• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Sosial dalam Menerapkan Sistem P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prinsip Sosial dalam Menerapkan Sistem P"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MANAJEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN “Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam

Penerapan PHT”

Disusun oleh:

Anifatuz Z. 135040200111034

Aprilia Nur Andhini 135040201111047 Isnaini Rahmawati 135040200111372 Ani Nurin Nikmah 135040201111187 Firmanda Rizky H 135040201111009 Lina Wahyu Hapsari 135040201111171 Ahmad Thoriqussalam 135040201111171

Kelas A

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(2)

PRINSIP SOSIAL YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENERAPAN PHT

PENDAHULUAN

Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM) merupakan komponen integral dari Sistem Pertanian Berkelanjutan. PHT bertujuan tidak hanya mengendalikan populasi hama tetapi juga meningkatkan produksi dan kualitas produksi serta meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani. Cara dan metode yang digunakan adalah dengan memadukan teknik-teknik pengendalian hama secara kompatibel serta tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu merupakan suatu pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beranekaragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan (Smith, 1978). Sedangkan menurut Bottrell 1979, PHT adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama, yang dapat menjamain hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi, dan sosiologi.

(3)

digunakan dalam PHT. Sebagian teknologi pengendalian tersebut telah lama diketahui dan digunakan, akan tetapi ada juga yang relatif baru.semua teknologi pengendalian tersebut memerlukan penelitian lebih lanjut yang ditujukan kepada penyempurnaan dan perpaduannya dalam sistem PHT.

PEMBAHASAN

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam Penerapan PHT, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pengalaman Petani

Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) dapat menjadi alternatif perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit tanaman. PHT merupakan sistem pengendalian OPT melalui manajemen agroekosistem, sehingga ekosistem tidak mendukung peningkatan populasi OPT. Sistem PHT dapat diserap petani melalui sistem sosial masyarakat petani yang mempedulikan kondisi ekologis dalam pengelolaan dan perawatan tanaman budidaya. Menurut Istiantoro dkk. (2013), secara bersama-sama atau serentak, faktor-faktor sosial ekonomi yang meliputi pengalaman bertani, pendidikan formal dan pendidikan non formal berpengaruh sangat signifikan terhadap pengendalian hama dan penyakit padi sawah. Secara parsial, pengalaman bertani berpengaruh signifikan terhadap pengendalian hama dan penyakit padi sawah.

Pengalaman petani dalam melakukan usahatani berpengaruh terhadap serapan teknik pengendalian hama dan penyakit dari sistem pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT). Dimana, pengalaman dalam bertani mampu meningkatkan pemahaman petani akan karakter dari OPT yang seringkali menyerang tanaman budidaya.

Menurut Istiantoro dkk. (2013), pengalaman bertani yang lama cenderung mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang pengendalian hama penyakit padi sawah lebih banyak dibandingkan dengan petani yang belum lama membudidayakan padi sawah.

(4)

ini sesuai pendapat Soekartawi (1988) yang menyatakan bahwa pengalaman kursus yang dimiliki seseorang akan ikut mempengaruhi kecepatan dalam mengambil keputusan, karena dari kursus atau pelatihan di bidang pertanian akan diperoleh tambahan pengetahuan dan kecakapan dalam pengelolaan usaha. Terdapat korelasi antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku petani dalam pengendalian hama dimana semakin tinggi pengetahuan petani cendrung akan bersikap positif dan cendrung akan berperilaku baik dalam menerapkan Konsep PHT untuk mengendalikan hama.

Hasil penelitian Kansrini (2009), Sikap petani terhadap inovasi teknologi sangat tergantung dari pengetahuan dan pengalaman lapangan mereka. Sikap petani responden dalam melakukan pengendalian hama PBK masing-masing bersikap Positif/Setuju (83,33%), Negatif (16,67%). bahwa , petani tidak ragu-ragu terhadap penerapan pendekatan Konsep PHT dalam mengendalian hama PBK.

Pengalaman petani bukan merupakan faktor tunggal yang mempengaruhi penerapan sistem PHT, namun seringkali pengalaman petani dalam budidaya pertanian berkorelasi dengan faktor internal petani. Dimana, pengalaman petani juga dipengaruhi oleh sikap petani terhadap pengetahuan baru. Apabila, petani memiliki keterbukaan terhadap pengetahuan baru maka akan mempermudah suatu sistem PHT diterapkan dalam perlindungan tanaman.

(5)

melalui interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain.

Individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapi. Diantaranya berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi di dalam diri individu (Azwar, 2000). Sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya. Sikap petani dapat dilihat dari kekosmopolitan responden yang dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan serta pemanfaatan media massa yang digunakan untuk memperoleh informasi.

2. Kesenjangan Gender dalamTingkat Interaksi Sosial di Dunia Pertanian

Interaksi sosial merupakan salah satu faktor sosial yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT). Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya. Semakin tinggi frekuensi petani berinteraksi dengan lingkungannya, maka akan banyak informasi yang didapat salah satunya mengenai pengendalian hama terpadu. Kegiatan interaksi sosial yang dapat mendukung berhasilnya penerapan sistem pengandalian hama terpadu di kalangan petani salah satunya yaitu dengan ikut serta dalam kelompok tani ataupun mengikuti sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SL PHT). Dengan ikut serta dalam kelompok tani ataupun mengikuti sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SL PHT) maka petani akan dapat saling berinteraksi dan bertukar pikiran dengan petani lain ataupun dengan penyuluh.

(6)

kelompok tani lain serta penyuluh.Tingkat interaksi sosial petani baik dengan penyuluh, sesama anggota kelompok tani, tetangga atau sesama petani akan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan persepsidan pola pikir mengenai suatu sistem dalam kegiatan pertanian salah satunya yaitu sistem pengendalian hama terpadu. Semakin tinggi interaksi yang terjadi maka akan semakin banyak informasi dan pengetahuan yang diperoleh. Begitu juga sebaliknya, apabila seorang petani memiliki tingkat interaksi sosial yang rendah maka petani tersebut akan sulit untuk menerima informasi baru ataupun sistem baru sehingga mereka akan tetap memegang teguh apa yang mereka yakini benar. Namun pada kenyataannya tingkat interaksi sosial dalam dunia pertanian antara laki-laki dan perempuan tidaklah sama. Sebagai contohnya yaitu:

a) Pada tingkat masyarakat petani, kegiatan penyuluhan pertanian yang mengintroduksi IPTEK lebih banyak menjangkau petani laki-laki. Semua introduksi IPTEK pada program Latihan dan Kunjungan (Sistem LaKu), pendekatan kelompok hamparannya lebih luas laki-laki. Sementara dalam Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) pesertanya juga lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Akses perempuan dalam SLPHT dimungkinkan karena adanya tekanan internasional yang menghendaki petani perempuan dilibatkan dalam pelaksanaan Sekolah Lapang Hama Terpadu. Oleh karenanya, masih timbul dugaan kiranya hal tersebut berjalan karena tuntutan proyek dan bukan karena strategi dalam menjawab kebutuhan petani perempuan.

b) Di lingkungan kelembagaan pertanian, seperti di lingkungan perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan departemen sektoral keragaan perempuan dalam IPTEK jauh lebih rendah daripada laki-laki.

c) Di Departemen Pertanian dari total seluruh penyuluh yaitu 37.333 hanya ada 16,6% penyuluh perempuan.

(7)

inilah yang akan mempengaruhi pola berpikir, di mana petani yang memperoleh informasi yang terbatas maka pola berpikirnya juga akan tetap berorientasi pada apa yang mereka anggap benar dan apa yang sering mereka terapkan. Hal inilah yang dapat mempersulit diterapkannya sistem pengendalian hama terpadu pada seluruh lapisan petani.

3. Kebudayaan Petani

Kebudayaan adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun dan terus menerus. Menurut Selo Soemardjan kebudayaan merupakan hasil dari karya, rasa dan cipta. Begitu juga dengan kebudayaan dan masyarakat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan nyata yang selamanya merupakan dwi tunggal, yang mana tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan dan tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat.

Sejak diterima dan diterapkannya metode SLPHT tersebut, pengertian dan cakupan konsep PHT saat ini sudah berkembang sedemikian komprehensif dan rumit sehingga PHT tidak dapat diartikan hanya sebagai konsep teknologi pengendalian hama, yang berupaya memadukan berbagai teknik pengendalian hama. Sebagai teknologi pengendalian hama, PHT harus dapat dipertanggungjawabkan secara ekologi, ekonomi, sosial budaya, kemanusiaan, dan juga secara politik, sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep PHT tidak statistetapi selalu berkembang secara dinamis sesuai dengan sifat hakiki dinamika ekosistem dan sistem sosial ekonomi masyarakat. Konsep PHT tidak dapat dibatasi oleh disiplin ilmu, sektor pembangunan, daerah administrasi, bahkan oleh batas negara. Karena itu, pelaksanaan konsep PHT mutlak dilakukan secara terpadu dan lintas disiplin, lintas sektor, serta lintas daerah.

(8)

mengikuti SLPHT. Namun untuk terjadinya perubahan nyata perilaku dan kebiasaan petani dari yang konvensional menjadi perilaku PHT, tidak dapat dilakukan hanya dengan mengikuti SLPHT yang berlansung selama satu musim tanam atau sekitar 15 –20 kali pertemuan lapangan. Petani dengan kelompoknya masih memerlukan pendampingan dalam meningkatkan profesionalisme mereka sebagai petani PHT, yang mampu memproduksikan hasil pertanian yang berdaya saing tinggi. Kegiatan tindak lanjut atau pasca PHT sangat diperlukan agar kelompok petani yang selama SL digunakan sebagai forum belajar-mengajar dan mengembangkan pola kerjasama antar anggota kelompok menjadi forum, unit produksi, dan unit usaha/bisnis.

Pada praktek di lapangan pendekatan pemberdayaan petani melalui penerpan SLPHT sering mengalami hambatan dan tantangan dari sistem birokrasi administrasi yang ada, serta perbedaan persepsi mengenai pemberdayaan petani yang diikuti oleh pejabat dan petugas pemerintah, dunia industri, dan jga para peneliti termasuk akademisis universitas. Para stakeholders terutama pemerintah, dunia industri, dan para peneliti seharusnya memfungsikan diri mereka sebagai fasilitator bagi petani bukan sebagai penentu keputusan. Petani perlu diberi kesempatan dan kepercayaan untuk mengembangkan kepercayaan diri, kemandirian, serta kemampuan profesional mereka dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi diri mereka.

4. Bahasa/ Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok organisasi dan masyarakat menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan. Kegiatan komunikasi akan melibatkan interaksi sosial diantara individu, anggotra masyarakat atau kelompok masyarakat yang akan menghasilkan suatu pemikiran baru atau ide-ide baru. Ide-ide-ide baru tersebut selanjutnya akan diadopsi guna mengetahui layak tidaknya ide-ide tersebut diterapkan pada kondisi dan lingkungan tertentu. Komunikasi juga melibatkan bahasa, semakin mudah bahasa dimengerti maka akan semakin mudah ide-ide baru didapatkan.

(9)

harus memilih suatu alternatif baru untuk menggantikan sesuatu yang telah ada dan dilakukan sebagai suatu kebiasaan.

Adopsi ide-ide baru dalam hal ini adalah adopsi tentang teknik dan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dikalangan petani.Adopsi PHT ini didasarkan pada komunikasi antar petani maupun antar kelompok tani yang menghasilkan interaksi ke arah perubahan pengendalian hama. Semakin sering terjadi komunikasi atau interaksi diantara petani maka akan semakin berkembang pemikiran para petani kearah yang lebih baik untuk menciptakan kondisi pertanian yang semakin sehat yaitu dengan penerapan konsep PHT.Konsep PHT dibentuk dan dikembangkan dalam bentuk strategi dan teknik penerapan di lapangan sesuai dengan ekosistem dan sistem masyarakat setempat.Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pengetahuan yang harus diterapkan petani agar petani tidak terus menggunakan pestisida yang dapat merusak lingkungan. Pengendalian ini memiliki dasar ekologis dan menyandarkan diri pada faktor-faktor mortalitas alami seperti musuh alami dan cuaca serta mencari taktik pengendalian yang mendatangkan gangguan sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut. Selain komunikasi diantara petani, bahasa penyuluh dalam memberikan rekomendasi atau saran ke petani juga sangat berpengaruh pada muncul tidaknya konsep PHT ini dikalangan petani. Komunikasi tidak hanya antar petani tetapi juga antar kelompok tani dan antar anggota kelompok tani.

Menurut Mardikanto (1988), Komunikasi antarpribadi yang efektif, akan dapat memberikan peluang sebesar-besarnya kepada anggota untuk bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Melalui kerjasama dan partisipasi dari anggota kelompok maka inovasi-inovasi yang diinformasikan pemerintah melalui penyuluh dapat diserap dan diterapkan dengan baik oleh petani. Informasi akandiperoleh jika efektivitas komunikasi antarpribadi dapat terpenuhi, sehingga petani dapat ikut berpartisipasi dengan jelas.

(10)

sosial sangatlah penting untuk mengadakan tukar menukar pengetahuan dan mengembangkan kerjasama sehingga mampu mendorong keinginan dan partisipasi manusia untuk menembangkan diri menuju kehidupan yang lebih baik (Rachmadi, 1988)

Tujuan komunikasi pada hakikatnya adalah mengubah sikap (to change the attitude), mengubah opini atau pandangan (to change the opinion) atau mengubah perilaku (to change the behavior). Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai dengan tujuan yang ada (Liliweri, 1991). Dalam hal ini tujuannya yaitu penerapan teknik pengendalian hama terpadu guna menurunkan tingkat kerusakan lingkungan hidup. Sehingga untuk menerapkan teknik PHT diperlukan komunikasi antar pribadi yang efektif. Kegagalan proyek-proyek pemerintah, menurut Rahardjo (1989) dalam Hagul (1992), antara lain karena proyek-proyek tersebut tidak dikomunikasikan kepada masyarakat, padahal komunikasi dapat menciptakan partisipasi, keikutsertaan, dan rasa memiliki di kalangan masyarakat, khususnya di pedesaan. Melalui komunikasi, dapat dijelaskan tentang segala hak dan kewajiban setiap warga masyarakat di dalam proses pembangunan yang dilaksanakan, serta pada bagian kegiatan apa saja dimana mereka diharapkan partisipasinya, dan apa bentuk partisipasi yang diharapkan dari masyarakat, dengan demikian partisipasi dari masyarakat akan tampak (Mardikanto, 1988).

5. Umur

(11)

Makin muda petani biasanya lebih semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi (Negara, 2000). Petani yang berusia lanjut sekitar 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru dan inovasi, semakin muda umur petani, maka semakin tinggi semangatnya mengetahui hal baru, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk cepat melakukan adopsi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal adopsi tersebut (Kartasapoetra, 1994).

Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006).

6. Pendidikan

Masri Singarimbun dan D.H. Penny dalam Soekartawi (1999) mengemukakan bahwa banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Sudah tentu kecakapan tersebut akan mengakibatkan kemampuan yang lebih besar dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga. Tingkat tinggi rendahnya pendidikan petani akan menanamkan sikap yang menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan anjuran penyuluh. Tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi sehingga sikap mental untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pertanian kurang (Kusuma, 2006).

(12)

mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang tersedia (Kartasapoetra, 1994).

Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan usahataninya (Hasyim, 2006).

7. Frekuensi Penyuluhan

Menurut Soekartawi (1999) Bahwa agen penyuluhan dapat membantu petani memahami besarnya pengaruh struktur sosial ekonomi dan teknologi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, dan menemukan cara mengubah struktur atau situasi yang menghalangi untuk mencapai tujuan tersebut.

Semakin tinggi frekuensi mengikuti penyuluhan maka keberhasilan penyuluhan pertanian yang disampaikan semakin tinggi pula. Frekuensi petani dalam mengikuti penyuluhan yang meningkat disebabkan karena penyampaian yang menarik dan tidak membosankan serta yang disampaikan benar-benar bermanfaat bagi petani untuk usahataninya (Hasyim, 2003).

8. Prinsip Agama

Paradigma PHT berbasis ekologi lebih menekankan pengelolaan proses dan mekanisme ekologi lokal untuk mengendalikan hama daripada intervensi teknologi. Ekologi lokal yang dikemas ke dalam kearifan lokal (local wisdom) menjadi eco-farming melalui pemanfaatan mikroorganisme lokal untuk mendapatkan agen hayati yang sesuai untuk pengendalian hama. Selain itu, Pengendalian Hama Terpadu (PHT) diterapkan pada tanaman pangan, sayuran, dan perkebunan. Seperti halnya perintah-perintah agama bahwa Tuhan memberikan kenikmatan yang melimpah bagi manusia dalam Firman Allah dalam surah Abasa ayat 27 – 32 yang bermaksud :

“Lalu Kami tumbuhkan pada bumi biji-bijian (27) Dan buah anggur serta sayur-sayuran (28) Dan zaitun serta pohon-pohon kurma (29) Dan taman-taman yang menghijau subur (30) Dan berbagai-bagai buah-buahan serta bermacam-macam rumput. (31) Untuk kegunaan kamu dan binatang-binatang ternakan kamu(32).”

(13)

Salah satunya agama islam di dalam kitab Al-Qur’an dikatakan dalam Al Quran Surat Al A’raf [7], ayat 56, Allah SWT berfirman :

9. ننيننسنححمملحا ننمن ببيرنقن هنللنلا ةنمنححرن نلنإن اععمنطنون افعوحخن هموعمدحاون اهنحنلصحإن دنعحبن ضنرحلا يفن اودمسنفحتم لون

Artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

Namun, sistem PHT tersebut tidak serta merta diterima oleh masyarakat. Masyarakat berfikir jika tidak menggunakan pestisida maka tanaman mereka akan habis di makan hama. Mereka tidak berfikir bagaimana caranya mengendalikan hama tersebut tapi malah membunuhnya. Masyarakat yang faham dan mengerti tentang ayat diatas tetap melestarikan alam dengan membiarkan hama tetap hidup tapi mengendalikannya agar tidak menyerang tanaman budidaya mereka.

Kasus yang dihadapi dunia saat ini khususnya negara-negara berkembang. Mereka selalu berusaha untuk meningkatkan taraf hidup dan ekonomi rakyatnya sehingga mereka tidak sadar telah keterlaluan dalam mengekploitasi sumber alam yang akhirnya berimbas pada lingkungan. Tidak hanya eksploitasi dibidang pertambangan tetapi juga di bidang pertanian yang berusaha memaksimalkan keuntungan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi. Sehingga munculah krisis global. Untuk menanggulangi krisis global yang terus berlangsung beberapa budayawan dan pengamat sosial telah menaruh harapan untuk bangkitnya peran agama-agama.

(14)

optimisme akan munculnya peran yang dapat diberikan oleh agama-agama, surut ke belakang.

Hal tersebut menyebabkan petani yang beragama pun kurang mengetahui isu-isu lingkungan yang diakibatkan oleh sistem pertanian yang salah. Seharusnya, mereka tidak hanya membaca informasi atau kondisi konflik intern tetapi juga permasalahan lingkungan yang ada. Selain itu, kesadaran agama bagi setiap indivudu juga dibutuhkan karena dengan sadarnya peran mereka yang dijelaskan pada ajaran agama mereka masing-masing harusnya mereka sadar bahwa hidup tidak hanya mengejar uang dan untung dengan berbagai jalan apapun tetapi juga perlu memperhatikan adanya aspek lingkungan yang harus tetap dilestarikan dalam kegiatan berusaha tani. Al-Qur’an pun telah mengatur tata cara umat islam berperilaku. Namun, Keberagamaan dan keimanan Islam hampir-hampir tidak terpengaruh oleh arus ekonomi yang menjadi tuntutan kehidupan. Jadi, semua berpulang pada corak dan bentuk penghayatan keberagamaan manusia masing-masing. Bagi mereka yang mengerti aturan agama mereka maka mereka akan menjaga alam dan menerapkan sistem PHT tersebut. Berbanding terbalik jika mereka kurang sadar akan perintah agamanya makan mereka hanya akan berfikir matrealistis dan hanya menuntut keuntungan semata tanpa berfikir bagaimana kondisi alam saat ini (Nurcholis Madjid, Ulumul Qur’an: No. 1 vol. IV, 1993).

(15)

Azwar, Saifuddin, 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi ke 2, Cetakan ke IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hagul, P. 1992. Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Rajawali Jakarta dan Yayasan Dian Desa.

Istiantoro, A. N. Bambang dan T. R. Soeprobowati. 2013. Analisis Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Pengendalian Hama Dan Penyakit Padi Sawah Ditinjau Dari Sistem Pertanian Berkelanjutan. Jurnal EKOSAINS, Vol. V, No. 2, Juli 2013.

Kansrini, Yuliana. 2009. Kajian Pengetahuan Dan Sikap Petani Dalam Mengendalikan Hama Penggerek Buah Kakao (Pbk) Di Kecamatan Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang.

Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.

Mardikanto, Totok. 1988. Komunikasi Pembangunan. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Mugniesyah, Siti Sugiah M dan Pamela Fadhilah. 2001. Analisis Gender dalam Pembangunan Pertanian. Jakarta: Bappenas.

Rachmadi, D. 1988. Informasi dan Komunikasi dalam Percaturan Internasional. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.

Robiyan, Rendi,dkk. 2014. Persepsi Petani Terhadap Program SL-PHT dalam Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Usahatani Kakao. (Studi Kasus Petani Kakao di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu). Lampung: Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Vol 2, No 3, Hal 301-308.

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis dasar teori kultivasi adalah menonton televisi secara berlebihan dapat berdampak pada adanya kecenderungan untuk terlibat terhadap gambaran yang disajikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya total biaya produksi, Titik Pulang Pokok volume produksi fisik dan Titik Pulang Pokok harga, serta besarnya

LAYANAN DASAR BIMBINGAN UNTUK MENGEMBANGKAN KREATIVITAS SISWA SEKOLAH DASAR Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Peta Tipologi Zona WPU Kecamatan Kartasura Berdasar Aspek Fisik, Sosial dan Ekonomi Dilihat dari dominasi, zona peri-urban sekunder terdiri dari 8 desa pada WPU Kecamatan

(Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan bagi kalian) dapat dibaca iswatun dan uswatun (yang baik) untuk diikuti dalam hal berperang dan keteguhan

Penyidikan adalah “ serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta. mengumpulkan bukti yang dengan bukti

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan Kajian Fiskal Regional Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan, pertumbuhan potensial, ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan cash