakteri [8].
Mekanisme kerja benzoat
sebagai pengawet berdasarkan
permiabilitas membran sel mikroba terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi. Molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi akan mudah masuk ke dalam sel mikroba. Asam benzoat akan terdisosiasi di dalam sel mikroba karena banyak terdapat ion hydrogen. Akibatnya pH sel menjadi rendah maka organ sel mikroba menjadi rusak dan enzim menjadi tidak aktif karena terjadi hidrolisis pada protein enzim [5,8,26].
Natrium benzoat aktif pada lingkungan asam. Hal ini disebabkan pada pH netral dan basa; asamnya akan terurai menjadi ion-ionnya dalam pelarut sehingga menjadi impermiabel terhadap dinding sel dan kurang efektif menurunkan pH sel mikroba. Kadar aplikasi natrium benzoat harus diperhatikan karena akan mempengaruhi rasa; bila penambahan terlalu banyak akan menimbulkan rasa getir [2].
Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain [8,30].
Garam atau ester dari asam benzoat secara komersial dibuat dengan sintesis kimia. Bentuk aslinya asam benzoat terjadi secara alami dalam bahan gum benzoin. Natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk kristal atau serpihan dan lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat dan juga dapat larut dalam alkohol.
Total Padatan Terlarut Selai Kelapa Muda dan Sirsak
Total padatan terlarut yang disyaratkan untuk produk selai yaitu: 65-70% Brix [7]. Bila kadarnya lebih rendah dari kisaran tersebut maka selai akan menyebabkan sistem tersebut tidak stabil. Kondisi tersebut menyebabkan mutu organoleptiknya rendah dan akan ditolak oleh konsumen. Gula invert yang terbentuk selama pemanasan akan meningkatkan senyawa terlarut dalam bahan. Gula invert mempunyai kelarutan sirup glukosa. Hasil analisis Total Padatan Terlarut setelah disimpan selama 2,5 bulan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Total padatan terlarut produk selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan selama 2,5 bulan
Produk olahan Total Padatan Terlarut ( 0 Brix)
Ulangan
Selai kelapa muda dan sirsak 64,8 67,1
Masalah pecahnya gel atau gel sangat keras disebabkan tidak berimbangnya konsentrasi gula, pectin dan asam. Oleh karena itu dalam proses
45%. Kekurangan gula tersebut akan dilengkapi oleh gula yang dikandung oleh buah.
Total Mikroba yang Terkandung pada Selai Kelapa Muda dan Sirsak
Berdasarkan analisis laboratorium total mikroba selai kelapa muda dan sirsak
produk tersebut jumlahnya rendah sehingga cukup aman dikonsumsi setelah disimpan selama 2,5 bulan. Tidak adanya tanda-tanda kerusakan akibat aktivitas mikroba, tidak adanya perubahan citarasa dan aroma. Hal ini menjelaskan bahwa produk tersebut layak dikonsumsi. Total mikroba selai kelapa muda dan sirsak dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini:
Table 5. Hasil analisis total mikroba selai kelapa muda dan sirsak setelah disimpan selama 2,5 bulan
Produk Total Mikroba Keterangan
Ulangan
1 2
Selai kelapa muda dan sirsak 2,06 x 10 5 1,91 x 10 5
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa total mikroba selai kelapa muda dan sirsak rendah karena pada pengenceran 10-2 ; total mikroba telah bisa
dibaca oleh Standar Plate Count. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan tersebut rendah dan produk tidak akan cepat rusak oleh serangan mikroba. Total mikroba masih dalam kisaran yang ditoleransi yaitu 102 – 106. Kandungan total mikroba
yang rendah ini adanya hubungannya dengan bahan tambahan yang digunakan yang dapat menekan kerusakan karena mikroba.
Hal yang paling penting agar produk olahan dapat disimpan lama yaitu dalam proses pengolahannya mengikuti POS yang telah disepakati. Dalam POS tahap yang pertama yaitu sortasi bahan baku utama agar menggunakan bahan yang bermutu baik, tidak busuk dan tidak ada kerusakan fisik. Sortasi yang baik akan menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan tidak cepat rusak. Bahan baku yang bermutu baik saja yang dapat menghasilkan produk olahan yang
berkualitas tinggi. Teknologi pengolahan pangan tidak bisa meningkatkan mutu produk olahan bila bahan yang digunakan rusak, busuk atau berkualitas rendah.
Bahan tambahan yang digunakan yang dapat mengendalikan mikroba yaitu gula asam dan natrium benzoate. Ketiga bahan tersebut cukup efektif mengendalikan mikroba di bawah jumlah yang tidak efektif merusak mikroba. Gula dapat mengendalikan kadar air dan Aw. Asam mengendalikan pH system. Sedangkan natrium benzoate dapat membunuh mikroba [8].
Factor pengendali lain terhadap tingkat kerusakan produk yaitu dalam proses pengolahan harus menjaga sanitasi dan hygiene. Hygiene dan sanitasi menyangkut manusia sebagai pengelola, peralatan proses dan tempat atau ruang pengolahan harus selalu dijaga agar produk tidak terkontaminasi mikroba dan bahan-bahan berbahaya dan beracun. Bila hygiene dan sanitasi terjaga maka produk olahan yang dihasilkan tidak mudah rusak dan aman untuk dikonsumsi masyarakat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan kajian sebelumnya
Produk selai yang dibuat Kondisi ini aman dikonsumsi, tahan lama dalam penyimpanan. pH selai 3,5 membuat karakter selai stabil.
Hasil analisis kualitas
organoleptik yaitu variabel rasa, aroma, tekstur dan penampakan selai kelapa muda dan sirsak sangat disukai hingga disukai (Skala Likert 5 – 4) oleh panelis atau konsumen dengan Total Skor 26-27.
Saran
Saran-saran yang diberikan yaitu pemasakan sebaiknya dilakukan dalam
keadaan vakum kecuali untuk pengisian. Keuntungan pemasakan secara vakum yaitu: pemasakan dengan suhu rendah akan mempertahankan warna, cita rasa, aroma, keutuhan buah dan menghindari degradasi pektin berlebihan, menghindari terjadinya pemanasan setempat yang berlebihan pada bahan, terjadinya penetrasi gula ke dalam buah-buahan berlangsung lebih efektif dan mengurangi inversi sukrosa.
Factor hygiene dan sanitasi dalam proses pembuatan selai perlu diutamakan karena menyangkut safety food dan quality assurance.
DAFTAR PUSTAKA
1) Abidin, Z. 2009. Teknologi Pengolahan Buah-buahan Menjadi Produk Bernilai Ekonomi. Pelatihan Life Skill Guna Menciptakan Lapangan Kerja di Sektor Pertaniaan Bagi Tenaga Kerja Usia Produktif
3) Arenas.M.I dan Lozano, J.E. 1998. Measurement of Gel Point
Temperature and Modulus of Pectin Gel. J. Foof Sci. 63(6), 979-982.
4) Barisas, I. T.R.Rosett, Y.Goa, S.J. Smith and B.P.Klein. 1996. Enhanced Sweetness in Sweeteners – NaCl-Gum System. J. Foof Sci. 60 (3), 523-527.
5) Belitz, H.D and Grosh, W. 1986. Food Chemistry. Spinger Verslag. Berlin.
6) BPS NTT. 20011. Statistik Pertanian NTT. BPS NTT. Kupang.
7) Brockmann, M.C. 1990.
Development of Intermediate Moisture Foods for Millitary Use. J. Food Technology, 24, 896-900.
8) Buckle, K.A. R.A.Edwards, G.H.Fleet and M.Watton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
9) Buyung , 2011. Pembuatan Dodol. http: // pembuatan - dodol diakses tanggal 25 Oktober 2012.
11) Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
12) Farida ,I. 2002. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat
Dodol Rumput Laut.http://
www.google.com // psb= kimia+ pengeringan+ basah diakses tanggal 6 Januari 2013.
13) Fennema, O.R. 1976. Principle of Food Science. Marcell Dekker Inch. New York.
14) Haryadi, 1998. Pengaruh Jenis Pengekstrak dan Pati Terhadap Sifat Gel Cincau yang Dibuat dengan Ekstraksi dan Pemasakan Optimal. Agritech. UGM. Yogyakarta.
15) Hatta, R. 2012. Studi Pembuatan Dodol dari Rumput laut Dengan Penambahan Kacang Hijau .http//www.google.com = Tepung + Beras + Ketan diakses tanggal 15 Januari 2013.
16) Herdiana,F.2003. Pembuatan Rumput Laut untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan Pada Selai dan Dodol) http: //Makalah- Pembuatan –Dodol .html diakses tanggal 26 Oktober 2012.
18) Ilma, N. 2012. Studi Pembuatan
Dodol Buah Degan
http//repository/12345678/1906/studi % 20 pembuatan % 20 Dodol Buah Dengan diakses tanggal 13 Februari 2013. Chapman and Hall, ITP. New York.
21) Menegristek, 2001. Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tentang Pengolahan Pangan. Jakarta.
22) Mileiva, S. 2007. Evaluasi Mutu Cookies Garut Yang Digunakan Pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil.
24) Purnomo, H., 1992. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UB Press. UB Malang.
25) Sudarmadji, dkk. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertaniaan, Liberty Yogyakarta.
26) Susanto, H.T. 1993. Teknologi Hasil Pertanian. FTP. UB. Malang.
27) Suyitno, 1998. Pengujian Sifat Fisik Bahan Pangan. PAU-Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta’
28) Wahyu, F. 2009. Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan (pembuatan dodol). http: // www. Laporan- Praktikum-Teknologi-Pengolahan.html .diakses tanggal 24 Oktober 2012.
Sifat Dodol Rumput Laut.http://www.google.com diakses tanggal 5 Januari 2013.