• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2009-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2009-2013"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi BBLR

(2)

Pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970) dibuat keseragaman defenisi bayi menurut usia kehamilan, yaitu sebagai berikut:

a. Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari).

b. Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari).

c. Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih).

Dari pengertian tersebut BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu prematuritas murni dan dismaturitas. Disebut prematuritas murni jika masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasinya, biasa pula disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. Dismaturitas ialah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasinya. Artinya bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Menurut Manuaba (2005) persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Bentuk persalinan berdasarkan defenisi adalah sebagai berikut:

(3)

b. Persalinan buatan, bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar, contoh ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dan seksio caesaria.

c. Persalinan anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan ransangan.

Menurut Rustam yang dikutip oleh Syafrudin dan Hamidah (2009), diagnosis dan gejala klinik BBLR dibagi dua, yaitu sebagai berikut:

a. Sebelum bayi lahir.

Pada anamnesis sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, lahir mati, pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan, pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, pertambahan berat badan ibu sangat lambat tidak seperti seharusnya, sering dijumpai kehamilan denga oligohidramnion, hiperemesis gravidarum, dan perdarahan antepartum.

b. Setelah bayi lahir.

Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin, secara klasik tampak seperti bayi yang kelaparan. Tanda-tanda bayi ini ialah tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, verniks kaseosa sedikit atau tidak ada, kulit tipis, kering, berlipat-lipat, mudah diangkat. Bayi prematur, memiliki verniks kaseosa, jaringan lemak bawah kulit sedikit, menangis lemah, tonus otot hipotoni, kulit tipis, kulit merah dan transparan.

2.2 Masalah pada BBLR

(4)

pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler, hematologi, gastrointestinal, ginjal, dan termoregulasi (Maryunani dan Nurhayati, 2009).

2.2.1 Sistem pernafasan

Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernafas segera setelah lahir oleh karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, kekurangan surfaktan (zat di dalam paru yang diproduksi dalam paru serta melapisi bagian dalam alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat ekspirasi). Lumen sistem pernafasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan nafas, insufisiensi klasifikasi dari tulang thoraks, lemah atau tidak adanya gag refleks dan pembuluh darah yang imatur. Hal-hal inilah yang mengganggu usaha bayi untuk bernafas dan sering mengakibatkan gawat nafas (distress pernafasan).

2.2.2 Sistem neurologi (susunan saraf pusat)

Bayi dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan saraf pusat. Hal ini disebabkan antara lain, perdarahan intracranial karena pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia. Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat (SSP) yang diakibatkan karena kekurangan oksigen dan kekurangan perfusi/iskemia.

2.2.3 Sistem kardiovaskuler

(5)

penutupan ductus arteriosus, antara lain berupa kurangnya otot polos pembuluh darah, dan rendahnya kadar oksigen pada bayi BBLR.

2.2.4 Sistem gastrointestinal

Bayi dengan BBLR terutama yang kurang bulan umumnya saluran pencernaannya belum berfungsi seperti pada bayi cukup bulan. Hal ini diakibatkan antara lain karena tidak adanya koordinasi mengisap dan menelan sampai usia gestasi 33-34 minggu, kurangnya cadangan beberapa nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein, jumlah enzim yang belum mencukupi, waktu pengosongan lambung yang lambat dan penurunan/ tidak adanya motilitas, dan meningkatkan resiko NEC (Netrikans Entero Colitis). 2.2.5 Sistem termoregulasi

Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak stabil, yang disebabkan antara lain:

a. Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan kulit dengan berat badan lebih besar (permukaan tubuh bayi relatife luas )

b. Kurangnya lemak subkutan (brown fat / lemak cokelat ) c. Jaringan lemak dibawah kulit lebih sedikit

d. Kekurangan oksigen yang dapat berpengaruh pada penggunaan kalori e. Tidak memadainya aktivitas otot

f. Ketidakmatangan pusat pengaturan suhu di otak

(6)

2.2.6 Sistem hematologi

Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi bila dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan. Penyebabnya antara lain karena bayi BBLR terutama yang kurang bulan, adalah:

a. Usia sel darah merahnya lebih pendek b. Pembentukan sel darah merah yang lambat c. Pembuluh darah kapilernya mudah rapuh

d. Hemolisis dan berkurangnya darah akibat dari pemeriksaan laboratorium yang sering

e. Deposit vitamin E yang rendah 2.2.7 Sistem imunologi

Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas, seringkali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi daripada bayi cukup bulan.

2.2.8 Sistem perkemihan

Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada sistem perkemihannya, dimana ginjal bayi tersebut karena belum matang maka tidak mampu untuk mengelola air, elektrolit dan asam basa, tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan obat-obatan dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urine.

2.2.9 Sistem integumen

(7)

2.2.10 Sistem penglihatan

Bayi dengan BBLR dapat mengalami retinopathy of prematurity (RoP) yang disebabkan karena ketidakmatangan retina.

2.3 Epidemiologi BBLR

2.3.1 Distribusi dan frekuensi

Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir rendah. Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 (data tahun 2000-2003) dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus disebabkan oleh bayi berat lahir rendah. Namun demikian, sebenarnya jumlah ini diperkirakan lebih tinggi karena sebenarnya kematian yang disebabkan oleh sepsis, asfiksia dan kelainan kongenital sebagian juga adalah BBLR (Depkes RI, 2008).

Berat lahir merupakan faktor risiko utama untuk mortalitas neonatal. Oleh karena itu, angka mortalitas neonatal sangat ditentukan oleh distribusi berat lahir dan angka mortalitas yang spesifik untuk berat lahir. Pada tahun 2000 di Amerika Serikat terdapat 7,6 % bayi berat badan lahir rendah dengan angka mortalitas neonatal 48 per 1.000 kelahiran hidup pada kelompok khusus (Lissauer dan Fanaroff, 2009).

(8)

meninggal berdasarkan SKRT 2001 sekitar 47% kematian terjadi di masa neonatal dengan penyebab utama kematian adalah prematuritas dan BBLR (29%). Di Indonesia, menurut survey ekonomi nasional (SUSENAS) 2005, kematian neonatus yang disebabkan oleh BBLR saja sebesar 38,85% (Depkes RI, 2008) .

Berdasarkan laporan dari University of California San Francisco

Children’s Hospital (2004), bayi campuran Afrika Amerika dua kali lebih

mungkin untuk memiliki berat badan lahir sangat rendah, sama halnya dengan bayi kaukasia. Ibu usia remaja terutama yang kurang dari 15 tahun, memiliki risiko lebih tinggi memiliki bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Bayi dari kehamilan ganda meningkat risikonya untuk mengalami berat badan lahir sangat rendah karena biasanya mereka dilahirkan prematur. Lebih dari 50% bayi kembar dan kehamilan ganda lainnya memiliki berat badan lahir sangat rendah.

Wanita yang terpapar narkoba, alkohol, dan rokok selama kehamilan lebih mungkin untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Ibu dari status sosial ekonomi rendah juga lebih cenderung untuk mendapat gizi yang buruk selama kehamilan, perawatan prenatal yang tidak memadai, dan komplikasi kehamilan.

2.3.2 Faktor-faktor yang memengaruhi kejadian BBLR

(9)

a. Faktor ibu

1. Gizi saat hamil yang kurang. Kekurangan zat gizi yang diperlukan selama pertumbuhan dapat menyebabkan makin tingginya kehamilan prematur atau BBLR dan cacat bawaan.

2. Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

3. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat (kurang dari 1 tahun). Jarak kehamilan sebaiknya lebih dari 2 tahun. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu punya waktu yang terlalu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya ke kondisi sebelumnya.

4. Paritas

5. Penyakit ibu, yaitu penyakit yang diderita ibu sebelum hamil atau penyakit yang menyertai kehamilan.

b. Faktor kehamilan

1. Hamil dengan hidramnion 2. Perdarahan antepartum

3. Komplikasi hamil meliputi preeklamsi/eklamsi, dan ketuban pecah dini. c. Faktor janin

1. Cacat bawaan 2. Infeksi dalam rahim

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009) penyebab bayi dengan berat badan lahir rendah yang lahir kurang bulan antara lain disebabkan oleh:

(10)

c. Kehamilan kembar

d. Ibu pernah melahirkan bayi prematur/ berat badan lahir rendah sebelumnya e. Ibu dengan inkompeten serviks (mulut rahim yang lemah sehingga tidak

mampu menahan berat bayi dalam rahim) f. Ibu hamil yang sedang sakit

Pada bayi yang lahir cukup bulan tetapi memiliki berat badan kurang antara lain disebabkan oleh:

a. Ibu hamil dengan gizi buruk/kekurangan nutrisi

b. Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, preeklampsia, anemia

c. Ibu menderita penyakit kronis (penyakit jantung sianosis), infeksi (infeksi saluran kemih), malaria kronik.

d. Ibu hamil yang merokok dan penyalahgunaan obat.

Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat memengaruhi kejadian BBLR, yaitu:

a. Umur

(11)

muda dan lebih tua mempunyai risiko yang lebih besar. Kehamilan remaja mempunyai frekuensi bayi berat lahir rendah yang lebih tinggi (Benson dan Pernoll, 2009).

b. Umur kehamilan

Berdasarkan usia kehamilan, bayi yang baru lahir mungkin kurang bulan, aterm, atau lebih bulan. Berdasarkan ukuran bayi yang baru lahir mungkin tumbuh normal dan sesuai masa kehamilan, kecil ukurannya yaitu kecil masa kehamilan, atau tumbuh berlebihan yaitu besar masa kehamilan. Secara umum disepakati bahwa bayi-bayi yang lahir sebelum 26 minggu, terutama mereka dengan berat badan lahir 750 g, berada di ambang batas kelansungan hidup dan bahwa bayi-bayi kurang bulan ini memunculkan berbagai pertimbangan medis, sosial, dan etika yang kompleks (Cunningham dkk, 2013)..

(12)

c. Pendidikan

Pendidikan masyarakat memegang peranan penting yang meliputi pentingnya arti pengawasan hamil, mengajarkan tentang makanan yang berpedoman pada empat sehat dan lima sempurna, pentingnya arti tetanus toksoid, pentingnya arti pelaksanaan keluarga berencana, mengarahkan tempat persalinan dilakukan untuk mendapatkan well born baby. Tujuan pendidikan kesehatan masyarakat ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, mengarahkan masyarakat memilih tenaga kesehatan terlatih, meningkatkan pengertian masyarakat tentang imunisasi, keluarga berencana, dan gizi sehingga mengurangi ibu hamil dengan anemia (Manuaba dkk, 2009).Kematian ibu sering disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks yang menjadi tanggung jawab lebih dari satu sektor. Terdapat korelasi yang jelas antara pendidikan, penggunaan kontrasepsi dan persalinan yang aman (Efendi dan Makhfudli, 2009).

c. Pekerjaan

Penelitian yang dilakukan di California tahun 2000 menemukan bahwa berat badan bayi secara signifikan berkurang pada ibu yang pengangguran atau bekerja paruh waktu daripada Ibu yang memiliki pekerjaan tetap (p<0,05). Kemungkinan berat badan lahir rendah (<2.500 g) adalah 6,4 kali lebih besar bagi ibu yang bekerja paruh waktu dibandingkan yang memiliki pekerjaan tetap (p <.05) (Dooley dan Prause, 2005).

d. Paritas

(13)

paritas, karena menurunnya fungsi hormon reproduksi dan perubahan pembuluh darah. Dari penelitian Bambang Rahardjo, Uswatun Khasanah, Khoirotul Habibahini di RSU Dr.Saiful Anwar Malang didapatkan ada hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR dimana angka kejadian BBLR lebih tinggi pada ibu paritas tinggi dibandingkan pada ibu paritas rendah yang berpengaruh sebesar 4% (Rahardjo dkk, 2011).

e. Kadar Hb

Menurut catatan dan perhitungan Depkes RI di Indonesia sekitar 67% bumil mengalami anemia. Berdasarkan ketetapan WHO anemia bumil adalah bila kadar Hb kurang dari 11 gr%. Sebagian besar anemia adalah anemia defisiensi besi yang dapat disebabkan oleh konsumsi besi dari makanan yang kurang atau terjadi perdarahan menahun akibat parasit. Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim akan terganggu, dan salah satu akibatnya adalah BBLR (Manuaba dkk, 2007).

f. Pemeriksaan kehamilan

(14)

obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Bila kehamilan termasuk risiko tinggi perhatian dan jadwal kunjungan harus lebih ketat. Namun, bila kehamilan normal jadwal asuhan cukup empat kali. Selama melakukan kunjungan untuk asuhan antenatal, para ibu hamil akan mendapatkan serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya memastikan ada tidaknya kehamilan dan penelusuran berbagai kemungkinan adanya penyulit atau gangguan kesehatan selama kehamilan yang mungkin dapat mengganggu kualitas dan luaran kehamilan (Prawirohardjo dkk, 2008).

Secara khusus, pengawasan antenatal bertujuan untuk:

a. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, saat persalinan, dan kala nifas.

b. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, dan kala nifas.

c. Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi dan aspek keluarga berencana.

d. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal (Manuaba dkk, 2010).

(15)

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan. 2. Ukur tekanan darah.

3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas). 4. Ukur tinggi fundus uteri.

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.

7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. 8. Test laboratorium (rutin dan khusus).

9. Tatalaksana kasus

10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu hamil adalah dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat (Depkes RI, 2009).

(16)

bayi (umur < 12 bulan) di seluruh Indonesia ditemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pemeriksaan kehamilan (antenatal care) dengan kejadian BBLR dengan OR 1,8 (CI 95%: 1.3 - 2.5). Artinya ibu yang melakukan kunjungan antenatal care lebih dari 4 kali, mempunyai peluang untuk tidak melahirkan anak BBLR sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan ibu yang melakukan antenatal care kurang dari 4 kali (Ernawati dkk, 2010).

g. Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan buruk yaitu pernah keguguran, pernah mengalami persalinan prematur, bayi lahir mati, riwayat persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, seksio sesaria), pre-eklampsia/eklampsia, gravida serotinus, kehamilan dengan perdarahan antepartum (Manuaba dkk, 2009).. Berdasarkan penelitian K.S. Negi dkk di Rural Health Training Centre (RHTC) Department of Community Medicine and the Obstetric and Gynaecology Wards of the Himalayan Institute of Medical Sciences, Dehradun India tahun 2009 ibu dengan riwayat obstetri yang buruk cenderung untuk melahirkan bayi dengan BBLR, terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat obstetri yang buruk dengan BBLR (p<0,1) (Negi dkk, 2006).

2.4 Pencegahan BBLR 2.4.1 Pencegahan primer

Menurut University of Rochester Medical Center (2014) dan Shore (2009) pencegahan ini merupakan upaya untuk mencegah ibu hamil melahirkan bayi dengan BBLR, antara lain sebagai berikut:

(17)

prematur dan bayi berat lahir rendah. Pada kunjungan prenatal, kesehatan ibu dan janin dapat diperiksa.

b. Gizi dan berat badan ibu berhubungan dengan pertambahan berat janin dan berat bayi saat lahir, maka makan makanan yang sehat dan mendapatkan berat badan yang tepat saat kehamilan sangat penting.

c. Ibu harus menghindari alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang, yang dapat berkontribusi untuk pertumbuhan janin yang buruk, diluar dari komplikasi lainnya.

d. Anjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari normal.

e. Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana. 2.4.2 Pencegahan sekunder

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009) upaya ini dilakukan untuk mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat BBLR, yaitu:

a. Pengaturan suhu badan /thermoregulasi

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) terutama yang kurang bulan membutuhkan suatu thermoregulasi yaitu suatu pengontrolan suhu badan secara fisiologis dengan mengatur pembentukan atau pendistribusian panas, dan pengaturan terhadap suhu keliling dengan mengontrol kehilangan dan pertambahan panas. Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan panas pada bayi berat lahir rendah yang sehat antara lain:

(18)

hangat)

3. Topi dipakaikan untuk mecegah kehilangan panas melalui kulit kepala 4. Bila suhu bayi stabil, bayi dapat dirawat di boks terbuka dan diselimuti.

Sementara itu, pada bayi berat lahir rendah yang sakit, cara untuk mencegah kehilangan panas, antara lain:

1. Bayi harus segera dikeringkan

2. Untuk mentransportasi bayi, digunakan transport inkubator yang sudah hangat 3. Tindakan terhadap bayi dilakukan di bawah radiant warmer

4. Suhu lingkungan netral dipertahankan b. Metode kanguru

Metode kanguru merupakan salah satu metode perawatan bayi berat lahir rendah untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir, yang diperkenalkan pertama kali oleh Rey dan Martinez dari Columbia pada tahun 1979. Rey dan Martinez melaporkan skin to skin contact dapat meningkatkan kelangsungan hidup bayi terutama yang mengalami BBLR atau prematur. Prinsip dasar dari metode kanguru ini adalah mengganti perawatan bayi BBLR dalam inkubator dengan metode kanguru. Hal ini disebabkan karena kurangnya fasilitas terutama inkubator dan tenaga kesehatan dalam perawatan bayi BBLR, penggunaan inkubator memiliki beberapa keterbatasan antara lain, memerlukan tenaga listrik dan memudahkan infeksi nosokomial, rujukan ke rumah sakit untuk bayi BBLR sangat tinggi sebelum dilakukan metode kanguru.

(19)

1.500-2.500 g bayi prematur, bayi yang tidak terdapat kegawatan pernafasan dan sirkulasi, bayi mampu bernafas sendiri, bayi yang tidak terdapat kelainan bawaan berat, dan suhu tubuh bayi stabil (36,5-37,5ᴼC).

2.4.3 Pencegahan tersier a. Pemberian ASI

Mengutamakan pemberian ASI adalah hal yang paling penting karena: 1. ASI mempunyai keuntungan yaitu kadar protein tinggi, laktalalbumin, zat

kekebalan tubuh, lipase dan asam lemak esensial, laktosa dan oligosakarida. 2. ASI mempunyai faktor pertumbuhan usus, oligosakarida untuk memacu

motilitas usu dan perlindungan terhadap penyakit.

3. Dari segi psikologis, pemberian ASI dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi.

4. Bayi kecil/ berat rendah rendah rentan terhadap kekurangan nutrisi, fungsi organnya belum matang, kebutuhan nutrisinya besar dan mudah sakit sehingga pemberian ASI atau nutrisi yang tepat penting untuk tumbuh kembang yang optimal bagi bayi.

b. Pemijatan bayi

(20)

Pemijatan pada bayi berat badan lahir rendah bertujuan untuk, antara lain: 1. Memacu pertumbuhan berat badan bayi

2. Membantu bayi melepaskan rasa tegang dan gelisah 3. Menguatkan dan meningkatkan sistem imunologi

4. Merangsang pencernaan makanan dan pengeluaran kotoran 5. Membuat bayi tidur lebih tenang

6. Menjalin komunikasi dan ikatan antara bayi atau orangtuanya.

2.5 Kerangka Konsep

Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR 1. Sosiodemografi

Umur Pendidikan Pekerjaan Daerah Asal 2. Mediko Obstetri

Umur Kehamilan Paritas

Kadar Hb

Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan Riwayat Kehamilan

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 telah mengganti istilah Premature baby dengan low birth weight baby (bayi dengan berat badan lahir

Hubungan Kehamilan di Usia Muda dengan Risiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).Skripsi .Yogyakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta..

Kehamilan yang terjadi pada sebelum remaja berkembang secarapenuh, juga dapat memberikan risiko bermakna pada bayi termasuk cedera pada saat persalinan, berat badan

pendidikan kesehatan bagi ibu usia remaja dalam merawat bayi berat lahir

kemudian dari data antopometri bayi yaitu berat badan bayi 1700 gram sesuai dengan kriteria BBLR yaitu berat bayi lahir kurang dari 2500 gram dan jika berat badan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu yang melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) berdasarkan umur, paritas, usia kehamilan, dan

Masalah pengaturan suhu yang masih rendah, bayi berat lahir rendah memiliki daya tahan tubuh yang masih lemah dan pembentukan antibodi belum sempurna sehingga perlindungan

dalam Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah dengan Metode