• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 752013018 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 752013018 BAB III"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

59

BAB III

PERAN GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA-PEMUDA

DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN

Dalam Bab III ini akan dipaparkan tentang gambaran umum GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan, baik dari latar belakang terbentuknya yang bersifat historis hingga jumlah jemaat berdasarkan tiga klasifikasi. Ketiga klasifikasi yang dimaksud ialah ekonomi, pendidikan, dan demografi (usia berdasarkan Pelayanan Kategorial). Gambaran umum tersebut didukung oleh data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan metode obeservasi maupun wawancara. Dalam hasil penelitian akan dipaparkan tentang pemahaman pendeta, majelis (presbiter), dan pelayan kategorial terkait dengan karakter Kristen; bagaimana gereja selama ini berperan dalam membangun karakter; strategi yang digunakan gereja dalam membangun karakter; relasi yang dibangun oleh gereja dengan pihak-pihak terkait; sistem penilaian yang digunakan dalam menilai keberhasilan pembangunan karakter yang telah dilakukan; dan melihat kesesuaian kurikulum yang digunakan oleh Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda sebagai pedoman renungan yang digunakan oleh para taruna dan pemuda.

III.1 Gambaran Umum GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan

III.1.1 Latar belakang

III.1.1.1 Berdirinya GPIB Balikpapan

(2)

60

Hal itu nampak dalam buku yang terbit pada tahun 1924 yang berisi tentang petunjuk daerah pelayanan yang ditugaskan kepada pendeta-pendeta di Hindia-Belanda. Dalam buku Atlas yang berjudul der Protestantsche Kerk in Nederlandsch mencatat bahwa Balikpapan merupakan salah satu wilayah yang menjadi tempat pelayanan mereka.

(3)

61

tentara KNIL (Koningklijke Nedelands Indische Leger) untuk membangun tempat ibadah di dekat bangsal yang mereka tinggal. Ibadah tersebut berjalan dengan dipimpin secara bergantian oleh Bpk.H.Nikijuluw dan Bpk.F.Th.Sopaheluwakan. Pada saat itu guru jemaat D.Kawulur telah kembali ke tempat asalnya, yaitu Manado. Pelayanan yang dilakukan oleh kedua pemimpin tersebut dilihat dan disetujui oleh Komandan Militer. Oleh karena itu, beliau menetapkan Bpk.H.Nikijuluw menjadi pendeta di jemaat tersebut dengan memberikan surat tugas pada tanggal 4 September 1946.

BPM semakin berkembang luas, sehingga membutuhkan ruang untuk pembangunan kilang-kilangnya. Dengan demikian, gedung gereja yang ada di wilayah tersebut harus dibongkar. Tempat ibadah pun dipindahkan kembali ke rumah keluarga Pantouw (etnis Minahasa) dan keluarga Poo’ (etnis Tionghoa). Saat itu diketahui terdapat kira-kira 60 KK dengan 240 jiwa dengan latar belakang suku Minahasa dan sebagian kecil berasal dari suku Ambon. Pada waktu yang tidak diketahui, tempat ibadah kembali dipindahkan di gedung Sekolah Rendah berbahasa Indonesia yang beralamat di Kampung Baru Tengah. Tempat ibadah jemaat pada saat itu belum-lah menetap. Mereka kembali pindah pada awal tahun 1951 di gedung olahraga milik SD BPM Air Terjun Selatan (saat ini disebut dengan Gunung pipa).66

Dalam Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia menetapkan akan mendirikan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Terdapat lima puluh tiga jemaat ketika GPIB dilembagakan sebagai gereja mandiri, dan Clasis Borneo khususnya jemaat Balikpapan merupakan jemaat yang termasuk di dalamnya. Walaupun demikian, jemaat tersebut belum memiliki pendeta khusus yang melayani. Oleh karena itu, tanggal 13 Maret 1951 Sinode Gereja Protestan di Indonesia bagian

66

(4)

62

Barat (GPIB) mensahkan melalui surat yang ditanda tangani oleh J.A. Huliselan (sekretaris) dan Ds.J.Hstegman (Wakil Ketua), bahwa Bpk.H.Nikijuluw menjadi pendeta yang melayani di jemaat tersebut.67

Saat kepemimpinan berada pada pundak Bpk.H.Nikijuluw dan Bpk.F.Th.Sopaheluwakan, Bpk.F.Th.Sopaheluwakan mencatat bahwa pada tanggal 12 Juli 1949 telah diadakan pertemuan anggota majelis gereja dengan komite (panitia) pembangunan rumah gereja yang baru di Balikpapan. Gedung gereja yang dimaksud ialah Gedung Gereja Bundar. Persiapan dan pembangunan pun dilakukan. Selama pembangunan dilakukan, ibadah-ibadah tetap dilaksanakan di Sekolah BPM Gunung Terjun hingga tanggal 26 Januari 1953. Pada tanggal 1 Februari 1953, pembangunan gedung gereja tersebut telah selesai dan ditahbiskan oleh ketua jemaat, Bpk.H.Nikijuluw.

Telah diutarakan di awal bahwa di Balikpapan telah terbentuk persekutuan-persekutuan Protestan yang tidak diketahui kapan awal terbentuknya. Pesekutuan tersebut tidak hanya “Jemaat BPM” yang diketuai oleh Bpk.H.Nikijuluw, namun juga terdapat “Jemaat Tentara”. Disebut sebagai “Jemaat Tentara” sebab, anggota

jemaat tersebut berprofesi sebagai tentara, polisi, swasta, dan pegawai negeri.68 Pada akhir tahun 1953, kedua jemaat tersebut disatukan dengan nama Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Balikpapan. Ketika kedua jemaat tersebut menjadi satu, warga jemaat pada saat itu berjumlah kurang lebih 200 KK dan ditambah kurang lebih 50 pemuda/pemudi. Nampak dengan nyata bahwa perkembangan jemaat semakin hari semakin pesat, sehingga pelayanan dengan seorang pendeta tidak-lah cukup menjangkau. Dengan melihat realita ini serta melihat luasnya wilayah pelayanan yang harus dijangkau, memunculkan ide baru yaitu melembagakan jemaat tersebut. Rencana tersebut menimbulkan pro dan

67

Tim Penyusun,ibid., 3-8. 68

(5)

63

kontra. Majelis maupun jemaat cenderung menolak hal-hal yang baru sebab, mereka belum memiliki pemahaman yang benar tentang maksud dari pemekaran tersebut. Makna yang terkandung dibalik rencana tersebut yaitu menjadikan mereka mandiri sehingga mereka mampu mengatur jemaat sendiri. Berbagai tahap persiapan dan kerja pun dilakukan. Adapun calon jemaat yang dipersiapkan, yaitu: a. Calon Jemaat I diberi nama MARANATHA mencakup sektor 1, 2, 3A, 3B, 3C,

dan Karang Joang.

b. Calon Jemaat II diberi nama PNIEL mencakup sektor 5, 6, 7.

c. Calon Jemaat III diberi nama Bukit Sion mencakup sektor 4A, 4B, 4C, 4D, 8, dan 9.

d. Calon Jemaat IV dengan nama SYALOM mencakup sektor 9, wilayah gunung Binjai, dan Samboja.

Ide-ide terkait pelembagaan tersebut pada akhirnya disetujui. Pada hari Minggu tepatnya bersamaan dengan hari Paskah, tanggal 30 Maret 1986 diadakan acara pentahbisan gedung gereja dan peresmian pelembagaan Jemaat-jemaat GPIB Balikpapan.69 Inilah sebagai awal GPIB terbentuk di Balikpapan, termasuk salah satunya yaitu GPIB Jemaat Bukit Sion.

III.1.1.2 GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan

Pemberian nama Bukit Sion bagi Calon Jemaat III ini merupakan hasil kesepakatan dalam Sidang Pleno Majelis Jemaat. Usulan nama tersebut berasal dari Sektor Pelayanan IV. Pada waktu itu mereka memiliki kelompok paduan suara yang bernama “SION”, kemudian dikaitkan dengan keadaan strategi dari gedung gereja yang terletak diatas bukit.70 Selain itu juga, nama Bukit Sion terdapat dalam kitab Ibrani 12: 22 yang bertuliskan “Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke

69

Tim Penyusun,ibid., 58-59. 70

(6)

64

kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu

kumpulan yang meriah,”.

Pendeta yang melayani sebagai Ketua Jemaat di jemaat ini adalah Pdt.Subroto, Sm.Th. Beliau bersama keluarga ditempatkan oleh Sinode sejak bulan Desember 1985. Beliau melayani jemaat dibantu oleh para presbiter atau majelis yang diutus oleh masing-masing sektor. GPIB Jemaat Bukit Sion saat itu hanya terbagi menjadi lima Sektor Pelayanan dengan lima puluh tujuh orang presbiter, yang terdiri dari dua puluh tujuh orang penatua dan tiga puluh orang diaken. Para presbiter tersebut memiliki masa jabatan selama empat tahun, yaitu dari tahun 1984-1988.71

Terkait dengan sistem organisasi, GPIB Jemaat Bukit Sion saat itu telah menyusun Pengurus Harian Majelis Jemaat (PHMJ) yang bertugas bertanggung-jawab dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah disepakati bersama presbiter dalam suatu sidang atau rapat. Selain itu juga, untuk mengkoordinasikan sektor-sektor yang ada, telah ditunjuk oleh masing-masing sektor seorang kordinator sektor. Tidak hanya itu, ibadah dalam jemaat ini juga pada waktu yang telah ditentukan, diadakan ibadah sesuai dengan kategori usia dan gender. Ibadah tersebut disebut ibadah BPK (Bidang Pelayanan Kategorial), terdiri dari: PKP (Persekutuan Kaum Perempuan); PKB (Persekutuan Kaum Bapak); GP (Gerakan Pemuda); PT (Persekutuan Taruna); dan PA (Pelayanan Anak). Masing-masing BPK dilengkapi dengan pengurus tingkat jemaat maupun sektor. Dalam kepengurusan tersebut dipimpin oleh seseorang serta beberapa BPK dibantu oleh wakil ketua, sekretaris, dan bendahara. Untuk membantu pelaksanaan tugas Majelis Jemaat, tanggal 11 Juli 1986 dibentuk-lah komisi-komisi yang juga dilengkapi dengan ketua, sekretaris, dan beberapa anggota. Komisi-komisi yang dimaksud yaitu: Litnabang, Musik Gereja, Diakonia, dan Pembangunan. Komisi tersebut

71

(7)

65

dapat berubah sesuai dengan kebutuhan pelayanan di jemaat ini. Pada dasarnya, seluruh nama yang masuk dalam kepengurusan yang ada, dapat berubah-ubah dengan berbagai alasan, seperti pindah tugas keluar kota.72

III.1.2 Letak Geografis

GPIB Jemaat Bukit Sion yang adalah Calon Jemaat III ini memilih lokasi di Gunung Malang, dengan batas-batas wilayah pada saat itu sebagai berikut:73

Sebelah Utara : Jalan Karang Joang Sebelah Selatan : Selat Makasar Sebelah Timur : Sungai Nangka

Sebelah Barat : Jalan Pangeran Antasari, jalan Mayjen Sutoyo, jalan Martadinata, jalan Karang Bugis.

Seiring dengan perkembangan wilayah kota Balikpapan maka berkembang dan berubah pula wilayah-wilayah yang membatasi lingkungan gereja. Adapun wilayah-wilayah yang dimaksud sebagai berikut:74

a. Sebelah Utara:

Berbatasan dengan GPIB Jemaat “Maranatha” mulai dari Jln. Dr.

Sutomo Karang Jawa ke Jln. Karang Rejo I sampai Jln. Gunung Samarinda Strat I kearah timur laut terus ke Kampung Timur mengikuti garis imajinier melalui Sungai Ampal, hingga GPIB Jemaat ”Bukit Benuas”.

b. Sebelah Selatan :

Berbatasan dengan GPIB Jemaat ”Immanuel” mulai Selat Makasar

sampai simpang tiga lampu lalu lintas Jln. Jend. Sudirman - Balikpapan Center.

72

Tim Penyusun, ibid., 70-73. 73

Tim Penyusun, ibid., 68.

74 Majelis Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan, “Batas Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bukit Sion

(8)

66

c. Sebelah Timur :

Berbatasan dengan GPIB Jemaat “Syaloom”, mulai dari Sungai

Nangka/Kantor Trakindo baru di bagian Selatan. Selanjutnya mengikuti garis imajiner hingga pompa bensin Jln. Syarifudin Yoes, dan kesimpang empat lampu lalu lintas, GPIB Jemaat “Bukit Benuas”.

d. Sebelah Barat :

Berbatasan dengan GPIB Jemaat “Immanuel” mulai dari Jln. AP Pranoto, Jln. A Yani hingga simpang tiga lampu lalu lintas, Gunung Pasir, Jln. P. Tendean ke kanan Jln. Martadinata, masuk ke kiri Jln. Pembangunan hingga batas pagar Perumahan Total Fina Elf/GPIB Jemaat “Maranatha”.

III.1.3 Segi Ekonomi

(9)

67

sebanyak dua (2) orang; dan pekerjaan yang lainnya yaitu sebagai petani; karyawan Perusahaan Listrik Negara; marketing; tukang; dan helper cook.75 Dengan pekerjaan-pekerjaan tersebut, warga jemaat dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka masing-masing, serta dengan sukacita memberikan persembahan.

III.1.4 Segi Pendidikan

Keberadaan GPIB Jemaat Bukit Sion yang berada di pusat kota Balikpapan menjadikan sumber daya insani-nya mengikuti perkembangan kota. Maksudnya ialah jemaat ini secara keseluruhan merasakan bangku pendidikan, baik mulai dari kelompok belajar hingga Perguruan Tinggi. Adapun jumlah jemaat yang berada pada pendidikan tersebut, antara lain: yang terdata berada pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak dua ratus empat puluh dua (242) orang, di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama berjumlah seratus lima puluh satu (151) orang, di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebanyak seribu empat ratus empat puluh (1440) orang, sedangkan yang memilih pada sekolah-sekolah kejuruan berjumlah dua puluh sembilan (29) orang. Merasa bahwa pendidikan adalah kebutuhan dalam hidup membuat mereka tidak hanya berhenti pada tingkat atas, namun melanjutkan pada tingkat yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi. Jemaat yang melanjutkan di Diploma 1 (D1) berjumlah sembilan (9) orang, Diploma 2 (D2) berjumlah tiga (3) orang, dan Diploma 3 (D3) berjumlah delapan puluh tiga (83) orang. Pada tingkatan yang lebih tinggi, terdapat tingkat Strata 1 (S1) sebanyak dua ratus delapan (208) orang, di program Magister (S2) berjumlah tiga belas (13) orang, di program Doktoral (S3) sebanyak enam (6) orang.76 Pendidikan adalah hal penting yang mendukung perkembangan jemaat juga gereja pada masa depan. Gereja yang

75

Data base Sensus Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan tahun 2011-2012. 76

(10)

68

memiliki sumber daya insani yang tinggi tentunya akan mampu membawa perkembangan besar dalam kehidupan bergereja.

III.1.5 Segi Demografi

GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan terdiri dari segala usia. Selain itu juga, secara umum GPIB memiliki pelayanan khusus terhadap kategori (PELKAT) yang telah dibagi. Pembagian kategori tersebut berdasarkan usia. Terdapat enam kategori, yaitu Pelayanan Anak yang terdiri dari usia nol hingga sebelas (0-11 tahun), Persekutuan Taruna yang terdiri dari usia dua belas hingga tujuh belas (12-17 tahun), Gerakan Pemuda terdiri dari usia tujuh belas hingga tiga puluh-an ((12-17- (17-30an tahun, namun yang masih berstatus lajang). Selain itu juga, untuk usia produktif (30-59 tahun) dibagi menurut gender yaitu kategori Persekutuan Kaum Perempuan dan Persekutuan Kaum Bapak. Kategori yang terakhir ialah LANSIA (Lanjut Usia). Mereka yang termasuk dalam kategori ini ialah mereka yang telah berusia enam puluh (60 tahun) ke atas.

Berdasarkan keenam kategori maka dapat dijadikan patokan untuk melihat jumlah jemaat dari segi demografi. Adapun jumlah jemaat dari segi ini ialah sebagai berikut: Pelayanan Anak berjumlah tiga ratus tiga puluh tiga (333) orang, Persekutuan Taruna berjumlah seratus delapan puluh (180) orang, Gerakan Pemuda berjumlah lima ratus lima (505) orang, Persekutuan Kaum Perempuan berjumlah tujuh ratus tiga belas (713) orang, Persekutuan Kaum Bapak berjumlah enam ratus lima puluh dua (652) orang, dan LANSIA berjumlah dua ratus delapan puluh satu (281) orang.77

III.2 Hasil Penelitian

III.2.1.Peran Gereja Dalam Pembangunan Karakter Taruna-Pemuda

77

(11)

69

Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) merupakan suatu badan yang memiliki jemaat dalam jumlah banyak, dan tersebar di seluruh Indonesia. Melihat banyaknya jumlah jemaat yang dimiliki maka gereja ini memilih dan menggunakan asas presbiterial sinodal. Dalam asas ini, pada dasarnya para presbiter dapat menetapkan suatu kebijakan melalui permusyawaratan yang dilakukan dalam dua persidangan, yaitu sidang majelis sinode dan majelis jemaat. Selain itu juga, segala bentuk pelayanan dan pengelolaan sumber daya gereja tidak hanya menjadi tanggungjawab para presbiter, namun seluruh unsur jemaat. Berakar dari pemahaman di atas, menurut hasil wawancara, dipaparkan bahwa gereja telah berperan dalam membangun karakter Kristen jemaat. Peran tersebut nampak dalam sistem yang melibatkan jemaat, termasuk para taruna dan pemuda dalam kegiatan-kegiatan gereja. Keterlibatan seluruh unsur jemaat dirasa penting sebab, dengan cara itu gereja dapat mendidik mereka, sehingga mereka memperoleh hal positif, di mana hal-hal tersebut dapat dipelajari oleh mereka secara langsung. Melibatkan seluruh unsur jemaat adalah suatu bentuk nyata atas sistem yang menjadi asas dari seluruh Jemaat GPIB, termasuk Jemaat Bukit Sion Balikpapan.

Pada dasarnya, persidangan dalam asas presbiterial sinodal merupakan penentu dari segala kebijakan maupun ketetapan, termasuk dalam hal penggunaan buku pedoman renungan dan pembelajaran. Buku yang dimaksud ialah Sabda Bina Anak (SBA); Sabda Bina Taruna (SBT); Sabda Bina Pemuda (SBP); Sabda Bina Umat, Sabda Bina Krida (SBK), dan Sabda Bina Dharma (SBD). Buku-buku tersebut sebagai tindak lanjut atas materi-materi yang telah disetujui seluruh wakil jemaat GPIB se-Indonesia.78

Dari hasil penelitian, diungkapkan juga peran gereja yang lainnya. Peran yang dimaksud ialah sebagai pendukung segala kegiatan yang telah dirancang melalui

78

(12)

70

program, dan peran tersebut menurut narasumber telah dilakukan gereja dengan baik. Gereja selalu mengupayakan apa yang menjadi kebutuhan dari kegiatan-kegiatan. Hal itu nampak nyata dalam kegiatan-kegiatan, beberapa contoh diantaranya yaitu gereja memberikan bantuan dana atau pun kemudahan dalam mendatangkan pakar yang sesuai dalam seminar yang akan diadakan.79

Gereja dalam hal ini secara khusus menunjuk pada para presbiter yang memberikan diri untuk melayani jemaat. Oleh karena itu, dalam GPIB terdapat tugas kepejabatan dari para presbiter, baik itu pendeta; penatua; dan diaken. Mereka telah memiliki tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) masing-masing. Salah satunya ialah melayani dan mendidik melalui khotbah. Jika dikaitkan dengan karakter, baik nilai karakter yang dimiliki oleh para presbiter maupun yang terkandung dalam substansi diri khotbah akan berperan dalam membangun karakter pendengarnya. Peran mereka sebagai gereja juga nampak dalam perkunjungan. Melalui perkunjung mereka dapat membangun relasi dan komunikasi dengan jemaat.

Peran gereja dalam karakter tentunya tidak terlepas dari para pelayan yang secara langsung berhadapan dengan para taruna dan pemuda. Oleh karena itu, para pelayan seharusnya dipilih yang sesuai. Dalam artian bahwa melihat segi usia. Usia yang masih produktif akan mampu menjadikan pelayanannya berkualitas sebab, dengan usia yang demikian seseorang masih mampu mengeluarkan ide-ide menarik atau kreatif. Mereka masih mampu mengkorelasikan ajaran-ajaran Kristen dengan nilai-nilai Kristen serta perkembangan kehidupan sekuler dan kebutuhan para taruna maupun pemuda. Realita yang terjadi di banyak GPIB termasuk Jemaat Bukit Sion memperlihatkan bahwa terdapat beberapa para pelayan yang tidak lagi mampu menghasilkan ide-ide menarik atau kreatif, khususnya Pelayanan Anak dan Persekutuan Taruna. Ketidaksesuaian tersebut tidak diharapkan terjadi dalam kelas

79

(13)

71

katekisasi. Pengajaran katekisasi tidak boleh diberikan kepada mereka yang hanya mendapat pelatihan dalam beberapa waktu.80 Penyebabnya ialah pengajaran yang diberikan melalui katekisasi adalah penting dalam memperluas dan memperkuat ajaran-ajaran Kristen yang selama ini telah diperoleh dari kegiatan maupun ibadah-ibadah. Disamping itu, pengajaran katekisasi juga menjadi sarana bagi pembentukkan dan menumbuh-kembangkan karakter Kristen. Melihat signifikansi dari pengajaran katekisasi, sebagian besar orang berpendapat bahwa pengajar katekisasi adalah orang yang memiliki pengetahuan yang banyak dan juga kehidupan pribadi serta keluarga yang sesuai dengan ajaran Kristen.

Pemilihan pelayan maupun pengajar yang selektif akan berdampak pada mutu pelayanan dan pengajaran. Sebab, jika pelayan atau pengajar dipilih berdasarkan kriteria tertentu maka akan mempengaruhi substansi dari materi yang diberikan. Selanjutnya hal tersebut akan mempengaruhi diri para taruna. Hal itu nampak dalam aplikasi kehidupan khususnya para taruna yang menunjukkan keaktifan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh gereja. Sedikit berbeda dengan aplikasi yang ditunjukkan oleh pemuda. Kedekatan dengan alkohol, kurangnya terlibat dalam persekutuan maupun kegiatan-kegiatan gereja; dan cara berbicara yang tidak sopan adalah beberapa tindakan yang tidak bermoral, yang ditunjukkan oleh sebagian pemuda.

Pembangunan karakter melalui pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk dilaksanakan oleh dan di gereja. Pembangunan tersebut diperuntukan bagi seluruh jemaat, khususnya anak-anak hingga pemuda. Penyebabnya ialah mereka sebagai generasi penerus gereja yang justru rentan terhadap pengaruh buruk. Oleh karena itu, apabila gereja tidak melaksanakan pembangunan ini bagi mereka maka gereja harus bersiap menerima kegagalan di hari esok. Hal ini semakin tegas ketika menurut

80

(14)

72

narasumber, masa taruna adalah masa yang menentukan seseorang untuk memiliki karakter baik. Penyebabnya ialah tiap individu yang berada pada masa ini tentunya memperoleh berbagai proses pembentukkan karakter pada masa sebelumnya. Dengan berbagai perkembangan yang terjadi disekitar mereka, membuat mereka harus menentukan dan mengambil keputusan untuk tidak atau tetap bersedia melakukan proses tersebut.

Signifikansi pembangunan karakter memiliki kaitan dengan iman Kristen. Jika melihat kembali pada kepercayaan agama Kristen yang meyakini bahwa gereja hadir di bumi karena memiliki tugas. Salah satu tugas gereja yaitu mengajar atau mendidik manusia untuk menjadi baik. Tujuan tersebut tercapai ketika gereja mampu membangun karakter yang baik dalam diri mereka. Tidak terbatas pada tugas mendidik, namun juga gereja harus menjadi berkat bagi semua orang.81 Dengan gereja berhasil membangun karakter jemaat maka gereja tidak hanya menjadi berkat bagi jemaat melainkan bagi setiap orang yang meneladani karakter tersebut.

Di samping alasan yang dipaparkan di atas, gereja penting membangun karakter karena melihat keadaan psikis anak-anak yang berada pada masa taruna atau remaja berada dalam proses pencarian jati diri. Oleh karena itu, dengan mengembangkan karakter yang baik di dalam diri mereka akan membantu moral, mental, dan spiritual mereka dapat menjadi lebih baik. Dengan demikian, ketika secara khusus memfokuskan arah pada karakter Kristen maka spiritual yang dimaksud dalam hal ini ialah iman Kristen. Atau secara singkat ingin dikatakan secara tegas bahwa karakter Kristen memiliki kaitan yang erat dengan iman Kristen.82 Kaitan tersebut nampak dalam diri seorang anak yang memiliki iman Kristen yang kuat tentunya ia akan memiliki karakter yang kuat pula. Iman merupakan buah dari ajaran-ajaran Kristen

81

Wawancara dengan Pdt.Ibu Evie Iroth (Pendeta yang membantu pelayanan dan pengajaran katekisasi di GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan), pada hari Minggu, 17 Agustus 2014, pukul 14.15 WITA.

82

(15)

73

yang selama ini diyakini sebagai firman Tuhan, dipegang teguh, dan dilakukan di dalam kehidupan. Hal ini telah ditegaskan dalan kitab Mazmur 1: 2 yaitu “...tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” Dapat dikatakan bahwa iman Kristen menjadi dasar dalam karakter Kristen.

III.2.2. Strategi Gereja Dalam Pembangunan Karakter

III.2.2.1. Pemahaman Gereja Bukit Sion Tentang Karakter

Karakter merupakan hal penting yang marak dibahas di Indonesia pada tahun ini. Hal itu disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak baik terjadi di dalam bangsa ini. Dapat dikatakan bahwa karakter pada dasarnya hanya memiliki satu visi, yaitu merubah tindakan buruk yang telah dilakukan seseorang menjadi baik serta membentuk tindakan baik pada diri individu yang belum tercemar dengan tindakan yang kurang baik. Walapun demikian, banyak pemahaman yang muncul berkaitan dengan karakter. Dari hasil penelitian ditemukan beberapa pemahaman yang berbeda. Ada pemahaman yang menilai bahwa karakter adalah hal yang menyangkut personality atau pribadi seseorang.83 Pemahaman yang lebih spesifik ditunjukkan dengan mengasumsikan bahwa karakter sebagai sesuatu yang mampu menghasilkan tindakan baik. Beberapa pemahaman yang demikian antara lain: a) Karakter ialah sikap hidup yang diwujudnyatakan dalam perkataan dan perbuatan.84 b) Karakter adalah perkembangan yang lebih tertuju pada mental, di mana pembentukannya dimulai sejak kecil serta hasilnya nampak dari tindakan yang dilakukan di tengah pergaulan.85 c) Karakter adalah perilaku, sikap, atau tindakan yang sesuai dengan aturan-aturan yang bersifat positif. Karakter tidak hanya pesan teori,

83

Wawancara pertama dengan Pdt. Bpk. Jimmy H.K. Iroth, S.Th (Ketua Majelis Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan), pada hari: Sabtu, 09 Agustus 2014, pukul 13.00 WITA

84

Wawancara dengan Pdt.Bpk. Elon Pandaleke, (Pendeta Se-Azas) pada hari: Jumat, 15 Agustus 2014, pukul 11.05 WITA

85

(16)

74

melainkan menerapkan pada tindakan. Karakter terbentuk dari menghargai aturan yang ada dan berkomitmen untuk melakukannya. Dengan demikian seseorang akan terus bertanggung-jawab dalam melakukan tindakan yang positif.86 Pemahaman-pemahaman di atas menunjukan bahwa gereja pada dasarnya telah mengetahui tentang karakter.

Secara umum karakter ialah sesuatu yang tidak serta merta terbentuk pada diri seseorang, melainkan dari serangkaian proses yang panjang. Karakter terbentuk berawal dari tindakan-tindakan yang dilakukan secara berulang, sehingga menjadi kebiasaan (habbit), dan pada akhirnya menjadi suatu pola hidup bagi orang tersebut. Siklus inilah yang membentuk karakter di dalam diri seseorang. Pembentukkan karakter juga ditentukan oleh beberapa hal, antara lain: pola pikir; cara hidup; pergaulan; bentuk komunikasi dengan keluarga. Karakter juga dapat terbentuk ketika memberikan tempat untuk keterlibatan anak taruna dan pemuda secara langsung. Hal inilah yang menurut pengakuan pengurus Gerakan Pemuda, telah diterapkan dalam kehidupan Gerakan Pemuda. Para anggota dapat terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan termasuk dalam persekutuan.87 Hal ini juga ditemui dari hasil pengamatan terhadap Persekutuan Taruna. Para taruna dilibatkan dalam beberapa kegiatan yang diadakan oleh gereja.

Dari hasil wawancara dengan narasumber yang berbeda, menurutnya terdapat dua cara terbentuknya karakter dalam diri seseorang, yaitu: 1. Karakter yang menjadi pembawaan dari tempat asal, latar belakang keluarga (secara internal); 2. Karakter terbentuk dari faktor eksternal atau terbentuk karena pengaruh dari lingkungan sekitar, khususnya teman-teman satu komunitas. Mereka yang termasuk dalam PT lebih tergantung pada keluarga, sebaliknya dengan GP. Di mana dengan kematangan cara berpikir dan

86

Wawancara dengan Pdt.Ibu. Ritha Hutagalung-Londok, S.Th (Pendeta Gereja Se-Azas), pada hari: Kamis, 14 Agustus 2014, pukul 18.10 WITA

87

(17)

75

kemampuan dalam menghidupi diri sendiri dan keluarga menjadikan mereka tidak tergantung pada peran orang tua untuk mengawasi mereka.88

Karakter merupakan sesuatu hal yang berkaitan langsung dengan keluarga sebagai pembentuk utama karakter. Di mana ketika seseorang yang memiliki latar belakang keluarga yang baik maka anak-anak akan memiliki karakter yang baik juga. Karakter terbagi menjadi dua, yaitu yang baik dan buruk. Karakter tersebut terbentuk berdasarkan pendidikan yang diberikan oleh keluarga. Artinya adalah pendidikan yang diberikan oleh keluarga di dalam rumah akan membentuk karakter anak-anak. Sebagai contoh, ketika orang tua rajin terlibat dalam pelayanan dan memberikan pendidikan yang benar dalam pergaulan, maka hal-hal tersebut akan menjadi bagian dalam diri anak serta akan membentuk karakter yang baik dalam diri anak. Sebaliknya, ketika keluarga memberikan pendidikan yang keras atau keadaan orang tua yang broken home, maka akan menciptakan karakter yang keras dan buruk dalam diri anak.89

Membangun karakter adalah hal yang tidak mudah seperti yang dipaparkan di awal, di mana membutuhkan proses yang panjang. Demikian halnya ketika karakter seseorang telah terbentuk, akan sangat sulit untuk dirubah. Ketika sejak awal telah dibangun karakter yang negatif maka akan membutuhkan perjuangan keras untuk merubahnya menjadi karakter positif. Jadi karakter dapat dirubah namun dengan waktu yang lama. Hal itu terjadi disebabkan karakter yang telah terwujud dalam tindakan telah berada dan melekat erat di alam sadar orang tersebut.

Dalam membangun karakter Kristen bagi anak-anak taruna dan pemuda tentunya memerlukan perhatian dari berbagai pihak. Selama ini para pelayan, khususnya PELKAT PT telah memberikan perhatian walaupun tidak dalam jumlah seratus persen. Hal ini dibatasi oleh waktu pertemuan dengan adik-adik layan yang terbatas pada tiap hari

88

Wawancara dengan Pnt.BpkDonie Fenti Saisab (PHMJ Ketua III membidangi Pembinaan, Pengembangan Sumber Daya Insani (PPSDI) dan Pelayanan Kategorial (PELKAT)), pada hari Sabtu, 09 Agustus 2014, pukul 13.30 WITA. 89

(18)

76

Minggu dan pada kegiatan PT lainnya, seperti Bible Camp. Pada dasarnya perhatian yang diberikan oleh pelayan PT difokuskan pada pembuatan kegiatan-kegiatan yang dapat menarik perhatian anak-anak untuk terlibat aktif. Segala perhatian yang diberikan oleh pelayan maupun pengurus PT akan mempengaruhi pembangunan karakter dalam diri para taruna. Pengaruh yang positif akan nampak ketika mereka meniru atau meneladani tindakan-tindakan positif yang dilakukan oleh para pelayan dan pengurus.

Perhatian tidak hanya diberikan oleh pengurus PELKAT PT, namun juga GP. Cara memberi perhatian yang dilakukan oleh para pengurus ialah dengan membuat GP menjadi rumah.90 Maksudnya ialah pengurus merancang sedemikian rupa, baik itu kegiatan maupun keadaan di GP yang dalamnya anggota dapat merasakan penerimaan secara baik dan rasa keakraban tercipta antara satu dengan lainnya. Rasa kekeluargaan menjadi hal yang utama dalam pemberian perhatiaan oleh pengurus. Contoh perhatian yang demikian yaitu ketika ibadah GP telah selesai dan anggota GP memiliki kebingingungan transportasi untuk pulang, saat itu pengurus menolong mencarikan rekan lainnya yang memiliki transportasi dan dapat menolong rekan yang pertama untuk pulang. Dengan demikian nilai karakter Kristen kasih dapat terwujud dalam tindakan para pemuda. Melalui perhatian ini maka karakter dapat dibentuk. Perhatian lainnya yang diberikan oleh pengurus GP ialah berbagai cara dilakukan untuk mengajak anggota pemuda untuk terlibat aktif dalam ibadah pemuda. Mengadakan pendekatan secara langsung kepada anggota maupun kepada orang tua. Hal itu dilakukan dengan maksud dapat membangun karakter para pemuda melalui persekutuan.

Pembangunan karakter tidak hanya membutuhkan perhatian dari berbagai pihak, namun juga dibutuhkan pokok pengajaran. Pokok yang dimaksud ialah nilai-nilai karakter. Dari hasil wawancara, terdapat beberapa karakter yang dipaparkan. Menurut Pendeta Pandaleke, terdapat tiga jenis yang menjadi nilai dasar dalam karakter Kristen.

90

(19)

77

Nilai yang dimaksud ialah kesadaran (sense of belonging). Kesadaran dalam hal ini ialah bahwa gereja merupakan milik Tuhan yang dipercayakan kepada manusia. Dengan kesadaran tersebut maka perlu ada nilai partisipasi. Setiap orang-orang Kristen memiliki kesediaan dalam berpartisipasi pada seluruh kegiatan-kegiatan gereja; dan nilai yang ketiga yaitu tanggungjawab (sense of responsibility). Generasi muda penerus gereja perlu mengembangkan nilai-nilai tersebut untuk menjadi karakter dalam diri. Agar hal itu terjadi, gereja perlu berjuang menanamkan nilai-nilai tersebut sebagai nilai karakter Kristen yang dasar. Dengan nilai-nilai tersebut ditanamkan kepada jemaat, khususnya anak-anak taruna dan pemuda maka akan menjadikan gereja kokoh dan memiliki pendirian.

Menurut pendapat narasumber yang berbeda, inti dari pendidikan karakter ialah nilai-nilai yang bersifat positif.91 Dengan demikian dalam karakter Kristen yang menjadi inti ialah nilai-nilai Kristen. Nilai-nilai karakter Kristen berasal dari ajaran Kristus kepada seluruh manusia. Ajaran yang dimaksud dapat dilihat dalam salib, yang merupakan simbol agama Kristen. Dalam salib terdapat dua garis yang membentuk, yaitu garis vertikal dan garis horizontal. Garis vertikal menunjukkan hubungan manusia dengan Tuhan (habluminallah dalam bahasa Arab), dan garis horizontal menunjuk pada hubungan manusia dengan sesama (habluminannas dalam bahasa Arab). Berdasarkan filosofi salib tersebut serta dalam kitab Matius 22: 37-39 tertulis Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan

segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua,

yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, maka untuk

menemukan nilai-nilai karakter Kristen dapat dilakukan dengan menarik kedua hukum tersebut, yaitu mengenal dengan benar dan mengasihi Tuhan, Allah dengan cara mengasihi sesama manusia terlebih dahulu. Kedua hukum tersebut dapat dijadikan nilai

91

(20)

78

karakter yang menjadi dasar bagi nilai-nilai lainnya. Apabila kedua nilai ini berhasil menjadi karakter dalam diri para taruna dan pemuda maka mereka akan mampu hidup baru dengan menjadi manusia yang baru (Efesus 4: 21-5: 21). Hal ini juga didukung oleh narasumber lainnya yang mengatakan bahwa ketika mereka mengasihi Tuhan melalui mengasihi sesama maka mereka akan mampu melakukan nilai-nilai lainnya, seperti kejujuran; ketaatan; bersikap adil; peduli sesama.92 Penuturan yang serupa juga diperoleh dari wawancara bersama Pendeta Evie. Menurutnya nilai karakter kasih adalah yang terutama dan pertama. Dengan nilai tersebut maka memunculkan banyak perilaku karakter seperti mengampuni, memiliki kesolidaritasan, rela berkorban, rela memberi. Kasih adalah kunci dari karakter. Melakukan seluruh nilai yang dipaparkan diatas membuat anak-anak taruna dan pemuda telah masuk dalam kehidpan yang baru. Ketika mereka mampu hidup baru maka mereka akan memperoleh hasil dalam bentuk buah-buah roh yang tertulis dalam kitab Galatia 5: 22-23.

Nilai-nilai yang terdapat dalam karakter pada umumnya belum tentu secara keseluruhan menjadi nilai-nilai karakter Kristen. Penyebabnya ialah nilai-nilai karakter secara umum dapat dilakukan dengan mengedepankan alasan atau dasar yang salah dalam berbat. Misal, melakukan nilai sabar, rendah hati, ramah karena memiliki motivasi untuk dekat dengan seseorang. Ciri-ciri dari nilai karkater Kristen adalah melakukan nilai-nilai tersebut dengan mendasarkan pada kedua hukum yang menjadi nilai-nilai karakter Kristen yang utama.

Karakter memiliki kaitan yang erat dengan apa yang disebut sebagai moralitas. Di mana orang yang ingin memiliki karakter yang baik tentunya harus memiliki moralitas yang baik sebab, moralitas berperan sebagai alat ukur seseorang dalam bertindak. Secara definisi, moralitas ialah segala yang dipikirkan maupun tindakan yang memiliki tolak ukur yang mengatur, yaitu hukum; budaya; agama, dan juga etika. Dengan demikian,

92

(21)

79

moralitas harus disesuaikan dengan konteks dari hal-hal yang menjadi tolak ukur tersebut.

Secara spesifik, dapat dikatakan berat ketika meninjau moralitas dan karakter dalam konteks para taruna dan pemuda yang dinaungi oleh suatu badan, yaitu Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB). Penyababnya ialah moralitas dan karakter mendasarkan atau menggantungkan diri pada firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab. Moralitas dan karakter tidak lagi seperti moralitas dan karakter pada umumnya yang bergantung pada budaya, etika, maupun hukum. Hal tersebut harus dimulai dalam kegiatan internal, yaitu keluarga. Di mana orang tua menjadi teladan dalam melakukan tindakan yang merupakan wujud dari karakter Kristen yang berstandar pada firman Tuhan dalam Alkitab. Dengan situasi yang demikian serta didukung oleh persekutuan baik PT maupun GP maka akan terbentuk karakter khusus, yaitu berkaitan dengan iman yang tinggi juga kemampuan (skill) yang sanggup memberi teladan dalam bertindak. Dengan demikian mereka akan mampu dilihat sebagai para pengikut Yesus. Untuk mengetahui seseorang adalah pengikut Yesus bukan dari perkataan yang secara jelas menyebutkan identitas sebagai orang Kristen atau pun dengan simbol-simbol yang digunakan, melainkan melalui tindakan dan tutur kata yang mencerminkan karakter Kristen. Secara konkret, beberapa contoh dari tindakan tersebut adalah tidak mengeluarkan kata-kata yang kasar dan kotor; mengasihi sesama; tidak mengalami kecanduan pada obat-obatan terlarang maupun pada minuman beralkohol.

III.2.2.2. Strategi GPIB Jemaat Bukit Sion dalam Pembangunan Karakter

Taruna-Pemuda

(22)

80

mengidolakan; memperhatikan; bahkan meniru figur yang berada di sekitar mereka, khususnya dalam lingkungan keluarga dan sekolah.93 Hal-hal tersebut berkembang seiring perkembangan mereka menuju taruna. Dengan pergaulan yang semakin luas menjadikan semakin banyak figur-figur diluar lingkungan keluarga dan sekolah yang dilihat; diidolakan; diperhatikan; dan semakin banyak ditiru. Misalnya muncul figur para artis maupun penyanyi-penyanyi mancanegara. Selain itu juga, pada masa ini semakin besar tingkat keingin-tahuan mereka terhadap segala sesuatu.

Melihat keadaan yang demikian, di lain sisi timbul suatu kekhawatiran bahwa bahaya akan mengancam mereka apabila karakter Kristen tidak dibangun oleh gereja. Sadar akan hal tersebut, gereja menggunakan beberapa tindakan yang diasumsikan sebagai strategi. Tindakan yang dimaksud yaitu:

1. Gereja memberikan motivasi-motivasi serta doktrin tentang ajaran-ajaran maupun nilai-nilai Kristen sebagai sesuatu yang harus dilakukan. Disamping itu, gereja menyertakan alasan-alasan dibalik hal-hal tersebut. Alasan-alasan diberikan dengan maksud agar mereka mengerti maksud yang tersirat dalam keharusan tersebut.

2. Gereja juga melaksanakan kegiatan-kegiatan yang secara keseluruhan disepakati bersama melalui program-program yang dirancang. Misalnya beberapa di antara kegiatan Persekutuan Taruna maupun Gerakan Pemuda yang diprogramkan pada tahun 2014-2015 ialah ibadah Persekutuan Taruna, ibadah Gerakan Pemuda, retreat pemuda, talk show HIV AIDS, GP Interpersonal Skill Training, Aksi Bakti Sosial Pemberdayaan (ABSP), latihan musik, bible camp taruna, kunjungan pengurus inti di setiap sektor.94

3. Pembinaan merupakan salah satu kegiatan yang terprogram. Pembinaan yang dilakukan banyak ditujukan bagi pendeta, majelis, dan jemaat. Sebab dalam GPIB,

93

Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan (PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul 17.14 WITA

94

(23)

81

pembinaan adalah cara sentral yang digunakan untuk mendidik hal-hal yang baik, termasuk untuk membentuk dan mengembangkan karakter Kristen bagi seluruh komponen yang secara integral berada dalam gereja.

Pembinaan terbagi menjadi dua kategori, yaitu dalam konteks formal dan non-formal. Pembinaan dalam konteks formal, ialah: membuat tema, mengumpulkan orang, dan memberikan materi tertentu. Dalam konteks demikian, GPIB Jemaat Bukit Sion telah menjalankan dengan baik hingga saat ini. Sebagai contoh seminar tentang narkoba yang diadakan pada hari Sabtu, 2 Agustus 2014 di gedung gereja. Pembinaan formal lainnya ialah mengadakan dialog seperti yang terwujud dalam persiapan-persiapan sebelum melayani ibadah-ibadah.95 Pendapat yang berbeda dikatakan oleh narasumber yang berbeda, di mana menurutnya pembinaan yang dilakukan oleh gereja dalam rangka pembentukkan karakter Kristen bagi taruna dan pemuda, sangat kurang. Pernyataan tersebut mendasarkan diri pada permasalahan di tubuh Gerekan Pemuda tentang presentase keaktifan dalam ibadah-ibadah Gerakan Pemuda di sektor dan gabungan, yang hingga saat ini belum dapat diperbaiki. Oleh karena itu, narasumber memberi tempat dalam membentuk karakter melalui persiapan-persiapan yang diberikannya.96

Dari sudut pandang yang berbeda, yang menilai bahwa pembinaan dalam konteks formal telah berjalan maka pembinaan dalam konteks non-formal seharusnya juga dapat berjalan. Pembinaan tersebut berfungsi sebagai pembinaan yang berkelanjutan. Untuk mengembangkan karakter Kristen para taruna dan pemuda yang dilakukan melalui pembinaan, seharusnya dilakukan dalam semua bidang kehidupan, dan hal itu telah

95

Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan (PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul 17.14 WITA.

96

(24)

82

dilakukan oleh GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan. Dalam GPIB Jemaat Bukit Sion, pembinaan yang demikian telah dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:97

a. Khotbah, baik dalam bentuk dialog maupun monolog. Khotbah dalam bentuk dialog ditemui dalam ibadah-ibadah PELKAT, ibadah sektor, dan penyegaran iman.

b. Pekan keluarga yang di dalamnya tersirat maksud untuk mengajarkan anggota keluarga dalam mengambil perannya masing-masing di dalam liturgi yang telah disediakan oleh sinode.

c. Ibadah kreatif yang dilaksanakan berbeda dengan ibadah pada umumnya, namun tetap memegang rumpun GPIB, seperti ibadah pada minggu kelima yang menggunakan alat musik band dan konsep khotbah kebangunan rohani. Ibadah kreatif ini juga dilaksanakan dalam konsep ibadah padang.

d. GPIB Jemaat Bukit Sion juga menghadirkan pembinaan dalam bentuk seni musik dan suara yaitu dengan adanya latihan untuk menjadi pianis; organis; pemain band; kantoria98; dirigen; dan paduan suara.

e. Dalam bidang ekonomi pun nampak dalam pembinaan yang memiliki tujuan untuk mengajarkan jemaat yang terbiasa menerima diakonia dapat memberikan diakonia kepada yang lain. Atau dengan kata lain belajar memberi dalam ketidakmampuan. f. Pembinaan dalam bidang etika, yaitu tentang bagaimana cara berbicara (How to

Speech) dan cara berpakaian yang sopan untuk para presbiter.

g. Tersedianya ruang-ruang konsultasi bidang-bidang tertentu, yaitu hukum; psikologi; dan kesehatan yang dilengkapi dengan SDM atau orang yang mampu pada bidang-bidang tersebut.

h. Perkunjungan yang telah terjadwal di tiap-tiap sektor yang dilakukan oleh para Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) pada saat ibadah gabungan di sektor.

97

Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan (PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul 17.14 WITA

98

(25)

83

Pembinaan yang terlaksana dalam berbagai bentuk tersebut memiliki kaitan erat dengan Tri Tugas Panggilan Gereja (Koinonia, Marturia, dan Diakonia).99 Di mana gereja memakai tugas-tugas tersebut menjadi cara untuk membina karakter Kristen anak-anak taruna dan pemuda. Tidak hanya terfokus pada Koinonia atau persekutuan, namun juga memakai Marturia (kesaksian) dan Diakonia (pelayanan) dalam membentuk karakter Kristen.

Strategi lain yang selama ini telah dilakukan oleh gereja khususnya para pelayan Perseutuan Taruna adalah dengan melakukan pendekatan yang lebih kepada masing-masing taruna. Pendekatan tersebut bermaksud untuk mengetahui macam-macam karakter yang dimiliki oleh masing-masing adik layan. Ketika ditemukan karakter yang baik maka para kakak layan berperan dalam membantu mereka untuk terus mengembangkan karakter tersebut. Sebaliknya ketika ditemukan karakter yang buruk dan berujung pada masalah maka dalam situasi ini-lah peran pelayan semakin berat. Para pelayan berperan dalam mencari tahu masalah yang sebenarnya terjadi dan mencarikan solusi bagi mereka. Kakak layan tidak berperan dalam menghakimi atas karakter buruk yang mereka lakukan atau atas masalah yang terjadi pada mereka, namun kakak layan berperan dalam mengarahkan mereka kepada karakter yang benar serta membantu mereka untuk bersedia meminta pengampunan kepada Tuhan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan tersebut mengarahkan para pelayan menjadi teman dan sahabat bagi adik-adik anggota Persekutuan Taruna. Dengan pendekatan yang demikian akan memudahkan para pelayan untuk masuk lebih dalam pada kehidupan mereka. Para pelayan dan adik-adak layan dapat berdisukusi dan saling berbagai tentang permasalahan yang terjadi dalam hidup. Pendekatan yang demikian menurut pelayan adalah cara yang efektif dalam membina ajaran Kristen dan mengembangkan nilai-nilai karakter Kristen untuk terwujud dalam tindakan mereka setiap hari. Menjadi penting sebab melihat realita

99

(26)

84

yang terkadang menunjukkan jarak yang cukup jauh antara adik-adik layan dengan orang tua mereka.

Pendekatan tidak hanya dilakukan oleh para pelayan kepada adik-adik layan, namun juga kepada sesama pelayan, khususnya yang berada di sektor masing-masing. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara perkunjungan yang telah dijadwalkan dan dilaksanakan oleh para pengurus tingkat jemaat ketika ibadah PT berlangsung. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk memantau perkembangan pelayan dan adik-adik PT di seluruh sektor dan juga terkadang melayani sebagai pengajar di ibadah tersebut.100 Perkunjungan tersebut serupa dengan kegiatan pada umumnya yakni melewati program. Kegiatan terprogram lainnya yang berada diluar kegiatan rutin (ibadah sektor dan gabungan), juga dimiliki oleh PT terkait dengan mengembangkan karakter, seperti kegiatan olahraga basket. Kegiatan ini juga sebagai wujud dari perangkulan yang dilakukan gereja untuk menghindakan mereka dari kegiatan-kegiatan negatif di luar. Selain itu juga, kegiatan tersebut menjadi strategi khusus yang digunakan untuk menyentuh ranah kemampuan mereka. Gereja mengakui bahwa setiap individu memiliki bakat atau talenta yang berbeda. Oleh karena itu, ketika para pelayan dapat mengetahui bakat atau pun talenta yang dimiliki oleh masing-masing anggota PT melalui kegiatan tersebut, gereja dapat menggunakannya sebagai strategi baru dalam mengembangkan karakter Kristen.101 Melalui kegiatan olahraga, para pelayan mengintegrasikan nilai-nilai karakter Kristen di dalamnya.

Seluruh kegiatan yang diperuntukkan bagi mereka di Persekutuan Taruna dan Gerakan Pemuda mendapat respon yang positif. Nilai positif diperoleh dengan menggunakan dua barometer, yakni tanggapan pelayan terhadap kegiatan-kegiatan dan tingkat keaktifan di setiap kegiatan-kegiatan tersebut. Walau pada kenyataannya anak-anak di Persekutuan

100

Wawancara kedua dengan Ibu Sandra Imantoro (Koordinator Persekutuan Taruna tingkat Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan), pada hari: Selasa, 12 Agustus 2014, pukul 11:00 WITA.

101

(27)

85

Taruna mendapat nilai lebih dalam hal tingkat keaktifan anggota dibandingkan dengan Gerakan Pemuda.

Pada dasanya strategi yang diupayakan oleh GPIB Jemaat Bukit Sion harus dirancang terlebih dahulu dan secara terlampir dalam buku Program dan Anggaran per tahun. Walaupun demikian, tedapat beberapa kegiatan yang diasumsikan sebagai strategi dalam pembangunan karakter yang tidak tercatat dalam program. Salah satunya yaitu keteladanan. Keteladanan dapat diperoleh dari tiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, misal dalam perkunjungan. Dengan melihat pihak-pihak yang melakukan kunjungan, membuat jemaat termotivasi untuk melakukan hal serupa. Ketika berbicara tentang keteladanan, idealnya semua individu mengatakan bahwa keteladanan adalah hal yang penting sehingga harus dilakukan. Secara khusus dalam kaitannya dengan mengembangkan karakter Kristen bagi para taruna dan pemuda. Teladan adalah hal yang wajib dilakukan di lingkungan gereja. Walaupun demikian, hal-hal yang bersifat ideal pada kenyataannya cukup sulit untuk dicapai. Pernyataan tersebut dibenarkan dengan realita yang terjadi di GPIB Jemaat Bukit Sion. Di mana cukup banyak bapak-bapak yang merokok di lingkungan gereja pada saat ibadah maupun kegiatan-kegiatan gereja lainnya. Demikian pula halnya dengan tindakan beberapa orang yang meninggalkan tempat duduk pada saat doa syafaat berlangsung. Tindakan-tindakan kurang baik dari para orang tua tersebut akan berpengaruh pada karakter dari para taruna, pemuda, juga adik-adik Sekolah Minggu.

(28)

86

diri pada ajaran-ajaran Kristen yang tertulis dalam Alkitab. Biblika pada hakekatnya memiliki sifat yaitu hidup sepanjang hayat atau tidak mengalami kadaluarsa apabila dijadikan pedoman dalam melakukan sesuatu.

Nilai berbeda muncul ketika yang menjadi tolak ukurnya ialah keadaan dalam kehidupan. Dengan menggunakan tolak ukur ini, strategi yang digunakan gereja selama ini dinilai kurang. Sebagai contoh dalam konteks pendidikan yaitu perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) yang saat ini berkembang pesat. Pada kenyataan menunjukan bahwa taruna dan pemuda telah lincah dalam menggunakan tekhnologi dan mudah mengakses internet hingga dapat meretas pin maupun kode-kode penting dari lembaga-lembaga penting yang ada. Berbeda halnya dengan sebagian orang tua yang memiliki keterbatasan dalam kemampuan menggunakan maupun mengakses internet. Hal serupa terjadi dalam hal seksualitas. Generasi muda saat ini telah banyak mengetahui hal-hal yang terkait dengan seks, namun orang tua maupun masyarakat sekitar kurang terbuka dalam pemberian pendidikan seks. Keadaan demikian adalah gambaran nyata yang terjadi dalam GPIB Jemaat Bukit Sion. Dengan demikian secara nyata menunjukan bahwa para presbiter dan pendeta kurang mengikuti perkembangan dunia luar yang dapat digunakan untuk perkembangan kehidupan gereja.102 Berakar dari hal ini berdampak pada kebutuhan para taruna dan pemuda yang kurang dipahami dan dipenuhi secara holistik oleh para pendeta, majelis, dan pelayan kategorial. Hal yang demikian tentunya menjadi kendala bagi gereja dalam mewujudkan perannya untuk membangun karakter.

Dalam mengupayakan pembangunan karakter, juga terdapat kendala-kendala lainnya yang dipaparkan oleh para narasumber. Kendala yang cukup banyak ditemui dari tubuh Gerakan Pemuda, salah satunya yang berkaitan dengan keaslian anggota. Maksudnya ialah anggota pemuda sebagian besar merupakan orang-orang pendatang, sehingga mereka tidak berasal dari kelanjutan Persekutuan Taruna jemaat Bukit Sion Balikpapan.

102

(29)

87

Hal tersebut menjadikan peran gereja dalam membangun karakter Kristen bagi mereka menjadi terbatas. Gereja tidak mengetahui bagaimana karakter terbentuk dalam diri para pemuda-pemudi tersebut ketika mereka belum bergabung dengan Gerakan Pemuda Jemaat Bukit Sion.

Beberapa kendala lain yang nampak dalam tubuh Gerakan Pemuda ialah menurunnya tingkat keaktifan anggota di dalam kegiatan-kegiatan, khususnya ibadah pemuda di sektor dan gabungan. Kesalahan dalam kendala ini tidak sepenuhnya berada pada pemuda, namun juga berada pada orang tua. Walaupun rata-rata pemuda telah berusia dewasa, itu bukan menjadi tolak ukur kedewasaan dan kemandirian yang mereka miliki. Oleh karena itu, orang tua berada dibalik hal ini. Kendala ini juga terjadi dalam tubuh Persekutuan Taruna. Hal ini ditegaskan oleh koordinator Persekutuan Taruna tingkat jemaat, di mana beberapa orang tua yang kurang memberikan motivasi dan perintah secara tegas untuk mengikuti ibadah. Keadaan yang demikian tidak hanya terjadi pada orang tua yang berstatus jemaat, namun juga beberapa terjadi pada orang tua yang menjadi majelis.103

Perbedaan latar belakang dari masing-masing individu anggota Gerakan Pemuda membuat perbedaan visi ketika mengikuti kegiatan. Sebagian anggota memiliki visi untuk mengasah kemampuan dalam berbicara di depan publik maupun mempertinggi rasa percaya diri dengan berani mengambil peran yang lebih besar seperti menjadi liturgos. Namun sebagian besar anggota sebaliknya. Mereka memiliki keinginan yang minim untuk mengambil peran yang lebih besar. Sebagai contoh terdapat beberapa anggota Gerakan Pemuda yang memiliki kemampuan untuk menjadi narasumber dalam kegiatan gereja, namun mereka tidak berani mengambil peran tersebut.104 Hal ini juga dilihat sebagai kendala yang dihadapi gereja khususnya Gerakan Pemuda dalam membangun karakter anggotanya.

103

Wawancara kedua dengan Ibu Sandra Imantoro (Koordinator Persekutuan Taruna tingkat Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan), pada hari: Selasa, 12 Agustus 2014, pukul 11:00 WITA.

104

(30)

88

Di lain pihak kendala juga menghampiri kehidupan Persekutuan Taruna. Beberapa kendala tersebut antara lain a) kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan pembangunan karakter. Contoh yang diberikan oleh narasumber adalah dalam hal ketidak-tersediaan lapangan yang besar untuk kegiatan olahraga. b) Kendala dalam hal keterbukaan dari adik-adik taruna terhadap kakak layan. Para pelayan menemukan kesulitan ketika ditemui seorang anak yang memiliki karakter keras. c) Kesulitan lain juga ditemui para pelayan dalam strategi yang digunakan untuk membina mereka. Hal itu terjadi mengingat usia mereka berada pada peralihan dari masa kanak-kanak. Metode yang digunakan ketika Sekolah Minggu tidak lagi cocok digunakan pada mereka, seperti menggunakan kekerasan secara verbal (marah). Dari kendala yang demikian pada akhirnya menuntut para pelayan untuk mampu mengontrol emosi sebab, dengan mampu mengontrol emosi tersebut akan menjadi teladan bagi adik-adik layan. Mereka akan terus menerus melihat kesabaran yang ditunjukkan oleh pelayan terhadap mereka.105

Kendala juga dapat muncul tidak hanya dari Persekutuan Taruna dan Gerakan Pemuda. Para presbiter dan pendeta juga dapat menjadi kendala dalam membangun karakter. Kendala pertama yang muncul ialah paradigma yang mengukur suatu program maupun kegiatan dari sisi dana yang dikeluarkan.106 Paradigma yang demikian tidak hanya dimiliki oleh sebagian presbiter, namun juga sebagian jemaat. Program khususnya kegiatan dilihat hanya pada jumlah dana yang dikeluarkan bukan pada kualitas serta implikasi dalam kehidupan anak-anak taruna dan pemuda. Berawal dari kendala ini kemudian muncul dua golongan yang berbeda yaitu pro dan kontra.

Beberapa cara telah diupayakan oleh gereja untuk mengatasi beberapa kendala, seperti kurangnya mengikuti perkembangan yang terjadi pada sebagian presbiter dan pendeta. Kendala tersebut diatasi dengan cara memberikan pembinaan khusus bagi para presbiter

105

Wawancara kedua dengan Ibu Sandra Imantoro (Koordinator Persekutuan Taruna tingkat Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan), pada hari: Selasa, 12 Agustus 2014, pukul 11:00 WITA.

106

(31)

89

dan pendeta.107 Pembinaan tersebut berada dalam konteks yang formal. Cara lain yang digunakan gereja dengan kendala yang berbeda, yakni terkait dengan kendala minimnya keaktifan anggota pemuda. Gereja mengatasinya dengan bekerjasama antara pengurus Gerakan Pemuda dan PHMJ ketua III yang membidangi Pembinaan, Pengembangan Sumber Daya Insani (PPSDI) dan Pelayanan Kategorial (PELKAT) dalam memberikan surat undangan yang secara langsung ditujukan bagi seluruh pemuda yang tercatat sebagai anggota Gerakan Pemuda GPIB Jemaat Bukit Sion.

III.2.2.3. Relasi Dalam Membangun Karakter Taruna-Pemuda GPIB Jemaat Bukit

Sion

Gereja tidak dapat melaksanakan perannya secara maksimal tanpa bantuan dari pihak-pihak terkait lainnya, seperti keluarga; sekolah; ahli-ahli dalam bidang tertentu; dan lembaga-lembaga khusus lainnya. Keluarga adalah relasi awal yang perlu dibangun sebab, melihat pembentukkan karakter Kristen awalnya terjadi dalam lingkungan keluarga. Keluarga yang dimaksud bukan hanya sekedar keluarga yang memenuhi kebutuhan hidup yang diukur dengan materi, melainkan keluarga yang pada hakekatnya mendasarkan kehidupannya pada firman Tuhan. Keluarga yang demikian memiliki peranan penting dalam membentuk karakter Kristen bagi seluruh anggota, khususnya anak-anak mereka yang termasuk dalam kategori PT dan GP.

Untuk menjalin relasi dengan keluarga, beberapa kegiatan telah diprogramkan dan telah dilakukan hingga saat ini. Program tersebut melibatkan keluarga di dalam setiap kegiatannya, seperti dalam program penguatan keluarga yang nampak dalam adanya ibadah keluarga di masing-masing sektor. Ibadah keluarga yang demikian adalah ibadah yang di dalamnya hadir seluruh anggota keluarga, baik itu mulai anak-anak hingga para lansia. Dengan demikian seluruh keluarga yang berdomisili dalam satu sektor, datang dan berkumpul bersama untuk beribadah. Penguatan keluarga juga terjadi dalam ibadah

107

(32)

90

keluarga yang diprogramkan sinode pada waktu-waktu tertentu, seperti ibadah pekan keluarga; ibadah malam natal hingga saat natal; dan ibadah malam tahun baru hingga tahun baru. Relasi juga dibangun melalui perkunjungan yang selama ini dilakukan oleh para presbiter sektor, para pelayan, dan pendeta-pendeta. Perkunjungan tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu yang pertama dilakukan oleh presbiter sektor bersama kakak layan, baik itu kakak layan tingkat sektor maupun tingkat jemaat. Perkunjungan tersebut terkait dengan program-program yang masuk dalam Persekutuan Taruna, serta terkait dengan keaktifan anak-anak dalam kegiatan Persekutuan Taruna.108

Perkunjungan yang kedua adalah perkunjungan yang secara umum dilakukan kepada keluarga-keluarga yang dilihat memiliki masalah. Keluarga-keluarga tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri. Misal dalam keluarga yang kurang mampu dalam bidang ekonomi, khususnya masalah biaya pendidikan untuk anak-anak mereka. Oleh karena itu, perkunjungan ini dilaksanakan. Dari contoh tersebut, perkunjungan ini bermaksud untuk mengetahui dengan benar masalah yang dihadapi keluarga. Langkah selanjutnya ialah presbiter setempat melaporkan hasil perkunjungan kepada PHMJ, yang kemudian ditindaklanjuti dengan memproses serta menurunkan biaya untuk membantu masalah keluarga tersebut. Perkunjungan ini tentunya dapat terealisasi dengan bantuan presbiter sektor setempat yang melihat dan memilih dengan teliti keluarga mana yang perlu dikunjungi.

Jemaat Bukit Sion Balikpapan juga menjalin relasi dengan pihak lain, yaitu sekolah. Relasi yang terjalin dalam bentuk penyediaan dan pemberian guru agama bagi sekolah yang meminta. Selain itu juga gereja bersedia membantu sekolah yang tidak memiliki pelajaran agama Kristen dengan memberikan penilaian kepada anak-anak yang termasuk dalam wilayah jemaatnya, serta gereja bersedia memberikan salah satu sumber daya manusia yang dimiliki oleh gereja untuk menjadi pembicara ketika sekolah meminta.

108

(33)

91

Dalam bidang kesehatan, relasi dibangun dengan Yayasan Ora Et Labora, di mana yayasan tersebut membantu gereja dalam menangani jemaat yang tidak mampu ditangani oleh klinik milik gereja. Bagi jemaat yang berasal dari rujukan klinik gereja maka akan direkomendasikan menerima pembayaran khusus. Tidak hanya itu, gereja akan membantu jemaat yang tidak mampu dengan memberikan pembayaran gratis.

Relasi yang terbangun juga dilakukan oleh jemaat Bukit Sion dengan lintas institusi-institusi yang ada di Balikpapan. Relasi yang dimaksud ialah dengan ormas-ormas seperti Gerakan Pemuda (GP) Ansor; Bantuan Sergap (BANSER) NU; serta relasi dengan pemerintah kota yang terwujud dalam kegiatan yang formal dan umum. Misal, ketika gereja mengadakan ibadah dalam rangka hari raya (natal dan tahun baru), mereka menjaga lingkungan gereja untuk tetap kondusif untuk beribada tanpa perlu mengirim surat kepada mereka. Selain itu juga, ketika mereka mengadakan acara-acara umum, mereka mengundang para presbiter yang termasuk dalam PHMJ sebagai wakil dari jemaat Bukit Sion. Demikian sebaliknya, hingga saat ini bentuk dari relasi yang demikian tetap terjadi.

Seluruh relasi yang dibangun oleh GPIB Jemaat Bukit Sion merupakan bentuk dari kesadaran gereja bahwa di dalam kehidupan bergereja tidak diijinkan adanya sikap eksklusif.

III.2.2.4. Sistem Penilaian

(34)

92

berhasil. Dikatakan demikian sebab, minimnya keaktifan anak-anak taruna terlebih khusus pemuda dalam ibadah.109 Dengan demikian keberhasilan strategi yang digunakan gereja melalui program-program yang ada tidak dapat diukur hanya dengan tolak ukur yang demikian. Alasannya ialah berbagai alasan yang dapat ditolerir oleh gereja ketika mereka tidak aktif dalam ibadah, misal saja adanya pekerjaan dari sekolah atau kesibukan dalam pekerjaan.

Menurut narasumber, ketika tidak menggunakan tolak ukur yang demikian maka GPIB Jemaat Bukit Sion dapat dikatakan berhasil. Keberhasilan tersebut nampak ketika yang menjadi barometer adalah kegiatan-kegiatan yang terprogram telah terlaksana serta program maupun modul yang digunakan memiliki dampak bagi anak-anak taruna dan pemuda dalam melakukan nilai-nilai karakter Kristen.

III.2.2.5. Kurikulum dalam Sabda Bina Taruna dan Pemuda

Dari pengamatan secara langsung dengan membaca langsung buku renungan Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda, ditemukan beberapa hal. Dalam Sabda Bina Taruna antara tujuan umum (TU) atau yang ditulis sebagai gagasan utama sebagian besar tidak disinkronkan dengan yang menjadi tujuan khusus (TK). Sebagai contoh pembelajaran pada hari Minggu, 20 Juli 2014 dengan Gagasan Utama Mensyukuri Kemahakuaasaan Allah dan Keterbatasan Manusia, pembacaan Alkitab terdapat di kitab Keluaran 15: 22-27. Terdapat dua Tujuan Pembelajaran Khusus: 1) Menceritakan kembali secara singkat peristiwa di Mara dan di Elim, 2) Menganalisa bahwa di balik suka duka kehidupan, Tuhan ingin menguji ketaatan yang sungguh dari umat-Nya. Selain itu juga ditemui gagasan utama yang bersifat konkret, misal yang menjadi gagasan utama pada pembelajaran tanggal 7 September 2014 yaitu menjelaskan tugas dan panggilan gereja. Demikian sebaliknya, tujuan khusus bersifat abstrak. Sebagai contoh pada pembelajaran di tanggal yang sama dituliskan dua dari tiga tujuan khusus yang bersifat

109

(35)

93

abstrak, yaitu 1) Memahami makna melayani (diakonia) sesuai kisah nabi Elia dan janda dari Sarfat, 2) Menyelami motif janda dari Sarfat yang melayani nabi Elia.

Menurut narasumber, dalam Sabda Bina Taruna secara keseluruhan dari materi yang diberikan bersifat Teologi. Hal itu nampak dalam beberapa bagian, khususnya latar belakang dan penjelasan yang menggunakan bahasa-bahasa yang sulit untuk dimengerti oleh anak-anak dan para pelayan yang notabene tidak memiliki dasar Teologi. Hal ini cukup menjadi kendala bagi para pelayan untuk menyampaikan kepada para taruna dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka. Walaupun demikian, hal tersebut memiliki sisi positif, yaitu menuntut para pelayan yang bertugas untuk mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh; memahami teks dengan benar; dan mengembangkan teks tersebut sesuai dengan keadaan adik-adik layan. Dengan demikian, para pelayan tidak menggantungkan diri hanya pada persiapan yang telah diberikan oleh pendeta maupun vikaris.110

Dari pengamatan yang dilakukan dalam Sabda Bina Taruna khususnya pada kelas Eka, secara langsung tidak hanya ditemui tujuan dan materi, namun juga strategi dan evaluasi. Strategi yang mendominasi dalam setiap pembalajaran yang terdapat dalam Sabda Bina Taruna yaitu bercerita dan diskusi. Metode lain yang digunakan ialah perenungan dan membantu para taruna untuk mengingat tentang cerita-cerita tertentu. Kedua metode ini sangat jarang digunakan. Sebagai contoh, dari empat belas pertemuan yang terjadi selama bulan Juli hingga September di tahun 2014, kedua metode tersebut muncul hanya dalam empat minggu atau empat kali pertemuan. Dalam jangka waktu tersebut juga evaluasi dilaksanakan hanya sebanyak tiga kali, yaitu setiap akhir bulan.

Dengan mengesampingkan kekurangan dari kurikulum yang terdapat dalam Sabda Bina Taruna, terdapat dampak positif yang diperoleh oleh para pelayan dan pengurus taruna. Di mana dengan ketidak-sinkronan yang terjadi, seperti yang telah dibahas di atas,

110

(36)

94

menuntut kekreativitasan dalam penalaran dari para pelayan taruna yang bertugas menjadi pelayan firman. Kekreativitasan dalam penalaran tersebut menjadi penting agar para pelayan dapat mengaitkan antara bahan pembacaan Alkitab dengan beberapa unsur yang berada di dalamnya, antara lain gagasan utama, topik, tujuan khusus, materi, strategi yang akan digunakan, dan dengan kehidupan nyata dari para taruna. Di samping Kekreativitasan dalam penalaran, pelayan mengakui bahwa dengan banyaknya istilah-istilah Teologi yang terdapat di dalam Sabda Bina Taruna menjadikan itu sebagai pengetahuan yang baru tentang Teologi.111

Berbeda halnya dengan Sabda Bina Pemuda yang digunakan oleh para pemuda, di mana dalam buku ini tidak terdapat pembagian yang nyata antara gagasan utama, tujuan khusus, materi, strategi yang akan digunakan, serta evaluasi. Yang dapat ditemui dalam buku ini hanyalah tema, ayat Alkitab, topik, dan materi atau isi. Sabda Bina Pemuda dapat dikatakan sebagai buku pedoman renungan yang tidak hanya dapat dipakai oleh mereka yang bertugas membawakan firman dalam ibadah pemuda, namun juga bagi setiap pemuda.

Menurut penuturan narasumber, materi dalam Sabda Bina Pemuda yang ditulis dalam bentuk khotbah merupakan hasil refleksi dari permasalahan yang terjadi di sekitar kehidupan para pemuda.112 Oleh karena itu, realita-realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemui dalam materi-materi yang ada. Realita-realita tersebut disajikan dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan yang mereka mengerti.

111

Wawancara kedua dengan Ibu Sandra Imantoro (Koordinator Persekutuan Taruna tingkat Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan), pada hari: Selasa, 12 Agustus 2014, pukul 11:00 WITA.

112

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Lima latihan pengendalian diri yang merupakan ajaran dari agama Buddha, juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa yang beragama Buddha sebagai norma masyarakat yang

rakyat di negeri itu membaca karya-karya terbitan luar negeri. Winston Churchill amat mencela sensor ketat yang dilakukan oleh Uni Soviet tersebut, dan menuduh

 Contoh kalimat tanya tersamar dalam kehidupan sehari- hari  Santun dalam bertanya sesuai dengan situasi komunikasi  Santun dan lugas dalam bertanya sesuai dengan situasi

dan KUHP benar tertulis mengenai perkara pidana di indonesia namun tidak mengsampingkan hukum adat yang di berlakukan pada wilayah tertentu, Kebanyakan presepsi masyarakat luar

Mortalitas selalu diperbaiki seperti diindikasikan oleh laju kematian sesaat yang turun untuk semua umur, sehingga dari naiknya kelahiran dan turunnya kematian menunjukkan bahwa

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

Simulasi ini bertujuan mengetahui jika sistem ini dapat digunakan dengan baik sebagai sumber STS, kerena profil tegangan pada kedua sumber yaitu 13,8 kV.Baik sumber-A maupun

Halaman Pilihan Kriteria adalah halaman yang digunakan untuk memilih data kriteria yang akan dibandingkan berdasarkan keinginan user dengan cara menceklis bagian yang di inginkan