• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Anak Menjadi Pekerja Seks Komersial di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Anak Menjadi Pekerja Seks Komersial di Kota Medan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anak

2.1.1 Pengertian Anak

Terdapat berbagai ragam pengertian tentang anak di Indonesia, dimana dalam berbagai perangkat hukum berlaku penentuan batas anak yang berbeda-beda pula. Batas usia anak merupakan pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum. Hal tersebut mengakibatkan beralihnya status usia anak menjadi usia dewasa atau menjadi subjek hukum yang dapat bertanggung jawab secara mandiri terhadap perbuatan dan tindakan hukum yang dilakukannya.

Beberapa pengertian anak yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia antara lain adalah :

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 330 KUHP Perdata : “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan

tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali dalam kedudukan belum dewasa.”

(2)

9

3. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 angka 1 : “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum

pernah kawin.”

4. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 angka 5 : “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan

apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”

5. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : Pasal 1 angka 1 : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

6. Menurut Hukum Adat : “Ukuran seseorang telah dewasa bukan dari umurnya, tetapi dari ukuran yang dipakai adalah : dapat bekerja sendiri; cakap melakukan

yang diisyaratkan dalam kehidupan masyarakat; dapat mengurus kekayaan sendiri.”

(3)

10 2.1.2 Hak Anak

Ketentuan hukum mengenai hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak (Delaney, 2006: 95-101) dapat dikelompokan menjadi:

1. Hak Terhadap Kelangsungan Hidup (Survival Rights)

Hak kelangsungan hidup berupa hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Konsekuensinya menurut Konvensi Hak Anak negara harus menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Di samping itu negara berkewajiban untuk menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa di jangkau, dan melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer. (Pasal 24).

Implementasinya dari Pasal 24, negara berkewajiban untuk melaksanakan program-program (1) melaksanakan upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, (2) menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan, (3) memberantas penyakit dan kekurangan gizi, (4) menyediakan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi ibu, (5) memperoleh informasi dan akses pada pendidikan dan mendapat dukungan pada pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi, (6) mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang tua, serta penyuluhan keluarga berencana, dan, (7) mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang berprasangka buruk terhadap pelayanan kesehatan.

(4)

11

diri anak (nama, kewarganegaraan dan ikatan keluarga) (Pasal 8), (3) hak anak untuk hidup bersama (Pasal 9), dan hak anak untuk memperoleh perlindungan dari segala bentuk salah perlakuan (abuse) yang dilakukan orang tua atau orang lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan (Pasal 19), (4) hak untuk mmemperoleh perlindungan khusus bagi bagi anak- anak yang kehilangan lingkungan keluarganya dan menjamin pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya anak (Pasal 20), (5) adopsi anak hanya diperbolehkan dan dilakukan demi kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 21), (6) hak-hak anak penyandang cacat (disable) untuk memperoleh pengasuhan, pendidikan dan latihan khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Pasal 23), (7) hak anak menikmati standar kehidupan yang memadai dan hak atas pendidikan (Pasal 27 dan 28).

2. Hak Terhadap Perlindungan (Protection Rights)

Hak perlindungan yaitu perlindungan anak dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi. Hak perlindungan dari diskriminasi, termasuk (1) perlindungan anak penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan, perwatan dan latihan khusus, dan (2) hak anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli dalam kehidupan masyarakat negara.

(5)

12

seksual, prostitusi, dan pornografi, (4) perlindungan upaya penjualan, penyelundupan dan penculikan anak, dan (5) perlindungan dari proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melakukan pelanggaran hukum.

3. Hak Untuk Tumbuh Berkembang (Development Rights)

Hak tumbuh berkembang meliputi segala bentuk pendidikan (formal maupun non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak.

Hak anak atas pendidikan di atur pada Pasal 28 Konvensi Hak Anak menyebutkan, (1) negara menjamin kewajiban pendidikan dasar dan menyediakan secara cuma-cuma, (2) mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan dan mudah di jangkau oleh setiap anak, (3) membuat informasi dan bimbingan pendidikan dan keterampilan bagi anak, dan (4) mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.

(6)

13

4. Hak Untuk Berpartisipasi (Participation Rights)

Hak untuk berpartisipasi yaitu hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak. Hak yang terkait dengan itu meliputi (1) hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya, (2) hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta untuk mengekspresikan, (3) hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk bergabung, dan (4) hak untuk memperoleh imformasi yang layak dan terlindung dari informasi yang tidak sehat.

Terhadap anak yang melakukan perbuatan pidana, penangkapan dan penahanan anak harus sesuai dengan hukum yang ada, yang digunakan hanya sebagai upaya terakhir. Anak yang dicabut kebebasannya harus memperoleh akses bantuan hukum, dan hak melawan keabsahan pencabutan kebebasan.

2.1.3 Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar, baik fisik, mental, maupun sosial. Hal tersebut adalah sebagai perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat (ECPAT International, 2010: 15).

(7)

14

Usaha perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreativitas dan hal-hal lain yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain dan berperilaku tak terkendali. Sehingga anak menjadi tidak memiliki kemampuan dan kemauan dalam menggunakan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal tersebut di dukung dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang mengatur tentang tujuan perlindungan anak, yaitu untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

(8)

15

Sedangkan yang di maksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut. Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, telah diatur bahwa yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.

Jadi yang mengusahakan perlindungan bagi anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Perlindungan anak menyangkut berbagai aspek kehidupan agar anak benar-benar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar sesuai dengan hak asasinya. Dalam masyarakat, ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai masalah perlindungan anak dituangkan pada suatu bentuk aturan yang disebut dengan Hukum Perlindungan Anak.

Hukum Perlindungan Anak merupakan sebuah aturan yang menjamin mengenai hak-hak dan kewajiban anak yang berupa : hukum adat, hukum perdata, hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, maupun peraturan lain yang berhubungan dengan permasalahan anak.

(9)

16

59 adalah meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, yang merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat.

Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak, meliputi :

a. non diskriminasi;

b. kepentingan yang terbaik bagi anak;

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;

d. penghargaan terhadap pendapat anak.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

(10)

17

Perhatian akan perlunya perlindungan khusus bagi anak berawal dari Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui dalam Universal Declaration of Human Right tahun 1958. Bertolak dari itu, kemudian pada tanggal 20 November 1958 Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of The Rights of The Child (Deklarasi Hak-hak anak).

Sementara itu masalah anak terus dibicarakan dalam kongres-kongres PBB mengenai The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders. Pada kongres ke I di Jenewa tahun 1955 dibicarakan topic Prevention of Juvenile Delinquency. Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. Tahun 1979 saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional, Pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak.

Tahun 1989, rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November. Konvenan ini kemudian diratifikasi oleh setiap bangsa kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat. C. Instrumen Hukum Instrumen hukum yang mengatur perlindungan hak-hak anak di atur dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak ( Convention on The Rights of The Child ) tahun 1989 (Convention on The Right of The Child, UNICEF, 1990 ), telah di ratifikasi oleh lebih 191 negara.

(11)

18

Konvensi Hak Anak Gagasan mengenai hak anak pertama kali muncul pasca berakhirnya Perang Dunia I. Sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak, para aktivis perempuan melakukan protes dengan menggelar pawai.

Dalam pawai tersebut, mereka membawa poster-poster yang meminta perhatian publik atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seorang di antara aktivis tersebut, Eglantyne Jebb, kemudian mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak anak yang pada tahun 1923 di adopsi oleh Save the Children Fund International Union. Untuk pertama kalinya, pada tahun 1924, Deklarasi Hak Anak di adopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Selanjutnya, deklarasi ini juga dikenal dengan sebutan Deklarasi Jenewa Konvensi Hak-hak Anak merupakan instrumen hukum yang berisi rumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma hukum mengenai anak.

Konvensi Hak Anak merupakan sebuah perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukan masing-masing hak-hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya. Secara garis besar Konvensi Hak Anak dapat dikategorikan sebagai berikut, pertama penegasan hak-hak anak, kedua perlindungan anak oleh negara, ketiga peran serta berbagai pihak (pemerintah, masyarakat dan swasta) dalam menjamin penghormatan terhadap hak-hak anak.

2.2 Eksploitasi Seksual Komersial Anak

(12)

19

pornografi, pelacuran, trafficking untuk tujuan seksual, pariwisata seks, kawin paksa dan pernikahan dini serta perbudakan.

Hal yang penting diingat adalah bahwa wujud kekerasan seksual dan kekerasan seksual tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Eksploitasi seksual komersial sering dilakukan oleh seseorang yang di kenal oleh anak. Kadang-kadang dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga, bahkan orang tua kandung (Delaney, 2006: 9). Anak tidak pernah memberi izin terhadap semua bentuk kekerasan seksual dan eksploitasi seksual terhadap mereka. Tidak ada seorang anak pun yang pernah memberi izin ungtuk menjadi korban kekerasan. Anak mungkin dibohongi, ditipu, atau dipaksa oleh situasi-situasi yang berada di luar kendali mereka seperti kemiskinan atau akibat-akibat dari kondisi masyarakat, termasuk teman-teman sebaya (peer groups) yang dapat memaksa anak secara tidak terlihat tetapi bagaimanapun anak-anak tersebut tetap merupakan korban penderaan. Anak-anak berhak atas perlindungan dan membutuhkan perlindungan dan merupakan tanggung jawab orang dewasa untuk menjamin agar anak-anak tidak menjadi korban ESKA.

Dalam (Delaney, 2006: 9) defenisi eksploitasi seksual menurut anak-anak adalah:

“Ketika laki-laki dewasa bercinta dengan anak perempuan yang masih kecil untuk mendapatkan uang. Laki-laki dewasa tersebut dapat bercinta dengan

(13)

20

ketika laki-laki yang sudah dewasa tersebut sudah menyelesaikan urusannya, maka dia akan memberi uang atau hadiah kepada anak perempuan tersebut.”

Kekerasan seksual meliputi pemaksaan dan bujukan kepada seorang anak untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas seksual terlepas dari apakah anak tersebut sadar atau tidak dengan apa yang sedang terjadi. Kekerasan seksual didefenisikan sebagai serangkaian hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau anak yang lebih berpengetahuan atau orang dewasa (orang asing, saudara kandung atau orang yang memiliki tanggung jawab untuk memelihara anak tersebut seperti orang tua atau pengasuh) dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual mereka. ‘Kebutuhan seksual’ yang tidak terkendali dan tidak dapat dikendalikan sering digunakan sebagai alasan untuk melakukan kekerasan seksual.

Aktivitas-aktivitas tersebut dapat berupa kontak fisik, termasuk seks penetratif (seperti pemerkosaan) atau perbuatan non-penetratif dan bisa berupa aktivitas-aktivitas non-kontak seperti melibatkan anak-anak untuk melihat atau melibatkan anak dalam pembuatan bahan-nahan pornografi, menonton aktivitas-aktivitas seksual atau menyuruh anak bertingkah laku yang tidak wajar secara seksual. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual dalam kekerasan tersebut merahasiakannya.

(14)

21

dengan lainnya, yaitu: pelacuran, pornografi dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.

Pelacuran anak terjadi ketika seseorang mengambil keuntungan dari sebuah transaksi komersial dimana seorang anak dipergunakan untuk tujuan-tujuan seksual. Beberapa orang yang mendapat keuntungan dari transaksi komersial tersebut adalah mucikari atau germo, perantara atau agen, orang tua dan sektor-sektor bisnis terkait seperti hotel, kafe, dan tempat hiburan lainnya.

Anak-anak tersebut juga dilibatkan dalam pelacuran ketika mereka melakukan hubungan seks dengan imbalan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal atau keamanan atau bantuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi di sekolah atau uang saku ekstra untuk membeli barang-barang konsumtif. Khusus dalam situasi gawat darurat, anak-anak dilacurkan oleh orang-orang dewasa yang tak bermoral demi mendapatkan kebutuhan-kebutuhan dasar atau uang untuk membeli kebutuhan-kebutuhan tersebut atau agar mereka dapat melewati daerah perbatasan atau masuk ke dalam daerah-daerah yang aman atau daerah-daerah terlarang.

(15)

22

Trafficking adalah perekrutan, pemindahan, pengiriman, atau penerimaan anak-anak (dan orang dewasa) untuk tujuan eksploitasi. Anak-anak yang diperdagangkan dengan izin dari keluarga mereka dan kadang-kadang mereka ditipu, dipaksa atau diculik. Tapi sama dengan semua bentuk kekerasan seksual dan eksploitasi seksual, persoalan tentang pemberian izin dari anak merupakan sesuatu yang tidak relevan.

Pariwisata Seks Anak (PSA) merupakan ESKA yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, baik di negara lain maupun di dalam wilayah yang berbeda di negaranya sendiri, dan di tempat tersebut mereka melakukan hubungan seks dengan anak-anak. Para wisatawan seks anak secara khusus memiliki pilihan untuk menjadikan anak-anak sebagai pasangan seks mereka atau mereka mungkin hanya sekedar memanfaatkan sebuah situasi dimana seorang anak memang tersedia untuk mereka untuk melakukan eksploitasi seksual.

Dalam situasi gawat darurat atau bencana, eksploitasi seksual anak dapat terjadi karena masuknya berbagai macam pengunjung yang sekali-sekali maupun secara teratur mendatangi daerah tersebut untuk memberikan bantuan atau pertolongan. Salah satunya adalah supir truk yang membawa bantuan atau pertolongan atau mengirimkan bahan-bahan yang sangat penting. Para pengunjung tersebut kemudian memanfaatkan situasi tersebut untuk mendapatkan akses terhadap anak-anak yang kurang mendapat pengawasan dan anak-anak yang lebih rentan terhadap kekerasan seksual.

(16)

23

mengunjungi daerah tersebut untuk tujuan seksual dan rekreasi ketika situasinya sudah stabil atau menjadi korban para pengunjung sementara lain seperti orang-orang yang bekerja untuk pembangunan (konstruksi). Sangat sulit untuk memisah-misahkan berbagai bentuk kekerasan seksual tersebut yang berbeda-beda, khususnya karena bentuk-bentuk kekerasan seksual tersebut terjadi secara terpisah dan arena mereka saling terkait. Tidak semua anak-anak yang diperdagangkan di eksploitasi secara seksual dan begitu juga tidak semua anak-anak yang mengalami kekererasan seksual (seperti di perkosa) di eksploitasi secara komersial dan seksual. Tetapi setiap anak yang telah mengalami bentuk kekerasan apapun pasti akan lebih rentan terhadap kekerasan berikutnya, baik kekerasan yang memiliki sifat yang sama ataupun sifat yang berbeda dengan kekerasan sebelumnya.

Gambar 1: Kekerasan Seksual dan Eksploitasi Seksual (Catatan: ukuran sektor tidak menjunjukkan rasio atau besaran dari fenomena tersebut, tetapi hanya dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan antara berbagai sektor tersebut).

Keterangan: A= Populasi anak-anak yang mengalami semua bentuk kekerasan

B= Anak-anak yang mengalami kekerasn seksual

C= Anak-anak yang dieksploitasi secara seksual komersial

(17)

24

Baik anak perempuan maupun anak laki-laki dapat menjadi korban kekerasan seksual dan eksploitasi seksual walaupun sifat resiko dan jenis kekerasannya berbeda. Bagi anak perempuan, kekerasan seksual merupakan sebuah bentuk kekerasan berbasis gender dan sering terkait erat dengan posisi lemah mereka dalam masyarakat. Sedangkan bagi anak laki-laki, kekerasan seksual dipergunakan secara khusus terkait dengan isu-isu kejantanan dan seksualitas, juga turut memberikan kontribusi terhadap sulitnya bagi anak laki-laki untuk mengungkapkan tentang pengalaman-pengalaman mereka dan bagi orang-orang dewasa untuk menyadari bahwa anak laki-laki juga membutuhkan perlindungan.

2.2.1 Pelacuran Anak

Pelacuran anak terjadi ketika seseorang mengambil keuntungan dari sebuah transaksi komersial dimana seorang anak disediakan untuk tujuan-tujuan seksual. Anak-anak tersebut dikendalikan oleh seorang perantara yang mengatur atau mengawasi transaksi tersebut atau oleh seorang pelaku eksploitasi yang bernegosiasi langsung dengan anak tersebut.

(18)

25

Komite Hak Anak telah menemukan bahwa banyak negara yang belum memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang layak untuk mendefenisikan dan mengkriminalkan pelacuran anak sesuai dengan defenisi yang ada dalam Protokol Operasional KHA tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak, dan Pornografi Anak.

Ketika istilah ‘pelacur anak’ atau ‘pekerja seks anak’ dipergunakan, kesannya adalah bahwa seorang anak seolah-olah telah memilih pelacuran sebagai sebuah pekerjaan atau profesi. Garis pemikiran ini menutupi kenyataan bahwa orang-orang dewasalah yang sebenarnya menciptakan permintaan atas anak-anak sebagai objek seks dan mereka siap untuk menyalahgunakan kekuasaan dan keinginan mereka untuk mengambil keuntungan. Setiap negara yang telah meratifikasi KHA harus menyadari bahwa anak-anak yang terlibat dalam pelacuran merupakan korban kejahatan eksploitasi seksual.

Perbedaan ini harus tercermin dalam hukum nasional. Di negara-negara dimana pelacuran dilegalkan atau tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan, hukum nasional harus berisi ketentuan-ketentuan yang berbeda yang melarang pelacuran anak dan memberikan hukuman terhadap orang-orang yang melakukan eksploitasi terhadap anak-anak.

(19)

26

Anak-anak yang dieksploitasi dalam pelacuran juga bisa dimanfaatkan dalam pembuatan bahan-bahan pornografi atau semakin dieksploitasi dengan dimandaatkan dalam pertunjukan-pertunjukan pornografi (KONAS PESKA, 2010:58).

Tindakan yang ada dalam Protokol Opsional KHA tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak

Penafsiran

Menawarkan Menanyakan kepada seseorang apakah

dia ingin melakukan hubungan seks dengan seseorang anak; mengiklankan ketersediaan anak-anak sebagai mitra seks. Sebuah tawaran bisa terjadi dengan berbagai cara, termasuk secara verbal atau melalui surat kabar, internet, handphone atau bentuk komunikasi lain.

Mendapatkan Larangan untuk mendapatkan seorang anak untuk pelacuran ditujukan bagi klien atau pelanggan seorang anak yang dilacurkan. Hal ini merujuk pada transaksi dimana seseorang mendapatkan layanan seksual dari seorang anak.

Membeli Mengatur seorang korban anak agar

(20)

27

misalnya dengan ‘membeli’ seorang anak untuk seseorang, atau mengatur seorang anak untuk di bawa ke sebuah tempat khusus untuk mereka. Aktivitas ini merujuk pada ‘penggermoan’.

Memberi Untuk membuat seorang anak tersedia

bagi seseorang yang meminta. Itu dapat digambarkan dengan orang tua atau sanak keluarga yang menjual seorang anak untuk tujuan pelacuran atau kepada seorang pemilik lokalisasi yang memberikan akses kepada seorang pelanggan untuk mendapatkan seorang anak.

2.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Menjadi Pekerja Seks Komersial

Perdagangan manusia bukanlah fenomena yang sederhana dan faktor-faktor yang membuat anak semakin rentan terhadap perdagangan bersifat kompleks dan saling terkait satu sama lain. Dalam menganalisis faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial, ada dua faktor dominan yang menjadi penyebabnya. Yakni faktor internal (dalam diri anak) dan faktor eksternal (luar diri anak).

(21)

28 2.3.1 Faktor Internal

Faktor internal adalah datang dari diri anak, yang berkenaan dengan hasrat, rasa frustasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya. Kondisi psikologis anak berperan penting yang menyebabkan anak terjebak dalam situasi prostitusi. Kegagalan-kegagalan dalam hidup individu karena tidak terpuaskan secara sosial dapat menimbulkan efek psikologis sehingga mengakibatkan situasi kritis pada diri anak tersebut. Dalam keadaan kritis ini akan timbul konflik batin, yang secara sadar atau tidak sadar anak akan mencari jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang dialaminya.

Dengan keadaan demikian, anak akan mudah terpengaruh apabila dalam keadaan jiwa yang labil, mengingat usia anak masih muda. Berbagai faktor internal secara psikologis yang menyebabkan anak terjebak dalam situasi prostitusi, antara lain moralitas yang tidak berkembang (tidak bisa membedakan baik buruk, benar salah, boleh tidak), kepribadian yang lemah dan mudah terpengaruh, dan tingkat pendidikan anak yang rendah.

Rasa penasaran menjadi pemicu anak terjebak dalam situasi prostitusi. Pada usia anak, keingintahuan anak begitu besar terhadap seks, apalagi jika teman-teman sepergaulannya mengatakan bahwa terasa nikmat, ditambah informasi yang tidak terbatas masuknya, juga iming-iming imbalan. Maka rasa penasaran tersebut mendorong anak untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai percobaan sesuai dengan apa yang diharapkan.

(22)

29

dibanggakan dari dirinya, maka dalam pikiriannya tersebut ia akan merasa putus asa dan mencari pelampiasan yang akan menjerumuskan anak dalam dunia prostitusi.

1. Gangguan Kepribadian

1.a Gangguan Cara Berpikir

Gangguan cara berpikir ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, antara lain; pandangan atau cara berpikir yang keliru atau menyimpang dari pandangan umum yang menjadi norma atau nilai-nilai hakiki dari apa yang dianggap benar oleh komunitasnya. Membuat alasan-alasan yang dianggap benar menurut penalarannya sendiri guna membenarkan perilakunya yang menyalahi norma-norma yang berlaku. Dapat juga berupa pandangan-pandangan negatif atau selalu berpikir negatif dan pesimis. Dengan cara pandang dan cara berpikirnya yang keliru, biasanya individu yang mengalami cara berpikir distorsi ini akan menghalalkan segala tindakannya dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak wajar. Mengabaikan norma yang ada dan membenarkan dirinya atas perilakunya yang salah itu berlandaskan alasan-alasan yang dibuat-buat sekehendak hatinya. Prinsip asal ada alasan-alasan, maka tindakannya dapat dibenarkan.

1.b Gangguan Emosi

(23)

30

dan merasa terbuang. Tidak jarang orang yang mengalami gangguan emosi menjadi takut kehilangan teman walau tahu temannya memiliki niat jahat.

1.c Gangguan Kehendak dan Perilaku

Kehendak dan perilaku seseorang selain dipengaruhi oleh fungsi fisiologis fisik, juga dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Jadi, kalau pikiran dan emosinya sudah mengalami gangguan, maka dapat dipastikan perilaku atau keinginannya juga mengalami dampak dari gangguan pada pikiran dan emosinya, sikap dan perilakunya akan terpengaruhi dan biasanya dapat terjadi kehilangan kontrol, sehingga bertindak tidak terkendali atau bertindak sesuai dengan norma yang ada di dalam lingkungan.

2. Pengaruh Usia

(24)

31

besar, dan suka coba-coba hal baru, kurang mengerti resiko disebabkan kurangnya pengalaman dan penalaran. Dalam keadaan demikian, biasanya remaja mudah terjebak ke dalam kenakalan remaja dan dunia prostitusi.

3. Pandangan atau Keyakinan yang Keliru

Banyak remaja yang mempunyai keyakinan yang keliru dan menganggap enteng akan hal-hal yang membahayakan, sehingga mengabaikan pendapat orang lain, mengganggap dirinya pasti dapat mengatasi bahaya itu, atau merasa yakin bahwa pendapatnya sendirilah yang benar, akibatnya mereka dapat terjerumus ke dalam tindakan kenakalan remaja dan dunia prostitusi.

4. Religiusitas yang Rendah

Anak yang bertumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang religiusitasnya rendah, bahkan tidak pernah mendapat pengajaran dan pengertian mengenai Tuhan-nya secara benar maka biasanya memiliki kecerdasan spiritual yang rendah. Dengan demikian tidak ada patokan akan nilai-nilai yang dianutnya untuk bertindak, sehingga berperilaku sesuka hatinya, tidak tahu masalah yang baik dan buruk dan tidak takut akan berbuat dosa.

2.3.2 Faktor Eksternal

(25)

32 1. Ekonomi

Kebutuhan yang semakin lama semakin mendesak bisa saja membuat seseorang melakukan hal yang nekat, oleh sebab itu seorang anak terjebak dalam prostitusi dikarenakan adanya tekanan ekonomi. Yaitu kemiskinan yang dirasakan secara terus menerus dan adanya kesenjangan penumpukan kekayaan pada golongan atas dan terjadinya kemelaratan pada golongan bawah.

Penduduk yang miskin mungkin akan lebih rentan terhadap perdagangan, tidak hanya karena lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah, tetapi juga karena memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil. Sehingga mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh bantuan dan ganti rugi.

Sebuah studi mengenai perdagangan manusia di 41 negara menunjukkan bahwa keinginan seseorang untuk memperbaiki status ekonominya dan kurangnya kesempatan untuk mewujudkan hal itu di tempat asalnya merupakan satu dari sejumlah alasan utama mengapa perempuan memilih untuk bermigrasi untuk memperoleh pekerjaan (Wijers dan Lap-Chew, 1999: 61).

Meskipun demikian, sebuah pengkajian mengenai kondisi ekonomi di Indonesia juga memperlihatkan bahwa meski beberapa massyarakat daerah pengirim terbesar memiliki rata penghasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional, sejumlah masyarakat daerah pengirim besar lainnya memiliki media penghasilan yang relatif tinggi. Sehingga jelas bahwa kemiskinan bukan satu-satunya faktor yang mempunyai andil dalam menciptakan kerentanan terhadap prostitusi.

(26)

33

Dengan status sosial mereka yang lebih rendah, penduduk miskin juga mempunyai kekuatan yang lebih sedikit untuk menyuarakan keluhannya, atau untuk mendapatkan bantuan dari pihak yang berwenang.

2. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah cara seseorang dalam menjalani dan melakukan dengan berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pergeseran norma selalu terjadi di mana saja apalagi dalam tatanan masyarakat yang dinamis. Norma kehidupan, norma sosial, bahkan norma hukum seringkali diabaikan demi mencapai sesuatu tujuan (Gunarsa, 2003:20). Kecenderungan melacurkan diri pada banyak anak untuk menghindari kesulitan hidup. Selain itu untuk menambah kesenangan melalui jalan pintas. Menjadi pekerja seks komersial dapat terjadi karena dorongan hebat untuk memiliki sesuatu. Jalan cepat yang selintas terlihat menjanjikan untuk memenuhi sesuatu yang ingin di miliki.

Gaya hidup yang cenderung mewah juga dengan mudah ditemui pada diri pekerja seks. Ada kebanggaan tersendiri ketika menjadi orang kaya, padahal uang tersebut diketahui diperoleh dari mencari penghasilan sebagai seorang pekerja seks. Gaya hidup menyebabkan makin menyusutnya rasa malu dan semakin jauhnya norma-norma dari orang-orang yang terlibat dalam praktek prostitusi. Pergeseran sudut pandang mengenai nilai-nilai budaya yang seharusnya di anut telah membuat gaya hidup mewah dipandang sebagai gaya hidup yang harus dimiliki.

3. Kegagalan Kehidupan Keluarga

(27)

34

menjadi landasan bagi perkmebangan kepribadian selanjutnya. Di dalam keluarga ditemukan berbagai elemen dasar yang membentuk kepribadian seseorang. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang. Perilaku negatif dan sebagainya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami anak dalam keluarga. Hubungan antara pribadi dalam keluarga yang meliputi hubungan antara orang tua , saudara, menjadi faktor yang penting munculnya perilaku yang tidak baik.

4. Teman Sebaya

Kelompok bermain atau yang sering disebut teman sebaya (peer groups) memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Teman sebaya berfungsi memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Sebagai contoh, dalam sebuah studi, hubungan teman sebaya yang buruk pada masa kanak-kanak berhubungan dengan di keluarkannya si anak dari sekolah dan perilaku buruk selama masa remaja anak tersebut (Roff, Sells & Golden, 1972). Sebaliknya, dalam sebuah studi yang lain hubungan teman sebaya yang harmonis pada masa remaja dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif pada usia paruh baya (Hightower, 1990).

(28)

35

(29)

36 2.4 Kerangka Pemikiran

Anak adalah anugerah yang di beri oleh Tuhan Yang Maha Esa dimana dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Tidak ada yang bisa memungkiri hal tersebut, bahkan negara mengamininya dalam pertimbangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak seharusnya memiliki empat hak dasar, yaitu: hak untuk bertahan hidup (survival rights), hak untuk tumbuh dan berkembang (development rights), hak atas perlindungan (protection rights) dan hak untuk berpartisipasi (participation rights).

Ironisnya, kini banyak anak baik laki-laki maupun perempuan yang bagaimanapun caranya menjadi pekerja seks komersial. Mereka mendapatkan penghasilan (layaknya orang dewasa) atas kerja keras mereka berupa uang atau barang. Seringkali anak dianggap sudah bisa menanggung hidup sendiri dan mengabaikan hak-hak dasar anak tersebut. Orang dewasalah yang seringkali menganggap bahwa anak sudah dewasa. Meskipun di beberapa kasus, justru sesama anak yang menjadi pelaku perdagangan anak.

Tetapi tidak ada yang bisa memastikan apa faktor yang menyebabkan anak menjadi pekerja seks komersial anak. Apakah lingkungan berperan aktif menjadi faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial anak. Untuk itulah penelitian ini dilakukan untuk mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab anak menjadi pekerja seks komersial.

(30)

37 BAGAN ALUR PEMIKIRAN

Pekerja Seks Komersial Anak

Kota Medan

Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Pekerja Seks Komersial

Anak

Faktor Internal 1. Gangguan Kepribadian

a. Gangguan Cara Berpikir b. Gangguan Emosi

c. Gangguan Kehendak dan Perilaku

2. Pengaruh Usia

3. Pandangan atau Keyaninan yang Keliru

4. Religiusitas yang Rendah

Faktor Eksternal 1. Ekonomi

2. Gaya Hidup

(31)

38 2.5 Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan di kaji. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian ilmiah merupakan proses dan upaya penegasan, dan penegasan makna konsep dalam suatu penelitian.

Dalam hal ini, perumusan defenisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang di teliti. Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring pembaca dari penelitian tersebut untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. Jadi, defenisi konsep ialah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang di anut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136-138).

Berdasarkan pada kerangka teori, maka peneliti merumuskan konsep penelitian sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi pekerja seks komersial, seperti: faktor internal dan faktor eksternal.

2. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Gambar

Gambar 1: Kekerasan Seksual dan Eksploitasi Seksual (Catatan: ukuran sektor tidak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 115 menyatakan “ Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam.. sengketa

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan hidayahNya penulis dapat

Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban

Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak yang mengatur perlindungan khusus terhadap anak, baik anak sebagai korban tindak pidana maupun anak sebagai

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi “ Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 60,

ketika PSK merasa bersalah pada keluarga, anak dan orang terdekatnya berkaitan dengan profesi mereka sebagai pekerja seks, mereka akan melakukan hal-hal untuk

Dalam upaya perlindungan anak untuk menjamin, melindungi dan pemenuhan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai

Perlindungan hak anak untuk memperoleh kewarganegaraan dari perkawinan campuran, yakni bagi anak yang lahir akibat terjadinya perkawinan campuran, yaitu anak yang lahir